View
202
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
29
RISET FORMULASI PENGENTAL PENCAPAN TEKSTIL DARI POLISAKARIDA RUMPUT LAUT
ABSTRAK
Untuk mengetahui kemampuan natrium alginat produk dalam negeri sebagai bahan pengental pada pencapan batik, telah dilakukan serangkaian percobaan dan pencapan. Tahap awal telah dilakukan uji bahan baku alginat hasil ekstraksi dari Sargassum filipendula dan alginat komersial yaitu Manutex RS. Hasil analisis mutu alginat hasil ekstraksi menunjukkan viskositas 232 cps (konsentrasi 1,5 % b/v), pH 6,7, kadar air 6,21%, kadar abu 24, 47%, derajat putih 22,45%, zat tak larut 2,1 %, sedangkan hasil analisis mutu manutex RS menunjukkan viskositas 100 cps (konsentrasi 1,5 % b/v), pH 7,22, kadar air 10,41%, kadar abu 32, 82%, derajat putih 29,50%, zat tak larut 1,23%. Kemudian dilakukan uji penyimpanan larutan alginat hasil ekstraksi dan larutan Manutex RS pada konsentrasi 3 % selama 5 hari untuk melihat kestabilan pengental. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa larutan alginat hasil ekstraksi maupun larutan manutex RS sama-sama stabil selanjutnya dilakukan aplikasi alginat hasil ekstraksi sebagai pengental pada pencapan bahan batik dari bahan kain selulosa dengan variasi konsentrasi 2,0%, 2,5%, 3,0% dan 3,5% dengan zat pewarna reaktif, sedangkan untuk manutex RS konsentrasinya 3,0%. Pengujian yang dilakukan meliputi ketajaman motif, ketuaan warna, kekakuan kain, ketahanan luntur warna terhadap gosokan dan pencucian. Dari hasil pengujian tersebut diketahui bahwa alginat hasil ekstraksi konsentrasi 2,5% sudah memenuhi mutu Manutex RS sebagai bahan pengental pada pencapan batik.
30
PENDAHULUAN
Dua per tiga wilayah Indonesia merupakan wilayah laut yang
memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah baik dari
sumberdaya hayati yang mampu diperbaharui, maupun sumberdaya
nonhayati, energi kelautan dan jasa-jasa kelautan yang sampai sekarang
belum secara optimal dimanfaatkan. Salah satu sumberdaya hayati yang
dapat dimanfaatkan adalah rumput laut.
Rumput laut merupakan salah satu komoditi ekspor Indonesia
untuk memasok pasar internasional. Keadaaan alam Indonesia sebagai
negara kepulauan dengan perairan yang luas memiliki potensi
sumberdaya alam yang cukup besar. Potensi ini perlu dimanfaatkan untuk
mendapatkan nilai tambah yang lebih. Industri pengolahan rumput laut
merupakan cara untuk memanfaatkan sumberdaya alam rumput laut kita.
Salah satu hasil pengolahan rumput laut yang sangat diperlukan
untuk industri adalah alginat yang banyak dihasilkan dari rumput laut
coklat. Tingginya kebutuhan alginat untuk industri-industri seperti tekstil,
pangan, obat-obatan, kosmetika dan lain sebagainya di dunia tidak
dibarengi dengan produksi yang melimpah pula. Saat ini produsen alginat
hanya terpusat di beberapa negara saja, diantaranya Amerika, Norwegia,
Jepang dan Prancis (www.FAO/UNDP/RAS.com, 8 Maret 2005). Di
Indonesia industri rumput laut yang memproduksi alginat masih dapat
dihitung dengan jari, sementara kebutuhan alginat dalam negeri dipenuhi
dengan impor.
Rumput laut penghasil alginat (alginofit) terutama Macrocystis,
Laminaria, Aschophyllum, Nerocystis, Eklonia, Fucus dan Sargassum
biasanya hidup di perairan subtropis. Di perairan tropis termasuk
Indonesia terdapat jenis-jenis seperti Sargassum, Turbinaria, Padina,
Dictyota. Jenis rumput laut alginofit yang banyak ditemukan dan tersebar
luas di Indonesia adalah Sargassum dan Turbinaria. Jenis-jenis rumput
laut yang tumbuh secara alami dan berlimpah pada musim tertentu di
31
beberapa wilayah perairan Indonesia diantaranya adalah Sargassum sp,
Hypnea sp, Entermorpha sp dan Ulva sp (Anggadiredja et al., 1996).
Dalam dunia industri dan perdagangan, algin dikenal dalam bentuk
asam alginik atau alginat. Asam alginik merupakan suatu getah yang
disebut juga gum alami (getah selaput/membran mucilage) , sedangkan
alginat adalah bentuk garam dari asam alginik. Gum alami tersebut
merupakan suatu polisakarida yang disebut phycocolloid (Yunizal, 2004).
Alginat
Alginat adalah istilah umum untuk senyawa dalam bentuk garam
dan turunan asam alginat (Glicksman, 1983). Natrium alginat digambarkan
sebagai produk dari karbohidrat yang telah dipurifikasi, diekstraksi dari
alga laut coklat dengan garam alkali. Gambaran tersebut di atas sama
dengan didefinisikan dalam Food Chemicals Codex (1981). Menurut
Merck Index (1976), algin merupakan polisakarida berbentuk gel yang
diekstraksi dari alga laut coklat atau dari gulma lumut laut.
