View
68
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
ASKEP DAN KONSEP DASAR BERDUKA DISFUNGSIONAL
TUGAS KEPERAWATAN JIWA
DISUSUN : OLEH
ISMAEL
M. GINGNES
DOSEN : Ns. ISNA OVARI, S. KEP
PROGRAM B S1 KEPERAWATAN
STIKES PERINTIS BUKITTINGGI
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang sifatnya unik bagi
setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak
atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan
emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit
mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada
orang lain.
Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi
kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam
memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi
menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat
membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga
kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita
setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental
dan sosial yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan.
Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan
dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan
keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir
karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan
pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya
selama kehilangan dan kematian ( Potter & Perry, 2005 ).
1.2 Permasalahan
Adapun permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah bagaimana asuhan keperawatan
pada klien dengan kehilangan dan berduka disfungsional.
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah:
1. Tujuan umum
Mengetahui konsep kehilangan dan berduka.
Mengetahui asuhan keperawatan pada kehila.ngan dan berduka disfungsional
1. Tujuan khusus
Mengetahui jenis-jenis kehilangan.
Menjelaskan konsep dan teori dari proses berduka.
Mengetahui faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kehilangan
2.1.1 Definisi kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi
yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut.
Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik,
diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat
kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35).
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang
kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya
kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada
dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan
individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau
seluruhnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksikehilangan, tergantung:
1. Arti dari kehilangan
2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu
2.1.2 Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu :
1. Aktual atau nyata Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian
orang yang sangat berarti / di cintai
2. Persepsi Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang
berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
2.1.3 Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu
yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung
oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman, intensitas
dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak
biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.
Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang.
Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran
dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap,
sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan
pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang
atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang
tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.
Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan
latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah
kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.
Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang
disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang
kematian.
2.1.4 Rentang Respon Kehilangan
Denia l—–> Anger —–> Bergaining ——> Depresi ——> Acceptance
1. Fase denial
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat,
menangis, gelisah.
2. Fase anger / marah
a. Mulai sadar akan kenyataan
b. Marah diproyeksikan pada orang lain
c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
d. Perilaku agresif.
3. Fase bergaining / tawar- menawar.
a. Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan saya “ seandainya
saya hati-hati “.
4. Fase depresi
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Fase acceptance
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya harus
operasi “
2.2 Berduka
2.2.1 Definisi berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya
perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua
tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon
kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau
ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya
dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau
kesalahan/kekacauan.
2.2.2 Teori dari Proses Berduka
Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka
hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan
keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan
mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka,
mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
1. Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada
seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi
tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak
bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa.
Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena kehilangan
masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk
mengalihkan kehilangan seseorang.
Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah
dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan
seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.
1. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku dan
menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
a) Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa
telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi
pada saya!” umum dilontarkan klien.
b) Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan segala
sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga
mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa
dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.
c) Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah
kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain.
d) Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap
depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan
masalah.
e) Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan
ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri
atau berputus asa.
1. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih
dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang
mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda
dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
1. Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:
1. Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
1. Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang melawan
kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.
1. Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali
secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup
dengan kehidupan mereka.
PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA
ENGEL (1964) KUBLER-ROSS MARTOCCHIO RANDO (1991)
(1969) (1985)
Shock dan tidak
percaya
Menyangkal Shock and disbelief Penghindaran
Berkembangnya
kesadaran
Marah Yearning and protest
Restitusi Tawar-menawar Anguish,
disorganization and
despair
Konfrontasi
Idealization Depresi Identification in
bereavement
Reorganization / the
out come
Penerimaan Reorganization and
restitution
akomodasi
BAB III
ASKEP BERDUKA DISFUNGSIONAL
Pengkajian
Data yang dapat dikumpulkan adalah:
a. Perasaan sedih, menangis.
b. Perasaan putus asa, kesepian
c. Mengingkari kehilangan
d. Kesulitan mengekspresikan perasaan
e. Konsentrasi menurun
f. Kemarahan yang berlebihan
g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
i. Reaksi emosional yang lambat
j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
Diagnosa keperawatan: Berduka disfungsional
Definisi: sesuatu respon terhadap kehilangan yang nyata maupun yang dirasakan dimana individu
tetap terfiksasi dalam satu tahap proses berduka untuk suatu periode waktu yang terlalu lama, atau
gejala berduka yang normal menjadi berlebih-lebihan untuk suatu tingkat yang mengganggu fungsi
kehidupan.
Kemungkinan Etiologi (“yang berhubungan dengan”)
Kehilangan yang nyata atau dirasakan dari beberapa konsep nilai untuk individu
Kehilangan yang terlalu berat (penumpukan rasa berduka dari kehilangan multiple yang belum
terselesaikan)
Menghalangi respon berduka terhadap suatu kehilangan
Tidak adanya antisipasi proses berduka
Perasaan bersalah yang disebabkan oleh hubungan ambivalen dengan konsep kehilangan.
Batasan Karakteristik (“dibuktikan dengan”)
Idealisasi kehilangan (konsep)
Mengingkari kehilangan
ü Kemarahan yang berlebihan, diekspresikan secara tidak tepat
ü Obsesi-obsesi pengalaman-pengalaman masa lampau
ü Merenungkan perasaan nersalah secara berlebihan dan dibesar-basarkan tidak sesuai dengan
ukuran situasi.
