View
0
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
ANALISIS INKLUSIVITAS
PERTUMBUHAN EKONOMI DI JAWA TIMUR
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMENGARUHINYA
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Dara Ayu Niken Prabandari
145020101111074
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
ANALISIS INKLUSIVITAS PERTUMBUHAN EKONOMI DI JAWA TIMUR
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
Dara Ayu Niken Prabandari*, Dwi Budi Santoso**
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya
*Email: daraayuniken.p@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menghitung dan menganalisis inklusivitas pertumbuhan ekonomi di
Provinsi Jawa Timur dan faktor-faktor yang dapat mempercepat terjadinya inklusivitas. Dengan
menggunakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan (DJPK) tahun 2011-2015, penelitian ini menggunakan metode Poverty
Equivalent Growth Rate (PEGR) oleh Klasen (2010) dan estimasi persamaan simultan 3SLS.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa inklusivitas pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur belum
sepenuhnya terjadi. Terbukti dengan masih sedikitnya jumlah kabupaten/kota di Jawa Timur yang
berhasil mencapai pertumbuhan inklusif. Pada penelitian ini pendapatan per kapita, fiscal policy
yang dilihat melalui anggaran pendidikan dan kesehatan, serta rata-rata lama sekolah
berpengaruh positif dalam mendukung terwujudnya percepatan inklusivitas pertumbuhan ekonomi
di Jawa Timur.
Kata kunci: Pertumbuhan Inklusif, Metode Poverty Equivalent Growth Rate (PEGR)
A. PENDAHULUAN
Pandangan mengenai pembangunan ekonomi senantiasa berkembang dari waktu ke waktu.
Pada periode awal kemunculan ilmu pembangunan ekonomi, pembangunan ekonomi hanya
dipandang sebagai strategi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pada tahun
1960 sampai 1970-an, sejumlah negara berkembang telah berhasil mencapai pertumbuhan yang
tinggi, namun tingkat kemiskinan, ketimpangan, dan penganggurannya tidak kunjung menurun,
bahkan cenderung memburuk. Berdasarkan kondisi tersebut, pembangunan ekonomi lebih
diarahkan untuk memperhatikan kualitas dari pertumbuhan ekonomi. Salah satu strategi
pembangunan ekonomi yang memperhatikan kualitas adalah pertumbuhan inklusif. Pertumbuhan
inklusif adalah pertumbuhan yang menuntut partisipasi bagi semua pihak agar turut andil dalam
menciptakan pertumbuhan ekonomi. Sehingga ketika perekonomian tumbuh, maka kemiskinan,
ketimpangan, dan pengangguran akan menurun (Klasen, 2010).
Terdapat beberapa indikator dalam pertumbuhan inklusif. Indikator tersebut antara lain
pertumbuhan yang tinggi, kemiskinan, ketimpangan, serta tingkat pengangguran yang rendah.
Gambar 1 menunjukkan indikator-indikator pertumbuhan inklusif yang ada di Provinsi Jawa
Timur. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa Jawa Timur memiliki laju pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan nasional. Hal tersebut
menunjukkan jika salah satu indikator dari pertumbuhan inklusif, yaitu adanya tingkat
pertumbuhan ekonomi yang tinggi sudah terpenuhi. Tingginya laju pertumbuhan ekonomi
tersebut, ternyata mampu menyerap tenaga kerja cukup banyak di Jawa Timur. Hal tersebut dapat
di lihat dari lebih rendahnya Tingkat Pengangguran Terbuka di Jawa Timur bila dibandingkan
nasional.
Jika pertumbuhan ekonomi dan pengangguran Jawa Timur memiliki kinerja yang lebih baik
dibandingkan nasional, lain halnya dengan tingkat kemiskinan dan ketimpangan yang ada. Tingkat
kemiskinan Jawa Timur ternyata lebih tinggi daripada rata-rata nasional. Tingginya persentase
kemiskinan yang ada di Jawa Timur tersebut, ternyata disebabkan oleh masih banyaknya jumlah
penduduk miskin yang ada di pedesaan. Tentu saja kondisi tersebut sangat memprihatinkan,
karena berbanding terbalik dengan capaian Jawa Timur mengenai laju pertumbuhan ekonomi dan
penganggurannya. Hal tersebut menunjukkan jika pertumbuhan ekonomi yang ada, belum
memberikan manfaat kepada rakyat miskin. Sama halnya dengan kemiskinan, kondisi
ketimpangan pendapatan di Jawa Timur yang ditunjukkan melalui gini ratio juga belum
memberikan hasil yang memuaskan. Bahkan terjadi peningkatan yang signifikan pada tahun 2015,
peningkatan tersebut menunjukkan bahwa terdapat suatu permasalahan yang menjadikan
penelitian ini lebih menarik.
Gambar 1: Indikator Pertumbuhan Inklusif di Jawa Timur dan Nasional
Sumber: Badan Pusat Statistik, berbagai tahun (Data diolah).
