View
1
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI
SEDIAAN MASKER YANG DIPERKAYA
EKSTRAK DAUN KELOR (Moringa oleifera)
SKRIPSI
NIAH KUSUMA HAPSARI
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1440 H
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI
SEDIAAN MASKER YANG DIPERKAYA
EKSTRAK DAUN KELOR (Moringa oleifera)
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
NIAH KUSUMA HAPSARI
NIM. 11140960000051
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1440 H
ABSTRAK
NIAH KUSUMA HAPSARI. Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Sediaan
Masker Yang Diperkaya Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera). Dibimbing oleh
HENDRAWATI dan LA ODE SUMARLIN
Daun kelor (Moringa oleifera) memiliki kandungan antioksidan, mineral, vitamin
dan antibakteri yang bermanfaat untuk kesehatan kulit sebagai bahan tambahan
sediaan kosmetik, salah satunya ialah dalam sediaan masker. Penelitian ini
bertujuan untuk membuat formula optimum masker daun kelor yang ditambahkan
zat antioksidan dan antibakteri serta mengetahui karakteristiknya berdasarkan
syarat mutu masker menurut SNI 16-6070-1999 dan pelembab kulit menurut SNI
16-4399-1996. Formula masker yang dibuat dengan variasi konsentrasi daun kelor
sebesar 12,5%; 17,5%; 25%; dan 35%. Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan
metode 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH) dan uji aktivitas antibakteri
terhadap bakteri Staphylococcus aureus dilakukan dengan menggunakan metode
difusi. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas antioksidan daun kelor memiliki
nilai IC50 sebesar 56,3385 ppm. Masker dengan penambahan ekstrak daun kelor
sebesar 35% menunjukkan persen inhibisi sebesar 66,0405% lebih tinggi dari
pada tanpa penambahan daun kelor yaitu sebesar 6,5008% dan aktivitas
antibakteri menunjukkan bahwa formula masker ekstrak daun kelor memiliki
aktivitas antibakteri lebih rendah dibandingkan bentuk ekstraknya. Analisis
GCMS (Gas Chromatography-Mass Specctrometer) menunjukkan daun kelor
mengandung senyawa asam linoleat dan asam quinic yang memiliki aktivitas
antibakteri. Produk masker daun kelor yang paling optimum berdasarkan tingkat
kesukaan panelis ialah masker dengan penambahan daun kelor 17,5% dengan skor
3,29. Formula masker dengan penambahan ekstrak daun kelor 12,5; 17,5; 25; dan
35% memenuhi standar SNI 16-6070-1999 dan SNI 16-4380-1996 yaitu dengan
nilai pH 5,45-6,02; bobot jenis 1 g/mL; stabilitas emulsi 96,57-97,05%; dan
negatif cemaran mikroba.
Kata Kunci: antibakteri, antioksidan, masker, moringa oleifera
ABSTRACT
NIAH KUSUMA HAPSARI. Antioxidant and Antibacterial Activity of Facial
Mask Enriched by Moringa Leaf Extract. Supervised by HENDRAWATI dan
LA ODE SUMARLIN
Moringa leaves (Moringa oleifera) consist of antioxidants, minerals, vitamins
and antibacterias. These contents are useful for skin health as an additional
ingredient for cosmetic, for instance facial mask. This research aims to make
the optimum formula of Moringa leaves mask added with the antioxidant and
antibacterial substances and to determine its characteristics based on the quality
requirements of SNI 16-6070-1999 for facial mask and SNI 16-4399-1996 for
skin mosturizer. Facial mask formula was made by various concentrations of
Moringa leaves that is 12.5; 17.5; 25; and 35% concentrations. The
antioxidant activity test was carried out using the 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil
(DPPH) method, and the antibacterial activity test toward Staphylococcus
aureus bacteria was carried out using diffusion method. The results showed
that the antioxidant activity of Moringa leaves have an IC50 value of 56.33385
ppm. Facial masks with the 35% additional extract of Moringa olefeira showed
an inhibition percentage of 66.0405% which was higher than without the
additional extract of Moringa leaves as much as 6.5008%. Meanwhile, the
antibacterial activity showed that the formula of Moringa leaf extract mask had
lower antibacterial activity than it extract form. GCMS (Gas Chromatography-
Mass Specctrometer) analysis showed that Moringa leaves contain linoleic acid
and quinic acid as antibacterial activity. The most optimum Moringa leaf mask
product based on panelists' preference level was a mask with 17.5% Moringa
leaf extract with a score of 3.29. Mask formula with 12,5; 17,5; 25, and 35%
additional ammount of Moringa leaf extract have met the requirements for SNI
16-6070-1999 and SNI 16-4380-1996 criterias, namely 5.45-6.02 pH value; 1
g/mL density; 96.57-97.05% emulsion stability; and negative microbial
contamination.
Keywords: antibacterials, antioxidants, masks, moringa oleifera
viii
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohim
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Alhamdulillahi Raobbil ‘Alamin penulis haturkan kehadirat Allah
Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Aktivitas
Antioksidan Serta Antibakteri Sediaan Masker yang Diperkaya Ekstrak
Daun Kelor (Moringa oleifera)”. Pelaksanaan penyusunan skripsi ini, penulis
mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini.
1. Dr. Hendrawati, M.Si selaku Pembimbing I yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, bimbingan serta waktunya dalam mengarahkan penulis selama
penelitian.
2. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si selaku Pembimbing II dan Ketua Program Studi
Kimia Fakultas Sains dan Teknologi yang telah memberikan berbagai saran,
masukan dan ilmu yang sangat bermanfaat.
3. Dr. Sri Yadial Chalid, M.Si dan Dr. Sandra Hermanto, M.Si selaku Penguji I
dan Penguji II yang telah memberi kritik, saran dan ilmu yang sangat
bermanfaat dari awal penelitian sampai tahap akhir penyusunan skripsi ini.
4. Prof. Dr. Lily Surraya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Subhan dan Ibu Erry selaku Orang Tua dan Adik penulis (Afifah dan
Aqib) serta Keluarga tercinta yang senantiasa membantu penulis dengan
selalu memberikan do’a dan dukungan baik secara material maupun moril.
6. Azizah, Maulidia, Siti Aidina, Farhan Riza Afandi, Muhammad Fajar, Jeni
Setyowati, Sariana Harahap dan Riska Isnaeny Zahroh teman seperjuangan
dalam riset pada laboratorium yang selalu membantu penulis selama proses
penelitian.
ix
7. Seluruh Staff laboratorium kimia dan biologi Pusat Laboratorium Terpadu
UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan dukungan dan bantuan
kepada penulis.
8. Teman-teman Kimia 2014, kakak-kakak dan adik-adik kelas yang telah
membantu dan memotivasi penulis dalam melakukan penelitian dan
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membaca
dan menjadi salah satu jembatan ilmu dikemudian hari.
Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Jakarta, Agustus 2019
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xiii
DAFTAR TABEL..............................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................5
1.4 Hipotesis ....................................................................................................5
1.5 Manfaat Penelitian .....................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................6
2.1 Kosmetik Kulit ..........................................................................................6
2.2 Tanaman Kelor ..........................................................................................7
2.3 Antioksidan dengan Metode DPPH ...........................................................10
2.4 Antibakteri .................................................................................................13
2.4.1 Bakteri Uji-Staphylococcus aureus ..................................................13
2.4.2 Metode Difusi Pengujian Aktivitas Antibakteri ...............................14
2.5 Kulit Manusia ............................................................................................14
2.6 Analisis Gas Chromatography-Mass Specctrometer (GCMS) .................16
2.7 Organoleptik ..............................................................................................17
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................19
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................19
3.2 Alat dan Bahan ..........................................................................................19
3.3 Diagram Alir Penelitian .............................................................................20
3.4 Prosedur Kerja ...........................................................................................21
xi
3.4.1 Preparasi Sampel Daun Kelor ..........................................................21
3.4.2 Pembuatan Ekstrak ...........................................................................21
3.4.3 Uji Fitokimia ....................................................................................21
3.4.4 Formulasi Masker .............................................................................22
3.4.5 Uji Organoleptik Masker ..................................................................23
3.4.6 Karakterisasi Masker ........................................................................24
3.4.7 Uji Aktivitas Antioksidan.................................................................26
3.4.8 Uji Aktivitas Antibakteri ..................................................................27
3.4.9 Analisis Gas Chromatography-Mass Spectrometer ..........................28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................30
4.1 Ekstrak Daun Kelor ...................................................................................30
4.2 Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Kelor ...................................................31
4.3 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Kelor ...............................................34
4.4 Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Kelor ................................................36
4.5 Hasil Formulasi Sediaan Masker Bubuk ...................................................39
4.6 Hasil Uji Organoleptik Masker Bubuk ......................................................41
4.7 Karakteristik Masker ................................................................................47
4.8 Aktivitas Antioksidan Masker Daun Kelor ...............................................54
4.9 Aktivitas Antibakteri Masker Daun Kelor .................................................56
4.10 Hasil analisis Komponen Kimia Ekstrak Metanol Daun Kelor
dengan Gas Chromatography-Mass Spektrofometer (GC-MS) ................58
BAB V PENUTUP .............................................................................................61
5.1 Simpulan ....................................................................................................61
5.2 Saran ..........................................................................................................61
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................63
LAMPIRAN .......................................................................................................72
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Daun kelor .......................................................................................9
Gambar 2. Reaksi DPPH dengan antioksidan ...................................................12
Gambar 3. Skema alat GCMS ...........................................................................17
Gambar 4. Diagram alir penelitian ....................................................................20
Gambar 5. Reaksi flavonoid dengan radikal bebas ...........................................36
Gambar 6. Hasil zona hambat ekstrak daun kelor .............................................37
Gambar 7. Produk masker bubuk ......................................................................41
Gambar 8. Hasil zona hambat masker daun kelor .............................................57
Gambar 9. Kromatogram hasil pemisahan ekstrak daun kelor ..........................59
Gambar 10. Struktur asam quinic ......................................................................59
Gambar 11. Struktur asam linoleat ....................................................................60
Gambar 12. Kurva daun kelor ulangan 1 ...........................................................75
Gambar 13. Kurva daun kelor ulangan 2 ...........................................................75
Gambar 14. Kurva asam askorbat ulangan 1 .....................................................76
Gambar 15. Kurva asam askorbat ulangan 2 .....................................................76
Gambar 16. Kurva persen inhibisi masker daun kelor ......................................84
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kandungan nilai gizi daun kelor ........................................................10
Tabel 2. Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH ..........................13
Tabel 3. Formula masker ekstrak daun kelor .....................................................23
Tabel 4. Skala penilaian uji organoleptik ...........................................................24
Tabel 5. Hasil uji fitokimia ekstrak daun kelor ..................................................32
Tabel 6. Hasil uji aktivitas antioksidan daun kelor ............................................35
Tabel 7. Hasil pengukuran diameter hambat ekstrak metanol daun kelor .........38
Tabel 8. Hasil pengamatan terhadap masker daun kelor ....................................40
Tabel 9. Tingkat kesukaan tekstur masker ekstrak daun kelor ...........................42
Tabel 10. Tingkat kesukaan warna masker ekstrak daun kelor ..........................43
Tabel 11. Tingkat kesukaan tekstur aroma ekstrak daun kelor ..........................45
Tabel 12. Tingkat kesukaan homogenitas masker ekstrak daun kelor ...............46
Tabel 13. Tingkat kesukaan umum masker ekstrak daun kelor .........................47
Tabel 14. Nilai pH masker..................................................................................48
Tabel 15. Nilai bobot jenis masker .....................................................................50
Tabel 16. Nilai stabilitas emulsi masker.............................................................51
Tabel 17. Hasil uji kualitas masker secara keseluruhan .....................................53
Tabel 18. Hasil uji aktivitas antioksidan masker ................................................55
Tabel 19. Hasil uji aktivitas antibakteri masker .................................................56
Tabel 20. Pengukuran aktivitas antioksidan daun kelor .....................................75
Tabel 21. Pengukuran aktivitas antioksidan asam askorbat ...............................76
Tabel 22. Nilai diameter zona hambat ekstrak ...................................................77
Tabel 23. Nilai diameter zona hambat masker ...................................................77
Tabel 24. Hasil analisis ragam tekstur masker daun kelor .................................78
Tabel 25. Hasil analisis ragam warna masker daun kelor ..................................79
Tabel 26. Hasil analisis ragam aroma masker daun kelor ..................................80
Tabel 27. Hasil analisis ragam homogenitas masker daun kelor........................81
Tabel 28. Hasil analisis ragam kesukaan umum masker daun kelor ..................82
Tabel 29. Nilai pH ..............................................................................................83
xv
Tabel 30. Nilai bobot jenis .................................................................................83
Tabel 31. Nilai stabilitas emulsi .........................................................................83
Tabel 32. Persen inhibisi masker daun kelor ......................................................84
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil determinasi tanaman ............................................................72
Lampiran 2. Hasil ekstraksi ...............................................................................73
Lampiran 3. Pembuatan reagen fitokimia .........................................................74
Lampiran 4. Uji aktivitas antioksidan daun kelor .............................................75
Lampiran 5. Uji aktivitas antioksidan asam askorbat........................................76
Lampiran 6. Uji aktivitas antibakteri daun kelor ...............................................77
Lampiran 7. Hasil rekapitulasi uji organoleptik masker bubuk daun kelor ......78
Lampiran 8. Hasil uji analisis masker ...............................................................83
Lampiran 9. Hasil uji aktivitas antioksidan masker bubuk daun kelor .............84
Lampiran 10. Hasil statistika oneway anova uji organoleptik masker ..............85
Lampiran 11. Hasil statistika oneway anova uji antioksidan masker................90
Lampiran 12. Hasil statistika oneway anova uji analisis masker ......................91
Lampiran 13. Hasil kromatogram uji analisis komponen kimia GC-MS..........94
Lampiran 14. Hasil uji analisis GC-MS ekstrak metanol daun kelor ................95
Lampiran 15. Gambar alat, bahan dan proses penelitian ..................................96
Lampiran 16. Lembar kesediaan panelis ...........................................................99
Lampiran 17. Lembar uji kuisioner organoleptik ..............................................100
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan industri kosmetik yang terus meningkat menyebabkan
beragamnya produk masker yang beredar di pasar, baik dari segi merk, jenis,
harga maupun variasi bahan yang terkandung dalam produk tersebut. Penelitian
ini dibuat sediaan masker wajah yang diperkaya ekstrak tanaman sebagai zat
tambahan antioksidan dan antibakteri. Berdasarkan hal tersebut, sesuai dengan
firman Allah SWT dalam Al-Quran surah Thaahaa ayat 53 bahwa Allah SWT
menumbuhkan tanaman yang memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan manusia.
بل و اس فيه م ن ك ه ك س داو ه ال رض م م ن ك ع م انذيج
تى ب اتش نن ام اج ابه أ سو ن ج أ خز ف اء م اء م ن انس ل م ش أ ن
Artinya: “Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan Yang telah
menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit
air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis
dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa banyak tumbuhan yang mampu tumbuh di
bumi ini dengan berbagai jenis, bentuk dan fungsinya sehingga merupakan hal
yang sungguh menakjubkan dan membuktikan betapa agung pencipta-Nya.
Tumbuhan yang baik merupakan tumbuhan yang dapat bermanfaat bagi makhluk
hidup terutama manusia sehingga dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Tanaman
kelor merupakan salah satunya yang dapat dimanfaatkan.
2
Kelor merupakan tanaman sumber gizi dan obat penyembuhan bagi umat
manusia (Krisnadi, 2010). Tanaman kelor dikatakan sebagai world’s most
valuable multipurpose trees dan miracle tree (Small, 2012), karena seluruh bagian
tanaman ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti makanan, obat,
kosmetik, bahkan biji juga dapat dimanfaatkan sebagai pemurni air (Hendrawati
et al., 2015). Menurut Offor et al, (2014) memperkirakan terdapat paling tidak
300 penyakit yang dapat disembuhkan dengan mengonsumsi atau menggunakan
suplemen dengan bahan dasar tanaman kelor, karena daun kelor kaya akan
protein, vitamin A, vitamin B, C, dan mineral.
Penelitian sebelumnya mengungkapkan daun dan batang kelor dapat
digunakan sebagai penurun tekanan darah tinggi dan obat diabetes (Ghiridhari et
al., 2011) serta antioksidan dan antibakteri (Bukar et al., 2011). Hasil uji
fitokimia, daun kelor menunjukkan adanya tanin, alkaloid, flavonoid, saponin,
antarquinon, steroid dan triterpenoid yang berperan sebagai antioksidan (Kasolo et
al., 2010). Rajanandh dan Kavitha (2015) juga membuktikan kandungan β-
sitosterol (90 mg/g), total fenolik (8 μg/ml) dan flavonoid (27 μg/ml) pada daun
kelor senyawa-senyawa tersebut berhubungan dengan aktivitas antioksidan.
Kemampuan antioksidan daun kelor berdasarkan nilai IC50 juga telah
dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu dengan nilai IC50 62,94 ppm yang
merupakan aktivitas antioksidan kuat terhadap radikal bebas DPPH (Vongsak et
al., 2013) dan nilai IC50 sebesar 92,5284 ppm dengan perlakuan pengeringan
tanpa freeze dry metode maserasi dengan pelarut metanol teknis (Hardiyanti,
2015).
3
Daun kelor juga memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Pendapat ini
telah diuji oleh beberapa peneliti antara lain: ekstrak etanol daun kelor terhadap
bakteri S. aureus dengan konsentrasi 20% terbentuk zona hambat 7,98 mm yang
merupakan daya hambat sedang dan pada konsentrasi 80% terbentuk zona hambat
14,02 mm yang merupakan daya hambat kuat (Savitri et al., 2018). Ekstrak etanol
daun kelor terhadap bakteri S. aureus memiliki konsentrasi 4% terbentuk zona
hambat 7,83 mm yang merupakan daya hambat sedang dan pada konsentrasi 10%
terbentuk zona hambat 11,12 mm yang merupakan daya hambat kuat (Maharani et
al., 2017). Menurut Melayanti dan Dwiyanti (2017) bahwa daun kelor dapat
digunakan untuk kosmetik sebagai masker wajah untuk merawat kondisi wajah
seseorang agar tetap sehat dan mengatasi masalah kulit wajah seperti jerawat.
Batubara et al, (2009) mengungkapkan bahwa komponen antijerawat dari bahan
alam harus berpotensi sebagai antibakteri, antiradang, dan antioksidan.
Penggunaan masker wajah berbahan dasar alami dapat menjadi alternatif
untuk mengganti masker berbahan kimia sintetik untuk pengobatan jerawat karena
tidak memiliki efek jangka panjang yang berbahaya. Penggunaan bahan-bahan
alami sebagai bahan baku masker wajah sudah banyak dilakukan seperti masker
wajah sediaan serbuk dari daun jambu biji (Natsir, 2012) dan masker ekstrak air
daun alpukat sebagai antibakteri S. aureus untuk pengobatan jerawat (Ismiyati et
al., 2014), namun pemanfaatan daun kelor sebagai bahan tambahan masker
dengan tepung beras belum dilakukan.
Eksplorasi dan pemanfaatan daun kelor untuk bahan tambahan masker
wajah sangat potensial dilakukan. Formulasi penambahan daun kelor dalam
bentuk ekstrak pada campuran bahan masker wajah masih jarang ditemukan
4
sehingga penelitian ini difokuskan untuk menganalisis formulasi daun kelor pada
campuran masker wajah. Masker wajah dibuat dengan menvariasikan konsentrasi
daun kelor 12,5; 17,5; 25; 35 % yang kemudian dilanjutkan dengan pengujian
aktivitas antioksidan dan antibakteri dengan bakteri Staphylococcus aureus
sebagai bakteri penghasil nanah yang kemudian dilanjutkan uji organoleptik oleh
45 panelis serta uji karakterisasi masker dengan parameter nilai pH, stabilitas
emulsi, bobot jenis dan total cemaran mikroba sesuai dengan syarat mutu masker
menurut SNI 16-6070-1999 dan pelembab kulit menurut SNI 16-4399-1996.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana aktivitas antioksidan dan antibakteri terhadap bakteri
Staphylococcus aureus sebelum dan sesudah di formulasikan dalam masker
yang diperkaya dengan ekstrak daun kelor?
2. Berapakah hasil uji organoleptik yang paling optimum dalam sediaan
masker yang diperkaya ekstrak daun kelor?
3. Apakah karakteristik masker dengan parameter nilai pH, stabilitas emulsi,
bobot jenis dan total cemaran mikroba memenuhi syarat menurut SNI 16-
4399-1996 dan SNI 16-6070-1999?
4. Apakah senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak daun kelor dengan
menggunakan analisis GCMS (Gas Chromatography-Mass Spectrometer)?
5
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Menentukan aktivitas antioksidan dan antibakteri terhadap bakteri
Staphylococcus aureus sebelum dan sesudah diformulasikan dalam masker
yang diperkaya dengan ekstrak daun kelor.
