View
25
Download
3
Category
Preview:
DESCRIPTION
Hubungan Luar Negeri dan Diplomasi Indonesia
Citation preview
Draft Presentasi Hubungan Luar Negeri dan Diplomasi Indonesia
Askabea Fadhilla, 1106061081
Budi Larasati, 1106061094
Gineng Pratidina Permana Sakti, 1106061106
Reza Andhika M, 1106061112
Agung Wicaksono, 1106061125
Kebijakan Luar Negeri Indonesia dan Isu-Isu Strategis dalam Kerjasama
Internasional: Terorisme dan Kejahatan Transnasional
1. Indonesia dan Terorisme
Bom Bali
Terorisme dalam beberapa tahun terakhir menjadi isu yang sering dibahas. Mengapa
terorisme akhir-akhir ini menjadi isu yang sering diperbincangan oleh dunia internasional?
Jawabannya adalah karena terorisme memiliki kekuatan untuk mengancam stabilitas
keamanan negara dan lebih sulit dihentikan pergerakannya karena jaringan terorisme lebih
sulit dideteksi dibandingkan aktor lain seperti negara atau individu.
Beberapa pengertian diciptakan untuk mendefinisikan terorisme yang memiliki
banyak bentuk definisi. Yang pertama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, terorisme
adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai sebuah
tujuan, khususnya tujuan politik. Kemudian berbeda lagi pengertian menurut situs resmi
pemerintah negara Maine, Amerika Serikat yang mengartikan terorisme sebagai penggunaan
kekerasan oleh salah satu pihak yang melanggar hukum terhadap individu, kelompok,
kebudayaan, atau pemeritahan lain untuk melakukan sebuah perubahan yang dikehendaki.1
Isu terorisme seakan menjadi duri dalam daging yang mengganggu stabilitas
keamanan Indonesia. Indonesia yang selama ini dikenal sebagai negeri yang aman berubah
menjadi negeri yang menakutkan di mata internasional karena adanya tindakan terorisme di
1 http://www.maine.gov/miac/miac_citizen_terrorism.shtml diakses pada Rabu, 27 November 2012, pada pukul 21.10
1
Indonesia yang dikenal sebagai peristiwa Bom Bali pada tahun 2002. Bahkan beberapa
negara menuduh Indonesia sebagai negeri yang subur untuk terorisme sehingga
memberlakukan larangan kepada warganya untuk berwisata ke Indonesia. Dari peristiwa
Bom Bali lah pemerintah Indonesia mulai menancap gas untuk memerangi terorisme yang
tumbuh subur di wilayah Indonesia.
Setelah merasa tertampar akibat peristiwa Bom Bali di tahun 2002, pemerintah
Indonesia mulai bertindak tegas untuk memerangi terorisme. Usaha untuk memerangi
terorisme yang paling jelas terlihat di Indonesia dibentuknya satuan khusus Polri untuk
penanggulangan teror, Detasemen Khusus 88 atau Densus 88. Satuan khusus ini sudah
banyak berhasil menangkap pelaku-pelaku terorisme yang berkembang di Indonesia.
Indonesia dianggap sebagai negara yang dianggap sukses menanggulangi terorisme
khususnya setelah peristiwa Bom Bali tahun 2002. Untuk menjaga kesuksesan Indonesia
menanggulangi terorisme,pemerintah mengambil langkah untuk melibatkan negara lain untuk
juga melakukan usaha untuk menyelesaikan masalah terorisme. Indonesia mengambil bagian
dalam forum regional seperti ARF untuk mengajak negara lain bergabung melawan
terorisme. Tidak hanya di form regional, pemerintah Indonesia juga bekerjasama dengan
negara-negara lain seperti Jerman, Australia, Amerika Serikat dll untuk memerangi terorisme
dengan cara pencerdasan unit-unit, dan meningkatkan informasi.
Upaya Indonesia dalam memberantas terorisme
Sejak terjadinya kasus Bom Bali tahun 2002, Pemerintah Indonesia lebih
menggencarkan lagi sounding mengenai langkah-langkah apa yang dilakukan Pemerintah
Indonesia dalam mengurangi tindak terorisme yang terjadi di Indonesia. Dalam usahanya
dalam memberantas terorisme, Pemerintah Indonesia menghadirkan enam prinsip dasar dan
dua kebijakan yang dilakukan untuk memerangi terorisme.