Berdasarkan data-data di atas, dapat disimpulkan bahwa kondisi perekonomian di Jawa Timur
adalah laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat pengangguran yang rendah, namun tingkat
kemiskinan dan ketimpangannya masih tinggi. Sehingga dapat dikatakan jika inklusivitas
pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur belum sepenuhnya terjadi. Oleh karena itu, diperlukan suatu
strategi khusus yang dapat mempercepat pertumbuhan inklusif di Jawa Timur. Berdasarkan
penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan, terdapat beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap percepatan pencapaian pertumbuhan inklusif.
Faktor yang pertama yaitu peran pemerintah (goverment role), hal ini berkaitan erat
dengan peran pemerintah sebagai pemangku kebijakan. Pemerintah berkewajiban menyusun
strategi kebijakan yang dapat mengarahkan perekonomian menuju pertumbuhan yang inklusif.
Salah satu peranan pemerintah dalam mencapai pertumbuhan ekonomi inklusif adalah dengan
mengalokasikan anggaran secara efektif. Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan membuktikan
bahwa peran pemerintah yang dilihat melalui belanja daerah (Azwar, 2016) dan anggaran
pendidikan (Doumbia, 2014) memiliki pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi
inklusif.
Faktor kedua yaitu pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita menjadi komponen dasar
dalam melihat apakah pertumbuhan ekonomi suatu daerah tersebut sudah berkualitas atau belum.
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh Haan dan Thorat (2013), Sholihah et al (2013),
Doumbia (2014), serta Tella dan Alimi (2016) membuktikan bahwa pendapatan per kapita
memiliki pengaruh yang positif dan signifikan bagi berlangsungnya pertumbuhan inklusif. Selain
kedua faktor tersebut, terdapat faktor lain yang berpengaruh terhadap pertumbuhan inklusif yaitu
kualitas sumber daya manusia atau yang lebih dikenal sebagai modal manusia (human capital).
Dengan menciptakan human capital yang berkualitas, maka kemampuan masyarakat untuk
mengakses perkonomian menjadi lebih baik. Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan
membuktikan bahwa human capital yang dilihat melalui angka partisipasi sekolah (Sholihah et al
2013; Azwar, 2016; Cahyadi et al, 2018) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan inklusif.
Meskipun pertumbuhan inklusif bukanlah isu yang baru, namun pembahasan mengenai
pertumbuhan inklusif masih menjadi pembahasan yang menarik. Saat ini berbagai indikator yang
mencirikan pertumbuhan inklusif masih terus dikembangkan, termasuk bagaimana metode yang
digunakan untuk mengukur pertumbuhan inklusif. Beberapa penelitian terdahulu pernah dilakukan
oleh Sholihah et al (2013) di Indonesia, Lee dan Sissons (2016) di Inggris, Oluseye dan Gabriel
(2017), Singh (2017) di India. Lebih spesifik lagi yaitu Azwar (2016) yang melakukan penelitian
di Provinsi Sulawesi Selatan dan Cahyadi et al (2018) di Provinsi Bali.
Penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengukuran dan determinan pertumbuhan inklusif
masih terbatas pada lingkup nasional yang cakupanya relatif besar dan luas, sedangkan yang
membahas dalam lingkup regional masih terbatas. Padahal, saat ini banyak wilayah-wilayah baik
provinsi maupun kabupaten yang mulai mengarahkan pembangunannya menuju pembangunan
yang berbasis pada pertumbuhan inklusif. Salah satu provinsi yang mengarahkan pembangunannya
menuju pembangunan yang berbasis pada pertumbuhan ekonomi inklusif adalah Provinsi Jawa
Timur.
Oleh karena itu, penelitian ini berfokus untuk menganalisis seberapa besar tingkat
inklusivitas pertumbuhan ekonomi yang ada di Jawa Timur dan faktor-faktor apa sajakah yang
dapat memengaruhi percepatan inklusivitas. Hal ini terkait dengan kebijakan yang diterapkan oleh
Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan karena setiap
daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga membutuhkan kebijakan yang berbeda
pula.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik
Pertumbuhan ekonomi diartikan bertambahnya jumlah barang dan jasa yang diproduksi
sebagai akibat dari berkembangnya kegiatan perekonomian yang dilakukan oleh masyarakat
(Sukirno, 2006). Disebut sebagai pertumbuhan dikarenakan adanya peningkatan kemampuan
untuk menghasilkan barang dan jasa dari tahun ke tahun. Terdapat beberapa macam teori
mengenai pertumbuhan ekonomi. Salah satu teoriyang muncul pertama kali adalah teori
pertumbuhan ekonomi klasik. Teori pertumbuhan klasik dikembangkan oleh para ahli ekonomi,
yang selanjutnya disebut sebagai ekonom klasik diantaranya yaitu Adam Smith, Robert Malthus,
David Richardo, dan John Stuart Mill. Berdasarkan teori klasik, terdapat empat faktor yang
memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Keempat faktor tersebut antara lain jumlah tenaga kerja
yang dilihat melalui populasi penduduk, jumlah stok barang modal, luas tanah, dan tingkat
teknologi (Sukirno, 2006).
