View
499
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
EFEKTIVITAS PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA DALAM
RANGKA PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK PADA KANTOR
PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA CAKUNG SATU
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Akademika Dan
Melengkapi Sebagian Dari Syarat – Syarat Guna Mencapai
Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Oleh
SITI FATIMAH
2011420039
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS DARMA PERSADA
JAKARTA
2015
v
ABSTRAK
NIM : 2011420039, Judul Skripsi : EFEKTIVITAS PENAGIHAN PAJAK
DENGAN SURAT PAKSA DALAM RANGKA PENCAIRAN TUNGGAKAN
PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA
CAKUNG SATU,
Jumlah Hal : xi + 44 Hal,
Kata Kunci : Penagihan Pajak, Surat Paksa, Efektivitas
Untuk mengetahui apakah penagihan pajak dengan surat paksa pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu sudah dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, mengetahui apakah
penagihan pajak dengan surat paksa telah efektif terhadap pencairan tunggakan
pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu, mengetahui
hambatan dan upaya yang terjadi dalam rangka pencairan pajak dengan surat
paksa pada kantor pelayanan pajak pratama jakarta cakung satu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penagihan dengan surat paksa pada
kantor pelayanan pajak pratama jakarta cakung satu cukup efektif dalam
pelaksanaannya, tahun 2012 tingkat efektivitas sekitar 85,08%, tahun 2013 tingkat
efektivitas sekitar 79,38%, tahun 2014 tingkat efektivitas sekitar 86,64%.
Daftar Acuan : (2007-2014)
Jakarta, Juni 2015
Siti Fatimah
vi
KATA PENGANTAR
Bismil-laahir-rahmanir-raahiim
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala
nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini, adapun judul dari skripsi ini adalah “Efektivitas
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Jakarta Cakung Satu”. Skripsi ini disusun bertujuan melengkapi salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi jurusan akuntansi pada
Fakultas Ekonomi Universitas Darma Persada Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima
kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga memungkinkan skripsi ini dapat terselesaikan. Dengan segala
kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Kedua orang tuaku yang selalu mendukung dan sabar dalam
menghadapiku, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Ahmad Basid Hasibuan selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Darma Persada.
3. Bapak Muhammad Masdar selaku Dosen Pembimbing. Terima kasih atas
bimbingannya dalam proses penyusunan skripsi ini, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
4. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Darma Persada yang telah
berbaik hati memberikan pengetahuan kepada penulis.
5. Seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Darma Persada.
vii
6. Bapak Dani selaku kepala bagian seksi penagihan beserta jajaran staf seksi
penagihan kantor pelayanan pajak pratama Jakarta Cakung satu. Terima
kasih atas waktu dan bantuannya dalam mengumpulkan data yang
diperlukan oleh penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari siapapun.
Akhir kata penulis berharap proposal penelitian ini dapat memberikan manfaat
kepada kita semua terutama bagi penulis sendiri maupun bagi pihak lain yang
membutuhkan.
Jakarta, Juni 2015
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL SKRIPSI ............................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................ iv
ABSTRAK ....................................................................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah....................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian........................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pajak............................................................. 7
2.2 Efektivitas ................................................................... 12
2.3 Tinjauan Penagihan Pajak........................................... 12
2.4 Surat Teguran.............................................................. 15
2.5 Surat Paksa.................................................................. 18
2.6 Penyitaan..................................................................... 20
2.7 Daluarsa Penagihan..................................................... 21
2.8 Kerangka Pemikiran.................................................... 23
ix
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................. 25
3.2 Metode Pengumpulan Data................................................ 25
3.3 Jenis Data........................................................................... 26
3.4 Metode Analisis Data......................................................... 26
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Definisi Objek Penelitian.................................................. 27
4.2 Analisis Data...................................................................... 32
4.3 Interprestasi Hasil............................................................... 39
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian............................................. 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan....................................................................... 43
5.2 Saran................................................................................. 44
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
TABEL JUDUL HAL
4.1 Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Pada Kantor 32
Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu
4.2 Penerimaan Pajak Dengan Surat Paksa Pada Kantor 33
Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu
4.3 Interpretasi Nilai Efektivitas 34
4.4 Efektivitas Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu 35
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Hal
1 kerangka Pemikiran 23
2 Struktur Organisasi KPP Pratama 28
Jakarta Cakung Satu
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sektor pajak merupakan salah satu sumber penerimaan utama negara, yang
akan digunakan untuk membiayai penyelenggaran pembelanjaan rutin
negara dan kegiatan pembangunan nasional yang berlangsung secara terus-
menerus dan berkesinambungan (Sutria,2013). Pajak yang dipungut dari
warga negara Indonesia adalah salah satu kewajiban yang penagihannya
dapat dipaksakan. Salah satu pembiayaan dari sektor pajak adalah
pembangunan jalan, pembiayaan kesehatan dan lain-lain. Pembangunan
nasional Indonesia bukan hanya kewajiban pemerintah tapi juga kewajiban
masyarakat semua,oleh karena itu peran masyarakat dalam pembangunan
nasional sangat diharapkan oleh pemerintah, masyarakat harus
meningkatkan kesadaran akan membayar pajak.
Dilihat dari segi ekonomi, pajak adalah sumber penerimaan negara paling
Potensial. Menurut S.I Djajadiningrat yang ditulis oleh Resmi (2014:1)
menyatakan bahwa :
“Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke
kas negara yang disebabkan suatu keadilan, kejadian dan perbuatan yang
memberikan kedudukan tertentu, tatapi bukan sebagai hukuman, menurut
peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak
2
ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara
kesejahteraan secara umum.
Penerimaan dari sektor perpajakan merupakan penerimaan terpenting
dalam anggaran pendapatan dan belanja. Menurut data dari Direktorat
Jendral Pajak (http://www.pajak.go.id) perencanaan penerimaan dari
sektor pajak direncanakan mencapai Rp995,2 triliun pada tahun 2013
lalu,sedangkan pada tahun 2014 kemarin pemerintah mematok target
penerimaan pajak dalam APBN 2014 mencapai Rp1.110,2 triliun. Angka
ini naik sebesar Rp115 triliun atau tumbuh sekitar 11,6% dibandingkan
dengan target pajak dalam APBN-P 2013. Peran penerimaan pajak ini
adalah sebesar 66,6% dari total pendapatan negara sebesar Rp1.667,1
triliun.
Masyarakat yang peduli kepada bangsanya diharapkan mempunyai
kesadaran yang tinggi untuk membayar pajak. Untuk mencapai target
penerimaan, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan penerimaan pajak, antara lain melakukan reformasi pajak
(tax reform).