A. Prinsip Dasar
1. Supremacy of Law
Indonesia merupakan negara hukum dan dalam menghadapi masalah terorisme ini pun
Pemerintah Indonesia menyebutkan bahwa segala tindakan yang diambil dalam memerangi
terorisme didasari dengan adanya legal framework yang jelas. Sebelum Bom Bali 1,
Indonesia telah menunjukan intensinya untuk mencegah terjadinya terorisme dengan
meratifikasi beberapa konvensi internasional yang berhubungan dengan pencegahan dan
2
penanggulangan terorisme, yaitu Convention on Offences and Certain Other Acts on Board
Aircrafts (1963), Convention for the Supression of Unlawful Seizure of Aircraft (1970),
Convention for the Supression of Unlawful Acts Againts Safety Aviation (1979), Chemical
Weapon Convention (1993), dan Biological Weapon Convention (1972). Indonesia juga
menandatangani International Convention for the Supression of the Financing Terrorism
(1999), the Comprehensive Test Ban Treaty (1996), dan telah mengimplementasikan dua
resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB)(1368/2001 : 1373/2001).
Pemerintah Indonesia juga memiliki hukum yang mengatur tentang anti-terorisme pada tahun
2003. Dalam hukum anti-terorisme ini diatur secara tegas apa hukuman yang dapat diterima
oleh pihak-pihak yang melakukan ataupun yang membantu tindak terorisme di Indonesia.
Hukuman mulai dari tiga tahun penjara sampai hukuman mati menjadi hukuman yang
ditetapkan dalam Undang-undang Anti-terorisme tersebut.
2. Independence
Dalam poin ini Indonesia menegaskan meski international co-operation dapat dilakukan,
pengambilan tindakan atau keputusan akhir mengenai terorisme tetaplah dipegang oleh
pemerintah Indonesia. Hal ini menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia tidak dapat
dikendalikan oleh pihak asing dalam pengambilan keputusannya.
3. Indiscrimination
Dalam hal ini Pemerintah Indonesia memperlakukan sama segala jenis tindakan terorisme
tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, ataupun golongan tertentu dalam penngambilan
keputusannya. Semua tindak terorisme dijamin oleh Pemerintah Indonesia untuk diproses
dengan objektif.
4. Coordination
Tindak terorisme tidak dapat diselesaikan jika hanya beberapa pihak saja yang menjalankan,
maka pencegahan terorisme ini harus dilakukan dengan adanya koordinasi lintas sektor juga
lintas negara.
5. Democracy
Poin ini menegaskan bahwa pencegahan dan penanggulangan terorisme yang dilakukan
Indonesia tetaplah berada di bawah nilai-nilai demokrasi. Indonesia menjamin bahwa tidak
akan ada nilai demokrasi yang dilanggar dalam upaya-upaya pemberantasan terorisme.
6. Participation
Pemerintah Indonesia menyadari bahwa terorisme tidak dapat dicegah dengan hanya ada
peranan pemerintah saja. Pemerintah Indonesia mengharapkan adanya kerjasama yang
3
terjalin antara organisasi-organisasi serta komunitas yang ada di masyarakat untuk
mendukung pemerintah dalam usaha pencegahan terorisme ini.
B. Kebijakan
1. Direct Action
Pengutan koordinasi intelijen dalam negeri
Tindakan langsung yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan masalah
terorisme ini ditandai dengan adanya dua Keppres mengenai terorisme oleh Presiden
Megawati Soekarnoputri. Keppres No. 4/2002 berisi mendat kepada Menteri Koordinator
Politik dan Keamanan untuk mengkoordinasi penetapan ukuran-ukuran dalam melawan
terorisme. Keppres berikutnya adalah Keppres No. 5/2002 mengenai mandat tentang
kerjasama yang harus dilakukan oleh tim intelijen Indonesia yang terdiri dari BIN,
BAINTELKAM POLRI, dan BAIS TNI dalam mencegah terorisme. Mandat ini diturunkan
karena sebelumnya kelompok-kelompok ini cenderung bekerja secara individual dalam
melakukan kegiatannya
International Cooperation
Dalam usahanya mengadakan kerjasama luar negeri, Indonesia khusunya badan intelijennya
telah mengintensifkan kerjasama dengan badan-badan intelijen negara lain seperti FBI,
Swedish Polish Forces, Scotland Yard, Dutch Police, Japan National Police Agency, dan
ICPO-Interpol dalam usaha untuk membongkar identitas jaringan teroris internasional. Dan
dalam lingkup regional, Indonesia juga telah mengadakan kerjasama dengan anggota ASEAN
lainnya dalam menyikapi tindak terorisme.
