View
299
Download
8
Category
Preview:
Citation preview
“LAPORAN KUNJUNGAN PELATIHAN HIPERKES DAN
K3 DOKTER PERUSAHAAN/ INSTANSI PERIHAL
RISIKO FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA
DI PT MEGA ANDALAN KALASAN“
Periode
25 november 2011
Disusun Oleh :
dr.Albaaza Nuady
dr. Alexander
dr. Amalia Puri Handayani
dr. Andi Lestiono
dr. Angela Bety Ratnasari
dr. Anin Ika Rosa
dr. Arie Faishal
dr. Arie Muslihudin
dr. Arif Darmawan
dr. Azmi Farhadi
dr. Bayu Antara Hadi
dr. Budi Susilo
dr. Citrawati Dyah K.
dr. Diah Anung Putri Yanti
dr. Dwi Rahayu
dr. Dwi Rahma Lutfiani
dr. Eka Sinatria Prabawa
dr. Faishal Arief dr. Fajar Indhira Utami
Balai HiPERKES YOGYAKARTA 2011
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………... 1
BAB I. Abstrak………………………………………………………………….. 2
BAB II. Pendahuluan……………………………………………………………. 5
II.1. Latar Belakang……………………………………………………………... 5
II.2. Profil Perusahaan…………………………………………………………… 6
II.3. Tujuan……………………………………………………………………… 8
II.4. Manfaat…………………………………………………………………….. 8
BAB III. Tinjauan Pustaka………………………………………………………. 10
BAB IV. Pembahasan…………………………………………………………… 19
IV.1. Faktor Cahaya……………………………………………………………. 19
IV.2. Faktor Kebisingan…………………………………………………………. 20
IV.3. Faktor Iklim……………………………………………………………….. 21
BAB V. Kesimpulan dan Saran…………………………………………………. 24
BAB VI. Penutup………………………………………………………………... 25
Lampiran………………………………………………………………………… 27
Daftar Pustaka…………………………………………………………………… 30
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantisa kita panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena atas berkat
dan rahmat-Nya lah penulis bisa menyelesaikan Tugas Kunjungan Perusahaan dalam
rangka Pelatihan Dokter Hiperkes dengan materi Laporan Potensi Bahaya Faktor
Fisik diantaranya faktor kebisingan, cahaya, dan iklim kerja.
Tujuan dari penulisan laporan tugas akhir ini adalah sebagai sarana untuk
menyempurnakan atau sebagai syarat kelulusan dari pelatihan hiperkes. Laporan
tugas hiperkes ini disusun berdasarkan pengamatan, dan materi-materi yang
didapatkan dari kunjungan ke PT. MEGA ANDALAN KALASAN.
Penulis berharap, dengan adanya laporan ini kedua belah pihak dapat saling
memenuhi kelengkapannya masing-masing, yakni persyaratan kelulusan Pelatihan
Hiperkes bagi para dokter, dan sebagai bahan Evaluasi perbaikan sistem K3 bagi PT.
MAK, meskipun hasil analisis dari laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis
mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun. Semoga laporan tugas akhir
ini dapat bermanfaat.
Yogyakarta, 25 November 2011
Penulis
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 2
BAB I
ABSTRAK
Setiap hari manusia terlibat pada suatu kondisi lingkungan kerja yang
berbeda-beda dimana perbedaan kondisi tersebut sangat mempengaruhi terhadap
kemampuan manusia. Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik
dan mencapai hasil yang optimal apabila lingkungan kerjanya mendukung. Manusia
akan mampu melaksanakan pekerjaannya dengan baik apabila ditunjang oleh
lingkungan kerja yang baik. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan sebagai
lingkungan kerja yang baik apabila manusia bisa melaksanakan kegiatannya dengan
optimal dengan sehat, aman dan selamat. Ketidakberesan lingkungan kerja dapat
terlihat akibatnya dalam waktu yang lama. Lebih jauh lagi keadaan lingkungan yang
kurang baik dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak yang tentunya tidak
mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien dan produktif.
Lingkungan kerja yang nyaman sangat dibutuhkan oleh pekerja untuk dapat
bekerja secara optimal dan produktif, oleh karena itu lingkungan kerja harus
ditangani dan atau di desain sedemikian sehingga menjadi kondusif terhadap pekerja
untuk melaksanakan kegiatan dalam suasana yang aman dan nyaman. Evaluasi
lingkungan dilakukan dengan cara pengukuran kondisi tempat kerja dan mengetahui
respon pekerja terhadap paparan lingkungan kerja.
Di dalam perencanaan dan perancangan sistem kerja perlu diperhatikan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kondisi lingkungan kerja seperti, kebisingan,
pencahayaan, suhu dan lain-lain. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik
apabila dalam kondisi tertentu manusia dapat melaksanakan kegiatannya dengan
optimal. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dengan manusia yang bekerja pada
lingkungan tersebut dapat terlihat dampaknya dalam jangka waktu tertentu.
