View
221
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB III
PENAFSIRAN UMMI> DALAM TAFSIR AL-MISBAH
A. Tafsir Al-Mis}ba>h}: Sejarah, Metode, dan Corak Penafsirannya
1. Biografi Penulis Tafsir Al-Mis}ba>h
Muhammad Quraish Shihab lahir pada 16 Februari 1944 di
Rappang, Sulawesi Selatan. Ayahnya bernama Abdurrahman Shihab, dan
ibunya bernama Asma Aburisah. Ayah M. Quraish Shihab adalah seorang
ulama dan guru besar Tafsir di IAIN Alauddin Ujung Pandang.
Abdurrahman Shihab dipandang sebagai salah seorang tokoh pendidik
yang memiliki reputasi baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan.
Kontribusinya dalam bidang pendidikan terbukti dari usahanya membina
dua perguruan tinggi di Ujungpandang, yaitu Universitas Muslim
Indonesia (UMI), sebuah perguruan tinggi swasta terbesar di kawasan
Indonesia bagian timur, dan IAIN Alauddin Ujungpandang. Ia juga
tercatat sebagai mantan rektor pada kedua perguruan tinggi tersebut,
UMI pada tahun 1959 – 1965 dan IAIN pada tahun 1972 – 1977. Sebagai
seorang yang berpikiran maju, Abdurrahman percaya bahwa pendidikan
adalah merupakan agen perubahan. Sikap dan pandangannya yang
demikian maju itu dapat dilihat dari latar belakang pendidikannya, yaitu
Jami’atul Khair, sebuah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia.
Murid-murid yang belajar di lembaga ini diajari tentang gagasan-gagasan
pembaruan gerakan dan pemikiran Islam. Hal ini terjadi karena lembaga
74
ini memiliki hubungan yang erat dengan sumber-sumber pembaruan di
Timur Tengah seperti Hadramaut, Haramaian, dan Mesir. Banyak guru-
guru yang didatangkan ke lembaga tersebut, di antaranya Syaikh Ahmad
Soorkati yang berasal dari Sudan, Afrika.1
Sebagai putra dari seorang Profesor Tafsir, sejak kecil pada diri
Quraish telah tumbuh benih kecintaan terhadap bidang Al-Qur’an,
khususnya tafsir. Ayahnya sering mengajak anak-anaknya duduk bersama
sambil bercengkrama. Pada saat-saat seperti inilah sang ayah
menyampaikan nasihatnya yang kebanyakan berupa ayat-ayat Al-Qur’an.
Quraish kecil telah menjalani pergumulan dan kecintaan terhadap Al-
Qur’an sejak umur 6-7 tahun. Ia harus mengikuti pengajian Al-Qur’an
yang diadakan oleh ayahnya sendiri. Selain menyuruh membaca Al-
Qur’an, ayahnya juga menguraikan secara sepintas kisah-kisah dalam Al-
Qur’an. Di sinilah, benih-benih kecintaannya kepada al-Qur’an mulai
tumbuh.2 Dalam pengantar bukunya “Membumikan Al-Qur’an: Fungsi
dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat”, M. Quraish Shihab
Menyatakan:3
Ayah kami, almarhum Abdurrahman Syihab (1905 – 1986) adalah guru besar dalam bidang tafsir. Di samping berwiraswasta, sejak muda beliau juga berdakwah dan mengajar. Selalu disisakan waktunya, pagi dan petang, untuk membaca Al-Qur’an dan kitab-kitab tafsir. Seringkali beliau mengajak anak-anaknya duduk bersama. Pada saat-saat seperti
1 M. Sja’roni, Metode dan Corak Tafsir Al-Mis}ba>h} Karya M. Quraish Shihab, Disertasi (Surabaya, Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, 2011), 104 – 105. 2 Howard M. Federspiel, Kajian al-Qura’an di Indoensia: Dari Mahmaud Yunus hingga Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1996), 295 – 299. 3 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 1994), 14.
75
inilah beliau menyampaikan petuah-petuah keagamaannya. Banyak dari petuah itu—yang kemudian saya ketahui sebagai ayat Al-Qur’an atau petuah Nabi, sahabat, atau pakar-pakar Al-Qur’an—yang hingga detik ini masih terngiang di telinga saya. Dari sanalah benih kecintaan kepada studi Al-Qur’an mulai tersemai di jiwa saya. Maka, ketika belajar di Universitas Al-Azhar, Mesir, saya bersedia mengulang setahun untuk mendapatkan kesempatan melanjutkan studi saya di jurusan tafsir, walaupun jurusan-jurusan lainnya pada fakultas lain sudah membuka pintu lebar-lebar untuk saya.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di Ujung Pandang, M.