2. Indirect Action
Aktivitas Public Relations
Pemerintah Indonesia dalam memberantas terorisme memkasimalkan media massa untuk
mempermudah pencarian jaringan terorisme di Indonesia. Foto-foto tersangka terorisme
secara luas disebarkan dengan harapan masyarakat dapat membantu usaha pemerintah untuk
mencegah meluasnya terorisme di Indonesia.
Usaha dukungan dan pencerdasan masyarakat
Dalam poin ini Pemerintah Indonesia melakukan pencerdasan kepada seluruh masyarakat
Indonesia mengenai bahaya terorisme dan akibat yang akan ditimbulkanya. Akar terorisme
4
Indonesia yang berasal dari ajaran Islam radikal membuat Pemerintah Indonesia memiliki
kewajiban untuk memberikan penjelasan mengenai gerakan Islam radikal dan seharusnya
dapat membuat masyarakat tidak ikut serta dalam ajaran-ajaran Islam yang radikal dan
mengarah pada terorisme. Edukasi menjadi poin penting pada usaha pemerintah ini sebab
dengan mengakomodasi edukasi bagi masyarakat, masyarakat menjadi dapat membedakan
dan memilih ajaran yang benar dan tidak mudah untuk terjerat jaringan terorisme yang
biasanya merekrut remaja-remaja yang beredukasi kurang tinggi.
2. Indonesia dan Kejahatan Transnasional
Drug Trafficking
Isu drug trafficking sebagai suatu kejahatan transnasional membawa urgensi besar
bagi posisi Indonesia. Indonesia telah menemui berbagai macam tantangan dalam mengatasi
produksi, penjualan maupun penggunaan secara internal obat-obatan terlarang. Berdasarkan
statistik yang dimiliki oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)2, pada pertengahan 2011,
populasi pengguna obat-obatan terlarang di Indonesia berjumlah 4.1 juta jiwa. Angka ini
mengalami peningkatan sebanyak 500 ribu dari survey terakhir yang dilakukan pada tahun
2009. Bahkan dalam 6 bulan terakhir, tindakan criminal yang berhubungan dengan obat-
obatan terlarang meningkat sebesar 67%. Pada laporan terakhir di tahun 2011, industri ini
dapat menghasilkan Rp 42,8 triliun setiap tahunnya.3
Perkembangan ini dapat dikaitkan dengan fenomena menyebarnya penggunaan obat-
obatan terlarang ke desa-desa terpencil, dimana dulu penggunaan narkotika masih sangat
identik dengan kota-kota besar. Fakta lain yang menarik, sebanyak 80% pengguna obat-
obatan ini merupakan generasi muda berusia 15-39 tahun. Sebagian besar supply narkotika
yang masuk ke Indonesia berasal dari negara-negara seperti Iran, Afghanistan, Pakistan,
China, Thailand, Taiwan dan India. Obat-obatan ini diselundupkan melalui berbagai rute
namun secara umum distribusinya melewati negara-negara tetanggga, diselundupkan melalui
bandar udara maupun pelabuhan.
