View
178
Download
10
Category
Preview:
Citation preview
- 1 -
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Temu mangga merupakan famili Zingiberaceae yang memiliki berbagai
manfaat antara lain sebagai antibakteri, berfungsi membantu masalah yang
berhubungan dengan pencernaan, mengatasi sakit perut, membantu proses
penyembuhan rahim setelah melahirkan dan menyembuhkan penyakit kanker
terutama kanker payudara. Rimpang temu mangga berfungsi untuk antikoagulan,
antiedemik, menurunkan tekanan darah, obat malaria, obat cacing, memperbanyak
ASI, stimulan, mengobati keseleo, memar dan rematik. Selain itu, dalam rimpang
temu mangga ini mengandung minyak atsiri, salah satunya adalah kurkuminoid yang
dapat berfungsi sebagai antiinflamasi dan antioksidan.
Perhatian masyarakat terhadap tanaman ini semakin meningkat dengan
berkembangnya keyakinan masyarakat bahwa tanaman ini dapat digunakan dalam
pengobatan kanker, serta makin berkembangnya industri obat tradisional,
fitofarmaka, dan food suplement. Saat ini tingkat permintaan akan temu mangga
semakin meningkat, sedangkan temu mangga belum banyak dibudidayakan. Untuk
mengembangkan tanaman agar berproduksi optimal, diperlukan benih yang bermutu
disamping lingkungan yang sesuai. Oleh karena itu, di pasaran harga temu mangga
cukup tinggi.
Perbanyakan tanaman melalui kultur in vitro terbukti dapat mempercepat
pengadaan bibit dalam skala besar sesuai dengan kebutuhan dengan kesinambungan
yang tinggi. Dalam metode perbanyakan melalui kultur in vitro pertumbuhan dan
perkembangan eksplan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah
teknik sterilisasi eksplan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana variasi metode sterilisasi yang dapat menghasilkan eksplan steril
dari rimpang Temu mangga?
- 2 -
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui teknik sterilisasi yang tepat untuk organogenesis langsung, yaitu
induksi tunas dari rimpang Curcuma mangga (temu mangga)
1.4 Hipotesis
Teknik sterilisasi yang tepat adalah pencucian eksplan hingga bersih,
kemudian disterilisasi dengan campuran bakterisida dan fungisida dan dikocok
selama 4 jam. Lalu direndam alkohol 70% selama 5 menit, Bayclean 50% + Tween
selama 15 menit, Bayclean 40% selama 10 menit, lalu dicuci dengan aquades steril 5
kali, direndam dengan Betadine, setelah itu baru ditanam pada media Gamborg.
- 3 -
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Temu mangga
Curcuma mangga Val., itulah nama latinnya lebih dikenal dengan nama temu
mangga (temu putih), termasuk famili Zingiberaceae. Temu mangga merupakan
tanaman asli daerah Indo-Malesian yaitu di daerah tropis dan subtropis India sehingga
banyak ditemukan di Benggala India. Penyebarannya dari Indo-China, Taiwan,
Thailand, Pasifik hingga Australia Utara. Temu mangga merupakan tanaman herba
yang termasuk kedalam sistematika tumbuhan dan diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Species : Curcuma mangga Val.
Temu mangga termasuk tanaman tahunan yang berbentuk rumpun, berbatang
semu dan memiliki sejumlah anakan. Rimpang temu mangga bercabang, di bagian
luar berwarna kekuningan, sedang warna daging rimpang berwarna kuning lebih
gelap yang dilingkari warna putih. Daun berbentuk elips-oblong yang meruncing di
bagian ujung daun dengan panjang 15-95 cm dan lebar 5-23 cm, berwarna hijau dan
terdapat warna ungu di bagian tangkai daun. Sistem perakaran termasuk akar serabut.
Akar melekat dan keluar dari rimpang induk. Panjang akar sekitar 25 cm dan letaknya
tidak beraturan.
Temu mangga bermanfaat antara lain sebagai anti bakteri, berfungsi
membantu masalah yang berhubungan dengan pencernaan, mengatasi sakit perut,
Gambar 2.1. Tanaman Curcuma mangga (kiri) dan Rimpang Curcuma mangga (kanan)
- 4 -
membantu proses penyembuhan rahim setelah melahirkan dan menyembuhkan
penyakit kanker terutama kanker payudara. Salah satu produk olahannya yang
penting adalah minyak atsiri.Komponen utama minyak atsiri temu mangga adalah
golongan monoterpen hidrokarbon, dengan komponen utamanya mirsen (78,6%), β-
osimen (5,1%), β-pinen (3,7%) dan α-pinen (2,9%) (Wong et al., 1999), dan senyawa
yang memberikan aroma seperti mangga adalah δ-3-karen dan (Z)-β-osimen.