2. Menentukan tingkat kesukaan panelis terhadap masker wajah dengan uji
organoleptik.
3. Menentukan karakteristik dengan parameter nilai pH, stabilitas emulsi,
bobot jenis dan total cemaran mikroba memenuhi syarat menurut SNI 16-
4399-1996 dan SNI 16-6070-1999.
4. Menentukan senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak daun kelor dengan
menggunakan analisis GCMS (Gas Chromatography-Mass Spectrometer).
1.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah ekstrak daun kelor diduga dapat
diformulasikan sebagai masker wajah dalam bentuk bubuk yang memiliki
aktivitas antioksidan dan antibakteri, serta memenuhi standar persyaratan mutu
(nilai pH, stabilitas emulsi, bobot jenis dan total cemaran mikroba) berdasarkan
SNI 16-6070-1999 dan SNI 16-4380-1996.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan bagi masyarakat
terkait pemanfaatan daun kelor dalam formulasi sediaan masker yang tepat dan
memberikan informasi tentang khasiat sebagai antioksidan dan antibakteri.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kosmetik Kulit
Kosmetik berasal dari kata Yunani kosmetikos yang berarti keterampilan
menghias atau mengatur. Menteri Kesehatan RI No.445/Menkes/Permenkes/1998
menyatakan bahwa kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk
digunakan pada bagian luar badan, gigi, dan rongga mulut, untuk membersihkan,
menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam
keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati
atau menyembuhkan suatu penyakit.
Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh dari paparan polusi lingkungan,
terutama kuit wajah yang sering terpapar oleh sinar ultraviolet (UV) akibatnya
dapat menimbulkan masalah kulit seperti keriput, penuaan, jerawat dan pori kulit
yang membesar, sehingga merawat kulit merupakan suatu hal yang penting
dilakukan (Grace et al., 2015).
Kosmetik masker merupakan salah satu kosmetik perawatan (skincare) yang
mampu mencegah kekeringan kulit serta mampu melembabkan kulit. Kosmetik
masker adalah sediaan yang digunakan secara topikal, utamanya untuk daerah
wajah yang bertujuan untuk mencapai sensasi mengencangkan dan memberikan
efek pembersih pada area yang diberi produk (Balsam et al., 1972). Menurut
Novita (2009) menyatakan bahwa manfaat menggunakan masker yaitu dapat
menyegarkan, memperbaiki dan mengencangkan kulit wajah, melancarkan
7
peredaran darah, merangsang kembali kegiatan sel-sel kulit, mengangkat sel kulit
mati, melembutkan kulit dan memberi asupan nutrisi bagi kulit.
Kosmetik perawatan kulit wajah digunakan untuk merawat kebersihan dan
kesehatan kulit dengan mengaplikasikan langsung pada kulit wajah yaitu
kosmetik pelembap (moisturizer) dengan contoh moisturizing cream; night cream,
kosmetik pembersih (claeanser) misalnya sabun; masker; cleansing oil; cleansing
cream; cleansing milk; penyegar kulit, kosmetik pelindung misalnya sunscreen
cream; foundation, dan kosmetik pengampelas (peeling) seperti scrub cream
(Tranggono dan Latifah, 2007). Kosmetik pengobatan (cosmedics) yang dapat
mengatasi kelainan kulit sebagai berikut.
1. Kosmetik pengobatan untuk mengatasi penuaan kulit, terutama penuaan dini
(premature aging).
2. Kosmetik pengobatan untuk mengatasi kelainan kulit, terutama jerawat dan
noda-noda hitam (hiperpegmentasi).
Kosmetik pengobatan untuk mengatasi kelainan kulit kepala dan akar
rambut misalnya ketombe (dandruff), kulit kepala berminyak (seborrhea), dan
kerontokan yang abnormal (Tranggono dan Latifah, 2014).
2.2 Tanaman Kelor
Tanaman Kelor (Moringa oleifera L.) merupakan salah satu jenis tanaman
yang mudah tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia. Tanaman kelor dapat
tumbuh baik pada lingkungan berbeda, yaitu suhu 25-35 oC (Palada dan Chang,
2003). Tanaman kelor memiliki ketinggian 7-11 meter dan tumbuh subur mulai
dari dataran rendah sampai ketinggian 700 meter di atas permukaan laut. Kelor
8
dapat tumbuh pada daerah tropis dan subtropis pada semua jenis tanah dan tahan
terhadap musim kering dengan toleransi kekeringan sampai 6 bulan (Mardiana,
2013).
Kelor dikenal di beberapa negara dengan sebutan horse radish, drumstick,
benzolive (Inggris), mlonge (Tanzania), marango (Nikaragua), moonga (India),
mulangay (Filipina), nebeday (Senegal), sajna (Bangladesh). Tanaman kelor di
Indonesia juga dikenal dengan berbagai nama adalah kero, wori, kelo, atau keloro
(Sulawesi), maranggih (Madura), kelor (Sunda dan Melayu), murong (Aceh), kelo
(Ternate), kawona (Sulawesi) dan munggai (Minang) (Krisnadi, 2010).
Budidaya daun kelor di dunia internasional merupakan program yang
sedang dilaksanakan yang berguna untuk mengkaji potensi tanaman dalam hal
kandungan nutrisi, keragaman genetis dan kecernaan secara in vitro (Kleden,
2016). Pohon kelor memiliki beberapa julukan diantaranya The Miracle Tree,
Tree for Life dan Amazing Tree. Julukan tersebut muncul karena bagian pohon
kelor mulai dari daun, buah, biji, bunga, kulit batang hingga akar memiliki
manfaat yang luar biasa. Tanaman kelor mampu hidup di berbagai jenis tanah,
tidak memerlukan perawatan yang intensif, tahan terhadap musim kemarau dan
mudah dikembangbiakan (Simbolan et al., 2007).
Klasifikasi tumbuhan kelor sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Rhoeadales (Brassicales)
Famili : Moringaceae
Genus : Moringa
Spesies : Moringa oleifera
(Plata et al., 2009)
9
Gambar 1.Daun kelor (Dokumentasi Pribadi, 2018)
Daun kelor merupakan jenis daun bertangkai karena hanya terdiri atas
tangkai dan helaian saja. Tangkai daun berbentuk silinder dengan sisi atas agak
pipih, menebal pada pangkalnya dan permukaannya halus. Bangun daunnya
berbentuk bulat atau bundar (orbicularis), pangkal daunnya tidak bertoreh dan
termasuk ke dalam bentuk bangun bulat telur. Ujung dan pangkal daunnya
membulat (rotundatus) dimana ujungnya tumpul dan tidak membentuk sudut
sama sekali, hingga ujung daun seperti suatu busur (Krisnadi, 2010).
Daun muda memiliki tekstur lembut dan lemas sedangkan daun tua agak
kaku dan keras. Daun yang telah dewasa berwarna hijau tua, bentuk helai daun
bulat telur, panjang 1-2 cm, lebar 1-2 cm, tipis lemas, ujung dan pangkal tumpul
(obtusus), tepi rata, susunan pertulangan menyirip (pinnate), permukaan atas dan
bawah halus (Krisnadi, 2010). Daun berwarna hijau tua biasanya digunakan untuk
membuat tepung atau powder daun kelor. Apabila jarang dikonsumsi maka daun
kelor memiliki rasa agak pahit tetapi tidak beracun (Hariana, 2008).
10
Daun kelor mengandung zat besi lebih tinggi dari pada sayuran lainnya
yaitu sebesar 17,2 mg/100 g (Savadogo, 2011). Kandungan nilai gizi daun kelor
segar dan kering disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan nilai gizi daun kelor
Komponen Daun segar Daun kering
Kadar air (%) 94,01 4,09
Protein (%) 22,7 28,44
Lemak (%) 4,65 2,74
Kadar abu - 7,95
Karbohidrat (%) 51,66 57,01
Serat (%) 7,92 12,63
Kalsium (mg) 350-550 1600-2200
Energi (Kcal/100g) - 307,30 Sumber: Onyekwere (2014)
Seluruh bagian tanaman kelor memiliki berbagai manfaat dan khasiat
penyembuhan yang mengesankan dengan nilai nutrisi yang tinggi. Kelor
menyediakan kombinasi yang berlimpah mulai dari zeatin, kuersetin, β-sitosterol,
asam caffeoylquinic dan kaempferol (Krisnadi, 2010) dan kelor juga berpotensi
digunakan dalam pangan, kosmetik dan industri (Gao et al., 2009).
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Savadogo (2011) menunjukkan
adanya kandungan senyawa-senyawa berikut: 6,7 mg protein, 1,7 mg lemak, 13,4
mg karbohidrat, 0,9 mg serat dan 2,3 % bahan mineral, 440 mg kalsium, 70 mg
fosfor dan besi 7,0 mg/100 daun. Daun kelor juga mengandung senyawa metabolit
sekunder seperti flavonoid, alkaloid, steroid, tanin, sapponin, antrakuinon,
terpenoid, fenol dan minyak atsiri (essential oil) yang dapat menyebabkan rasa
dan aroma yang khas pada daun kelor (Pandey et al., 2014).
2.3 Antioksidan dengan Metode DPPH
Antioksidan adalah senyawa yang mampu menghilangkan, menetralkan dan
menahan pembentukan efek oksigen reaktif (Lautan, 1997). Dalam melindungi
11
tubuh dari seragan radikal bebas, antioksidan berfungsi untuk menstabilkan
radikal bebas dengan melengkapi kekurangan electron dari radikal bebas sehingga
menghambat terjadinya reaksi berantai (Windono et al., 2004)
Berdasarkan fungsi dan mekanisme kerjanya antioksidan dapat dibedakan
menjadi tiga macam yaitu antioksidan primer, sekunder dan tersier. Antioksidan
primer adalah antioksidan yang sifatnya sebagai pemutus reaksi berantai (chain-
breaking antioxidant) yang bereaksi dengan radikal lipid dan mengubahnya
menjadi produk yang lebih stabil memberikan atom hidrogen secara cepat kepada
radikal lipid dan radikal yang berasal dari antioksidan ini lebih stabil daripada
radikal lipidnya atau diubah menjadi produk-produk lain yang stabil. Contoh
antioksidan primer adalah Superoksida Dismutase (SOD), Glutation Peroksidase
(GPx), katalase dan protein pengikat logam (Sayuti dan Yenrina, 2015).
Antioksidan sekunder bekerja dengan cara mengkelat logam yang bertindak
sebagai pro-oksidan, menangkap radikal dan mencegah terjadinya reaksi berantai.
Antioksidan sekunder berperan sebagai pengikat ion-ion logam, penangkap
oksigen, pengurai hidroperoksida menjadi senyawa non radikal, penyerap radiasi
UV atau deaktivasi singlet oksigen. Contoh antioksidan sekunder ialah vitamin E,
vitamin C, β-caroten, isoflavon, bilirubin dan albumin (Sayuti dan Yenrina, 2015).
Antioksidan tersier berfungsi untuk memperbaiki sel-sel jaringan yang rusak
karena serangan radikal bebas yang termasuk dalam kelompok ini adalah jenis
enzim, misalnya metionin sulfoksida reduktase yang dapat memperbaiki DNA
pada penderita kanker (Winarsi, 2007).
Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu
antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia)
12
dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Beberapa contoh
antioksidan sintetik yang diizinkan penggunaannya adalah Butylated
Hidroxyanisol (BHA), Butylated Hidroxytoluene (BHT), Tert-Butylated
Hidroxyquinon (TBHQ) dan tokoferol (Buck, 1991).
Metode yang sering digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan adalah
metode uji menggunakan radikal bebas DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil). DPPH
merupakan radikal bebas yang dapat bereaksi dengan senyawa yang dapat
mendonorkan atom hidrogen dan berguna untuk pengujian aktivitas antioksidan
komponen tertentu dikarenakan adanya elektron yang tidak berpasangan sehingga
DPPH memberikan serapan kuat pada 517 nm (Abbas et al., 2009).
DPPH mempunyai berat molekul 394,32 dengan rumus molekul
C18H12N5O8 larut dalam air. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik pada suhu -
20oC (Molyneux, 2004). Setelah bereaksi dengan senyawa antioksidan, DPPH
akan tereduksi dan warnanya akan berubah menjadi kuning. Perubahan tersebut
dapat diukur dengan spektrofotometer dan diplotkan terhadap konsentrasi.
Penurunan intensitas warna yang terjadi disebabkan oleh berkurangnya ikatan
rangkap terkonjugasi pada DPPH. Hal ini dapat terjadi apabila adanya
penangkapan satu elektron oleh zat antioksidan, menyebabkan tidak adanya
kesempatan elektron tersebut untuk beresonansi (Windono et al., 2004).
Gambar 2. Reaksi DPPH dengan antioksidan (Molyneux, 2004)
13
Menurut Armala (2009), tingkat kekuatan antioksidan senyawa uji
menggunakan metode DPPH dapat digolongkan menurut nilai IC50 (Tabel 2).
Tabel 2. Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH
Intensitas Nilai IC50
Sangat kuat < 50 µg/mL
Kuat 50-100 µg/mL
Sedang 101-150 µg/mL
Lemah >150 µg/mL
2.4 Antibakteri
Antibakteri adalah suatu zat yang dapat mencegah terjadinya pertumbuhan
dan reproduksi bakteri (Supardi dan Sukamto, 1999). Zat yang dapat digunakan
sebagai antibakteri adalah zat atau bahan yang dapat mematikan mikroorganisme
pada konsentrasi rendah dan mempunyai aktivitas antibakteri dengan spektrum
yang luas, artinya dapat mematikan berbagai macam mikroba (Pelczar dan Chan,
2005).
2.4.1 Bakteri Uji-Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus termasuk dalam familia micrococcaceae, kecuali
beberapa jenis strain. Bakteri ini dapat memfermentasikan glukosa, membentuk
pigmen kuning keemasan, dan memproduksi koagulase. Bakteri ini bersifat
anerobik sangat lambat, gram positif, berbentuk bulat, diameter 0,5-1,5 µm, tidak
membentuk spora, dan katalase positif (Jawetz et al., 2001).
Klasifikasi bakteri Staphylococcus aureus sebagai berikut.
Kingdom : Eubacteria
Divisi : Firmicutes
Ordo : Eubacteruales
FamiliA : Micrococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus
(Syahrurachman et al., 1994)
14
Suhu optimum untuk tumbuh adalah 35-37 oC dengan suhu minimum 6,7
oC
dan suhu maksimum 45,5 oC. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4-9,8 dengan pH
optimum 7-7,5. Bakteri ini hidup sebagai saprofit di dalam saluran pengeluaran
lendir dari tubuh manusia dan hewan, bakteri ini juga terdapat pada pori-pori
permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus (Supardi dan Sukamto, 1999).
2.4.2 Metode Difusi Pengujian Aktivitas Antibakteri
Metode disk diffusion (tes Kirby dan Baur) menggunakan piringan yang
berisi agen antibakteri kemudian diletakkan pada media agar yang sebelumnya
telah ditanami mikroorganisme sehingga agen antimikroba dapat berdifusi pada
media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba di permukaan media agar (Pratiwi, 2008).
Metode difusi dapat dilakukan 3 cara yaitu metode silinder, lubang dan
cakram. Difusi cakram yaitu menginokulasi pelat agar dengan biakan dan
membiarkan zat yang memiliki potensi antibakteri berdifusi ke media agar. Pada
jarak tertentu pada cakram, antibakteri berdifusi sampai pada titik zat antibakteri
tidak lagi menghambat pertumbuhan mikroba. Efektivitas zat antibakteri
ditunjukan oleh zona hambat. Zona hambat tampak sebagai area jernih yang
mengelilingi cakram (Harmita, 2008).
2.5 Kulit Manusia
Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki
fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai gangguan dan ransangan luar. Luas
kulit pada manusia rata-rata ± 2 meter persegi dengan berat 10 kg jika dengan
lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak. Kulit terbagi atas dua lapisan utama, yaitu:
1. Epidermis (Kulit Ari), sebagai lapisan yang paling luar.
15
2. Dermis (Korium, Kutis, Kulit Jangat). Dibagian bawah dermis terdapat
subkutis atau jaringan lemak bawah kulit (Tranggono dan Latifah, 2014).
Epidermis yaitu lapisan luar kulit yang membentuk perisai fisik dan
antimikroba untuk melindungi tubuh dari ancaman lingkungan. Epidermis
mengandung keratinosit yang berfungsi sebagai tempat sintesis keratin. Lapisan
kedua kulit, dermis berisi jaringan pembuluh darah, ujung saraf, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea, folikel rambut, dan otot rambut. Dermis pada dasarnya terdiri
dari protein struktural urat saraf yang dikenal sebagai kolagen. Dermis paling
tebal berada di punggung, di mana sekitar 30-40 kali dari ketebalan epidermis
(James et al., 2006). Lapisan ketiga dari kulit adalah lapisan subkutis. Lapisan
subkutis merupakan lapisan jaringan ikat longgar dan lemak di bawah dermis.
Subkutis terdiri dari kumpulan sel–sel lemak dan di antara gerombolan ini
berjalan serabut jaringan ikat dermis (Wasitaatmadja, 1997). Menurut Tranggono
dan Latifah (2014), fungsi utama kulit sebagai berikut.
1. Pelindung (Proteksi)
Serat elastis dari dermis dan jaringan lemak subkutan berfungsi untuk
mencegah gangguan mekanis eksternal diteruskan secara langsung ke bagian
dalam tubuh. Kulit memiliki kapasitas penetralisir alkali dan permukaan kulit
dijaga tetap pada pH asam lemah untuk perlindungan dari racun kimia. Pigmen
melanin mengabsorpsi dan melindungi tubuh dari bahaya radiasi UV.
2. Penyerapan (Absorpsi)
Berbagai senyawa diabsopsi melalui kulit ke dalam tubuh. Ada dua jalur
absopsi, satu melalui epidermis, dan lainnya melalui kelenjar sebaseus pada
16
folikel rambut. Senyawa larut air tidak mudah diabsorpsi melalui kulit karena
adanya barrier terhadap senyawa larut air yang dibentuk oleh lapisan tanduk
3. Fungsi Ekskresi
Fungsi ekskresi terjadi karena adanya kelenjar keringat. Racun dan sisa-sisa
metabolisme di dalam tubuh bisa dibuang melalui banyak cara, seperti melalui
urine (air seni), feses (tinja), empedu, dan keringat.
4. Persepsi Pancaindra
Kulit merasakan perubahan pada lingkungan eksternal dan bertanggung
jawab untuk sensasi kulit. Kulit memiliki berbagai reseptor sehingga dapat
merasakan tekanan, sentuhan, suhu, dan nyeri.
2.6 Analisis Gas Chromatography-Mass Spectrometer (GCMS)
Analisis GC-MS menggunakan gabungan dua instrumen yaitu kromatografi
gas dan spektrometer massa. Kromatografi gas berfungsi untuk memisahkan
berbagai senyawa dalam campuran didasarkan distribusi senyawa pada fase gerak
dan fase diam. Spektrometri massa berfungsi mendeteksi molekul senyawa yang
telah dipisahkan berdasarkan pada penguraian senyawa organik dan perekaman
pola fragmentasi menurut massanya (Sastrohamidjojo dan Pranowo, 1985).
Dasar kerjanya adalah partisi antara fase diam dan fase gerak (gas). Jadi
untuk pemisahan senyawa-senyawa organik berlaku aturan “like dissolve like”
(Sudjadi, 1991). Menurut Sastrohamidjojo (2005), instrumen GC-MS terdiri dari
gas pengangkut (Carrier Gas), pengatur aliran dan pengatur tekanan, tempat
injeksi, kolom serta detektor. Gas pengangkut berfungsi sebagai fase gerak.
Pengatur aliran dan tekanan berfungsi untuk mengalirkan uap sampel masuk ke
17
dalam kolom. Teknik menginjeksi tergantung pada jenis sampel, adapun jenis
teknik injeksi sampel dalam GC antara lain: split, split less, on column, dan wet
needle. Kolom merupakan jantung kromatografi. Detektor berfungsi sebagai
pendeteksi komponen-komponen cuplikan yang telah terpisah. Adapun skema alat
dalam instrumen spektrofotometer GCMS sebagai berikut.
Gambar 3. Skema alat GCMS (Sastrohamidjojo, 2005)
2.7 Organoleptik
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
penginderaan. Bagian organ tubuh yang berperan dalam penginderaan adalah
mata, telinga, indera pencicip, indera pembau dan indera perabaan atau sentuhan.