Menurut Food Chemicals Codex (1981), rumus molekul natrium
alginat adalah (C6H7O6Na)n. garam Natrium dari asam alginat berwarna
putih sampai dengan kekuningan, berbentuk tepung atau serat, hampir tak
berbau dan berasa. Larut dalam air dan mengental (larutan koloid), tidak
larut dalam alkohol dan larutan hidroalkoloid dengan kandungan alkohol
lebih dari 30 %, dan tidak larut dalam khloroform, eter dan asam dengan
pH kurang dari 3.
Struktur Alginat
Pada tahun 1930, Cretcher dan Nelson berhasil menemukan
bahwa asam alginat merupakan komponen organik yang tersusun dari
polimer asam D-mannuronat (Chapman dan Chapman, 1980). Selanjutnya
pada tahun 1955 dengan menggunakan teknik kromatografi kertas Fischer
dan Dorfel menemukan adanya asam L-guluronat dan asam D-
mannuronat pada asam alginat. Pada tahun 1960 dengan menggunakan
32
prosedur hidrolisis asam parsial, Vincent mengisolasi asam guluronat dan
asam mannuronat dari berbagai oligosakarida. Hal ini ditegaskan oleh
Hirst et al., (1964) dalam King (1983), dengan menggunakan metode
hidrolisis asam parsial mengurai asam alginat dan mengisolasi crystalin
mannosylgulose. Oleh karena itu dinyatakan bahwa asam alginat
merupakan poliguluronan yang mengandung asam D-mannuronat dan L-
guluronat dengan ikatan β 1-4.
O O
H H OH H OH
OH OH OH OH
OH H OH H
H H H H
Asam ß – D – mannuronat Asam α – L - guluronat
Gambar 1. Struktur Molekul –D-manuronat dan –L- guluronat
- G – G – G – G – G - - M – M – M – M – M -
Poliguluronat Polimanuronat
Gambar 7. Struktur kimia polimer asam alginat (Sand 1982; King 1983; Onsoyen 1992; Winarno 1996).
Sifat Fisiko Kimia Alginat
Faktor-faktor fisika yang mempengaruhi sifat-sifat larutan alginat
adalah suhu, konsentrasi ukuran polimer, dan adanya pelarut dari air
destilasi. Sedangkan faktor kimia adalah pH dan adanya sequestran,
H
COOH
COOH
33
garam monovalen dan kation polivalen (Cottrell dan Kovacs, 1980). Sifat-
sifat dari asam alginat, natrium alginat yang telah dimurnikan dan propilen
glikol alginat dapat dilihat pada Tabel 3.
Menurut Tseng (1947), asam alginat tidak larut dalam air dingin dan
hanya sedikit larut dalam air panas, akan tetapi larut dalam alkohol, eter
dan gliserol. Garam-garam dari asam alginat seperti K, Na, NH4 + Ca, Na
+ Ca, dan propilen glikol alginat larut dalam air dingin dan air panas serta
membentuk larutan yang stabil, yang disebabkan oleh tertolaknya anion
karboksilat.
Alginat sukar larut dalam air jika kandungan air di dalam senyawa
yang berpenetrasi dengan alginat diperlukan untuk hidrasinya.
Keberadaan gula, pati atau protein dalam air akan menurunkan laju
hidrasi dan akan diperlukan waktu pencampuran yang lebih lama. Kation
garam monovalen (seperti NaCl) dengan konsentrasi lebih dari 0.5 % juga
mempengaruhi. Bahan-bahan ini sebaiknya ditambahkan setelah alginat
dihidrasikan dan dilarutkan. Kehadiran kation polivalen dalam jumlah yang
sedikit saja akan menghalangi proses hidrasi dan jumlah besar akan
menyebabkan pengendapan (McHugh, 1987).
Tabel 9. Sifat-sifat fisik dari asam alginat, natrium alginat yang telah
dimurnikan dan propilen gliko alginat Sifat Asam Alginat Na-alginat
dimurnikan
Propilen glikol
alginat
Kadar air maksimum (%) 7 13 13
Kadar abu maksimum (%) 2 23 10
Warna tepung Putih Krem Krem
Berat jenis 1.59 1.46
Bulk density (lb/ft3) 54.62 33.71
Suhu browning (o C) 160 150 155
Suhu pengarangan (o C) 250 340.460 220
Suhu pengabuan (o C) 450 480.0 400
Panas pembakaran (kal/g) 2.8 2.5 4.44
Sumber : Kelco Algin (1976) dalam King (1983)
34
Natrium alginat sukar larut dalam air keras dan susu, sebab
keduanya mengandung ion-ion Ca, ion-ion ini harus disingkirkan dulu
dengan reagen kompleks seperti natrium hexametaphosphat atau
ethylendiamine tetraacetic acid (EDTA). Alginat sukar larut dalam pelarut
water miscible seperti alkohol dan keton. Larutan alginat encer (1 %) akan
ditolerir dengan penambahan 10-20 % oleh pelarut ini. Adanya pelarut-
pelarut dalam air sebelum alginat dilarutkan akan menghambat proses
hidrasi (McHugh, 1987).