2 2012 INCSR: Country Reports, http://www.state.gov/j/inl/rls/nrcrpt/2012/vol1/184100.htm, diakses pada 29
November 2012, pukul 20.003 Zaky Pawas, Bayu Marhaenjati & Vento Saudale, “Indonesia’s Illegal Drug Trade Gets Higher”, http://www.thejakartaglobe.com/lawandorder/indonesias-illegal-drug-trade-gets-higher/526969, diakses pada 30 Oktober 2012, pukul 21.11
5
Selain terlibat dengan negara-negara lain dalam aksi ini, Indonesia sendiri dapat
dikatakan cukup mandiri dalam produksi. keberadaan Salah satu yang memegang peranan
penting dalam keberadaan narkotika dalam negeri adalah Aceh. Ratusan hektar ladang ganja
ditemukan oleh Badan Narkotika Nasional pada bulan Juli lalu. Setiap satu hektarnya berisi
10.000 pohon ganja dan dapat menghasilkan 1500 kilogram ganja kering. Ganja yang
dihasilkan kemudian didistribusikan ke seluruh Indonesia melalui pelabuhan laut maupun
udara di negara ini.4 Selain menjadi sumber produksi ganja, garis pantai antara Aceh dan
Lampung menjadi tempat yang strategis untuk transaksi. Dari sini, paket ganja biasanya
dipasok ke kepulauan Riau dan berlanjut ke Kalimantan.5
Ganja telah menjadi sumber komoditas utama bagi masyarakat Aceh. Sebagian besar
menanam tanaman tersebut dengan sukarela, hingga bahkan telah muncul gerakan-gerakan
untuk melegalisasi ganja. Proposal ini telah ditawarkan oleh Lingkar Ganja Nasional sejak
tahun 2008, agar perdagangan ganja yang selama ini dikuasai mafia dapat diserahkan ke
pemerintah. Sehingga, regulasi dan hukum seputar penggunaan dan kepemilikan ganja di
Indonesia dapat diawasi dengan baik.
Berbagai usaha untuk mengurangi penyalahgunaan obat-obatan terlarang ini telah
dilakukan oleh Pemerintah Indonesia baik secara internal maupun eksternal dan internal.
Dalam negeri, Indonesia melakukan pembangunan dalam tubuh BNN. Pada tahun 2009,
diluncurkan UU No. 35 tentang narkotika yang memberikan otoritas lebih luas kepada BNN
berkaitan dengan efektivitas program-programnya.
Untuk mendukung keberhasilan program-program tersebut, BNN bekerjasama dengan
Drug Enforcement Administration (DEA) dan U.S. Pacific Command’s Joint Interagency
Task Force-West. Badan-badan ini bekerjasama untuk membangun teknologi informasi,
infrastruktur, pelatihan dan sumber daya manusia. Di tahun 2011, DEA secara resmi
mendirikan kantor perwakilannya di Jakarta. Indonesia dan BNN akan menjadi tuan rumah
International Drug Enforcement Conference (IDEC) di Bali tahun ini. IDEC merupakan
pertemuan internasional terbesar untuk membahas penyalahgunaan obat-obatan terlarang.
Konferensi ini akan membawa arti penting bagi Indonesia sebagai negara asia yang menjadi
4 “BNN Discovers New Drug Smuggling Routes”, http://www.tempointeractive.com/hg/nasional/2012/09/12/uk.html, diakses pada 30 Oktober 2012, pukul 21.11
5 “BNN: International drug syndicate controls Indonesian sea”, http://www.republika.co.id/berita/en/national-
politics/12/06/12/m5ia1c-bnn-international-drug-syndicate-controls-indonesian-sea, diakses pada 30 Oktober 2012, pukul 21.12
6
tuan rumah untuk pertama kalinya. Selain kerjasama dengan pihak Amerika Serikat,
Pemerintah Indonesia juga melakukan perjanjian bilateral dengan India, Vietnam, China,
Nigeria, Iran, Pakistan, dan Mexico.
Secara umum Indonesia telah menunjukkan komitmennya dalam mengontrol
penyalahgunaan narkotika melalui kerjasamanya dengan banyak lembaga serta perjanjian
antar negara. Namun, akhir-akhir ini muncul anggapan kontradiktif. Hal ini disebabkan oleh
keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang memberikan grasi terhadap gembong
narkoba. Memang pemberian grasi merupakan hak prerogratif presiden, namun citra
Indonesia sebagai negara yang berkomitmen dalam pemberantasan obat terlarang juga harus
dipertimbangkan. Terlebih lagi pemberian grasi ini tidak hanya terjadi satu atau dua kali.