Dalam reformasi perpajakan tahun 1983, sistem pemungutan pajak telah
mengalami perubahan yang cukup signifikan yaitu official assesment
system menjadi self assesment system. Ketika memakai sistem official
assessment system, yang lebih berperan aktif adalah petugas pajak
sedangkan masyarakat atau wajib pajak lebih banyak berlaku pasif
menunggu tindakan dari petugas pajak. Sedangkan dalam self assesment
3
system wajib pajak diberikan kepercayaan serta tanggung jawab secara
langsung dan mandiri untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor
serta melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Agar pelaksanaan self assessment system dapat berjalan dengan baik, maka
keterbukaan dan penegakan hukum (law enforcement) menjadi hal yang
sangat penting. Dalam self assesment system ini peran aktif wajib pajak
sangat diperlukan. Dengan kepercayaan yang sudah diberikan,masyarakat
diharapkan dapat bertanggung jawab dalam melaksanakan kewajibannya
membayar pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia. Dengan demikian peningkatan pendapatan negara
dari sektor pajak diharapkan akan terus meningkat. Kesadaran masyarakat
untuk membayar pajak juga harus dibarengi oleh peningkatan kinerja
petugas pajak. Petugas harus memberikan layanan kepada masyakat secara
lebih baik dan terus lebih baik lagi.
Masih banyaknya tunggakan pajak sebagai akibat dari keengganan
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan merupakan salah satu
penyebab tingginya tunggakan pajak (Nindar,Pengemanan,Sabijono,2014).
Untuk mengatasi berbagai kendala perlu dilaksanakan tindakan penagihan
yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. Tindakan penagihan
meliputi pemberitahuan surat teguran, penagihan seketika dan sekaligus,
pemberitahuan surat paksa, melaksanakan penyitaan, melaksanakan
penyanderaan, serta menjual barang yang telah disita berdasarkan
ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 1997
4
tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000.
Tindakan penagihan merupakan wujud upaya untuk mencairkan
tunggakan pajak, dengan dilaksanakannya tindakan Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa diharapkan Wajib Pajak menjadi lebih patuh dalam
membayar pajak dan tunggakan pajak dapat berkurang sehingga
penerimaan negara dari sektor pajak diharapkan mencapai target agar
pembangunan nasional berjalan lancar. Untuk itu penulis tertarik untuk
membahas masalah ini kedalam penelitian dengan judul “Efektivitas
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Dalam Rangka Pencairan
Tunggakan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta
Cakung Satu”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas,maka dapat
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Apakah penagihan pajak dengan surat paksa pada kantor pelayanan
pajak pratama jakarta cakung satu telah dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku?
2. Apakah penagihan pajak dengan surat paksa telah efektif terhadap
pencairan tunggakan pajak pada kantor pelayanan pajak pratama
jakarta cakung satu?
5
3. Apa hambatan dan upaya yang terjadi dalam rangka pencairan
pajak dengan surat paksa pada kantor pelayanan pajak pratama
jakarta cakung satu?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini
adalah :
1. Untuk menganalisis apakah penagihan pajak dengan surat paksa
pada kantor pelayanan pajak pratama jakarta cakung satu telah
dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2. Untuk menganalisis apakah penagihan pajak dengan surat paksa
telah efektif dilakukan terhadap pencairan tunggakan pajak di
kantor pelayanan pajak pratama jakarta cakung satu.
3. Untuk menganalisis apa hambatan dan upaya yang terjadi dalam
rangka pencairan tunggakan pajak dengan surat paksa pada kantor
pelayanan pajak pratama jakarta cakung satu.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi pihak yang terkait:
1. Bagi Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara
lain sebagai bahan kajian selanjutnya bagi para peneliti muda, baik
penelitian yang bersifat akademik maupun kelembagaan.
6
Menambah wawasan dalam perluasan teori dan konsep mengenai
perpajakan dalam menentukan efektivitas penagihan dengan surat
paksa. Penelitian ini juga diharapkan menjadi pertimbangan dalam
hal penagihan pajak dengan surat paksa di kantor pelayanan pajak
pratama jakarta cakung satu apakah sudah efektif atau belum.
2. Bagi Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis untuk
menambah wawasan dan pengetahuan tentang efektivitas
penagihan pajak dengan surat paksa.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pajak
2.1.1 Pengertian Pajak
Berdasarkan pasal 1 undang – undang No.6 tahun 1983 tentang kententuan
umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah di ubah terakhir dengan
undang-undang No.16 Tahun 2009 menyatakan bahwa Pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan definisi-
definisi pajak menurut beberapa ahli yaitu :
Definisi pajak yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro yang dikutip
oleh Resmi (2014:1) yaitu :
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara
untuk membiayai pengeluaran rutin dan”surplus”-nya digunakan untuk
public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public
investment.
Sedangkan menurut S.I Djajadiningrat yang ditulis oleh Resmi (2014:1)
menyatakan bahwa :
“Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke
kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang
8
memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut
peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak
ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara
kesejahteraan secara umum.
Berdasakan penjelasan diatas, maka pajak mempunyai ciri ciri :
1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang
serta aturan pelaksanaannya.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang
bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk
membiayai public investment.
Dengan demikian penulis menyimpulkan, pajak merupakan iuran yang
dipungut oleh pemerintah kepada rakyat yang sifatnya dapat dipaksakan,
tanpa memandang kaya atau miskin. Iuran pajak yang dipungut oleh
pemerintah ini akan digunakan untuk membiayai pembelanjaan negara dan
pembangunan nasional di Indonesia.
2.1.2 Fungsi Pajak
Fungsi pajak adalah kegunaan pokok dan manfaat pokok pajak. Sebagai
alat untuk menentukan politik perekonomian, pajak memiliki kegunaan
dan manfaat pokok dalam meningkatkan kesejahteraan umum, suatu
negara tidak akan mungkin menghendaki merosotnya kehidupan ekonomi
masyarakat. Oleh karena itu berdasarkan pengertian-pengertian pajak yang
telah dijelaskan diatas, terlihat adanya dua fungsi pajak seperti yang ditulis
oleh Resmi (2014:3) yaitu:
9
1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi Budgetair, artinya pajak merupakan salah
satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran
baik rutin maupun pembangunan.
2. Fungsi Regularend (Pengatur)
Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang
sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar
bidang keuangan .
2.1.3 Jenis Pajak
Menurut Resmi (2014:7) terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pengelompokan menurut golongan,
sifat, dan lembaga pemungutnya.
1. Menurut Golongan pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Pajak Langsung
Pajak langsung ialah pajak yang harus dipikul atau ditanggung
sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau
dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi
beban wajib pajak yang bersangkutan.
b. Pajak Tidak langsung
Pajak Tidak langsung ialah pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.
Pajak Tidak Langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan,
10
peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak,
misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa.
2. Menurut sifatnya pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Pajak Subjektif
Pajak subjektif ialah pajak yang pengenaanya memerhatikan
keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang
memerhatikan keadaan subjeknya.
b. Pajak Objektif
Pajak Objektif ialah pajak yang pengenaanya memerhatikan
objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa
yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa
memerhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun
tempat tinggal.
