View
148
Download
1
Category
Preview:
DESCRIPTION
hghjklhcfdgf
Citation preview
Peranan Bioteknologi Dalam Bidang pertanian
Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, fungi,
virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi
untuk menghasilkan barang dan jasa. Dewasa ini, perkembangan bioteknologi tidak hanya
didasari pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan murni lain, seperti biokimia,
komputer, biologi molekular, mikrobiologi, genetika, kimia, matematika, dan lain sebagainya.
Dengan kata lain, bioteknologi adalah ilmu terapan yang menggabungkan berbagai cabang ilmu
dalam proses produksi barang dan jasa.
Bioteknologi secara sederhana sudah dikenal oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Sebagai
contoh, di bidang teknologi pangan adalah pembuatan bir, roti, maupun keju yang sudah dikenal
sejak abad ke-19, pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas-varietas baru di bidang
pertanian, serta pemuliaan dan reproduksi hewan. Di bidang medis, penerapan bioteknologi di
masa lalu dibuktikan antara lain dengan penemuan vaksin, antibiotik, dan insulin walaupun
masih dalam jumlah yang terbatas akibat proses fermentasi yang tidak sempurna. Perubahan
signifikan terjadi setelah penemuan bioreaktor oleh Louis Pasteur. Dengan alat ini, produksi
antibiotik maupun vaksin dapat dilakukan secara massal.
Pada masa ini, bioteknologi berkembang sangat pesat, terutama di negara negara maju.
Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi semisal rekayasa
genetika, kultur jaringan, DNA rekombinan, pengembangbiakan sel induk, kloning, dan lain-lain.
Teknologi ini memungkinkan kita untuk memperoleh penyembuhan penyakit-penyakit genetik
maupun kronis yang belum dapat disembuhkan, seperti kanker ataupun AIDS.[4] Penelitian di
bidang pengembangan sel induk juga memungkinkan para penderita stroke ataupun penyakit lain
yang mengakibatkan kehilangan atau kerusakan pada jaringan tubuh dapat sembuh seperti
sediakala. Di bidang pangan, dengan menggunakan teknologi rekayasa genetika, kultur jaringan
dan DNA rekombinan, dapat dihasilkan tanaman dengan sifat dan produk unggul karena
mengandung zat gizi yang lebih jika dibandingkan tanaman biasa, serta juga lebih tahan terhadap
hama maupun tekanan lingkungan. Penerapan bioteknologi di masa ini juga dapat dijumpai pada
pelestarian lingkungan hidup dari polusi. Sebagai contoh, pada penguraian minyak bumi yang
tertumpah ke laut oleh bakteri, dan penguraian zat-zat yang bersifat toksik (racun) di sungai atau
laut dengan menggunakan bakteri jenis baru.
Pertanian secara tradisional merupakan bidang usaha yang bertujuan untuk menghasilkan
kebutuhan hidup seperti makanan, serat, makanan ternak dan bahan – bahan baku untuk industri.
Bidang usaha ini berciri utama penggunaan sumber daya alami seperti tumbuhan, tanah, air,
faktor lingkungan dan dipadukan dengan penggunaan tenaga manusia dan ternak. Hal ini sedikit
demi sedikit berubah ke arah bentuk usaha pertanian yang mempunyai ciri – ciri seperti pada
bidang usaha industri. Perubahan terjadi berkat semakin banyaknya produk – produk ilmu dan
teknologi yang masuk ke dalam bidang usaha pertanian dan memberikan pengaruh pada sistim
produksi bahan makanan dan pertanian di seluruh dunia.
Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini produksi hasil pertanian telah meningkat secara luar
biasa, tetapi persediaan pangan yang bergizi bagi penduduk dunia tidak pernah melebihi
kebutuhan. Hal ini mendorong orang untuk memanfaatkan teknologi baru dalam program
pemulian tanaman agar masalah pangan dan gizi yang timbul dapat diatasi. Bioteknologi adalah
penerapan yang didasarkan kepada sistim kehidupan untuk mengembangkan proses dan produk
komersial. Bioteknologi mencakup teknik DNA rekombinan, tranfer gen, manipulasi dan tranfer
embrio, regenerasi tumbuhan, kultur sel, antibodi monoklonal dan rekayasa proses biologi.
Dengan teknik ini, kita dapat memindahkan gagasan ke penerapan praktis. Misalnya kita telah
berhasil mengubah secara genetis sifat tanaman budidaya tertentu untuk meningkatkan daya
tahan terhadap hama dan penyakit tertentu. Bioteknologi mempunyai potensi untuk
meningkatkan produksi tanaman budidaya, peternakan dan pegolahannya secara biologi.
Bioteknologi menyediakan bagi para pakar suatu pendekatan baru untuk mengembangkan
varietas – varietas baru dengan produksi yang lebih tinggi dan lebih bergizi, lebih tahan terhadap
serangan hama dan penyakit, serta terhadap keadaan yang merugikan, atau mengurangi
kebutuhan terhadap pupuk dan bahan – bahan kimia lainnnya.
Bioteknologi bukan sarana untuk mengubah tujuan pertanian sebagai penghasil bahan pangan,
serat kayu dan produk lainnya, melainkan lebih tepat untuk meningkatkan produktifitas
pertanian. Bioteknologi dibangun berlandaskan pengertian yang diturunkan dari pengetahuan
dalam bidang biologi, genetika, fisiologi dan biokimia. Sepanjang sejarah perkembangan
pertanian, manusia memanfaatkan proses alami pertukaran genetik melalui pemuliaan yang
menciptakan variasi ciri biologi. Fakta ini melandasi semua upaya untuk memperbaikan varietas
– varietas tanaman pertanian, baik melalui pemuliaan tradisional maupun melalui teknik biologi
molekuler. Dalam kedua metode ini, manusia memanipulasi proses alam untuk menghasilkan
berbagai varietas tanaman yang menunjukan sifat atau ciri khas yang diinginkan, seperti
meningkatkan produksi, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, atau ternak dengan
produksi daging yang tinggi dengan kadar lemak yang rendah.