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 3
Faktor lingkungan kerja, alat, dan cara sangat berpengaruh terhadap
produktivitas. Dalam usaha mendapatkan produktivitas yang tinggi, maka faktor-
faktor tersebut harus serasi terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia
pekerja. Secara skemetis alurpikir tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
tinggi rendahnya produktivitas kerja dapat diilustrasikan pada gambar di bawah ini.
Digambarkan bahwa faktor lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap
performansi kerja yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap produktivitas
pekerja.
Dalam suatu lingkungan kerja, manusia mempunyai peranan sentral kerja
dimana manusia berperan sebagai perencana dan perancang suatu sistem kerja
disamping manusia harus berinteraksi dengan sistem untuk dapat mengendalikan
proses yang sedang berlangsung pada sistem kerja secara keseluruhan. Manusia
sebagai salah satu komponen dari suatu sistem kerja merupakan bagian yang sangat
kompleks dengan berbagai macam sifat, keterbatasan dan kemampuan yang
dimilikinya. Namun demikian usaha untuk memahami tingkah laku manusia,
khususnya tingkah laku kerja manusia tidak dapat dilakukan hanya dengan
memahami kondisi fisik manusia saja. Kelebihan dan keterbatasan kondisi fisik
manusia memang merupakan faktor yang harus diperhitungkan, tetapi bukan satu-
satunya faktor yang menentukan produktivitas kerja.
Lingkungan kerja yang baik dan sesuai dengan kondisi manusia (pekerja)
tentu saja akan memberikan pengaruh yang besar terhadap pekerja itu sendiri dan
tentu saja terhadap produktivitas kerja yang dihasilkan. Oleh karena itu perancangan
lingkungan kerja yang baik dan optimal sangat diperlukan. Berikut ini penjelasan
mengenai faktor-faktor fisik lingkungan kerja. Kondisi yang ergonomis, yaitu
lingkungan kerja yang memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pekerja. Rasa
nyaman sangat penting secara biologis karena akan mempengaruhi kinerja pada organ
tubuh manusia ketika sedang bekerja. Penyimpangan dari batas kenyamanan akan
menyebabkan perubahan secara fungsional yang pada akhirnya berpengaruh pada
fisik maupun mental pekerja.
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 4
Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik dan mencapai
hasil yang optimal apabila lingkungan kerjanya mendukung. Kondisi kualitas
lingkungan yang baik akan memberikan rasa nyaman dan sehat yang mendukung
kinerja dan produktivitas manusia.
Kualitas lingkungan kerja yang baik dan sesuai dengan kondisi manusia
sebagai pekerja akan mendukung kinerja dan produktivitas kerja yang dihasilkan.
Pengendalian dan penanganan faktor-faktor lingkungan kerja seperti kebisingan,
temperatur, getaran dan pencahayaan merupakan suatu masalah yang harus ditangani
secara serius dan berkesinambungan. Suara yang bising, temperatur yang panas
getaran dan pencahayaan yang kurang di dalam tempat kerja merupakan salah satu
sumber yang mengakibatkan tekanan kerja dan penurunan produktivitas kerja.
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 5
BAB II
PENDAHULUAN
2.1. Latar Belakang
Perlindungan dan keselamatan kerja merupakan unsur penting dalam
mencapai kondisi lingkungan kerja yang baikdi dalam keseluruhan arus konteks
globalisasi ekonomi dewasa ini. Hiperkes dan keselamatan kerja pada prinsipnya
tidak hanya merupakan kebutuhan untuk mencapai kondisi lingkungan kerja
yang baik dan sehat tetapi juga merupakan faktor utama dan positif di dalam
membantu pertumbuhan ekonomi dan produktivitas.
Setiap tempat kerja mengandung potensi bahaya bagi tenaga kerja
sehingga terjadi kemungkinan terjadi suatu keadaan darurat. Potensi bahaya
tersebut meliputi potensi bahaya fisik, kimia, biologis, ergonomis, mekanis.
Semua faktor tersebut dapat menimbulkan gangguan terhadap suasana kerja dan
berpengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan tenaga kerja. Lingkungan kerja
yang nyaman sangat dibutuhkan oleh pekerja untuk dapat bekerja secara optimal
dan produktif. Oleh karena itu, lingkungan kerja harus dibuat sedemikian rupa
sehingga menjadi kondusif terhadap pekerja untuk melaksanakan kegiatan dalam
suasana aman dan nyaman.