3. Menurut lembaga pemungut, pajak dikelompokkan menjadi dua,yaitu :
a. Pajak Negara (Pajak Pusat)
Pajak Negara (Pajak Pusat) ialah pajak yang dipungut oleh
pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
negara pada umunya.
b. Pajak Daerah
Pajak Daerah ialah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
baik daerah tingkat satu (pajak provinsi) maupun daerah tingkat
dua (pajak kabupaten atau kota) dan digunakan untuk membiayai
rumah tangga daerah masing-masing.
11
2.1.4 Asas Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo ( 2009 :7) terdapat tiga asas pemungutan pajak yaitu :
asas domisili (asas tempat tinggal), asas kebangsaan dan asas sumber,
adapun pengertian dari ketiga asas tersebut adalah sbb :
1. Asas tempat tinggal
Negara mempunyai hak untuk memungut atas seluruh penghasilan
wajib pajak berdasarkan tempat tinggal atau domisilinya. Negara
dimana wajib pajak bertempat tinggal ,negara itulah yang berhak
mengenakan pajak atas segala penghasilan yang diperoleh.
2. Asas kebangsaan
Asas yang menganut cara pemungutan pajak yang dihubungkan
dengan kebangsaan suatu negara, berarti dimanapun seseorang berada
dapat ditunjuk sebagai wajib pajak,baik dalam maupun luar negeri.
Asas ini diberkukan kepada setiap orang asing yang bertempat inggl
di Indonesia untuk membayar pajak. Untuk menghindari seseorang
dikenakan pajak pada beberapa negara maka diadakan suatuperjanjian
antar negara yaitu tax treaty (penghindaran pajak berganda).
3. Asas Sumber
Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang
bersumber pada suatu negara yang memungut pajak. Dengan demikian
wajib pajak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
dikenakan pajak di Indonesia tanpa memperhatikan tempat tinggal
wajib pajak.
12
2.2. Efektivitas
Menurut Mardiasmo ( 2009: 134) efektivitas merupakan ukuran berhasil
tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi
berhasil mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan telah
berjalan efektif. Hal terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas
tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang telah di keluarkan untuk
mencapai tujuan tersebut. Biaya boleh jadi melebihi apa yang dianggarkan.
Efektivitas hanya melihat apakah suatu program mempunyai sasaran yang
jelas dan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam setiap
kegiatan operasional perusahaan
2.3 Tinjauan Penagihan Pajak
2.3.1 Penanggung Pajak
Berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa pasal
1 angka 3, Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang
bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang
menjalankan hak dan memenuhi kewajiban wajib pajak menurut peraturan
perundang-undangan perpajakan.
2.3.2 Utang Pajak
Berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa pasal
1 angka 8, Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk
sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum
dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
13
2.3.3 Timbulnya Utang Pajak
Menurut Resmi (2014:12) saat timbulnya utang pajak mempunyai peranan
yang sangat penting karena berkaitan dengan :
1. Pembayaran pajak.
2. Memasukkan surat keberatan.
3. Menentukan saat dimulai dan berakhirnya jangka waktu kadaluwarsa.
4. Menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak
kurang bayar tambahan, dan lain-lain
5. Menentukan besarnya denda maupun sanksi admonistrasi lainnya.
Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak (saat pengakuan
adanya utang pajak) yaitu ajaran materiil dan ajaran formil.
a. Ajaran Materiil
Ajaran materiil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena
diberlakukannya undang-undang perpajakan. Dalam ajaran ini,
seseorang akan secara aktif menentukan apakah dirinya dikenakan
pajak atau tidak, sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
Ajaran ini konsisten dengan penerapan elf assessment system.
b. Ajaran Formil
Ajaran formil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena
dikeluarkannya pajak oleh fiskus (pemerintah). Untuk menentukan
apakah seseorang dikenakan pajak atau tidak, berapa jumlah pajak
yang harus dibayar, dan kapan jangka waktu pembayarannya dapat
14
diketahui dalam surat ketetapan pajak tersebut. Ajaran ini
konsisten dengan penerapan official assessment system.
2.3.4 Penagihan Pajak
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1997
Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Sebagaimana Telah Diubah
Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2000
penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penaggung pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus
memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan
penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.
2.3.5 Dasar penagihan pajak
Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan menyebutkan dasar penagihan pajak adalah:
1. Surat Tagihan Pajak (STP) .
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).
4. Surat Keputusan Pembetulan , Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah .
15
2.4 Surat Teguran
2.4.1 Pengertian Surat Teguran
Berdasarkan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Penagihan Pajak Dengan
Surat Paksa, menyebutkan bahwa Surat Teguran, Surat peringatan atau
surat lain yang sejenis adalah Surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk
menegur atau memperingatkan kepada wajib pajak untuk melunasi utang
pajaknya.
2.4.2 Pelaksanaan Surat Teguran
Sesuai pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Penagihan Pajak Dengan Surat
Paksa , Surat Teguran, Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis
diterbitkan apabila penganggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai
dengan tanggal jatuh tempo pembayaran.
2.4.3 Penentuan Tanggal Jatuh Tempo
Seperti dikutip L.Y. Hari Sih Advianto menyebutkan tanggal jatuh tempo
penagihan pajak berdasarkan Pasal 5 PMK 24/PMK.03/2008, Pasal 6
PMK 24/PMK.03/2008, dan pasal 7 PMK 24/PMK.03/2008 adalah
sebagai berikut :
1. STP, SKPKB, SKPKBT, dan surat keputusan pembetulan, surat
keputusan keberatan, putusan banding, serta putusan peninjauan
kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu satu bulan setelah
tanggal diterbitkan .
16
2. Bagi Wajib Pajak usah kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu dapat
diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan.
3. Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SPT PBB) harus
dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima oleh
Wajib Pajak.
4. SKPKB, SKPKBT, STP, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan
Kembali harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak
tanggal diterima oleh Wajib Pajak.
5. Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak
tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, tertangguh
sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan
Keberatan.
6. WP mengajukan banding jangka waktu pelunasan tertangguh sampai
dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
2.4.4 Penerbitan Surat Teguran
Dalam modul L.Y. Hari Sih Advianto dikatakan menurut Pasal 27 ayat (5)
Peraturan Pemerintah Nomor 80 tahun 2008 Surat Teguran diterbitkan
setelah lewat 7 hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran.
Penerbitan Surat Teguran harus dilakukan dengan mempertimbangkan
upaya hukum Wajib Pajak karena upaya hukum keberatan dan banding
atas utang pajak mulai tahun pajak 2008 menyebabkan tertangguhnya
jatuh tempo dengan syarat wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau
17
seluruhnya atas SKPKB/SKPKBT dalam pembahasan akhir, adalah
sebagai berikut :
1. Apabila Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya
jumlah pajak yang terutang dalam pembahasan akhir dan ternyata tidak
mengajukan permohonan keberatan atas ketetapan hasil pemeriksaan
tersebut, Surat Teguran disampaikan setelah tujuh hari sejak saat jatuh
tempo pengajuan keberatan. Tujuan menunggu jatuh tempo pengajuan
keberatan tiga bulan sejak diterbitkannya SKPKB/SKPKBT karena
dalam jangka waktu tersebut wajib pajak mempunyai hak mengajukan
permohonan keberatan.