Polisakarida dari alga laut yaitu alginat, agar-agar, karagenan dan
furcelaran dapat membentuk gel di bawah kondisi khusus. Larutan alginat
akan bereaksi dengan kation-kation di dan trivalen untuk membentuk gel.
Gel akan terbentuk pada suhu kamar sampai 100 oC dan gel ini tidak
dapat mencair karena pemanasan. Gel ini dapat diaplikasikan pada
bermacam-macam industri, khususnya Ca yang digunakan sebagai ion
divalen. Larutan asam alginat dapat membentuk alginat dan bersifat lebih
lunak daripada gel kalsium alginat. Gel dari asam alginat ini dapat mencair
di dalam mulut sehingga dapat diaplikasikan dalam industri makanan
(McHugh, 1987).
Viskositas dari larutan alginat dipengaruhi oleh konsentrasi, pH,
bobot molekul, suhu dan adanya kation logam polivalen. Semakin tinggi
konsentrasi atau bobot molekul semakin tinggi viskositasnya. (Chapman,
1970).Viskositas larutan alginat akan menurun dengan pemanasan.
Dengan pemanasan pada suhu tinggi dan waktu lama akan
mengakibatkan degradasi molekul dan menyebabkan penurunan
viskositas (Glicksman, 1969).
Viskositas juga dipengaruhi oleh pH. Larutan garam alginat
menunjukkan sedikit perubahan viskositas pada kisaran pH 4-10. oleh
karena itu alginat dengan kisaran pH tersebut biasa digunakan untuk
industri makanan (Glicksman, 1969). Asam alginat dapat terdegradasi
oleh enzim, alkali (basa) atau senyawa pereduksi lainnya. Enzim alginase
akan memotong rantai polimer alginat menjadi rantai oligosakarida yang
35
bersifat tidak tereduksi. Bila alginat didegradasi oleh alkali atau basa maka
akan terbentuk sejumlah turunan asam uronat tak jenuh (Percival, 1970).
Manfaat Alginat
Manfaat algin sangat luas baik di sektor pangan maupun non
pangan. Menurut Putro (1991), 3 % alginat dimanfaatkan untuk industri
pengolahan makanan, dan 50 % untuk tekstil. Algin antara lain berfungsi
sebagai pengikat air, pembentuk gel, pengemulsi dan penstabil (Chapman
dan Chapman, 1980; Cottrell dan Kovacs, 1980).
Dalam industri makanan algin dapat dimanfaatkan untuk industri
hasil susu, roti, kue, serta jenis makanan lain. Pada industri farmasi dan
kosmetika algin berfungsi sebagai bahan pensuspensi atau sebagai
pelindung bagi bahan pharmaceutical seperti pada penicilin preparat
sulfat, untuk memantapkan body (bentuk) dan stabilitas emulsi dari
ointment produksi salep, disintegrating agent (alat disintegrasi) untuk
produksi tablet. Sedangkan untuk industri kertas bermanfaat untuk surface
sizing, bahan perekat (adhesive), crafting. Untuk industri tekstil sebagai
printing silk/ silk serve printing yang dapat memperbaiki warna yang timbul
dan pada finishing sebagai bahan perekat (adhesive). Untuk ketel uap
sebagai boiler feed water compounds yaitu pelindung koloid (Winarno,
1990).
Menurut Winarno (1990), algin pada produk susu dimanfaatkan
sebagai stabilisator dan membantu menstabilkan keutuhan/bentuk dari
produk tersebut yaitu es krim, ice milk (susu es), milk shake mixes,
sherbets, coklat susu, yoghurt, susu asam dan lain sebagainya. Menurut
Glicksman (1969), adanya natrium alginat dalam proses pembuatan keju
dapat meminimumkan pengerasan permukaan dan memperbaiki tekstur
keju yang dihasilkan.
Sifat algin yang bagus dalam mencengkram air (water holding
capacity) menyebabkan produk roti-kue tidak cepat kering pada udara
dengan kelembaban rendah dan juga tekstur yang halus dapat
dipertahankan. Produk roti-kue yang dapat menggunakan algin antara lain
36
cake filling dan toppings, bakery jellies, meringues, glazes, pie filling dan
lain sebagainya. Pada produk candy gels algin membuat produk ini
mencapai tekstur empuk sampai pada pengunyahannya dan memiliki
retention (penyimpanan) air yang bagus. Propilene glikol alginat
menghasilkan buih yang stabil, tahan lama dan lebih creamer pada
produksi bir, dan untuk french dressing (bumbu salad) sebagai emulsi dan
bahan pengental sehingga produk ini tahan lama dan tidak pecah bila
disimpan pada suhu tinggi maupun suhu rendah. Juga dalam produksi
pengalengan (canning) untuk meningkatkan viskositas (Winarno, 1990).
Algin pada pengolahan hasil perikanan untuk pembekuan ikan
dimana jeli alginat digunakan untuk mengkristalkan produk beku sehingga
menghindari pembusukan akibat reaksi oksidasi. Selain hal tersebut di
atas masih banyak lagi kegunaan algin dalam industri baik pangan
maupun non pangan.