Metoda biologi molekuler dapat menyederhanakan masalah ini dengan memanipulasi gen satu
persatu. Tanpa bergantung pada terjadinya rekombinasi sejumlah besar gen, para ilmuwan dapat
menyisipkan satu persatu gen untuk sifat spesifik secara langsung ke dalam genom yang telah
terbentuk. Para ilmuwan dapat pula mengendalikan ekspresi gen dalam varietas tanaman baru.
Transfer gen molekuler dapat memperpendek waktu yang diperlukan untuk mengembangkan
varietas baru dan memberikan ketepatan yang lebih besar untuk sifat yang diinginkan. Selain itu
juga dapat digunakan untuk mempertukarkan gen antara organisme yang tidak dapat disilangkan
secara seksual.
Teknik transfer gen merupakan kunci berbagai penerapan bioteknologi. Inti dari rekayasa genetik
adalah menentukan gen yang dapat mengekspresikan sifat tertentu, kemudian memisahkannya
dan memasukkannya kedalam inang asli atau organisme lain. Teknik ini merupakan sarana yang
digunakan untuk mengetahui sifat dan fungsi gen sebagai pengatur pertumbuhan dan
pengembangan, pengaturan komunikasi antar sel dan antar organisme.
Pemuliaan Tanaman
Perkembangan dan kemajuan yang dicapai dalam bidang biologi molekuler telah melahirkan dan
berkembangnya teknologi rekombinan DNA atau yang dikenal dengan sebutan rekayasa genetik
. Rekayasa genetik atau rekombinan DNA adalah suatu kumpulan teknik - teknik eksperimental
yang memungkinkan peneliti untuk mengisolasi, mengidentifiksi dan melipatgandaan suatu
fragmen dari material genetik (DNA) dalam bentuk murninya. Manipulasi – manipulasi tersebut
dilakukan secara in vitro dengan menggunakan material – material biologi
Penggunaan kultur jaringan untuk pembiakan klonal didasarkan pada anggapan bahwa jaringan
secara genetik tetap stabil jika dipisahkan dari tumbuhan induk dan ditempatkan dalam kultur.
Pendapat ini sebahagian besar berlaku jika tumbuhan dibiakkan dengan kuncup ketiak atau tunas
liar yang secara langsung dipisahkan dari tanaman. Walaupun demikian, apabila tunas terbentuk
dari jaringan kalus, sering terjadi penyimpangan (Chaleff, 1984).
Protoplas sel totipoten tanpa dinding sel dapat dihasilkan dengan mudah dan telah dirancang
suatu metode untuk menumbuhkannya menjadi jaringan kalus dan dilanjutkan menjadi tanaman
kecil yang dapat dikembangbiakan secara konvensional. Protoplas dapat dipisahkan dari jaringan
tanaman, termasuk akar, daun, buah, serbuk sari, bintil akar kacangan, organ penyimpanan dan
jaringan kalus. Jaringan daun sering digunakan karena hasil protoplas dari sumber ini cukup
tinggi dan seragam. Protoplas sering menghasilkan jaringan kalus yang kemudian dari kalus ini
diregenerasikan suatu tumbuhan yang lengkap. Sayangnya , keberhasilan metoda ini kecil
peluangnya untuk tanaman kacang-kacangan dan padi – padian. Belakangan ini kemungkinan
tanaman Medicago sativa (Alfafa) untuk beregenerasi dari protoplasma menjadi tumbuhan
lengkap peluangnya cukup tinggi dalam kondisi pertumbuhan yang relatif sederhana. Hal ini
memberi petunjuk penting bahwa usaha dibidang kacang-kacangan akan dapat berkembang lebih
cepat. Sebegitu jauh kita masih belum mampu untuk mengembangkan tumbuhan dari jenis padi –
padian dan kacang – kacangan melalui pertumbuhan protoplasma.
Manfaat penting dari protoplasma dalam pemuliaaan tanaman terletak pada beberapa sifatnya,
yaitu : (1) protoplas dapat dihasilkan dan disaring untuk membentuk banyak variasi. Meskipun
protoplas yang terbentuk secara genetik bersifat homogen, tetapi kalus yang merupakan
keturunannya dapat menjadi tanaman yang menunjukan perbedaan sifat-sifat yang cukup besar ,
(2) tidak adanya dinding sel memudahkan fusi antara protoplas dan dengan demikian mengawali
terjadinya pembastaran. Fakta bahwa fusi dapat terjadi antara sel somatik yang bersifat diploid
yang memungkinkan pemulia tanaman merancang suatu teknik dengan baik, (3) tidak adanya
dinding sel juga memudahkan penyerapan DNA, sebagai fragmen atau plasmid yang berasal dari
bakteri, untuk menghasilkan tanaman dengan sifat-sifat yang baru sama sekali.
Meskipun tanaman yang diperbanyak secara vegetatif (klon) umumnya mirip induknya, tetapi
tidak berarti, bahwa semua klon secara genetik bersifat serupa. Klon yang berbeda secara nyata
dari induknya dapat terjadi, dan dikenal sebagai varian somatik dan merupakan hasil perubahan
genetik pada sel merismatik yang menghasilkan semua atau sebagian tumbuhan baru. Dalam hal-
hal tertentu varian somatik dapat menjadi varietas baru yang penting, misalnya pada jeruk manis.
Beberapa mekanisme genetik dapat menyebabkan terjadinya variasi somatik, antara lain :
perubahan jumlah kromosom dalam inti, mutasi gen tunggal, seperti kloroplas dan mitokondria.
Meskipun fusi protoplas tumbuhan diketahui jarang terjadi, namun Power dan kawan – kawan
tahun 1970, berhasil merancang suatu metode untuk mengendalikan fusi yang dapat diulang, dan
dengan demikian menemukan langkah awal untuk pembastaran somatik pada tumbuhan.
Suspensi protoplas dalam 0,25 mol/l larutan natrium nitrat dapat menginduksi fusi yang cepat.