2. Apabila wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah
pajak yang terutang dalam pembahasan akhir dan tidak mengajukan
upaya permohonan banding atas keputusan keberatan
SKPKB/SKPKBT, surat teguran disampaikan setelah tujuh hari sejak
saat jatuh tempo pengajuan banding. Tujuan menunggu jatuh tempo
pengajuan keberatan tiga bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan
atas keberatan SKPKB/SKPKBT karena dalam jangka waktu tersebut
wajib pajak mempunyai hak mengajukan permohonan banding.
3. Dalam hal wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah
pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan, dan wajib pajak mengajukan:
a. Permohonan keberatan atas SKPKB/SKPKBT, Surat Teguran
disampaikan setelah tujuh hari sejak saat jatuh tempo berdasarkan
18
Keputusan Keberatan (jatuh tempo keputusan keberatan adalah
satu bulan sejak tanggal penerbitan keputusan tersebut).
b. Permohonan banding atas Keputusan Keberatan sehubungan
dengan SKPKB/SKPKBT,Surat Teguran disampaikan setelah tujuh
hari sejak saat jatuh tempo berdasarkan putusan banding (jatuh
tempo putusan banding adalah satu bulan sejak tanggal penerbitan
putusan tersebut).
4. Dalam hal Wajib Pajak menyetujui jumlah pajak yang masih harus
dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Surat Teguran
disampaikan setelah tujuh hari sejak saat jatuh tempo pelunasan satu
bulan setelah tanggal penerbitan SKPKB/SKPKBT).
5. Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan atas
SKPKB/SKPKBT, Surat Teguran disampaikan setelah tujuh hari sejak
tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut.
2.5 Surat Paksa
2.5.1 Pengertian Surat Paksa
Sesuai pasal 1 angka 12 Undang-Undang Penagihan Pajak Dengan Surat
Paksa, Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya
Penagihan Pajak.
2.5.2 Penerbitan Surat Paksa
Menurut pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Penagihan Pajak Dengan Surat
Paksa, Surat paksa diterbitkan apabila :
19
1. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal
jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat
Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.
2. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan pajak
seketika dan sekaligus.
3. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum
dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran
pajak.
2.5.3 Tata cara penyampaian Surat Paksa
Tata cara pemberitahuan Surat Paksa diatur dalam pasal 10 ayat (1)
Undang-Undang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa yaitu
pemberitahuan Surat Paksa dilakukan oeh jurusita dengan pernyataan dan
penyerahan Surat Paksa kepada penanggung pajak yang dituangkan dalam
berita acara.
2.5.4 Pemberitahuan Surat Paksa Kepada Wajib Pajak Orang Pribadi
1. Penanggung pajak ditempat tinggal tempat usaha atau di tempat lain
yang memungkinkan.
2. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun bekerja di
tempat usaha penanggung pajak, apabila penanggung pajak yang
bersangkutan tidak dapat dijumpai.
3. Salah seorang ahli waris atau pelaksanaan wasiat atau yang mengurus
harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak meninggalk dunia dan harta
warisan belum dibagi.
20
4. Para ahli waris apabila penanggung pajak yang telah meninggla dunia
dan harta warisan telah dibagi.
2.5.5 Pemberitahuan Surat Paksa Kepada Wajib Pajak Badan
1. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab,
pemilik modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di
tempat tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan.
2. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan.
2.6 Penyitaan
2.6.1 Pengertian Penyitaan
Menurut pasal 1 angka 14 Undang-Undang Penagihan Pajak Dengan
Surat Paksa penyitaan adalah tindakan jurusita pajak untu menguasai
barang penanggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang
pajak menurut peraturan perundang-undangan.
2.6.2 Pelaksanaan Penyitaan
Pelaksanaan penyitaan diatur dalam pasal 12 ayat (1) Undang-Undang
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa dikatakan apabila utang pajak tidak
dilunasi penanggung pajak dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat
jam setelah surat paksa diberitahukan, pejabat menerbitkan surat perintah
melaksanakan penyitaan.
2.6.3 Definisi Objek Sita
Menurut pasal 1 angka 15 Undang-Undang Penagihan Pajak Dengan
Surat Paksa objek sita adalah barang penanggung pajak yang dapat
dijadikan jaminan utang pajak.
21
2.6.4 Objek Sita Penyitaan
Menrut pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Penagihan Pajak Dengan Surat
Paksa penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik penanggung pajak
yang berada di tempat tinggal ,tempat usaha, tempat kedudukan, atau di
tempat lain termasuk yang penguasaanya berada ditangan pihak lain atau
yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa :
1. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito
berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu, obligasi saham, atau surat berharga
lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain.
2. Barang tidak bergerak termasuk tanah,bangunan,dan kapal dengan isi
kotor tertentu.
2.7 Daluarsa Penagihan
2.7.1 Jangka Waktu Penagihan
Pasal 22 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
menyebutkan bahwa hak untuk malakukan penagihan pajak termasuk
bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah
malampaui waktu lima tahun terhitung sejak penerbitan:
1. Surat Tagihan Pajak
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
4. Surat Keputusan Pembetulan
5. Surat Keputusan Keberatan
22
6. Putusan Banding
7. Putusan Peninjauan Kembali
Daluwarsa penagihan pajak lima tahun dihitung sejak Surat Tagihan Pajak
dan Surat Ketetapan Pajak diterbitkan. Dalam hal Wajib Pajak
mengajukan permohonan pembetulan, keberatan, banding atau peninjauan
kembali, daluwarsa penagihan pajak lima tahun dihitung sejak tanggal
penerbitan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
2.7.2 Tertangguhnya Daluarsa Penagihan Pajak
Menurut Pasal 22 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, daluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila:
1. Memberitahukan Surat Paksa.
2. Wajib Pajak menyatakan pengakuan utang pajak.
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan yang diterbitkan karena tindak pidana
perpajakan.
4. Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Daluwarsa penagihan pajak menjadi tertangguhkan dan dihitung 5 (lima)
tahun sejak tanggal penerbitan atau pelaksanaan kegiatan tersebut di atas.
23
2.8 Kerangka Berfikir
Dalam rangka meningkatkan penerimaan dari sektor pajak, pemerintah telah
melakukan reformasi pajak. Dalam reformasi perpajakan tahun 1983, sistem
pemungutan pajak telah mengalami perubahan yang cukup signifikan yaitu
official assesment system menjadi self assesment system. dalam self assesment
system wajib pajak diberikan kepercayaan serta tanggung jawab secara
langsung dan mandiri untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor serta
melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang. Dengan kepercayaan yang
sudah diberikan,masyarakat diharapkan dapat bertanggung jawab dalam
melaksanakan kewajibannya membayar pajak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Namun pada kenyataannya
masih dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya
utang pajak, sehingga perlu dilaksanakan tindakan penagihan yang
mempunyai kekuatan hukum yang memaksa.