Salah satu aplikasi alginat adalah sebagai zat pengental pada
pencapan kain (textille printing). Alginat terbukti menghasilkan pengental
yang kadarnya tinggi (untuk pembuatan pengental cukup digunakan
larutan 2 – 5% saja), mudah masuk ke dalam serat, mudah dihilangkan
kembali, selain itu juga hasil pencapan sangat memuaskan karena
membuat warna dan gambar lebih tajam. Sebab struktur kimianya
mengikat zat pewarna, namun lebih mudah melepaskannya pada bahan
kain.
Standar Mutu Algin
Standar mutu internasional baik untuk asam alginat maupun
natrium alginat yang telah ditetapkan sesuai Food Chemical Codex (FCC)
dapat dilihat pada Tabel 4. Menurut Winarno (1990), algin dalam
pasarannya sebagian besar berupa natrium alginat, yaitu suatu garam
alginat yang larut dalam air. Jenis algin yang larut dalam air adalah kalium
atau ammonium alginat. Sedang algin yang tidak larut dalam air adalah
kalsium alginat dan asam alginat. Derivat atau produk turunan yang
terpenting adalah propilen glikol alginat.
37
Tabel 10. Standar mutu asam alginat serta natrium alginat.
Spesifikasi Asam alginat Natrium Alginat
Kemurnian (% bobot kering) (%) 91 - 104,5 90,8 – 106
Kadar CO2 (%) ≤ 23 ≤ 21
Kadar abu (%) ≤ 4 18 – 27
Kadar logam berat (ppm) ≤ 0,004 ≤ 3
Kadar As (ppm) ≤ 3 ≤ 3
Kadar Pb (ppm) ≤ 10 ≤ 10
Kadar susut pengeringan (%) ≤ 15 ≤ 15
Sumber : Food Chemical Codex (1981).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
� Menghasilkan natrium alginat yang berviskositas tinggi sebagai bahan
pengental untuk pencapan kain (printing textil)
� Melakukan uji mutu hasil pencapan secara laboratorium.
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dimulai pada bulan Januari sampai bulan Desember
2006. Untuk ekstraksi alginat dilakukan di Workshop Pengolahan Produk,
sedangkan analisa alginat dilakukan di Laboratorium kimia, Balai Besar
Bioteknologi dan Pengolahan Produk Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Untuk pencapan dilakukan di pengrajin batik, Yogyakarta, sedangkan
pengujiannya dilakukan di Sekolah Tinggi Tekstil, Bandung, Laboratorium
Evaluasi Kimia, Laboratorium pencapan dan Penyempurnaan, serta
Laboratorium Kimia Fisika.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut jenis
Sargassum filipendula dari daerah pantai Binuangeun, Kabupaten
38
Malingping, Provinsi Banten, formaldehid, HCL, Na2CO3, kaporit, NaOH,
isopropanol, air, Manutex, pewarna reaktif, sabun, urea dan asam asetat.
Peralatan yang akan digunakan antara lain gelas piala, gelas ukur,
penangas air, penyaring vibrator, termometer, pengaduk, mixer, spatula,
stirer, oven, kain blacu, saringan plastik, timbangan, kertas pH, alat
pencapan, mesin steaming, viskometer, pH meter, whiteness meter,
spectroflash 500, kasa pencapan datar, crockmeter, skala penodaan,
hidrokstraktor atau mangel, setrika, kain kapas putih kering dan basah,
launderometer, stiffness tester dan skala abu-abu.
Metode Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi 4 tahapan yaitu :
1. Ekstraksi alginat menggunakan metode ekstraksi alginat dari rumput
laut Sargassum filipendula (Murdinah,dkk 2005) yang dimodifikasi.
2. Karakterisasi mutu alginat hasil ekstraksi dan manutex RS meliputi
parameter : pH menggunakan pH meter, kadar air dan kadar abu
(AOAC, 1984), zat yang tidak larut, derajat putih (whiteness meter),
dan viskositas menggunakan viskometer Brookfield.
3. Pengujian stabilitas larutan alginat dan larutan alginat komersial
mulai konsentrasi 1%-5% (b/v) pada suhu ruangan dilakukan
penyimpanan larutan selama 5 hari pada suhu kamar dan diamati
parameter: pH menggunakan pH meter, viskositas menggunakan
viskometer Brookfield dan pemisahan larutan secara visual.
Pengamatan dilakukan setiap hari. Hasil pengamatan yang terbaik
selama penyimpanan dari larutan pengental akan diaplikasikan pada
pencapan tekstil.
4. Aplikasi formula pasta pada batik dan untuk mengetahui mutu hasil
pencapan akan dilakukan uji secara laboratorium. Parameter yang
akan diuji adalah : persentase ketajaman motif berdasarkan rumus :
A/19 x 100%, dimana A adalah panjang motif hasil pencapan
(Amirudin, 1987), uji ketuaan warna (Judd, 1967), uji kekakuan kain
berdasarkan SNI 08-0314-1989, uji tahan luntur warna terhadap
39
gosokan berdasarkan SNI 08-0288-1989, dan uji tahan luntur warna
terhadap pencucian berdasarkan SNI 08-0285-1998.
