View
2
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
ANALISIS INTEGRASI BURSA SAHAM DI ASIA, EROPA,
DAN AMERIKA DENGAN BURSA SAHAM DI INDONESIA
(Studi Kasus: Syariah dan Konvensional)
Oleh :
Anjar Ningtias
(1110081000045)
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H / 2014 M
ii
iii
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI
Nama : Anjar Ningtias
Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta / 4 Februari 1993
Agama : Islam
Alamat : Jl. Durian 2 Blok A No. 3 RT 005 RW 010,
Kebantenan, Jatiasih, Bekasi, 17423
Telp / HP : 021-82428943 / 082298425242
Email : anjar.ningtias@gmail.com
PENDIDIKAN FORMAL
2010 – 2014 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2007 – 2010 : SMA Negeri 48 Pinang Ranti, Jakarta
2004 – 2007 : SMP Negeri 230 Pondok Rangon, Jakarta
1998 – 2004 : SD Negeri Jatisampurna 06, Bekasi
PENDIDIKAN NON FORMAL
2013 : Peserta Grand Talkshow ”Banking Liberalization in
The Era of ASEAN Free Trade Area 2015”, Universitas
Indonesia
2013 : Panitia Simulasi Pasar Modal ”Knowing More Doing
More To Be Smart Investor”, Lab Pasar Modal FEB,
UIN Syarif Hidayatullah
2011 : Panitia Seminar Series ”Invest Now Retire Rich
(Wealth Planner)”, Lab Pasar Modal FEB, UIN Syarif
Hidayatullah
2010 : Panitia Manajemen Cup 2010 ”Fair Play For The
Future”, BEMJ Manajemen UIN Syarif Hidayatullah
vii
2010 : Peserta Seminar Nasional Kewirausahaan Golden
Generation Expo & Forum 2010, 24 – 27 Desember
2010
2010 : Kursus Komputer di LPIA
2008 : ESQ Leadership Training
2003 – 2009 : Kursus Bahasa Inggris di LPK Generasi Mandiri
PENGALAMAN ORGANISASI
2012 – 2013 : Bendahara Lab Pasar Modal Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah
2011 – 2012 : Divisi Desain dan Kreatifitas Lab Pasar Modal Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah
2005 – 2006 : Divisi Olahraga OSIS SMPN 230 Pondok Rangon,
Jakarta
PENGALAMAN BEKERJA
2013 – sekarang : Accounting di PT Rayyan Global Investama
2012 – 2013 : Guru Kursus Bahasa Inggris di LPK Generasi Mandiri
viii
ABSTRACT
This study examines the integration of Islamic and conventional stock
market of Indonesia with Islamic and conventional stock market of its trading
partners in three regions, namely Asian, Europe, and America. This
categorization is also based on the level of development and geographical factors
which may have a significant influence on the Indonesian stock market. Countries
of which being sampled in this study is Malaysia, Japan, United Kingdom (UK),
Canada, and United States of America (USA). This study applies the method of
Vector Autoregressive (VAR) / Vector Error Correction Model (VECM) and daily
closing indices data spanning from 2008 to 2013.
The results indicate there are causality relationships among all Islamic
and conventional stock markets in Malaysia, Japan, United Kingdom (UK),
Canada, and United States of America (USA) with Islamic and conventional stock
market of Indonesia. Then, based on cointegration analysis, only Islamic and
conventional stock markets of Malaysia have a long-term relationship with
Islamic and conventional stock markets of Indonesia. Furthermore, based on
Variance Decomposition (VD) analysis is looked that Islamic and conventional
stock market of Indonesia provide the greatest contribution to Islamic and
conventional stock market of Malaysia’s movement. Meanwhile, the greatest
contributor to Islamic and conventional stock markets of Indonesia’s movement
itself that is derived from Islamic and conventional stock market of USA.
Keywords: integration, stock market, islamic, conventional, VAR, VECM,
causality, co-integration, variance decomposition
ix
ABSTRAK
Penelitian ini menguji integrasi bursa saham syariah dan konvensional
Indonesia dengan bursa saham syariah dan konvensional mitra dagangnya di tiga
kawasan, yaitu Asia, Eropa, dan Amerika. Kategorisasi ini juga berdasarkan
tingkat perkembangan dan faktor geografis yang mungkin memiliki pengaruh
signifikan terhadap bursa saham Indonesia. Negara-negara yang menjadi sampel
dalam penelitian ini adalah Malaysia, Jepang, Inggris, Kanada, dan Amerika
Serikat. Penelitian ini menerapkan metode Vector Autoregressive (VAR) / Vector
Error Correction Model (VECM) dan data indeks penutupan harian mulai dari
2008 sampai 2013.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan kausalitas antara semua
bursa saham syariah dan konvensional di Malaysia, Jepang, Inggris, Kanada, dan
Amerika Serikat dengan bursa saham syariah dan konvensional Indonesia.
Kemudian berdasarkan analisis kointegrasi, hanya bursa saham syariah dan
konvensional Malaysia yang memiliki hubungan jangka panjang dengan bursa
saham syariah dan konvensional Indonesia. Selanjutnya, berdasarkan analisis
Variance Decomposition (VD) terlihat bursa saham syariah dan konvensional
Indonesia memberikan kontribusi terbesar terhadap pergerakan bursa saham
syariah dan konvensional Malaysia. Sementara itu, penyumbang kontribusi
terbesar terhadap pergerakan bursa saham syariah dan konvensional Indonesia
sendiri berasal dari bursa saham syariah dan konvensional Amerika Serikat.
Kata kunci: integrasi, bursa saham, syariah, konvensional, VAR, VECM,
kausalitas, kointegrasi, variance decomposition
x
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas limpahan dan kasih sayang
dan rahmat-Nya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam untuk manusia paling mulia di muka bumi ini, Nabi
Muhammad SAW, juga keluarga dan para sahabat beliau yang telah membawa
banyak umat Islam menuju cahaya kemenangan.
Dalam penyusunan skripsi ini sebagai prasyarat memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi, pastinya tidak akan terlepas dari hambatan ataupun kesulitan yang
dihadapi oleh penulis. Akan tetapi, banyaknya bantuan, dukungan, dan do’a dari
berbagai pihak serta atas seijin Allah SWT, akhirnya skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua saya, Mama dan Papa tercinta yang senantiasa selalu berdo’a
dan memberikan semangat dalam penyusunan skripsi ini, terlebih ketika saya
sedang sakit, Mama dan Papa melakukan apapun untuk kesembuhan saya.
Semoga kelak saya bisa menjadi kebanggaan Mama dan Papa, baik di dunia
maupun di akhirat nanti.
2. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku dosen pembimbing I dan Bapak Taridi
Kasbi Ridho, SE, MBA selaku dosen pembimbing II, yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk membagi ilmunya kepada saya dalam setiap
bimbingan skripsi hingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.