(Hernani dan Suhirman, 2001)
2.2 Rimpang dan cara perbanyakannya
Rimpang adalah bagian tanaman yang tumbuh di dalam tanah dimana terdapat
tempat tumbuh mata tunas. Rimpang adalah metamorfosis (penjelmaan, perubahan
bentuk) batang dan atau akar/daun. Alat-alat ini merupakan badan yang membungkus
dan umumnya menjadi tempat penyimpanan zat-zat makanan cadangan, di samping
itu dapat pula dijadikan alat perkembangbiakan. Rimpang sesungguhnya adalah
batang beserta daunnya yang terdapat di dalam tanah, bercabang-cabang dan tumbuh
mendatar dan dapat merupakan suatu tumbuhan baru. Rimpang adalah penjelmaan
batang dan bukan akar, dapat dilihat dari tanda- tanda berikut :
Beruas-ruas, berbuku-buku, akar tidak pernah bersifat demikian
Berdaun tetapi daunnya telah menjelma menjadi sisik-sisik
Mempunyai kuncup-kuncup
Tumbuhnya tidak ke pusat bumi atau air malahan ke atas, mncul di atas tanah.
(Tjitrosoepomo,1992)
2.3 Media Gamborg
Media Gamborg B5 (media B5) pertama kali dikembangkan untuk kultur
kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah dibandingkan
media MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan
suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh bagian
tanaman.. Pada masa ini media B5 juga digunakan untuk kultur-kultur lain. Media ini
dikembangkan dari komposisi PRL-4, media ini menggunakan konsentrasi NH4+ yang
rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan
- 5 -
sel kedelai. Fosfat yang diberikan setelah 1 mM, Ca2+ antara 1-4 mM, sedangkan
Mg2+ antara 0.5-3 mM (Gamborg et al, 1968).
2.4 Bahan pensteril
Streptomycin sulfate dapat menghambat sintesis protein dengan mengikat
subunit ribosomal 30s, dan dalam beberapa kasus juga mengikat subunit ribosomal
50s, yang menyebabkan miscoding dan kemudian menghambat inisiasi dan elongasi
selama sintesis protein. Fungisida mampu menghambat spora jamur tumbuh dan
berkembang. Iodine merupakan senyawa yang memiliki spektrum luas sebagai
antiinfeksi yang melawan bakteri, jamur, spora, protozoa, virus dan khamir. Aqueous
iodine ini kurang efektif dibandingkan larutan alcohol, tetapi senyawa alcohol dapat
mengeringkan dan membuat iritasi pada kulit yang terluka. Povidone iodine lebih
sering digunakan karena mengurangi iritasi, tetapi tidak terlalu efektif seperti iodine.
Bayclean mengandung 5,25% NaOCl, yang jika dalam larutan akan berdisosiasi
menjadi anion OCl-. Adanya cahaya, NaOCl terurai menjadi HCl dan O2.
2.5 Hormon
Sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang menginduksi pembelahan sel.
Sitokinin ada 2 tipe yaitu tipe adenine (BA, kinetin & zeatin) dan tipe phenylurea
(thidiazuron). Kinetin merupakan jenis sitokinin, yang sering digunakan untuk
induksi pembentukan kalus (gabungan dengan auksin) dan untuk meregenerasikan
jaringan akar dari kalus (dengan konsentrasi auksin rendah). 6-Benzylaminopurine,
benzyl adenine atau BAP merupakan hormon sitokinin sintetis yang menimbulkan
respon pertumbuhan dan perkembangan tanaman, memulai blossoms dan
menstimulasi pembuahan dengan menstimulasi pembelahan sel. Hormon ini dapat
menghambat jalur respirasi tanaman. Thidiazuron (TDZ) merupakan sitokinin tipe
phenylurea untuk pertumbuhan dan perkembangan sel pada buah. Diduga,
thidiazuron mendorong terjadinya perubahan sitokinin ribonukleotida menjadi
ribonukleosida yang secara biologis lebih aktif. (Capella et al, dalam Lu 1993)
BAB III
- 6 -
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu dan tempat dilakukannya penelitian ini berlangsung selama 4 Mei
2009 hingga 11 Juni 2009 di Laboratorium Kultur Jaringan T.G. 7 Fakultas
Teknobiologi Universitas Surabaya, Surabaya.
3.2 Alat1.Timbangan Analitik 5.Beaker glass steril
2.pH-meter 6.Kompor listrik
3.Spiritus dan botol semprot 7.Autoklaf
4.Cawan petri steril. 8.Peralatan tanam (pinset,scalpel)
3.3 Bahan
1.Larutan stok ZnSO4.7H2O, NaH2PO4, H3BO3, KI, (NH4)2SO4.7H2O, MgSO4.
7H2O, CaCl2.2 H2O, MgSO4. 7H2O dan KNO3
2.Vitamin: niacin, pyridoxine-HCl, thiamine-HCl & mio-inositol
3.Hormon: BA (3 mg/L dan 5 mg/L) dan kinetin (3 mg/L dan 5 mg/L)
4.Sukrosa dan Agar 8.Larutan Bayclean
5.Aquades 9.Tween
6.Bakterisida & fungisida 10.Betadine
7.Alkohol 70%
3.4 Cara kerja
3.4.1 Pembuatan Media Gamborg
1. Mengambil masing-masing larutan stok sesuai yang diperlukan (untuk 250 ml
media) dan mencampurnya dalam beaker glass yang berisi ± 100ml aquadest.
2. Menimbang sukrosa sebanyak 5 gr lalu melarutkan secukupnya dengan
aquades dan mencampurnya dengan larutan stok media B5 tadi.