Anggapan ini dikonfirmasi oleh anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Eva
Sundari. Ia meminta presiden tidak lagi memberikan grasi kepada terpidana narkoba untuk
membuktikan diri bahwa istana bersih dari mafia. Karena selain melawan kepentingan
umum, aksi tersebut juga tidak akan membuat jera orang-orang yang terlibat narkotika.6
Human Trafficking
Perdagangan manusia atau trafficking, berdasarkan pada Pasal 3 dari Protocol to
Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children adalah
segala bentuk tindakan dari perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, maupun
penerimaan seseorang, dengan ancaman, penggunaan kekerasan ataupun berbagai bentuk lain
demi tujuan eksploitasi. Adapun, eksploitasi yang dimaksudkan dalam protokol tersebut
adalah untuk melacurkan seseorang secara seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan,
serta pengambilan dari organ tubuh. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dipahami
bahwa intisari dari trafficking adalah eksistensi dari unsur eksploitasi dan pengambilan
keuntungan secara sepihak. Hal tersebut ditunjang pula dengan tiga unsur utama, yaitu proses
(pergerakan), metode, dan tujuan (eksploitasi).7
6 “SBY Diminta Hentikan Pemberian Grasi Narkoba”, http://www.tempo.co/read/news/2012/11/12/078441145/SBY-Diminta-Hentikan-Pemberian-Grasi-Narkoba, diakses pada 29 November 2012, pukul 21.187 “Waspada Bahaya Perdagangan Orang (Trafficking) dan Penyelundupan Manusia (Smuggling),” diakses
melalui http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/artikel/259-waspada-bahaya-perdagangan-orang-trafficking-dan-penyelundupan-manusia-smuggling.html pada Kamis, 29 November 2012 pukul 09.10
7
Membahas mengenai relevansi dengan Indonesia, Organisasi Migrasi Internasional
(IOM) dan non-governmental organization (NGO) memperkirakan bahwa sekitar 43 hingga
50% – atau 3 hingga 4.5 juta – tenaga kerja ekspatriat di Indonesia telah memiliki indikasi
sebagai korban dari trafficking. Masing-masing dari 33 provinsi di Indonesia merupakan
daerah sumber – dan tujuan – dari trafficking, dengan Jawa, Kalimantan Barat, Lampung,
Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan menjadi wilayah yang paling signifikan. Di sisi lain,
mayoritas dari pekerja migran Indonesia juga mengalami kondisi kerja paksa dan perbudakan
di berbagai negara – khususnya Malaysia, Arab Saudi, Singapura, Kuwait, Suriah, dan Irak.8
Sementara, perdagangan internal dari pedesaan menuju ke perkotaan turut menjadi
bagian dari permasalahan trafficking di Indonesia, dengan perempuan dan anak-anak yang
dieksploitasi dalam perbudakan domestik, prostitusi, dan kerja paksa pada bidang pertanian
dan pertambangan. Pariwisata seks internasional dan pariwisata seks anak masih pula
menjadi masalah, terutama pada Pulau Batam dan Karimun, serta pusat perkotaan dan tujuan
wisata lain, termasuk dengan Kepulauan Bali dan Riau.9 Terdapat banyak faktor yang
menyebabkan maraknya perdagangan manusia di Indonesia, termasuk dengan kemiskinan,
kurangnya kesempatan kerja, peran gender yang tidak setara, tekanan dari masyarakat dan
keluarga untuk mempekerjakan anak, serta biaya pendidikan yang tidak terjangkau. Adapun,
pemerintah Indonesia ditempatkan pada Tier 2 dalam U.S. Department of State’s Trafficking
in Persons Report pada tahun 2011 dikarenakan tidak sepenuhnya telah mematuhi standar