3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dr. Muniaty Aisyah, Ir, MM selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Titi Dewi Warninda, M.Si selaku seketaris Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Ibu Leis Suzanawaty, SE, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik saya
selama menjadi mahasiswa.
xi
7. Bapak Hepi Prayudiawan, SE, MM, Ak. selaku sekretaris Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
pembimbing untuk kepengurusan Lab Pasar Modal Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selama masa kepengurusan saya.
8. Seluruh civitas Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
atas segalanya, baik itu ilmu dari para dosen maupun bantuan pelayanan dari
para staf dan karyawan.
9. Kakak saya tercinta sekaligus the best partner sepanjang hidup saya, Bernes
Lase, ”As sisters and friends, we're quite a pair. One soul, one mind is what
we share - Debbie A. Burrous.”
10. My lovely twin, Shelly Novianita, yang tiada hentinya memberikan dukungan
dan semangat saat suka maupun duka mulai dari awal menjadi mahasiswa
hingga saat ini dan selamanya our story will continue to grow with each
passing day. I will make sure I never lose you.
11. Mr. Rain, Reza Eka Nugraha, semoga selalu berada di dalam lindungan Allah
SWT. Allah knows what is the best for us.
12. Gadis-gadis yang kelak akan menjadi wanita-wanita hebat di Women
Generation, yaitu Shelly, Dini, Ida, Tiwi, Babay, Nisa, dan Ita. ”Friendship
consists in forgetting what one gives and remembering what one receives -
Alexander Dumas.”
13. Seluruh anak Manajemen Keuangan 2010, khususnya Aris (banyak bantuan
yang diberikan untuk satu angkatan 2010 bahkan mungkin satu Fakultas
Ekonomi dan Bisnis), Umi & Vae (asisten-asisten dospem I untuk
membimbing saya), Arifuddin (teman seperjuangan komprehensif dan sidang
skripsi), Deva, Nova, Ayu, Mar’atun, dll. Tidak lupa Rizma Yanika Chusna,
teman semasa bimbingan skripsi sekaligus temen masa SMA.
14. Seluruh anak Manajemen A 2010, khususnya Hafiz, Adit, Puput (Putera),
Malo, Indah, Fitri, Mia, Rachmad, Abi, Indra, Danial, Fajar, Derian, Fitra, dll.
Keep in touch wherever we are guys.
xii
15. Seluruh anak Manajemen 2010, Akuntansi 2010 (khususnya Ikhsan), dan
IESP 2010 (khususnya Agus) yang secara random memberikan dukungan
kepada saya.
16. Seluruh anggota Lab Pasar Modal dari awal periode kepengurusan saya
hingga saat ini. Semoga Lab Pasar Modal terus melangkah maju dan sukses ke
depannya.
17. Seluruh anak KKN AKSI 2010 (Icha, Mayda, Uki, Aulia, Bulan, Erna, Ebi,
Mulki, Angga, dll) serta partner KKN AKSI 2010, yaitu duo mahasiswa
Binus (Ryan dan Faris) dan mahasiswa-mahasiswa dari BSI yang telah
membantu dalam program-program KKN AKSI 2010 dengan lancar.
18. Mrs. Mathilda Sari Dewi, SE, MM selaku pendiri kursus Bahasa Inggris dan
Kindergarten Generasi Mandiri, yang menjadi guru saya dari kecil hingga saat
ini sekaligus teman sharing. Sukses untuk debut novelnya, ma’am. Guru-guru
lainnya di sana, yaitu Ms. Fida, Ms. Yuni, Ms. Ani, dll dan seluruh anak-anak
di LPK Generasi Mandiri. Tidak lupa Mba Shasha yang juga selalu menjadi
pelipur lara semasa di sana.
19. Seluruh crew dan staff di Siganture Coffee Slipi (Hilmi, Romi, Kak Ganesh)
dan Signature Coffee & Grill Kemang (Pak Gunawan, Kak Ikhsan, Mba
Shasha, Mba Rosita, Mba Wiwik, Mba Dewi, Mas Joe (terima kasih atas
design happy graduation untuk Women Generation)), dll. Keep in touch dan
semoga kita bisa mendapatkan yang lebih baik.
Akhir kata, sekali lagi saya mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak di atas dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga segala
bentuk bantuan yang telah kalian berikan mendapatkan pahala yang berlipat dari
Allah SWT, aamiin.
Jakarta, 14 November 2014
Anjar Ningtias
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF .............................. iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI .............................................. iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ...................... v
DAFTAR WIRAYAT HIDUP ...................................................................... vi
ABSTRACT .................................................................................................. viii
ABSTRAK .................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR .................................................................................. x
DAFTAR ISI ................................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xxi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Penelitian ................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ........................................................................... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 13
A. Landasan Teori .................................................................................. 13
1. Pasar Modal dan Pasar Modal Syariah ......................................... 13
2. Diversifikasi Internasional ............................................................ 18
3. Tingkat Pengembalian ................................................................... 21
xiv
4. Indeks Harga Saham ..................................................................... 22
5. Indeks Saham Syariah ................................................................... 27
6. Contagion Effect Theory ............................................................... 33
7. Integrasi Pasar Modal .................................................................... 35
B. Penelitian Terdahulu ......................................................................... 36
C. Kerangka Berpikir ............................................................................. 48
D. Hipotesis ............................................................................................ 51
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 54
A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 54
B. Teknik Penentuan Sampel ................................................................. 54
C. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 56
