View
217
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SK
No RM : X45X77-2018
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Baran Dukuh 2/3 Baran Dukuh Ambarawa Kab. Semarang
Ruang Rawat : Mawar
Tanggal masuk : 29 Maret 2018
Tanggal keluar :
II. DATA DASAR
Alloanamnesis dilakukan kepada keluarga pasien pada tanggal 3 April 2018
(hari ke 5 perawatan).
Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak sebelah kanan. Pasien merupakan pasien konsulan
dari bagian penyakit dalam.
Riwayat Penyakit Sekarang
Sekitar 3 jam SMRS, saat pasien sedang dalam perjalanan pulang dari pasar, pasien
tiba-tiba merasa tersendat saat berbicara. Sesampainya di rumah, pasien mengeluhkan
sesak napas lalu pasien istirahat. Sesak napas yang dirasakan terus-menerus. Sesak
napas berkurang jika pasien duduk atau tidur dengan bantal tinggi. Sekitar 5 menit
kemudian, pasien merasakan tangan dan kaki kanannya lemah tiba-tiba, terus-
menerus dan tidak menjalar ke anggota tubuh bagian kiri. Keluarga pasien
1
menyangkal adanya riwayat jatuh sebelumnya. Menurut anaknya, pasien tiba-tiba
sulit bicara dan sudah tidak begitu merespons lingkungan sekitar.
Sekitar 2 jam SMRS, menurut keluarga pasien, pasien sulit diajak bicara dan
mata tetap terbuka namun tidak ada kontak mata saat diajak berbicara. Keluhan sesak
semakin parah sehingga pasien segera dibawa ke IGD RSUD Ambarawa oleh
keluarganya. Saat di IGD, pasien dalam keadaan sesak, keringat dingin, lemas,
membuka mata spontan namun tidak ada kontak mata, pasien tidak dapat berbicara
dan tidak dapat memahami perintah pemeriksa. Pasien dirawat di bagian penyakit
dalam karena sesaknya. Kemudian pada hari perawatan ke-3 dari bagian penyakit
dalam mengkonsulkan pasien ke bagian saraf karena kelemahan anggota gerak kanan
dan tidak bisa berbicara. Menurut keluarga pasien, pasien sebelumnya tidak
mengeluhkan adanya kesemutan maupun baal, tidak demam, tidak ada kejang, tidak
mual, tidak muntah, dan tidak ada nyeri kepala. Selama sebelum kejadian, BAB dan
BAK baik serta pasien dapat berjalan biasa dan bisa berbicara. Selama perawatan,
pasien dapat mengunyah dan menelan makanan serta minuman, pasien tidak tersedak
atau mengalami kesulitan dalam makan dan minum.
Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat hipertensi 8 tahun
terakhir namun jarang diperiksa serta jarang meminum obat hipertensi.
Riwayat keluhan serupa sebelumnya : disangkal
Riwayat penyakit jantung dan paru : disangkal
Riwayat penyakit diabetes : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat hipertensi : diakui (Kakak pasien)
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat penyakit jantung : diakui (Kakak pasien)
Riwayat penyakit diabetes : disangkal
Riwayat stroke : diakui (Kakak pasien)
2
Riwayat Sosial, Ekonomi, Pribadi :
Pasien berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Pasien tinggal di lingkukan padat
penduduk dengan higienitas yang cukup baik menurut keluarga pasien. Kesan
ekonomi pasien cukup. Biaya pengobatan ditanggung pribadi. Pasien jarang
berolahraga. Pasien suka memakan makanan yang asin, bersantan, dan berminyak.
Anamnesis Sistem:
Sistem serebrospinal : tidak ada keluhan
Sistem neurologis : kelemahan anggota gerak kanan, tidak dapat
berkomunikasi, tidak dapat memahami perintah
pemeriksa, penurunan kesadaran
Sistem kardiovaskular: : hipertensi
Sistem respirasi : sesak napas
Sistem gastrointestional : tidak ada keluhan
Sistem integumen : tidak ada keluhan
Sistem urogenital : tidak ada keluhan
Resume Anamnesis
Pasien perempuan berusia 45 tahun datang dengan keluhan utama kelemahan
anggota gerak sebelah kanan. Sekitar 3 jam SMRS, saat pasien sedang dalam
perjalanan pulang dari pasar, pasien tiba-tiba merasa tersendat saat berbicara.
Sesampainya di rumah, pasien mengeluhkan sesak napas lalu pasien istirahat. Sesak
napas yang dirasakan terus-menerus. Sesak napas berkurang jika pasien duduk atau
tidur dengan bantal tinggi. Sekitar 5 menit kemudian, pasien merasakan tangan dan
kaki kanannya lemah tiba-tiba, terus-menerus dan tidak menjalar ke anggota tubuh
bagian kiri. Keluarga pasien menyangkal adanya riwayat jatuh sebelumnya. Sekitar 2
jam SMRS, menurut keluarga pasien, pasien sulit diajak bicara dan mata tetap
terbuka namun tidak ada kontak mata saat diajak berbicara. Saat di IGD, pasien
dalam keadaan sesak, keringat dingin, lemas, membuka mata spontan namun tidak
ada kontak mata, pasien tidak dapat berbicara dan tidak dapat memahami perintah
pemeriksa. Setelah sesak teratasi, pasien dikonsulkan ke bagian saraf karena
3
kelemahan anggota gerak kanan dan tidak bisa berbicara. Menurut keluarga pasien,
pasien sebelumnya tidak mengeluhkan adanya kesemutan maupun baal, tidak demam,
tidak ada kejang, tidak mual, tidak muntah, dan tidak ada nyeri kepala. Selama
sebelum kejadian, BAB dan BAK baik serta pasien dapat berjalan biasa dan bisa
berbicara. Selama perawatan, pasien dapat mengunyah dan menelan makanan serta
minuman, pasien tidak tersedak atau mengalami kesulitan dalam makan dan minum.