minimum yang telah ditetapkan dalam Trafficking Victims Protection Act’s namun
melakukan upaya yang signifikan dalam mengatasi hal tersebut.10
Secara domestik, permasalah mengenai trafficking telah diatur dalam UU No.21
Tahun 2007 bersama dengan UU No.14 Tahun 2009 yang merupakan pengesahan dari
Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and
Children. Menyadari kerentanan dari buruh migran perempuan Indonesia di beberapa negara
penerima, pemerintah lalu menerapkan larangan bagi sertifikasi penambahan jumlah migran
menuju ke Arab Saudi dan Yordania, serta melanjutkan larangan sebelumnya yang ditetapkan
bagi Malaysia.11 Sementara dalam ruang lingkup internasional, hal tersebut dapat diamati
8 “Indonesia,” diakses melalui http://www.humantrafficking.org/countries/indonesia pada Kamis, 29 November 2012 pukul 09.23
9 Ibid.10 Ibid.11 “Trafficking in Persons Report 2011 Country Narratives- Countries G through M,” diakses melalui http://www.state.gov/j/tip/rls/tiprpt/2011/164232.htm pada Kamis, 29 November 2012 pukul 10.14
8
dalam penandatanganan dari – untuk menyebutkan beberapa – Memorandum of
Understanding (MOU) dengan Taiwan demi kerjasama yang lebih lanjut dalam melakukan
tindakan prevensi terhadap trafficking dan ekploitasi dari migran 12 dan ASEAN Leaders’
Joint Statement in Enhancing Cooperation Against Trafficking in Persons in Southeast Asia13
Software Piracy
A. Definisi
Software piracy adalah fenomena baru yang menjadi permasalahan global karena dampak
kerugian yang ditimbulkannya. Sebagai fenomena yang relatif baru, pengertian software
piracy dipahami secara berbeda dengan konsep piracy pada umumnya. Konsep piracy sendiri
yang telah mengalami perubahan dari masa ke masa dan telah digunakan dalam banyak
konteks hanya memberikan implikasi sederhana terhadap pemahaman software piracy
sebagai pelanggaran atas otoritas tertentu. Dengan demikian, hal tersebut memungkinkan
banyaknya definisi yang berusaha mengemukakan pengertian software piracy berdasarkan
sifat aktualitas fenomena tersebut dan luasnya pemahaman terhadap piracy secara umum.
Software piracy secara umum didefinisikan sebagai bagian dari Intellectual Property Rights
yang dipahami sebagai penggunaan, penyebarluasan atau duplikasi suatu software tanpa
seizin atau kesepakatan pembuat atau pemegang hak atas software yang bersangkutan.14
B. Urgensi dan Kondisi Indonesia
Software piracy menjadi penting karena merupakan fenomena yang tersebar secara luas dan
memiliki dampak kerugian yang besar. Gejala penyebarannya sebagai fenomena global
antara lain adalah ditemukannya fenomena serupa di berbagai belahan dunia. Software piracy
menjadi berbahaya karena mengakibatkan kerugian total yang besar dengan misalnya
12 “ROC, Indonesia combat human trafficking,” diakses melalui http://taiwantoday.tw/ct.asp?xItem=197054&ctNode=413 pada Kamis, 29 November 2012 pukul 09.38
13“ASEAN Leaders’ Joint Statement in Enhancing Cooperation Against Trafficking in Persons in Southeast
Asia,” diakses melalui http://www.indonesia-ottawa.org/2011/12/asean-leaders%E2%80%99-joint-statement-in-enhancing-cooperation-against-trafficking-in-persons-in-southeast-asia/ pada Kamis, 29 November 2012 pukul 10.51.14 Trevor Moores dan Gurpreet Dhillons, “Software Piracy: A View from Hong Kong” dalam Communications of the ACM, Vol. 43, No. 12, (2000), hlm. 1.