Konsep Pertumbuhan Inklusif
Seperti yang sudah dijelaskan di awal, bahwa teori mengenai pertumbuhan ekonomi
senantiasa berkembang. Perkembangan tersebut ditandai dengan muculnya konsep-konsep baru
mengenai pertumbuhan ekonomi. Salah satu konsep pertumbuhan ekonomi yang paling baru
adalah konsep mengenai pertumbuhan ekonomi inklusif. Konsep pertumbuhan inklusif,
merupakan pengembangan dari konsep Pro Poor Growth yang terlebih dahulu eksis sebagai salah
satu kebijakan yang diterapkan di negara berkembang (Ali, 2007). Jika konsep Pro Poor Growth
lebih menekankan pada pertumbuhan yang dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi
kelompok miskin, maka konsep pertumbuhan inklusif memiliki cakupan yang lebih kompleks.
Kajian mengenai pertumbuhan ekonomi inklusif sendiri, mulai berkembang di Asia sejak
munculnya fenomena pertumbuhan ekonomi tinggi yang diikuti dengan peningkatan ketimpangan
(Klasen, 2010). Adanya ketimpangan berdampak pada penurunan kesejahteraan masyarakat,
padahal kesejahteraan masyarakat adalah tujuan dari pembangunan ekonomi. Dengan kondisi yang
demikian, maka diperlukan adanya perubahan strategi dari Pro Poor Growth ke Inclusive Growth
(Ali, 2007).
Peran Pemerintah dalam Mewujudkan Pembangunan Ekonomi
Dalam perekonomian modern, terjadi perubahan fungsi dan peranan pemerintah. Menurut
Dumairy (1999) pemerintah memiliki tiga peran atau fungsi yaitu:
1) Fungsi alokasi, pemerintah berperan dalam mengalokasikan sumber daya ekonomi agar
pemanfaatannya bisa optimal dan efisien. Campur tangan pemerintah diperlukan dalam
menangani kasus eksternalitas dan kegagalan pasar. Hal tersebut berarti, fungsi alokatif
juga menuntut pengeluaran anggaran oleh pemerintah.
2) Fungsi distributif, pemerintah berperan dalam mendistribusikan sumber daya ekonomi
secara adil kepada seluruh masyarakat agar tidak terjadi kesenjangan. Dalam
mewujudkan hal ini, pemerintah menggunakan kebijakan fiskal dalam rangka
mendistribusikan pendapatan masyarakat agar tercipta pemerataan pendapatan.
3) Fungsi stabilitatif, pemerintah berperan dalam memelihara stabilitas perekonomian dan
memulihkannya jika berada dalam keadaaan disequlibrium.
Pengukuran Pertumbuhan Inklusif Metode PEGR
Salah satu metode dalam mengukur pertumbuhan inklusif, dikembangkan oleh Klasen (2010).
Metode tersebut diadaptasi dari metode penelitian pro-poor growth yang pernah dilakukan oleh
Kakwani dan Son (2008) yaitu konsep Poverty-Equivalent Growth Rate (PEGR). Dalam metode
PEGR, ukuran kemiskinan dimisalkan sebagai fungsi dari garis kemiskinan (z), rata-rata
pendapatan (μ), dan kurva Lorenz (L(p)), yang dirumuskan sebagai berikut:
)) (1)
sedangkan ukuran kemiskinan yang digunakan yaitu:
∑
*
+
(2)
Dimana: α = 0,1,2
yi = pendapatan penduduk ke-i
q = jumlah penduduk miskin.
Sedangkan, perubahan persentase penduduk miskin pada periode 1 dan 2 dirumuskan sebagai
berikut:
[ ))] [ ))] (3)
Berdasarkan rumus di atas, dapat diketahui bahwa nilai P1 2 masih mengandung komponen
pertumbuhan dan distribusi. Jika μ1 dan μ2 adalah rata-rata pendapatan penduduk pada periode 1
dan 2, maka pertumbuhan pendapatan penduduk (ŷ) dapat dirumuskan sebagai berikut:
) ) (4)
Total elastisitas kemiskinan (δ) dapat didekomposisikan menjadi elastisitas kemiskinan yang
berkaitan dengan pertumbuhan (η) dan elastisitas kemiskinan yang berkaitan dengan ketimpangan
(ζ). Persamaan untuk total elastisitas (δ) adalah sebagai berikut:
[ ))] * ( ))+ (5)
dan
(6)
dimana elastisitas kemiskinan terhadap pertumbuhan dirumuskan sebagai berikut:
[ ))] * ( ))+ * ( ))+ * ( ))+
(7)
sedangkan elastisitas kemiskinan terhadap ketimpangan dirumuskan sebagai berikut:
[ ))] * ( ))+ [ ))] * ( ))+
(8)
Berdasarkan rumusan di atas, maka indeks PEGR yaitu:
) (9)
Dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Jika artinya, pertumbuhan bersifat netral, setiap orang menerima manfaat yang
sama dari pertumbuhan;
2) Jika artinya, pertumbuhan bersifat pro poor growth atau dengan kata lain
penduduk miskin menerima manfaat lebih banyak dari pertumbuhan;
3) Jika artinya, pertumbuhan belum bersifat pro poor growth, manfaat
pertumbuhan lebih banyak diterima penduduk yang tidak miskin, terjadi peningkatan
ketimpangan namun kemiskinan masih menurun;
4) Jika artinya, pertumbuhan bersifat tidak pro poor growth, manfaat
pertumbuhan hanya dinikmati oleh penduduk yang tidak miskin, sehingga angka
kemiskinan meningkat.