D. Teknik Analisis ................................................................................. 57
E. Operasional Variabel Penelitian ........................................................ 71
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN .............................................. 76
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ...................................... 76
B. Penemuan dan Pembahasan .............................................................. 77
1. Deskripsi Data ............................................................................. 77
2. Pembahsan .................................................................................. 86
3. Interpretasi................................................................................... 185
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 195
A. Kesimpulan ....................................................................................... 195
B. Saran .................................................................................................. 196
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 198
LAMPIRAN ................................................................................................. 205
xv
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Daftar Saham JII Periode Desember 2013 s.d. Mei 2014 32
2.2 Perbandingan Penelitian Terdahulu 42
4.1 Statistika Deskriptif atas Nilai Penutupan Harian Indeks 87
Bursa Saham Syariah
4.2 Statistika Deskriptif atas Nilai Penutupan Harian Indeks 88
Bursa Saham Konvensional
4.3 Uji Stasioneritas atas Nilai Penutupan Harian Indeks Bursa 89
Saham Syariah
4.4 Uji Stasioneritas atas Nilai Penutupan Harian Indeks Bursa 90
Saham Konvensional
4.5 Penentuan Lag Optimal atas FBMS dengan JII 92
4.6 Perbandingan Indikator Adjusted R2
untuk Pemilihan Lag 92
atas FBMS dengan JII
4.7 Penentuan Lag Optimal atas DJIJP dengan JII 93
4.8 Perbandingan Indikator Adjusted R2
untuk Pemilihan Lag 93
atas DJIJP dengan JII
4.9 Penentuan Lag Optimal atas DJIUK dengan JII 94
4.10 Perbandingan Indikator Adjusted R2
untuk Pemilihan Lag 95
atas DJIUK dengan JII
4.11 Penentuan Lag Optimal atas DJICA dengan JII 95
4.12 Perbandingan Indikator Adjusted R2
untuk Pemilihan Lag 96
atas DJICA dengan JII
4.13 Penentuan Lag Optimal atas IMUS dengan JII 96
4.14 Perbandingan Indikator Adjusted R2
untuk Pemilihan Lag 97
atas IMUS dengan JII
xvi
Nomor Keterangan Halaman
4.15 Penentuan Lag Optimal atas KLSE dengan IHSG 98
4.16 Perbandingan Indikator Adjusted R2
untuk Pemilihan Lag 99
atas KLSE dengan IHSG
4.17 Penentuan Lag Optimal atas NIKKEI 225 dengan IHSG 99
4.18 Perbandingan Indikator Adjusted R2
untuk Pemilihan Lag 100
atas NIKKEI 225 dengan IHSG
4.19 Penentuan Lag Optimal atas FTSE 100 dengan IHSG 100
4.20 Perbandingan Indikator Adjusted R2
untuk Pemilihan Lag 101
atas FTSE 100 dengan IHSG
4.21 Penentuan Lag Optimal atas S&P TSX dengan IHSG 101
4.22 Perbandingan Indikator Adjusted R2
untuk Pemilihan Lag 102
atas S&P TSX dengan IHSG
4.23 Penentuan Lag Optimal atas DJIA dengan IHSG 103
4.24 Perbandingan Indikator Adjusted R2
untuk Pemilihan Lag 104
atas DJIA dengan IHSG
4.25 Hasil Uji Kausalitas Granger atas FBMS dengan JII 105
4.26 Hasil Uji Kausalitas Granger atas DJIJP dengan JII 106
4.27 Hasil Uji Kausalitas Granger atas DJIUK dengan JII 106
4.28 Hasil Uji Kausalitas Granger atas DJICA dengan JII 107
4.29 Hasil Uji Kausalitas Granger atas IMUS dengan JII 108
4.30 Hasil Uji Kausalitas Granger atas KLSE dengan IHSG 109
4.31 Hasil Uji Kausalitas Granger atas NIKKEI 225 dengan IHSG 109
4.32 Hasil Uji Kausalitas Granger atas FTSE 100 dengan IHSG 110
4.33 Hasil Uji Kausalitas Granger atas S&P TSX dengan IHSG 111
4.34 Hasil Uji Kausalitas Granger atas DJIA dengan IHSG 112
4.35 Hasil Uji Kointegrasi atas FBMS dengan JII 113
xvii
Nomor Keterangan Halaman
4.36 Hasil Uji Kointegrasi atas DJIJP dengan JII 114
4.37 Hasil Uji Kointegrasi atas DJIUK dengan JII 115
4.38 Hasil Uji Kointegrasi atas DJICA dengan JII 116
4.39 Hasil Uji Kointegrasi atas IMUS dengan JII 117
4.40 Hasil Uji Kointegrasi atas KLSE dengan IHSG 118
4.41 Hasil Uji Kointegrasi atas NIKKEI 225 dengan IHSG 119
4.42 Hasil Uji Kointegrasi atas FTSE 100 dengan IHSG 120
4.43 Hasil Uji Kointegrasi atas S&P TSX dengan IHSG 121
4.44 Hasil Uji Kointegrasi atas DJIA dengan IHSG 122
4.45 Hasil Estimasi VECM atas FBMS dengan JII 131
4.46 Hasil Estimasi VAR atas DJIJP dengan JII 134
4.47 Hasil Estimasi VAR atas DJIUK dengan JII 136
4.48 Hasil Estimasi VAR atas DJICA dengan JII 138
4.49 Hasil Estimasi VAR atas IMUS dengan JII 140
4.50 Hasil Estimasi VECM atas KLSE dengan IHSG 142
4.51 Hasil Estimasi VAR atas NIKKEI 225 dengan IHSG 145
4.52 Hasil Estimasi VAR atas FTSE 100 dengan IHSG 148
4.53 Hasil Estimasi VAR atas S&P TSX dengan IHSG 150
4.54 Hasil Estimasi VAR atas DJIA dengan IHSG 152
4.55 Variance Decomposition atas FBMS dengan JII 169
4.56 Variance Decomposition atas DJIJP dengan JII 171
4.57 Variance Decomposition atas DJIUK dengan JII 172
4.58 Variance Decomposition atas DJICA dengan JII 174
4.59 Variance Decomposition atas IMUS dengan JII 175
4.60 Variance Decomposition atas KLSE dengan IHSG 177
4.61 Variance Decomposition atas NIKKEI 225 dengan IHSG 178
xviii
Nomor Keterangan Halaman
4.62 Variance Decomposition atas FTSE 100 dengan IHSG 180
4.63 Variance Decomposition atas S&P TSX dengan IHSG 181
4.64 Variance Decomposition atas DJIA dengan IHSG 183
4.65 Total Neraca Perdagangan Indonesia 186
4.66 Neraca Perdagangan Indonesia dengan Malaysia 187
4.67 Neraca Perdagangan Indonesia dengan Jepang 188
4.68 Neraca Perdagangan Indonesia dengan Inggris 190
4.69 Neraca Perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat 191
xix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
1.1 Islamic Financial Assets 2012 2
1.2 Top Current Islamic Finance Markets 2012 (US Billion) 3
1.3 Perbandingan Indeks Bursa Saham Syariah dan Konvensional 5
Global
2.1 Kerangka Pemikiran 50
4.1 Pergerakan Indeks Harian atas JII 78
4.2 Pergerakan Indeks Harian atas FBMS 79
4.3 Pergerakan Indeks Harian atas DJIJP 79
4.4 Pergerakan Indeks Harian atas DJIUK 80
4.5 Pergerakan Indeks Harian atas DJICA 81