3. Mengatur pH media hingga pH 5,8 dengan NaOH 1N dan HCl 1N.
- 7 -
4. Menggenapkan volume larutan hingga 250 ml.
5. Menimbang agar sebanyak 3,25 gr dan mencampurkan dalam gelas beaker.
6. Mendidihkan larutan hingga larutan berwarna bening, lalu menuangnya dalam
botol kultur dengan ketinggian yang sama. Lalu menutupnya dengan
aluminium foil dan memberi label nama media dan tanggal pembuatan.
7. Mengautoklaf botol kultur pada 121ºC 1,5 atm selama 20 menit dan disimpan
3.4.2 Sterilisasi eksplan
Tabel 3.1 Skema kerja metode sterilisasi eksplan
Jenis Metode Metode Metode Metode Metode Metode Metode MetodeTeknik
sterilisasi I II III a III b III c IV a IV bDicuci detergen dan air mengalir √ √ √ √ √ √
selama setengah jam Direndam campuran bakterisid & √
fungisid selama 30' Direndam campuran bakterisid & √ √ √ √
fungisid selama semalam Direndam campuran bakterisid & √ √
fungisid selama 4 jam Dibilas aquadem (1x) √ √ √ √ √ √ √Dibilas alkohol 70% √ √ √ √ √ √ √
Dibilas aquadem (1x) √ √ √ √ √ √ √Direndam larutan Bayclean 30% (10') √ Direndam larutan Bayclean 20% (10') √
Direndam larutan Bayclean 40%+Tween (10') √ √ Direndam larutan Bayclean 50%+Tween (10') √ Direndam larutan Bayclean 50%+Tween (15') √ Direndam larutan Bayclean 40%+Tween (15') √
Dibilas aquadem (1x) √ √ √ √ √ √ √Direndam larutan Bayclean 20% (10') √ √ Direndam larutan Bayclean 10% (10') √ Direndam larutan Bayclean 40% (10') √ √ Direndam larutan Bayclean 30% (10') √ √
Dibilas aquadem berkali-kali √ √ √ √ √ √ √Direndam larutan Betadine √ √ √ √ √ √ √
Dibilas aquadem berkali-kali √ √ √ √ √ √ √Dipotong bagian rimpang yang mati √ √ √ √ √ √ √
Ditanam pada media B5 √ √ √ √ √ √ √
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
- 8 -
4.1 Hasil Percobaan
Tabel 4.1 Rangkuman hasil percobaan
Metode Sterilisasi Tanggal Jumlah Jumlah Jumlah
eksplan eksplan eksplan awal tumbuh terkontaminasi
1
Fungisida (30')Alkohol 70% (5')Bayclean 30% (10')Bayclean 20% (10')BetadineTidak dilukai
14 mei 4 0 (0%) 0 (0%)15 mei 4 0 (0%) 0 (0%)16 mei 4 0 (0%) 0 (0%)18 mei 4 0 (0%) 0 (0%)19 mei 4 0 (0%) 0 (0%)20 mei 4 0 (0%) 0 (0%)21 mei 4 0 (0%) 0 (0%)22 mei 4 1 (25%) 0 (0%)23 mei 4 1 (25%) 0 (0%)25 mei 3 0 (0%) 1 (25%)26 mei 3 0 (0%) 1 (25%)27 mei 3 0 (0%) 1 (25%)28 mei 3 0 (0%) 1 (25%)29 mei 2 0 (0%) 2 (50%)30 mei 2 0 (0%) 2 (50%)1 juni 1 0 (0%) 3 (75%)2 juni 1 0 (0%) 3 (75%)3 juni 1 0 (0%) 3 (75%)4 juni 1 0 (0%) 3 (75%)5 juni 1 0 (0%) 3 (75%)6 juni 1 0 (0%) 3 (75%)8 juni 1 0 (0%) 3 (75%)9 juni 1 0 (0%) 3 (75%)
10 juni 1 0 (0%) 3 (75%)
2
Dicuci detergen Bakterisida & fungisida (semalam)Alkohol 70% (5')Bayclean 20% (10')Bayclean 10% (10')BetadineTidak dilukai
23 mei 4 0 (0%) 0 (0%)25 mei 3 0 (0%) 1 (25%)26 mei 0 0 (0%) 4 (100%)27 mei 0 0 (0%) 4(100%)28 mei 0 0 (0%) 4 (100%)29 mei 0 0 (0%) 4 (100%)30 mei 0 0 (0%) 4 (100%)1 juni 0 0 (0%) 4 (100%)2 juni 0 0 (0%) 4 (100%)3 juni 0 0 (0%) 4 (100%)4 juni 0 0 (0%) 4 (100%)
3a
Dicuci detergen Bakterisid & fungisid (semalam)Alkohol 70% (5')Bayclean 40% (10') +TweenBayclean 20% (10')
25 mei 4 0 (0%) 0 (0%)26 mei 4 0 (0%) 0 (0%)27 mei 4 0 (0%) 0 (0%)28 mei 4 0 (0%) 0 (0%)29 mei 4 1 (25%) 0 (0%)
- 9 -
30 mei 4 1 (25%) 0 (0%)1 juni 0 0 (0%) 4 (100%)2 juni 0 0 (0%) 4 (100%)3 juni 0 0 (0%) 4 (100%)4 juni 0 0 (0%) 4 (100%)
3b
Dicuci detergen Bakterisid & fungisid (semalam)Alkohol 70% (5')Bayclean 50% (10') + TweenBayclean 40% (10')BetadineDilukai
25 mei 4 0 (0%) 0 (0%)26 mei 4 0 (0%) 0 (0%)27 mei 4 0 (0%) 0 (0%)28 mei 4 0 (0%) 0 (0%)29 mei 4 0 (0%) 0 (0%)30 mei 4 0 (0%) 0 (0%)1 juni 1 0 (0%) 3 (75%)2 juni 1 0 (0%) 3 (75%)3 juni 1 0 (0%) 3 (75%)4 juni 1 0 (0%) 3 (75%)5 juni 1 0 (0%) 3 (75%)6 juni 1 0 (0%) 3 (75%)8 juni 1 0 (0%) 3 (75%)9 juni 1 0 (0%) 3 (75%)10 juni 1 0 (0%) 3 (75%)
3c