Quraish Shihab melanjutkan pendidikan menengahnya di Malang, Jawa
Timur, sambil nyantri di Pondok Pesantren Darul-Hadith Al-Faqihiyyah.
Pada tahun 1958, saat usianya baru 14 tahun, M. Quraish Shihab
berangkat ke Kairo, Mesir, dan diterima di kelas II Tsanawiyah AL-
Azhar. Pada tahun 1967, dia meraih gelar Lc (S1) pada Fakultas
Ushuluddin, Jurusan Tafsir dan Hadis, Universitas Al-Azhar. Kemudian
dia melanjutkan pendidikannya di fakultas yang sama, dan pada 1969
berhasil meraih gelar MA dalam bidang Tafsir Al-Qur’an dengan tesis
berjudul Al-I’ja>z Al-Tashri’i> li Al-Qur’an< Al-Kari>m.4
Begitu kembali ke Makassar, M. Quraish Shihab dipercaya untuk
menjabat sebagai Wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan di
IAIN Alauddin Makassar. Dia juga diberi tanggungjawab untuk menjabat
sebagai Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Wilayah VII Indonesia
Bagian Timur). Sementara di luar kampus, M. Quraish Shihab juga
menjabat sebagai Pembantu Pimpinan Kepolisian Indonesia Timur dalam
bidang pembinaan mental. Selain itu M. Quraish Shihab juga melakukan
4 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, 6.
76
beberapa penelitian, antara lain tentang “Penerapan Kerukunan hidup
Beragama di Indonesia Timur” pada tahun 1975, dan penelitian tentang
“Masalah Wakaf Sulawesi Selatan” pada tahun 1978.5
Pada tahun 1980, M. Quraish Shihab kembali ke Kairo, Mesir
untuk melanjutkan studi S3 di Pascasarjana Fakultas Ushuluddin Jurusan
Tafsir dan hadis Universitas Al-Azhar. Dua tahun kemudian, pada 1982,
dengan disertasi berjudul “Naz}m al-Durar li al-Biqa>’i: Tah}qi>q wa
Dira>sah”, dia berhasil meraih gelar doktor dalam ilmu-ilmu Al-Qur’an
dengan predikat Summa Cum Laude.6
Pendidikan Tinggi yang kebanyakan ditempuh oleh M. Quraish
Shihab di Timur Tengah, yaitu Universitas Al-Azhar, membuat Howard
M. Federspiel menganggapnya sebagai seorang yang unik bagi Indonesia
pada saat di mana sebagian pendidikan pada tingkat itu diselesaikan di
Barat. Mengenai hal ini ia mengatakan sebagai berikut:
Ketika meneliti biografinya, saya menemukan bahwa ia berasal dari Sulawesi Selatan, terdidik di pesantren, dan menerima pendidikan ting-ginya di Mesir pada Universitas Al-Azhar, di mana ia menerima gelar M.A dan Ph.D-nya. Ini menjadikan ia terdidik lebih baik dibandingkan dengan hampir semua pengarang lainnya yang terdapat dalam Popular Indonesian Literature of the Quran dan, lebih dari itu, tingkat pendidikan tingginya di Timur Tengah seperti itu menjadikan ia unik bagi Indonesia pada saat di mana sebagian pendidikan pada tingkat itu diselesaikan di Barat. Dia juga mempunyai karier mengajar yang penting di IAIN Ujung Pandang dan Jakarta dan kini, bahkan, ia menjabat sebagai rektor di IAIN Jakarta. Ini merupakan karier yang sangat menonjol.7
5 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, 6. 6 ibid., 7 Howard M. Federspiel, Kajian al-Qur’an di Indoensia: Dari Mahmud Yunus hingga Quraish Shihab, 299.
77
Tahun 1984 adalah babak baru tahap kedua bagi M. Quraish
Shihab untuk melanjutkan kariernya. Untuk itu ia pindah tugas dari IAIN
Ujung Pandang ke Fakultas Ushuluddin di IAIN Jakarta. Di sini dia aktif
mengajar bidang Tafsir dan Ulum Al-Quran di Program S1, S2, dan S3
sampai tahun 1998. Di samping melaksanakan tugas pokoknya sebagai
dosen, ia juga dipercaya menduduki jabatan sebagai Rektor IAIN Jakarta
selama dua periode (1992-1996 dan 1997-1998). Setelah itu dia dipercaya
menduduki jabatan sebagai Menteri Agama selama kurang lebih dua
bulan di awal tahun 1998, hingga kemudian dia diangkat sebagai Duta
Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk negara
Republik Arab Mesir merangkap negara Republik Djibauti berkedudukan
di Kairo.8
Selain itu, M. Quraish Shihab juga dipercaya untuk menduduki
beberapa jabatan, antara lain; Ketua Majelis Ulama Indonesia Pusat
(sejak tahun 1984); Anggota Lajnah Pentashih Al-Qur’an Departemen
Agama (sejak tahun 1989); dan Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan
Nasional (sejak tahun 1989). M. Quraish Shihab juga terlibat dalam
beberapa organisasi professional, seperti: Pengurus Perhimpunan Ilmu-
Ilmu Syari’ah; Pengurus Konsorsium Ilmu-Ilmu Agama Departemen
8 Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, Vol. 2 (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), 110 – 112.