Salah satu tindakan penagihan pajak adalah dengan pemberitahuan surat
teguran dan surat paksa. Dasar dari penagihan pajak adalah adanya tunggakan
pajak dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding. Apabila realisasi
Efektivitas penagihan
pajak dengan surat
paksa
Pencairan
tunggakan pajak
24
pencairan tunggakan pajak sudah sesuai dengan nominal yang diterbitkan,
maka penagihan dengan surat paksa tergolong sudah efektif.
Dengan efektifnya penagihan pajak dengan surat paksa, maka diharapkan
pencairan tunggakan pajak akan maksimal dan juga diharapkan tunggakan
pajak dari tahun ke tahun akan semakin menurun, sehingga pendapatan dari
sektor pajak akan meningkat dan dapat digunakan untuk biaya pembangunan
nasional Indonesia.
25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas,maka penulis melakukan penelitian di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Cakung Satu di Jalan Pulo
Buaran 6 blok JJ No.11 Kelurahan Jatinegara, Cakung Jakarta Timur
13930 dengan waktu penelitian selama satu minggu yaitu mulai tanggal 19
Januari 2015 s.d 23 Januari 2015.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang lebih lengkap dan akurat, maka penulis
menggunakan metode yaitu :
1. Studi Kepustakaan (library research) yaitu bentuk pengambilan data
dengan cara membaca buku-buku yang ada hubungannya dengan
masalah yang dibahas dan data yang di kumpulkan ,diolah dan
disajikan oleh pihak lain yang biasanya dalam bentuk publikasi di
internet.
2. Interview atau Wawancara
Penulis mengumpulkan data dengan cara melakukan wawancara
langsung dengan Fiskus di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta
Cakung Satu dan jurusita serta pihak – pihak terkait pada seksi
penagihan.
26
3.3 Jenis Data
3.1.1. Data Primer
Merupakan data atau keterangan yang diperoleh secara langsung dari
sumber dimana penelitian berlangsung. Dalam hal ini pada Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Cakung Satu di Jalan Pulo Buaran
6 blok JJ No.11 Kelurahan Jatinegara, Cakung Jakarta Timur 13930.
3.1.2 Data Sekunder
Data Sekunder merupakan data yang diperoleh melalui study kepustakaan
yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti.
3.4 Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode
deskriptif, yaitu analisis yang diwujudkan dengan cara
menggambarkan kenyataan dan keadaan-keadaan atas suatu objek
dalam bentuk uraian kalimat berdasarkan keterangan-keterangan dari
pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan penelitian ini. Hasil
analisis tersebut kemudian diinterprestasikan guna memberikan
gambaran yang jelas terhadap permasalahan yang diajukan sehingga
memberikan informasi yang lengkap tentang objek yang diteliti.
27
BAB 1V
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1. Definisi Objek Penelitian
4.1.1 Sejarah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu (KPP Pratama
Jakarta Cakung Satu) berkedudukan di Jalan Pulobuaran VI Blok JJ No.
11 Kawasan Industri Pulogadung. Pada tahun 2000 Namanya masih KPP
Jakarta Cakung kemudian dibagi menjadi dua KPP, yakni KPP Jakarta
Cakung Satu dan KPP Jakarta Cakung Dua. KPP Pratama Jakarta Cakung
Satu merupakan pecahan dari KPP Pratama Cakung yang didirikan
berdasarkan surat keputusan Menteri Keuangan Nomor 443/KMK.01/2001
tanggal 23 Juni 2001 dan merupakan KPP dengan Type A Luas tanah
7.145 M2 Luas Bangunan 1.541 M2. Berdasarkan keputusan Direktur
Jenderal Pajak nomor Kep-87/pj/2007 tanggal 11 Juni 2007, maka KPP
Pratama Cakung Satu manjadi KPP Pratama Jakarta Cakung Satu dengan
wilayah kerja yang meliputi tiga kelurahan yaitu Kelurahan Jatinegara,
Kelurahan penggilingan, dan Kelurahan Rawa Terate Kec. Cakung
Kotamadya Jakarta Timur.
Tugas KPP Pratama Jakarta Cakung Satu adalah melaksanakan Pelayanan,
pengawasan Administrasi dan pemeriksaan sederhana terhadap Wajib
Pajak dibidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak
Penjualan atas barang mewah dan Pajak Tidak Langsung lainnya.
28
4.1.2 Visi dan Misi Direktorat Jendral Pajak
1. Visi Direktorat Jendral Pajak
Menjadi institusi pemerintah penghimpun pajak negara yang terbaik di
wilayah Asia Tenggara.
2. Misi Direktorat Jendral Pajak
Menyelenggarakan fungsi administrasi perpajakan dengan Undang-
Undang Perpajakan secara adil dalam rangka membiayai
penyelenggaraan negara demi kemakmuran rakyat.
4.1.3 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta
Cakung Satu
Gambar 2
Struktur Organisasi KPP Pratama Jakarta Cakung Satu
29
4.1.4 Deskripsi Jabatan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung
Satu
1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama bertugas melaksanakan
penyuluhan,pelayanan, pengawasan (pemeriksaan dan penagihan).
2. Seksi Penagihan
Seksi penagihan bertugas melakukan :
a. Pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif
b. Piutang pajak
Penundaan angsuran tunggakan pajak prosedur pembuatan rencana
kerja :
1. Kepala kantor pelayanan pajak memberikan pengarahan dan
menugaskan para kepala seksi atau kepala sub bagian untuk
menyusun rencana kerja seksi atau sub bagian masing-masing
2. Kepala seksi penagihan mempelajari penugasan dan menugaskan
pelaksana untuk membuat konsep rencana kerja seksi penagihan.
3. Pelaksana membuat konsep rencana kerja berdasarkan hasil kerja
tahun berjalan dan usulan rencana kerja tahun berikutnya, serta
menyampaikan kepada kepala seksi penagihan.
4. Kepala seksi penagihan mempelajari, membahas dengan para
pelaksana, dan menyampaikan kepada kepala kantor pelayanan
pajak.
30
5. Kepala kantor pelayanan pajak meneliti, menyetujui, dan
menandatangani rencana kerja seksi penagihan serta meneruskan
kepada seksi penagihan.
6. Kepala seksi penagihan menerima rencana kerja kantor pelayanan
pajak yang telah ditandatangani oleh kepala kantor pelayanan pajak
dan menugaskan pelaksana untuk meneruskan ke sub bagian
umum.
7. Pelaksana menerima dan meneruskan rencana kerja seksi
penagihan ke sub bagian umum untuk dikompilasi menjadi rencana
kerja kantor pelayanan pajak
8. Kepala seksi penagihan menerima kompilasi rencana kerja kantor
pelayanan pajak dari sub bagian umum dan meneruskannya kepada
pelaksana untuk ditatausahakan.