4.6 Pergerakan Indeks Harian atas IMUS 81
4.7 Pergerakan Indeks Harian atas IHSG 82
4.8 Pergerakan Indeks Harian atas KLSE 83
4.9 Pergerakan Indeks Harian atas NIKKEI 225 83
4.10 Pergerakan Indeks Harian atas FTSE 100 84
4.11 Pergerakan Indeks Harian atas S&P TSX 85
4.12 Pergerakan Indeks Harian atas DJIA 85
4.13 Hasil Uji Stabilitas VECM atas FBMS dengan JII 123
4.14 Hasil Uji Stabilitas VAR atas DJIJP dengan JII 124
4.15 Hasil Uji Stabilitas VAR atas DJIUK dengan JII 125
4.16 Hasil Uji Stabilitas VAR atas DJICA dengan JII 125
4.17 Hasil Uji Stabilitas VAR atas IMUS dengan JII 126
4.18 Hasil Uji Stabilitas VECM atas KLSE dengan IHSG 127
4.19 Hasil Uji Stabilitas VAR atas NIKKEI 225 dengan IHSG 127
4.20 Hasil Uji Stabilitas VAR atas FTSE 100 dengan IHSG 128
xx
Nomor Keterangan Halaman
4.21 Hasil Uji Stabilitas VAR atas S&P TSX dengan IHSG 129
4.22 Hasil Uji Stabilitas VAR atas DJIA dengan IHSG 129
4.23 Impulse Response Function atas FBMS dengan JII 155
4.24 Impulse Response Function atas DJIJP dengan JII 156
4.25 Impulse Response Function atas DJIUK dengan JII 157
4.26 Impulse Response Function atas DJICA dengan JII 159
4.27 Impulse Response Function atas IMUS dengan JII 160
4.28 Impulse Response Function atas KLSE dengan IHSG 162
4.29 Impulse Response Function atas NIKKEI 225 dengan IHSG 163
4.30 Impulse Response Function atas FTSE 100 dengan IHSG 164
4.31 Impulse Response Function atas S&P TSX dengan IHSG 166
4.32 Impulse Response Function atas DJIA dengan IHSG 167
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
1 Analisis Deskriptif Indeks Bursa Saham Syariah 206
2 Analisis Deskriptif Indeks Bursa Saham Konvensional 206
3 Uji Stasioneritas Tingkat Level JII 207
4 Uji Stasioneritas Tingkat Level FBMS 207
5 Uji Stasioneritas Tingkat Level DJIJP 207
6 Uji Stasioneritas Tingkat Level DJIUK 207
7 Uji Stasioneritas Tingkat Level DJICA 208
8 Uji Stasioneritas Tingkat Level IMUS 208
9 Uji Stasioneritas Tingkat Level IHSG 208
10 Uji Stasioneritas Tingkat Level KLSE 208
11 Uji Stasioneritas Tingkat Level NIKKEI 225 209
12 Uji Stasioneritas Tingkat Level FTSE 100 209
13 Uji Stasioneritas Tingkat Level S&P TSX 209
14 Uji Stasioneritas Tingkat Level DJIA 209
15 Uji Stasioneritas Tingkat First Difference JII 210
16 Uji Stasioneritas Tingkat First Difference FBMS 210
17 Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJIJP 210
18 Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJIUK 210
19 Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJICA 211
20 Uji Stasioneritas Tingkat First Difference IMUS 211
21 Uji Stasioneritas Tingkat First Difference IHSG 211
22 Uji Stasioneritas Tingkat First Difference KLSE 211
23 Uji Stasioneritas Tingkat First Difference NIKKEI 225 212
24 Uji Stasioneritas Tingkat First Difference FTSE 100 212
25 Uji Stasioneritas Tingkat First Difference S&P TSX 212
xxii
Nomor Keterangan Halaman
26 Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJIA 212
27 Penentuan Kandidat Lag DJIJP dengan JII 213
28 Penentuan Kandidat Lag DJIA dengan IHSG 213
29 Pemilihan Lag Optimal DJIJP dengan JII 214
30 Pemilihan Lag Optimal DJIA dengan IHSG 216
31 Uji Penentuan Asumsi Deterministik FBMS dengan JII 218
32 Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJIJP dengan JII 219
33 Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJIUK dengan JII 220
34 Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJICA dengan JII 221
35 Uji Penentuan Asumsi Deterministik IMUS dengan JII 222
36 Uji Penentuan Asumsi Deterministik KLSE dengan IHSG 223
37 Uji Penentuan Asumsi Deterministik NIKKEI 225 dengan IHSG 224
38 Uji Penentuan Asumsi Deterministik FTSE 100 dengan IHSG 225
39 Uji Penentuan Asumsi Deterministik S&P TSX dengan IHSG 226
40 Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJIA dengan IHSG 227
41 Uji Kointegrasi Johansen FBMS dengan JII 228
42 Uji Kointegrasi Johansen DJIJP dengan JII 229
43 Estimasi VECM antara FBMS dengan JII 230
44 Estimasi VAR antara DJIJP dengan JII 232
45 Impulse Response Function FBMS dengan JII 233
46 Impulse Response Function DJIJP dengan JII 233
47 Variance Decomposition FBMS dengan JII 234
48 Variance Decomposition DJIJP dengan JII 234
49 Variance Decomposition DJIUK dengan JII 235
50 Variance Decomposition DJICA dengan JII 235
51 Variance Decomposition IMUS dengan JII 236
xxiii
Nomor Keterangan Halaman
52 Variance Decomposition KLSE dengan IHSG 236
53 Variance Decomposition NIKKEI 225 dengan IHSG 237
54 Variance Decomposition FTSE 100 dengan IHSG 237
55 Variance Decomposition S&P TSX dengan IHSG 238
56 Variance Decomposition DJIA dengan IHSG 238
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Sistem keuangan Islam merupakan bagian dari konsep yang lebih luas
tentang ekonomi Islam. Ilmu keuangan Islam ialah ilmu yang membahas
urusan dan keadaan uang berdasarkan nilai-nilai Islam terutama dari segi
hukum atau syariahnya. Itulah sebabnya mengapa seperti halnya ekonomi
Islam yang juga umum dikenal dengan sebutan ekonomi syariah, maka istilah
keuangan Islam (al-maliyyah al-Islamiyah; islamic finance) juga lazim
dikenal dengan sebutan keuangan syariah (al-maliyyah as-syar’iyyah; syariah
finance). (Amin Suma, 2008:29).
Struktur keuangan syariah sangat kuat bersumber dari Al-Qur’an dan
Sunnah, serta dari penafsiran terhadap sumber-sumber wahyu ini oleh para
ulama. Dalam berbagai bentuknya, struktur keuangan syariah telah menjadi
sebuah peradaban Islam yang tidak berubah selama empat belas abad. Selama
tiga dasawarsa terakhir, struktur keuangan syariah telah tampil sebagai salah
satu implementasi modern dari sistem hukum Islam yang paling berhasil dan
sebagai uji coba bagi pembaruan dan perkembangan hukum Islam pada masa
datang. (Vogel dan Hayes, 2007:15).
Bangkitnya keuangan syariah di dunia dewasa ini menjadi sebuah
fenomena yang menarik dan menggembirakan. Praktek kegiatan keuangan
konvensional, khususnya dalam kegiatan bursa saham yang mengandung
2
unsur spekulasi sebagai salah satu komponennya nampaknya masih menjadi
hambatan psikologis bagi umat Islam untuk turut aktif dalam kegiatan
investasi terutama di bidang tersebut, sekalipun berlabel syariah.