Kemampuan alat indera memberikan kesan atau tanggapan dapat dianalisis atau
dibedakan berdasarkan jenis kesan. Luas daerah kesan adalah gambaran dari
sebaran atau cakupan alat indera yang menerima rangsangan. Kemampuan
memberikan kesan dapat dibedakan berdasarkan kemampuan alat indra
memberikan reaksi atas rangsangan yang diterima. Kemampuan tersebut meliputi
kemampuan mendeteksi (detection), mengenali (recognition), membedakan
(discrimination), membandingkan (scalling) dan kemampuan menyatakan suka
atau tidak suka (hedonik) (Saleh, 2004).
18
Menurut Rahayu (1998) mengungkapkan bahwa untuk melaksanakan Untuk
melaksanakan penelitian organoleptik diperlukan panel. Dalam penilaian mutu
atau analisis sifat sensori suatu komoditi, panel bertindak sebagai instrument atau
alat. Panel ini terdiri dari orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat atau
mutu berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota panel disebut
panelis.
Pengujian organoleptik mesti dilakukan dengan cermat karena memiliki
kelebihan dan kekurangan. Organoleptik mempunyai relevansi yang tinggi dengan
mutu produk, karena berhubungan langsung pada selera konsumen. Kelemahan
dan keterbatasan organoleptik diakibatkan oleh adanya sifat indrawi. Panelis juga
dapat dipengaruhi oleh kondisi mental dan fisik sehingga kepekaan menurun
panelis menjadi jenuh (Meilgaard, 2000).
19
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tampat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2018 hingga Januari 2019.
Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di Laboratorium Penelitian Kimia, Pusat
Laboratorium Terpadu (PLT) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta. Pengujian antibakteri dilakukan di Laboratorium Farmasi Qlab,
Universitas Pancasila.
3.2 Alat dan Bahan
Bahan utama dalam penelitian ini adalah daun Kelor yang diperoleh dari
kebun di daerah Bekasi yang sudah dilakukan determinasi di Pusat Biologi
Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi-LIPI Cibinong. Pelarut yang digunakan
adalah metanol. Isolat bakteri uji berupa S. aureus berasal dari Laboratorium
Farmasi Qlab Universitas Pancasila. Media yang digunakan untuk pengujian
antibakteri adalah Mueller Hinton Agar (MHA). Bahan uji penentuan aktivitas
antioksidan menggunakan DPPH dan metanol. Bahan penyusun dalam formulasi
masker wajah yang digunakan adalah zinci oxidum, tepung bengkoang, tepung
beras dan minyak mawar yang diperoleh dari pasaran.
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain spektrofotometer
UV-Vis (Thermo Scientific), GCMS (Shimadzu), alat-alat gelas (pyrex), oven
(memmert), micro tube, rotary evaporator (Heidolph-Lborota 4000), timbangan
analitik (Ohaus), pH meter (Mettler Toledo), inkubator (memmert), wadah
masker, blender, kertas saring, ose, autoklaf, mortir dan stamper.
20
3.3 Diagram Alir Penelitian
Gambar 4. Diagram alir penelitian
Ektraksi daun kelor
pelarut metanol teknis
Ekstrak daun
kelor
Pembuatan masker
bubuk dengan variasi
konsentrasi
penambahan ekstrak
daun kelor sebesar 12,5;
17,5; 25; dan 35%
Uji
organoleptik
Daun kelor (Moringa
oleifera)
Determinasi tumbuhan
Identifikasi
GCMS
Masker bubuk
ekstrak daun kelor
Uji
fitokimia
Uji aktivitas
antioksidan
Uji aktivitas
antibakteri
Uji aktivitas
antioksidan
Uji aktivitas
antibakteri
Uji karakteristik masker
berdasarkan SNI
- Nilai pH
- Stabilitas emulsi
- Bobot jenis
- Total cemaran mikroba
21
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Preparasi Sampel Daun Kelor
Daun kelor dari kebun daerah Bekasi dilakukan determinasi di Pusat Biologi
Bidang Botani LIPI Cibinong. Sampel sebanyak 250 gram yang telah terkumpul
dibersihkan dari kotoran yang melekat pada daun menggunakan air mengalir lalu
dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Sampel diblender agar dihasilkan
serbuk daun kelor. Karakter sampel yaitu daun berwarna hijau segar tanpa bercak
kuning, tidak terdapat bintik putih, dan tidak berlubang.
3.4.2 Pembuatan Ekstrak (Lyrawati et al., 2013)
Proses ekstraksi dilakukan sebanyak 42 gram serbuk daun kelor direndam
dengan metanol hingga 900 mL, kemudian diaduk dengan pengaduk magnet
selama 30 menit lalu dibiarkan selama 24 jam pada suhu ruang. Sampel disaring
sehingga didapatkan ekstrak yang akan dipisahkan dari pelarut dengan rotary
evaporator hingga diperoleh ekstrak kental.
3.4.3 Uji Fitokimia (Ikalinus et al., 2015)
Pengujian fitokimia ekstrak daun kelor terdiri dari pemeriksaan alkaloid,
flavonoid, fenolat, tanin, steroid atau triterpenoid dan saponin. Pemeriksaan
alkaloid dilakukan dengan menggunakan 1 mL ekstrak ditambahkan beberapa
tetes pereaksi wagner (Lampiran 3) yaitu pereaksi dengan campuran berupa iodin
dan kalium iodida, reaksi positif jika terbentuk endapan coklat dan negatif jika
tidak terjadi perubahan warna. Pemeriksaan flavonoid dilakukan dengan
menggunakan 1 mL ekstrak ditambah serbuk Mg dan beberapa tetes HCl pekat,
22
reaksi positif jika terjadi perubahan warna hijau kekuningan. Pemeriksaan fenolat
dilakukan dengan menambahkan FeCl3 1% pada ekstrak metanol daun kelor
hingga terjadi perubahan warna, lalu warnanya dibandingkan dengan ekstrak
murni, maka akan tampak warna lebih hitam jika positif.
Pemeriksaan tanin dilakukan dengan sampel didihkan dengan 20 mL air lalu
disaring. Sampel ditambahkan beberapa tetes FeCl3 1% dan terbentuknya warna
coklat kehijauan atau biru kehitaman menunjukkan adanya tanin. Pemeriksaan
steroid/triterpenoid dilakukan dengan menambahkan sampel dengan reagen
Lieberman Burchard (Lampiran 3). Perubahan warna hijau-biru menunjukkan
steroid dan perubahan warna merah menunjukkan triterpenoid. Pemeriksaan
saponin dilakukan dengan sampel dididihkan dengan 20 mL air dalam penangas
air. Filtrat dikocok dan didiamkan selama 15 menit. Terbentuknya busa yang
stabil berarti positif terdapat saponin.
3.4.4 Formulasi Masker (Ismiyati et al., 2014)
Ekstrak daun kelor ditambahkan tepung beras sesuai variasi konsentrasi
yang sudah ditentukan (Tabel 3). Sebanyak 3 tetes minyak mawar ditambahkan
pada masing-masing variasi masker dan dihomogenkan sehingga warna produk
masker merata. F0; F1; F2; F3; F4 merupakan formula masker bubuk dengan
penambahan ekstrak daun kelor berturut-turut sebesar 0; 12,5; 17,5; 25; dan 35%
sedangkan kontrol positif dan kontrol negatif digunakan untuk pengujian aktivitas
antibakteri masker. Kontrol positif digunakan sebagai pembanding dari zona
hambat yang terbentuk dari ekstrak uji sedangkan kontrol negatif untuk
23
membuktikan bahwa pelarut yang digunakan tidak berpengaruh terhadap aktivitas
antibakteri.
Tabel 3. Formulasi masker ekstrak daun kelor
Ket : F4 : Penambahan ekstrak daun kelor 35%
F3 : Penambahan ekstrak daun kelor 25%
F2 : Penambahan ekstrak daun kelor 17,5% F1 : Penambahan ekstrak daun kelor 12,5%
F0 : Tanpa penambahan ekstrak daun kelor
3.4.5 Uji Organoleptik Masker (BSN, 2006)
Panelis tidak terlatih sebanyak 45 orang diminta persetujuan kesediaan
menjadi panelis (Lampiran 16). Panelis diminta memberikan tanggapan terhadap
masker daun kelor dengan mengisi formulir yang disediakan (Lampiran 17).
Panelis diminta memberikan penilaian dengan mengisi formulir yang sudah
disediakan meliputi warna, aroma, tekstur, homogenitas dan penerimaan produk
secara keseluruhan. Hasil uji organoleptik diolah dengan metode statistik
menggunakan aplikasi SPSS dengan metode uji one way ANOVA, apabila
hasilnya signifikan maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan.
Bahan Kelompok
Kontrol
Positif
Kontrol
Negatif
F0 F1 F2 F3 F4
ZnO 0,150 g - - - - - -
Tepung
bengkoang
- 0,150 g - - - - -
Ekstrak
daun kelor
- - - 0,625 g 0,875 g 1,250 g 1,750 g
Tepung
beras
4,850 g 4,850 g 5 g 4,375 g 4,125g 3,750 g 3,250 g
Minyak
Mawar
3 tetes 3 tetes 3 tetes 3 tetes 3 tetes 3 tetes 3 tetes
24
Tabel 4. Skala penilaian uji organoleptik
Parameter Kriteria Skor
Tekstur Sangat tidak sesuai dengan tekstur khas masker 1
Tidak sesuai dengan tekstur khas masker 2
Agak sesuai dengan tekstur khas masker 3
Sesuai (pas) dengan tekstur khas masker 4
Sangat sesuai dengan tekstur khas masker 5
Warna Sangat tidak sesuai dengan warna khas masker 1
Tidak sesuai dengan warna khas masker 2
Agak sesuai dengan warna khas masker 3
Sesuai (pas) dengan warna khas masker 4
Sangat sesuai dengan warna khas masker 5
Aroma Sangat tidak sesuai dengan aroma khas masker 1
Tidak sesuai dengan aroma khas masker 2
Agak sesuai dengan aroma khas masker 3
Sesuai (pas) dengan aroma khas masker 4
Sangat sesuai dengan aroma khas masker 5
Homogenitas Sangat tidak homogen, (bentuk lain yang tidak
dikehendaki sangat nyata)
1
Tidak homogen, (ada sedikit bentuk lain yang tidak
dikehendaki)
2
Agak homogen, (agak (seperti) bentuk khas masker) 3
Homogen, (Sesuai bentuk khas masker) 4
Sangat homogen, (sangat sesuai bentuk khas
masker)
5
Kesukaan
Umum
Sangat tidak suka 1
Tidak suka 2
Agak suka 3
Suka 4
Sangat suka 5
3.4.6 Karakterisasi Masker
Analisis parameter kualitas masker yang dihasilkan meliputi analisis pH,
stabilitas emulsi, bobot jenis dan total cemaran mikroba. Hasil uji analisis masker
diolah dengan metode statistik menggunakan aplikasi SPSS dengan metode uji
25
one way ANOVA, apabila hasilnya signifikan maka analisis dilanjutkan dengan
uji Duncan.
Nilai pH
Mula-mula standarisasi alat pH meter dengan cara elektroda pH meter
dicelupkan ke dalam pH standar 6,86 dan dicuci dengan akuades. Satu gram
sampel masker wajah daun kelor diencerkan dengan akuades (1:10) lalu diaduk
hingga merata. Bagian elektroda pH meter dimasukkan ke dalam sampel yang
telah diencerkan dan angka yang terlihat adalah nilai pH-nya (AOAC, 1995).
Stabilitas Emulsi
Emulsi sebanyak 5 gram ditimbang di dalam cawan petri. Wadah dan bahan
tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 4 oC selama 1 jam lalu
dimasukkan ke pendingin bersuhu di bawah 0 oC selama 1 jam. Selanjutnya
cawan berisi sampel dimasukkan lagi ke dalam oven bersuhu 45 oC selama 1 jam.
Pengamatan dilakukan terhadap kemungkinan terjadinya pemisahan air dari
emulsi. Air yang terpisah diserap dengan kertas saring kestabilannya dihitung
berdasarkan persentase fase terpisah terhadap emulsi keseluruhan (AOAC, 1995).
Perhitungan :
Stabilitas emulsi = x 100%
Keterangan :
Berat fase tersisa = (berat bahan emulsi setelah pengoven kedua + cawan) – berat cawan
Berat total bahan emulsi = (berat bahan emulsi + cawan) – berat cawan
Bobot Jenis
Micro tube yang sudah bersih dan kering ditimbang (a). Air sebanyak 1 mL
sampel dimasukkan ke dalam micro tube dengan menggunakan pipet mikro.
Micro tube ditutup dan dimasukkan ke dalam pendingin hingga suhunya menjadi
26
25 oC. Micro tube selanjutnya didiamkan pada suhu ruang dan ditimbang berat air
(c). Lakukan hal yang sama pada sampel uji (b) (SNI 16-4399-1996).
Perhitungan :
Bobot jenis sampel (g/mL) =
Keterangan :
a = Bobot micro tube kosong
b = Bobot micro tube + sampel
Analisis Total Cemaran Mikroba
Sampel diencerkan dengan pengencer steril hingga 10-3
kemudian
dihomogenkan. Satu mL dari masing-masing pengenceran sampel dipipet ke
dalam cawan petri steril secara duplo lalu dituangkan 12-15 mL media Plate
Count Agar (PCA) cair. Cawan petri digoyangkan secara perlahan hingga sampel
tercampur rata. Campuran tersebut dibiarkan memadat, kemudian dimasukkan ke
inkubator (35±1 oC) dengan posisi terbalik selama 48 jam. Jumlah koloni mikroba
dalam satu gram atau satu mL contoh dihitung dengan mengalikan jumlah rata-
rata koloni pada cawan dengan faktor pengenceran (SNI 16-6070-1999).
3.4.7 Uji Aktivitas Antioksidan (Cahyana et al., 2002)
Larutan blanko dibuat dengan cara menambahkan 2 mL metanol dengan 2
mL larutan DPPH ke dalam tabung reaksi, lalu divortex hingga homogen dan
diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit dalam ruang gelap. Serapan diukur
pada panjang gelombng 516 nm pada spektrofotometer UV-Vis.
Uji aktivitas antioksidan ekstrak daun kelor sebanyak 2 mL ekstrak
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan ke dalamnya 2 mL DPPH.
Campuran tersebut kemudian divortex hingga homogen dan diinkubasi pada suhu
27
ruang selama 30 menit dalam ruang gelap. Serapan diukur pada panjang
gelombng 516 nm pada spektrofotometer UV-Vis.
Sampel diencerkan dengan akuades (1:2). Uji aktivitas antioksidan masker
wajah sebanyak 2 mL sampel bahan uji yang sebelumnya sudah diencerkan lalu
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan ke dalamnya 2 mL DPPH.
Campuran tersebut kemudian divortex hingga homogen. Selanjutnya diinkubasi
pada suhu ruang selama 30 menit dalam ruang gelap. Serapan diukur pada
panjang gelombng 516 nm pada spektrofotometer UV-Vis. Dihitung %
inhibisinya dengan rumus sebagai berikut:
…(1)
Penentuan IC50 dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linier, rumus
persamaan sebagai berikut :
…(2)
Ket : = konsentrasi sampel
y = % inhibisi
3.4.8 Uji Aktivitas Antibakteri (Ningsih et al., 2017)
Pembuatan media dilakukan dengan dibuat dengan melarutkan 5,8 g MHA
dalam 100 mL akuades dalam labu erlenmeyer digoyang-goyang selama 15 menit
dan dipanaskan sampai mendidih sambil diaduk sampai larut sempurna. Labu
ditutup dengan kapas yang dibungkus dengan kain kasa, kemudian disterilkan
dalam autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit.
Pembuatan suspensi mikroba uji dilakukan dengan cara koloni bakteri yang
diambil menggunakan jarum ose disuspensikan dalam larutan Klindamisin dengan
28
konsentrasi 2 µg dalam tabung reaksi steril dan dihomogenkan kemudian diukur
kekeruhan dari suspensi dengan spektrofotometer UV-Vis hingga 25%.
Uji aktivitas antibakteri ekstrak daun kelor dilakukan dengan cara
ditambahkan 2 mL suspensi bakteri dihomogenkan dibiarkan memadat. Disiapkan
cakram paperdisk dan dimasukkan larutan uji dan standard ke masing-masing
cakram. Setelah itu, diinkubasi pada suhu 37 oC selama 18-24 jam. Pengujian
dilakukan terhadap ekstrak metanol daun kelor pada ekstrak pekat, ekstrak
konsentrasi 1g/mL; 0,5 g/mL; 0,25g/mL; 0,125g/mL. Diamati zona hambat yang
terbentuk dan diukur diameter zona hambat.
Uji aktivitas antibakteri masker wajah dilakukan sebanyak 25 mL media
MHA dimasukkan dalam cawan petri ditambah 2 mL suspensi bakteri
dihomogenkan dibiarkan memadat. Setelah media padat, selanjutnya disiapkan
cakram paperdisk dan dimasukkan larutan uji ke masing-masing cakram. Setelah
itu, diinkubasi pada suhu 37 oC selama 18-24 jam. Diamati zona hambat yang
terbentuk dan diukur diameter zona hambat. Pengujian dilakukan terhadap sediaan
formula masker dengan konsentrasi 1 g dalam 1 mL dengan menggunakan
aquades steril.
3.4.9 Analisaa Gas Chromatography-Mass Spectrometer (Novitasari et al.,
2017)
Identifikasi jenis senyawa dilakukan dengan GC-MS. Senyawa yang
diidentifikasi dengan GC-MS adalah ekstrak daun kelor menggunakan pelarut
metanol. Jenis kolom yang digunakan kapiler tipe fase Rtx-5MS, panjang kolom
sebesar 25 m, dan diameter kolom sebesar 0.25 mm. Gas pembawanya helium.
29
Suhu ruang injeksi dan suhu pirolisis sebesar 250 °C. Suhu kolom 60 °C, laju alir
sebesar 1 ml/menit dan volume injeksi sebanyak 1 μL, tekanan 57,4 kPa dan suhu
sumber ion 230 °C. Jumlah senyawa yang terdapat dalam ekstrak ditunjukkan
oleh jumlah puncak pada kromatogram, sedangkan nama atau jenis senyawa yang
ada diinterpretasikan berdasarkan data spektro massa dari setiap puncak tersebut
dengan menggunakan metode similarity pustaka pada database GCMS.
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Ekstrak Daun Kelor
Daun kelor sebelumnya dilakukan determinasi di Bidang Botani Pusat
Penelitian Biologi-LIPI Cibinong. Hasil determinasi menunjukkan bahwa
tanaman uji yang diperoleh dari Bekasi adalah benar tanaman kelor (Lampiran 1).
Tujuan dari pengeringan ialah untuk mengurangi kadar air yang terkandung
pada sampel daun kelor agar dapat disimpan lebih lama, tidak mudah
terkontaminasi jamur dan menghentikan proses enzimatis pada sampel yang
mampu menguraikan lebih lanjut kandungan zat aktif (Agoes, 2007). Sampel daun
kelor dihaluskan dengan blender guna mendapatkan serbuk daun kelor.
Penghalusan bertujuan untuk memperkecil ukurannya karena semakin kecil
ukurannya semakin besar luas permukaannya maka interaksi zat cairan ekstraksi
akan semakin besar, sehingga proses ekstraksi akan semakin efektif (Tomayahu,
2014). Serbuk daun kelor yang diperoleh pada proses preparasi ialah sebanyak 63
gram setelah kering dari 250 gram sampel daun segar.
Daun kelor diekstraksi menggunakan metode maserasi. Metode maserasi
cocok untuk mengekstrak zat aktif berupa antioksidan yang merupakan komponen
kimia yang tidak tahan panas. Tujuan maserasi adalah untuk menarik komponen
kimia yang terdapat dalam sampel, dimana pelarut akan menembus dinding sel
dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung senyawa aktif. Senyawa aktif
akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan senyawa aktif di
dalam dan di luar sel.
31
Pelarut yang digunakan adalah pelarut metanol. Pelarut ini mempunyai sifat
mudah menguap sehingga pelarut pada ekstrak mudah diuapkan tanpa merusak
kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak. Hal ini diperkuat dengan penelitian
oleh Nurindro et al, (2017); Sutrisno dan Lisawati (2011); dan Oktaviana et al,
(2012) menggunakan pelarut metanol untuk mengekstrak kandungan senyawa
antioksidan dalam daun kelor untuk pengujian in vivo pada mencit. Pelarut
metanol merupakan pelarut bersifat polar dibandingkan dengan etanol, air dan
dapat melarutkan beberapa kandungan metabolit sekunder (Tiwari et al., 2011).
Pemekatan hasil ekstrak dengan rotary evaporator. Proses ini bertujuan
untuk memekatkan larutan yang terdiri dari zat yang terlarut yang tak mudah
menguap dan pelarut yang mudah menguap. Menurut Tomayahu (2014), bantuan
pompa vakum akan menurunkan tekanan uap pelarut sehingga pelarut akan
menguap dibawah titik didih normalnya. Tujuannya adalah agar komponen
fitokimia yang terdapat dalam ekstrak tidak mengalami kerusakan akibat
pemanasan yang berlebihan. Hasil yang diperoleh berupa ekstrak kental berwarna
hijau pekat sebanyak 4,5024 g dari 42,003 g sampel daun kelor sehingga
didapatkan rendemen ekstrak yakni sebesar 10,7197% (Lampiran 2).