9. Pelaksana menatausahakan Rencana Kerja Kantor Pelayanan Pajak
tersebut.
4.1.5 Aspek Kegiatan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung
Satu
Pada dasarnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu
adalah lembaga pelaksana Direktorat Jenderal Pajak yang bertugas untuk
melaksanakan kegiatan operasional pelayanan perpajakan.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu mempunyai tugas
melaksanakan pelayanan, pengawasan administrasi dan Pemeriksaan
Sederhana terhadap Wajib Pajak dibidang Pajak Penghasilan (PPh),
31
PajakPertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM) dan Pajak Tidak Langsung Lainnya (PTLL) dalam wilayah
wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tujuan dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu adalah
memberikan pelayanan publik dengan baik kepada Wajib Pajak dengan
memenuhi semua kebutuhan Wajib Pajak dalam melakukan pemenuhan
kewajiban perpajakannya. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan
prosedurnya dan tata kerja organisasi pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Jakarta Cakung Satu, yang terdiri dari aspek-aspek kegiatan
antara lain :
1. Pelayanan terhadap Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakan melalui prosedur yang mudah dan sistematis.
2. Melakukan kegiatan operasional perpajakan di bidang pengolahan data
informasi, tata usaha perpajakan, pelayanan, penagihan, pengawasan
dan konsultasi dan pemeriksaan kepada Wajib Pajak.
3. Kegiatan pengawasan dan verifikasi atas pajak penghasilan maupun
pajak pertambahan nilai dan penerapan sanksi administrasi perpajakan
dengan mencari, mengumpulkan, mengolah data dan/atau keterangan
lain dalam rangka pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan. Juga
melakukan kegiatan penatausahaan dan lampirannya termasuk
kebenaran penulisan dan perhitungan yang bersifat formal,
pemantauan dan penyusunan laporan pembayaran massa PPh, PPN,
PBB, BPHTB dan Pajak tidak langsung lainnya.
32
4. Mengadakan kegiatan penyuluhan pajak kepada masyarakat dalam
rangka meningkatkan kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak dalam
melaksanakan dan memenuhi kewajiban perpajakannya.
4.2 Analisis Data
1. Penagihan dan Penerimaan Tunggakan Pajak Dengan Surat
Paksa
a. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
Analisis penagihan tunggakan pajak dengan surat paksa pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu menggunakan metode
deskriptif, yaitu suatu metode yang membandingkan penagihan
tunggakan pajak pada tahun yang berjalan dengan penagihan
tunggakan pajak tahun sebelumnya.
Tabel 4.1
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu
Tahun Nominal
2012 Rp. 3.254.879.067
2013 Rp. 5.765.877.654
2014 Rp. 8.834.546.173
Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Cakung Satu
Berdasarkan tabel 4.1, penagihan pajak dengan surat paksa pada
umumnya mengalami peningkatan, dari nilai nominal yang tertera
dalam surat paksa.
33
Penagihan dengan surat paksa pada tahun 2012 nilai nominalnya
sebesar Rp.3.254.879.067,- pada tahun 2013 nilai nominalnya sebesar
Rp.5.765.877.654,- dan pada tahun 2014 nilai nominal
Rp.8.834.546.173,-. Berarti ada peningkatan nilai penagihan dengan
surat paksa. Penagihan pajak dengan surat paksa setiap tahun semakin
meningkat, hal ini disebabkan sebagian besar wajib pajak masih
banyak yang tidak patuh dan belum sadar akan pentingnya membayar
pajak. Itulah yang menyebabkan penagihan pajak dengan surat paksa
tahun 2014 lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2012 dan 2013.
b. Penerimaan Pajak Dengan Surat Paksa
Penerimaan tunggakan pajak merupakan pelunasan utang pajak atau
tunggakan pajak yang dimiliki oleh wajib pajak atau penanggung
pajak. Dengan penerimaan tunggakan pajak, penerimaan pajak Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu akan mengalami
peningkatan, sehingga membantu pencapaian target penerimaan
negara yang berasal dari pajak.
Tabel 4.2
Penerimaan Pajak Dengan Surat Paksa
Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu
Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014
Nominal Nominal Nominal
Rp. 2.769.342.125 Rp. 4.576.980.325 Rp. 7.654.320.000
Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Cakung Satu
34
Berdasarkan tabel 4.2, pencairan tunggakan pajak dengan surat paksa
pada umumnya mengalami peningkatan. Penerimaan tunggakan pajak
dengan surat paksa pada tahun 2012 sebanyak Rp.2.769.342.125 pada
tahun 2013 sebanyak Rp.4.576.980.325, dan pada tahun 2014
sebanyak Rp.7.654.320.000. Jika dilihat dari nilai nominalnya,
penerimaan tunggakan pajak dari tahun 2012 – 2014 mengalami
peningkatan.
2. Efektivitas Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
Dalam hal efektivitas pembayaran dengan surat paksa, maka rumus
yang dipakai untuk mengukur keefektivan adalah perbandingan antara
jumlah pencairan tunggakan pajak melalui penagihan dengan surat
paksa dengan potensi pencairan tunggakan pajak dengan surat paksa.
Efektivitas penyampaian Surat paksa dihitung dengan rumus berikut :
Efektivitas = J Pe P Y D y r J Pe P Y D er × %
Tabel 4.3
Interpretasi Nilai Efektivitas
Presentase Kriteria
<60% Tidak Efektif
61-80% Kurang Efektif
81-90% Cukup Efektif
91-100% Efektif
>100% Sangat Efektif
35
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan penerbitan Surat paksa,
pembayaran Surat Paksa, dan tingkat efektivitas penagihan pajak
dengan Surat Paksa.
Tabel 4.4
Efektivitas Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu
Tahun 2012-2014
Tahun
SP Terbit
SP Bayar
Tingkat
Efektivitas
2012 3.254.879.067 2.769.342.125 85,08%
2013 5.765.877.654 4.576.980.325 79,38%
2014 8.834.546.173 7.654.320.000 86,64%
Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Cakung Satu, Data Diolah
Perhitungan tingkat efektivitas penerimaan pajak dari pembayaran
surat paksa di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu
tahun 2012-2014 sebagai berikut :
Tahun 2012 = . . .. . . × % = , %
Tahun 2013 = . . .. . . × % = , %
Tahun 2014 = . . .. . . × % = , %
Ditinjau dari segi nilai nominalnya, penerbitan surat paksa pada tahun
2012 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu tercatat
Rp. 3.254.879.067 dan yang dibayar sebesar Rp. 2.769.342.125
tingkat efektivitas sekitar 85,08%. Tahun 2013 mengalami
36
peningkatan penerbitan surat paksa sebanyak Rp. 5.765.877.654 dan
yang dibayar sebesar Rp. 4.576.980.325 atau tingkat efektivitas sekitar
79,38%. Tahun 2014 mengalami peningkatan penerbitan surat paksa
sebanyak Rp. 8.834.546.173 dan yang dibayar sebesar Rp.