Diskusi I
Dari hasil data alloanamnesis didapatkan adanya suatu kelemahan pada
anggota gerak satu sisi yaitu sebelah kanan yang terjadi secara mendadak dan
menetap. Kelainan yang terjadi disebut paresis. Paresis (kelemahan) merupakan
berkurangnya kekuatan otot sehingga gerak voluntar sukar tapi masih bisa dilakukan
walaupun dengan gerakan yang terbatas. Pada pasien ini terjadi paresis pada satu sisi
anggota gerak tangan dan kaki yaitu sebelah kanan sehingga disebut hemiparesis
dekstra. Hemiparese yang terjadi pada pasien ini timbul dengan onset mendadak.
Selain itu, didapatkan adanya defisit neurologis lainnya yaitu adanya
ketidakmampuan pasien dalam berbicara yang juga terjadi tiba-tiba dan menetap
bersamaan dengan munculnya kelemahan anggota gerak. Pasien juga mengalami
kesulitan dalam mengerti pertanyaan atau pernyataan yang diajukkan kepadanya.
Sebelumnya pasien dapat berbicara dan mengerti pembicaran dengan baik tanpa
kesulitan. Defisit neurologis dapat disebabkan oleh lesi neuron motorik baik setingkat
sistem saraf pusat maupun sistem saraf tepi. Defisit neurologis akut yang terjadi
secara spontan tanpa adanya faktor pencetus yang jelas berupa trauma dan gejala
infeksi sebelumnya mengarah ke suatu lesi vaskuler serebri karena onsetnya yang
mendadak. Defisit neurologis yang terjadi mengenai satu sisi anggota gerak tubuh
pasien, hal ini mengarahkan pada kemungkinan lesi vaskular serebri yang terjadi
adalah pada sisi kontralateralnya yaitu di hemisfer sinistra karena adanya proses
penyilangan saraf di batang otak.
Defisit neurologis tidak selalu mengenai keseluruhan saraf motorik, gejala
klinis yang diperlihatkan tergantung pada lokasi lesi di korteks motorik otak. Pada
pasien ini kemungkinan terjadi hemiparesis yang merupakan jalur saraf motorik
4
kortikonuklearis serta adanya kemungkinan afasia yang disebabkan kerusakan pada
bagian otak yang mengandung bahasa (biasanya di hemisfer serebri sinistra) .
Defisit neurologis akut pada pasien ini terjadi tanpa adanya pencetus yang jelas
berupa trauma atau infeksi sebelumnya sehingga mengarah pada suatu lesi vaskular,
karena onset lesi vaskular timbul secara mendadak sehingga pada pasien ini
mengarah pada suatu keadaan yang disebut stroke. Menurut WHO, stroke adalah
suatu tanda klinis yang berkembang secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau
global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Pada
pasien ini, tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Selain itu,
pasien memiliki faktor risiko terhadap terjadinya penyakit stroke, yaitu hipertensi,
dan kebiasaan makan makanan yang asin, bersantan, berminyak.
STROKE
1. Definisi
Menurut WHO (World Health Organization) stroke didefinisikan suatu
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala
klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat
menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.1
Stroke hemorragik
Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran atau pecahnya
pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah menggenangi atau menutupi ruang-
ruang jaringan sel otak. Adanya darah yang mengenangi atau menutupi ruang-ruang
jaringan sel otak akan menyebabkan kerusakan jaringan sel otak dan menyebabkan
kerusakan fungsi kontrol otak. Genangan darah bisa terjadi pada otak sekitar
pembuluh darah yang pecah (intracerebral hemorage) atau dapat juga genangan darah
masuk kedalam ruang sekitar otak (subarachnoid hemorage) bila ini terjadi stroke
bisa sangat luas dan fatal bahkan sampai pada kematian. Stroke hemoragik pada
umumnya terjadi pada lanjut usia, karena penyumbatan terjadi pada dinding
pembuluh darah yang sudah rapuh (aneurisma). Pembuluh darah yang sudah rapuh
5
ini, disebabkan karena faktor usia (degeneratif), akan tetapi bisa juga disebabkan
karena faktor keturunan (genetik). Keadaan yang sering terjadi adalah kerapuhan
karena mengerasnya dinding pembuluh darah akibat tertimbun plak atau
arteriosklerosis akan lebih parah lagi apabila disertai dengan gejala tekanan darah
tinggi2
3. Faktor Resiko5
Berikut adalah faktor risiko stroke yang dapat dirubah atau dikendalikan:
1. Tekanan darah tinggi
2. Diabetes mellitus
3. Kadar lemak (kolesterol) darah yang tinggi
4. Kegemukan (obesitas)
5. Kadar asam urat yang tinggi
6. Stress
7. Merokok
8. Alkohol
9. Pola hidup tidak sehat
4. Patofisiologi2
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun
global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah otak
berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah otak. Otak
yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu.
Stroke bukan merupakan penyakit tunggal tetapi merupakan kumpulan dari beberapa
penyakit diantaranya hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus dan peningkatan
lemak dalam darah atau dislipidemia. Penyebab utama stroke adalah thrombosis
serebral, aterosklerosis dan perlambatan sirkulasi serebral merupakan penyebab
utama terjadinya thrombus. Stroke hemoragik dapat terjadi di epidural, subdural dan
6
intraserebral (Smeltzer & Bare, 2002). Peningkatan tekanan darah yang terus menerus
akan mengakibatkan pecahnya pembuluh darah sehingga dapat terjadi perdarahan
dalam parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembes kesekitarnya
bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang intracranial. Ekstravasi darah
terjadi di daerah otak dan subaraknoid, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan
tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat
mengakibatkan penekanan pada arteri disekitar perdarahan. Bekuan darah yang
semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil karena terjadi penekanan maka daerah
otak disekitar bekuan darah dapat membengkak dan mengalami nekrosis karena kerja
enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga7.
Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan. Pembuluh darah
yang mengalami gangguan biasanya arteri yang berhubungan langsung dengan otak.
Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat secara cepat dan konstan,
berlangsung beberapa menit bahkan beberapa hari. Gambaran klinis yang sering
muncul antara lain: pasien mengeluh sakit kepala berat, leher bagian belakang kaku,
muntah penurunan kesadaran dan kejang. Sembilan puluh persen menunjukan adanya
darah dalam cairan serebrospinal, dari semua pasien ini 70-75 % akan meninggal
dalam waktu 1- 30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai
ke sistem ventrikel, herniasi lobus temporal dan penekanan mesensefalon atau
mungkin disebabkan karena perembesan darah ke pusat-pusat yang vital. Penimbunan
darah yang cukup banyak di bagian hemisfer serebri masih dapat ditolerir tanpa
memperlihatkan gejala-gejala klinis yang nyata sedangkan adanya bekuan darah
dalam batang otak sebanyak 5 ml saja sudah dapat mengakibatkan kematian.