4.2 Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Kelor
Senyawa metabolik sekunder dalam daun kelor dapat diketahui dengan
melakukan skrining fitokimia. Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan
dari suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam tumbuhan (Kristanti et al., 2008).
32
Senyawa-senyawa yang dianalisis meliputi senyawa alkaloid, flavonoid, saponin,
fenolat, tanin, triterpenoid dan steroid (Tabel 5).
Tabel 5. Hasil uji fitokimia ekstrak daun kelor
Golongan
Senyawa Pereaksi Perubahan Warna
Hasil
Uji
Alkaloid Wagner Terbentuk endapan coklat +
Flavonoid HCl pekat +
serbuk Mg
Hijau kecoklatan menjadi hijau
kekuningan
+
Fenolat FeCl3 1% Hijau kecoklatan menjadi biru kehitaman +
Tanin Aquades panas +
FeCl3 1%
Terbentuk warna coklat kehijauan dan
sedikit endapan
+
Triterpenoid
dan Steroid
Lieberman
Burchard
Hijau kecoklatan menjadi merah
keunguan
+
Saponin dipanaskan,
dikocok + HCl 2N
Tidak terbentuk busa yang stabil -
Hasil uji fitokimia menunjukan bahwa pada daun kelor terdapat kandungan
senyawa alkaloid, flavonoid, fenolat, tanin, triterpenoid dan steroid. Senyawa
alkaloid merupakan senyawa organik terbanyak yang ditemukan di tanaman.
Senyawa ini biasanya ditemukan pada daun-daunan yang memiliki rasa pahit.
Fungsi senyawa alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai zat racun untuk melawan
serangga atau hewan pemakan tanaman (Dong et al., 2005; Porras-Reyes et al.,
1993). Endapan coklat yang terbentuk pada uji alkaloid menandakan bahwa dalam
ekstrak tersebut terdapat senyawa alkaloid.
Uji flavonoid ekstrak daun kelor menunjukkan hasil positif. Penambahan
serbuk Mg dan HCl pekat pada uji flavonoid dilakukan karena senyawa flavonoid
bereaksi dengan logam Mg dan asam kuat. Hasil yang diperoleh dari uji flavonoid
yaitu terjadi perubahan warna menjadi hijau kekuningan.
Uji fenolat dengan menggunakan pereaksi FeCl3 menunjukkan hasil yang
positif yang ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna dari warna hijau
kecoklatan menjadi warna biru kehitaman dan terkandung senyawa polifenol
33
(Harborne, 1987). Fenolat sebagian besar adalah antioksidan yang menetralkan
reaksi oksidasi dari radikal bebas yang dapat merusak struktur sel dan
berkontribusi terhadap penyakit dan penuaan. Peranan beberapa golongan
senyawa fenol sudah diketahui, misalkan senyawa fenolik atau polifenolik
merupakan senyawa antioksidan alami tumbuhan (Estiasih dan Andiyas, 2006).
Tanin secara ilmiah didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang
mempunyai berat molekul tinggi dan mempunyai gugus hidroksil dan gugus
lainnya (seperti karboksil) sehingga membentuk kompleks dengan protein dan
makromolekul lainnya di bawah kondisi lingkungan tertentu (Jayalaksmi dan
Mathew, 1982). Hasil positif tanin ditunjukkan dengan warna hijau kehitaman
atau biru tua setelah ditambahkan dengan FeCl3, sehingga dimungkinkan dalam
sampel terdapat senyawa fenol.
Ekstrak metanol daun kelor mengandung senyawa aktif steroid dan
triterpenoid. Uji positif adanya steroid ditandai dengan timbulnya perubahan
warna menjadi hijau biru kehitaman, sementara uji positif untuk adanya
triterpenoid adalah dengan adanya perubahan warna menjadi merah keunguan.
Pada uji yang telah dilakukan, penambahan asam asetat anhidrat bertujuan untuk
membentuk turunan asetil. Penambahan asam sulfat pekat adalah untuk
menghidrolisis air yang akan bereaksi dengan turunan asetil membentuk cincin
merah keunguan maupun hijau sampai biru (Sangi et al., 2008). Pada uji yang
dilakukan, pewarnaan yang timbul yaitu merah keunguan, sehingga sampel
dinyatakan positif mengandung triterpenoid namun tidak mengandung steroid.
Uji saponin menunjukkan hasil yang negatif dikarenakan tidak terbentuk
busa yang stabil pada saat dilakukan penambahan HCl 2N. Busa menunjukkan
34
adanya glikosida yang memiliki kemampuan membentuk buih dalam air yang
terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya (Pardede et al., 2013). Saponin
terdapat di seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian tertentu,
dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Saponin juga
digunakan sebagai antimikroba (Robinson, 1995).
4.3 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Kelor
Aktivitas antioksidan diuji dengan metode pengukuran serapan radikal
DPPH (2,2-diphenyl-1-pycrilhidrazyl) tereduksi pada panjang gelombang 516 nm
yang menggambarkan besar aktivitas suatu antioksidan dalam merendam radikal
bebas. Metode ini dipilih karena secara teknis cara kerjanya mudah dan cepat
dengan pengukuran aktivitas yang baik untuk berbagai senyawa, selain itu metode
ini terbukti akurat, efektif dan praktis (Molyneux, 2004). Hasil reaksi antara
DPPH dengan senyawa antioksidan dapat diketahui melalui perubahan warna
DPPH dari ungu pekat menjadi kuning yang terjadi akibat donasi proton yang
dilakukan oleh antioksidan bahan alam kepada DPPH. Perubahan warna ini yang
dijadikan patokan pengukuran pada spektrofotometer cahaya tampak (Halliwell
dan Gutteridge, 2000; Molyneux, 2004).
Semakin meningkatnya konsentrasi sampel yang mengandung antioksidan,
maka semakin kecil nilai absorbansi yang didapat namun persen inhibisinya
semakin besar. Persen inhibisi menunjukkan kemampuan suatu sampel untuk
menghambat aktivitas radikal bebas yang berhubungan dengan konsentrasi suatu
sampel. Persen inhibisi didapat dari perbedaan serapan antara absorbansi DPPH
35
dengan absorbansi sampel yang diukur dengan spektrofotometer UV-Vis
(Molyneux, 2004).
Pada seri konsentrasi dan persen inhibisi diplotkan sebagai fungsi x dan y ke
dalam persamaan regresi linier sehingga didapatkan nilai IC50. Semakin kecil nilai
IC50 maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya (Zuhra et al., 2008). Aktivitas
antioksidan ditandai dengan nilai IC50 yaitu konsentrasi larutan sampel yang
dibutuhkan untuk menghambat 50% radikal bebas DPPH. Semakin kecil nilai IC50
yang didapat, semakin besar aktivitas antioksidannya.
Tabel 6. Hasil uji aktivitas antioksidan daun kelor
Sampel Nilai IC50 (µg/ml) ± SD
Asam Askorbat 2,171 ± 0,002
Ekstrak metanol daun kelor 56,3385 ± 0,1308
Hasil penelitian menunjukkan nilai IC50 daun kelor sebesar 56,3385 µg/ml.
hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan nilai IC50 asam askorbat sebesar
2,171 µg/ml (Tabel 6). Semakin rendah nilai IC50 semakin besar daya antioksidan
yang terdapat di dalam sampel. Aktivitas antioksidan suatu senyawa uji dapat
dikategorikan tingkat kekuatan antioksidannya menjadi berbagai intensitas yang
digolongkan menurut nilai IC50. Sehingga dalam penelitian ini, ekstrak metanol
teknis daun kelor digolongkan aktif.
Nilai IC50 ekstrak metanol daun kelor lebih kecil dibandingkan dengan hasil
penelitian Hasanah et al, (2018) yang menyebutkan nilai IC50 ekstrak etanol daun
kelor sebesar 89,3050 ppm dan Hardiyanti (2015) melaporkan pada penelitiannya
nilai IC50 ekstrak metanol daun kelor sebesar 92,5284 ppm. Perbedaan tersebut
dapat dipengaruhi faktor geografis, genetik, sumber benih tanaman, dan kondisi
iklim karena perbedaan kesuburan tanah dan tempat tumbuh dapat memengaruhi
kandungan dari tanaman (Ghiridhari et al., 2011).
36
Pada penelitian dapat dikatakan bahwa daun kelor berpotensi sebagai
antioksidan. Senyawa antioksidan alami pada tumbuhan umumnya merupakan
senyawa fenolik atau polifenol juga dapat berupa golongan flavonoid (Syarif et
al., 2008). Beberapa flavonoid yang telah diketahui terkandung dalam daun kelor
adalah kaempferol, kuersetin, rhamnetin, quercetagetin dan proantosianidin
(Saleem, 1995). Efek antioksidan senyawa flavonoid disebabkan oleh adanya
penangkapan radikal bebas melalui donor proton hidrogen dari gugus hidroksil
flavonoid (Amic et al., 2003)
Gambar 5. Reaksi flavonoid dengan radikal bebas (Amic et al., 2003)
Gambar 5 menjelaskan penangkapan radikal bebas DPPH oleh golongan
senyawa flavonoid akan menyebabkan terjadinya reduksi senyawa DPPH
sehingga menyebabkan non-radikal. Flavonoid akan mendonorkan hidrogen atau
elektronnya kepada radikal bebas untuk menstabilkan senyawa radikal, sehingga
semakin tinggi kandungan flavonoid dalam ekstrak maka aktivitas antioksidannya
akan semakin tinggi (Amic et al., 2003).
4.4 Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Kelor
Pada uji aktivitas antibakteri metode yang digunakan adalah metode difusi
cakram dengan menggunakan antibiotik klindamisin sebagai kontrol positif dan
Flavonoid
37
akuades steril sebagai kontrol negatif. Efektivitas zat antibakteri ditunjukkan oleh
zona hambat sebagai area jernih yang mengelilingi cakram tempat zat antibakteri
berdifusi (Waluyo, 2008). Diameter zona hambat selanjutnya diukur dengan
menggunakan jangka sorong (Harmita, 2008). Hal tersebut dapat didapatkan
dengan melihat respon zat uji dengan kerjernihan area atau diameter zona hambat
disekitarnya pada masing-masing konsentrasi (Gambar 6).
Gambar 6. Hasil zona hambat ekstrak daun kelor
(a) Kontrol positif (b) 0,125 g/mL (c) 0,25 g/mL (d) 0,5 g/mL (e) 1 g/mL (f)
kontrol negatif
Berdasarkan Gambar tersebut adanya aktivitas antibakteri terhadap
pertumbuhan bakteri S. aureus yang ditunjukkan dengan terbentuknya zona
hambat dengan ditandai luas area yang lebih jernih daripada sekitarnya. Pengujian
antibakteri dilakukan terhadap ekstrak pekat tanpa pengenceran dan beberapa
variasi konsentrasi yaitu konsentrasi 1; 0,5; 0,25 dan 0,125 g/mL. Kontrol positif
berupa antibiotik menghasilkan zona hambat sebesar 30,90 mm dan kontrol
negatif berupa akuades steril zona hambat sebesar 6 mm (Tabel 7).
(a) (b)
(f) (c)
(d) (e)
38
Tabel 7. Hasil pengukuran diameter hambat ekstrak metanol daun kelor
Konsentrasi (g/mL) Diameter hambat (mm) ± SD
0,125 11,45 ± 0,21
0,250 12,40 ± 0,28
0,500 14,55 ± 1,06
1,000 17,00 ± 2,12
Pekat 6,00 ± 0,00
Kontrol + 30,90 ± 0,42
Kontrol - 6,00 ± 0,00
Berdasarkan kategori zona hambat menurut Davis dan Stout (1971) maka
ekstrak metanol daun kelor pada tiap konsentrasi dikategorikan sangat kuat
sehingga dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak metanol daun
kelor maka semakin tinggi rata-rata diameter hambat yang terbentuk di sekeliling
kertas cakram. Ekstrak daun kelor memiliki aktivitas hambatan terhadap S. aureus
pada konsentrasi ≥ 0,125 g/mL.
Menurut Brooks et al, (2005) bahwa perbedaan diameter zona hambat pada
masing-masing konsentrasi disebabkan karena perbedaan besarnya zat aktif yang
terkandung pada konsentrasi tersebut. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian yang telah dilaporkan oleh Dima dan Widya (2016) yaitu semakin
tinggi konsentrasi yang diberikan maka semakin besar aktivitas antibakteri dalam
menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus. Begitu juga dengan hasil
penelitian, Pal et al, (1995) yang menyatakan bahwa ekstrak etanol daun kelor
memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif yaitu bakteri Bacillus
cereus, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Sarcina lutea dan bakteri Gram
negatif yaitu bakteri E. coli.
Menurut Reygaert (2016) menyatakan bahwa sebagian besar sel bakteri
memiliki banyak komponen yang potensial sebagai target senyawa agen
antimikroba akan tetapi beberapa bakteri dapat memodifikasi semua sel target
39
untuk dapat bersifat resisten terhadap suatu senyawa atau antibiotik. Pelczar dan
Chan (2006), menyatakan bahwa sel bakteri dikelilingi oleh struktur kaku yang
disebut dinding sel yang melindungi membran sitoplasma dari trauma mekanik
maupun non-mekanik. Setiap zat yang mampu merusak dinding sel atau
mencegah sintesisnya menyebabkan terbentuknya sel-sel yang peka terhadap
tekanan osmotik dimana membran sitoplasma tidak membedakan pelarut yang
melintasi membran. Pada proses ini, senyawa aktif yang ada dalam ekstrak daun
kelor bergerak melintasi membran area berkonsentrasi tinggi menuju membran
yang lebih rendah konsentrasinya.
4.5 Hasil Formulasi Sediaan Masker Bubuk
Daun kelor dijadikan bahan baku dalam pembuatan masker bubuk. Produk
masker diformulasikan dalam bentuk bubuk (serbuk). Sediaan bubuk dipilih
karena memiliki beberapa kelebihan yaitu tidak mudah untuk ditumbuhi oleh
mikroba dan juga tidak membutuhkan pengawet karena memiliki kadar air yang
rendah.
Formulasi masker dibedakan menjadi 5 kelompok yaitu kelompok F0; F1;
F2; F3; F4 secara berturut-turut dengan penambahan ekstrak daun kelor sebesar
12,5; 17,5; 25; dan 35 %. Diaplikasikan dengan melarutkan menggunakan air
mawar sehingga nantinya akan dibiarkan menggering sehingga menguapnya air
akan menyebabkan masker mengeras dan memberikan efek kencang ke kulit
wajah dan mengecilkan pori-pori. Kotoran dan kelebihan minyak akan terabsorpsi
oleh masker dan efek pembersihan kulit diperoleh ketika masker dibersihkan
40
(Gaffney, 1974). Hal ini juga untuk menjaga kestabilan masker terhadap pengaruh
buruk mikroorganisme.
Formula masker juga ditambahkan bahan dasar tepung beras. Tepung beras
mempunyai kemampuan mengadsorpsi kotoran, mendinginkan kulit dan
kelebihan minyak pada wajah. Disamping itu tepung beras akan mengencangkan
sekaligus memperkecil pori-pori di wajah ketika diaplikasikan sebagai masker
(Ismiyati et al., 2014). Penggunaan minyak mawar akan memberikan aroma yang
menyegarkan pada kulit. Prastyanto et al, (2012) dalam penelitiannya telah
membuktikan bahwa minyak mawar memiliki efek antibakteri terhadap S. aureus.
Fungsi lain minyak mawar adalah anti-inflamasi, antioksidan, pelembab kulit,
menenangkan pikiran, mengencangkan pori-pori dan mengembalikan kekenyalan
kulit. Penambahan daun kelor ini akan mempengaruhi aspek organoleptik masker
bubuk yang dihasilkan seperti warna, aroma, tekstur, dan homogenitas (Tabel 8).
Tabel 8. Hasil pengamatan masker daun kelor
Sampel Warna Tekstur Aroma Homogenitas
F0 Putih Halus Khas tepung Cukup
F1 Kuning muda Halus Khas daun kelor Cukup
F2 Kuning muda Halus Khas daun kelor Cukup
F3 Kuning kecoklatan Halus Khas daun kelor Cukup
F4 Kuning kecoklatan Halus Khas daun kelor Cukup
Keterangan :
F0 = formula masker bubuk tanpa penambahan daun kelor, F1 = formula masker bubuk
dengan penambahan daun kelor 12,5%, F2 = masker bubuk dengan penambahan daun
kelor 17,5%, F3 masker bubuk dengan penambahan daun kelor 25%, F4 = masker bubuk
dengan penambahan daun kelor 35%.
Produk masker bubuk daun kelor yang dihasilkan pada penelitian ini
memiliki warna kuning muda hingga kuning kecoklatan (Tabel 7). Perbedaan
intensitas warna disebabkan oleh perbedaaan konsentrasi penambahan daun kelor
pada formula masker. Semakin banyak konsentrasi daun kelor yang ditambahkan
ke dalam formula maka kekentalan atau kepekatan akan semakin meningkat.
41
Gambar 7. Produk masker bubuk (Dokumentasi pribadi, 2018)
Produk masker yang dihasilkan berbentuk bubuk memiliki homogenitas
yang cukup dan tektur yang halus. Masker wajah yang memiliki tektur lembut
ketika dioleskan pada wajah berfungsi mengangkat sel-sel kulit mati sehingga
dapat digantikan dengan sel-sel kulit baru (Ianddcreative, 2010). Sediaan bubuk
memiliki kelebihan, salah satunya adalah tahan lama sehingga lebih stabil
terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Tepung beras adalah nutrisi yang ideal
bagi kebanyakan mikroorganisme (Farber, 1974). Produk masker yang dihasilkan
tercium aroma khas aromatik daun kelor ketika sudah dicampurkan beberapa tetes
minyak mayar sebagai pewangi ke dalam formula. Semakin banyak ekstrak daun
kelor yang ditambahkan ke dalam formula maka aroma khas aromatik daun kelor
yang ditimbulkan juga semakin kuat.
4.6 Hasil uji Organoleptik Masker Bubuk
Uji organoleptik produk masker bubuk dilakukan dengan metode uji
kesukaan (hedonic test). Uji kesukaan bertujuan untuk mengetahui daya
penerimaan mengenai disukai atau tidak sukainya suatu produk. Uji kesukaan
dilakukan menggunakan indera manusia seperti penglihatan, penciuman, dan
peraba sebagai alat utama untuk mengukur, menilai, atau menguji mutu suatu
produk (Setyaningsih et al., 2010).
42
Uji kesukaan melibatkan 45 panelis dalam memberikan penilaian mengenai
tingkat kesukaan dan ketidaksukanya terhadap produk masker bubuk tanpa
membandingkan antar produk dengan skala sangat tidak suka hingga sangat suka
(1-5). Uji ini bersifat subjektif dan panelis yang melakukan pengujian merupakan
panelis tidak terlatih. Parameter yang diujikan berupa warna (kenampakan),
aroma, tekstur, homogenitas dan kesukaan umum. Rekapitulasi data hasil uji
organoleptik masker bubuk terdapat pada Lampiran 7. Hasil uji organoleptik
diolah dengan metode statistik menggunakan aplikasi SPSS dengan metode uji
oneway ANOVA. Apabila hasilnya signifikan maka analisis dilanjutkan dengan
uji Duncan. Lembar kuisioner uji organoleptik terdapat pada Lampiran 17.
Tekstur
Uji ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap
tekstur masker yang dihasilkan. Tekstur merupakan parameter penting yang
sangat dipertimbangkan oleh konsumen dalam pemilihan masker. Uji ini panelis
diminta untuk menilai tingkat kesukaan tekstur masker dengan mengoleskan
sejumlah produk pada tangan dan merasakan kesan tekstur saat pemakaian.
Tabel 9. Tingkat kesukaan tekstur masker ekstrak daun kelor
Sampel Tingkat kesukaan tekstur
F0 3,22
F1 3,47
F2 3,56
F3 3,42
F4 3,49
Berdasarkan uji organoleptik, masker F2 dengan skor 3,56 lebih disukai
dibandingkan dengan masker F0 dan F3 dengan skor 3,22 dan 3,42 (Tabel 9).
Berdasarkan hasil uji statistika menggunakan anova satu jalur, tidak terdapat
perbedaan signifikan pada tingkat kesukaan tekstur masing-masing perlakuan
43
ditunjukkan dengan nilai probabilitas sebesar 0,594 (P>0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa penambahan ekstrak daun kelor dalam formula masker tidak
mempengaruhi tingkat kesukaan panelis. Hal ini disebabkan panelis yang
melakukan penilaian adalah panelis yang tidak terlatih sehingga tidak peka
terhadap tekstur dari produk yang dihasilkan.