Larutan 10,2% sukrosa, 5,5% natrium nitrat dan kalsium klorida dapat digunakan untuk
menginduksi fusi protoplas Parthenocissus tricuspidata dengan protoplas Petunia hibrida.
Tahap berikutnya adalah membangkitkan bastar somatik dengan teknik fusi protoplasma yaitu
dengan : (1) isolasi protoplasma, fusi, pembentukan kembali dinding sel, fusi inti untuk
mendapatkan inti bastar sejati, pertumbuhan sel bastar dalam kultur, dan akhirnya pembentukan
tumbuhan secara lengkap.
Pada umumnya, fusi kloroplas tumbuhan mudah dicapai, meskipun tidak mudah untuk
menumbuhkan sel bastar dengan memuaskan. Dari hal ini jelaslah bahwa protoplas bastar yang
hanya sedikit terdapat dalam campuran sel perlu dipisahkan dan mendorong perkembangannya
melalui prosedur seleksi. Sebagai contoh pembastaran somatik antara Petunia hybrida dengan
Petunia parodii, yang prosedur seleksinya memanfaatkan adanya perbedaan kekuatan potensi
pertumbuhan antara protoplas daun kedua jenis tumbuhan ini. Protoplas Petunia parodii paling
tinggi hanya dapat membentuk kalus kecil yang terdiri dari lebih kurang lima puluh sel pada
media, sedangkan protoplas Petunia hybrida terus menerus membentuk kalus. Sebaliknya dari
kepekaannya terhadap aktinomisin D, Petunia hybrida lebih peka terhadap aktinomisin D dari
protoplas Petunia parodi .
Inti campuran (heterokarion) yang terjadi pada fusi dua protoplas yang tidak sama dapat
berkembang menjadi sel bastar dengan fusi inti. Dengan cara ini semua organel dari kedua
protoplas pembawa gen yang dapat mengadakan seleksi sendiri, digabung, sedangkan pada
persilangan seksual biasa, satu inti yang membawa gen kromosomal (karyom) yang berasal dari
masing – masing induk, tetapi bisanya gen yang diwariskan melalui plastida (plastidom) dan gen
yang diwariskan melalui mitokondria (kondriom) hanya berasal dari induk betina. Dengan
demikian, teknik fusi protoplasma memberikan kesempatan untuk menghasilkan kombinasi dua
genom induk yang lengkap.
Salah satu keuntungan utama yang diberikan oleh kultur untuk percobaan genetik dengan
tumbuhan lebih tinggi adalah bahwa kultur sel itu memungkinkan seleksi langsung untuk
memperoleh fenotipe baru dari sejumlah besar populasi sel yang ditumbuhkan pada kondisi
tertentu dan dari segi fisiologis dan perkembangan bersifat seragam. Jutaan sel, masing – masing
mempunyai potensi untuk menjadi tumbuhan dapat dikulturkan dalam satu cawan petri.
Berbagai metoda telah dikembangkan dan digunakan untuk membuat tanaman transgenik,
termasuk diantaranya penggunaan plasmid Ti dengan Agrobacterium tumefaciens. Metoda lain
yang juga telah dikembangkan adalah metoda gen transfer menggunakan kloroplas, mikroinjeksi
DNA, elektroforasi, penembakkan dengan mikroproyektil (Uchimiya, 1989)
Agrobacterium tumefacien efektif digunakan sebagai sistim transfer gen tanaman dikotil,
meskipun tidak semua tanaman dikotil menunjukkan respon yang sama terhadap sistim
tranformasi ini. Kedelai misalnya termasuk spesies tanaman yang sulit direkayasa dengan
Agrobacterium. Kekurangan yang mencolok dalam sistim ini adalah kesulitan dengan tanaman
monokotil, terutama golongan serelia seperti : padi, jagung, gandum dan lain – lain yang tidak
dapat ditransformasi dengan Agrobacterium (Wu, 1990).
Teknik – teknik gen transfer berkembang dengan cepat dan terus disempurnakan. Dalam
beberapa tahun terakhir, gen transfer pada tanaman sudah merupakan kegiatan rutin yang
dilakukan di beberapa laboratorium di dunia. metoda yang efisien dalam mengklon gen, teknik
transformasi, regenerasi tanaman, ketersediaan konstruksi – konstruksi gen baru, sistim vektor
yang terus dikembangkan, promotor yang spesifik untuk organ tertentu untuk ekspresi gen
adalah faktor – faktor yang berperan dalam memproduksi tanaman transgenik.
Pada awalnya, gen yang banyak dipakai dalam transfer tanaman adalah gen – gen reporter yang
fungsinya lebih banyak untuk uji pengembangan teknik transfer itu sendiri, atau mempelajari
kemampuan sekuens pengendali dalam mengendalikan ekspresi suatu gen di dalam sel tanaman.
Kemudian terus dikembangkan transfer klon gen yang mengendalikan karakter – karakter yang
mempunyai nilai ekonomis sejalan dengan tersedianya klon gen tersebut. Karakter – karakter
tersebut diantaranya adalah gen untuk ketahanan terhadap serangga, gen untuk ketahanan
terhadap penyakit virus dan bakteri, gen ketahanan terhadap herbisida, toleransi terhadap
salinitas, kekeringan dan peningkatan kualitas nutrisi.
Tabel 1. Beberapa vektor kloning dan penggunaannya
Penggunaan Vektor *)
1 2 3 4 5 6
Mengklon fragmen besar
Kontruksi pustaka genom
Konstruksi pustaka cDNA
Sub cloning rutin
Pembuatan konstruksi
Vektor ekspresi
Sekuensing
Probe utas tunggal
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
*) 1 = Plasmid prokariotik
2 = Bakterifage lamda
3 = Kosmid
4 = Filamentous fage
5 = Virus eukariot
6 = Plasmid eukariot
Program pemuliaan tanaman pertanian untuk ketahanan terhadap virus telah banyak dilakukan.