5. Gejala Klinis3
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan
menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian
stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat
bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan
penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana
7
perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan.
Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena.
Gangguan pada pembuluh darah karotis.
1. Arteria serebri media
Gangguan rasa (hipestesia) didaerah muka/ wajah kontralateral atau disertai
hipestesia di lengan dan tungkai sesisi
Kelemahan kontralateral lebih besar pada tungkai dari tingkat ringan sampai
kelumpuhan total.
Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata (afasia
motorik) atau sulit mengerti pembicaraan orang lain (afasia sensorik)
Gangguan penglihatan berupa kebutaan satu sisi, atau separuh lapang pandang
(hemianopsia homonim)
Mata selalu melirik kearah satu sisi (deviation conjugae)
Kesadaran menurun
Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenal (prosopagnosia)
Mulut perot
Pelo (disartria)
Merasa anggota badan sesisi tidak ada
2. Arteria serebri anterior (cabang menuju otak bagian depan)
Monoparese tungkai kontralateral, kadang-kadang lengan bagian proksimal
dapat terkena
Inkontinesia urine
Penurunan kesadaran.
Apraksia dan gangguan kognitif lainnya
3. Arteria serebri posterior
Gangguan penglihatan pada 1 atau 2 mata berupa sulit memahami barang
yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba atau mendenger suaranya
Kehilangan kemampuan mengenal warna
8
Hemihipestesia, kadang-kadang adanya nyeri spontan atau hilangnya nyeri
dan rasa berat pada separuh sisi tubuh
Gangguan pembuluh darah vertebrobasilaris
4. Arteri Vertebrobasilaris
Gangguan gerak bola mata, sehingga terjadi diplopia jalan menjadi
sempoyongan
Kehilangan keseimbangan
Hemiparese kontralateral
Kelumpuhan nervus kranialis ipsilateral
Vertigo
Nistagmus
5. Gangguan fungsi luhur
Afasia adalah gangguan komunikasi yang disebabkan oleh kerusakan pada bagian
otak yang mengandung bahasa (biasanya di hemisfer serebri kiri otak). Afasia dapat
menyebabkan kesulitan dalam berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis,
tetapi tidak mempengaruhi kecerdasan. Individu dengan afasia mungkin juga
memiliki masalah lain, seperti disartria, apraxia, dan masalah menelan.6
Global Afasia adalah afasia yang melibatkan semua aspek bahasa dan
mengganggu komunikasi lisan. Penderita tidak dapat berbicara secara spontan
atau melakukannya dengan susah payah, menghasilkan tidak lebih dari
fragmen perkataan. Pemahaman ucapan biasanya tidak ada; atau hanya bisa
mengenali beberapa kata, termasuk nama mereka sendiri dan kemampuan
untuk mengulang perkataan yang sama adalah nyata terganggu. Penderita
mengalami kesulitan menamakan benda, membaca, menulis, dan menyalin
kata kata. Bahasa otomatisme (pengulangan omong kosong) adalah
karakteristik utama. Distribusi lesi terletak di seluruh arteri serebri, termasuk
area Wernicke dan Broca.
Broca’s afasia (juga disebut anterior, motorik, atau afasia ekspresif) ditandai
dengan tidak adanya gangguan spontan berbicara, sedangkan pemahaman
hanya sedikit terganggu. Pasien dapat berbicara dengan susah payah,
9
memproduksi kata-kata yang goyah dan tidak lancar. Penamaan, pengulangan,
membaca dengan suara keras, dan menulis juga terganggu. Daerah lesi adalah
di area Broca; mungkin disebabkan infark dalam distribusi arteri prerolandic
(arteri dari sulkus prasentralis).
Afasia Wernicke (juga disebut posterior, sensorik, atau reseptif aphasia)
ditandai dengan penurunan pemahaman yang kronik. Bicara tetap lancar dan
normal mondar-mandir, tetapi kata kata penderita tidak bisa dimengerti (kata
salad, jargon aphasia). Penamaan, pengulangan kata-kata yang di dengar,
membaca, dan menulis juga nyata terganggu. Area lesi ialah Area Wernicke
(area 22). Mungkin disebabkan oleh infark dalam distribusi arteri temporalis
posterior.
Afasia transkortikal. Kata-kata yang didengar penderita dapat diulang, tapi
fungsi linguistik lainnya terganggu: tidak bisa bicara secara spontan untuk
penderita transkortikal motor afasia (sindrom mirip dengan Broca afasia),
tidak mempunyai pemahaman bahasa bagi penderita transkortikal afasia
sensorik (sindrom mirip dengan Wernicke afasia). Area lesi transkortikol
motorik terletak di kiri lobus frontal berbatasan dengan area Broca manakala
lesi transkortikol sensorik terletak di temporo-oksipital berhampiran Area
Wernicke.
Amnestik (anomik) afasia. Jenis afasia yang ditandai dengan gangguan
penamaan dan mencari perkataan. Bicara masih spontan dan fasih tapi sulit
untuk menemukan kata dan mencipta ayat. Kemampuan untuk mengulang,
memahami, dan menulis kata-kata pada dasarnya normal. Daerah lesinya di
korteks temporoparietal atau di substansia nigra.
Afasia konduksi. Pengulangan sangat terganggu; fasih, bicara spontan
terganggu oleh jeda untuk mencari kata-kata. Pemahaman bahasa hanya
sedikit terganggu. Daerah lesi ialah fasikulus arkuata.
Afasia subkortikal. Jenis aphasia yang mirip dengan yang dijelaskan dapat
diproduksi oleh subkortikal lesi pada berbagai situs (thalamus, kapsul internal
striatum anterior).1(p126)
10
Diagnosis
Untuk membedakan stroke termasuk jenis hemoragik atau non hemoragik.
antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis
neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.2
Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah
berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke
hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan
anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin. Berdasarkan hasil anamnesis, dapat
ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis
Gejala Stroke hemorhagic Stroke non
hemorhagic
Onset/awitan Mendadak Mendadak
Saat onset Sedang aktif Istirahat
Peringatan / warning - +
Nyeri kepala +++ + -
Kejang + -
Muntah + -
Penurunan kesadaran +++ + -
b) Pemeriksaan klinis neurologis
Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila
dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan
tanda-tandanya.