Pengujian pencapan
Pengujian hasil pencapan yang dilakukan yaitu Pengujian
viskositas pasta pengental, ketajaman motif, ketuaan warna, kekakuan
kain, ketahanan luntur warna terhadap gosokan dan ketahanan luntur
warna terhadap pencucian.
a. Viskositas pasta
Memasukkan pasta pengental ke dalam gelas piala, lalu spindel
dipasang pada alat penguji lalu ujung spindel dimasukkan ke dalam pasta
pengental, kemudian viskometer dinyalakan. Setelah itu spindel diputar
dan jarum penunjuk pada skala akan menunjukkan harga viskositas dari
pasta pengental yang diukur, diamati dan dibaca nilai yang ditunjuk pada
skala.
Kemudian pasta pencapan dilakukan penyimpanan selama satu
minggu dan dianalisa viskositasnya, untuk mengetahui stabilitas viskositas
dari pasta pencapan.
b. Ketajaman motif
Alat yang digunakan : kasa datar ukuran laboratorium dengan motif
segitiga siku-siku yang berukuran tinggi 1 cm dan alas 19 cm.
Prinsip pengujian : contoh uji yang sudah dicap dengan motif
segitiga siku-siku tersebut kemudian diukur panjang motifnya yang
tertutup pasta. Semakin pendek panjang motif yang ditutup pasta berarti
persentase ketajaman motifnya senakin kecil.
Cara kerja :
• Dilakukan proses pencapan dengan menggunakan kasa
datar yang bermotif segitiga siku-siku.
• Kemudian hasil pencapannya diukur, misal a cm, lalu
dihitung persentase ketajaman motifnya dengan rumus :
% ketajaman motif = a/19 x 100%
40
c. Ketuaan warna
Pengujian dilakukan dengan alat spectroflash-500 dengan
reflektansi warna pada panjang gelombang 400-700 nm dengan interval
20 nm untuk menentukan panjang gelombang maksimum, kemudian
menghitung ketuaan warna (nilai K/S). Cara pengujian yang dilakukan
adalah sebagai berikut :
• Spectroflash-500 yang dilengkapi dengan komputer dan mesin
pencetak dinyalakan
• Pada komputer dipilih bagian colour phisics dan dari bagian itu
dipilih lagi bagian quality control
• Dalam bagian colour difference yang terdapat pada bagian quality
control dilakukan pemilihan cahaya yang digunakan
• Contoh uji diukur dengan spectroflash-500 pada panjang
gelombang maksimum, lalu dimasukkan nomor pengukuran contoh
uji (R-Code)
• Dari bagian house keeping dipilih bagian reflektansi value dan K/S
• Hasil pengukuran dicetak setelah nomor pengukuran value dan K/S
contoh uji awal sampai dengan akhir dimasukkan.
d. Kekakuan Kain
Prinsip pengujian kekakuan bahan dilakukan berdasarkan SNI 08-
0314-1998, yaitu :
• Contoh uji dipotong berbentuk persegi panjang dengan ukuran
2,5x20 cm untuk lusi dan pakan
• Alat stiffness tester diletakkan pada meja
• Contoh uji diletakkan di bidang datar dari alat, salah satu ujungnya
berhimpit dengan tepi depan bidang datar. Penggeser diletakkan
pada contoh uji sehingga skala nol satu garis dengan garis
penunjuk pada alat.
• Penggeser didorong ke depan sehingga contoh uji menjulur keluar
dari tepi depan bidang datar dan melengkung ke bawah karena
41
beratnya sendiri. Penggeser didorong terus sehingga tepi depan
contoh uji sebidang dengan garis pantulan yang ada pada cermin
alat.
• Setelah 6-5 detik panjang lengkung kain dibaca pada skala pada
alat. Sebelum pembacaan kedudukan pembaca harus sejajar
dengan alat.
• Setelah didapatkan panjang lengkung yang didapat dari skala maka
kekakuan kain dapat dihitung dengan rumus :
K= 10 x B x P3
Keterangan : K = Kekakuan lentur dalam mg.cm
B = Berat kain (10x10 cm) dalam mg
P = Panjang lengkung dalam cm
e. Ketahanan luntur warna terhadap gosokan
Prinsip pengujian ketahanan luntur warna terhadap gosokan basah
dan kering kain dilakukan berdasarkan SNI 08-0285-1998, yaitu :
• Contoh uji dipotong dengan ukuran 5x15 cm, dengan panjangnya
miring terhadap lusi dan pakan. Contoh uji masing-masing dua
buah, satu untuk pengujian kering dan lainnya untuk pengujian
basah
• Untuk gosokan kering, contoh uji diletakkan di atas alat penguji
dengan sisi yang panjang searah dengan arah gosokan. Jari
crockmeter dibungkus dengan kain putih kering dengan
anyamannya miring terhadap arah gosokan. Kemudian digosokkan
10 kali maju mundur (20 kali gosokan) dengan cara memutarkan
alat pemutar 10 kali dengan kecepatan satu putaran per detik. Kain
putih diambil dan dievaluasi
• Untuk gosokan basah, basahi kain putih dengan air suling,
kemudian peras diantara kertas saring, sehingga kadar air dalam
kain menjadi 65 + 5% terhadap berat kain pada kondisi standar
kelembaban relatif 65 + 2% dan suhu 27 + 20C. kemudian
dikerjakan dengan cara seperti pada gosokan kering secepat
42
mungkin untuk menghindarkan penguapan. Kain putih dikeringkan
diudara sebelum dievaluasi
• Penilaian dilakukan dengan membandingkan penodaan warna
pada kain putih terhadap skala penodaan (Staining Scale)
f. Ketahanan luntur warna terhadap pencucian
Prinsip pengujian ketahanan luntur warna terhadap pencucian
dilakukan berdasarkan SNI 08-0288-1998, yaitu :
• Contoh uji dan dua helai kain putih masing-masing dipotong
berukuran 5x10 cm dimana yang sehelai sejenis dengan contoh uji,
sedang yang sehelai lagi dari serat menurut pasangannya
• Kedalam bejana dimasukkan 200 ml larutan yang mengandung
0,5% volume sabun dan 10 buah kelereng baja tahan karat.