7.654.320.000 atau tingkat efektivitas sekitar 86,64%.
3. Hambatan dan Upaya Dalam Penagihan Pajak Dengan Surat
Paksa
Seksi Penagihan mempunyai peranan yang sangat besar dalam upaya
pencairan tunggakan pajak. Dari waktu ke waktu tunggakan pajak
semakin meningkat, hal ini harus dibarengi dengan usaha pengurangan
tunggakan pajak yaitu dengan pelaksanaan penagihan pajak. Salah satu
dari wujud tindakan penagihan adalah diterbitkannya Surat Paksa yang
akan disampaikan ke wajib pajak oleh jurusita pajak. Dalam
pelaksanaannya, tindakan penagihan pajak menemui banyak hambatan
diantaranya adalah kurangnya kesadaran dan pengetahun wajib pajak
dalam membayar pajak dan lain-lain, namun jurusita pajak juga sudah
melakukan upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak salah satunya
adalah dengan memberikan penyuluhan perpajakan kepada wajib
pajak.
1. Berikut ini beberapa hambatan yang dialami oleh jurusita pajak :
a. Kurangnya kesadaran dan pengetahun Wajib Pajak
Tingkat kesadaran wajib pajak dalam membayar utang pajak masih
rendah, dalam hal ini wajib pajak belum sepenuhnya menyadari
37
bahwa utang pajaknya adalah kewajiban yang harus ia laksanakan
kepada negara. Kurangnya kesadaran Wajib Pajak untuk
membayar pajak kepada negara dapat menimbulkan tunggakan
pajak. Sebab lain adalah kurangnya pengetahuan wajib pajak
dalam hal pembayaran pajak.
b. Kondisi Wajib Pajak
Terdapat banyak wajib pajak yang secara nyata sudah tidak
memiliki usaha aktif karena bangkrut, pailit, maupun tidak punya
asset lagi. Sehingga tidak jarang dari wajib pajak tidak memiliki
barang untuk dapat disita oleh Jurusita Pajak.
c. Jurusita Pajak sulit menemui Wajib Pajak, hal ini disebabkan
karena :
a) Beberapa alamat Wajib Pajak tidak ditemukan
Hal ini disebabkan karena administrasi wajib pajak tidak valid
pada saat pembuatan NPWP atau NPPKP sehingga pada saat
jurusita pajak mengantarkan Surat Paksa kepada wajib pajak
jurusita pajak kesulitan menemukan alamat wajib pajak.
Misalnya, dengan data tidak valid bisa saja alamat wajib pajak
tidak dapat ditemukan, wajib pajak pindah alamat tetapi tidak lapor
ke kantor pelayanan pajak atau sebab lainnya.
b) Wajib pajak tidak mau bekerja sama dalam proses penagihan.
Tidak jarang wajib pajak tidak beritikad baik dan menghambat
proses penagihan pajak yang dilakukan, seperti wajib pajak
38
mengaku tidak ada di tempat saat jurusita pajak ingin datang dan
tidak jarang dihalang-halangi oleh pihak keamanan dari pihak
wajib pajak, wajib pajak tidak memperbolehkan jurusita pajak
memasuki rumah atau tempat usaha dimana akan dilaksanakan sita,
atau wajib pajak tidak mau membayar biaya penagihan pajak.
c) Wajib pajak meninggal dunia dan belum atau tidak
memberitahukan surat keterangan kepada petugas, padahal masih
mempunyai kewajiban tunggakan pajak.
2. Berikut ini beberapa upaya yang dilakukan jurusita pajak dalam
rangka pencairan tunggakan pajak :
a. Memberikan penyuluhan perpajakan kepada wajib pajak.
Memberikan penyuluhan perpajakan kepada masyarakat,
khususnya terhadap wajib pajak. Penyuluhan ini diharapkan dapat
memberikan kesadaran kepada wajib pajak untuk melakukan
kewajibannya dalam perpajakan. Contohnya seperti, mendaftarkan
diri untuk mendapatkan NPWP bagi yang sudah memenuhi syarat,
memberikan alamat yang benar, jelas,dan lengkap sehingga apabila
jurusita pajak ingin memberikan surat paksa atau pemberitahuan
yang lain menyangkut penagihan perpajakan alamat wajib pajak
mudah ditemukan karena jelas. Dengan dilakukannya penyuluhan
ini, wajib pajak diharapkan akan sadar dalam membayar hutang
pajaknya. Sebagian masyarakat belum tahu betapa pentingnya
membayar pajak untuk pembangunan negara.
39
b. Melakukan kerjasama dengan pihak-pihak lain yang terkait,
misalnya: Pemerintah Daerah, pihak bank, kepolisian dll, sehingga
tindakan penagihan pajak dapat dilakukan dengan mudah. Hal ini
dapat dilakukan dengan mengundang pihak-pihak terkait tersebut
untuk mendengarkan pengarahan dari pihak Kantor Pelayanan
Pajak dan berdiskusi mengenai masalah perpajakan yang akan
mereka hadapi bersama.
c. Melakukan pendekatan persuasif terhadap wajib pajak yang tidak
mau memenuhi kewajibannya.
Apabila wajib pajak tidak mau memenuhi kewajibannya dalam hal
membayar tunggakan pajak, maka sebaiknya jurusita melakukan
pendekatan persuasif terhadap wajib pajak sebelum menempuh
jalur hukum, misalnya seperti mengajukan permohonan angsuran
dalam melunasi hutang pajaknya. Jika dengan pendekatan persuasif
wajib pajak tidak memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak,
maka jurusita bisa menempuh jalur hukum untuk melaksanakan
tugasnya.
4.3 Interprestasi Hasil
1. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Jakarta Cakung Satu Telah Dilaksanakan Sesuai Peraturan
Perundang-Undangan Yang Berlaku berdasarkan pasal 18 Undang-
Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang merupakan
dasar penagihan pajak adalah Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan
40
Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah
pajak yang masih harus dibayar bertambah. Jika sudah lewat 30 hari
yang merupakan jatuh tempo temponya surat-surat tersebut diatas,
maka jurusita langsung melakukan tindakan penagihan dengan
menerbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang
sejenis yang dilaksanakan setelah tujuh hari sejak saat jatuh tempo
utang pajak. Dan akan menerbitkan surat paksa jika lewat 21 hari sejak
diterbitkannya surat teguran.
Jadi, dalam penagihan dengan surat paksa pada kantor pelayanan pajak
pratama jakarta cakung satu telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2000 atas perubahan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 1997 tentang penagihan pajak dengan surat paksa.
2. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Tidak Efektif Terhadap Pencairan
Tunggakan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta
Cakung Satu. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.4, efektivitas penagihan
pajak dengan surat paksa tergolong cukup efektif. Tingkat efektivitas
penagihan dengan surat paksa pada tahun 2012 masih sebesar 85,08%,
berdasarkan indikator pengukuran efektivitas, penerbitan surat paksa
tahun 2012 tergolong cukup efektif. Pada tahun 2013 sebesar 79,38%
berdasarkan indikator pengukuran efektivitas, penerbitan surat paksa
41
tahun 2013 tergolong kurang efektif, dan pada tahun 2014 sebesar
86,64% berdasarkan indikator pengukuran efektivitas, penerbitan surat
paksa tahun 2014 tergolong cukup efektif
3. Hambatan dan Upaya Dalam Rangka Pencairan Tunggakan Pajak
Dengan Surat Paksa Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta
Cakung Satu
a. Berikut ini beberapa hambatan dalam rangka pencairan tunggakan
pajak dengan surat paksa :
a) Kurangnya kesadaran dan pengetahuan wajib pajak dalam
membayar pajak.
b) Kondisi wajib pajak tidak memungkinkan untuk melunasi utang
pajaknya.
c) Jurusita Pajak sulit menemui wajib pajak karena beberapa alasan,
diantaranya wajib pajak telah pindah rumah atau wajib pajak telah
meninggal dunia.
b. Berikut ini beberapa upaya dalam rangka pencairan tunggakan pajak
dengan surat paksa :
a) Memberikan penyuluhan perpajakan terhadap wajib pajak.
b) Menjalin kerjasama dengan pihak lain yang terkait, seperti
pemerintah daerah dan lain-lain.
c) Melakukan pendekatan persuasif terhadap wajib pajak yang tidak
mau memenuhi kewajibannya.
42
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan pada kantor pelayanan
pajak pratama Jakarta Cakung satu tentang efektivitas penagihan pajak
dengan surat paksa, dapat dilihat bahwa penagihan tunggakan pajak
dengan surat paksa tergolong cukup efektif. Tingkat pencairan tunggakan
pajak sudah mendekati nilai nominal penerbitannya, tingkat efektivitasnya
rata-rata sudah mencapai 84%. Seksi penagihan terutama jurusita telah
melakukan tugasnya dengan baik dan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang ada, tetapi hal tersebut belumlah cukup untuk
memaksimalkan pencairan tunggakan pajak. Hal ini dikarenakan masih
kurangnya kesadaran para wajib pajak dalam membayar pajak, selain itu
beberapa wajib pajak juga tidak mengakui adanya tunggakan pajak, karena
banyaknya jumlah wajib pajak yang belum membayar tunggakan
pajaknyanya jugalah sebaiknya penambahan jurusita harus dilakukan,
karena apabila tugas tersebut hanya dilakukan oleh seorang jurusita maka
penagihan tunggakan pajak masih kurang efektif dalam pelaksanannya.
Jika penulis lihat, kinerja seksi penagihan sudah cukup baik. Mereka selalu
melayani para wajib pajak dengan baik dan ramah juga secara profesional,
sehingga para wajib pajak bisa bertanya tentang apa yang tidak mereka
ketahui.
43
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Penagihan pajak dengan surat paksa pada kantor pelayanan pajak pratama
Jakarta Cakung satu telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak
Dengan Surat Paksa.
2. Penagihan pajak dengan surat paksa pada kantor pelayanan pajak pratama
Jakarta Cakung satu pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2014
memperoleh rata-rata presentase sebesar 84%. Dalam indikator
efektivitas 81-90% dikatakan cukup efektif. Penagihan pajak dengan
surat paksa tergolong cukup efektif karena disebabkan antara lain,
penanggung pajak tidak mengakui utang pajaknya, penanggung pajak
tidak mampu melunasi utang pajaknya karena perusahaan mereka
bangkrut atau pailit, serta penaggung pajak mengajukan keberatan atas
tunggakan pajaknya.
3. Dalam pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa, seksi penagihan
menemukan beberapa kendala dalam melaksanakan pekerjaannya. Hal ini
disebabkan karena beberapa faktor, tapi faktor yang paling utama adalah
faktor masih kurangnya kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak.
Untuk mengatasi hal ini, pegawai pajak sudah melakukan usaha yang
maksimal, seperti mereka sering memberikan penyuluhan perpajakan
44
kepada wajib pajak, sehingga diharapkan wajib pajak akan lebih mengerti
tanggung jawabnya untuk membayar pajak.
5.2 Saran
1. kantor pelayanan pajak pratama Jakarta Cakung satu terutama seksi
penagihan sebaiknya lebih sering memberikan penyuluhan perpajakan
kepada wajib pajak agar penagihan utang pajak dapat dilaksanakan secara
efektif, sehingga wajib pajak bisa lebih mengerti kewajiban dan manfaat
mereka membayar pajak.
2. Perlu ditambahnya jurusita dalam pelaksanaan penagihan pajak, karena
satu orang jurusita tidaklah cukup untuk memaksimalkan pelaksanaan
penagihan pajak dan juga tidak sebanding dengan pekerjaannya,
mengingat banyaknya penunggak pajak sehingga terjadi penumpukan
pekerjaan, oleh karena itu penambahan jurusita pajak diharapkan mampu
memaksimalkan kinerja seksi penagihan.
3. Pengawasan terhadap tunggakan pajak harus lebih ditingkatkan supaya
penambahan tunggakan pajak tidak terus-menerus terjadi, serta perlu
adanya koordinasi yang baik dengan pihak terkait seperti seksi waskon
agar tidak terjadi penambahan tunggakan pajak.
DAFTAR PUSTAKA
Harjo,Dwikora. 2013. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Susunan Dalam Satu Naskah
Umum Dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali
Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2009.
Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi.Yogyakarta: Andi.
Modul L.Y. Hari Sih Advianto. Tindakan Penagihan Pajak.
Nindar,Pengemanan,Sabijono. 2014. “Efektivitas Penagihan Pajak Dengan Surat
Teguran dan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak Perambahan Nilai
Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado”. Jurnal Emba,Vol.2 No.1
(Maret 2014), Hal 1-10.
Priantara,Dias. 2012. Perpajakan Indonesia Edisi 2. Jakarta: Mitra Wacana
Media.
Rahayu,Kurnia,Suhayati,Ely. 2010. Perpajakan Teori dan Teknisi Perhitungan,
Edisi 1.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Resmi,Siti. 2014. Perpajakan Teori dan Kasus Edisi 8 buku 1. Yogyakarta:
Salemba Empat.
S,Alam. 2014. Ekonomi. Jakarta: Erlangga.
Sumanto.2014. Teori dan Aplikasi Penelitian. Jakarta: Caps.
Sutria,Derlina. 2013. “Efektivitas Penagihan Tunggakan Pajak Dengan Mengunakan Surat Paksa Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado”. Jurnal Emba, Vol.1 No.4 (Desember 2013), Hal 1520-1531.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2000. Tentang Penagihan
Pajak Dengan Surat Paksa.
Recommended