Dicuci detergen Bakterisid & fungisid (semalam)Alkohol 70% (5')Bayclean 40% (10') + TweenBayclean 30% (10')BetadineDilukai
25 mei 4 0 (0%) 0 (0%)26 mei 4 0 (0%) 0 (0%)27 mei 4 0 (0%) 0 (0%)28 mei 4 0 (0%) 0 (0%)29 mei 4 1 (25%) 0 (0%)30 mei 4 1 (25%) 0 (0%)1 juni 0 0 (0%) 4 (100%)
4a
Dicuci detergen Bakterisid & fungisid (4 jam)Alkohol 70% (5')Bayclean 50% (15') +TweenBayclean 40% (10')Betadine
28 mei 4 0 (0%) 0 (0%)29 mei 4 0 (0%) 0 (0%)30 mei 4 0 (0%) 0 (0%)1 juni 0 0 (0%) 4 (100%)
4b
Dicuci detergen Bakterisid & fungisid (4 jam)Alkohol 70% (5')Bayclean 40% (15') +TweenBayclean 30% (10')BetadineDilukai
28 mei 4 0 (0%) 0 (0%)29 mei 4 2 (50%) 0 (0%)30 mei 4 2 (50%) 0 (0%)1 juni 1 0 (0%) 3 (75%)2 juni 1 0 (0%) 3 (75%)3 juni 1 0 (0%) 3 (75%)4 juni 1 0 (0%) 3 (75%)5 juni 0 0 (0%) 4 (100%)
Foto-foto hasil percobaan :
Kontam oleh kapang hitam pada eksplan
Kontam oleh kapang hitam pada media
Kontam oleh kapang putih pada media
Kontam oleh kapang putih pada eksplan
Kontam oleh kapang putih dari eksplan
hingga media
Kontam oleh kapang hitam dan kapang putih
Kontam oleh bakteri pada
media
- 10 -
Media BA 5ppm yang masih steril & tidak tumbuh tunas
(Hasil metode sterilisasi I)
Media BA 5ppm yang masih steril & tidak tumbuh tunas
(Hasil metode sterilisasi IIIB)
Media Kinetin 3ppm yang mengalami pertumbuhan
tunas. Tunas berwarna hijau (Hasil sterilisasi metode I)
Media BA 5ppm yang mengalami pertumbuhan tunas. (Hasil sterilisasi
metode IVa)
- 11 -
4.2 Pembahasan
Dalam penelitian ini, kami mencoba untuk menginduksi tunas dari eksplan
rimpang Temu mangga (Curcuma mangga). Salah satu faktor utama dalam
Media kinetin 3ppm yang mengalami pertumbuhan tunas. (Hasil sterilisasi metode IVa)
- 12 -
keberhasilan induksi tunas dari rimpang ini ialah cara sterilisasi eksplan. Selama
kurang lebih 3 minggu, kami mencoba beberapa metode sterilisasi yang berbeda-beda
untuk mengetahui metode manakah yang menghasilkan eksplan paling steril.
Dalam metode sterilisasi yang kami lakukan kami menggunakan
berbagai macam bahan pensteril antara lain: fungisida, bakterisida, alkohol 70%,
Bayclean, Betadine, Tween dan detergen. Secara umum, semua bahan tersebut
mempunyai fungsi untuk membunuh mikroba pengkontaminan khususnya kapang
dan bakteri yang sering menjadi faktor penghambat dalam keberhasilan pertumbuhan
eksplan. Bakterisida yang mengandung streptomycin sulfate berfungsi untuk
membunuh bakteri. Mekanismenya dengan menghambat sintesis protein yaitu
mengikat subunit ribosomal 30s. Fungisida berfungsi untuk mematikan spora fungi
maupun fungi yang berasal dari lingkungan luar (dalam hal ini tanah). Alkohol 70%
berfungsi untuk membunuh bakteri dengan cara mendehidrasi bakteri sehingga
bakteri kekurangan air dan bakteri pun mati. Bayclean berfungsi untuk membunuh
bakteri dan virus di permukaan eksplan. Hal ini dikarenakan kandungan Bayclean
yaitu NaOCl, yang jika dalam larutan akan berdisosiasi menjadi anion OCl-. Adanya
cahaya, NaOCl terurai menjadi HCl dan O2. O2 ini merupakan oksidator kuat yang
dapat membunuh bakteri. Sedangkan Betadine yang mengandung Povidone Iodine
berfungsi sebagai senyawa yang membunuh bakteri, fungi, spora, protozoa, virus dan
khamir walaupun sebenarnya Povidone Iodine ini kurang efektif dibanding larutan
Iodine sendiri. Dan Tween berfungsi untuk mengurangi tegangan permukaan di
antara air dan jaringan eksplan sehingga bahan pensteril dapat masuk ke dalam
jaringan eksplan dan membunuh mikroba pengkontaminan dalam eksplan. Detergen
fungsinya hampir sama dengan Tween. Selain itu detergen juga berfungsi untuk
mengurangi mikroba pengkontaminan. Semua bahan pensteril ini harus bisa
membunuh semua mikroba pengkontaminan tapi juga harus bisa melindungi jaringan
eksplan (tidak merusak jaringan eksplan).