Regresi perkembangan
Gangguan dalam konsentrasi
Kesulitan dalam mengekspresikan kehilangan
Afek yang labil
Kelainan dalam kebiasaan makan, pola tidur, pola mimpi, tingkat aktivitas, libido.
Sasaran/Tujuan
Sasaran jangka pendek
Pasien akan mengekspresikan kemarahan terhadap konsep kehilangan dalam 1 minggu.
Sasaran jangka panjang
Pasien akan mampu menyatakan secara verbal perilaku-perilaku yang berhubungan dengan tahap-
tahap berduka yang normal. Pasien akan mampu mengakui posisinya sendiri dalam proses berduka
sehingga ia mampu dengan langkahnya sendiri terhadap pemecahan masalah.
Intervensi dengan Rasional Tertentu
1. Tentukan pada tahap berduka mana pasian terfiksasi. Identifikasi perilaku-perilaku yang
berhubungan dengan tahap ini.
Rasional
Pengkajian data dasar yang akurat adalah penting untuk perencanaan keperawatan yang efektif bagi
pasien yang berduka.
1. Kembangkan hubungan saling percaya dengan pasien. Perlihatkan empati dan perhatian. Jujur
dan tepati semua janji
Rasional
Rasa percaya merupakan dasar unutk suatu kebutuhan yang terapeutik.
1. Perlihatkan sikap menerima dan membolehkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya
secara terbuka
Rasional
Sikap menerima menunjukkan kepada pasien bahwa anda yakin bahwa ia merupakan seseorang
pribadi yang bermakna. Rasa percaya meningkat.
1. Dorong pasien untuk mengekspresikan rasa marah. Jangan menjadi defensif jika permulaan
ekspresi kemarahan dipindahkan kepada perawat atau terapis. Bantu pasien untuk
mengeksplorasikan perasaan marah sehingga pasien dapat mengungkapkan secara langsung
kepada objek atau orang/pribadi yang dimaksud.
Rasional
Pengungkapan secara verbal perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam dapat
membantu pasien sampai kepada hubungan dengan persoalan-persoalan yang belum terpecahkan.
1. Bantu pasien untuk mengeluarkan kemarahan yang terpendam dengan berpartisipasi dalam
aktivitas-aktivitas motorik kasar (mis, joging, bola voli,dll)
Rasional
Latihan fisik memberikan suatu metode yang aman dan efektif untuk mengeluarkan kemarahan yang
terpendam.
1. Ajarkan tentang tahap-tahap berduka yang normal dan perilaku yang berhubungan dengan
setiap tahap. Bantu pasien untuk mengerti bahwa perasaan seperti rasa bersalah dan marah
terhadap konsep kehilangan adalah perasaan yang wajar dan dapat diterima selama proses
berduka.
Rasional
Pengetahuan tentang perasaan-perasaan yang wajar yang berhubungan dengan berduka yang normal
dapat menolong mengurangi beberapa perasaan bersalah menyebabkan timbulnya respon-respon ini.
1. Dorong pasien untuk meninjau hubungan dengan konsep kehilangan. Dengan dukungan dan
sensitivitas, menunjukkan realita situasi dalam area-area dimana kesalahan presentasi
diekspresikan.
Rasional
Pasien harus menghentikan persepsi idealisnya dan mampu menerima baik aspek positif maupun
negatif dari konsep kehilangan sebelum proses berduka selesai seluruhnya.
1. Komunikasikan kepada pasien bahwa menangis merupakan hal yang dapat diterima.
Menggunakan sentuhan merupakan hal yang terapeutik dan tepat untuk kebanyakan pasien.
1. Bantu pasien dalam memecahkan masalahnya sebagai usaha untuk menentukan metoda-
metoda koping yang lebih adaptif terhadap pengalaman kehilangan. Berikan umpan balik
positif untuk identifikasi strategi dan membuat keputusan.
Rasional
Umpan balik positif meningkatkan harga diri dan mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan.
10. Dorong pasien untuk menjangkau dukungan spiritual selama waktu ini dalam bentuk apapun yang
diinginkan untuknya. Kaji kebutukan-kebutuhan spiritual pasien dan bantu sesuai kebutuhan dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu.
Hasil Pasien yang Diharapkan/Kriteria Pulang
1. Pasien mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses berduka yang normal dan
perilaku yang berhubungan debgab tiap-tiap tahap.
2. Pasien mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses berduka dan mengekspresikan
perasaan-perasaannya yang berhubungan denga konsep kehilangan secara jujur.
3. Pasien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi dan perilaku-perilaku yang berlebihan
yang berhubungan dengan disfungsi berduka dan mampu melaksanakan aktifitas-aktifitas
hidup sehari-hari secara mandiri.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada
dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan
individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau
seluruhnya.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua
tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon
kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau
ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya
dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau
kesalahan/kekacauan.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh
berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5 katagori kehilangan,
yaitu:Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat dikenal,
kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan
kehidupan/meninggal.
Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah,
tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.
Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan Berduka
dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman Untuk
Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
stikes.fortdekock.ac.id
Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.
Recommended