Kemudian bejana ditutup rapat dan dipanasi lebih dulu sampai
400C
• Bejana tersebut diletakkan pada tempatnya dengan penutupnya
menghadap keluar. Pemasangan bejana diatur sedemikian rupa
sehingga pada tiap sisi mesin terdapat bejana-bejana yang
jumlahnya sama
• Untuk pemanasan pendahuluan paling sedikit mesin dijalankan
selama 2 menit
• Mesin dihentikan dengan bejana tegak lurus ke atas, tutup bejana
dibuka, contoh uji yang telah diremas-remas dimasukkan ke dalam
larutan, kemudian ditutup kembali. Launderometer dijalankan
selama 45 menit
• Mesin dihentikan, bejana-bejana diambil dan isinya dikeluarkan;
masing-masing contoh uji dicuci dua kali di dalam gelas piala
dengan 100 ml air pada suhu 400C, selama masing-masing 1 menit
dengan mengadukkan dan diperas dengan tangan. Kemudian
diasamkan dalam 100 ml larutan asam asetat 0,014% (0,05 ml
asam asetat 28% per 100 ml air) selama 1 menit pada suhu 270C,
dicuci lagi didalam 100 ml air pada suhu 270C selama 1 menit dan
43
akhirnya diperas dengan hidrokstraktor atau mangel. Setelah itu
contoh uji dikeringkan dengan jalan menyetrika pada suhu 1350-
1500C
• Evaluasi perubahan warna dilakukan dengan membandingkan
pada skala abu-abu (grey scale), sedangkan evaluasi pada kain
putih dilakukan dengan cara membandingkan skala penodaan
(Staining Scale).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 11. Karakteristik Alginat dan alginat komersial
Parameter Alginat Alginat komersial
Kadar air 8.49 10.41
Kadar abu 22.42 32.82
pH 7.10 7.20
Viskositas 322 100
Zat yang tidak
larut
2.1 1.2
Derajat putih 22.4 29.5
Dari hasil analisis viskositas yang diperoleh antara alginat hasil
ekstraksi dengan alginat komersial, nilai viskositas alginat hasil ekstraksi
lebih tinggi dibandingkan dengan viskositas alginat komersial. Secara
ekonomis pemakaian alginat hasil ekstraksi akan lebih sedikit
dibandingkan dengan alginat komersial, tentu hal ini akan menguntungkan
dari segi ekonomis. Sedangkan untuk derajat putih, alginat komersial lebih
tinggi nilainya dibandingkan dengan alginat hasil ekstraksi, namun dalam
aplikasi warna alginat tidak begitu berpengaruh karena setelah pencapan
pengental akan dihilangkan melalui pencucian.
44
Tabel 12. Hasil Analisis Penyimpanan Alginat dan Alginat komersial
selama 5 hari
Pengamatan Alginat Alginat
komersial
H1 Viskositas 100 322
pH 7.22 7.1
visual Tdk ada
pemisahan
Tdk ada
pemisahan
H2 Viskositas 95 585
pH 7.34 7.19
visual Tdk ada
pemisahan
Tdk ada
pemisahan
H3 Viskositas 92.5 340
pH 7.49 6.86
visual Tdk ada
pemisahan
Tdk ada
pemisahan
H4 Viskositas 90 230
pH 6.7 6.52
visual Tdk ada
pemisahan
Tdk ada
pemisahan
H5 Viskositas 30 90
pH 5.4 5.61
visual Tdk ada
pemisahan
Tdk ada
pemisahan
Dari hasil penyimpanan larutan alginat hasil ekstraksi dengan
alginat komersial selama 5 hari, sama-sama homogen secara visual. Hal
ini menyatakan bahwa pemakaian larutan pengental dari 1 hari sampai
pada hari ke 2 masih bisa digunakan, jadi larutan pengental tidak harus
dibuang seandainya pada pemakaian 1 hari tidak habis digunakan. Hal ini
dilihat dari segi pH masih stabil sampai hari ke 5, namun dari segi
45
viskositas pada hari ke-3 sudah mulai penurunan viskositas hal ini
menyatakan sudah mulai tidak stabil.
Tabel 13. Hasil analisis ekstraksi alginat komersil dengan alginat hasil
ekstraksi.