Tanda (sign) Sroke hemorhagic Stroke Infark
Bradikardi ++(dari awal) + - (harike-4)
11
Udem papil Sering + -
Kaku kuduk + -
Tanda
kernig,Brudzinsky
++ -
c) Skoring dan Algoritma
Siriraj Stroke Score (SSS) 4
Tabel 3. Siriraj Stroke Score (SSS)
Interpretasi Hasil :
Skore SSS > 1: perdarahan supra tentorial
Skore SSS < 1 : Infark Serebri
Skore SSS -1 s/d 1 : meragukan
12
( 2,5 x kesadaran ) + ( 2 x muntah ) + ( 2 x sakit kepala ) + ( 0,1 x tekanan
diastolik ) - ( 3 x ateroma ) – 12
Keterangan :
Kesadaran 0: komposmentis1 : somnolen2 : sopor/ koma
Nyeri kepala 0 : tidak ada1 : ada
Muntah tidak ada 0 ; ada 1 Ateroma 0: tidak ada
1 : ada
Algoritma Gajah Mada
d) Pemeriksaan Penunjang
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan
penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang
disebut CT scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk
mencari perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda
13
dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbeda pula. CT Scan
berguna untuk menentukan:3
- jenis patologi
- lokasi lesi
- ukuran lesi
- menyingkirkan lesi non vaskuler
Tabel 4. Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik
MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI)
Menggunakan gelombang magnetik untuk membuat gambaran otak.
Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail jika dibandingkan dengan CT
scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk stroke. jika CT scan
dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu jam.
MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika detail yang
lebih baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjut. Orang
dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau metal lain di dalam
tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah magneti kuat suatu MRI.
14
Tabel 5. Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark
Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan
pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes
dengan gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan
microphone pada dada atau turun melalui esophagus (transesophageal
achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor Holter sama dengan
electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada
selama 24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang
abnormal.
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang
dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk
adanya arteri yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat
meningkatkan peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah juga
diukur. Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat
diterapi atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah
screening mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas
elektrolit mungkin juga perlu dipertimbangkan.
15
7. Diagnosis Banding
Hanya karena seseorang mempunyai gangguan bicara atau kelemahan pada
satu sisi tubuh tidaklah sinyal kejadian stroke. Terdapat banyak kemungkinan lain
yang mungkin bertanggung jawab untuk gejala ini. Kondisi lain yang dapat serupa
stroke meliputi:
Tumor otak
Abses otak
Sakit kepala migrain
Perdarahan otak baik secara spontan atau karena trauma
Meningitis atau encephalitis
Overdosis karena obat tertentu
Ketidakseimbangan calcium atau glukosa dalam tubuh dapat juga
menyebabkan perubahan sistem saraf yang serupa dengan stroke.6
8. Tatalaksana
Terapi dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut.
Fase Akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan
sampai mati, dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak
mengganggu/mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah
menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Sehingga perlu
dipelihara fungsi optimal dari respirasi, jantung, tekanan darah darah dipertahankan
pada tingkat optimal, kontrol kadar gula darah (kadar gula darah yang tinggi tidak
diturunkan dengan drastis), bila gawat balans cairan, elektrolit, dan asam basa harus
terus dipantau.
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan
mengurangi kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran
darah ke otak secepat mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade
iskemik. Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :
Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
16
A. Stroke iskemik
• Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan
upaya yang paling ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh
FDA adalah rt-PA (recombinan tissue plasminogen activator) dengan
dosis 0,9 mg/kgBB maksimal 90 mg (10% diberikan bolus & sisanya
infus kontinyu dalam 60 menit). Sayangnya bahwa pengobatan
dengan obat ini mempunyai persyaratan pemberian haruslah kurang
dari 3 jam, sehingga hanya pasien yang masuk rumah sakit dengan
onset awal dan dapat penyelesaian pemeriksaan darah, CT Scan kepala
dan inform consent yang cepat saja yang dapat menerima obat ini.
Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan
memperbaiki hemorheologi seperti obat pentoxifillin yang yang
mengurangi viskositas darah dengan meningkatkan deformabilitas sel
darah merah dengan dosis 15 mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga
memperbaiki sirkulasi adalah naftidrofuril dengan memperbaiki aliran
darah melalui unsur seluler darah dosis 600 mg/hari selama 10 hari iv
dilanjutkan oral 300 mg/hari
Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
Obat yang dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal
1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai 1,5 – 2,5 kali
kontrol hari ke 3 diganti anti koagulan oral, Heparin berat molekul
rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor trombosit hari ke 1
& 3 (jika jumlah < 100.000 tidak diberikan), Warfarin dengan dosis
hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III penyesuaian dosis dengan
melihat INR pasien.
• Proteksi neuronal/sitoproteksi
. Obat-obatan tersebut antara lain :
o CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel
dengan cara menambah sintesa phospatidylcholine,
17
menghambat terbentuknya radikal bebas dan juga menaikkan
sintesis asetilkolin suatu neurotransmiter untuk fungsi kognitif
o Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui, diperkirakan
memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membran
dan menormalkan fungsi membran.
o Statin, diklinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat
neuroprotektif untuk iskemia otak dan stroke. Mempunyai
efek anti oksidan “downstream dan upstream”. Efek
downstream adalah stabilisasi atherosklerosis sehingga
mengurangi pelepasan plaque tromboemboli dari arteri ke
arteri. Efek “upstream” adalah memperbaiki pengaturan eNOS
(endothelial Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat anti
trombus, vasodilatasi dan anti inflamasi), menghambat iNOS
(inducible Nitric Oxide Synthese, sifatnya berlawanan dengan
eNOS), anti inflamasi dan anti oksidan.
o Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat
anti calpain, penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis
30 – 50 cc selama 21 hari menunjukkan perbaikan fungsi
motorik yang bermakna.