78
Agama, Pendidikan, dam Kebudayaan; dan Asisten Ketua Umum ICMI
(Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia).9
2. Karya-Karya Ilmiah Penulis Tafsir Al-Mis}ba>h
M. Quraish Shihab merupakan tokoh muslim kontemporer yang
produktif, karya-karya M. Quraish Shihab yang berupa buku, artikel, dan
rubrik sangat banyak. Berikut beberapa karya M. Quraish Shihab:10
Peranan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia Timur; Karya ini
merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 1975 tentang
ilustrasi kerukunan hidup antara pemeluk agama-agama yang pluralis
yang terdapat di Indonesia Timur. Di dalam karya ini juga terdapat
solusi yang harus diwujudkan dalam rangka mencapai kehidupan yang
harmonis.
Masalah Wakaf di Sulawesi Selatan; Karya ini merupakan laporan
penelitian yang dilakukan pada tahun 1978 tentang situasi dan kondisi
objektif dari persoalan wakaf yang terdapat di Sulawesi Selatan.
Tafsi>r al-Mana>r; Keistimewaan dan Kelemahannya; Karya ini
diterbitkan di Ujung Pandang pada tahun 1984, berisi pemaparan
tentang kekuatan dan kelemahan Tafsi>r al-Mana>r.
Filsafat Hukum Islam; Karya ini diterbitkan oleh Departemen Agama
pada tahun 1987, berisi gambaran tentang pemikiran filosofis hokum
Islam.
9 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, 6. 10 M. Sja’roni, Metode dan Corak Tafsir Al-Mis}ba>h} Karya M. Quraish Shihab, Disertasi, 110 – 113.
79
Mahkota Tuntunan Ilahi (Tafsir Surat al-Fatihah); Karya ini
diterbitkan oleh Unitama Jakarta, berisi uraian tentang surat al-
Fatihah dengan memberikan nuansa dan pengetahuan baru yang tidak
terdapat pada karya tafsir sebelumnya.
Tafsir al-Ama>nah; Karya ini merupakan kumpulan artikel yang ditulis
dalam rubrik tafsir pada majalah Amanah. Karya ini diterbitkan oleh
Pustaka Kasih pada tahun 1992, berisi penafsiran surat al-‘Alaq dan
surat al-Muddathir.
Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat; Karya ini merupakan kumpulan makalah, artikel, atau
bagian suatu buku yang diterbitkan selama rentang waktu antara
tahun 1976 sampai dengan 1992. Karya ini diterbitkan oleh Mizan
pada tahun 1992, berisi pemaparan tentang berbagai persoalan
kehidupan.
Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan; Karya ini merupakan
kumpulan artikel dalam rubrik Pelita Hati pada harian Pelita. Karya
ini diterbitkan oleh Mizan pada tahun 1994.
Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maud}u’i> atas Pelbagai Persoalan Umat;
Karya ini merupakan kumpulan makalah M. Quraish Shihab sampai
tahun 1996 yang disajikan pada pengajian untuk para eksekutif yang
diadakan oleh Departemen Agama di Masjid Istiqlal. Karya ini
diterbitkan oleh Mizan pada tahun 1996.
80
Tafsi>r Al-Qur’a>n Al-Kari>m; Karya ini diterbitkan oleh Pustaka
Hidayat pada tahun 1997, berisi penafsiran 24 surat pendek yang
didasarkan pada urutan turunnya.
Mukjizat Al-Qur’an; Karya ini diterbitkan oleh Mizan pada 1997,
berisi pemaparan tentang segi-segi keistimewaan Al-Qur’an dan unsur
kemukjizatannya.
Al-Asma>’ al-H}usna>; Karya ini berisi pembahasan tentang nama-nama
Tuhan yang berjumlah 99, sebagian isi dari karya ini disampaikan oleh
M. Quraish Shihab di salah satu stasiun televisi pada bulan
Ramadhan.