Warna
Warna merupakan salah satu faktor visual yang menentukan penerimaan
suatu produk (Winarno, 2008). Warna dapat menjadi salah satu faktor penilaian
dalam pemilihan suatu produk oleh konsumen. Uji kesukaan terhadap warna
produk dilakukan secara visual, yaitu dengan cara meminta panelis untuk melihat
warna dari produk masker yang dihasilkan.
Tabel 10. Tingkat kesukaan warna masker ekstrak daun kelor
Sampel Tingkat kesukaan warna
F0 3,91d
F1 3,60c,d
F2 3,47b,c
F3 3,20a,b
F4 3,07a
Keterangan : Angka yang dikuti oleh huruf yang sama (a,b,c,d)
tidak berbeda nyata pada taraf uji
lanjut Duncan 5% taraf signifikasi P<0,05
Hasil uji organoleptik warna menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis
yang paling tinggi yaitu pada formula masker tanpa penambahan daun kelor (F0)
sebesar 3,91 (Tabel 10). Formula masker tanpa kelor memiliki warna putih khas
tepung beras seperti pada umumnya. Hal ini menandakan bahwa panelis lebih
menyukai masker yang berwarna putih. Formula masker dengan penambahan
daun kelor (F1; F2; F3; F4) secara berurutan mengalami penurunan tingkat
kesukaan dengan skor 3,91; 3,60; 3,47; 3,20; dan 3,07. Hal ini menunjukan bahwa
44
semakin pekat warna masker memiliki tingkat kesukaan panelis semakin
berkurang.
Menurut Diana dan Thaman (2006), warna yang terbentuk pada produk
dipengaruhi oleh warna bahan-bahan penyusunnya. Daun kelor yang ditambahkan
ke dalam formula sangat berperan dalam memberikan warna pada produk. Hasil
penelitian menunjukkan warna yang dihasilkan semakin pekat kecoklatan, hal ini
dikarenakan perlakuan penambahan ekstrak daun kelor yang semakin banyak dan
bahan penyusunnya berwarna putih sehingga tidak mempengaruhi warna masker
yang dihasilkan.
Berdasarkan hasil uji statistika menggunakan anova satu jalur, terdapat
perbedaan signifikan pada tingkat kesukaan warna masing-masing perlakuan
ditunjukkan dengan nilai probabilitas sebesar 0,000 (P<0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa penambahan ekstrak daun kelor dalam formula masker
mempengaruhi tingkat kesukaan panelis. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan
terhadap tingkat kesukaan warna diketahui bahwa F0; F1; dan F2 lebih disukai
oleh panelis.
Aroma
Aroma merupakan salah satu parameter sensori yang melekat pada suatu
produk yang diamati dengan indera penciuman (Luthfiyana et al., 2016).
Berdasarkan Winarno (2008) menyatakan bahwa aroma adalah bau yang
ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium oleh syaraf olfaktori yang
berada dalam rongga hidung. Aroma yang bersifat menyenangkan, menenangkan
dan mudah dikenali umumnya akan lebih dipilih dibandingkan dengan aroma
yang tidak dikenali (Luthfiyana et al., 2016).
45
Aroma yang tercium dari produk masker dipengaruhi dari bahan-bahan
penyusunnya. Bahan yang paling berpengaruh memberikan aroma yaitu ekstrak
daun kelor sehingga ditambahkan pewangi pada formula untuk mengurangi aroma
dari bahan aktif. Aroma yang dihasilkan dari masker tergantung pada kosentrasi
penambahan ekstrak daun kelor. Semakin banyak ekstrak daun kelor yang
ditambahkan ke dalam formula maka aroma yang ditimbulkan semakin kuat.
Tabel 11. Tingkat kesukaan tekstur aroma ekstrak daun kelor
Sampel Tingkat kesukaan aroma
F0 3,71b
F1 2,89a
F2 3,09a
F3 2,84a
F4 2,84a
Keterangan : Angka yang dikuti oleh huruf yang sama (a,b)
tidak berbeda nyata pada taraf uji lanjut
Duncan 5% taraf signifikasi P<0,05
Uji kesukaan terhadap aroma masker dilakukan dengan cara meminta
panelis untuk mencium atau menghirup wangi dari produk masker yang
dihasilkan. Berdasarkan uji organoleptik, rerata skor tertinggi diperoleh pada
masker F0 dengan skor 3,71 yang diikuti dengan masker F2; F1; F3; dan F4
dengan skor berturut-turut 3,09; 2,89; 2,84; dan 2,84 (Tabel 11).
Berdasarkan hasil uji statistika menggunakan anova satu jalur, tidak terdapat
perbedaan signifikan pada tingkat kesukaan aroma ditunjukkan dengan nilai
probabilitas sebesar 0,002 (P<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan
ekstrak daun kelor dalam formula masker mempengaruhi tingkat kesukaan
panelis. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan terhadap tingkat kesukaan aroma
diketahui bahwa F0; F2 dan F1 lebih disukai panelis.
46
Homogenitas
Homogenitas menunjukkan tingkat kehalusan dan keseragaman tekstur
masker yang dihasilkan (Erungan et al., 2009). Uji ini dilakukan untuk
mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap homogenitas masker yang
dihasilkan. Hasil uji homogenitas dari sediaan masker menunjukkan homogen.
Hal ini ditunjukkan pada pengamatan secara visual yaitu dengan tersebarnya
secara merata masker yang telah berbentuk pasta.
Tabel 12. Tingkat kesukaan homogenitas masker ekstrak daun kelor
Sampel Tingkat kesukaan homogenitas
F0 3,22a
F1 3,69b
F2 3,71b
F3 3,67b
F4 3,60a,b
Keterangan : Angka yang dikuti oleh huruf yang sama
(a,b) tidak berbeda nyata pada taraf uji lanjut
Duncan 5% taraf signifikasi P<0,05
Berdasarkan hasil uji statistika menggunakan anova satu jalur, tidak terdapat
perbedaan signifikan pada tingkat kesukaaan umum masing-masing perlakuan
ditunjukkan dengan nilai probabilitas sebesar 0,083 (P>0,05) (Tabel 12). Hal ini
menunjukkan bahwa penambahan ekstrak daun kelor dalam formula masker tidak
mempengaruhi tingkat kesukaan panelis.
Kesukaan umum
Uji kesukaan umum (mutu hedonik) merupakan keberterimaan masker
secara keseluruhan berdasarkan parameter warna, aroma, kekentalan, dan tektur.
Berdasarkan hasil uji kesukaan umum panelis diperoleh bahwa secara keseluruhan
panelis paling menyukai masker tanpa penambahan daun kelor dengan skor 3,49.
Tidak jauh berbeda dengan tingkat kesukaan panelis terhadap masker daun kelor
F2 dengan skor 3,29. Secara keseluruhan masker kelor memiliki skor
47
keberterimaan yang baik. Nilai keberterimaan yang cukup tinggi mengindikasi
bahwa panelis menerima produk masker yang layak untuk digunakan.
Tabel 13. Tingkat kesukaan umum masker ekstrak daun kelor
Sampel Tingkat kesukaan umum
F0 3,49b
F1 3,27a,b
F2 3,29a,b
F3 3,13a,b
F4 2,98a
Keterangan : Angka yang dikuti oleh huruf yang sama (a,b)
tidak berbeda nyata pada taraf uji lanjut
Duncan 5% taraf signifikasi P<0,05
Berdasarkan hasil uji statistika menggunakan anova satu jalur, tidak terdapat
perbedaan signifikan pada tingkat kesukaaan umum masing-masing perlakuan
ditunjukkan dengan nilai probabilitas sebesar 0,171 (P>0,05) (Tabel 13). Hal ini
menunjukkan bahwa penambahan ekstrak daun kelor dalam formula masker tidak
mempengaruhi tingkat kesukaan panelis. Dari hasil pengamatan yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis pada masker daun kelor
dipengaruhi oleh tekstur, aroma, warna dan homogenitas yang menyatakan bahwa
penambahan ekstrak daun kelor sebagai zat aktif pada masker terhadap tingkat
kesukaan panelis dapat diterima.
4.7 Karakteristik Masker
Pengujian analisis mengacu pada SNI (Standar Nasional Indonesia) 16-
4399-1996 mengenai mutu sediaan tabir surya dan 16-6070-1999 mengenai mutu
sediaan masker dilakukan pada produk masker dengan tanpa maupun penambahan
daun kelor dengan konsentrasi 12,5; 17,5; 25; dan 35 %. Parameter pengujian
meliputi pH, bobot jenis, stabilitas emulsi dan cemaran mikroba. Hasil uji analisis
masker dapat diihat pada Lampiran, selanjutnya data tersebut diolah dengan
48
metode statistic menggunakan aplikasi SPSS dengan metode uji one way
ANOVA. Apabila hasilnya signifikan maka analisis dilanjutkan dengan uji
Duncan (Lampiran 12).
Nilai pH
Kadar keasaman yang dapat diketahui dari nilai pH merupakan faktor yang
sangat penting pada produk kosmetika. Menurut SNI 16-4399-1996 nilai pH
produk kosmetika disyaratkan berkisar antara 4,5 - 8,0. Produk kosmetika yang
memiliki nilai pH yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah akan menyebabkan
kulit teriritasi (Tranggono dan Latifah, 2014).
Secara alamiah kulit dapat melindungi diri dari berbagai faktor yang
menyebabkan kulit menjadi kering yaitu dengan adanya Natural Moisturizing
Factor (NMF) yang merupakan tabir lemak pada lapisan stratum corneum atau
disebut dengan mantel asam (Tranggono dan Latifah, 2014). Menurut Levin dan
Maibach (2008) menyatakan bahwa kerusakan mantel asam akibat perubahan pH
menyebabkan kulit menjadi kering, pecah-pecah, sensitif, mudah terinfeksi
bakteri dan penyakit kulit.
Tabel 14. Nilai pH masker
Sampel Nilai pH
F0 6,02 ± 0,000
F1 5,86 ± 0,014
F2 5,72 ± 0,007
F3 5,50 ± 0,000
F4 5,45 ± 0,007
Hasil analisa pH memiliki range 5,45-6,02 (Tabel 14) sehingga masih
berada dalam kisaran syarat mutu menurut SNI 16-4399-1996. Berdassarkan hasil
uji statistik dengan anova satu jalur menunjukkan adanya perbedaan nyata pada
49
sampel masker tersebut. Nilai pH pada produk masker mengalami penurunan jika
dibandingan dengan produk masker tanpa penambahan ekstrak daun kelor.
Berdasarkan hasil uji Duncan menunjukkan pada produk tanpa
penambahan ekstrak daun kelor terdapat perbedaan nyata dengan produk masker
tanpa penambahan ekstrak daun kelor yang dihasilkan dengan nilai pH sebesar
6,02. Tingginya nilai pH pada produk masker dibandingkan dengan masker
penambahan ekstrak daun kelor 12,5; 17,5; 25; 35 % dimana kandungan daun
kelor memiliki vitamin C ini bersifat asam sehingga mampu menurunkan nilai pH
terhadap produk masker yang dihasilkan.
Menurut Septiani et al, (2011) menyatakan bahwa semakin lama waktu
penyimpanan maka semakin lama pula sediaan dapat terpengaruh oleh lingkungan
terhadap pH sediaan yang dihasilkan. Nilai pH pada suhu dipercepat mengalami
penurunan selama penyimpanan dapat disebabkan dari pengaruh CO2, karena CO2
bereaksi dengan fasa air sehingga menjadi asam dan dapat dipengaruhi dari
tepung yang ditambahkan pada formula sehingga semakin lama penyimpanan
maka sediaan cenderung bersifat asam.
Bobot Jenis
Pengukuran bobot jenis dilakukan untuk mengetahui tingkat kestabilan
suatu produk. Menurut Suryani et al, (2002) menjelaskan apabila rasio antara fasa
pendispersi dan fasa terdispersi tidak sesuai maka semakin rendah tingkat
kestabilan suatu sediaan emulsi. Penyusun berat membuktikan keefektifan bahan
yang dipakai pada formula produk. Menurut SNI 16-4399-1996 nilai bobot jenis
disyaratkan berkisar antara 0,95-1,05 g/mL.
50
Tabel 15. Nilai bobot jenis masker
Sampel Nilai bobot jenis
F0 1.03 ± 0,034
F1 1,01 ± 0,005
F2 1.05 ± 0,050
F3 1.03 ± 0,024
F4 1,02 ± 0,016
Hasil menunjukkan bahwa nilai bobot jenis masih berada pada kisaran
syarat mutu SNI 16-4399-1996 dengan nilai rata-rata bobot jenis 1 g/mL. Hal ini
berarti produk masker yang dihasilkan memiliki kestabilan yang baik. Hasil uji
statistik dengan anova satu jalur menunjukkan bahwa masker tidak
memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata, nilai probabilitas 0,781 (P>0,05).
Hal ini membuktikan bahwa adanya penambahan ekstrak daun kelor tidak
mempengaruhi bobot jenis dari suatu produk masker.
Stabilitas Emulsi
Stabilitas emulsi merupakan salah satu parameter penting dalam
menentukan daya terima konsumen terhadap suatu produk emulsi. Stabilitas
emulsi menunjukkan suatu kestabilan bahan, dimana emulsi yang terdapat dalam
bahan tidak memiliki kecenderungan untuk membentuk suatu lapisan terpisah.
Menurut Suryani et al, (2002), emulsi yang baik jika tidak terbentuk lapisan, tidak
terjadi perubahan warna dan konsistensi tetap. Stabilitas emulsi menunjukkan
daya tahan suatu emulsi dalam rentang waktu tertentu. Kestabilan emulsi pada
masker dipengaruhi oleh faktor mekanis, temperatur dan proses pembentukan
emulsi.
Produk emulsi yang tidak stabil memiliki kecenderungan cepat rusak
sehingga kehilangan fungsi dan manfaatnya sehingga tidak akan disukai oleh
konsumen. Emulsi yang tidak stabil terjadi karena masing-masing fase cenderung
51
bergabung dengan fase sesamanya sehingga membentuk lapisan yang terpisah
(Sjoblom, 2006). Menurut Iwata dan Shimada (2013), prinsip dasar tentang
kestabilan emulsi adalah keseimbangan antara gaya tarik menarik dan gaya tolak
menolak yang terjadi antar partikel dalam sistem emulsi. Apabila tidak terjadi
keseimbangan antara gaya-gaya tersebut maka akan terjadi ketidakstabilan emulsi
yang ditandai dengan terjadinya perubahan kimia dan perubahan fisik. Perubahan
kimia yang terjadi antara lain perubahan warna, perubahan bau, dan kristalisasi,
sedangkan perubahan fisik yang terjadi antara lain pemisahan fase, sedimentasi,
pembentukan agregat, pembentukan gel, penguapan, dan pengerasan. Perubahan
fisik tersebut dapat diuji dengan melakukan uji kestabilan temperatur (Tharwat,
2013), seperti yang dilakukan dalam penelitian ini.
Tabel 16. Nilai stabilitas emulsi masker
Sampel Nilai stabilitas emulsi
F0 96,57 ± 0,621
F1 96,87 ± 0,055
F2 97,04 ± 0,204
F3 97,05 ± 0,184
F4 96,72 ± 0,669
Hasil uji analisa masker menunjukkan bahwa nilai rata-rata stabilitas emulsi
mencapai 96,57 - 97,05 % (Tabel 16). Hasil ini menunjukkan bahwa sampel
hampir tidak menunjukkan pemisahan fase atau pemisahan fase yang terjadi
sangat kecil yang menandakan bahwa produk masker memiliki emulsi yang stabil.
Hasil uji statistika dengan anova satu jalur tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata, nilai probabilitas 0,756 (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun
kelor tidak mempengaruhi stabilitas emulsi pada produk masker.
52
4.7.4 Cemaran Mikroba
Analisis total mikroba yang dilakukan didasarkan bahwa setiap sel hidup
akan berkembang menjadi satu koloni yang muncul pada cawan yang merupakan
indeks jumlah mikroba yang dapat hidup dan yang terkandung dalam sampel
(Mitsui, 1997). Total cemaran mikroba merupakan salah satu parameter jaminan
perlindungan keamanan pemakaian produk terhadap konsumen untuk
menghindari efek negatif mikroba yang dapat muncul saat menggunakan produk.
Kontaminasi mikroba dapat menyebabkan terjadinya deteriorasi pada kualitas
produk emulsi yang ditandai dengan penyusutan berat produk, terjadinya
pemisahan fase, dan bau yang tidak sedap seiring jangka waktu pemakaian
(Philip, 2006).
Menurut Buckle et al, (2010), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme, antara lain pH, aktivitas air, suhu, dan kandungan
oksigen. Jumlah maksimal cemaran mikroba pada produk masker menurut SNI
ialah 103 koloni/gram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masker yang
dihasilkan masih aman digunakan karena total mikroba masih berada dibawah
batas total mikroba yang disyaratkan SNI 16-4399-1996 dan SNI 16-6070-1999.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui jumlah mikroorganisme yang ada
dalam suatu bahan. Salah satu motede yang sering digunakan pada analisa total
cemaran mikroba adalah TPC (Total Plate Count). Menurut Apriyantono et al,
(1989), prinsip metode ini adalah jika sel jasad renik yang masih hidup
ditumbuhkan pada medium agar maka jasad renik tersebut akan berkembang biak
dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa
menggunakan mikroskop.
53
Hasil Uji Kualitas Masker secara Keseluruhan
Kualitas masker dalam penelitian ini merujuk pada syarat mutu SNI 16-
4399-1996 dan SNI 16-6070-1999 serta uji organoleptik (tingkat kesukaan).
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan sediaan masker yang memanfaatkan
antioksidan dan antibakteri dari daun kelor sehingga dapat berperan menjaga
kesehatan kulit dengan penambahan ekstrak daun kelor. Berdasarkan hasil uji
organoleptik dapat diketahui faktor koreksi dari tampilan produk masker yang
dihasilkan, oleh karenanya perlu adanya modifikasi formula untuk mendapatkan
jenis masker yang sesuai dengan karakteristik tampilan yang diinginkan. Salah
satu cara mengatasinya ialah dengan penambahan senyawa lain yang dapat
memaksimalkan tampilan dari produk masker tersebut.
Tabel 17. Hasil uji kualitas masker secara keseluruhan
No. Parameter Perlakuan
SNI F0 F1 F2 F3 F4
1 Hasil uji organoleptik
tekstur 3,22 3,47 3,56 3,42 3,49
2 Hasil uji organoleptik
warna
3,91 3,60 3,47 3,20 3,07
3 Hasil uji organoleptik
aroma
3,71 2,89 3,09 2,84 2,84
4 Hasil uji organoleptik
homogenitas
3,22 3,69 3,71 3,67 3,60
5 Hasil uji organoleptik
kesukaan umum
3,49 3,27 3,29 3,13 2,98
6 Nilai pH 6,02 5,86 5,725 5,50 5,455 4,5-8
7 Nilai bobot jenis
(g/mL)
1,03 1,01 1.05 1.03 1,02 0,95-1,05
8 Nilai stabilitas emulsi
(%)
96,57 96,87 97,04 97,05 96,72
9 cemaran mikroba
(koloni/ gram)
Tidak
ada
Tidak
ada
Tidak
ada
Tidak
ada
Tidak
ada
Maks 103
Keterangan :
F0 = formula masker bubuk tanpa penambahan daun kelor, F1 = formula masker bubuk
dengan penambahan daun kelor 12,5%, F2 = masker bubuk dengan penambahan daun
kelor 17,5%, F3 masker bubuk dengan penambahan daun kelor 25%, F4 = masker bubuk
dengan penambahan daun kelor 35%.
54
Produk masker yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki nilai pH, bobot
jenis, dan cemaran mikroba yang berada pada kisaran nilai standar mutu SNI
(Tabel 17). Berdasarkan hasil uji organoleptik, produk masker kelor terbaik
diperoleh pada masker dengan penambahan ekstrak daun kelor 17,5% yang
memiliki rata–rata tingkat dibandingkan produk masker tanpa penambahan
ekstrak daun kelor yaitu sebesar 3,29 dan memiliki tekstur yang sangat disukai
panelis.
4.8 Aktivitas Antioksidan Masker Daun Kelor
Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode pengukuran serapan
radikal DPPH tereduksi pada panjang gelombang 516 nm. Metode DPPH yang
bersifat universal memungkinkan untuk bereaksi dengan semua jenis senyawa
antioksidan yang ada dalam sampel (Prakash et al., 2012).