Target dari sifat resistensi tersebut menurut Hull (1990) dapat dikelompokkan kedalam : (1)
memberikan resistensi terhadap transmisi, (2) resistensi untuk pekembangan penyakit
(pencegahan replikasi virus, penyebaran virus, dan lokalisasi infeksi dengan atau tanpa
nekrosis)., (3) resistensi terhadap perkembangan gejala penyakit (toleran).
Perkembangan teknologi rekombinan DNA telah memberikan harapan baru dalam mengatasi
masalah virus tanaman. Pada tahun 1985, Sanford dan Johston memperkenalkan suatu konsep
baru penggunaan teknik rekayasa genetik dalam mengembangan resistensi terhadap
mikroorganisme, dimana gen yang sudah dimodifikasi dari suatu patogen dapat memberikan
resistensi tanaman dengan menganggu proses hidup patogen tersebut.
Sampai saat ini ada tiga bentuk resistensi non – konvensional terhadap virus yang telah
dikembangkan yaitu : (1) penggunaan sekuens RNA satelit, Sekuens RNA antisens dan gen
penyandi protein pembungkus virus. (virus coat protein gen – gen VCP).
Perkembangan teknologi rekombinan DNA juga memungkinkan dilakukannya manipulasi
rekayasa genetik untuk mendapatkan tanaman yang toleran terhadap herbisida sehingga dapat
meningkatkan keselamatan dan produksi tanaman. Menurut Oxtoby dan Hughes (1990), metoda
untuk merekayasa resistensi tanaman terhadap herbisida dapat dibedakan ke dalam dua
kelompok pendekatan yaitu : (1) merubah tingkat sensitifitas dari enzim yang merupakan target
herbisida dalam tanaman yakni dengan memanfaatkan gen mutan yang timbul spontan dialam
dan mengintroduksi gen tersebut kedalam genom kloroplast, (2) Mengintroduksi gen pengkode
enzim yang dapat menetralisir (menghilangkan) sifat racun herbisida dalam tanaman seperti
enzim oksidase, amilase dan decarboxylase.
Teknologi rekombinan DNA dapat juga digunakan untuk merakit tanaman yang resisten
terhadap serangga hama yakni dengan memanfaatkan bakteri Bacillus thuringiensis yang
merupakan jenis bakteri yang mampu menghasilkan suatu protein kristal yang bersifat racun
terhadap serangga. Aktifitas bioinsektisida dari Bacillus thuringiensis ini spesifik terhadap
spesies serangga tertentu dan tidak toksik terhadap hewan (Spear, 1987). Lebih dari 3.000 isolat
alami Bacillus thuringiensis yang diseleksi oleh Genetic System N.V. Belgium, hampir
semuanya dilaporkan meracun terhadap larva berbagai Lepidoptera dan 5 larva Coleoptera
(Dekeyser, 1991).
Gen penghasil toksin pada Bacillus thuringiensis di klon dan di tranfer ke tanaman budidaya
yang banyak diusahakan. Menurut Dekeyser (1991) tanaman tembakau, tomat dan kentang
transgenik yang mengandung gen toksin Bacillus thuringiensis memperlihatkan resistensi
terhadap serangan serangga hama.
Pengendalian Biologi
Pengendalian biologi yang terjadi secara alami di alam yang dapat menekan perkembangan
serangan penyakit tanaman jarang dapat dijelaskan bagaimana mekanisme pengendaliaanya.
Kemajuan penelitian dibidang ini berjalan lambat, karena harus menunggu tersediannya
pengetahuan dasar mengenai perilaku dan sifat populasi campuran di dalam tanah dan
dipermukaan tanaman. Walaupun demikian, ada beberapa sistim pengendalian biologi yang telah
dikembangkan dengan memanfaatkan bioteknologi.
Sifat antagonis jamur Trichoderma sp telah diteliti sejak lama. Inokulasi Trichoderma lignorum
ke dalam tanah dapat menekan serangan penyakit layu yang menyerang di pesemaian, hal ini
disebabkan oleh adanya pengaruh toksin yang dihasilkan jamur ini yang dapat diisolasi dari
biakan yang ditumbuhan di dalam petri. Spesies lain dari jamur ini telah diketahui bersifat
antagonistik atau parasitik terhadap jamur patogen tular tanah yang banyak menimbulkan
kerugian pada tanaman pertanian Tahun 1972, Well dan kawan – kawan melaporkan bahwa
dengan pemberian inokulum Trichoderma harzianum dengan perbandingan inokulum dengan
tanah 1 : 10 v/v dapat mengendalikan penyakit busuk batang dan busuk akar yang disebabkan
oleh jamur Sclerotium rolfsii. Pada tahun 1975, Backman, Rodrigues – Kabana mengembangkan
penelitian tentang pemanfaatan inokulum jamur antagonis ini yang dicampurkan dengan tanah
diatomae yang dilumuri larutan tetes (molase) 10 % untuk membantu pertumbuhan Trichoderma
harzianum . Inokulum jamur ini ternyata dapat mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh
Sclerotium rolfsii di lapangan dengan butiran tanah diatomae sebanyak 140 kg/ha sebagai
inokulum, yang hasilnya sebanding dengan perlakuan yang menggunakan pestisida kimia
(Sinner cit Hinggis,1985)
Jamur Trichoderma harzianum dapat mengendalikan penyakit layu semai pada kacang buncis
dan kol pada kondisi rumah kaca, tetapi hasilnya belum mantap untuk skala lapangan. Jamur
Trichoderma hamatum dilaporkan juga dapat menghambat serangan jamur Rhizoctonia solani
dan Phytium sp yang menyerang persemaian tanaman kapri dan lobak.
Jamur Fomes annosus dari kelompok Basidiomycetes yang menyebabkan penyakit busuk pada
inti kayu pada pohon jarum (Picea abies) dapat ditekan serangannya dengan menginokulasikan
jamur antagonis Peniophora gigentea. Jamur antogonis ini dapat mengkolonisasi tunggul
sehingga mencegah terjadinya pembusukan pada kayu inti.