Tafsir Al-Mis}ba>h: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an; Karya ini
dianggap sebagai puncak produktifitas M. Quraish Shihab. Karya ini
diterbitkan oleh Lentera Hati pada tahun 2000, berisi uraian maksud
dan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an secara lengkap, 30 Juz dan 114
Surat.
3. Penamaan Karya Tafsir dengan Al-Mis}ba>h}
Tafsir Al-Mis}ba>h{: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an bisa
dianggap sebagai karya terbesar M. Quraish Shihab. Karya ini terdiri dari
15 jilid, dan mulai diterbitkan pada tahun 2000 oleh penerbit Lentera
Hati. Menurut M. Sja’roni, setidaknya ada dua alasan terkait penamaan
karya tulis ini “Al-Mis}ba>h }”. Alasan pertama didasarkan fungsinya,
mis}bah} artinya lampu yang berguna untuk menerangi kegelapan. Jadi,
dengan pemilihan nama ini, penulis berharap agar karya tafsir tersebut
81
dapat dijadikan penerang bagi bagi mereka yang sedang berusaha mencari
petunjuk kebenaran dari wahyu Ila>hi> yang merupakan pedoman hidup
bagi siapa saja yang menginginkan kebahagian di dunia dan akhirat.11
Sementara alasan kedua didasarkan pada sejarah kegiatan tulis-
menulis yang dilakukan oleh M. Quraish Shihab di Jakarta. Sebagaimana
diungkapkan oleh Hamdani Anwar, yang dikutip oleh M. Sja’roni, bahwa
M. Quraish Shihab telah aktif menulis sejak dia tinggal di Makassar,
namun momentum dari kegiatan tulis-menulis tersebut dimulai sejak M.
Quraish Shihab tingal di Jakarta. Pada tahun 1980-an, M. Quraish Shihab
diminta untuk menjadi pengasuh dari rubrik “Pelita Hati” pada harian
Pelita. Uraian-uraian yang disajikan oleh M. Quraish Shihab dalam rubric
tersebut rupanya menarik perhatian banyak pihak, karena dinilai mampu
memberikan nuansa yang sejuk, tidak bersifat menggurui dan
menghakimi. Pada tahun 1994, kumpulan dari tulisannya tersebut
diterbitkan oleh penerbit Mizan dengan judul Lentera Hati, yang ternyata
menjadi best seller dan mengalami cetak ulang beberapa kali. Dari sini
tampaknya pengambilan nama “Al-Mis}ba>h” tersebut berasal, terutama
jika dilihat dari segi maknanya. Karya tersebut merupakan
penyempurnaan dari kumpulan tulisan pada rubrik “Pelita Hati” yang
diterbitkan dengan judul Lentera Hati. Lentera merupakan padanan kata
dari pelita, yang arti dan fungsinya sama. Dalam bahasa Arab, lentera,
11 M. Sja’roni, Metode dan Corak Tafsir Al-Mis}ba>h} Karya M. Quraish Shihab, Disertasi, 114 – 115.
82
pelita, atau lampu disebut dengan al-mis}ba>h}. Sementara itu, penerbit dari
karya tafsir ini juga menggunakan nama yang serupa, yaitu Lenter Hati.12
4. Sistematika Penulisan Tafsir Al-Mis}ba>h}
Sebagaimana telah disebutkan di muka bahwa Tafsir Al-Mis}ba>h}
terdiri dari 15 Jilid, tafsir ini berbahasa Indonesia, lengkap 30 Juz.
Sistematika penyusunan tafsir ini ialah mushafi, dalam arti disusun berdasarkan
urutan surat dan ayat dalam Mushaf Uthmani. Sistematika ini berbeda dengan
karya tafsir Shihab sebelumnya, yaitu Tafsir al-Amanah, yang disusun secara
Tanzili, dalam arti disusun berdasarkan urutan turunnya surat atau ayat.
Perbedaan ini dimungkinkan sangat terkait dengan proses penulisan kedua tafsir
tersebut. Secara kolektif Tafsir Al-Mis}ba>h} menghimpun tidak kurang dari
10.000 halaman dengan susunan sebagai berikut:13
- Jilid 1 terdiri dari 624 dan xxviii halaman, berisi tafsir surat al-
Fatehah sampai dengan surat al-Baqarah.
- Jilid 2 terdiri dari 659 dan vi halaman, berisi tafsir surat Ali-‘Imran
sampai dengan an-Nisa>’.
- Jilid 3 terdiri dari 257 dan v halaman, berisi tafsir surat al-Ma’idah.
- Jilid 4 terdiri dari 367 dan v halaman, berisi tafsir surat al-An’a>m.