Aktivitas antioksidan dapat diketahui dari nilai persen inhibisi, naiknya
persen inhibisi dipengaruhi oleh menurunnya nilai absorbansi yang dihasilkan
oleh sampel. Penurunan nilai absorbansi disebabkan oleh tingginya konsentrasi
sampel. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi sampel maka
semakin kecil nilai absorbansi sehingga mengakibatkan persen inhibisi semakin
tinggi. Persen inhibisi menunjukkan kemampuan suatu sampel untuk menghambat
aktivitas radikal bebas yang berhubungan dengan konsentrasi suatu sampel.
Persen inhibisi didapat dari perbedaan serapan antara absorbansi DPPH dengan
absorbansi sampel yang diukur dengan spektrofotometer UV-Vis (Molyneux,
2004).
55
Tabel 18. Hasil uji aktivitas antioksidan masker
Sampel Persen Inhibisi (%) ± SD
F0 6,500 ± 0,995
F1 28,905 ± 1,753
F2 51,442 ± 1,425
F3 60,835 ± 1,182
F4 66,040 ± 0,066
Asam askorbat 96,242 ± 0,015 Keterangan : F0 = formula masker tanpa penambahan daun kelor, F1 = formula masker
dengan penambahan daun kelor 12,5%, F2 = masker dengan penambahan daun kelor
17,5%, F3 masker dengan penambahan daun kelor 25%, F4 = dengan penambahan daun
kelor 35%.
Hasil pengamatan menunjukkan semakin besar konsentrasi sampel yang
dimasukkan ke dalam formula masker, maka semakin besar nilai persen
penghambatan yang didapat menunjukkan bahwa semakin besar nilai aktivitas
antioksidannya (Tabel 18). Hal ini dikarenakan semakin banyak sampel yang
ditambahkan maka semakin tinggi pula kandungan antioksidannya. Formulasi
terbaik dengan nilai inhibisi atau aktivitas antioksidan tertinggi adalah
penambahan ekstrak daun kelor 35% yang memiliki nilai persen inhibisi sebesar
66,040%. Sediaan masker bubuk tanpa penambahan ekstrak daun kelor memiliki
nilai persen inhibisi 6,500%. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan
formula masker yang ditambahkan ekstrak daun kelor. Hasil uji aktivitas
antioksidan ini menunjukkan bahwa masker dengan penambahan ekstrak daun
kelor memiliki aktivitas antioksidan dan berpotensi mencegah penyakit kulit yang
disebabkan radikal bebas. Hal tersebut didukung oleh penelitian Baydar dan
Hasan (2013) menyatakan bahwa senyawa antioksidan dapat mencegah kerusakan
molekul biologis dan oksidasi akibat radikal bebas sehingga diharapkan
penambahan ekstrak pada sediaan masker dapat menurunkan efek buruk tersebut.
56
4.9 Aktivitas Antibakteri Masker Daun Kelor
Uji aktivitas antibakteri Staphylococcus aureus dilakukan untuk mengetahui
besarnya kemampuan sediaan masker dalam menghambat atau membunuh S.
aureus dan konsentrasi ekstrak dalam sediaan mana yang membentuk zona
hambat yang paling besar. Bakteri S. aureus merupakan bakteri patogen penyebab
munculnya jerawat (Khan et al., 2015). Metode yang digunakan dalam pengujian
aktivitas antibakteri ini adalah metode kertas cakram.
Pada uji digunakan kontrol positif untuk membandingkan zona hambat
sebagai gambaran terbunuhnya bakteri uji. Sedangkan kontrol negatif yang
digunakan berupa campuran antara tepung bengkoang, tepung beras dan minyak
mawar yang sudah terlebih dahulu dicampurkan membentuk bubuk yang
digunakan untuk mengetahui pertumbuhan bakteri dan tidak memiliki aktivitas
terhadap bakteri S. aureus.
Tabel 19. Hasil uji aktivitas antibakteri masker
Formulasi Diameter hambat (mm) ± SD
F0 10,05 ± 0,07
F1 9,40 ± 0,56
F2 10,00 ± 0,00
F3 11,00 ± 0,00
F4 12,10 ± 0,14
Kontrol positif (ZnO) 24,00 ± 0,00
Kontrol negatif (tepung bengkoang) 6,00 ± 0,00 Keterangan :
F0 = formula masker tanpa penambahan daun kelor, F1 = formula masker dengan
penambahan daun kelor 12,5%, F2 = masker dengan penambahan daun kelor 17,5%, F3
masker dengan penambahan daun kelor 25%, F4 = dengan penambahan daun kelor 35%.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi pada
penambahan ekstrak daun kelor maka aktivitas antibakterinya semakin besar
(Tabel 19). Menurut Davis and Stout (1971), hasil uji yang diperoleh pada uji
aktivitas antibakteri menggunakan konsentrasi formula masker yaitu F0 (tanpa
57
penambahan daun kelor) terbentuk zona hambat 10,05 mm sedangkan dengan
penambahan ekstrak daun kelor (F1; F2; F3; dan F4) secara berurutan terbentuk
zona hambat 9,4; 10; 11; dan 12,1 mm. Hasil uji antibakteri pada kontrol negatif
tidak menunjukkan adanya zona hambatan sedangkan kontrol positif pada masker
menunjukkan adanya zona hambatan.
Senyawa lain yang diduga bersifat sebagai antibakteri adalah saponin,
flavonoid dan acalyphin (Govindarajan et al., 2008). Setelah dilakukan uji
fitokimia pada penelitian ini tidak positif saponin sehingga ketika diuji antibakteri
terhadap sediaan masker antara kombinasi tepung beras dengan ekstrak daun kelor
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan antibakteri tunggal. Kemampuan
dan efek antibakteri sangat tergantung pada konsentrasi yang diberikan (Nazzaro
et al., 2013).
Gambar 8. Hasil zona hambat masker daun kelor
(a) Kontrol negatif (b) F4 (c) F3 (d) kontrol positif (e) F0
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
58
Hasil aktivitas antibakteri didapatkan dengan melihat respon zat uji pada
media difusi sumuran yang ditandai dengan kejernihan area atau luas diameter
zona hambat disekitarnya pada sediaan (Gambar 8). Perbedaan konsentrasi
penambahan ekstrak pada masing-masing sediaan menyebabkan zona bening yang
dihasilkan berbeda pula. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun kelor yang
ditambahkan semakin banyak pula jumlah zat-zat antibakteri yang terkandung di
dalamnya. Bila jumlah zat antibakteri dari ekstrak daun kelor semakin besar maka
semakin besar pula bakteri S. aureus yang dirusak baik itu struktur tubuh maupun
sistem metabolismenya, sehingga bakteri yang terkena oleh zat antibakteri
tersebut akan mati atau dihambat pertumbuhannya. Aktivitas antibakteri dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu kandungan senyawa
antibakteri, konsentrasi ekstrak, daya difusi ekstrak dan jenis bakteri yang
dihambat (Maliana et al., 2013)
4.10 Hasil Analisis Komponen Kimia Ekstrak Metanol Daun Kelor dengan
Gas Chromatography-Mass Spektrofometer (GC-MS)
Analisis komponen senyawa menggunakan Gas Chromatography Mass
Spectrophotometry (GCMS) bertujuan untuk mengetahui senyawa aktif yang
terkandung dalam ekstrak daun kelor. Menurut Shanta dan Napotilano (1992)
mengatakan bahwa salah satu syarat untuk senyawa supaya dapat dianalisis
menggunakan GC-MS adalah bersifat mudah menguap (volatil). Hasil
kromatogram ditunjukkan pada Gambar 9.
59
Gambar 9. Kromatogram hasil pemisahan ekstrak daun kelor
Dari spektra GC-MS terdapat dapat terlihat ada beberapa puncak dengan
waktu retensi, kelimpahan, dan luas puncak yang berbeda (Lampiran 14). Hasil
kromatogram (Gambar 9) menunjukkan pada peak 7 memiliki waktu retensi (tR)
21,165 menit dengan kadar 7,42% yang diindikasikan sebagai asam quinic yang
memiliki berat molekul (m/z) 192. Puncak-puncak yang muncul pada fragmentasi
senyawa tersebut adalah m/z 186, 156, 138, 112, 100, 84, 71, 60, 43.
Gambar 10. Struktur asam quinic
Salah satu asam yang terkandung di dalam kopi adalah asam quinic yang
dapat menjadi antioksidan pada kopi. Kopi mengandung beberapa spesies xanthin
seperti kafein, teobromin dan teofilin (Kiyohara, 1999). Senyawa fenolik, 200-550
mg per cangkir di minuman kopi. Asam chlorogenic seperti caffeic, asam ferulic,
dan p-coumaric, asam caffeoylquinic, dengan asam 5-O-caffeoyl-quinic, eruloyl
60
asam quinic dan di-caffeoyl-quinic yang terkonjugasi dengan tirosin, tryptophane
atau fenilalanin dan Proanthocyanidin (Clifford, 2004). Kopi juga sumber penting
dari polifenol seperti asam kafeat, asam klorogenat, asam koumarat, asam ferulat,
asam sinapat. Polifenol merupakan senyawa kimia yang bekerja sebagai
antioksidan kuat didalam kopi. Kopi hijau dan panggang (5-O-caffeoyl-quinic)
memiliki aktivitas antiradikal (Daglia, 2004).
Penelitian ini menghasilkan base peak atau puncak tertinggi yaitu pada
peak 12 pada waktu retensi (tR) 29,439 menit dengan kadar 41,81% yang
diindikasikan sebagai asam linoleat yang memiliki berat molekul (m/z) 278.
Puncak-puncak yang muncul pada fragmentasi senyawa tersebut adalah m/z 264,
249, 222, 209, 191, 164, 149, 135, 121, 108, 95, 79, 67, 55, 41
Gambar 11. Struktur asam linoleat
Asam linoleat merupakan PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) golongan
omega 6. Jenis asam lemak ini dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan EPA
(asam Eikosapentaenoat) (Djousse et al., 2001) dan dapat menurunkan kadar
serum kolesterol dalam tubuh, sehingga dampak negatif dari sterol nabati dapat
dinetralisasi (Andriani et al., 2014). Menurut penelitian Bhattacharya et al, (2014)
bahwa komponen fitokimia dalam ekstrak daun kelor (Moringa oleifera)
menemukan senyawa asam linoleat berfungsi sebagai senyawa antibakteri, sabun
pelumas dan kosmetik dengan waktu retensi yang relatif sama.
61
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
1. Aktivitas antioksidan ekstrak daun kelor dengan pelarut metanol teknis
dihasilkan nilai IC50 sebesar 56,3385 µg/ml dan aktivitas antibakteri ekstrak
metanol daun kelor dengan penghambatan terhadap S. aureus pada
konsentrasi ≥ 0,125 g/mL sedangkan formula masker dengan penambahan
ekstrak daun kelor 35% memiliki nilai inhibisi sebesar 66,040% dan tanpa
penambahan ekstrak daun kelor yaitu 6,500%.
2. Formula masker yang paling optimum adalah masker dengan penambahan
ekstrak daun kelor sebesar 17,5% memiliki tingkat kesukaan umum
tertinggi dengan nilai 3,29.
3. Karakterisasi sediaan masker dengan penambahan ekstrak daun kelor 12,5;
17,5; 25; dan 35 % memenuhi syarat mutu memenuhi syarat mutu SNI 16-
6070-1999 dan SNI 16-4380-1996 yaitu dengan nilai pH 5,45-6,02; bobot
jenis 1 g/mL; stabilitas emulsi 96,57-97,05%; dan negatif cemaran mikroba.
4. Senyawa aktif yang di identifikasi menggunakan Gas Chromatography-
Mass Spectrophotometry (GCMS) menunjukkan senyawa asam quinic dan
asam linoleat yang berfungsi dalam antioksidan dan antibakteri.
5.2 Saran
Saran dari penelitian ini adalah agar dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
modifikasi formulasi dengan penambahan konsentrasi ekstrak yang lebih tinggi
untuk meningkatkan aktivitas antioksidan dan antibakteri sedangkan pada
62
karakterisasi mutu fisik masker bubuk dapat dilakukan dengan interval waktu
tertentu untuk mengetahui kualitas dan ketahanan suatu produk masker serta dapat
dilakukan pengujian iritasi pada panelis untuk mengetahui keamanan penggunaan
produk sehingga dapat menghasilkan sediaan kosmetik yang lebih baik.
Isolasi asam quinic yang sangat berpengaruh dalam uji antioksidan dan
antibakteri.
.
.
63
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analitycal Chemists. 1995. Official Methods of
Analisys Chemist. Volume 1A. Washington: AOAC, Inc.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1996. SNI 16-4399-1996 Sediaan Tabir
Surya. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1999. SNI 16-6070-1999. Sediaan Masker.
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. SNI 01-2346-2006 Petunjuk Pengujian
Organoleptik dan atau Sensori. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Abbas Ali D, Ali EM, Seyed FN, Seyed MN. 2009. Antioxidant Activity of the
Methanol Extract of Ferula Assafoetida and Its Essential Oil Composition.
Grasas y Aceites. 60(4): 405–412.
Agoes G. 2007. Teknologi Bahan Alam. Bandung: Institut Teknologi Bandung
Press.
Amic D, Davidovic-Amic D, Beslo D, Trinajstic N. 2003. Structure-Radical
Scavenging Activity Relationships of Flavonoids. Croatica Chemica Acta.
76(1): 55–61.
Andriani M, Baskoro K, Edhi N. 2014. Studies on Physicochemical and Sensory
Characteristics of Overripe Tempeh Flour as Food Seasoning. Academic
Research International. 5(5): 36-45.
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanti S. 1989.
Analisis Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Armala MM. 2009. Daya Antioksidan Fraksi Air Ekstrak Herba Kenikir (Cosmos
Caudatus HBK) Dan Profil KLT [Skripsi]. Yogyakarta: Universitas Islam
Indonesia.
Balsam MS. 1972. Cosmetics Science and Technology. United States of America:
John Wiley & Sons Canada.
Batubara, Irmanida, Tohru M, Hideo O. 2009. Screening Antiacne Potency of
Indonesian Medicinal Plants: Antibacterial, Lipase Inhibition, and
Antioxidant Activities. Journal of Wood Science. 55(3): 230–235.
Baydar dan Hasan B. 2013. Phenolic Compounds, Antiradical Activity and
Antioxidant Capacity of Oil-Bearing Rose (Rosa Damascena Mill.)
Extracts. Industrial Crops and Products. 41(1): 375–380.
64
Bhattacharya A, Agrawal D, Ghosh G, Kumar SP. 2014. GC-MS Profiling of
Ethanolic Extract of Moringa Oleifera Leaf. International Journal of
Pharma and Bio Sciences. 5(4): 263–275.
Brooks GR, Butel JS, Morse SA. 2005. Mikrobologi Kedokteran Edisi Pertama.
Jakarta: Salemba Medika.
Buck DF. 1991. Food Additive User’s Handbook. Galsgow-UK: Blakie Academic
dan Profesional.
Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wotton M. 2010. Ilmu Pangan. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Bukar A, Uba A, Oyeyi TI. 2011. Antimicrobial Profile of Moringa Oleifera Lam.
Extracts against Some Food – Borne Microorganisms. Bayero Journal of
Pure and Applied Sciences. 3(1): 43-48.
Cahyana M, Taufik EA, Herry. 2002. Isolasi Senyawa Antioksidan Ekstrak Kulit
Batang Kayu Manis (Cinnamomum Burmannii Nees Ex Blume). Prosiding
Penelitian SPeSIA Unisba: 223–224.
Clifford MN dan Knight S. 2004. Food Chemistry The cinnamoyl – amino acid
conjugates of green robusta coffee beans. Food Chemistry. 87(3): 457-463.
Daglia M, Racchi M, Papetti A, Lanni C, Govoni SGG. 2004. In vitro and ex
Vivo Antihydroxyl Radical Activity of Green and Roasted Coffee. Journal
of Agricultural and Food Chemistry. 52(1): 1700–1704.
Davis WW dan Stout TR. 1971. Disc Plate Method of Microbiological Antibiotic
Assay. Applied microbiology 22(4): 666–670.
Diana ZD dan Thaman A. 2006. Cosmetic Formulation Skin Care Products. USA:
Taylor dan Francis Group.
Dima LLRH dan Widya AL. 2016. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Kelor
(Moringa Oleifera L.) Terhadap Bakteri Escherichia Coli Dan
Staphylococcus Aureus. Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi 5(2): 282–289.
Djousse L, Pankow JS, Eckfeldt JH. 2001. Relation Between Dietary Linolenic
Acid and Coronary Artery Disease in the National Heart, Lung, and Blood
Institute Family Heart Study. Am Journal Clin Nutr. 5(1): 612-619
Dong Y, He L, Chen F. 2005. Enhancement of Wound Healing by Taspine and Its
Effect on Fibroblast. Zhong Yao Cai. 28(7): 579–582.
Erungan AC, Purwaningsih S, Anita SB. 2009. Application Of Carrageenan In
Making of Skin Lotion. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia.
12(2): 129–144.
65
Estiasih T dan Andiyas DK. 2006. Aktivitas Oksidan Ekstrak Umbi Akar Ginseng
Jawa (Talium Triangulare). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 18(3):
166–175.
Farber L. 1974. Face Powder, Cosmetics Science and Tecnology. New York:
Willey-Interscience.
Gaffney MD. 1974. Cosmetics Science and Tecnology. New York: Willey-
Interscience.
Ghiridhari A, Malhati D, Geetha K. 2011. Anti-Diabetic Properties of Drumstick
(Moringa Oleifera) Leaf Tablets. Journal Health Nutrition. 2(1): 1–5.
Govindarajan M, Jebanesan A, Reetha D, Amsath R. 2008. Antibacterial Activity
of Acalypha Indica L. European Review for Medical and Pharmacological
Sciences. 12: 299–302.
Grace XF, Darsika C, Sowmya KV, Shanmuganathan, S. 2015. Preparation and
Evaluation of Herbal Dentifrice. International Research Journal of
Pharmacy. 6(8): 509–511.
Halliwell B dan Gutteridge MC. 2000. Free Radical in Biology and Medicine.
New York: Oxford University Press.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Bandung: Penerbit ITB.
Hardiyanti F. 2015. Pemanfaatan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Kelor
(Moringa oleifera) Dalam Sediaan Hand and Body Cream [Skripsi].
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Hariana DHA. 2008. Tumbuhan Obat Dan Khasiatnya Seri 2. Depok: Penebar
Swadaya.
Harmita dan Maksum R. 2008. Buku Ajar Analisis Hayati Edisi 3. Jakarta: EGC
Penerbit Buku Kedokteran.
Hasanah U, Yusriadi, Akhmad K. 2018. Formulasi Gel Ekstrak Etanol Daun
Kelor (Moringa Oleifera Lam.) Sebagai Antioksidan. Journal of Natural
Science. 6(1): 46–57.
Hendrawati, Rohaeti E, Effendi H, Darusman LK. 2015. Characterization of
Physico-Chemical Properties of Nano-Sized Moringa oleifera Seed Powder
and Its Application as Natural Coagulant in Water Purification Process.
Journal of Environment and Earth Science. 5 (21): 19-26.
Ianddcreative. 2010. Tip Dan Trik 02: Shading Dan Countouring. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
66
Ikalinus R, Widyastuti KS, Eka SN. 2015. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol
Kulit Batang Kelor (Moringa Oleifera). Indonesia Medicus Veterinus 4(1):
71–79.
Ismiyati N dan Trilestari. 2014. Pengembangan Formulasi Masker Ekstrak Air
Daun Alpukat (Persea americana Mill) Sebagai Antibakteri Staphylococcus
aureus Untuk Pengobatan Jerawat. Pharmaciana. 4(1): 45-52.
Iwata H dan Shimada K. 2013. Formulas, Ingredients and Production of
Cosmetics. Jepang: Springer.
Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA. 2001. Mikrobiologi Kedokteran Edisi I.
Jakarta: Salemba Medika.
Jayalaksmi A dan Mathew AG. 1982. Chemical Composition and Processing The
Arecanut Palm (Areca Catechu). India: Kasaragod.
Kasolo JN, Bimeya GS, Ojok L, Ochieng J, Okwal-okeng JW. 2010.
Phytochemicals and Uses of Moringa Oleifera Leaves in Ugandan Rural
Communities Josephine. Journal of Medicinal Plants Research 6(2): 753-
757.
Khan HA, Ahmad A, Mehboob R. 2015. Nosocomial Infections and their Control
Strategies. Journal Trop Biomed 5(7): 505–509.
Kiyohara C, Kono S, Honjo S, Todoroki I, Sakurai Y, Nishiwaki M, Hamada H,
Nishikawa H, Koga H, Ogawa S dan Nakagawa K.1999. Inverse association
between coffee drinking and serum uric acid concentrations in middle-aged
Japanese males. The British journal of nutrition. 82(1): 125–130.
Kleden MM. 2016. Potensi Daun Kelor (Moringa oleifera, Lam) Dari Daerah
Nusa Tenggara Timur Untuk Meningkatkan Tampilan Reproduksi Ternak
dengan Menggunakan Kelinci sebagai Model. [Repository]. Malang:
Universitas Brawijaya.