Dengan mengadopsi konsep perhitungan dalam PEGR, pertumbuhan inklusif dapat
dirumuskan sebagai berikut:
IGij = (Eij/ Ei) Ej (10)
Dimana: IGij = Koefisien pertumbuhan inklusif
Eij = Pertumbuhan kelompok i dan kaitannya dengan indikator j
Ej = Pertumbuhan indikator j
Dalam hal ini i mengacu pada kelompok yang kurang beruntung tertentu dan j
mengacu pada indikator yang bersangkutan. Mengacu pada konsep pertumbuhan inklusif yang
terdiri dari 3 indikator yaitu kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran, maka ketiga indikator
tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
1) Indeks Inklusif dalam menurunkan kemiskinan
IGp = (Epg / Ep) g (11)
2) Indeks Inklusif dalam menurunkan ketimpangan
IGin = (Ein.g / Ein) g (12)
3) Indeks Inklusif dalam menurunkan Pengangguran
IGem = (Eem.g / Eem) g (13)
Dimana: IGp = Koefisien pertumbuhan inklusif dalam menurunkan kemiskinan
Epg = Elastisitas kemiskinan terhadap pertumbuhan ekonomi
Ep = Elastisitas kemiskinan terhadap pendapatan rata-rata
g = Pertumbuhan ekonomi
IGin = Koefisien pertumbuhan inklusif dalam menurunkan ketimpangan
Eipg = Elastisitas ketimpangan terhadap pertumbuhan ekonomi
Ein = Elastisitas ketimpangan terhadap pendapatan rata-rata
IGem = Koefisien pertumbuhan inklusif dalam menurunkan pengangguran
Eemg = Elastisitas penyerapan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi
Eem = Elastisitas penyerapan tenaga kerja
C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan lokasi penelitian Provinsi Jawa
Timur tahun 2011-2015. Populasi meliputi 38 kabupaten/kota yang ada di Jawa Timur.
Perhitungan indeks pertumbuhan inklusif dilakukan dengan menggunakan metode PEGR seperti
yang dilakukan oleh (Klasen, 2010; Sholihah et al, 2013; Azwar, 2016; Cahyadi et al, 2018).
Adapun untuk menghitung indeks inklusif adalah sebagai berikut :
(14)
Dimana: IG = Indeks Pertumbuhan Inklusif
IGp = Indeks pertumbuhan inklusif dalam menurunkan kemiskinan
IGp = Indeks pertumbuhan inklusif dalam menurunkan ketimpangan
IGp = Indeks pertumbuhan inklusif dalam menurunkan pengangguran
Pertumbuhan dapat dikatakan inklusif, apabila nilai dari IG ≥ g.
Untuk melihat faktor-faktor apa saja yang dapat mempercepat terwujudnya pertumbuhan
inklusif di Jawa Timur digunakan analisis persamaan simultan 3SLS yang menggunakan alat bantu
perangkat lunak statistik yaitu Stata14. Model persamaan simultan dalam penelitian ini dibagi
menjadi 2 persamaan yaitu persamaan pendapatan per kapita dan persamaan pertumbuhan inklusif.
Berikut adalah model persamaan simultan yang digunakan dalam penelitian ini:
1) Persamaan Pendapatan per Kapita
GDP_KAPit = α0 it + α1 LPit + α2 TK it + α3 INVESTit + e1 it (15)
2) Persamaan Pertumbuhan Inklusif
IGit = β0 it + β1 GDP_KAPit + β 2 SPE_EDUit + β3 SPE_HLT it + β4 RLS it + β5 + e2 it (16)
Keterangan: GDP_KAP = Pendapatan per kapita (dalam LN)
IG = Indeks pertumbuhan inklusif
LP = Lahan produktif (dalam LN)
TK = Tenaga Kerja (dalam LN)
INVEST = Investasi (dalam LN)
SPE_EDU = Anggaran pendidikan per kapita
SPE_HLT = Anggaran kesehatan per kapita
RLS = Rata-rata lama sekolah
α0,….α3 = Koefisien persamaan pendapatan per kapita
β0,….β5 = Koefisien persamaan pertumbuhan inklusif
i = Cross section (kabupaten/kota ke-i)
t = Time series (tahun ke-t)
e = eror
D. PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Hasil Perhitungan Inklusivitas Pertumbuhan Ekonomi
Hasil penelitian yang pertama yaitu mengenai inklusivitas pertumbuhan ekonomi di Jawa
Timur. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa pada tahun 2011 hingga 2015, inklusivitas
pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur belum sepenuhnya terjadi. Terbukti dengan masih
sedikitnya jumlah kabupaten/kota di Jawa Timur yang berhasil mencapai pertumbuhan inklusif.