- Jilid 5 terdiri dari 765 dan vi halaman, berisi tafsir surat al-A’ra>f
sampai dengan surat at-Taubah.
- Jilid 6 terdiri dari 613 dan vi halaman, berisi tafsir surat Yunus
12 M. Sja’roni, Metode dan Corak Tafsir Al-Mis}ba>h} Karya M. Quraish Shihab, Disertasi, 115. 13 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur'an, Vol. 1-15 (edisi Baru), (Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2009)
83
sampai dengan surat Ar-Ra’d.
- Jilid 7 terdiri dari 585 dan vi halaman, berisi tafsir surat Ibrahim
sampai dengan surat Al-Isra’.
- Jilid 8 terdiri dari 524 dan vi halaman, berisi tafsir surat al-Kahf
sampai dengan surat al-Anbiya’.
- Jilid 9 terdiri dari 554 dan vi halaman, berisi tafsir surat al-Hajj
sampai dengan surat al-Furqa>n.
- Jilid 10 terdiri dari 547 dan vi halaman, berisi tafsir surat ash-Shu’ara>
sampai dengan surat al-‘Ankabu>t.
- Jilid 11 terdiri dari 582 dan vi halaman, berisi tafsir surat ar-Rum
sampai dengan surat Ya<sin.
- Jilid 12 terdiri dari 601 dan vi halaman, berisi tafsir surat as}-S}a>ffa>t
sampai dengan surat az-Zukhru>f.
- Jilid 13 terdiri dari 586 dan vii halaman, berisi tafsir surat ad-Dukha>n
sampai dengan al-Waqi’ah.
- Jilid 14 terdiri dari 695 dan vii halaman, berisi tafsir surat al-Hadi>d
sampai dengan surat al-Mursala>t.
- Jilid 15 terdiri dari 646 dan viii halaman, berisi tafsir surat-surat Juz
‘Amma.
84
Sementara M. Sja’roni menyatakan bahwa dalam penulisan
“Tafsir Al-Mis}ba>h}” M. Quraish Shihab menggunakan sistematika sebagai
berikut:14
a. Pertama-tama M. Quraish Shihab berusaha menampilkan penjelasan
global setiap surat yang dinamai tujuan surat atau tema pokok surat.
b. Penulisan ayat-ayat Al-Qur’a>n dikelompokkan dalam tema-tema
tertentu sesuai dengan urutan, tanpa ada batasan mengenai jumlah
ayat yang ditempatkan dalam suatu kelompok.
c. Pengelompokkan ayat-ayat tersebut dicantumkan dengan
menggunakan tulisan Arab, lalu diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia berdasarkan pemahaman M. Quraish Shihab sendiri.
d. Sebelum menjelaskan ayat demi ayat, M. Quraish Shihab terlebih
dahulu menjelaskan keserasian (munasabah) antara kelompok ayat
yang sedang dibahas. Kadang-kadang keserasian tersebut ditempatkan
di awal pembahasan kelompok ayat, terkadang ditempatkan di akhir
pembahasan kelompok ayat. Selain itu, M. Quraish Shihab juga
memaparkan keserasian antar ayat ketika menjelaskan ayat demi ayat.
e. M. Quraish Shihab menjelaskan ayat demi ayat secarat berurutan,
kemudian dia memisahkan terjemahan makna Al-Qur’an dengan
sisipan atau tafsir. Kadang dia juga menghadirkan penggalan teks
ayat, baik berupa kata atau frase (kelompok kata), kemudian
menjelaskan maknanya.
14 M. Sja’roni, Metode dan Corak Tafsir Al-Mis}ba>h} Karya M. Quraish Shihab, Disertasi, 118 – 122.
85
f. M. Quraish Shihab menguraikan penafsiran makna kosa kata yang
dipandang perlu saja, agar uraian tentang pengertian kosa kata dan
kaidah-kaidah yang disajikan tidak terkesan bertele-tele.
g. Ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad Saw. yang dijadikan
penguat atau bagian dalam penafsiran hanya ditulis terjemahannya
saja oleh M. Quraish Shihab.
5. Metode Penafsiran Tafsir Al-Mis}ba>h}
Untuk mengetahui metode tafsir yang digunakan dalam suatu
buku tafsir, maka perlu diperhatikan beberapa aspek yang terdiri dari
sumber penafsiran, cara penjelasan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an,
keluasan penjelasan tafsir, dan sasaran serta tertib ayat-ayat yang
ditafsirkan15.