Kelompok bakteri dari Genus Agrobacterium dan Pseudomonas banyak dimanfaatkan sebagai
agen pengendalian biologi. Tidak semua spesies dari genus Agrobacterium merupakan bakteri
patogen. Banyak strain yang diisolasi dari dalam tanah diketahui merupakan strain antagonis
yang dapat menghambat pertumbuhan strain patogen. Kedua strain ini dapat diketahui apakah
bersifat patogen atau antagonis dengan melakukan uji patogenisitas pada tanaman inang. Di
dalam tanah di sekeliling perakaran tanaman yang sakit, perbandingan kedua strain ini sangat
tinggi tetapi pada perakaran tanaman yang sehat perbandinganya rendah sekali (Skinner cit.
Hinggins, 1985).
Bakteri Agrobacterium radiobacter strain K- 84 dapat menghasilkan senyawa antibiotik Agrosin
84 yang mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen Agrobacterium tumefacient penyebab
penyakit Crown Gall pada tanaman persik dan mawar. Strain K – 84 ini mengandung plasmid
kecil yang menyandikan produksi agrosin dan plasmid besar yang menyandikan penggunaan
nonpalin yang merupakan asam amino tipe opin yang hanya terdapat dalam jaringan Crown Gall.
Dari percobaan laboratorium didapatkan bahwa bakteri patogen yang resisten terhadap agrosin
ini dapat muncul karena adanya konjugasi antara strain – 84 dan strain patogen. Selama
konjugasi, kedua plasmid dari strain – 84 berpindah secara bebas, sedangkan plasmid Ti pada
patogen, pada sel penerima dapat muncul atau tidak. Dari enam kemungkinan transkonjugan,
tiga mengandung plasmid Ti, dua mengandung plasmid kecil yang bersandikan produksi Agrosin
– 84. Dengan cara manipulasi genetik dapat dikembangkan strain 84 yang tidak dapat melakukan
konjugasi dengan patogen atau mengembangkan strain patogenik penghasil agrosin.
Tabel 1. Beberapa contoh agen hayati yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan penyakit
tanaman (Wipps, 1977)
Agen hayati Patogen sasaran Penyakit/ Inang
Kelompok bakteri
Agrobacterium radiobacter
Bacillus subtilis
Pseudomonas cepacia
P. fluorescens
Ralstonia solanacearum
(strain avirulen)
Kelompok jamur
Trichoderma viridae
Trichoderma harzianum
Peniophora gigentea
F. oxysporum (non patogen)
Gliocladium virens
Phytium oligandrum
Agrobacterium tumefaciens
Rizoctonia solani, Phytium
.sp, Fusarium spp
Fusarium spp, R.. solani
F. oxysporum
Ralstonia solanacearum strain
virulen
Fusarium, spp; Phytium spp,
R. solani
Fusarium, spp; Phytium spp,
R. solani
Heterobasidon annosum
F. oxysporum f.sp. batatas
P. ultimum, R. solani
P. ultimum
Crown gall / Rose, Apel
dan Pear
Rebah semai / Padi,
Kapas dan Legum
Rebah semai / Kapas
Jagung dan sayuran
Layu dan rebah semai /
sayuran
Layu/ Tomat, kentang
Busuk akar/rebah
semai, layu/ sayuran
Busuk akar/ layu/
sayuran
Busuk batang dan akar
cemara
Layu fusarium/ubi jalar
Rebah semai/ sayuran
Rebah semai/ bet gula
Penambatan Nitrogen Nitrogen adalah unsur yang diperlukan untuk membentuk senyawa penting di dalam sel,
termasuk protein, DNA dan RNA. Tanaman harus mengekstraksi kebutuhan nitrogennya dari
dalam tanah. Sumber nitrogen yang terdapat dalam tanah, makin lama makin tidak mencukupi
kebutuhan tanaman, sehingga perlu diberikan pupuk sintetik yang merupakan sumber nitrogen
untuk mempertinggi produksi. Keinginan menaikkan produksi tanaman untuk mencukupi
kebutuhan pangan, berakibat diperlukannya pupuk dalam jumlah yang banyak. Industri pupuk
yang ada belum dapat memenuhi kebutuhan pupuk yang semakin meningkat. Untuk itu perlu
dicari pupuk nitrogen alternatif dan rekayasa gen hijau kelihatannya dapat memberikan harapan
untuk memenuhi kebutuhan pupuk di masa yang akan datang.
Udara yang menyelubungi bumi mengandung gas nitrogen sebanyak 80 %, sebahagian
besar dalam bentuk N2 yang tidak dapat dimanfaatkan. Tanaman dan kebanyakan mikroba tidak
mempunyai cara untuk mengikat nitrogen menjadi senyawa dalam selnya. Tanaman dan
mikroba umumnya mendapatkan nitrogen dari senyawa seperti ammonium (NH4+) dan nitrat
(NO3-). Untuk memanfaatkan nitrogen dalam bentuk gas, pakar bioteknologi memusatkan
perhatiannya pada hubungan antara tanaman dengan jenis mikroba tertentu yang dapat
menambat nitrogen dari udara dan menyusun atom nitrogen kedalam molekul ammonium, nitrat,
atau senyawa lain yang dapat digunakan oleh tumbuhan (Prentis, 1984).
Tanaman kacang-kacangan seperti buncis, kedelai, akarnya mempunyai bintil – bintil
berisi bakteri yang mampu menambat nitrogen udara, sehingga nitrogen tanah yang telah diserap
tanaman dapat diganti. Simbiosis antara tanaman dan bakteri saling menguntungkan untuk
kedua pihak. Bakteri mendapatkan zat hara yang kaya energi dari tanaman inang sedangkan
tanaman inang mendapatkan senyawa nitrogen dari bakteri untuk melangsungkan kehidupannya.
Bakteri penambat nitrogen yang terdapat didalam akar kacang-kacangan adalah jenis
bakteri Rhizobium. Bakteri ini masuk melalui rambut-rambut akar dan menetap dalam akar
tersebut dan membentuk bintil pada akar yang bersifat khas pada kacang – kacangan. Belum
diketahui sepenuhnya bagaimana rhizobium masuk melalui rambut – rambut akar, terus ke dalam
badan akar dan selanjutnya membentuk bintil – bintil akar.