Fenomena keuangan syariah yang telah menyebar ke berbagai belahan
dunia tidak hanya di negara-negara yang bermayoritas muslim, tetapi juga di
negara-negara yang bermayoritas non-muslim seperti di wilayah Eropa
walaupun presentasinya hanya sebesar 4%. Penyebaran keuangan syariah
terbesar berada di wilayah Middle East and North Africa (MENA) sebesar
38% karena banyaknya peminat investasi syariah di sana. Selanjutnya, diikuti
oleh Gullf Cooperation Council (GCC), yang beranggotakan negara-negara
teluk yang kaya produksi minyak mentah, yaitu Bahrain, Kuwait, Qatar,
Oman, United Arab Emirates, dan Arab Saudi sebesar 34% serta terakhir
adalah Asia sebesar 23%.
Sumber: data diolah dari Islamic Financial Service Industry Stability Report 2013
Gambar 1.1. Islamic Financial Assets 2012
3
Keuangan syariah secara luas mengacu pada transaksi pasar keuangan,
operasi dan layanan yang sesuai dengan aturan Islam, prinsip-prinsip sekaligus
prakteknya. Perkembangan pasar keuangan syariah sendiri saat ini, baik itu
pasar uang maupun pasar modal syariah dapat dinilai cukup signifikan
terutama di negara-negara dengan mayoritas penduduknya Islam. Hal tersebut
dapat dibuktikan dari grafik peringkat pasar keuangan syariah berikut ini, di
mana didominasi oleh negara-negara dengan mayoritas penduduk Islam,
seperti Malaysia, Arab Saudi, Qatar, Indonesia, dan sebagainya.
Di Indonesia sendiri sektor keuangan syariah memiliki potensi untuk
terus bertumbuh dan memiliki manfaat yang besar bagi perekonomian.
Berdasarkan yang dilansir dari www.bisniskeuangan.kompas.com, Bank
Indonesia (BI) bertekad mendorong sektor keuangan syariah di tanah air.
Gambar 1.2. Top Current Islamic Finance Markets 2012 (US Billion)
Sumber: data diolah dari State of The Global Islamic Economy 2013 Report
4
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Tirta Segara,
mengungkapkan bahwa bank sentral ingin menjadikan Indonesia sebagai pusat
pengembangan ekonomi syariah global. Menurut Tirta, sektor keuangan
syariah di Indonesia memiliki potensi yang besar. Dia menjelaskan, potensi
syariah layak dikembangkan lantaran ekonomi keuangan syariah terbukti
cukup tahan terhadap gejolak krisis. Hal ini karena pada dasarnya di sektor
keuangan syariah itu selalu ada underlying sektor riil-nya sehingga jika di
ekonomi keuangan syariah itu, sektor keuangannya tidak berjalan sendiri,
seperti bank syariah lebih dekat dengan sektor riil karena produk yang
ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan
underlying transaksi di sektor riil sehingga dampaknya lebih nyata dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi.
Gejolak krisis ekonomi yang terjadi di Eropa dan Amerika sebenarnya
tidak sepenuhnya membawa kerugian terhadap kondisi perekonomian untuk
sebagian besar negara khususnya negara-negara yang memiliki bursa saham
syariah karena saat terjadinya krisis tersebut saham-saham syariah makin
diminati disebabkan ketahanannya yang bisa dibilang lebih bagus
dibandingkan dengan saham-saham konvensional. Hal ini dapat dibuktikan
melalui pergerakan indeks bursa saham syariah global di Amerika, yaitu Dow
Jones World Islamic dan MSCI World Islamic saat terjadi krisis dan pasca
terjadi krisis yang menunjukkan lebih unggul dibandingkan indeks bursa
saham konvensional keduanya. Pergerakan Dow Jones World Islamic dan
MSCI World Islamic awalnya kalah dari indeks bursa saham konvensionalnya,
5
yaitu Dow Jones World dan MSCI World, namun memasuki periode krisis
yang terjadi di Amerika tahun 2008 yang berawal dari krisis kredit macet atau
dikenal dengan subprime mortgage crisis kedua indeks bursa saham syariah
tersebut mengalami peningkatan secara bertahap mengalahkan indeks bursa
saham konvensional mereka hingga terjadinya krisis di Eropa yang mulai
terasa pada akhir tahun 2009 akibat krisis utang di negara Yunani yang
kemudian merembet ke Irlandia dan Portugal. Berdasarkan yang dilansir dari
Islamic Financial Service Industry (IFSI) Stability Report 2013, Dow Jones
Islamic Market Index telah memiliki kapitalisasi di akhir tahun 2012 sebesar
US$ 84.3 miliar dibandingkan indeks konvensionalnya, yaitu Dow Jones
Index sebesar US$ 58.1 miliar.
Gambar 1.3. Perbandingan Indeks Bursa Saham Syariah dan
Konvensional Global
Sumber: Islamic Financial Service Industry Stability Report 2013
6
Krisis ekonomi global yang terjadi ditambah proses globalisasi di abad
21 ini telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan antarnegara,
bahkan menimbulkan proses penyatuan ekonomi dunia sehingga batas-batas
antarnegara dalam berbagai praktik dunia usaha atau bisnis seakan-akan
dianggap tidak berlaku lagi sehingga apabila satu negara mengalami gejolak
ekonomi yang memburuk, maka tidak terlepas gejolak tersebut akan
menimbulkan efek domino (contangion effect) pada negara lainnya yang
memiliki hubungan dengan negara tersebut. Menurut Hendra Halwani
(2005:193-194). gejala globalisasi ekonomi terjadi dalam kegiatan finansial,
produksi, investasi dan perdagangan yang kemudian mempengaruhi tata
hubungan ekonomi antarbangsa. Globalisasi ini ditandai dengan menipisnya
batas-batas investasi atau pasar secara nasional, regional maupun
internasional.
Menurut Thoha (2001) dalam Pasaribu dan Kowandar (2013), dua kata
kunci dalam globalisasi adalah interaksi dan integrasi, yakni interaksi ekonomi
antarnegara dan tingkat integrasinya. Interaksi ekonomi antarnegara mencakup
arus perdagangan, produksi dan keuangan. Sementara integrasi berarti bahwa
perekonomian lokal atau nasional setiap negara secara efektif merupakan
bagian yang tidak terpisah dari satu perekonomian tunggal dunia.
Oleh karena itu, baik bursa saham syariah maupun bursa saham
konvensional yang saling terintegrasi akan menyebabkan munculnya
hubungan antara satu bursa saham dengan bursa saham yang lainnya. Apabila
terjadi shock pada suatu bursa saham dalam periode waktu tertentu, ada akan
7
mempengaruhi kondisi bursa saham yang lain. Hal ini membuat investor asing
yang ingin berinvestasi mempunyai kesempatan diversifikasi portofolio
mereka di bursa berbagai negara karena keterkaitan antarbursa secara global
tersebut sehingga dapat membantu para investor untuk meningkatkan return
yang didapat serta menurunkan risikonya dalam portofolio mereka.