Dilihat dari sumber penafsirannya, Tafsir al-Mis}ba>h} dapat
dikategorikan sebagai kitab tafsir dengan metode bi al-ra’yi. Hampir
semua tafsiran ayat bersumber dari ijtihad dan pemikiran sang mufassir
terhadap tuntutan kaidah bahasa Arab dan kesusasteraannya, serta teori
ilmu pengetahuan setelah dia menguasai sumber-sumber tersebut.16
Walaupun banyak ditemukan ayat maupun hadis yang digunakan untuk
menafsirkan sebuah ayat, namun M. Quraish Shihab hanya
menjadikannya sebagai penguat dari pemikirannya, bahkan terjemahan
masing-masing ayat merupakan hasil dari pemikiran M. Quraish Shihab
15 Ridlwan Nasir, Memahami al-Qur’an; Perspektif Baru Metodologi Tafsir Muqarin (Surabaya: Indra Media, 2003), 14 - 16 16 Ibid., 15
86
sendiri yang berbeda dengan terjemahan pada umumnya, seperti
terjemahan Departemen Agama.
Jika ditinjau dari cara M. Quraish Shihab menjelaskan tafsiran
ayat-ayat al-Qur’an, maka Tafsir al-Mis}ba>h} dapat digolongkan ke dalam
tafsir dengan manhāj bayāny (metode deskripsi). Ayat-ayat Al-Qur’an
oleh M. Quraish Shihab ditafsirkan dengan cara memberikan keterangan
secara deskripsi tanpa membandingkan riwayat atau pendapat dan tanpa
menilai (tarjī ) antar sumber.
Sementara jika ditinjau dari segi keluasan penafsiran, maka Tafsir
al-Mis}ba>h} termasuk ke dalam tafsir yang menggunakan metode tafs}ili>,
yaitu setiap ayat Al-Qur’an ditafsirkan secara terperinci, mendalam dan
panjang lebar, per-kata atau per-frasa. M. Quraish Shihab juga
menjelaskan tentang munasabah antar ayat dan surat. Selain itu, M.
Quraish Shihab juga juga berusaha mengungkapkan hal-hal yang tersirat
dalam setiap ayat Al-Qur’an. Walaupun begitu, bahasa yang digunakan
dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dalam Tafsir al-Mis}ba>h} termasuk
mudah dimengerti dan dipahami. Di dalam “Kata Pengantar” Tafsir Al-
Mis}ba>h}, M. Quraish Shihab menyatakan:
Dalam konteks memperkenalkan Al-Qur’an dalam buku ini, penulis berusaha dan akan terus berusaha menghidangkan bahasan setiap surat pada apa yang dinamai tujuan surat, atau tema pokok surat. Memang, menurut para pakar, setiap surat ada tema pokoknya.17
17 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 1, ix.
87
Jika ditinjau dari segi sasaran dan tertib ayat-ayat yang
ditafsirkan, maka Tafsir al-Mis}ba>h} termasuk golongan tafsir yang
menggunakan metode tahlīly, yaitu menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an
secara urut dan tertib sesuai dengan urutan ayat-ayat dan surat-surat
dalam mushaf, dari mulai surat al-Fatihah hinggal akhir surat al-Nas.
6. Corak Penafsiran Tafsir Al-Mis}ba>h}
Mengenai corak penafsiran, M. Quraish Shihab tampaknya
menjadikan rumusan Mahmud Syalthut dalam menafsirkan Al-Qur’an
sebagai pedoman dalam penyusunan tafsirnya. Mahmud Syalthut
menyatakan, agar dapat diperoleh pemahaman yang utuh dan menyeluruh
dari pesan-pesan yang terkandung dalam Al-Qur’an seorang mufassir
harus menaruh perhatian dan pendalaman yang besar terhadap; 1) Alam
raya; 2) Perkembangan manusia; 3) Kisah-kisah nabi dan orang-orang
saleh terdahulu; dan 4) Janji dan ancaman duniawi maupun ukhrawi.
Bahkan selain empat hal di atas, M. Quraish Shihab juga menambahkan
pendekatan yang lain, yaitu; 1) Ketelitian dan keindahan redaksi al-
Quran; 2) Isyarat ilmiah; dan 3) Pemberitaan hal ghaib masa lalu dan
masa mendatang. Pendekatan-pendekatan tersebut sangat mewarnai dan
mempengaruhi corak penafsiran M. Quraish Shihab dalam karyanya
Tafsir Al-Mis}ba>h }.
Corak penafsiran yang cenderung digunakan dalam Tafsir Al-
Mis}ba>h ialah adabi> ijtima>’i> (sosial kemasyarakatan atau sosio-cultural).