Metode sterilisasi yang pertama kami lakukan berdasarkan jurnal acuan dari
Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor yang ditulis
oleh Sri Hutami dan Ragapadmi Purnamaningsih. Di metode yang pertama ini kami
- 13 -
merendam eksplan dengan fungisida selama setengah jam sambil dikocok-kocok.
Tujuan dari dilakukannya pengocokan ialah supaya semua eksplan kontak dengan
larutan fungisida dan fungi atau spora fungi pada permukaan eksplan dapat lepas dari
eksplan. Lalu sterilisasi dilanjutkan dalam LAF dengan merendam dan mengocok
eksplan pada alkohol 70% selama 5 menit, Bayclean 30% selama 10 menit, Bayclean
20% selama 10 menit dan Betadine.
Setiap kali hendak mengganti larutan pensteril, eksplan dibilas dengan
aquades steril minimal sebanyak 2x. Pembilasan ini bertujuan untuk menghilangkan
sisa bahan pensteril yang digunakan untuk merendam eksplan tadi. Apabila masih ada
sisa bahan pensteril pada eksplan maka bahan pensteril ini akan menghambat
pertumbuhan eksplan karena jaringan eksplan akan rusak akibat terekspose bahan
pensteril dalam jangka waktu yang lama.
Setelah direndam dengan Betadine, jaringan eksplan yang mati terkena bahan
pensteril dipotong kecuali bagian mata tunasnya karena jaringan yang mati juga dapat
menghambat pertumbuhan tunas dari eksplan akibat berkurangnya luas permukaan
jaringan eksplan viable yang kontak dengan medium. Rimpang kemudian ditanam
pada media pre-condition selama 5 hari baru dipindahkan ke medium perlakuan.
Medium pre-conditoning ini berguna untuk mengetahui apakah metode sterilisasi
yang dilakukan telah benar tanpa harus menghabiskan hormon. Medium perlakuan
yang digunakan (untuk tiap metode sterilisasi) adalah media B5 dengan 2 macam
hormon penginduksi tunas (sitokinin), yaitu kinetin dan BA, dimana konsentrasi
masing-masing hormon 3 ppm dan 5 ppm.
Dari metode ini persentase kontaminasi eksplan sebesar 75% sehingga pada
akhir pengamatan (27 hari setelah ditanam) hanya tersisa satu eksplan yang masih
steril pada medium B5 + BA 5 ppm. Namun eksplan itu tidak menunjukkan
pertumbuhan tunas karena praktikan telah ikut memotong mata tunas saat memotong
bagian eksplan yang mati akibat bahan pensteril. Sedangkan 3 eksplan yang lain
terkontaminasi oleh kapang dan bakteri dimana kontaminasi pada 2 eksplan terjadi di
eksplan dan kontaminasi pada media terjadi di 1 eksplan lain. Fenomena yang cukup
unik kami dapatkan dari hasil ini, karena berdasarkan sumber dikatakan bahwa
- 14 -
eksplan ini mengandung senyawa antibakteri. Jadi jika ada pernyataan seperti ini
maka seharusnya tidak ada bakteri yang menjadi sumber kontaminasi pada eksplan.
Kandungan senyawa antibakteri ini juga yang mendasari mengapa penulis jurnal
hanya merendam eksplan dengan fungisida saja. Kemungkinan kontaminasi oleh
bakteri ini disebabkan oleh tidak meratanya akumulasi senyawa antibakteri pada
eksplan sehingga ada kemungkinan eksplan yang kami tanam tidak mengandung
senyawa antibakteri. Atau kontaminasi oleh bakteri itu bisa juga disebabkan oleh
terlalu sedikitnya jumlah senyawa antibakteri pada eksplan yang kami tanam (jika
eksplan mengandung senyawa tersebut) sehingga senyawa tersebut tidak mampu
mencegah pertumbuhan bakteri.
Dari metode sterilisasi pertama ini, didapat 1 eksplan yang tumbuh pada
tanggal 22-23 Mei, namun mengalami kontaminasi oleh bakteri pada eksplan.