Gambar 2 menunjukkan jumlah kabupaten/kota di Jawa Timur yang telah berhasil mencapai
pertumbuhan inklusif. Selama tahun 2011 hingga 2014, terjadi penurunan jumlah kabupaten/kota
yang berhasil mencapai pertumbuhan inklusif. Akan tetapi, di tahun 2015 terjadi perbaikan berupa
peningkatan jumlah kabupaten/kotayang berhasil mencapai pertumbuhan inklusif.
Gambar 2: Jumlah Kabupaten/Kota di Jawa Timur yang Mencapai Pertumbuhan Inklusif
Sumber: Data diolah oleh Penulis, 2018.
Hasil Estimasi Persamaan Simultan
Hasil penelitian selanjutnya adalah mengenai faktor-faktor apa saja yang memengaruhi
percepatan inklusivitas pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Pada persamaan pendapatan per
kapita dan persamaan pertumbuhan inklusif seluruh variabel berpengaruh positif dan signifikan.
Mengenai hasil ringkasan persamaan simultan, dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1: Ringkasan Hasil Estimasi Persamaan Simultan 3SLS
Variabel Koefisien Standard Error Z Prob > |Z|
Persamaan Pendapatan Per Kapita (Variabel Dependen: GDP_KAP)
Constanta -7,661 0,126 -60,63 0.000*
LP 0,031 0,015 2,00 0.045**
TK 1,103 0,191 5,76 0.000*
INVEST 0,844 0,025 33,31 0.000*
Persamaan Pertumbuhan Inklusif (Variabel Dependen: IG)
Constanta 0,087 0,027 3,22 0,001*
GDP_KAP 0,008 0,003 2,77 0,006*
SPE_EDU 0,005 0,001 3,91 0,000*
SPE_HLT 0,022 0,009 2,33 0,020*
RLS 0,005 0,001 4,36 0,000*
Keterangan: *) Sign. 5%.
Sumber: Data diolah oleh Penulis menggunakan STATA14, 2018.
Pembahasan
Inklusivitas Pertumbuhan Ekonomi pada 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur
Pembahasan mengenai inklusivitas pertumbuhan ekonomi pada 38 kabupaten/kota di Jawa
Timur, dapat dijelaskan melalui diagram perbandingan antara pertumbuhan ekonomi dengan
indeks pertumbuhan inklusif yang dapat dilihat pada gambar 3. Sesuai dengan metode PEGR,
diasumsikan diagram tersebut terbagi menjadi 4 kuadran. Dimana sisi kanan atas merupakan
kuadran I, sisi kiri atas merupakan kuadran II. Selanjutnya, sisi kiri bawah merupakan kuadran III
dan sisi kanan bawah merupakan kuadran IV. Dalam gambar tersebut, daerah yang inklusif diberi
warna merah, sedangkan daerah yang belum inklusif diberi warna biru.
Kuadran I menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi dan indeks inklusivitas yang
positif. Indeks inklusivitas yang positif menggambarkan adanya penurunan kemiskinan,
ketimpangan, dan pengangguran seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Jika nilai
indeksnya lebih besar dari pertumbuhan ekonomi (IG>Gg), maka terjadi pertumbuhan yang
inklusif. Manfaat dari pertumbuhan ekonomi lebih banyak diterima oleh masyarakat yang miskin
(pro poor), sehingga pertumbuhan ekonomi akan menghasilkan penurunan dalam hal kemiskinan,
ketimpangan, dan pengangguran. Selanjutnya, jika nilai indeks sama dengan pertumbuhan
ekonomi (IG=Gg), pertumbuhan inklusif masih terjadi. Manfaat dari pertumbuhan ekonomi
diterima secara merata oleh semua kalangan masyarakat (pertumbuhan bersifat netral). Karena
masih memberikan manfaat yang sama, pertumbuhan ekonomi yang terjadi masih dapat
menurunkan tingkat kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran. Selanjutnya, jika nilai indeks
lebih kecil dari pertumbuhan ekonominya (IG<Gg), maka pertumbuhan inklusif tidak terjadi.
Manfaat dari pertumbuhan ekonomi lebih banyak diterima masyarakat yang tidak miskin (not pro
poor yet). Ketika pertumbuhan ekonomi meningkat, tingkat ketimpangan juga akan mengalami
peningkatan, namun kemiskinan dan pengangguran masih menurun.