Corak ini menitikberatkan pada penjelasan ayat-ayat Al-Qur’an dari segi
88
ketelitian redaksionalnya, serta menghubungkan pengertian ayat-ayat
tersebut dengan hukum alam yang berlaku dalam masyarakat dan
perkembangan dunia. Namun, hal tersebut dilakukan tanpa menggunakan
istilah-istilah disiplin ilmu tertentu, kecuali dalam batas-batas yang
diperlukan.
Penggunaan corak adabi> ijtima>’i> oleh M. Quraish Shihab dalam
Tafsir Al-Mis}ba>h rupanya terinspirasi dari Tafsi>r Al-Mana>r karya
Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridlo. Abduh dikenal sebagai
peletak dasar-dasar corak adabi> ijtima>’i> dan kemudian dikembangkan oleh
muridnya, Rasyid Ridlo. Meski demikian, model M. Quraish Shihab
dalam menggunakan corak adabi> ijtima>’i> tidak mengadopsi model
Muhammad Abduh secara keseluruhan. M. Quraish Shihab melakukan
improvisasi dengan pendekatan-pendekatan yang lain. Bahkan, dia cukup
kritis dalam mengomentari Tafsi>r Al-Mana>r. Kajian kritisnya terhadap
pelopor tafsir modern tersebut kemudian ia bukukan dan diterbitkan
dengan judul Studi Kritis Tafsir al-Manar.18
Contoh pendekatan adabi> ijtima>’i> secara jelas terlihat pada tafsir
Surat Al-Ma’u>n. M. Quraish Shihab menyatakan bahwa surat yang terdiri
dari 7 ayat pendek ini, berbicara tentang hakikat yang sangat penting
bahwa ajaran Islam sangat menekankan ibadah sosial. Menurutnya, surat
ini secara tegas dan jelas menyatakan bahwa ajaran Islam tidak
memisahkan upacara ritual dan ibadah sosial. Bahkan esensi dan jiwa
18 M. Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir al-Manar karya Muhammad Abduh dan M. Rasyid Ridlo, 1994, (Jakarta: Pustaka Hidayah), 25.
89
ibadah dalam pengertian yang sempit sekalipun juga mengandung dimensi
sosial, sehingga jika itu tidak dipenuhi maka pelaksanaan ibadah tersebut
tidak banyak artinya.19
Disamping corak adabi> ijtima>’i>, sebagaimana telah diuraikan dan
dicontohkan di muka, M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mis}ba>h}-nya
juga banyak menggunakan pendekatan bahasa. Bahkan analisis
kebahasaan sangat dominan menjadi pertimbangan utama dalam
penjelasan tafsirnya. Sehingga tidak berlebihan jika Tafsir Al-Mis}ba>h}
juga bisa digolongkan sebagai Tafsir Lughawi>. Dalam beberapa
pembahasan, M. Quraish Shuhab juga menyelipkan tinjauan sejarah yang
terkait dengan tema-tema tertentu. Beragamnya corak yang digunakan
dalam Tafsir Al-Mis}ba>h}, membuat karya tafsir tersebut menjadi penuh
warna, kaya informasi dan luas pembahasannya.
B. Ummi> Dalam Tafsir Al-Misbah
Dalam Tafsir Al-Mis}ba>h }, M. Quraish Shihab membahas tentang
definisi kata ummi> sebanyak 3 kali, yaitu dalam tafsir surat al-Baqarah ayat
78,20 surat al-A’ra>f ayat 157,21 dan surat al-Jumu’ah ayat 2.22 Secara umum,
M. Quraish Shihab mendefinisikan kata ummi> dengan “seseorang yang tidak
19 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 15, 553. 20 ibid., Volume 1, 240. 21 ibid., Volume 5, 270. 22 ibid., Volume 14, 219.
90
pandai membaca dan menulis”.23 Sebagaimana telah dijelaskan oleh M.
Quraish Shihab bahwa kata ummi> terambil dari kata umm (ibu) untuk
menggambarkan kondisi seseorang yang seakan-akan keadaannya dari segi
pengetahuan atau pengetahuan membaca dan menulis sama dengan
keadaannya ketika baru dilahirkan oleh ibunya atau sama dengan keadaan
ibunya yang tidak pandai membaca.24
Selain itu, M. Quraish Shihab juga menyatakan dalam kitab tafsirnya
bahwa ada sebagian ulama yang berpendapat kalau kata ummi> terambil dari
kata ummah yang berarti kaum atau umat. Hal tersebut merujuk kepada
masyarakat ketika Al-Qur’an diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad
Saw. Pendapat ini diperkuat dengan hadis nabi yang berbunyi:
“Sesungguhnya kita adalah umat yang ummi>, tidak pandai membaca dan
berhitung”.25
Kata ummi> dalam literatur tafsir tidak hanya memilki satu atau dua arti
sebagaimana telah disebutkan di muka. Ada beberapa ulama yang mendefinisikannya
secara berlainan. Al-Qasimi menafsirkan kata ummi> yin pada surat Ali Imran ayat 20
sebagai “kelompok yang tidak memiliki kitab suci” (la kita>ba lahum).