Pertumbuhan eksplan diinduksi oleh adanya hormon kinetin 3ppm yang terkandung
dalam media. Oleh karena eksplan telah mengalami pertumbuhan tunas tetapi
mengalami kontaminasi maka eksplan disubkultur ke media yang sama. Setelah
disubkultur, tunas mengalami pertumbuhan (lebih besar) hingga tunas berwarna hijau.
Pada akhirnya, eksplan ini mengalami kontaminasi oleh kapang.
Oleh karena kami menganggap bahwa metode sterilisasi pertama ini belum
tentu menghasilkan eksplan yang benar-benar steril maka kami pun mencoba
memvariasi metode sterilisasi lain berdasarkan metode sterilisasi yang pertama tadi
dan membandingkan hasil yang diperoleh nantinya. Untuk metode sterilisasi kedua
sampai terakhir sebagian besar tujuan sterilisasinya sama seperti penjelasan pada
metode sterilisasi pertama, hanya berbeda pada kombinasi penggunaan bahan
pensteril, konsentrasi dari bahan pensteril itu sendiri serta lamanya perendaman.
Pada metode sterilisasi pertama kami merendam eksplan dengan bakterisida
dan fungisida karena pada metode pertama ternyata terdapat kontaminasi oleh bakteri
pada eksplan meskipun eksplan mengandung senyawa antibakteri dengan harapan
bakteri yang nantinya mungkin akan mengkontaminasi eksplan dapat dibasmi.
Sebelum direndam dengan bakterisida dan fungisida kami juga mencuci eksplan
dengan detergen sesuai tujuan yang telah dijelaskan di awal pembahasan tadi.
- 15 -
Sedangkan pemilihan konsentrasi Baycline yang lebih rendah (20% dan 10%)
disebabkan karena kami menganggap bahwa eksplan telah direndam dengan larutan
bakterisida dan fungisida, sehingga jumlah kapang dan bakteri lebih sedikit.
Dari hasil yang didapat, ternyata metode yang kedua ini menghasilkan
persentase kontaminasi sebesar 100%. Semua eksplan yang ditanam mengalami
kontaminasi pada hari ke-3 setelah eksplan ditanam, namun kontaminasi (oleh
bakteri) terjadi di medium bukan di eksplan. Jadi bisa dikatakan metode sterilisasi ini
bukannya tidak tepat tapi teknik aseptis dari praktikan saat menanam eksplan yang
masih kurang baik. Pada metode sterilisasi kedua ini, hanya ada satu eksplan yang
mengalami induksi pertunasan, tetapi besoknya mengalami kontaminasi oleh bakteri.
Untuk metode sterilisasi III A, metodenya hampir sama dengan metode kedua
hanya dilakukan penambahan Tween untuk mengantisipasi kemungkinan adanya
bakteri endogen yang ada dalam eksplan karena pada metode yang pertama bakteri
tumbuh pada eksplan. Konsentrasi Baycline yang dipakai juga lebih tinggi dari
sebelumnya (40% dan 20%) dengan harapan diperoleh eksplan yang lebih steril
karena diduga dengan konsentrasi Baycline yang lebih pekat maka lebih banyak
mikroba pengkontaminan yang dapat dibasmi. Sebelum menanam pada masing-
masing medium kami melukai permukaan eskplan (di sekitar mata tunas) secara
membujur dengan tujuan supaya tunas lebih cepat tumbuh karena bagian
meristemnya terdapat di bagian dalam eksplan.
Dari hasil pengamatan, dapat dikatakan bahwa persentase kontaminasi untuk
metode III A ini sebesar 100 % juga karena pada hari ke-7 sesudah ditanam ternyata
semua eksplan mengalami kontaminasi. Kontaminasi yang terjadi disebabkan karena
kapang dan bakteri baik di media maupun di eksplan. Dengan hasil seperti ini maka
dapat dikatakan bahwa metode ini masih kurang tepat untuk rimpang Temu mangga.
Tapi untuk langkah perlukaan pada eksplan secara membujur kelihatannya memberi
hasil yang cukup bagus karena seminggu setelah ditanam ada 1 eksplan yang mulai
tumbuh tunas. Oleh karena masih ada bakteri yang tumbuh bisa dilihat bahwa
penambahan Tween kurang memberi efek yang bagus.
- 16 -
Untuk metode III B, langkah-langkahnya sama dengan metode hanya berbeda
di konsentrasi Baycline saja (50% dan 40%). Tujuan dari pengubahan konsentrasi
Baycline ini sama dengan yang telah dijelaskan pada metode sterilisasi sebelumnya.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa persentase eksplan yang terkontaminasi
sebesar 75%, di mana kontaminasi disebabkan oleh kapang dan bakteri dan
kontaminasi terjadi di eksplan. Sedangkan pada media yang masih steril yaitu media
BA 5 ppm, eksplan belum terlihat pertumbuhan tunas yang significant. Hal ini
kemungkinan disebabkan faktor genetik eksplan, umur eksplan dll. Dari hasil ini bisa
dikatakan bahwa metode sterilisasi ini juga masih kurang tepat.