Penelitian tentang integrasi antara bursa saham syariah dan bursa
saham konvensional masih relatif sedikit ditemukan. Beberapa di antaranya
adalah penelitian tentang integrasi bursa saham konvensional Indonesia
dengan bursa saham konvensional di Jepang, Amerika Serikat, Singapura, dan
China yang dilakukan oleh Bakri Abdul Karim, et.al (2009). Hasil penelitian
menunjukkan adanya kointegrasi antara bursa saham konvensional di
Indonesia dengan bursa saham konvensional di Jepang, Amerika Serikat,
Singapura, dan China. Hal ini berarti bahwa peluang diversifikasi portofolio di
bursa saham-bursa saham tersebut terbatas bagi investor internasional. Selain
itu, setiap pembangunan bursa saham di Jepang, Amerika Serikat, Singapura
dan Cina harus dipertimbangkan oleh pemerintah Indonesia dalam membuat
kebijakan yang berhuubungan dengan bursa saham Indonesia.
Kemudian Salina Hj. Kassim (2010) meneliti dampak krisis keuangan
global tahun 2007 terhadap integrasi tujuh bursa saham syariah, yaitu Jakarta
Islamic Index (Indonesia), Dow Jones Islamic Index of Kuwait (Kuwait), Dow
Jones Islamic Index of Malaysia (Malaysia), Dow Jones Islamic Index of
Turkey (Turki), Dow Jones Islamic Index of Japan (Jepang), Dow Jones
Islamic Index of UK (Inggris), dan Dow Jones Islamic Index of US (Amerika
8
Serikat). Hasil penelitian menunjukkan semua bursa saham syariah tersebut
saling terintegrasi di mana hubungan mereka semakin kuat saat terjadinya
krisis dibandingkan sebelum terjadi krisis.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Zhang Hengchao dan Zarinah
Hamid (2011) tentang dampak krisis yang terjadi di Amerika Serikat terhadap
integrasi bursa saham syariah dan konvensionalnya yang terpilih di Asia-
Pasifik, yaitu United States Islamic Market, Japan Islamic Market, Kuala
Lumpur Islamic Market, Jakarta Islamic Market, China Islamic Market,
Japan Nikkei, US Total Market, Kuala Lumpur Composite Index, Jakarta
Composite Index, dan China Total Market. Hasil penelitian menunjukkan
periode sebelum krisis, bursa saham syariah di Asia-Pasifik dipengaruhi oleh
kinerja bursa saham syariah Amerika Serikat dan bursa saham konvensional
Malaysia, sedangkan selama periode krisis, ketiga bursa saham, baik syariah
maupun konvensional, di Amerika Serikat, Jepang, dan Malaysia memiliki
dampak yang signifikan terhadap kinerja bursa saham syariah di Asia Pasifik.
Dalam penelitian ini, integrasi antara bursa saham syariah dan
konvensional di beberapa negara dengan bursa saham syariah dan
konvensional di Indonesia mempunyai arti, yaitu bursa saham di Indonesia
merupakan bagian dari bursa saham yang lainnya dengan menganalisis
keterkaitan atau hubungannya yang dilihat dari nilai harian saham. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah penelitian yang
dilakukan mencakup perbandingan integrasi bursa saham syariah dan
konvensional di beberapa negara yang menjadi mitra bisnis Indonesia dalam
9
kawasan Asia, Amerika, dan Eropa dengan bursa saham syariah dan
konvensional di Indonesia. Data indeks saham syariah dan konvensional yang
digunakan adalah data harian dengan periode penelitian dari tahun 2008
sampai tahun 2013. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, penulis
bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Analisis Integrasi Bursa
Saham di Asia, Eropa, dan Amerika dengan Bursa Saham di Indonesia (Studi
Kasus: Syariah dan Konvensional)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dibahas, maka permasalahan
yang akan dibahas sebagai berikut
1. Apakah terdapat hubungan kausalitas antara bursa saham syariah di
kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (FBMS, DJIJP, DJIUK, DJICA, dan
IMUS) dengan bursa saham syariah Indonesia (JII)?
2. Apakah terdapat hubungan kausalitas antara bursa saham konvensional di
kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (KLSE, NIKKEI 225, FTSE 100, S&P
TSX, dan DJIA) dengan bursa saham konvensional Indonesia (IHSG)?
3. Apakah terdapat hubungan jangka panjang antara bursa saham syariah di
kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (FBMS, DJIJP, DJIUK, DJICA, dan
IMUS) dengan bursa saham syariah Indonesia (JII)?
10
4. Apakah terdapat hubungan jangka panjang antara bursa saham
konvensional di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (KLSE, NIKKEI 225,
FTSE 100, S&P TSX, dan DJIA) dengan bursa saham konvensional Indonesia
(IHSG)?
5. Apakah terdapat kontribusi tiap bursa saham syariah di kawasan Asia,
Eropa, dan Amerika (FBMS, DJIJP, DJIUK, DJICA, dan IMUS) dalam
pergerakan bursa saham syariah Indonesia (JII)?
6. Apakah terdapat kontribusi tiap bursa saham konvensional di kawasan
Asia, Eropa, dan Amerika (KLSE, NIKKEI 225, FTSE 100, S&P TSX, dan
DJIA) dalam pergerakan bursa saham konvensional Indonesia (IHSG)?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan masalah yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan
penulisan dalam melakukan penelitian ini adalah:
a. Untuk menganalisis hubungan kausalitas yang terjadi antara bursa
saham syariah di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (FBMS, DJIJP,
DJIUK, DJICA, dan IMUS) dengan bursa saham syariah Indonesia
(JII).
b. Untuk menganalisis hubungan kausalitas yang terjadi antara bursa
saham konvensional di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (KLSE,
11
NIKKEI 225, FTSE 100, S&P TSX, dan DJIA) dengan bursa saham
konvensional Indonesia (IHSG).
c. Untuk menganalisis hubungan jangka panjang antara bursa saham
syariah di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (FBMS, DJIJP, DJIUK,
DJICA, dan IMUS) dengan bursa saham syariah Indonesia (JII).
d. Untuk menganalisis hubungan jangka panjang antara bursa saham
konvensional di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (KLSE, NIKKEI
225, FTSE 100, S&P TSX, dan DJIA) dengan bursa saham
konvensional Indonesia (IHSG).
e. Untuk menganalisis kontribusi tiap bursa saham syariah di kawasan
Asia, Eropa, dan Amerika (FBMS, DJIJP, DJIUK, DJICA, dan IMUS)
dalam pergerakan bursa saham syariah Indonesia (JII).
f. Untuk menganalisis kontribusi tiap bursa saham konvensional di
kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (KLSE, NIKKEI 225, FTSE 100,
S&P TSX, dan DJIA) dalam pergerakan bursa saham konvensional
Indonesia (IHSG).