Iklim kerja, kebisingan, dan pencahayaan merupakan faktor fisik yang
memiliki peran penting di lingkungan kerja. Keadaan tempat kerja yang terlalu
panas mengakibatkan karyawan mudah lelah dan menimbulkan gangguan
kesehatan, sedangkan ruangan yang terlalu yang dingin akan mengakibatkan
daya tahan tubuh tenaga kerja berkurang sehingga para pekerja akan sering sakit.
Kebisingan dapat mengakibatkan gangguan konsentrasi, komunikasi, dan
kemampuan berpikir. Kebisingan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 6
penurunan daya dengar yang mula-mula bersifat sementara dan kemudian
bersifat permanen. Faktor ketiga yaitu pencahayaan penting bagi efisiensi kerja.
Hampir semua tempat kerja selalu membutuhkan pencahayaan yang baik sesuai
dengan tingkat ketelitian dan jenis pekerjaan yang berlangsung di tempat kerja
tersebut. Kelelahan mata dapat menimbulkan rasa kantuk dan berbahaya bila
tenaga kerja mengoperasikan mesin-mesin yang berbahaya sehingga dapat
menyebabkan kecelakaan kerja.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan pengkajian terhadap faktor
fisik yang meliputi iklim kerja, kebisingan dan pencahayaan di PT Mega
Andalan Kalasan, mengenai permasalahan yang ditimbulkan serta usaha-usaha
yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
2.2. Profil Perusahaan
PT. Mega Andalan Kalasan (PT. MAK) adalah suatu perusahaan
manufaktur dan engineering pada bidang peralatan rumah sakit.Perusahaan ini
berdiri pada 1988 dan sampai saat ini telah menjadi salah satu leader dalam
bidangnya. Produk yang dihasilkan adalah meliputi tempat tidur pasien, meja
operasi, meja pemeriksaan, stretcher, rak dan lemari, tempat tidur lipat dan lain
sebagainya seperti mesin pembuat plastik. Produk PT. MAK telah didistribusikan
ke jaringan distributor di seluruh Indonesia, Asia Tenggara, Asia selatan, Timur
tengah,Australia dan Eropa. Saat ini PT. MAK juga meluaskan jaringan
perusahaannya sebagai salah satu produsen sepeda motor.
Perusahaan ini terletak pada sebidang tanah berukuran 104.000 m2 di
Kalasan-Yogyakarta, Indonesia dengan luas bangunan pabrik sebesar 58.000 m2
dan sampai saat ini telah mempekerjakan lebih dari 470 pekerja tetap dan 250
pekerja kontrak. PT. MAK juga memiliki pabrik keduanya di daerah Prambanan
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 7
dengan luas 7-8 Ha yang saat ini digunakan sebagai Training centre, Unit
Produksi (sebagian) dan lain-lain.Unit dan fasilitas tambahan PT. MAK meliputi
pusat pembelajaran, bengkel engineering dan prototype serta SPIKMA (Sentra
Industri Kecil).
PT. MAK memiliki suatu harapan untuk dapat memberikan suatu solusi
pelayanan yang menyeluruh melampaui harapan masyarakat dan konsumen
dalam bentuk pengembangan produk yang bekesinambungan dan terus menerus
sesuai dengan kebutuhan pasar.Untuk mencapai tujuan tersebut, maka PT. MAK
menginvestasikan sejumlah dana untuk penelitian dan desain tiap tahunnya.
Sistem produksi PT MAK dibagi menjadi 8 bagian yakni unit
engineering, bagian mesin, bagian manufaktur, bagian komponen plastik,
komponen metal, gudang, bagian IT dan bagian transportasi / delivery.
Selain memberikan kepuasan kepada konsumen, PT. MAK juga berusaha
senantiasa menghargai dan memacu para karyawan dan pekerja untuk
meningkatkan kreatifitas dan kemampuan mereka dengan tidak melupakan aspek
keselamatan dan kesehatan kerja karena PT. MAK menganggap bahwa
keselamatan kerja karyawan sangat berpengaruh pada proses produksi.PT. MAK
senantiasa berusaha agar tidak terjadi kecelakaan kerja (zero accident), tidak
terjadi PAK dan dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, PT. MAK melakukan serangkaian
training baik internal maupun eksternal, penyediaan alat kerja yang sesuai,
pemasangan rambbu-rambu dan label bahaya, penyediaan APAR, Pemeriksaan
kesehatan (awal dan rutin), pemeriksaan/pengukuran lingkungan (internal dan
eksternal), penyediaan kotak P3, APD, simulasi kebakaran dan asuransi (PT.
JAMSOSTEK).