Pada gambar 3 dapat dilihat bahwa, secara umum inklusivitas pertumbuhan ekonomi pada 38
kabupaten/kota di Jawa Timur berada pada kuadran I. Kabupaten/kota yang berhasil mencapai
pertumbuhan inklusif, paling banyak berasal dari kuadran ini. Meskipun kabupaten/kota yang
berhasil mencapai pertumbuhan inklusif lebih sedikit dibandingkan dengan kabupaten/kota yang
belum berhasil mencapai pertumbuhan inklusif, namun peningkatan pertumbuhan ekonomi di
Jawa Timur masih dapat menurunkan kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran. Namun,
pengurangan tersebut tidak terjadi pada ketiga indikator pertumbuhan inklusif tersebut sekaligus.
Sehingga, ketika dilihat secara total pertumbuhan inklusif belum terjadi.
Gambar 3: Inklusivitas Pertumbuhan di Jawa Timur Tahun 2011-2015
Sumber: Data diolah oleh Penulis, 2018.
Kuadran II menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang negatif, namun indeks
inklusivitasnya bernilai positif. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang negatif merefleksikan
terjadinya resesi. Pada kuadran II, jika nilai indeks lebih besar daripada pertumbuhan ekonominya
(IG>Gg), maka dampak dari resesi lebih banyak dirasakan oleh masyarakat non miskin. Sehingga
ketika terjadi resesi, tingkat ketimpangan, kemiskinan, dan pengangguran malah menurun. Pada
kondisi tersebut, pertumbuhan inklusif masih terjadi. Kondisi seperti ini terjadi pada Kabupaten
Bangkalan pada tahun 2012. Jika nilai indeksnya lebih kecil dari pertumbuhan ekonomi (IG<Gg),
dampak resesi lebih banyak diterima oleh masyarakat miskin. Hal tersebut menyebabkan
kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran semakin meningkat seiring terjadinya resesi.
Kuadran III masih menggambarkan adanya resesi dalam perekonomian, namun indeks
inklusivitasnya juga negatif. Pada kondisi ini, dampak resesi lebih banyak dirasakan oleh
masyarakat miskin daripada masyarakat non miskin. Jika nilai indeks lebih besar daripada
pertumbuhan ekonominya (IG>Gg), maka dampak dari resesi lebih banyak dirasakan oleh
masyarakat non miskin. Resesi menyebabkan masyarakat yang semula tidak miskin menjadi
miskin. Hal ni dibuktikan dengan meningkatnya jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bangkalan
pada tahun 2015. Ketika masyarakat yang semula tidak miskin menjadi miskin, hal tersebut
tentunya akan menurunkan ketimpangan yang ada. Sementara itu, tingkat pengangguran di
Bangkalan mengalami penurunan. Inklusivitas pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bangkalan
pada tahun 2015 masih terjadi meskipun kemiskinannya meningkat. Hal tersebut dapat terjadi
karena penurunan ketimpangan dan kemiskinan lebih besar daripada peningkatan kemiskinan yang
ada. Sehingga secara keseluruhan, inklusvitas masih terjadi.
Kuadran IV menggambarkan kondisi pertumbuhan ekonomi yang positif, namun nilai indeks
inklusifnya negatif (IG<0<Gg). Pada kuadran ini, terjadi pertumbuhan yang anti poor , artinya
manfaat dari pertumbuhan ekonomi lebih banyak diterima oleh masyarakat yang tidak miskin.
Pertumbuhan yang ada, justru malah memperparah kondisi ketimpangan, kemiskinan, dan
pengangguran. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa terdapat dua kabupaten yang
mengalami kondisi tersebut. Dua kabupaten tersebut adalah Kabupaten Sampang dan Sumenep,
masing-masing pada tahun 2015. Pada tahun 2015, pertumbuhan ekonomi di kedua kabupaten
tersebut sama-sama mengalami peningkatan. Namun, peningkatan pertumbuhan ekonomi di kedua
daerah tersebut tidak direspon oleh penurunan ketimpangan maupun pengangguran. Ketimpangan
dan pengangguran yang ada di kedua daerah tersebut malah mengalami peningkatan. Sedangkan
untuk kemiskinan, jumlah penduduk miskin di Sampang juga mengalami peningkatan. Namun,
jumlah penduduk miskin di Sumenep masih mengalami penurunan. Kondisi ini jelas
menggambarkan adanya pertumbuhan yang bersifat anti poor, manfaat dari pertumbuhan yang ada
lebih banyak dinikmati oleh masyarakat yang tidak miskin. Sehingga, ketika terjadi pertumbuhan
ekonomi, ketimpangan malah meningkat.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Inklusivitas Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Timur
Berdasarkan hasil estimasi persamaan simultan, diketahui jika seluruh variabel baik pada
persamaan pendapatan per kapita maupun pertumbuhan inklusif memiliki pengaruh yang positif
dan signifikan terhadap percepatan inklusivitas pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Lahan
produktif, tenaga kerja, dan investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan per
kapita.Hal tersebut sesuai dengan teori pertumbuhan klasik dan fungsi faktor produksi. Ketika
jumlah input meningkat, maka jumlah output atau pertumbuhan ekonomi akan meningkat. Dengan
menggunakan logika sederhana, ketika jumlah PDRB meningkat, maka penghasilan yang diterima
masyarakat yang selanjutnya dapat disebut sebagai pendapatan per kapita meningkat masyarakat
juga akan meningkat.