2. Manfaat Penelitian
Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dimanfaatkan untuk,
sebagai berikut:
12
a. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini merupakan sumbangan pemikiran dalam
rangka meningkatkan pengembangan ilmu pengetahuan secara teoritis
sebagaimana yang telah dipelajari di dalam perkuliahan dan sebagai
pengetahuan tentang pasar modal, investasi, dan diversifikasi portofolio.
Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai suatu
gambaran dan informasi bagi para civitas akademika yang ingin
melakukan penelitian selanjutnya di masa depan.
b. Bagi Investor
Hasil penelitian ini dapat dipakai dalam mempertimbangkan
strategi investasi yang efektif untuk melakukan diversifikasi portofolionya
di bursa saham syariah dan konvensional, baik di dalam negeri maupun di
mancanegara. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat membantu mereka
meramalkan pergerakan dalam bursa saham syariah dan konvensional
sehingga sangat penting dibutuhkan pemahaman menyeluruh tentang
hubungan antara bursa saham.
c. Bagi Pemerintah
Hasil studi ini dapat dipergunakan sebagai bahan referensi bagi
pemerintah dalam menentukan suatu kebijakan strategis untuk
menghadapi permasalahan di bursa saham syariah maupun konvensional.
Selain itu, hasil penelitian ini juga berguna sebagai fakta empiris yang
berfungsi sebagai petunjuk dan pengingat untuk selalu mengkaji
efektivitas setiap kebijakan yang dilaksanakan.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pasar Modal dan Pasar Modal Syariah
a. Pengertian Pasar Modal dan Pasar Modal Syariah
Dalam konteks ekonomi, sebagian kelompok masyarakat kerap
memiliki tingkat pendapatan yang tinggi. Pendapatan tersebut tidak
sepenuhnya digunakan untuk aktivitas konsumsi. Bahkan, dalam level
tertentu, ketika masyarakat memiliki pendapatan yang sangat tinggi,
kecenderungan untuk menggunakan pendapatannya untuk konsumsi semakin
menurun. Kelebihan pendapatan tersebut dialokasikan untuk ditabung atau
diinvestasikan pada berbagai portofolio investasi. Dalam kondisi tertentu,
terutama ketika perusahaan akan melakukan ekspansi atau menambah skala
produksi atau juga mengembangkan bisnisnya menjadi lebih besar, kerap
membutuhkkan dana tambahan untuk modal kerja. Kebutuhan perusahaan
terhadap dana untuk mengembangkan investasi bisnisnya akan mengantarkan
perusahaan di pasar keuangan dan pasar modal.
Secara etimologis, untuk istilah pasar digunakan kata bursa, exchange,
dan market. Adapun untuk istilah modal sering digunakan kata efek,
securities, dan stock. Menurut UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,
yang dimaksud dengan pasar modal adalah kegiatan yang berkaitan dengan
penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan
14
dengan efek yang diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan
dengan efek. Adapun yang dimaksud dengan efek adalah surat berharga, yaitu
surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti
utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek,
dan setiap derivatif dari efek. Dalam perkembangannya, pasar modal dikenal
dengan nama bursa efek. Bursa efek menurut UU No. 8 Tahun 1995 (pasal 1
ayat 4) tentang Pasar Modal adalah pihak yang menyelenggarakan dan
menyediakan sistem dan/atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual
dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek di antara
mereka. (M. Nur Rianto Al Arif, 2012:344).
Berdasarkan definisi pasar modal diatas, pasar modal syariah dapat
diartikan sebagai kegiatan dalam pasar modal sebagaimana yang diatur dalam
UUPM (Undang Undang Pasar Modal) yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah. (www.bapepam.go.id). Pengertian pasar modal syariah
lainnya menurut Adrian Sutedi (2011:29), pasar modal syariah adalah pasar
modal yang dijalankan dengan prinsip-prinsip syariah, setiap transaksi surat
berharga di pasar modal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan syari’at Islam.
Adapun menurut M. Nur Rianto Al Arif (2012:345), pasar modal syariah
secara sederhana dapat diartikan sebagai pasar modal yang menerapkan
prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari
hal-hal yang dilarang oleh syariat, seperti unsur riba, perjudian, bersifat
spekulasi, dan lain-lain.
15
Perbedaan yang fundamental antara pasar modal konvensional dengan
pasar modal syariah adalah pasar modal syariah tidak mengenal kegiatan
perdagangan semacam short selling, beli atau jual dalam waktu yang amat
singkat untuk mendapatkan keuntungan antara selisih jual dan beli. Pemegang
saham syariah merupakan pemegang saham untuk jangka relatif panjang. Pola
pemilikkan saham yang demikian membawa dampak positif, yaitu perusahaan
tentunya akan mendapatkan pemegang saham yang jelas lebih menaruh
perhatian dan mempunyai rasa memiliki, ini akan menjadi kontrol yang
efektif. Perusahaan dan pemegang saham merupakan mitra yang saling
menghargai dan mengingatkan sehingga komunikasi kedua belah pihak akan
bertemu pada upaya mencapai kebaikan bagi kedua belah pihak. Karakteristik
pemilikan saham syariah yang hanya mengutamakan pencapaian keuntungan
yang akan dibagi atau kerugian yang akan ditanggung bersama (profit-loss
sharing), tidak akan menciptakan fluktuasi kegiatan perdagangan yang tajam
dan bersifat spekulasi. (M. Irsan Nasarudin, dkk, 2008:18).
b. Instrumen Pasar Modal dan Pasar Modal Syariah
Pasar modal memperdagangkan efek dalam wujud instrumen modal
dan utang serta instrumen derivatif seperti surat pengganti atau bukti
sementara dari efek, bukti keuntungan dan surat-surat jaminan, hak-hak untuk
memesan atau membeli saham atau obligasi, warrant dan option. Secara
umum instrumen di pasar modal dapat dibedakan atas beberapa kategori yaitu
(M. Irsan Nasarudin, dkk, 2008:182):
16
1) Instrumen Utang (Obligasi)
Obligasi adalah bukti pengakuan berutang dari perusahaan.
Obligasi dapat dibedakan dalam beberapa jenis, bergantung pada
sudut di mana kita melihatnya apakah dari sudut pengalihan, jangka
waktu, atau jaminan atas obligasi dan bunga yang dibayarkan.
2) Instrumen Penyertaan (Saham)
Instrumen penyertaan atau saham merupakan instrumen yang
lebih populer di masyarakat. Saham merupakan instrumen penyertaan
modal seseorang atau lembaga dalam suatu perusahaan. Saham ini
dikeluarkan dalam rangka pendirian perusahaan, pemenuhan modal
dasar, atau peningkatan modal dasar.