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 8
PT. MAK juga menjalin kemitraan dengan berbagai perusahaan
subkontrak dan beberapa universitas untuk misi khusus seperti pengujian
kekuatan dan keamanan produk.PT. MAK telah mendapat sertifikasi standar
internasional seperti halnya DIN EN ISO 9001:2008 for Quality Management
System by TUV-cert, EN-ISO 13485:2003 for quality System Medical Device by
RWTUV, Germany, ACE – Marking for European market, OHSAS 18001:2007
for Health & Safety dan ISO 14001:2004 for Environment by TUVCART (MAK
Technologies, 2011)
2.3. Tujuan
1. Melakukan pengukuran dan pengamatan mengenai iklim kerja, kebisingan,
dan pencahayaan di PT Mega Andalan Kalasan
2. Mengidentifikasi potensi bahaya yang meliputi iklim kerja, kebisingan, dan
pencahayaan di PT Mega Andalan Kalasan
3. Merencanakan upaya pengendalian potensi bahaya yang ada terkait dengan
iklim kerja, kebisingan, dan pencahayaan di PT Mega Andalan Kalasan
2.4. Manfaat
1. Bagi perusahaan, hasil observasi ini dapat dijadikan bahan masukan dalam
upaya peningkatan kinerja atau produktivitas karyawan perusahaan yang telah
berjalan dan mendapat rekomendasi solusi untuk kendala yang dihadapi di
lapangan.
2. Bagi dokter peserta pelatihan, rangkaian kegiatan observasi ini dapat dijadikan
pengalaman dan pengajaran untuk kegiatan ilmiah lain pada umumnya dan
kegiatan hiperkes pada khususnya.
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 9
3. Bagi masyarakat, hasil observasi ini dapat dijadikan acuan untuk mengetahui
kondisi perusahaan secara umum dan menjadi bahan pertimbangan dalam
mencari lapangan pekerjaan.
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
KEBISINGAN
A. Defenisi Kebisingan
Bising Dalam kesehatan kerja, bising diartikan sebagai suara yang dapat
menurunkan pendengaran baik secara kwantitatif (peningkatan ambang
pendengaran) maupun secara kwalitatif (penyempitan spektrum pendengaran),
berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu.
Kebisingan didefinisikan sebagai "suara yang tak dikehendaki, misalnya yang
merintangi terdengarnya suara-suara, musik dsb, atau yang menyebabkan rasa sakit
atau yang menghalangi gaya hidup. (JIS Z 8106 [IEC60050-801] kosa kata elektro-
teknik Internasional Bab 801: Akustikal dan elektroakustik)".
Jadi dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak
dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat menimbulkan
ketulian.
Gangguan Pendengaran
Adalah perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat kesulitan dalam
melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami pembicaraan.
Secara kasar, gradasi gangguan pendengaran karena bising itu sendiri dapat
ditentukan menggunakan parameter percakapan sehari-hari sebagai berikut:
Gradasi Parameter
Normal : Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6m)
Sedang : Kesulitan dalam percakapan sehari-hari mulai jarak >1,5 m
Menengah : Kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari mulai jarak >1,5 m
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 11
Berat : Kesulitan dalam percakapan keras / berteriak pada jarak >1,5 m
Sangat berat : Kesulitan dalam percakapan keras / berteriak pada jarak <1,5 m
Tuli Total : Kehilangan kemampuan pendengaran dalam berkomunikasi
Menurut ISO derajat ketulian adalah sebagai berikut:
Jika peningkatan ambang dengar antara 0 - < 25 dB, masih normal
Jika peningkatan ambang dengar antara 26 - 40 dB, disebut tuli ringan
Jika peningkatan ambang dengar antara 41 - 60 dB, disebut tuli sedang
Jika peningkatan ambang dengar antara 61 - 90 dB, disebut tuli berat
Jika peningkatan ambang dengar antara > 90 disebut tuli sangat berat
Anatomi Telinga dan Mekanisme Mendengar
Telinga terdir dari 3 bagian utama yaitu:
1. Telinga bagian luar
Terdiri dari daun telinga dan liang telinga (audiotory canal), dibatasi oleh
membran timpani. Telinga bagian luar berfungsi sebagai mikrofon yaitu menampung
gelombang suara dan menyebabkan membran timpani bergetar. Semakin tinggi
frekuensi getaran semakin cepat pula membran tersebut bergetar begitu juga pula
sebaliknya.
2. Telinga bagian tengah
Terdiri atas osside yaitu 3 tulang kecil (tulang pendengaran yang halus)
Martillandasan Sanggurdi yang berfungsi memperbesar getaran dari membran
timpani dan meneruskan getaran yang telah diperbesar ke oval window yang bersifat
fleksibel. Oval window ini terdapat pada ujung dari cochlea.