Tabel 3. Beberapa spesies Rhizobium dan tanaman simbiosanya
Spesies Rhizobium Tanaman simbiosanya
R. leguminasorum
R. phaseoli
R. trifolii
R. melioti
R. lupini
R. japonicum
Rhizobium. spp
Pea (Pisum spp), lentil ( Lens culinaris)
Kacang buncis (Phaseolus vulgaris)
Clover ( Trifolium subteranim)
Alfafa (Medicago sativa)
Lupin (Lupinus, spp)
Kedelai ( Glycine max)
Cowpea (Vigna, spp), kacang tanah
(Desmodium spp)
Untuk menambat nitrogen, bakteri ini menggunakan enzim nitrogenase, dimana enzim ini
akan menambat gas nitrogen di udara dan merubahnya menjadi gas amoniak. Gen yang
mengatur proses penambatan ini adalah gen nif (Singkatan nitrogen – fixation). Gen – gen nif ini
berbentuk suatu rantai , tidak terpencar kedalam sejumlah DNA yang sangat besar yang
menyusun kromosom bakteri, tetapi semuanya terkelompok dalam suatu daerah. Hal ini
memudahkan untuk memotong bagian untaian DNA yang sesuai dari kromoson Rhizobium dan
menyisipkanya ke dalam mikroorganisme lain (Prentis, 1984). Dengan rekayasa genetik telah
berhasil ditransfer gen nif dari bakteri Rhizobium kedalam bakteri Escherechia coli , sehingga E.
coli mampu untuk menambat nitrogen. Dalam percobaan ini tidak menggunakan gen Rhizobium,
tetapi gen nif yang berasal dari Klebsiella pneumoniae, yang merupakan bakteri tanah yang
hidup bebas pada tanaman inang. Bakteri ini mempunyai lebih kurang 17 gen nif dan gen nif ini
dapat ditransfer ke bakteri lain. Fenomena ini memberi harapan di masa yang akan datang untuk
mentransfer gen – gen tadi ke dalam gen bakteri yang terdapat diperakaran gandum dan padi-
padian yang diketahui tidak dapat menambat nitrogen.
Suatu harapan yang menarik adalah usaha untuk menyisipkan gen nif secara langsung
kedalam tanaman, tanpa melibatkan mikroba penambat nitrogen, seperti yang telah dilakukan
pada gen insulin pada manusia kedalam bakteri E. coli. Dalam masalah ini telah dicapai
kemajuan yang cukup besar dengan memanfaatkan vektor eukariotik, yaitu potongan yang dapat
menjadi jembatan masuknya DNA asing ke dalam sel eukariotik, dalam hal ini adalah bakteri
Agrobacterium tumefasiens penyebab crown gall yang mempunyai plasmid Ti (Tumor inducing
plasmid) yang dapat merangsang sel inang untuk tumbuh secara luas biasa.
Penelitian terhadap Rhizobium yang berasosiasi dengan kedelai mengungkapkan bahwa
banyak diantara bakteri ini yang mengandung gen hup (gen penyerap nitrogen). Gen ini
berfungsi untuk mendaur ulang gas nitrogen kembali ke sistim nitrogenase yang menambat
nitrogen. Jadi memanfaatkan energi pada hidrogen yang apabila tidak dimanfaatkan oleh
tumbuhan, energi ini akan hilang.
Penggunaan langsung hasil penelitian ini adalah dengan mengintroduksi gen hup
kedalam strain Rhizobium yang tidak mempunyai gen ini. Gen hup pada strain Rhizobium yang
lain terdapat pada plasmida, apabila plasmida pembawa hup ini terdapat pada Rhizobium, maka
plasmid pembawa gen ini dapat ditransfer dari satu strain ke strain lain.
Gen lain yang menjadi perhatian pakar rekayasa genetik adalah gen osm, yang
mempunyai kaitan dengan kemampuan tumbuhan untuk menahan tekanan - tekanan
(stres) dari lingkungannya, seperti : tidak adanya air, temperatur yang panas atau dingin, dan
kadar garam di dalam tanah yang tinggi. Semua faktor ini mengakibatkan air dalam sel
tumbuhan dipaksa masuk atau keluar dengan proses osmosis. Banyak lahan di seluruh dunia
tidak dapat dimanfaatkan untuk pertanian karena adanya faktor pembatas seperti : suhu yang
rendah, tidak tersedianya air dan kandungan garam yang tinggi. Sasaran untuk masa yang akan
datang adalah mengintroduksikan gen osm ke dalam tanaman budidaya dengan tujuan untuk
membuka lahan tandus yang luas untuk pertanian (Prentis, 1984)
Tumbuhan yang nilai ekonominya yang rendah seperti gulma, sering memperlihatkan
ketahanan terhadap faktor – faktor lingkungan yang tidak menguntungkan.
Rhizobakteria Rhizobakteria merupakan kelompok bakteri yang hidup dan berkembang di daerah rizofer
tanaman. Kelompok rhizobakteria ini diketahui dapat merangsang pertumbuhan tanaman
sehingga produksi tanaman dapat meningkat. Hellriegel dan Wilfarth (1889) merupakan peneliti
pertama yang melaporkan manfaat dari kelompok bakteri ini dalam meningkatkan pertumbuhan
dan produksi tanaman kacang – kacangan, sejak saat itu berkembanglah penelitian – penelitian
untuk mencari mikroorganisme yang dapat meningkatkan produksi tanaman
Beberapa kelompok bakteri yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi
tanaman adalah : (a) Rhizobium (bakteri penambat N2 yang bersimbiosis dengan kacang –
kacangan, (b) Azotobakter, Azospirillum (bakteri penambat N2 yang tidak bersimbiosis dengan
tanaman, (c) Bacillus subtilis, B. polymixa (bakteri penghasil senyawa yang dapat melarutkan
fosfat tanah), (d) Clostridium dan (e) Pseudomonas fluorescens dan P. putia.