Krisnadi AD. 2010. Kelor, Super Nutrisi. Blora: Pusat Informasi dan
Pengembangan Tanaman Kelor Indonesia.
Kristanti AN, Aminah N, Tanjung M, Kurniadi B. 2008. Buku Ajar Fitokimia.
Surabaya: Universitas Airlangga.
Lautan J.1997. Radikal Bebas Pada Eritrosit dan Leukosit. Jurnal Cermin Dunia
Kedokteran
Levin J dan Maibach H. 2008. Human Skin Buffering Capacity. Journal of Skin
Research and Technology. 14(2): 121–126.
Luthfiyana N, Nurjanah, Mala N, Anwar E, Taufik H. 2016. Rasio Bubur Rumput
67
Laut (Euchema cottonii) sebagai Formula Krim Tabir Surya. Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 19(3): 183-195.
Maharani MD, Gama SI, Masruhim MA. 2017. Uji Aktivitas Antibakteri
Kombinasi Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa Oleifera Lam) dan Daun
Salam (Syzygium Polyanthum Walp). Mulawarman Pharmaceuticals
Conferences. 3(1): 48–53.
Maliana Y, Khotimah S, Diba F. 2013. Aktifitas Antibakteri Kulit Garcinia
Mangostana Linn. Terhadap Pertumbuhan Flavobacterium Dan Enterobacter
Dari Captotermes Curvignathus Holmgren. Jurnal Protobiont. 2(1): 7–11.
Mardiana L. 2013. Dunia Ajaib Tumpas Penyakit. Yogyakarta: Penebar Swadaya.
Meilgaard M, Civille GV, Carr BT. 2000. Sensory Evaluation Techniques.
Florida: CRC Press.
Melayanti PC dan Dwiyanti S. 2017. Pengaruh persentase umpi rumput teki dan
tepung beras terhadap kulit wajah hiperpigmentasi. European Review for
Medical and Pharmacological Sciences journal. 6: 89–98.
Mitsui. 1997. New Cosmetic Science. New York (US): Elsevier.
Molyneux P. 2004. The Use of the Stable Free Radical Diphenylpicryl-Hydrazyl
(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin Journal of
Science and Technology. 26: 211–219.
Natsir NH. 2012. Pengaruh Jenis Pengikat Terhadap Sifat Fisika Sediaan Serbuk
Masker Wajah Daun Jambu Biji (Psidium Guajava L.) [Skripsi]. Makassar:
UIN Alauddin.
Nazzaro F, Fratianni F, Martino LD, Coppola R, Feo VD. 2013. Effect of
Essential Oils on Pathogenic Bacteria. Pharmaceuticals. 6(12): 1451–1474.
Ningsih W, Nofiandi D, Deviarny C, Roselin DR. 2017. Formulasi dan Efek
Antibakteri Masker Peel Off Ekstrak Daun Dewa (Gynura Pseudochina L.)
Terhadap Staphylococcus Epidermis. Scientia. 7(1): 61-66.
Novita W. 2009. Merawat Kecantikan Di Rumah. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka
Utama.
Novitasari MR, Febrina L, Agustina R, Rahmadani A, Ruslli R. 2017. Analisis
GC-MS Senyawa Aktif Antioksidan Fraksi Etil Asetat Daun Libo (Ficus
Variegata Blume.). Jurnal Sains dan kesehatan. 1(5): 221–225.
Nurindro RF, Rasjad MI, Lyrawati D. 2017. Pengaruh Ekstrak Metanol Daun
Kelor Mempengaruhi Ekspresi P53 Mukosa Kolon Tikus Yang Diinduksi
DMBA (7,12 Dimethybenz(a)Anthracene). Jurnal Kedokteran Brawijaya.
68
27(4): 207–211.
Offor IF, Ehiri RC, Njoku CN. 2014. Roximate Nutritional Analysis and Heavy
Metal Composition of Dried Moringa Oleifera Leaves from Oshiri Onicha
L.G.A, Ebonyi State, Nigeria. IOSR Journal of Environmental Science,
Toxicology and Food Technology. 1(1): 57–62.
Oktaviana KT, Indra MR, Ratnawati R. 2012. Pengaruh Ekstrak Metanol Daun
Kelor (Moringa Oleifera) Terhadap Penghambatan Aktivasi NF-KB Pada
Hepar Tikus Wistar Model Hepatocellular Carcinoma (HCC) Yang
Diinduksi DMBA (7,12 Dimethybenz(α)Anthracene) [Skripsi]. Malang:
Universitas Brawijaya.
Onyekwere N. 2014. Phytochemical, Proximate and Mineral Composition of Leaf
Extracts of Moringa Oleifera Lam. from Nsukka, South-Eastern Nigeria.
IOSR Journal of Pharmacy and Biological Sciences. 9(1): 2319–7676.
Palada MC dan Chang LC. 2003. Suggested Cultural Practices for Moringa.
Taiwan: AVRDC Inc.
Pandey A, Pandey RD, Tripathi P, Gupta PP, Haider J, Bhatt S, Singh AV. 2014.
Medicinal and Aromatic Plants Moringa Oleifera Lam. (Sahijan - A Plant
with a Plethora of Diverse Therapeutic Benefits: An Updated Retrospection,
Journal of Medical Aromatic Plants. 1(1): 1–8.
Pardede A, Ratnawati D, Putranto A. 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol
dari Kulit Batang Manggis (Garcinia cymosa). Media Sains. 6: 60–66.
Pelczar MJ dan Chan ECS. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi I. Jakarta: UI Press.
Philip AG. 2006. Cosmetic Microbiology. New York: Taylor and Francis Group.
Plata K, Adriana ER, Grzegorz W. 2009. Staphylococcus Aureus as an Infectious
Agent: Overview of Biochemistry and Molecular Genetics of Its
Pathogenicity. Acta Biochimica Polonica. 56(4): 597-612.
Porras-Reyee BH, Lewis WH, Roman J, Simchowitz L, Mustoe TA. 1993.
Enhancement of Wound Healing by the Alkaloid Taspine Defining
Mechanism of Action. Experimental Biology and Medicine. 203(1): 18–25.
Prakash D, Upadhyay G, Gupta C, Pushpangadan P, Singh K. 2012. Antioxidant
and Free Radical Scavenging Activities of Some Promising Wild Edible
Fruits. International Food Research Journal. 19(3): 1109–1116.
Prastyanto W, Sukirno, Rinihapsari E. 2012. Aktivitas Antibakteri Derivat Metil
Minyak Atsiri Bunga Mawar (Rossa Hybrida Hort) Terhadap Pertumbuhan
Bakteri Staphylococcus Aureus ATCC 25923 [Skripsi]. Jember: Universitas
Jember.
69
Pratiwi ST. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.
Rahayu WP. 1998. Diktat Penilaian Organoleptik. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Rajanandh MG dan Kavitha J. 2015. Quantitative Estimation of β -Sitosterol ,
Total Phenolic and Flavonoid Compounds in the Leaves of Moringa
Oleifera Quantitative Estimation of β -Sitosterol, Total Phenolic and
Flavonoid Compounds in the Leaves of Moringa Oleifera. Journal,
International Pharmtech 2(2): 1409–1414.
Reygaert WC. 2016. Insights on the Antimicrobial Resistance Mechanisms of
Bacteria. Advances in Clinical and Medical Microbiology. 2(1): 1–11.
Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
Saleem R. 1995. Studies in the Chemical Constituents of Moringa Oleifera Lam
and Preparation of the Potential Biologically Significant Derivatives of 8-
Hydroxyquinoline. [Repository]. Karachi: University of Karachi.
Sangi M, Runtuwene MRJ, Simbala HEI, Makang VMA. 2008. Analisis
Fitokimia Tumbuhan Obat Di Kabupaten Minahasa Utara. Chemistry
Progress. 1(1): 47–53.
Sastrohamidjojo H. 2005. Kromatografi. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Sastrohamidjojo H dan Pranowo HD. 1985. Kromatografi. Yogyakarta: Penerbit
Liberty.
Saleh E. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Sumatera Utara:
Universitas Sumatera Utara Press. 2-7
Savitri E, Fakhrurrazi, Harris A. 2018. Uji Antibakteri Ekstrak Daun Kelor
(Moringa Oleifera L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus
Aureus. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner. 2(3): 373–379.
Sayuti K dan Yenrina R. 2015. Antioksidan Alami Dan Sintetik. Padang: Andalas
University Press.
Savadogo A. 2011. Determination of Chemical Composition and Nutritional
Values of Moringa Oleifera Leaves. Pakistan Journal of Nutrition. 10(3):
264–268
Septiani S, Wathoni N, Mita SR. 2011. Formulasi Sediaan Masker Gel
Antioksidan Dari Ekstrak Etanol Biji Belinjo [Skripsi]. Bandung:
Universitas Padjajaran.
70
Setyaningsih D, Anton A, Maya PS. 2010. Analisis Sensori Untuk Industri
Pangan Dan Agro. Bogor: IPB Press.
Shanta N dan Napotilano GE. 1992. Review: Gas Chromatography of Fatty Acid.
Journal of Chromatography. 625(1): 37-51
Simbolan JM, Simbolan M, Katharina N. 2007. Cegah Malnutrisi dengan Kelor.
Yogyakarta: Kanisius.
Sjoblom J. 2006. Emulsions and Emulsion Stability. New York: Taylor and
Francis Group.
Small E. 2012. Top 100 Exotic Food Plants. New York (US): CRC Press.
Sudjadi. 1991. Metode Pemisahan. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Supardi I dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan Dan Keamanan
Produk Pangan. Bandung: Alumni.
Suryani A, Sailah I, Hambali E. 2002. Teknologi Elmus. Bogor: IPB Press.
Sutrisno dan Lisawati. 2011. Efek Pemberian Ekstrak Metanol Daun Kelor
(Moringa Oleifera) Meningkatkan Apoptosis Pada Sel Epitel Kolon Tikus
(Ratus Norvegius) Wister Yang Diinduksi (7,12 Dimethybenz(α)Anthracene)
DMBA [Skripsi]. Malang: Universitas Brawijaya.
Syahrurachman A, Chatim A, Soebandrio A, Karuniawati A, Santoso A, Harun B.
1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara.
Syarif RA, Aktsar RA, Malik A. 2008. Identifikasi Golongan Senyawa
Antioksidan Dengan Menggunakan Metode Perendaman Radikal Bebas
DPPH Ekstrak Etanol Daun Cordia Myxa L. Fitofarmaka Indonesia. 2(1):
83–89.
Tharwat, T. 2013. Emulsion Formation and Stability. London: John Wiley and
Sons Inc.
Tiwari P, Kumar B, Kaur M, Kaur G, Kaur H. 2011. Phytochemical Screening
and Extraction: A Review. Internationale Pharmaceutica Sciencia. 1(1):
98–106.
Tomayahu R. 2014. Identifikasi Senyawa Aktif dan Uji Toksisitas Ekstrak Daun
Binahong (Andrederacordifolia Ten.Steenis) dengan Metode Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT) [Tesis]. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo.
Tranggono RI dan Latifah F. 2014. Buku Pegangan Dasar Kosmetologi. Jakarta:
Sagung Seto.
71
Vongsak B, Sithisarn P, Mangmool S, Thongpraditchote S, Wongkrajang Y,
Gritsanapan W. 2013. Maximizing Total Phenolics, Total Flavonoids
Contents and Antioxidant Activity of Moringa Oleifera Leaf Extract by the
Appropriate Extraction Method. Industrial Crops and Products. 44: 566–
571.
Waluyo L. 2008. Teknik Dan Metode Dasar Dalam Mikrobiologi. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang.
Wasitaatmadja SM. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit
Universitas indonesia.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan Dan Gizi. Bogor: MBRIO Press.
Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami Dan Radikal Bebas: Potensi Dari
Aplikasinya Dalam Kesehatan. Yogyakarta: Kansius.
Windono T, Budiono R, Ivone, Valentina S, Saputro Y. 2001. Uji Peredam
Radikal Bebas Terhadap 1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl (DPPH) Dari
Ekstrak Kulit Buah Dan Biji Anggur (Vitis Vinifera L.) Probolinggo Biru
dan Bali. Artocarpus Surabaya. 4(2): 47-51.
Zuhra CF, Tarigan JB, Sihotang H. 2008. Aktivitas Antioksidan Senyawa
Flavonoid DAri Daun Katuk (Sauropus Androgunus (L) Merr.). Jurnal
Biologi Sumatra. 3(1): 10–13.
74
Lampiran 3. Pembuatan reagen fitokimia
1. Lieberman Burchard
Ditambahkan 5 ml asam asetat anhidrat ke dalam 5 ml asam sulfat pekat
secara perlahan, kemudian ditambahkan etanol absolut sampai volume 50
ml lalu didinginkan dengan air es. Pereaksi ini harus dibuat baru (Mulyono,
2009).
2. Wagner
Pereaksi wagner dibuat dengan cara 10 ml akuades dipipet kemudian
ditambahkan 2,5 gram iodin dan 2 gram kalium iodide lalu dilarutkan dan
diencerkan dengan akuades menjadi 200 ml dalam labu takar. Pereaksi ini
berwarna coklat.
3. FeCl3 1 %
Ditimbang 1 gram FeCl3 ke dalam labu ukur 100 ml kemudian dikocok
hingga homogen.
75
Lampiran 4. Uji aktivitas antioksidan daun kelor
Tabel 20. Pengukuran aktivitas antioksidan daun kelor
Ulangan Konsentrasi
(µg/ml)
Absorbansi Persen
Inhibisi (%)
IC50
(µg/ml)
IC50 (µg/ml)
(Mean ± SD)
1
Blanko 0,336 0
56,431
56,3385 ±
0,1308
1,5625 0,331 1,488
3,125 0,318 5,357
6,25 0,307 8,631
12,5 0,293 12,798
25 0,255 24,107
50 0,188 44,048
2
Blanko 0,335 0
56,246
1,5625 0,331 1,194
3,125 0,318 5,075
6,25 0,308 8,060
12,5 0,293 12,537
25 0,255 23,880
50 0,187 44,179
Gambar 12. Kurva daun kelor ulangan 1
Gambar 13. Kurva daun kelor ulangan 2
76
Lampiran 5. Uji aktivitas antioksidan asam askorbat
Tabel 21. Pengukuran aktivitas antioksidan asam askorbat
Ulangan Konsentrasi
(µg/ml)
Absorbansi Persen
Inhibisi (%)
IC50
(µg/ml)
IC50 (µg/ml)
(Mean ± SD)
1
0,25 0,241 3,984
2,173
2,171 ± 0,002
0,5 0,228 9,163
1 0,199 20,717
2 0,137 45,418
4 0,013 94,820
2
0,25 0,242 3,585
2,170
0,5 0,228 9,163
1 0,201 19,92
2 0,136 45,816
4 0,012 95,219
Gambar 14. Kurva asam askorbat ulangan 1
Gambar 15. Kurva asam askorbat ulangan 2
77
Lampiran 6. Uji aktivitas antibakteri daun kelor
1. Parameter : Aktivitas antibakteri Staphylococcus aureus
2. Metode : Difusi-Cakram
3. Kontrol (+) : Antibiotik
4. Kontrol (-) : Akuades steril (pelarut pengenceran)
Tabel 22. Nilai diameter zona hambat ekstrak
Konsentrasi Diameter Daya Hambat (mm) Rata-Rata (mm) SD
Simplo Duplo
Kontrol + 30,6 31,2 30,9 0,424
Kontrol - 6 6 6 0
Pekat 6 6 6 0
12,5 ppm 11,6 11,3 11,45 0,212
25 ppm 12,2 12,6 12,4 0,282
50 ppm 13,8 15,3 14,55 1,06
100 ppm 18,5 15,5 17 2,12
Tabel 23. Nilai diameter zona hambat masker
Konsentrasi Diameter Daya Hambat (mm) Rata-Rata (mm) SD
Simplo Duplo
Kontrol + 24 24 24 0
Kontrol - 6 6 6 0
F0 10 10,1 10,05 0,070
F1 9,8 9 9,4 0,565
F2 10 10 10 0
F3 11 11 11 0
F4 12 12,2 12,1 0,141
Keterangan :
F0 : Tanpa penambahan daun kelor
F1 : Penambahan daun kelor 12,5%
F2 : Penambahan daun kelor 17,5%
F3 : Penambahan daun kelor 25%
F4 : Penambahan daun kelor 35%
78
Lampiran 7. Hasil rekapitulasi uji organoleptik masker bubuk daun kelor
Tabel 24. Hasil analisis ragam tekstur masker daun kelor
Panelis F0 F1 F2 F3 F4
1 2 2 4 5 5
2 3 4 3 3 4
3 2 3 5 4 5
4 4 4 5 3 2
5 3 3 3 3 3
6 3 4 4 2 3
7 2 4 5 2 5
8 1 2 4 2 3
9 3 4 4 4 2
10 2 3 2 3 4
11 3 4 3 3 3
12 2 4 3 2 2
13 4 4 4 3 2
14 5 5 4 4 4
15 2 3 2 1 1
16 1 2 2 2 2
17 4 3 2 3 3
18 5 4 3 2 2
19 4 3 4 4 4
20 3 4 4 4 4
21 4 3 3 3 4
22 2 3 3 3 3
23 2 4 5 4 2
24 4 4 4 4 4
25 3 4 3 3 4
26 3 5 3 3 4
27 5 3 4 4 4
28 3 3 4 5 4
29 3 4 5 5 4
30 4 2 4 3 4
31 3 4 4 5 5
32 1 1 3 4 4
33 2 3 3 4 4
34 4 3 3 3 3
35 3 4 4 4 5
36 4 3 3 3 3
37 4 5 3 5 3
38 4 4 5 4 5
39 5 5 4 4 4
40 3 3 4 4 5
41 5 5 4 4 5
42 4 4 4 4 1
43 5 1 2 3 4
44 3 3 2 3 2
45 4 4 4 4 4
Jumlah 145 156 160 154 157
Rata-rata 3,222 3,467 3,556 3,422 3,49
79
Tabel 25. Hasil analisis ragam warna masker daun kelor
Panelis F0 F1 F2 F3 F4
1 3 3 3 5 5
2 4 4 3 3 3
3 3 4 5 4 5
4 5 5 5 4 2
5 3 3 3 3 2
6 4 4 4 2 2
7 4 4 5 4 5
8 3 3 4 3 1
9 3 4 4 3 2
10 5 4 4 3 3
11 5 3 3 3 3
12 2 4 3 3 3
13 4 3 2 1 1
14 5 5 4 4 3
15 3 2 3 4 3
16 4 4 4 4 4
17 5 4 4 2 2
18 5 3 2 3 3
19 5 3 3 3 3
20 4 3 2 2 2
21 5 4 4 4 3
22 4 3 3 3 2
23 4 4 4 3 2
24 4 3 3 2 2
25 4 4 3 3 3
26 5 4 4 4 4
27 4 3 4 4 3
28 3 3 3 3 2
29 4 4 5 3 3
30 4 3 3 2 3
31 4 3 3 3 3
32 2 3 3 4 4
33 4 4 4 4 4
34 4 3 3 3 2
35 4 4 4 4 5
36 5 4 4 4 4
37 3 4 3 5 3
38 5 4 3 3 3
39 4 4 4 4 4
40 2 3 4 4 5
41 4 4 5 4 5
42 5 5 4 2 2
43 3 4 1 2 5
44 3 3 2 2 3
45 4 3 3 2 2
Jumlah 176 162 156 144 138
Rata-rata 3,911 3,6 3,467 3,2 3,07
80
Tabel 26. Hasil analisis ragam aroma masker daun kelor
Panelis F0 F1 F2 F3 F4
1 5 3 5 2 2
2 4 3 3 2 3
3 2 3 4 4 5
4 5 4 5 4 2
5 4 3 4 3 3
6 2 3 3 3 4
7 3 4 4 4 4
8 3 2 4 2 1
9 4 1 2 2 2
10 4 2 3 4 1
11 3 2 1 1 1
12 2 4 4 3 3
13 5 1 1 1 1
14 5 4 4 4 4
15 2 2 2 3 4
16 2 4 4 3 3
17 5 3 3 2 2
18 3 4 2 1 1
19 1 1 1 2 1
20 4 2 2 2 2
21 5 3 4 3 3
22 3 1 1 2 2
23 4 3 3 3 2
24 4 3 2 2 3
25 4 3 3 2 3
26 5 5 4 4 5
27 3 2 3 2 2
28 4 3 4 2 2
29 1 5 5 4 4
30 4 3 3 3 3
31 5 4 5 5 5
32 2 1 2 3 4
33 4 3 3 2 2
34 5 4 3 4 4
35 5 4 4 4 5
36 5 4 4 3 3
37 5 2 2 2 1
38 4 1 2 4 3
39 5 4 3 4 4
40 2 4 4 4 5
41 4 4 4 5 5