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 12
3. Telinga bagian dalam
Yang juga disebut cochlea dan berbentuk rumah siput. Cochlea mengandung
cairan, di dalamnya terdapat membrane basiler dan organ corti yang terdiri dari sel-el
rambut yang merupakan reseptor pendengaran. Getaran dari oval window akan
diteruskan oleh cairan dalam cochlea, mengantarkan membrane basiler. Getaran ini
merupakan impuls bagi organ corti yang selanjutnya diteruskan ke otak melalui
syaraf pendengar (nervus cochlearis).
Mengukur Tingkat Kebisingan
Untuk mengetahui intensitas bising di lingkungan kerja, digunakan Sound
Level meter. Untuk mengukur nilai ambang pendengaran digunakan Audiometer.
Untuk menilai tingkat pajanan pekerja lebih tepat digunakan Noise Dose Meter
karena pekerja umumnya tidak menetap pada suatu tempat kerja selama 8 jam ia
bekerja. Nilai ambang batas [ NAB ] intensitas bising adalah 85 dB dan waktu
bekerja maksimum adalah 8 jam per hari.
Sound Level Meter adalah alat pengukur suara. Mekanisme kerja SLM apabila
ada benda bergetar, maka akan menyebabkan terjadinya perubahan tekanan udara
yang dapat ditangkap oleh alat ini, selanjutnya akan menggerakan meter penunjuk.
Audiometer adalah alat untuk mengukur nilai ambang pendengaran. Audiogram
adalah chart hasil pemeriksaan audiometri. Nilai ambang pendengaran adalah suara
yang paling lemah yang masih dapt didengar telinga.
Nilai Ambang Batas Kebisingan
Adalah angka dB yang dianggap aman untuk sebagian besar tenaga kerja bila
bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan Koperasi No. SE-01 /MEN/ 1978, Nilai Ambang Batas untuk
kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata
yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 13
yang tetap untuk wwaktu terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam
seminggunya. Waktu maksimum bekerja adalah sebagai berikut:
82 dB : 16 jam per hari
85 dB : 8 jam per hari
88 dB : 4 jam per hari
91 dB : 2 jam per hari
97 dB : 1 jam per hari
100 dB : ¼ jam per hari
B. Jenis Kebisingan
Berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dapat dibagi atas:
1. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas. Bising ini relatif
tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut-turut.
Misalnya mesin, kipas angina, dapur pijar.
2. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit. Bising ini juga
relative tetap, akan tetapi ia hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (pada
prekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz). Misalnya gergaji serkuler, katup gas.
3. Bising terputus-putus (Intermitten). Bising di sini tidak terjadi secara terus
menerus,melainkan ada periode relatif tenang. Misalnya suara lalu lintas,
kebisingan dilapangan terbang.
4. Bising Implusif. Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi
40 dB
5. dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Misalnya
tembakan, suara ledakan mercon, meriam.
6. Bising Implusif berulang. Sama dengan bising implusif, hanya saja disini
terjadi secara berulang-ulang. Misalnya mesin tempa.
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 14
Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia , bising dapat dibagi atas:
a. Bising yang mengganggu (Irritating noise).Intetitas tidak terlalu keras.
Misalnya mendengkur.
b. Bising yang menutupi (Masking noise). Merupakan bunyi yang menutupi
pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan
kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, karena teriakan atau isyarat tanda
bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain.
c. Bising yang merusak (damaging / injurious noise). Adalah bunyi yang
intesitasnya melampaui NAB. Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan
fungsi pendengaran.
C. Pengaruh Bising Terhadap Tenaga Kerja
Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja, seperti
gangguan fisiologis, gangguan psikologis,gangguan komunikasi dan ketulian,atau
ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan auditory, misalnya
gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non auditory seperti komunikasi
terganggu, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya performance kerja,
kelelahan dan stress. Lebih rinci lagi, maka dapatlah digambarkan dampak bising
terhadap ksehatan pekerja sebagai berikut:
Gangguan Fisiologis
Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, basal
metabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian kaki, dapat
menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 15
Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang kosentrasi,
susah tidur, emosi dan lain-lain. Pemaparan jangka waktu lama dapat
menimbulkan penyakit, psikosomatik seperti gastristis, penyakit jantung koroner
dan lain-lain.
Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan
mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja baru yang belum
berpengalaman. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung akan
mengakibatkan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena
tidak mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan tentunya akan dapat
menurunkan mutu pekerjaan dan produktifitas kerja.
Gangguan keseimbangan
Gangguan keseimbangan ini mengakibatkan gangguan fisiologis seperti
kepala pusing, mual dan lain-lain.
Gangguan terhadap pendengaran (Ketulian)
Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh bising, gangguan
terhadap pendengaran adalah gangguan yang paling serius karena dapat
menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian ini dapat bersifat
progresif atau awalnya bersifat sementara tapi bila bekerja terus menerus di tempat
bising tersebut maka daya dengar akan menghilang secara menetap atau tuli.