B. Stroke Hemoragik
Perdarahan Intraserebral
Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36
gr/hari, Asam Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan
darah yamg sudah terbentuk oleh tissue plasminogen. Evaluasi status
koagulasi seperti pemberian protamin 1 mg pada pasien yang
mendapatkan heparin 100 mg & 10 mg vitamin K intravena pada
pasien yang mendapat warfarin dengan prothrombine time memanjang.
Perdarahan Sub Arachnoid
18
o Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang, pada
pasien yang sadar, penggunaan morphin 15 mg IM pada umumnya diperlukan
untuk menghilangkan nyeri kepala pada pasien sadar.
o Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan Calcium
Channel Blockers dengan dosis 60 – 90 mg oral tiap 4 jam selama 21 hari atau
15 – 30 mg/kg/jam selama 7 hari, kemudian dilanjutkan per oral 360 mg /hari
selama 14 hari,
Pengelolaan operatif
1. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.
Terapi Preventif
Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke,
dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke:
Untuk stroke infark diberikan :
a Obat-obat anti platelet agregasi
b Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya
c Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin
Menghindari rokok, obesitas, stres
Berolahraga teratur
Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun,
maka yang paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin
kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, “terapi wicara”, dan
psikoterapi
Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:
1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan
2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan tangan
19
3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan
4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam merawat
orang yang mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan mereka hadapi.
III. DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis Klinis : Afasia, hemiparese dekstra, akut
Diagnosis Topik : Hemisfer sinistra
Diagnosis Etiologi : Gangguan serebrovaskular (Stroke infark dd stroke
hemoragic)
IV. PEMERIKSAAN FISIK
IV.1. Pemeriksaan Umum
Kesan umum :, E3M5Vx (afasia)
Tanda-Tanda Vital :
- Tekanan darah : 219/122 mmHg
- Frekuensi nadi : 88x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat
- Frekuensi nafas : 40 x/menit, regular
- Suhu tubuh : 36,8°C
IV.2. Pemeriksaan Umum
Kepala : Bentuk kepala normocephal, rambut hitam, terdistribusi merata, tidak
mudah dicabut.
Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening pada leher. Kaku kuduk
(-), burdzinsky I (-)
Wajah : Raut muka pasien baik dan tidak terdapat kelainan facies.
Mata : Edema palpebra (-/-), alis mata hitam dan tersebar merata, konjungtiva
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm,
refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+),
refleks kornea (+/+)
Telinga :
20
AD: Bentuk telinga normal, serumen (+), membran timpani sulit dinilai, nyeri
tekan dan tarik (-)
AS: Bentuk telinga normal, serumen (+), membrane timpani sulit dinilai, nyeri
tekan dan tarik (-)
Hidung : Bentuk hidung normal. Tidak tampak deviasi. Tidak tampak adanya
sekret. Tidak tampak nafas cuping hidung.
Mulut : Mukosa gusi dan pipi tidak hiperemis, ulkus (-), perdarahan gusi (-),
sianosis (-), perot (+)
Thoraks
Pulmo :
Inspeksi : Normochest, gerak dada simetris, retraksi suprasternal dan
supraclavicula (-)
Palpasi : Taktil fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Pekak di basal kedua lapang paru
Auskultasi: Suara nafas vesikuler (+/+) melemah, ronkhi (-/-),wheezing
(-/-)
Kesan : Pekak di kedua basal lapang paru, suara nafas vesikuler melemah
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V agak ke medial (2 cm) dari linea
midclavikularis sinistra
Perkusi : Batas kiri bawah: ICS VI linea axillaris anterior sinistra
Batas kiri atas: ICS II linea parasternalis sinistra
Batas kanan bawah: ICS IV linea parasternalis dekstra
Batas kanan atas: ICS II linea parasternalis dekstra
Auskultasi : BJ I dan II (+), murmur (+) sistolik, gallop (-).
Kesan : Pembesaran Jantung
21
Gambar X. Hasil Foto Thorax
Abdomen:
1. Inspeksi : Datar, supel.
2. Auskultasi: Bising usus (+), normal (2-6 x menit)
3. Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen
4. Palpasi : Dinding perut supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri
tekan (-), turgor baik
Ekstremitas : Simetris, sianosis (-/-), akral hangat (+/+), pembesaran
kelenjar getah bening inguinal (-), laseque (-), kerniq (-)
brudzinksi II (-)
IV.2 Status Psikiatri
Tingkah Laku : Sulit dinilai
Perasaan Hati : Sulit dinilai
Orientasi : Sulit dinilai
22
Kecerdasan : Sulit dinilai
Daya Ingat : Sulit dinilai
IV.3 Status Neurologis
Sikap tubuh : Simetris
Gerakan Abnormal : Tidak ada
Cara berjalan : Sulit dinilai
a. Saraf Kranialis
Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri
N. I. Olfaktorius Daya penghidu sdn sdn
N. II. Optikus
Daya penglihatan sdn sdn
Pengenalan warna sdn sdn
Lapang pandang sdn sdn
N. III.
Okulomotor
Ptosis - -
Gerakan mata ke medial + +
Gerakan mata ke atas + +
Gerakan mata ke bawah + +
Ukuran pupil 3mm 3 mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Refleks cahaya langsung + +