9
sebanyak $ 800 milliar sepanjang tahun 2007 dan menunjukkan trend peningkatan pada
tahun-tahun yang mendatang dengan persentase rata-rata 20% per tahun.15
Fenomena ini menunjukkan urgensinya tersendiri di Indonesia karena tingkat pemakaian
software ilegal mencapai 70% dan mengakibatkan kerugian sebesar $ 411 juta dan berada
pada tingkat yang akut dengan nilai tingkat pelanggaran sebesar 84% di tahun 2007.16 Hal ini
menjadikan Indonesia menempati posisi ke-12 terbesar di seluruh dunia dan kedua terbesar di
Asia Tenggara setelah Vietnam.17 Pada tahun mendatang, trend ini mengalami kenaikan di
Indonesia dengan mengakibatkan kerugian sebesar $ 886 juta pada tahun 200818 dan
mematahkan prediksi BSA mengenai kenaikan sebesar 20% di tahun tersebut.19
Berdasarkan pengamatan dari International Intellectual Property Alliances, tingkat software
piracy yang tinggi ditengarai akibat adanya ketidakmampuan sistem peradilan Indonesia
dalam menangani piracy. Hal ini ditandai dengan adanya kasus-kasus kecil yang dibawa ke
pengadilan dan tidak melibatkan sumber-sumber informasi atau jaringan yang bersangkutan
terhadap kerugian-kerugian besar. Minimalnya tindakan legal dalam mengatur software
piracy juga ditandai oleh sedikitnya laporan yang masuk dan denda yang rendah.20
15 Business Software Alliance, “Piracy Study”dalam Fifth Annual BSA and IDC Global Software, (2007), hlm. 5.16 “Software Piracy Increases 60% on Lack of Enforcement” dalam http://www.thejakartaglobe.com/business/software-piracy-rises-60-on-lax-law-enforcement/383103 diakses pada pukul 21:47, 28 November 201217 BSA, Op.Cit., hlm. 3.18 Ibid.19 “Indonesian Software Industry Faces Increasing Loses form Software Piracy” dalam http://www.asiaecon.org/special_articles/read_sp/12420 diakses pukul 21:42, 28 November 2012.20 International Intellectual Property Alliances, Indonesia: Special 301 Report on Copyright Protection and Enforcement, (2011), hlm. 50.
10
Software Piracy dalam Konteks Hubungan Luar Negeri Indonesia
Dalam konteks internasional Indonesia terikat pada ketentuan dalam TRIPs mengenai
pengaturan pembajakan perangkat lunak komputer terdapat dalam Artikel 10 tentang
Computer Programs and Compilations of Data, penegakan hukum ditentukan dalam Part III :
Enforcement Of Intellectual Property Rights (Article 41 -61), dan ketentuan hukum pidana
dalam Artikel 61 (Criminal Procedures).21
Untuk melakukan penyesuaian hukum asional di bidang HaKI khususnya terkait
Pembajakan Perangkat Lunak Komputer dengan Perkembangan Globalisasi Hukum
Perekonomian Internasional berdasarkan ketentuan GATT/WTO, maka pemerintah Indonesia
telah mengesahkan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Perdagangan Dunia Organisasi ) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1994.22 Di dalamnya terdapat ketentuan TRIPs Agreement, yang harus dilaksanakan dalam
legislasi mengenai HaKI terkait pelanggaran hak cipta sebagai tindak pidana sebagai
perbuatan yang dilarang yang dapat dikenakan sanksi pidana, diatur dalam Pasal 72 sampai
dengan Pasal 73 (Bab XIII Ketentuan Pidana). Perumusan dalam Pasal 72 Ayat (3): (khusus
komputer).
Globalisasi memunculkan perkembangan kejahatan berupa kejahatan transnasional
termasuk kejahatan berkaitan dengan HaKI khususnya pembajakan perangkat lunak
komputer. Dengan diadopsinya UU No. 7 Tahun 1994, artinya Indonesia telah memiliki
secara lengkap produk legislasi mengenai HaKI. Adanya produk legislasi HaKI membangun
dasar kerjasama yang terbuka bagi negara-negara besar untuk cukup percaya terhadap itikad
perlindungan produk-produknya. Pengaturan hal ini oleh WTO juga mengimplikasikan
adanya keterkaitan antara software piracy dengan kepentingan ekonomi banyak negara
sehingga diplomasi multilateral dilakukan bukan saja semata-mata untuk menanggulangi
gejala kejahatan transnasional yang terjadi, melainkan dalam konteks yang lebih luas juga
untuk melindungi kepentingan ekonomi Indonesia melalui filterisasi kerangka hukum yang
proporsional bagi perilaku software piracy.
21 “Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights” dalam http://www.wto.org/english/docs_e/legal_e/27-trips.pdf diakses pada 22:24, 28 November 2012.22 “Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization” dalam http://www.dpr.go.id/uu/uu1994/UU_1994_7.pdf
11
Recommended