Menurut definisi kebisingan, apabila suatu suara mengganggu orang yang
sedang membaca atau mendengarkan musik, maka suara itu adalah kebisingan
bagi orang itu meskipun orang-orang lain mungkin tidak terganggu oleh suara
tersebut. Meskipun pengaruh suara banyak kaitannya dengan faktor-faktor
psikologis dan emosional, ada kasus-kasus di mana akibat-akibat serius seperti
kehilangan pendengaran terjadi karena tingginya tingkat kenyaringan suara pada
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 16
tingkat tekanan suara berbobot A atau karena lamanya telinga terpasang terhadap
kebisingan tsb.
Tipe Uraian
Tuli sementara (Temporary Treshold Shift = TTS)
Diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intesitas tinggi, tenaga kerja
akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara. Biasanya waktu
pemaparannya terlalu singkat. Apabila kepada tenaga kerja diberikan waktu istirahat
secara cukup, daya dengarnya akan pulih kembali kepada ambang dengar semula
dengar sempurna.
Tuli menetap (Permanent Treshold Shift = PTS)
Biasanya akibat waktu paparan yang lama (kronis). Besarnya PTS di
pengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 17
- Tingginya level suara
- Lama pemaparan
- Spektrum suara
- Temporal pattern, bila kebisingan yang kontinyu maka kemungkinan
terjadinya
- TTS akan lebih besar.
- Kepekaan individu
- Pengaruh obat-obatan.
Beberapa obat dapat memperberat (pengaruh synergistik) ketulian apabila
diberikan bersamaan dengan kontak suara. Misalnya quinine, aspirin,
streptomycin, kansmycin dsn beberapa obat lainnya.
- Keadaan kesehatan
D. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Ketulian
Sebenarnya ketulian dapat disebabkan oleh pekerjaan (occupational hearing
loss), misalkan akibat kebisingan, trauma akustik, dapat pula disebabkan oleh
bukan karena kerja (non- occupational hearing loss).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketulian akibat kerja (occupational
hearing loss), adalah sebagai berikut:
- Intensitas suara yang terlalu tinggi.
- Usia karyawan.
- Ketulian yang sudah ada sebelum bekerja (Pre-employment hearing
impairment).
- Tekanan dan frekuensi bising tersebut.
- Lamanya bekerja.
- Jarak dari sumber suara.
- Gaya hidup pekerja di luar tempat kerja.
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 18
E. Pengendalian Kebisingan
Pada dasarnya pengendalian kebisingan dapat dilakukan terhadap:
Terhadap Sumbernya dengan cara:
- Desain akustik, dengan mengurangi vibrasi, mengubah struktur dan lainnya.
- Substitusi alat
- Mengubah proses kerja
Terhadap Perjalanannya dengan cara:
- Jarak diperjauh
- Akustik ruangan
- Enclosure
Terhadap penerimanya dengan cara:
- Alat pelindung telinga
- Enclosure (mis.dalam control room)
- Administrasi dengan rotasi dan mengubah schedule kerja.
- Selain dari ketiga di atas, dapat juga dilakukan dengan melakukan:
Pengendalian secara Teknis (Engineering control) dengan cara:
- Pemilihan equipment / process yang lebih sedikit menimbulkan bising.
- Dengan melakukan perawatan (Maintenance).
- Melakukan pemasangan penyerap bunyi.
- Mengisolasi dengan melakukan peredaman (material akustik).
- Menghindari kebisingan
Pengendalian secara Administratif (Administartive control) dengan cara:
- Melakukan shift kerja
- Mengurangi waktu kerja
- Melakukan tranning
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 19
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Faktor Cahaya
Kesimpulan :
Dari hasil pengukuran yang telah kami lakukan dan data yang kami peroleh
dapat diketahui bahwa pencahayaan terutama di lokasi tool making dan ruang
komputer kurang. Pada ruang HPA juga didapatkan adanya back light karena ada
lampu yang tidak dinyalakan.
Saran:
Edukasi agar setiap lampu yang disediakan dinyalakan sesuai kebutuhan,
dapat berupa instruksi atau petunjuk penggunaan.
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 20
4.2. Faktor Kebisingan
Kesimpulan:
Dari hasil pengukuran yang telah kami lakukan dan data yang kami peroleh
dapat diketahui bahwa dari enam titik yang dilakukan penilaian didapatkan dua titik
yang melebihi NAB ( Zona bor manual dan zona gerinda) dan beberapa tenaga kerja
tidak menggunakan APD telinga (ear plug) karena dirasa tidak nyaman.
Saran:
1. Sosialisasi penggunaan APD telinga perlu ditingkatkan kembali dapat berupa
poster atau sistem reward.
2. Penyuluhan mengenai manfaat dan dampak jangka lama penggunaan APD
telinga terhadap kebisingan perlu ditingkatkan kembali.