Parameter Alginat komersil
Alginat hasil ekstraksi
Kadar air rumput laut 17,76 CAW (%) 57,6 Viskositas konsentrasi 1,5% (b/v), T=60oC 100 232
pH konsentrasi 1,5% (b/v), T=60oC 7,22 7,10 Kadar air (%) 10,41 8,49 Kadar abu (%) 32,82 22,42 Derajat putih (%) 29,5 22,45 Zat tak larut (%) 1,23 4,93 Tabel 14. Stabilitas penyimpanan alginat selama 5 hari pada konsentrasi
1 – 5%, masing-masing dilakukan 2 kali perlakuan. Hari ke Konsentrasi
(%) Alginat komersil Alginat ekstraksi
1 1 2 3 4 5
25 197 930
1370 1700
65 610 1960 8300
36.000 2 1
2 3 4 5
45 187 900
1520 5600
85 530 1500 8.500 33.500
3 1 2 3 4 5
42 175 880
1080 4600
75 480 1120
12.800 23.500
4 1 2 3 4 5
35 147 840
1020 3880
70 440 1100
11.200 18.200
5 1 2 3 4 5
25 140 610 980
3100
60 400 1040
10.200 16.800
46
Tabel 15. Stabilitas penyimpanan formulasi pasta printing selama 5 hari pada konsentrasi 1 – 5%, masing-masing 2 kali perlakuan. Bahan formulasi yang dilakukan terdiri dari : zat warna reaktif 4%, natrium karbonat 1%, air 1 liter dan variasi alginat dari 1 – 5% alginat.
Hari ke Konsentrasi (%)
Alginat komersil Alginat ekstraksi
1 1 2 3 4 5
25 135 720
1580 4800
75 1360 5500 8200
tt 2 1
2 3 4 5
30 180 880
1840 7000
75 1620
10200 tt tt
3 1 2 3 4 5
40 150 700
1720 5800
80 1500 9500
tt tt
4 1 2 3 4 5
40 140 620
1600 5300
65 1440 6500
tt tt
5 1 2 3 4 5
25 140 610
1480 3940
65 1240 3840
14900 tt
Tabel 16. Perbandingan viskositas alginat komersil dengan alginat
ekstraksi pada penggunaan 4% alginat komersil dengan 2% dan 3% alginat ekstraksi.
Hari ke Alginat 4% Alginat ekstraksi 2%
Alginat ekstraksi 3%
1 1580 1360 5500 2 1840 1620 10200 3 1720 1500 9500 4 1600 1440 6500 5 1480 1240 3840
47
Tabel 17. Hasil analisis Ketajaman Motif
Sampel Ketajaman Motif (%) A 102.80 B 102.00 C 102.16 D 101.86
E(STD) 102.00
Dari hasil ketajaman motif dilihat bahwa hampir semua konsentrasi
dari alginat hasil ekstraksi masih bisa digunakan bila dibandingkan
dengan alginat komersial. Hal ini berarti bahwa pemakaian alginat hasil
ekstraksi dari konsentrasi 2,0% sudah memenuhi mutu ketajaman motif
dari alginat komersial konsentrasi 3,0%.
Tabel 18. Hasil analisis analisa ketuaan warna
Sampel Ketuaan warna (K/S) A 9,80 B 11,99 C 10,12 D 12,00
E(STD) 10,09
Untuk hasil ketuaan warna, perbedaan nilai ketuaan warna alginat
hasil ekstraksi dari konsentrasi terendah dengan nilai ketuaan warna
alginat komersial tidak begitu berbeda. Ketuaan warna paling tinggi
diperoleh pada pemakaian konsentrasi 3,5%. Hal ini menyatakan bila ada
pemakaian lebih dari 1 warna untuk pencapan maka pada konsentrasi
3,5% lebih kelihatan perbedaannya. Semakin tinggi nilai ketuaan warna
semakin baik penyerapan warnanya.
Tabel 19. Hasil analisis kekakuan kain
Sampel Kekakuan kain (mg.cm) A 71.24 B 67.61 C 74.45 D 93.71
E(STD) 86.04
48
Untuk hasil analisis kekakuan kain nilai alginat komersial berada
diantara nilai kekakuan kain pada alginat hasil ekstraksi pada konsentrasi
3,0% dan 3,5%. Secara mutu nilai kekakuan kain yang diinginkan adalah
nilai kekakuan kain yang terendah. Namun faktor nilai kekakuan kain
untuk mutu kain banyak dipengaruhi faktor yaitu : pencucian, sabun yang
digunakan dan viskositas pengental. Mutu hasil pencapan untuk kekakuan
kain tidak begitu berpengaruh karena dalam skala pabrik untuk
mengurangi kekakuan kain ditambahkan pelembut.
Tabel 20. Hasil analisis Tahan luntur warna terhadap pencucian dan gosokan
Item test Kode sampel A B C D STD TLW thd Pencucian
- perubahan warna 4 4 4 4 4 - penodaan pd cotton
4-5 4-5 4-5 4-5 4-5
- penodaaan pd polysester
4-5 4-5 4-5 4-5 4-5
TLW thd gosokan - gosokan Basah 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 - gosokan Kering 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5
Dari hasil analisis tahan luntur warna terhadap pencucian dan
gosokan untuk alginat hasil ekstraksi dan alginat hasil komersial memiliki
nilai yang sama, hal ini menunjukkan bahwa mutu alginat hasil ekstraksi
dari konsentrasi 2,0% sampai konsentrasi 3,% masih memenuhi mutu
alginat komersial 3,0%.