42 4 3 2 2 2
43 5 1 4 2 3
44 4 1 1 1 1
45 3 4 3 4 3
Jumlah 167 130 139 128 128
Rata-rata 3,711 2,889 3,089 2,844 2,844
81
Tabel 27. Hasil analisis ragam homogenitas masker daun kelor
Panelis F0 F1 F2 F3 F4
1 2 3 3 5 4
2 4 3 3 3 3
3 4 3 5 4 5
4 4 5 5 4 2
5 3 3 3 3 3
6 4 4 4 2 3
7 1 4 5 5 5
8 1 2 3 3 2
9 2 4 4 4 3
10 3 3 3 3 3
11 4 4 4 4 3
12 2 4 2 2 2
13 2 4 3 2 2
14 5 4 4 4 4
15 3 4 3 3 3
16 1 3 3 3 3
17 4 4 3 3 3
18 4 3 3 2 2
19 4 2 4 2 4
20 3 4 3 3 3
21 5 5 5 5 5
22 3 3 4 4 5
23 2 4 4 4 2
24 4 3 3 3 3
25 4 4 4 4 4
26 4 5 5 4 5
27 5 2 3 4 4
28 4 4 4 4 4
29 2 3 4 4 4
30 4 3 4 5 5
31 3 4 4 4 4
32 1 4 4 4 5
33 2 4 4 4 4
34 3 4 4 4 4
35 4 4 4 5 5
36 4 4 4 3 3
37 3 4 4 4 3
38 3 3 3 4 5
39 4 4 4 5 5
40 2 3 3 4 5
41 4 5 5 4 5
42 4 5 5 5 3
43 4 5 2 3 1
44 3 3 3 3 3
45 4 4 4 4 4
Jumlah 145 166 167 165 162
Rata-rata 3,222 3,689 3,711 3,667 3,6
82
Tabel 28. Hasil analisis ragam kesukaan umum masker daun kelor
Panelis F0 F1 F2 F3 F4
1 3 3 3 4 3
2 4 3 3 3 3
3 2 2 5 4 5
4 5 5 5 4 2
5 3 3 3 3 3
6 3 3 4 2 3
7 2 2 4 2 5
8 2 2 3 2 2
9 4 3 3 3 2
10 2 2 3 4 4
11 4 4 3 3 3
12 2 4 3 3 3
13 5 4 3 2 1
14 5 5 4 4 4
15 3 3 2 3 2
16 2 3 1 2 2
17 5 3 2 2 2
18 4 2 2 1 1
19 3 2 2 2 2
20 4 3 3 2 2
21 4 3 4 3 4
22 3 2 2 3 2
23 2 3 4 4 2
24 4 3 4 3 3
25 4 3 3 3 3
26 4 5 3 4 4
27 5 4 3 3 2
28 4 2 3 3 3
29 1 5 5 3 4
30 5 2 2 4 4
31 3 4 4 4 4
32 2 3 4 4 5
33 3 4 4 3 3
34 4 3 3 3 3
35 5 2 2 3 4
36 5 4 4 3 3
37 4 4 3 4 3
38 4 3 3 4 5
39 4 4 5 5 3
40 2 3 3 4 4
41 4 4 4 5 5
42 4 5 4 4 2
43 3 4 5 2 1
44 4 3 2 2 2
45 3 4 4 3 2
Jumlah 157 147 148 141 134
Rata-rata 3,489 3,267 3,29 3,133 2,978
83
Lampiran 8. Hasil uji analisis masker
1. Nilai pH
Tabel 29. Nilai pH
Perlakuan Nilai pH
Rata-Rata Ulangan 1 Ulangan 2
F0 6,02 6,02 6,02
F1 5,85 5,87 5,86
F2 5,72 5,73 5,72
F3 5,50 5,50 5,50
F4 5,45 5,46 5,45
2. Bobot Jenis
Tabel 30. Nilai bobot jenis
Perlakuan Bobot Jenis (g/mL)
Rata-Rata Ulangan 1 Ulangan 2
F0 1,0150 1,0633 1,0391
F1 1,0173 1,0105 1,0139
F2 1,0173 1,0887 1,0530
F3 1,0179 1,0532 1,0355
F4 1,0187 1,0424 1,0305
3. Stabilitas Emulsi
Tabel 31. Nilai stabilitas emulsi
Perlakuan Stabilitas Emulsi
Rata-Rata Ulangan 1 Ulangan 2
F0 96,1324 97,0105 96,5714
F1 96,9043 96,8260 96,8651
F2 96,8952 97,1845 97,0398
F3 97,1828 96,9214 97,0521
F4 97,1892 96,2424 96,7158
84
Lampiran 9. Hasil uji aktivitas antioksidan masker bubuk daun kelor
Tabel 32. Persen inhibisi masker daun kelor
Sampel Persen Inhibisi (%) ± SD
F0 6,500 ± 0,995
F1 28,905 ± 1,753
F2 51,442 ± 1,425
F3 60,835 ± 1,182
F4 66,040 ± 0,066
Asam Askorbat 96,242 ± 0,015
Gambar 16. Kurva persen inhibisi masker daun kelor
85
Lampiran 10. Hasil statistika oneway anova uji organoleptik masker
1. Tekstur
Descriptives Tekstur
N Mean Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval for
Mean
Min Max
Lower Bound Upper Bound
F0 45 3.42 .941 .140 3.14 3.70 1 5
F1 45 3.47 .968 .144 3.18 3.76 1 5
F2 45 3.56 .893 .133 3.29 3.82 2 5
F3 45 3.22 1.126 .168 2.88 3.56 1 5
F4 45 3.49 1.121 .167 3.15 3.83 1 5
Total 225 3.43 1.012 .067 3.30 3.56 1 5
ANOVA
Tekstur
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2.871 4 .718 .698 .594
Within Groups 226.311 220 1.029
Total 229.182 224
Keterangan :
F0 : Tanpa penambahan daun kelor
F1 : Penambahan daun kelor 12,5%
F2 : Penambahan daun kelor 17,5%
F3 : Penambahan daun kelor 25%
F4 : Penambahan daun kelor 35%
86
2. Warna
Descriptives Warna
N Mean Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval for
Mean
Min Max
Lower Bound Upper Bound
F0 45 3.20 .894 .133 2.93 3.47 1 5
F1 45 3.60 .654 .097 3.40 3.80 2 5
F2 45 3.47 .894 .133 3.20 3.74 1 5
F3 45 3.91 .874 .130 3.65 4.17 2 5
F4 45 3.07 1.116 .166 2.73 3.40 1 5
Total 225 3.45 .939 .063 3.33 3.57 1 5
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 20.018 4 5.004 6.198 .000
Within Groups 177.644 220 .807
Total 197.662 224
Uji Lanjut Duncan
Warna
Duncan
Konsentrasi N Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
F4 45 3.07
F3 45 3.20 3.20
F2 45 3.47 3.47
F1 45 3.60 3.60
F0 45 3.91
Sig. .482 .161 .482 .102
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 45.000.
87
3. Aroma
Descriptives
Aroma
N Mean Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval for
Mean
Min Max
Lower Bound Upper Bound
F0 45 2.84 1.086 .162 2.52 3.17 1 5
F1 45 2.89 1.172 .175 2.54 3.24 1 5
F2 45 3.09 1.164 .174 2.74 3.44 1 5
F3 45 3.71 1.199 .179 3.35 4.07 1 5
F4 45 2.84 1.296 .193 2.46 3.23 1 5
Total 225 3.08 1.221 .081 2.92 3.24 1 5
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 24.560 4 6.140 4.369 .002
Within Groups 309.156 220 1.405
Total 333.716 224
Uji Lanjut Duncan
Aroma
Duncan
Konsentrasi N Subset for alpha = 0.05
1 2
F3 45 2.84
F4 45 2.84
F2 45 2.89
F1 45 3.09
F0 45 3.71
Sig. .380 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 45.000.
88
4. Homogenitas
Descriptives
Homogenitas
N Mean Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval for
Mean
Min Max
Lower Bound Upper Bound
F3 45 3.67 .879 .131 3.40 3.93 2 5
F1 45 3.69 .793 .118 3.45 3.93 2 5
F2 45 3.71 .787 .117 3.47 3.95 2 5
F0 45 3.22 1.106 .165 2.89 3.55 1 5
F4 45 3.60 1.095 .163 3.27 3.93 1 5
Total 225 3.58 .952 .063 3.45 3.70 1 5
ANOVA
Homogenitas
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 7.422 4 1.856 2.088 .083
Within Groups 195.467 220 .888
Total 202.889 224
Uji Lanjut Duncan
Homogenitas
Duncan
Aroma N Subset for alpha = 0.05
1 2
F0 45 3.22
F4 45 3.60 3.60
F3 45 3.67
F2 45 3.69
F1 45 3.71
Sig. .059 .617
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 45.000.
89
5. Kesukaan Umum
Descriptives Kesukaan Umum
N Mean Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval for
Mean
Min Max
Lower Bound Upper Bound
F3 45 3.13 .894 .133 2.86 3.40 1 5
F1 45 3.27 .939 .140 2.98 3.55 2 5
F2 45 3.29 .968 .144 3.00 3.58 1 5
F0 45 3.49 1.079 .161 3.16 3.81 1 5
F4 45 2.98 1.118 .167 2.64 3.31 1 5
Total 225 3.23 1.009 .067 3.10 3.36 1 5
ANOVA
Kesukaan Umum
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 6.516 4 1.629 1.618 .171
Within Groups 221.467 220 1.007
Total 227.982 224
Uji Lanjut Duncan
Kesukaan umum
Duncan
Konsentrasi N Subset for alpha = 0.05
1 2
F4 45 2.98
F3 45 3.13 3.13
F1 45 3.27 3.27
F2 45 3.29 3.29
F0 45 3.49
Sig. .184 .128
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 45.000.
90
Lampiran 11. Hasil statistika oneway anova uji antioksidan masker
Descriptives Persen_inhibisi
N Mean Std.
Deviation
Std. Error 95% Confidence Interval for
Mean
Min Max
Lower Bound Upper Bound
F0 2 6.500 .995 .704 -2.441 15.443 5.797 7.205
F1 2 28.905 1.753 1.240 13.155 44.656 27.666 30.145
F2 2 51.442 1.425 1.008 38.642 64.242 50.435 52.450
F3 2 60.836 1.182 .838 50.217 71.455 60.000 61.672
F4 2 66.040 .066 .046 65.451 66.630 65.994 66.087
FVitC 2 96.243 .015 .011 96.105 96.381 96.232 96.254
Total 12 51.661 29.663 8.563 32.814 70.509 5.797 96.254
ANOVA
Persen_inhibisi
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 9671.581 5 1934.316 1548.495 .000
Within Groups 7.495 6 1.249
Total 9679.075 11
Uji Lanjut Duncan
Persen_inhibisi
Duncan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4 5 6
F0 2 6.501
F2 2 28.905
F3 2 51.442
F4 2 60.836
F5 2 66.041
FVitC 2 96.243
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
91
Lampiran 12. Hasil statistika oneway anova uji analisis masker
1. Nilai pH
Descriptives
Nilai_pH
N Mean Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval for
Mean
Min Max
Lower Bound Upper Bound
F3 2 5.500 .000 .000 5.500 5.500 5.50 5.50
F1 2 5.860 .014 .010 5.733 5.987 5.85 5.87
F2 2 5.725 .007 .005 5.662 5.788 5.72 5.73
F0 2 6.020 .000 .000 6.020 6.020 6.02 6.02
F4 2 5.455 .007 .005 5.392 5.518 5.45 5.46
Total 10 5.712 .225 .072 5.551 5.873 5.45 6.02
ANOVA
Nilai_pH
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .456 4 .114 1899.417 .000
Within Groups .000 5 .000
Total .456 9
Uji Lanjut Duncan
Nilai_pH Duncan
Sampel N Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4 5
F4 2 5.455
F3 2 5.500
F2 2 5.725
F1 2 5.860
F0 2 6.020
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
92
2. Bobot Jenis Descriptives
Bobot_Jenis
N Mean Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval for
Mean
Min Max
Lower Bound Upper Bound
F3 2 1.035 .025 .018 .811 1.260 1.017 1.053
F1 2 1.014 .005 .0038 .971 1.057 1.011 1.017
F2 2 1.053 .050 .036 .599 1.507 1.017 1.089
F0 2 1.039 .034 .024 .732 1.346 1.015 1.063
F4 2 1.031 .017 .012 .879 1.181 1.019 1.042
Total 10 1.034 .026 .008 1.015 1.053 1.011 1.089
ANOVA
Bobot_Jenis
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .002 4 .000 .433 .781
Within Groups .005 5 .001
Total .006 9
93
3. Stabilitas Emulsi
Descriptives Stabilitas_Emulsi
N Mean Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean
Min Max
Lower
Bound
Upper
Bound
F3 2 97.052 .185 .131 95.391 98.713 96.921 97.183
F1 2 96.865 .055 .039 96.368 97.362 96.826 96.904
F2 2 97.039 .204 .145 95.202 98.878 96.895 97.184
F0 2 96.571 .621 .439 90.993 102.150 96.132 97.011
F4 2 96.715 .670 .473 90.701 102.731 96.242 97.189
Total 10 96.848 .374 .118 96.581 97.116 96.132 97.189
ANOVA
Stabilitas_emulsi
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .345 4 .086 .473 .756
Within Groups .913 5 .183
Total 1.258 9
95
Lampiran 14. Hasil uji analisis GC-MS ekstrak metanol daun kelor
Peak R.Time Area % Similarity
Index (SI)
Nama Senyawa
1 7.227 4.33 94 1,2,3-Propanetriol (CAS) Glycerol
2 9.837 1.02 69 4H-Pyran-4-one, 3-hydroxy-2-methyl-
(CAS) Maltol
3 11.607 4.26 93 4H-Pyran-4-one, 2,3-dihydro-3,5-
dihydroxy-6-methyl- (CAS) 3,5-
dihydroxy-2-methyl-5,6-dihydropyran
4 13.792 2.17 81 1,2,3-Propanetriol monoacetate
5 14.488 2.79 78 1,3-Dioxolane, 2-ethenyl-2,4-dimethyl-,
trans-2,4-Dimethyl-2-vinyl-1,3-dioxolane
6 17.836 6.52 82 2-amino-9-(3,4-dihydroxy-5-
hydroxymethyl-tetrahydrofuran)-3,9-
dihydropuri
7 21.165 7.42 84 Asam Quinic
8 26.383 1.90 83 Pentadecanoic acid, 14-methyl-, methyl
ester (CAS) methyl-14-methyll-
pentadecanoat
10 28.931 4.32 87 9,12,15-Octadecatrienoic acid, methyl
ester (CAS) Methyl 9,12,15-
octadecatrienoate
11 29.075 2.95 89 2-Hexadecen-1-ol, 3,7,11,15-tetramethyl-,
[R-[R*,R*-(E)]]- (CAS) Phytol
12 29.439 41.81 91 9,12,15-Octadecatrienoic acid, (Z,Z,Z)-
Linolenic acid
13 29.739 2.81 79 Octadecanoic acid, 2-(2-hydroxyethoxy)
ethyl ester
96
Lampiran 15. Gambar alat, bahan dan proses penelitian
Proses pengeringan sampel Proses maserasi sampel
Pengujian antioksidan ekstrak Pengujian antibakteri ekstrak
Pengujian antioksidan masker Pengujian antibakteri masker
97
Hasil ekstraksi daun kelor Pengujian alkaloid
Pengujian flavonoid Pengujian saponin
Pengujian fenolat Pengujian triterpenoid dan steroid
98
Pengujian tanin Pembuatan masker bubuk
Analisis stabilitas emulsi masker Analisis pH masker
Analisis cemaran mikroba masker Analisis bobot jenis masker
100
Lampiran 17. Lembar uji kuisioner organoleptik
DISKRIPSI PRODUK MASKER BUBUK
DEFINISI:
Menurut SNI 16-6070-1999, sediaan masker adalah sediaan kosmetika
dimana campuran bahan kimia dan atau bahan lainnya, digunakan untuk
memberikan rasa kencang pada kulit dan efek membersihkan. Masker bubuk merupakan
salah satu sediaan masker dalam bentuk serbuk dan biasanya masker ini terbuat dari bahan-
bahan yang dihaluskan dan diambil airnya.
KARAKTERISTIK:
Berbentuk serbuk dengan diameter tertentu (berbeda-beda). Tekstur masker yang ideal
adalah lembut, halus, kurang padat (serbuk). Masker memiliki warna berbeda-beda
tergantung bahan dasar yang digunakan namun pada masker ini memiliki warna
kekuningan alami yang mendekati warna campuran dari tepung beras (jika tanpa
pewarna), sedangkan aroma masker adalah aroma yang khas masker tanpa ada bau negatif.
Homogenitas masker adalah biasanya bercampurnya bahan-bahan yang digunakan secara
sempurna.
CARA PENGGUNAAN
Masker biasa digunakan sebagai pembersih dan menghaluskan wajah. Masker dapat
digunakan secara langsung kapanpun dan dimanapun. Masker bubuk ini digunakan dengan
cara melarutkannya masker dengan air mawar sehingga dapat berbentuk pasta selanjutnya
dioleskan ke punggung tangan.
ACUAN PENILAIAN OLEH PANELIS
SCORE KRITERIA KARAKTER MASKER
5 Sangat suka Jika sampel sangat sesuai dengan karakteristik masker
(seperti penjelasan diatas), tanpa ada kekurangan.
4 Suka Jika sampel memiliki karakteristik masker tetapi ada
sedikit kekurangan 3 Agak suka Jika sampel memiliki karakteristik masker tetapi
kekurangan lebih banyak 2 Tidak suka Jika sampel tidak sesuai dengan karakteristik masker
dan panelis
1 Sangat tidak suka Jika sampel sangat tidak sesuai dengan karakteristik masker
101
UJI MUTU ORGANOLEPTIK
Karakterisasi Produk Masker Bubuk
Nama Panelis :………………………………… Tanggal Pengujian :……………….
Jenis Sampel : Masker Bubuk
Instruksi : Dihadapan saudara terdapat lima sampel berkode.
Untuk Tekstur peganglah sambil diamati, lalu berilah penilaian dengan tanda ( ), langsung tanpa
membandingkan dengan sampel yang lain.
Untuk warna, amati dengan indra penglihatan mata dan berilah penilaian.
Untuk aroma, hiruplah dengan hidung, lalu dipegang sambil diamati dan langsung berikan penilaian
anda (tand ), tanpa membandingkan dengan sampel yang lain.
Spesifikasi
Nilai
Kode Sampel
361 195 251 106 549
TEKSTUR
Sangat tidak sesuai dengan tekstur khas masker 1
Tidak sesuai dengan tekstur khas masker 2
Agak sesuai dengan tekstur khas masker 3
Sesuai (pas) dengan tekstur khas masker 4
Sangat sesuai dengan tekstur khas masker 5
WARNA
Sangat tidak sesuai dengan warna khas masker 1
Tidak sesuai dengan warna khas masker 2
Agak sesuai dengan warna khas masker 3
Sesuai (pas) dengan warna khas masker 4
Sangat sesuai dengan warna khas masker 5
AROMA
Sangat tidak sesuai dengan aroma khas masker 1
Tidak sesuai dengan aroma khas masker 2
Agak sesuai dengan aroma khas masker 3
Sesuai (pas) dengan aroma khas masker 4
Sangat sesuai dengan aroma khas masker 5
102
UJI MUTU ORGANOLEPTIK
Karakterisasi Produk Masker Bubuk
Nama Panelis :………………………………… Tanggal Pengujian :………………..
Jenis Sampel : Masker Bubuk
Instruksi : Dihadapan saudara terdapat lima sampel berkode. Peganglah dan
dioleskan ke punggung tangan sambil diamati homogenitas masker tersebut dan berikan
pernyataan anda dengan tanda checklist ( pada kolom skor nilai. Tanpa
membandingkan antar sampel.
Untuk Kesukaan Umum nyatakanlah tingkat kesukaan dari kesan keseluruhan
tiap sampel tersebut. Lalu nyatakan skor nilainya dengan tanda )
Komentar: ............................................... Jakarta,………………
................................................................... Tanda Tangan Panelis
……………
Spesifikasi
Nilai
Kode Sampel
361 195 251 106 549
HOMOGENITAS
Sangat tidak homogen, (bentuk lain yang tidak dikehendaki sangat nyata)
1
Tidak homogen, (ada sedikit bentuk lain yang tidak
dikehendaki)
2
Agak homogen, (agak (seperti) bentuk khas masker) 3
Homogen, (Sesuai bentuk khas masker) 4
Sangat homogen, (sangat sesuai bentuk khas masker) 5
KESUKAAN UMUM
Sangat tidak suka 1
Tidak suka 2
Agak suka 3
Suka 4
Sangat suka 5
Recommended