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 21
4.3. Faktor Iklim
Kesimpulan:
Dari hasil pengukuran yang telah kami lakukan dan data yang kami peroleh
dapat diketahui bahwa nilai ISBB baik dibawah NAB, namun kelembapan masih
kurang.
Saran:
Perlu penambahan exhaust fan dan instruksi atau petunjuk agar exhaust fan
dinyalakan saat dibutuhkan.
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 22
PETUNJUK TEKNIS PRAKTEK KUNJUNGAN PERUSAHAAN
PESERTA PELATIHAN HIPERKESDAN KESELAMATAN TENAGA KERJA BAGI DOKTER PERUSAHAAN/ INSTANSI
ASPEK : POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA
IDENTITAS PERUSAHAAN 1. Nama perusahaan : PT Mega Andalan Kalasan 2. Jenis Perusahaan : Manufaktur 3. Alamat Perusahaan : Jl. Tanjung Tirto, No.34 Km 13 Kalasan 4. Jumlah Tenaga kerja : 470 tenaga tetap, 250 tenaga kontrak 5. Tanggal Kunjungan : 25 November 2011
PROSES PRODUKSI
1. Bahan yang diperlukan :
a. Bahan baku : Baja lunak (lembaran, pipa, pejal), stainless steel
(lembaran, pipa, pejal), alumunium, biji plastik.
b. Bahan Tambahan : papan kayu, standard past (baut, mur, lager,
ring) karet.
2. Mesin / peralatan kerja yang digunakan : mesin cutting, cutting manual,
turning, molding, grinding cutter,
CNC punching, punching manual,
bending, welding, paint oven.
3. Proses produksi : bahan baku – preparasi (dipotong) – pembentukan –
perakitan/ pengelasan – pengecatan/ oven painting –
finishing - packaging.
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 23
4. Barang yang dihasilkan
a. Produk utama : Hospital furniture, office furniture
b. Barang sampingan : sepeda motor, tabung elpiji 3kg, tools,
injection plastic parts.
5. Limbah: metal (potongan logam) dikumpulkan dikirim ke pihak ketiga untuk
didaur ulang, limbah cair (cat) melalui proses IPAL (diawasi BPTKL) setelah
tidak berbahaya dibuang ke sungai (pemantauan biota sungai), partikel debu
IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA
Bagian Fisik
Potensi Bahaya Sumber Potensi Bahaya Pengendalian Kebisingan Mesin APD Getaran Mesin Pencahayaan Kurang Mekanis Lampu menyala, jendela
cukup Iklim Kerja Panas Dehidrasi, cephalgia Kipas angin, air, exhaust Iklim Kerja Dingin Tidak ada - Radiasi Tidak ada - Tekanan Udara Tinggi Tidak ada - Dsb Tidak ada -
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 24
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
1. Kebisingan merupakan penyakit akibat kerja yang mana dapat merugikan
kesehatan yang berdampak pada gangguan pendengaran dan bila pemaparan
dalam waktu yang lama akan menyebabkan ketulian.
2. Pada dasarnya perjalanannya dan penerimanya. Selain itu dapat juga dengan
melakukan pengendalian secara teknis (Engineering control), pengendalian
secara administratif (Administrative control) dan langkah alat pelindung
pendengaran.
3. Pencegahan ketulian akibat bising di tempat kerja dapat dilakukan dengan
program konservasi pendengaran yang melibatkan seluruh unsur perusahaan
dengan memberikan pengetahuan dan pendidikan kepada karyawan mengenai
kebisingan dan pengaruhnya terhadap kesehatan di tempat kerja.
4. Gunakan alat pelindung diri (APD) dalam melakukan pekerjaan yang terpapar
langsung dengan kebisingan di tempat kerja dan APD yang digunakan harus
memberikan perlindungan dan memberikan rasa aman dan nyaman terhadap
pemakainya.
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 25
SARAN BAGI PERUSAHAAN
1. Perlu diberikan instruksi atau petunjuk penggunaan untuk beberapa alat
(seperti lampu, exhaust, dan kipas)
2. Perlu ditambah fasilitas exhaust fan, kipas, dan lampu.
3. Perlu sosialisasi penggunaan APD untuk lebih ditingkatkan, dapat berupa
poster, atau sistem reward untuk pekerja yang disiplin menggunakan APD.
4. Perlu diadakan penyuluhan mengenai manfaat dan dampak jangka panjang
Kebisingan tanpa penggunaan APD.
SARAN BAGI PESERTA PELATIHAN HIPERKES BERIKUTNYA :
1. Pengukuran setiap elemen dilakukan secara berkala, tidak hanya 1 waktu,
sehingga didapatkan hasil yang representatif.