N. IV. Troklearis
Strabismus divergen - -
Gerakan mata ke lat-bwh - -
Strabismus konvergen - -
N. V. Trigeminus
Menggigit sdn sdn
Membuka mulut Normal Normal
Sensibilitas muka sdn sdn
Refleks kornea + +
Trismus - -
23
N. VI. AbdusenGerakan mata ke lateral + +
Strabismus konvergen - -
N. VII. Fasialis
Kedipan mata + +
Lipatan nasolabial - -
Sudut mulut dbn dbn
Mengerutkan dahi sdn sdn
Menutup mata + +
Meringis sdn sdn
Menggembungkan pipi sdn sdn
Daya kecap lidah 2/3 antTidak
dilakukan
Tidak
dilakukan
N. VIII.
Vestibulokokleari
s
Mendengar suara bisik sdn sdn
Tes RinneTidak
dilakukan
Tidak
dilakukan
Tes SchwabachTidak
dilakukan
Tidak
dilakukan
N.IX (GLOSSOFARINGEUS) Keterangan
Arkus Faring Simetris
Daya Kecap 1/3 Belakang Tidak dinilai
Reflek Muntah (+)
Sengau sdn
Tersedak Tidak
N. X (VAGUS) Keterangan
Arkus faring Simetris
Reflek muntah (+)
24
Bersuara (-)
Menelan Dala batas normal
N. XI (AKSESORIUS) Keterangan
Memalingkan Kepala Dalam batas normal
Sikap Bahu Dalam batas normal
Mengangkat Bahu Dalam batas normal
Trofi Otot Bahu (-)
N. XII (HIPOGLOSUS) Keterangan
Sikap lidah Tidak dapat dinilai
Artikulasi Tidak dapat dinilai
Tremor lidah Dalam batas normal
Menjulurkan lidah Sulit dinilai
Kekuatan lidah Sulit dinilai
Trofi otot lidah (-)
Fasikulasi lidah (-)
b. Fungsi Motorik
Gerakan
25
bebas
bebas
terbatas
terbatas
Tonus
Refleks Fisiologis
Refleks Biceps Meningkat Normal
Refleks Triceps Meningkat Normal
Refleks ulna dan radialis Normal Normal
Refleks Patella Meningkat Normal
Refleks Achilles Normal Normal
Refleks Patologis
Babinski + -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Mendel Bachterew - -
Rosollimo - -
Gonda - -
Hofman Trommer - -
c. Fungsi Sensorik
Kanan Kiri
Eksteroseptif Sdn Sdn
Rasa nyeri Sdn Sdn
Rasa raba Sdn Sdn
26
hipertonus
5
5
hipertonus
normal
normal
Rasa suhu Sdn Sdn
Propioseptif Sdn Sdn
Rasa gerak dan sikap Sdn Sdn
Rasa getar Sdn Sdn
Diskriminatif Sdn Sdn
Rasa gramestesia Sdn Sdn
Rasa barognosia Sdn Sdn
Rasa topognosia Sdn Sdn
d. Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : negative
Kernig sign : negative
Pemeriksaan Brudzinski : : negative
Brudzinski I : negative
Brudzinski II : negative
Brudzinski III : negative
Brudzinski IV : negative
e. Fungsi Luhur
Fungsi Luhur: Afasia
Fungsi Vegetatif: BAK lancar dengan pispot, BAB belum selama perawatan
f. Skor Siriraj
g. Algoritma Gajah Mada
Nyeri kepala (-)
Penurunan kesadaran (+)
Refleks Babinski (+)
27
( 2,5 x 1 ) + ( 2 x0 ) + ( 2 x 0) + ( 0,1 x 122 ) - ( 3 x 1 ) – 12 = -0.3
Hasil dari Siriraj -1 s/d 1 yang berarti meragukan
Dalam kasus ini didapatkan penurunan kesadaran dan reflex Babinski yang positif
yang artinya stroke yang terjadi adalah stroke perdarahan intraserebral.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hematologi
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Darah perifer lengkap
Hb 14.4 11,5 – 15,5 gr/dl
Ht 43.9 35 - 47%
Eritrosit 4.96 3.8– 5,2 juta/µL
MCV 88.5 82 – 98 fL
MCH 29.0 27 – 32 pg
MCHC 32.8 32 – 37 gr/dL
Trombosit 259000 150.000 – 400.000/µL
Leukosit 11.0 3.600 –11.000/µL
Hitung Jenis
Eosinofil 0.03 0.04-0.8 %
Basofil 0.02 0-0.2%
Neutrofil 8.85 1.8-7.5 %
Limfosit 1.50 25-40 %
Monosit 0.64 0.2-1 %
RDW-CV 14.6 10-18%
Kimia Klinik
GDS 106 74-106 mg/dl
SGOT 34 0-35 U/L
SGPT 37 0-35 U/L
Ureum 26.6 10-50 mg/dL
Kreatinin 0.89 0,45-0.75 mg/dL
HDL DIRECT 38 37-92
28
L
DLCHOLESTEROL
176.6 <150
ASAM URAT 5.67 2-7
CHOLESTEROL 240 <200 dianjurkan
200-239 resiko sedang
>= 240 resiko tinggi
TRIGLISERIDA 127 70-140
2. CT Scan
Gambar X. Hasil CT Scan Kepala
Ekspertise:
- Sulci dan fissura silvii hemisfer sinistra tampak menyempit
- Tampak lesi hiperdens (73 HU) di lobus parietalis sinistra dengan perifocal
edema yang relatif mendesak ventrikel lateral et tertius ke laterodextra volume ±
68.3 cc
- Tampak pergeseran linea mediana ± 9.35 mm
29
Kesan:
- Gambaran ICH di lobus parietalis sinistra dengan perifocal edema yang relatif
mendesak ventrikel lateralis et tertius ke laterodextra, volume perdarahan ± 68.3
cc
DISKUSI II
Pada pemeriksaan fisik status generalisata didapatkan adanya penurunan
kesadaran dengan penilaian GCS mata tidak adanya kontak mata, pada motorik
pasien tidak dapat menggerakan sesuai instruksi pemeriksa dan verbal pasien tidak
dapat dinilai. Pada pemeriksaan tanda vital tekanan darah 219/122 mmHg masuk
pada kategori hipertensi grade 2, nadi 87x/menit dengan irama regular dan isi cukup,
laju nafas 40x/mnt dalam batas normal, suhu 36,5 derajat (afebris). Pada pemeriksaan
fisik lokalis tidak ditemukan adanya kelainan. Selanjutnya pemeriksaan status
psikiatri dan pemeriksaan neurologis saraf kranialis pemeriksaan sulit dinilai karena
pasien afasia dan tidak dapat memahami perintah pemeriksa. Tidak ditemukkan
adanya lesi nervus IX dan X yang ditandai adanya kesulitan mengunyah dan menelan
makanan, karena pasien tidak mengalami kesulitan dalam makan dan minum.
Pada pemeriksaan fungsi motorik didapatkan adanya keterbatasan gerak dan
peningkatan tonus pada tangan dan kaki kanan. Hal ini disebabkan adanya lesi pada
korteks motorik yang mengatur pergerakan otot. Peningkatan refleks fisiologis juga
didapatkan pada ekstremitas yang mengalami kelemahan, hal ini terjadi karena
hilangnya kontrol inhibisi sentral desendens pada motor neuron yang mempersarafi
otot. Didapatkan adanya refleks patologis yang positif pada ekstremitas yang
mengalami kelemahan diantaranya refleks Babinski (+). Temuan-temuan diatas
merupakan tanda khas pada lesi susunan saraf pusat atau lesi upper motoric neuron.