Beberapa keuntungan dengan memanfaatkan kelompok mikroorganisme ini adalah : (a)
tidak mempunyai bahaya atau efek sampingan, (b) Efisiensi penggunaan yang dapat
ditingkatkan sehingga bahaya pencemaran lingkungan dapat dihindari, (c) harganya yang relatif
murah, dan (d) Teknologinya yang sederhana. Pemanfaatan kelompok mikroorganisme ini telah
diterapkan di negara – negara maju dan beberapa negara berkembang.
Potensi penggunaan rizobakteria sebagai inokulan telah banyak mendapat perhatian dari
pakar mikrobiologi tanah dan penyakit tanaman, karena sifat dari rizobakteria ini sangat agresif
dalam mengkolonisasi akar menggantikan tempat mikroorganisme yang dapat menimbulkan
penyakit pada tanaman. (Burr, 1978). Hubungan antara tanaman dan mikroorganisme terjadi di
daerah rizosfer, mikroorganisme dapat hidup dari substrak yang dikeluarkan oleh tanaman
melalui akar ataupun tanaman yang mati, disamping itu dapat juga merangsang pengeluaran
unsur hara dari akar (Vancura, 1964), dapat menghasilkan senyawa – senyawa yang
mempercepat pertumbuhan (Bowen dan Rovira, 1961).
Mikoriza Vesikular – Arbuskular
Mikoriza Vesikular – Arbuskular (MVA) merupakan asosiasi antara jamur tertentu
dengan akar tanaman membentuk jalinan interaksi yang komplek. Peranan MVA dalam
meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman telah banyak dilaporkan dan dari hasil
penelitian belakangan ini banyak laporan yang memuat aplikasi dan usaha produksi inokulan
MVA yang diusahakan secara komersil.
Berdasarkan struktur dan cara jamur menginfeksi akar, mikoriza dapat dikelompokan
menjadi Ektomikoriza (jamur yang menginfeksi tidak masuk ke dalam sel akar tanaman dan
hanya berkembang diantara dinding sel jaringan korteks, akar yang terinfeksi membesar dan
bercabang), Endomikoriza (Jamur yang menginfeksi masuk ke dalam jaringan sel korteks dan
akar yang terinfeksi tidak membesar).
Peranan penting MVA dalam pertumbuhan tanaman adalah kemampuannya untuk
menyerap unsur hara baik makro maupun mikro. Selain itu akar yang mempunyai mikoriza
dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan yang tidak tersedia bagi tanaman. Hifa
eksternal pada mikoriza dapat menyerap unsur fosfat dari dalam tanah, dan segera diubah
menjadi senyawa polifosfat. Senyawa polifosfat kemudian dipindahkan ke dalam hifa dan
dipecah menjadi fosfat organik yang dapat diserap oleh sel tanaman. Efisiensi pemupukan P
sangat jelas meningkat dengan penggunaan mikoriza. Hasil penelitian Mosse (1981)
menunjukkan bahwa tanpa pemupukan TSP, produksi singkong pada tanaman yang tidak
bermikoriza kurang dari 2 gr, sedangkan pada tanaman bermikoriza hampir 4 gr (Tabel. 4).
Tanaman yang mempunyai mikoriza cenderung lebih tahan terhadap kekeringan
dibandingkan dengan tanaman yang tidak mempunyai mikoriza. Rusaknya jaringan kortek
akibat kekeringan dan matinya akar tidak permanen pengaruhnya pada akar yang bermikoriza.
Setelah priode kekurangan air, akar yang bermikoriza akan cepat kembali normal. Hal ini
disebabkan karena hifa jamur mampu menyerap air yang ada pada pori – pori tanah saat akar
tanaman tidak mampu lagi menyerap air. Penyerapan hifa yang sangat luas di dalam tanah
menyebabkan jumlah air yang diambil akan meningkat.
Akar tanaman yang terbungkus oleh mikoriza akan menyebabkan akar tersebut terhindar
dari serangan hama dan penyakit. Infeksi patogen akar akan terhambat, disamping itu mikoriza
akan menggunakan semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya, sehingga tercipta
lingkungan yang tidak cocok bagi pertumbuhan patogen. Dipihak lain, jamur mikoriza ada yang
dapat melepaskan antibiotik yang dapat mematikan patogen. Mikoriza dapat mengurangi
perkembangan penyakit busuk akar yang disebabkan oleh Phytopthora cinamomi dan dapat juga
menekan serangan nematoda bengkak akar (Max, 1982). Beberapa hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa jamur mikoriza dapat menghasilkan hormon seperti sitokinin, giberalin dan
vitamin.
Teknologi Kompos Bioaktif Salah satu masalah yang sering ditemui ketika menerapkan pertanian organik adalah
kandungan bahan organik dan status hara tanah yang rendah. Petani organik mengatasi masalah
tersebut dengan memberikan pupuk hijau atau pupuk kandang. Kedua jenis pupuk itu adalah
limbah organik yang telah mengalami penghacuran sehingga menjadi tersedia bagi tanaman.
Limbah organik seperti sisa-sisa tanaman dan kotoran binatang ternak tidak bisa langsung
diberikan ke tanaman. Limbah organik harus dihancurkan/dikomposkan terlebih dahulu oleh
mikroba tanah menjadi unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman. Proses pengkomposan alami
memakan waktu yang sangat lama, berkisar antara enam bulan hingga setahun sampai bahan
organik tersebut benar-benar tersedia bagi tanaman.
Proses pengomposan dapat dipercepat dengan menggunakan mikroba penghancur
(dekomposer) yang berkemampuan tinggi. Penggunaan mikroba dapat mempersingkat proses
dekomposisi dari beberapa bulan menjadi beberapa minggu saja. Di pasaran saat ini banyak
tersedia produk-produk biodekomposer untuk mempercepat proses pengomposan, misalnya:
SuperDec, OrgaDec, EM4, EM Lestari, Starbio, Degra Simba, Stardec, dan lain-lain.