2. Review penggunaan alat/ instrumen pengukuran sebelum kunjungan
3. Waktu kunjungan lebih diperpanjang, sehingga diperoleh hasil yang optimal
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 26
BAB VI
PENUTUP
Semoga dengan disusunnya karya tulis ini, dapat kita jadikan pedoman
pembelajaraan dalam menambah wawasan mengenai Hiperkes bagi para Dokter
Perusahaan atau Instansi, dalam melaksanakan tugasnya.
Semoga apa yang kami sampaikan diatas mengenai Potensi Bahaya Faktor
Fisik di lingkungan kerja dapat bermanfaat bagi kita semua, sehingga jika suatu saat
kita menjumpai kendala dalam mengelola kesehatan di lingkungan kerja baik itu
dalam suatu perusahaan atau Instansi, maka kita sudah dapat mengambil langkah-
langkah antisipasi bagaimana cara menyelesaikan permasalahan tersebut.
Sekian pembahasan dari kami, Assalamualaikum Wr.Wb
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 27
Lampiran
Pencahayaan
Keterangan :
1. Pada gambar diatas, distribusi pencahayaan terlihat cukup merata 2. Pada beberapa alat yang memerlukan ketelitian sudah ditambahkan
pencahayaan lokal
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 28
Kebisingan
Keterangan :
1. Pengukuran kebisingan dengan menggunakan alat noise audiometer. 2. Beberapa pekerja menggunaka ear plug saat bekerja di dekat mesin pabrik.
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 29
Iklim Kerja
Komentar:
1. Dilakukan pengukuran iklim kerja untuk mendapatkan suhu basah alami, suhu kering, suhu radiasi, indeks suhu basah basal.
2. Dirasakan iklim kerja cukup panas. 3. Disediakan air minum (dispenser). 4. Ventilasi tertata dengan baik, namun beberapa exhaust fan tidak bekerja.
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 30
DAFTAR PUSTAKA
ASEAN OSHNET Occupational Safety and Health Network (Jejaring Kerja dibidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja antara Negara-Negara ASEAN),2003; http://www.asean-osh.net/indonesia/osh%20statistic.htm. Bennet, dkk.1985. Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Jakarta:
Departemen Kesehatan. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 405/Menkes/SK/XI/2002. www.depkes.go.id
Hicks, Charles. Fundamental Concepts in the Design of Experiments.Florida : Saunders College Publishing. 1993.
K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) 21 Agustus 2008 diambil di website http://gedbinlink.wordpress.com/tag/k3/
Konradus, Dangur. 2003. Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja. pada http://www.sinarharapan.co.id/berita/0708/02/opi01.html)
McCormick,E.J and M.S. Sanders. Human Factor in Engineering and Design. New York : McGraw Hill Book Company, 1994.
Montgomery, Douglas. Design and Analysis of Experiments. New York : John Wiley & Sons Inc. 1991.
Muhaimin. Teknologi Pencahayaan. Bandung: Refika Aditama, 2001.
Nurmianto, Eko. Ergonomi : Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya : Penerbit Guna Widya, 1995.
PT.Pustaka Binaman Pressindo Dalih. 1982. Keselamatan Kerja Dalam Tatalaksana Bengkel 1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Santa H. Pengaruh Kebisingan, Temperatur dan Pencahayaan Terhadap Performa Karyawan. http://www.mercubuana.ac.id
Sudjana. Desain dan Analisis Eksperimen. Bandung : Penerbit Tarsito. 1995.
Sudjana. Metoda Statistika.. Bandung : Penerbit Tarsto. 1992.
POTENSI BAHAYA FAKTOR FISIK LINGKUNGAN KERJA 31
Suma’mur PK. PK. 1996. Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT.Toko Gunung Agung
Suma’mur PK. PK. 1999. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. Jakata: CV Haji Masagung
Suma’mur. 1988. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: CV.Haji Masagung
Suma’mur. Hyperkes Kesehatan Kerja Dan Ergonomi. Jakarta: Muara Agung Dharma Bhakti, 1987.
Sutalaksana dkk. Teknik Tata Cara Kerja. Jurusan Teknik Industri, Bandung : ITB, 1979.
Sutaryono. 2002. Hubungan antara tekanan panas, kebisingan dan penerangan dengan kelelahan pada tenaga kerja di PT. Aneka Adho Logam Karya Ceper klaten, Skripsi. Semarang : UNDIP
Tarwaka dkk. Ergonomi untuk keselamatan Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta : UNIBA PRESS, 2004.
Tarwaka, Solichul, Bakri, Lilik Sudiajeng. 2004. Ergonomi Untuk Kesehatan Kerja
Dan Produktivitas. Surakarta: UNIBA Pers
Wignjosoebroto, Sritomo. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu : Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Surabaya : Penerbit Guna Widya, 2000
Recommended