Sementara al-T}abari menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ummi ialah “orang
yang tidak cakap menulis”.26 Berbeda dengan pendapat kedua ulama di muka, Ibnu
Zaid mendefinisikan kata ummi> sebagai “orang yang tidak membaca al-
23 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 270; dan Volume 14, 219. 24 ibid., 25 ibid., Volume 5, 270; dan Volume 14, 219. 26 Ibn Jarir al-T}abari, Jami>’ al-Baya>n fi Tafsi>r al-Qur’a<n, Jilid II (Beirut: Dar El-Fikr, 1988), 257.
91
kitab”. Ada riwayat lain yang berasal dari Ibnu ‘Abbas, beliau menjelaskan tentang
maksud kata ummi> dalam Al-Qur’an yang berbentuk jamak, yaitu “sekelompok orang
yang tidak membenarkan utusan Allah dan kitab yang dibawanya”.27
Jika dilihat dari konteks masing-masing ayat, M. Quraish Shihab
menafsirkan kata ummi> dengan segala derivasinya ke dalam dua kelompok.
Kelompok pertama ialah sebagian golongan ahli kitab, mereka disebut ummi>
karena ketidaktahuan mereka terhadap hakikat isi dan makna dari kitab suci
mereka sendiri. Golongan ini telah digambarkan secara jelas oleh Al-Qur’an
dalam surat al-Baqarah ayat 78. Sementara kelompok kedua yaitu orang-
orang di luar Ahli Kitab, mereka adalah kaum yang tidak pernah
mendapatkan kitab samawi yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelum
Muhammad Saw. Secara spesifik, M. Quraish Shihab menyatakan bahwa
mereka adalah orang-orang Arab, terutama orang-orang musyrik Mekkah.28
Dia menyatakan bahwa masyarakat Arab pada masa Jahiliah umumnya tidak
pandai membaca dan menulis, lebih-lebih kaum wanitanya, oleh karena itu
mereka disebut ummi>.29
Dari penjabaran mengenai ayat-ayat ummi> di bab kedua, dan
penjelasan M. Quraish Shihab mengenai definisi dari kata ummi> dalam Al-
Qur’an, maka dapat diketahui bahwa kata ummi>, dengan segala derivasinya,
dalam Al-Qur’an mencakup beberapa kelompok/golongan, antara lain:
27 Muhammad Husein Al-T}abat}aba’i>, al-Miza>n fi Tafsi>r al-Qur’a<n, Jilid I (Beirut: Muassasah al-A’la>m li al-Mat}ba’ah, t.th.). 28 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an; Volume 3, 42 & 119; dan Volume 14, 219. 29 ibid., Volume 5, 270; dan Volume 14, 219.
92
a. Sebagian golongan Ahli Kitab, yaitu sebagian kaum Yahudi yang tidak
mampu memahami dan mengetahui isi dari kitab suci mereka, Taurat,
walaupun mereka mungkin telah membacanya. (Q.S. al-Baqarah: 78)
b. Orang-orang Arab jahiliyah, mereka disebut ummi> karena mereka bukan
dari golongan kaum yang mendapat kitab suci. Selain itu budaya tulis-
menulis bukanlah bagian dari tradisi mereka, bagi mereka menulis
merupakan aib. (Q.S. Ali Imran ayat 20 dan 75, dan Q.S. al-Jumu’ah ayat
2)
c. Nabi Muhammad Saw., beliau berasal dari suku Arab Quraish, maka,
menurut M. Quraish Shihab, beliau juga memiliki sifat ummi>, yaitu tidak
pandai membaca dan menulis, sebagaimana telah tercantum dalam kitab
Taurat dan Injil. Lebih lanjut M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa ke-
ummi>-an Muhammad Saw. merupakan salah satu bukti kerasulan beliau,
sebagaimana Al-Qur’an telah menegaskan:30
Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al-Qur’an) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu).31
Definisi M. Quraish Shihab mengenai ayat-ayat ummi> sebenarnya
tidak jauh berbeda dengan definisi yang diungkapkan oleh mayoritas ulama
tafsir lainnya. Hal tersebut terjadi karena, dalam kitab Tafsirnya Al-Mis}ba>h,
30 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, 270. 31 Q.S. al-‘Ankabu>t: 48, Lihat Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 635.
Recommended