Dari persamaan satu, beralih pada persamaan kedua yaitu persamaan pertumbuhan inklusif.
Berdasarkan hasil estimasi, dapat diketahui bahwa pendapatan per kapita, kebijakan fiskal
pemerintah melalui anggaran pendidikan dan kesehatan, serta rata-rata lama sekolah memiliki
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap percepatan pertumbuhan inklusif.
Hubungan positif antara pendapatan per kapita dan pertumbuhan inklusif, diperkuat oleh
Hipotesis Kuznets. Menurut hipotesis Kuznets, ketimpangan distribusi pendapatan akan menurun
seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat. Namun, hal tersebut hanya akan
terjadi apabila telah terjadi perubahan struktural dalam perekonomian suatu negara, dari
perekonomian tradisonal menuju ke perekonomian modern. Dengan kata lain telah terjadi
pergeseran sektor dari pertanian ke industri/jasa. Hal tersebut juga terjadi di Jawa Timur, dimana
peranan dari sektor pertanian saat ini telah digeser oleh sektor industri, perdagangan, dan jasa.
Pengaruh positif dari pendapatan per kapita terhadap pertumbuhan inklusif, mengindikasikan
adanya pengaruh tidak langsung dari lahan produktif, tenaga kerja, dan investasi terhadap
percepatan pertumbuhan inklusif.
Faktor selanjutnya yang berpengaruh terhadap percepatan pertumbuhan inklusif adalah fiscal
policy yang dilihat melalui anggaraan pendidikan dan kesehatan. Semakin besar anggaran
pendidikan dan kesehatan, maka akses pendidikan dan kesehatan masyarakat terutama masyarakat
miskin akan semakin meningkat. Meningkatnya akses pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat
miskin dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya. Sehingga produktivitas tenaga
kerja masyarakat miskin akan meningkat. Meningkatnya produktivitas tenaga kerja selanjutnya
dapat meningkatkan penghasilan. Ketika penghasilan masyarakat miskin meningkat, maka dapat
membantu masyarakat tersebut untuk keluar dari perangkap kemiskinan. Ketika kemiskinan
berkurang maka ketimpangan juga akan berkurang. Hasil penelitian ini sejalan dengan fungsi
pemerintah dalam perekonomian modern, yaitu fungsi distribusi. Ketika peran pemerintah terbukti
dapat mengurangi ketimpangan, kemiskinan, dan juga pengangguran. Maka, Pemerintah Provinsi
Jawa Timur telah menjalankan perannya sesuai dengan fungsi distribusi, yang menyatakan bahwa
pemerintah berperan dalam mendistribusikan sumber daya ekonomi secara adil kepada seluruh
masyarakat agar tidak terjadi kesenjangan.
Selain kedua faktor tersebut terdapat faktor lain yang tak kalah pentingnya, yaitu rata-rata
lama sekolah. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, yang ditunjukkan dengan semakin
banyaknya waktu yang mereka gunakan untuk mengakses pendidikan maka, semakin meningkat
pula kualitas human capitalnya. Hasil dari penelitian ini sesuai dengan teori human capital yang
menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin tinggi kualitas sumber daya
manusianya. Semakin tinggi kualitas sumber daya manusia, maka akan semakin besar
kesempatannya untuk memperoleh akses terhadap ekonomi. Besarnya kesempatan untuk
memperoleh akses terhadap ekonomi dikarenakan tingginya produktivitas tenaga kerja yang
dimiliki, sebagai cerminan dari tingginya pendidikan dan keterampilan yang dimiliki.
E. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya mengenai pertumbuhan
inklusif di Jawa Timur tahun 2011-2015 dan faktor-faktor yang memengaruhinya, maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Selama periode 2011-2015 indeks pertumbuhan inklusif di Jawa Timur memiliki tren yg
menurun. Aspek Pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur lebih dominan, dibandingkan
dengan aspek lainnya yaitu ketimpangan, kemiskinan, dan pengangguran;
2. Pengelolaan sumber daya yg dapat meningkatkan pendapatan per kapita, berpengaruh
dalam mempercepat terwujudnya pertumbuhan inklusif di Jawa Timur;dan,
3. Peran Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui fiscal policy sudah efektif dalam usaha
mempercepat terwujudnya pertumbuhan inklusif.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dalam bab sebelumnya,
maka saran yang tepat untuk direkomendasikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah kabupaten/kota diharapkan mampu mendorong penggunaan sumber daya yg
efektif dan efisien khususnya di daerah dengan pertumbuhan pendapatan per kapita yang
rendah;
2. Kebijakan pemerintah sebaiknya lebih diarahkan untuk melaksanakan fungsi distrbusi,
mengingat peran pemerintah dalam hal ini masih belum berjalan dengan efektif;dan,
3. Bagi peneliti selanjutnya yang akan mengambil penelitian mengenai bidang yang sama,
diharapkan mampu mengembangkan populasi yang lebih luas yaitu seluruh Indonesia
yang meliputi pemerintahan provinsi, kabupaten, dan kota.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada Allah SWT serta semua pihak
yang telah membantu baik orang tua, saudara, dan teman-teman sehingga pembuatan jurnal ini
dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih secara khusus kami sampaikan kepada Asosiasi Dosen
Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya dan Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Universitas Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini bisa diterbitkan.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Iskandar. 2016. Pertumbuhan inklusif di Provinsi Sulawesi Selatan dan Faktor-Faktor yang
Memengaruhinya. Jurnal Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementerian
Keuangan Republik Indonesia Vol. 09 (No.02).