Kompos bioaktif adalah kompos yang diproduksi dengan bantuan mikroba
lignoselulolitik unggul yang tetap bertahan di dalam kompos dan berperan sebagai agensia hayati
pengendali penyakit tanaman. SuperDec dan OrgaDec, biodekomposer yang dikembangkan oleh
Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI), dikembangkan berdasarkan
filosofi tersebut. Mikroba biodekomposer unggul yang digunakan adalah Trichoderma
pseudokoningii , Cytopaga sp, dan fungi pelapuk putih. Mikroba tersebut mampu mempercepat
proses pengomposan menjadi sekitar 2-3 minggu. Mikroba akan tetap hidup dan aktif di dalam
kompos. Ketika kompos tersebut diberikan ke tanah, mikroba akan berperan untuk
mengendalikan organisme patogen penyebab penyakit tanaman.
Biofertilizer
Petani organik sangat menghindari pemakaian pupuk kimia. Untuk memenuhi kebutuhan
hara tanaman, petani organik mengandalkan kompos sebagai sumber utama nutrisi tanaman.
Sayangnya kandungan hara kompos rendah. Kompos matang kandungan haranya kurang lebih :
1.69% N, 0.34% P2O5, dan 2.81% K. Dengan kata lain 100 kg kompos setara dengan 1.69 kg
Urea, 0.34 kg SP 36, dan 2.18 kg KCl. Misalnya untuk memupuk padi yang kebutuhan haranya
200 kg Urea/ha, 75 kg SP 36/ha dan 37.5 kg KCl/ha, maka membutuhkan sebanyak 22 ton
kompos/ha. Jumlah kompos yang demikian besar ini memerlukan banyak tenaga kerja dan
berimplikasi pada naiknya biaya produksi.
Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan maupun penyerapan
unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman, yaitu Nitrogen (N), fosfat (P), dan
kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba. Hara N tersedia melimpah di udara. Kurang
lebih 74% kandungan udara adalah N. Namun, N udara tidak dapat langsung dimanfaatkan
tanaman. N harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman.
Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas. Mikroba penambat
N simbiotik antara lain : Rhizobium sp yang hidup di dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan
( leguminose ). Mikroba penambat N non-simbiotik misalnya: Azospirillum sp dan Azotobacter
sp. Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja,
sedangkan mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman.
Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut
fosfat (P) dan kalium (K). Tanah pertanian kita umumnya memiliki kandungan P cukup tinggi
(jenuh). Namun, hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi tanaman, karena terikat pada mineral liat
tanah. Di sinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral
liat dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P,
antara lain: Aspergillus sp, Penicillium sp, Pseudomonas sp dan Bacillus megatherium. Mikroba
yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam
melarutkan K.
Kelompok mikroba lain yang juga berperan dalam penyerapan unsur P adalah Mikoriza
yang bersimbiosis pada akar tanaman. Setidaknya ada dua jenis mikoriza yang sering dipakai
untuk biofertilizer, yaitu: ektomikoriza dan endomikoriza. Mikoriza berperan dalam melarutkan
P dan membantu penyerapan hara P oleh tanaman. Selain itu tanaman yang bermikoriza
umumnya juga lebih tahan terhadap kekeringan. Contoh mikoriza yang sering dimanfaatkan
adalah Glomus sp dan Gigaspora sp.
Beberapa mikroba tanah mampu menghasilkan hormon tanaman yang dapat merangsang
pertumbuhan tanaman. Hormon yang dihasilkan oleh mikroba akan diserap oleh tanaman
sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat atau lebih besar. Kelompok mikroba yang mampu
menghasilkan hormon tanaman, antara lain: Pseudomonas sp dan Azotobacter sp. Mikroba-
mikroba bermanfaat tersebut diformulasikan dalam bahan pembawa khusus dan digunakan
sebagai biofertilizer. Hasil penelitian yang dilakukan oleh BPBPI mendapatkan bahwa
biofertilizer setidaknya dapat mensuplai lebih dari setengah kebutuhan hara tanaman.
Biofertilizer yang tersedia di pasaran antara lain: Emas, Rhiphosant, Kamizae, OST dan
Simbionriza
.
Jenis-jenis Mikroorganisme yang Dimanfaatkan untuk Meningkatkan Produk Pangan
No. Bahan Pangan Mikroorganisme Golongan Produk
1 Susu
Lactobacillus bulgaricus
Streptococcus
termophillus
Streptococcus lactis
Panicillium requiforti
Propioni bacterium
Lactobacillus casei
Bakteri
Bakteri
Bakteri
Jamur
Bakteri
Bakteri
Yoghurt
Yoghurt
Mentega
Keju
Keju Swiss
Susu asam
2 Kedelai
Rhizopus oligosporus
Rhizopus stoloniferus
Rhizopus oryzae
Aspergillus oryzae
Jamur
Jamur
Jamur
Jamur
Tempe
Tempe
Tempe
Kecap
3 Kacang tanah Neurospora sitophyla Jamur Oncom
4 Beras
Saccharomyces
cereviseae
Endomycopsis
fibulegera
Jamur
Jamur Tape Ketan
5 Singkong
Saccharomyces
elipsoides
Endomycopsis
fibulegera
Jamur
Jamur Tape singkong
6 Air kelapa Acetobacter xylinum Bakteri Nata de coco
7 Tepung gandum Saccharomyces
elipsoides Jamur Roti
8 Kubis Enterobacter sp. Bakteri Asinan
9 Padi-padian atau umbi-
umbian
Saccharomyces
cereviseae
Saccharomyces
caelsbergensis
Jamur Minuman
beralkohol
10 Mikroorganisme Spirulina
Chlorella
Alga bersel
satu
Protein sel
tunggal
Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Bioteknologi http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/03112/u_khairul.htm http://www.ipard.com/art_perkebun/feb21-05_isr-I.asp http://firman94.multiply.com/journal/item/75
Recommended