Metode sterilisasi III C juga hanya berbeda pada konsentrasi Baycline yang
digunakan (40% dan 30%) bila dibandingkan dengan metode sterilisasi yang ketiga
dan keempat. Dari hasil yang diperoleh ternyata kontaminasi terjadi karena kapang
yang tumbuh di eksplan. Persentase eksplan yang terkontaminasi sebesar 100%, akan
tetapi masih ada 1 eksplan yang masih menunjukkan pertumbuhan tunas kemudian
mengalami kontaminasi oleh bakteri, 2 hari kemudian.
Metode sterilisasi IV A sama dengan metode yang III B hanya berbeda di
waktu lamanya perendaman pada Baycline 50% yaitu selama 15 menit. Kami
merendam eksplan pada Baycline dengan waktu lebih lama dengan harapan mikroba
pengkontaminan lebih banyak yang mati sehingga dihasilkan eksplan yang steril. Dari
hasil percobaan diperoleh persentase kontaminan sebesar 100%, sehingga metode ini
pun masih kurang tepat untuk bisa menghasilkan eksplan yang steril.
Metode sterilisasi terakhir juga sama dengan metode sterilisasi III C hanya
berbeda di waktu perendaman dengan Baycline 40% yaitu selama 15 menit dengan
harapan yang sama seperti di atas. Dan di hari terakhir pengamatan didapatkan bahwa
persentase kontaminasinya sebesar 100%, namun ada 2 eksplan yang mengalami
pertumbuhan tunas kemudian mengalami kontaminasi oleh bakteri dan kapang. Jadi
untuk metode ini pun sebenarnya juga masih belum tepat untuk menghasilkan eksplan
yang steril.
Namun dari hasil penelitian secara garis besar kontaminasi yang paling
banyak disebabkan oleh kapang yang tumbuh di eksplan, meskipun ada juga
- 17 -
kontaminasi yang disebabkan oleh bakteri yang tumbuh di eksplan. Hal ini
menunjukkan memang ada senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh rimpang Temu
mangga. Karena berdasarkan teori masih sedikit penelitian tentang Temu mangga
maka belum bisa dipastikan juga bahwa rimpang ini memang benar mengandung
senyawa antibakteri. Selain itu, karena sebagian besar kapang tumbuh pada mata
tunas maka kemungkinan dapat disebabkan karena praktikan tidak memotong
jaringan yang mati, terutama pada bagian mata tunas. Apabila jaringan tersebut tidak
dipotong maka kemungkinan masih ada bahan pensteril yang justru menimbulkan
kontaminasi pada eksplan terutama di bagian mata tunasnya. Namun jika bagian mata
tunas itu ikut dipotong maka tidak akan ada pertumbuhan tunas yang teramati. Hal
inilah yang menjadi salah satu kendala dalam mencari metode sterilisasi yang tepat.
Dari hasil percobaan yang didapat, kami mengamati pertumbuhan tunas yang
tidak terlalu signifikan dengan jangka waktu yang hampir sama dengan penelitian
yang dilakukan di Balitbiogen (jurnal acuan). Pada jurnal acuan dikatakan bahwa
pertumbuhan tunas yang signifikan (4-6 cm) dapat diamati dalam kurun waktu sekitar
1 bulan setelah penanaman. Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi perbedaan
hasil ini antara lain :
Umur eksplan (rimpang Temu mangga) yang digunakan
Apabila eksplan (rimpang) yang digunakan berumur muda dan dalam keadaan
segar maka induksi tunas dapat dengan lebih mudah terjadi. Sedangkan dalam
penelitian ini, praktikan telah berusaha menggunakan rimpang yang muda. Akan
tetapi, keadaannya tidak segar karena tidak diambil dari tanah secara langsung
(beli di pasar).
Adanya hormon endogen pada tiap eksplan
Jika eksplan atau rimpang yang digunakan untuk induksi tunas memiliki
hormon endogen, maka pertumbuhan tunas dapat lebih cepat dibanding eksplan
yang tidak memiliki hormon tersebut. Pengaruh hormon endogen ini tidak terlalu
besar karena tiap eksplan juga telah mendapat induksi hormon yang sama untuk
pertumbuhan tunas. Merupakan salah satu faktor yang tidak dapat diatur oleh
praktikan.
- 18 -
Faktor genetik eksplan
Faktor genetik tanaman merupakan faktor yang juga tidak dapat diatur oleh
praktikan. Oleh karena, faktor genetik yang berbeda antar eksplan, maka
pertumbuhan tunas pun dapat berbeda.
Penambahan thidiazuron pada penelitian (Balitbiogen)
Pada penelitian oleh Balitbiogen, ada penambahan thidiazuron sebanyak 0,5
ppm untuk masing-masing konsetrasi hormon (BA 3ppm, BA 5ppm, kinetin
3ppm dan kinetin 5ppm). Penambahan thidiazuron ini berfungsi untuk mengubah
sitokinin ribonukleotida menjadi ribonukleosida yang secara biologis lebih aktif.
(Capella et al, dalam Lu 1993). Bila kerja hormon sitokinin (BA dan kinetin)
menjadi lebih aktif, maka induksi tunas pun dapat lebih cepat terjadi.
Kondisi lingkungan yang tidak sama dengan kondisi pada penelitian
(Balitbiogen).