Selanjutnya pada pemeriksaan sensoris juga sulit dinilai karena pasien tidak dapat
berkomunikasi dan tidak dapat memahami perintah pemeriksa. Hal tersebut
dikarenakan pasien mengalami afasia sehingga terjadi gangguan komunikasi yang
30
disebabkan kerusakan pada area otak yang mengandung pusat bahasa (terutama pada
hemisfer serberi sinistra).
Menurut Skor Siriraj yang mengandung penilaian kesadaran, ada tidaknya
muntah, atheroma dan nilai tekanan diastolik didapatkan skor pada pasien ini adalah -
0.3 , berarti meragukan (Skor SSS : -1 s/d 1) sehingga diperlukan pemeriksaan
penunjang lainnya. Perasat lain yang biasa digunakkan adalah algoritma gajah mada
dengan menilai 3 gejala dan tanda yaitu penurunan kesadaran, nyeri kepala, refleks
Babinski. Pada pasien ini didapatkan dua tanda yaitu refleks babinski (+) dan
penurunan kesadaran sehingga menurut perasat ini pasien juga dimasukkan kedalam
jenis stroke hemoragik.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin,
kimia klinik dan profil lipid untuk mencari faktor resiko lain yang kemungkinan
terlibat pada perjalanan penyakit stroke pada pasien ini. Berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar kolesterol yang tinggi, hal ini merupakan
faktor resiko dari stroke. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang CT Scan
kepala yang merupakan Golden Diagnosis dalam penegakkan diagnosis jenis stroke.
Hasil CT Scan menunjukkan lesi hiperdens di lobus parietalis sinistra dengan
perifocal edema yang relatif mendesak ventrikel lateralis et tertius ke laterodextra
dengan volume ±68.3 cc. Lesi pada hemisfer sinistra inilah yang menyebabkan
hemiparesis dekstra karena jalur saraf motorik yang berasal dari korteks ini
bersilangan di dekusasio piramidalis sehingga mempersarafi ekstremitas
kontralateralnya. Hal tersebut juga mendukung terjadinya afasia karena perdarahan
pada lobus parietalis dapat menekan are broca, wernicke, dan area fasikulus arkuata
yang akan menyebabkan gangguan untuk memahami kata-kata, bicara, dan
mengulang kata.
VI. DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis klinis : Hemiparesis dekstra, afasia
Diagnosis topis : Hemisfer sinistra
Diagnosis etiologi : Stroke hemoragic
31
VII. TATALAKSANA
1. Non Medikamentosa
Tirah baring
Edukasi keluarga mengenai penyakitnya:
Diagnosis pasien
Tatalaksana yang akan dilakukan
Prognosis dari penyakit yang diderita pasien
Rehabilitasi Medik
2. Medikamentosa
Infus D5 dan Asering 20 tpm (selang-seling)
Infus Manitol 4x125 cc (tappering off)
Inj. Piracetam 3 x 3 gr
Inj. Ranitidine 2x1 amp
Inj. Citicolin 2 x 500 mg
Inj. Mecobalamin 1x1
Aspilet Tunda
DISKUSI III
Tatalaksana pada pasien ini meliputi tatalaksana non medikamentosa
dan medikamentosa. Tatalaksana nonmedikamentosa meliputi tirah baring, edukasi
dan rehabilitasi medik. Pemberian mediakamentosa pada pasien stroke terbagi atas
fase akut dan fase pasca akut dilihat dari hari onset penyakitnya. Pada pasien ini
karena onsetny hari-0 maka diberikan terapi fase akut.
1. Infus D5 dan Asering 20 tpm (selang-seling)
Stabilisasi hemodinamik dilakukan dengan pemberian cairan kristaloid
secara intravena diselingi dengan pemberian D5
2. Inj. Manitol 4x125 cc (tappering off)
Manitol adalah larutan Hiperosmolar yang digunakan untuk terapi
meningkatkan osmolalitas serum (Ellen Barker. 2002). Dengan alasan fisiologis ini,
32
Cara kerja Diuretic Osmotik (Manitol) ialah meningkatkan Osmolalitas Plasma dan
menarik cairan normal dari dalam sel otak yang osmolarnya rendah ke intravaskuler
yang osmolar tinggi, untuk menurunkan oedema Otak.
3. Inj. Piracetam 3 x 3 gr
Piracetam berperanan meningkatkan energi (ATP) otak, meningkatkan aktifitas
adenylat kinase (AK) yang merupakan kunci metabolisme energi dimana mengubah
ADP menjadi ATP dan AMP, meningkatkan sintesis dan pertukaran cytochrome b5
yang merupakan komponen kunci dalam rantai transport elektron dimana energi ATP
diproduksi di mitokondria (James, 2004). Piracetam juga digunakan untuk perbaikan
defisit neurologi khususnya kelemahan motorik dan kemampuan bicara pada kasus-
kasus cerebral iskemia.
3. Inj. Citicolin 2 x 500 mg
Citicolin berperan untuk perbaikan membran sel saraf melalui peningkatan
sintesis phosphatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik yang rusak melalui
potensiasi dari produksi asetilkolin. Citicoline juga menunjukkan kemampuan untuk
meningkatkan kemampuan kognitif, Citicoline diharapkan mampu membantu
rehabilitasi memori pada pasien dengan luka pada kepala dengan cara membantu
dalam pemulihan darah ke otak. Studi klinis menunjukkan peningkatan kemampuan
kognitif dan motorik yang lebih baik pada pasien yang terluka di kepala dan
mendapatkanciticoline. Citicoline juga meningkatkan pemulihan ingatan pada pasien
yang mengalami gegar otak.
4. Inj Ranitidine 2 x 1 amp
Pemberian Ranitidine ditujukan sebagai gastroprotektor untuk mencegah
terjadinya stress ulcer terutama pada pasien yang mendapat nutrisi hanya lewat
parenteral saja dapat meningkatkan resiko terjadinya peningkatan asam lambung.