Keterangan:
A : Konsentrasi 2.0%
B : Konsentrasi 2.5%
C : Konsentrasi 3.0%
D : Konsentrasi 3.5%
E : Konsentrasi 3.0% (standard komersial)
49
KESIMPULAN
Dari penelitian dan pengujian pada aplikasi pasta pencapan diperoleh
bahwa:
1. Hasil viskositas alginat hasil ekstraksi (232 cps) lebih tinggi
dibandingkan dengan viskositas manutex RS (100 cps) pada
konsentrasi yang sama yaitu pada 1,5% (b/v)
2. Larutan alginat hasil ekstraksi dan larutan manutex RS pada
konsentrasi 3 % penyimpanan selama 5 hari sama sama stabil
3. Hasil uji aplikasi pasta pencapan dengan menggunakan antara
alginat hasil ekstraksi konsentrasi 2,5% mempunyai mutu yang
sama dengan Manutex RS, sehingga alginat hasil ekstraksi dapat
menggantikan Manutex RS sebagai bahan pengental.
DAFTAR PUSTAKA
Anggadireja, J., Irawati, N., dan Kusmiyati. 1996. Protein dan Manfaat
Rumput Laut Indonesia dalam Bidang Farmasi. Seminar Nasional
Industri Rumput Laut. Jakarta.
Basmal, J., Yunizal dan Tazwir. 1999. Pengaruh Perlakuan Pembuatan
Semi Refined Alginate dari Rumput Laut Coklat (Turbinaria ornata)
Segar terhadap Kualitas Sodium Alginat. Makalah pada Forum
Komunikasi I Ikatan Fisologi Indonesia, Serpong. Instalasi
Penelitian Perikanan Laut (INLITKANLUT). Jakarta.
Chapman, V.J., and Chapman, D.J. 1980. Seaweed and Their Uses, 2nd
ed. Methuen and co. Ltd. London.
Djufri, Rasyid dan kawan-kawan. 1973. Teknologi Pengelantangan,
Pencelupan dan Pencapan. Institut Teknologi Tekstil. Bandung.
Draget, K.I. 2000. Alginates. Di Dalam Handbook of Hydrocolloids.
Norwegian University of Science and Technology. Norwegia.
King,A.H. 1982. Brown Seaweed Extract (Alginat). Dalam Glicksman, M.
(Ed.). Food Hydrocolloids, Volume 11. CRC Press, Inc. Florida.
Komarudin, Anshor. 2002. Pengaruh Wkatu Penyimpanan Pasta Cap
Natrium Alginat dan Campuran Natrium Alginat-Emulsi terhadap
50
Hasil Pencapan Rayon Viskosa Menggunakan Zat Warna Reaktif.
Skripsi. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. Bandung.
Melala, E.F. 2000. Pengaruh Perendaman dengan Formaldehid (HCOH)
dan Pengendapan Asam Alginat dengan HCl, terhadap Sifat Fisika
Kimia Natrium Alginat dari Rumput Laut Coklat (Phaeophyceae).
Skipsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nussinovitch, A. 1998. Hydrocolloid Aplication, Gum Technology in the
Food and Other Industries. Blackie Academic and Professional.
Israel.
Pane, Anwar B, 1995. Ekologi Tumbuhan Laut, Pemanfaatan dan
Pencemaran yang Berpengaruh Terhadapnya. Disampaikan pada
“Training Course on Wetland Ecology and Integrated Coastal Zone
Planning and Management”, Asian Wetland Bureau. Fakultas
Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Regional Seafarming Development and Demonstration Project. 1991.
Algin, a Brown Seaweed Polysaccharide.
http://FAO/UNDP/RAS.html. [8 Maret 2005].
Sekarasih, Yuyun. 2000. Pengaruh Konsentrasi Bahan Pemucat dan Jenis
Bahan Pengendap pada Proses Ekstraksi Rumput Laut Coklat
(Sargassum filipendula C. Agarth) terhadap Rendemen dan Mutu
Natrium Alginat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Siregar, Adella H. 1980. Tepung Alginat sebagai Bahan Pengental
Pencapan. Paper. Institut Teknologi Tekstil. Bandung.
Siswati, Junita. 2002. Kajian Ekstraklsi Alginat dari Rumput Laut
Sargassum sp. Serta Aplikasinya sebagai Penstabil Es Krim.
Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sostar, S and Schneider, R. 1997. Guar Gum as an Environment-friendly
Alternative Thickener in Printing with reactive Dyes. Elsevier
Science Ltd. Jerman.
51
Turk, S.S and Schneider, R. 2000. Printing Properties of a High Subtituted
Guar Gum and Its Mixture with Alginate. Elsevier Science Ltd.
Jerman.
Wikipedia. Science Ensiklopedia.
http://Wikipedia/Ensiklopedia/Gum/Guar.html. [10 Februari 2005].
Winarno, S G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta.
Yani, M. 1988. Modifikasi dan Optimasi proses Ekstraksi dalam Rancang
Bangun Proses Tepung Algin dari Jenis Turbinaria ornata. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Yunizal. 2004. Teknologi Pengolahan Alginat. Pusat Riset Pengolahan
Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Recommended