http://jurnal.bpk.go.id/index.php/TAKEN/article/download/118/51, diakses pada 20 Oktober
2017.
Badan Pusat Statistik Jawa Timur. 2016a. Gini Ratio Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur
tahun 2008-2015. https://jatim.bps.go.id/linkTable Dinamis/view/id/10, diakses pada 20
Oktober 2017.
Badan Pusat Statistik Jawa Timur. 2016b. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto
atas Dasar Harga Konstan 2010 Tahun 2011-2015.
https://jatim.bps.go.id/4dm!n/pdf_publikasi/Produk-Domestik-Regional-Bruto-Kabupaten-
Kota-Menurut-Lapangan-Usaha-2011---2015--.pdf, diakses pada 20 Oktober 2017.
Badan Pusat Statistik Jawa Timur. 2017e. Persentase Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur tahun
2007-2017. https://jatim.bps.go.id/linkTabelStatis/ view/id/181, diakses pada 20 Oktober
2017.
Badan Pusat Statistik Jawa Timur. 2017f. Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Jawa Timur
tahun 2001-2017. https://jatim.bps.go.id/dynamictable/ 2017/11/16/144/tingkat-
pengangguran-terbuka-tpt-menurut-kabupaten-kota-2001---2017.html, diakses pada 20
Oktober 2017.
Cahyadi, Ni Made Ayu Krisna et al. 2018. Inclusive Growth and Leading Sector in Bali Province.
Economic Journal of Emerging Markets Vol. 10.
http://journal.uii.ac.id/JEP/article/view/8220/8137, diakses pada 5 Juni 2018.
Doumbia, Djeneba. 2014. The Quest for Pro-poor and Inclusive Growth: The Role of Governance.
Journal of Paris School of Economics. http://remi.bazillier.free.fr/doumbia.pdf, diakses pada
18 Mei 2018.
Dumairy. 1999. Perekonomian Indonesia. Jakarta : Erlangga.
Kakwani, Nanak dan Hyun H. Son. 2008. Pro-poor Growth : Concepts and Measurement with
Country Case Studies. The Pakistan Development Review Vol. 42 No. 4.
http://www.pide.org.pk/pdf/PDR/203/Volume4/417-444.pdf, diakses pada 18 Mei 2018.
Klasen, Stephan. 2010. Measuring and Monitoring Inclusive Growth : Multiple Definitions, Open
Questions, and Some Constructive Proposals. Asian Development Bank Sustainable
Development Working Paper Series No.12.
https://www.adb.org/sites/default/files/publication/28492/adb-wp12-measu ring-inclusive-
growth.pdf, diakses pada 20 Oktober 2017.
Lee, Neil dan Paul Sissons. 2016. Inclusive growth? The Relationship Between Ecomomic Growth
and Poverty in British City. Journal of Environment and Planning A Vol. 48 (No11).
http://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/ 0308518X16656000, diakses pada 26 Januari
2018.
Oluseye, Ibukun Cleopatra dan Aremo Adeleke Gabriel. 2017. Determinants of Inclusive Growth
in Nigeria : an ARDL Approach. American Journal of Economics.
http://article.sapub.org/10.5923.j.economics.20170703.01.html, diakses pada 20 Oktober
2017.
Singh, Kanwal D.P. 2017. Inclusive growth and poverty reduction : a Case Study of India. Indian
Journal of Public Administration Vol. 63 (No. 4).
http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0019556117726822, diakses pada 26 Januari
2018.
Sholihah, et al 2013. Pertumbuhan Inklusif : Faktor-Faktor yang Memengaruhi dan Dampaknya
terhadap Pertumbuhan Kelas Menengah di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan
Pembangunan Vol. 02 No. 02.
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jekp/article/viewFile/19947/13739, diakses pada 27 Juni
2018.
Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan (Edisi
Kedua). Jakarta : Kencana.
Tella, Sheriffdeen A dan Olorunfemi Yasiru Alimi. 2016. Detreminants of Inclusive Growth in
Africa : Role of Health and Demographic Changes. African Journal of Economic Review,
Vol.04. https://www.ajol.info/index.php/ajer/article/ view/136050, diakses pada 28 Mei 2018.
Todaro, Michael .P. dan Stephen C. Smith. 2009. Pembangunan Ekonomi Jilid 1 (Edisi
Kesebelas). Terjemahan oleh Agus Dharma. 2011. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Recommended