5. Inj Mecobalamin 1 x 1
Metilkobalamin adalah metabolit dari vitamin B12 yang berperan sebagai
koenzim dalam proses pembentukan methionin dari homosystein. Reaksi ini berguna
dalam pembentukan DNA, serta pemeliharaan fungsi saraf. Metilkobalamin berperan
pada neuron susunan saraf melalui aksinya terhadap reseptor NMDA dengan 32
33
perantaraan S-adenosilmethione (SAM) dalam mencegah apoptosis akibat
glutamateinduced neurotoxicity. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan peranan
metilkobalamin pada terapi stroke, cedera otak, penyakit Alzheimer, Parkinson,
termasuk juga dapat dipakai untuk melindungi otak dari kerusakan pada kondisi
hipoglikemia dan status epileptikus (Meliala & Barus, 2008).
VIII. FOLLOW UP1/4/18
HP 3
S : Penurunan kesadaran (+), lemah anggota gerak kanan, kontak
mata dan mengerti pembicaraan (-), nyeri kepala (-), mual
(-), muntah (-), makan tidak tersedak, BAB (-), BAK (+).
O :
KU : Apatis. E3M5Vx
TD :140/80 mmHg
Nadi :84x/mnt
RR : 24x/mnt
Suhu : 36,5 0C
Motorik :Hemiparese dextra
Sensorik : sdn
Ekstremitas:
motorik gerakan terbatas / bebas dan terbatas / bebas
Hasil lab darah rutin, profil lipid, gula darah, fungsi ginjal
dan fungsi hati terlampir
A :
Stroke dd stroke infark onset H-3
P :
- IVFD Asering 20 tpm
- Inj. Piracetam 3 gr/8 jam
- Inj. Citicolin 500 mg/12 jam
- Inj. Mecobalamin 1x1
- IVFD D5 100 cc +
Nicardipin 40 tpm
- Inj Furosemid 2 amp extra
- Amiodaron 3x200 mg
- Candesartan 1x8
- Diltiazem 1x100 mg
- Aspilet 1x80
- Digoxin 1x0,25
- Sucralfat 3x1
- Pengawasan setiap 6 jam
2/4/18
HP 4
S : Penurunan kesadaran (+), lemah anggota gerak kanan, kontak
mata dan mengerti pembicaraan (-), nyeri kepala (-), mual (-),
muntah (-), makan tidak tersedak, BAB (-), BAK (+). O :
KU : Apatis. E3M5Vx
TD :130/90 mmHg
Nadi :84 x/mnt
RR : 20x/mnt
P :
- IVFD Asering 20 tpm
- IVFD D5 100 cc +
Nicardipin 40 tpm
- Inj Furosemid 2 amp extra
- Inj. Mecobalamin 1x1
34
Suhu : 36,6 0C
Ekstremitas:
motorik gerakan terbatas / bebas dan terbatas / bebas
A :
Stroke hemoragik onset H-4
- Inj. Piracetam 3 gr/8 jam
- Amiodaron 3x200 mg
- Candesartan 1x8
- Diltiazem 1x100 mg
- Aspilet 1x80
- Digoxin 1x0,25
- Sucralfat 3x1
- Rencana Head CT Scan
- Hasil lab Urin sedimen :
- Kolesterol 176,6, Asam
urat 5,6, Kolesterol total
240
3/4/18
HP 5
S : lemah anggota gerak kanan atas perbaikan, tidak bisa berbicara
(+), nyeri kepala (-), mual (-), muntah (-), makan tidak
tersedak, BAB (-), BAK (+).
O :
KU : Apatis. E3M5Vx
TD :140/90 mmHg
Nadi :98x/mnt
RR : 26x/mnt
Suhu : 36,3 0C
Ekstremitas:
motorik gerakan terbatas / bebas dan terbatas / bebas
A :
Stroke hemoragik onset H-5
P :
- IVFD Asering 20 tpm
- Infus Mannitol 2x125 cc
(tapp off)
- Inj. Piracetam 1x12 gram
selanjutnya 4x3 gram
- Inj. Citicolin 2 x 500 mg
- Inj. Ranitidine 2x1 amp
- Inj. Mecobalamin 1x1
- Inj. Lameson 2x62,5
(extra 1 hari)
- Pletaal 2x1
- Ingatol 2x1
- Candesartan 1x8
- Diltiazem 3x30
- Aspilet 1x80
- Digoxin 1x0,25
- Sucralfat 3x1
35
- Pengawasan setiap 6 jam
- Hasil CT-scan keluar
- Konsul RM
4/4/18
HP 6
S : lemah anggota gerak kanan atas perbaikan, tidak bisa berbicara
(+), nyeri kepala (-), mual (-), muntah (-), makan tidak tersedak,
BAB (-), BAK (+).
O : KU : Apatis. E3M5Vx
TD :140/80 mmHg
Nadi :94x/mnt
RR : 2x/mnt
Suhu : 36,5 0C
Ekstremitas:
motorik gerakan terbatas / bebas dan terbatas / bebas
A :
Stroke Hemoragik onset H6
P :
- IVFD Asering 20 tpm
- Infus Mannitol 1x125 cc
(tapp off)
- Inj. Piracetam 3 x 3 gr
- Inj. Citicolin 2 x 500 mg
- Inj. Ranitidine 2x1 amp
- Inj. Mecobalamin 1x1
- Inj. Ondansetron 3x1
(k/p)
- Aspilet tunda
- Inj. Candesartan 1x8
- Po Paracetamol 2x650 mg
- Po Amlodipin 1x10 mg
- Po Diltiazem 1x100 mg
- Po Plasmin 2x1
- Po Cilostazol 1x1
- Po Ingatol 2x1
- Atorvastatin 1x20
- Digoxin 1x0,25
- Sucralfat 3x1
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC.
2. Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
3. Hankey J.2002. Your Question answered Stroke. Australia : Harcourt Publisher Limited, p: 2
4. Tanto, Chris. et. all. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius. jilid 2. 2014. hal : 975-80.
5. Adam HP, Del Zoppo GJ, Kummer RV. Management of stroke. 2nd Ed, Professional communications inc New York, 2002
6. Price S, Wilson L. 2013. Patofisiologi Volume 2. Jakart: EGC
37
Recommended