Kondisi lingkungan ini meliputi cahaya yang diberikan pada eksplan,
temperatur pada ruang inkubasi dan kondisi lingkungan yang tidak diketahui
ataupun disebutkan dalam jurnal. Dalam jurnal disebutkan bahwa biakan
diletakkan pada ruang inkubasi dengan temperatur ±240C dan diberi cahaya
dengan intensitas sebesar 800 lux selama 16 jam sehari.
Dalam percobaan ini digunakan media Gamborg (B5) bukan MS karena dari
jurnal acuan dikatakan bahwa medium B5 mengandung garam mineral dengan
konsentrasi lebih rendah dibanding dengan medium MS dimana konsentrasi garam
mineral yang rendah ini cocok untuk pertumbuhan rimpang Temu mangga karena
kemungkinan rimpang Temu mangga ini tidak membutuhkan konsentrasi garam
mineral yang terlalu tinggi untuk merangsang organogenesis tunas. Jadi untuk
masing-masing spesies tanaman dibutuhkan konsentrasi garam mineral yang berbeda-
beda tergantung pada spesies tanaman itu. Atau dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa spesies tanaman yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda
terhadap medium yang digunakan pada spesies tanaman itu.
BAB IV
PENUTUP
- 19 -
4.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa praktikan tidak berhasil
mendapatkan metode sterilisasi yang tepat. Hal ini didasarkan dengan tidak ada
metode sterilisasi yang menghasilkan 100% eksplan yang steril atau 0% eksplan yang
kontaminasi. Pada percobaan ini, metode sterilisasi hanya menghasilkan 25% eksplan
yang steril, yaitu metode sterilisasi I metode sterilisasi III B.Oleh karena tiu,
meskipun tidak ada metode sterilisasi yang menghasilkan 100% eksplan steril, namun
kedua metode sterilisasi itulah yang paling baik (25% eksplan steril).
4.2 Saran
Jika hendak melakukan penelitian yang sama maka sebaiknya peneliti yang
melakukan sterilisasi eksplan dan penanaman eksplan memiliki teknik aseptis yang
sangat baik karena bila hendak mencari metode sterilisasi yang paling baik maka
kontaminasi tidak boleh berasal dari kesalahan peneliti yang kurang mempunyai
teknik aseptis yang benar. Jika kontaminan berasal dari peneliti maka peneliti akan
kesulitan untuk menentukan apakah metode sterilisasi yang ia coba sudah
memberikan hasil yang diharapkan atau belum.
Selain itu sebaiknya peneliti lain juga merancang metode sterilisasi yang
bertahap serta ada analisa kenapa merancang metode sterilisasi seperti itu dari metode
sebelumnya. Atau dengan kata lain walaupun metode sterilisasi yang sudah dicoba
masih belum berhasil tetap harus dianalisa kemungkinan-kemungkinan yang terjadi
agar bisa diperbaiki di metode sterlisasi yang seterusnya. Jadi tiap langkah sesepele
apapun harus dicatat agar dapat dianalisa ulang berdasarkan hasil yang didapat.
DAFTAR PUSTAKA
- 20 -
indoplasma.or.id/publikasi/buletin_pn/pdf/buletin_pn_9_1_2003_39-44_hutami.pdf -
.[6 Mei 2009].
http://www.indoplasma.or.id/publikasi/buletin_pn/abstrak/
buletin_pn_9_1_2003_hutami.htm .[6 Mei 2009].
http://www.litbang.deptan.go.id/tahukah-anda/?p=19 .[6 Mei 2009].
http://www.answers.com/topic/curcuma-mangga .[6 Mei 2009].
http://kunirputih.tripod.com/photo.htm . [6 Mei 2009].
www.balittro.go.id/index.php?pg=pustaka&child=tro&page=lihat&tid=6&id=31
.[6 Juni 2009].
indoplasma.or.id/publikasi/buletin_pn/pdf/buletin_pn_9_1_2003_39-44_hutami.pdf -
.[6 Juni 2009].
http://www.indoplasma.or.id/publikasi/buletin_pn/abstrak/
buletin_pn_9_1_2003_hutami.htm .[6 Juni 2009].
http://www.litbang.deptan.go.id/tahukah-anda/?p=19 .[6 Juni 2009].
www.proseanet.org/prohati2/browser.php?pcategory=8 - 25k - .[6 Juni 2009].
http://www.answers.com/topic/curcuma-mangga .[6 Juni 2009].
http://kunirputih.tripod.com/photo.htm .[6 Juni 2009].
http://pschemicals.com/index.php?p=product&CAS_nr=8001-54-5&id=80770
.[10 Juni 2009].
http://bahan-alam.fa.itb.ac.id/detail.php?id=341 .[10 Juni 2009].
http://oki.santosa.googlepages.com/kunyit.jpg .[10 Juni 2009].
http://www.kehati.or.id/florakita/img/0010691.jpg.[10 Juni 2009].
http://davesgarden.com/pics/getrich_1064021015_564.jpg .[10 Juni 2009].
http://www.familymanagement.com/childcare/practices/cleaning.practices.html
.[10 Juni 2009].
http://en.wikipedia.org/wiki/Kinetin .[10 Juni 2009].
http://en.wikipedia.org/wiki/Cytokinin.[10 Juni 2009].
http://en.wikipedia.org/wiki/6-benzylaminopurine .[10 Juni 2009].
Recommended