3) Instrumen Efek Derivatif
Efek-efek derivatif yang terdapat di pasar modal antara lain
right, warrant, option, dan lain sebagainya. Menurut UUPM (Undang
Undang Pasar Modal), right adalah penerbitan surat hak kepada
pemegang saham lama perusahaan publik untuk membeli saham baru
yang hendak diterbitkan. Option adalah hak kontraktual tetapi bukan
merupakan kewajiban yang diberikan kepada pemilik hak untuk
menjual atau membeli sejumlah tertentu saham dengan harga tertentu
pada suatu waktu tertentu. Warrant dalam UUPM pasal 1 ayat 5
adalah efek yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memberi hak
kepada pemegang efek untuk memesan saham dari perusahaan
17
tersebut pada harga setelah 6 (enam) bulan atau lebih sejak efek
dimaksud diterbitkan.
Tidak berbeda jauh dengan efek-efek yang ada di pasar modal
konvensional, menurut Ahmad Rodoni (2009:67) efek-efek yang boleh
diperdagangkan dalam pasar modal syariah yang hanya memenuhi kriteria
syariah, seperti saham syariah, obligasi syariah, dan reksadana syariah. Untuk
menghasilkan instrumen yang benar-benar sesuai dengan syariah, telah
dilakukan upaya-upaya untuk rekontruksi terhadap suarat berharga
diantaranya:
Penghapusan bunga tetap dan mengalihknannya ke surat investasi yang
ikut serta dalam keuntungan dan dalam kerugian serta tunduk pada kaidah
Al-ghunmu bi al-ghurn (keuntungan atau penghasilan berimbang dengan
kerugian yang ditanggung).
Penghapusan syarat jaminan atas kembalinya harga obligasi dan bunga
sehingga menjadi seperti saham biasa.
Pengalihan obligasi ke saham biasa.
Berdasarkan kaidah tersebut, maka diterbitkanlah instrumen pasar modal
syariah dengan prinsip-prinsip berikut:
1) Muqaradah / Mudharabah Funds
Adalah dana yang berbentuk saham yang memberikan
kesempatan kepada investor untuk bersama-sama dalam pembiayaan
18
atau investasi dengan perjanjian bagi hasil dan bagi resiko (profit and
loss sharing).
2) Muraqadhah / Mudharabah Bonds
Salah satu bentuk obligasi yang sesuai dengan ketentuan
syariah adalah obligasi berdasarkan prinsip mudharabah. Jenis
obligasi ini dikeluarkan oleh perusahaan untuk tujuan pembiayaan
proyek-proyek tertentu atau proyek yang terpisah dari kegiatan
perusahaan yang bersifat jangka panjang. Keuntugan dari proyek akan
didistribusikan secara periodik didasarkan pada presentase rasio laba-
rugi yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
2. Diversifikasi Internasional
a. Pengertian Diversifikasi Internasional
Konsep diversifikasi berawal dari disertasi Harry Markowitz pada
tahun 1952 yang memuat tentang teori portofolio. Portofolio adalah kumpulan
investasi yang dimiliki oleh institusi atau perorangan yang bertujuan untuk
mengoptimalkan return dan meminimalkan risiko. Teori portofolio yang
dikembangkan oleh Markowitz menyajikan pengukuran risiko yang tepat bagi
investor, menunjukkan bagaimana memilih salah satu alternatif untuk
diversifikasi dan mengurangi risiko portofolio. (Endah Tri Utami, 2010:44).
Diversifikasi dapat bermakna bahwa investor perlu membentuk portofolio
melalui pemilihan kombinasi sejumlah asset sedemikian rupa hingga risiko
dapat diminimalkan tanpa mengurangi return harapan. (Tandelilin, 2010:115).
19
Seiring dengan perkembangan pasar modal di beberapa negara
berkembang, kesempatan investor menginvestasikan dananya pada berbagai
negara menjadi semakin terbuka. Fenomena seperti ini akan mendorong
berkembangnya pola investasi secara internasional atau dikenal pula dengan
istilah diversifikasi internasional. Dengan melakukan diversifikasi
internasional, investor bisa berharap memperoleh kombinasi risiko dan return
diharapkan yang lebih baik. Artinya, dengan menginvestasikan dananya secara
internasional berarti investor telah mendiversifikasikan dananya tidak saja
pada aset yang berbeda-beda, tapi juga pada berbagai negara yang berbeda.
b. Strategi Investasi Internasional
Dalam melakukan investasi internasional diperlukan beberapa strategi.
Menurut Tandelilin (2010), strategi investasi internasional terbagi menjadi
dua, yaitu:
1) Strategi Pasif
Manajer investasi yang melakukan strategi pasif akan berusaha
untuk mereproduksi atau mereplikasi kinerja indeks pasar ke dalam kinerja
portofolio aset yang dikelolanya. Strategi ini juga sering diistilahkan
sebagai strategi indexing. Tujuan dari strategi ini adalah untuk
memperoleh return portofolio sebesar return indeks pasar, dengan
menekan seminimal mungkin risiko dan biaya investasi yang harus
dikeluarkan.
20
2) Strategi Aktif
Manajer investasi secara aktif mencari informasi dan melakukan
peramalan-peramalan terhadap perilaku pasar ataupun nilai tukar
berdasarkan informasi yang diperoleh. Strategi aktif menuntut kemampuan
ekstra dari manajer untuk melakukan peramalan pasar ataupun nilai tukar
mata uang yang dalam kenyataannya sangat sulit dilakukan serta
membutuhkan biaya yang tidak kecil. Keputusan investasi yang terjadi
dalam strategi aktif bisa digolongkan ke dalam tiga tingkatan keputusan
investasi antara lain:
Keputusan alokasi aset
Keputusan investasi ini berkaitan dengan pemilihan pasar dan mata
uang yang apa diinginkan sebagai pilihan investasi. Manajer akan
menentukan besarnya proporsi dana yang akan ditanamkan pada masing-
masing pasar dan mata uang yang telah dipilih.
Seleksi sekuritas
Manajer investasi akan menentukan sekuritas-sekuritas apa saja yang
dipilih dari pasar yang telah ditentukan dalam keputusan alokasi aset.
Dalam tingkat keputusan ini, manajer investasi akan menentukan
sekuritas-sekuritas apa saja yang akan dipilih dari pasar yang telah
ditentukan dalam keputusan alokasi aset. Hal ini dilakukan untuk
mengoptimalkan return yang diperoleh dari suatu pasar.
21
Market timing
Keputusan ini merupakan taktik perdagangan (trading tactic) yang
bersifat jangka pendek. Dalam tingkat keputusan ini, manajer investasi
secara aktif mengamati pergerakan harga dan nilai tukar di pasar, dan
mengambil tindakan (trading) untuk memperoleh keuntungan dari
pergerakan tersebut.
3. Tingkat Pengembalian (Rate of Return)
Dalam konteks manajemen investasi, tingkat pengembalian (return)
merupakan imbalan yang diperoleh dari investasi. Pengembalian ini dibedakan
menjadi dua, yaitu pengembalian yang telah terjadi (actual return) yang
dihitung berdasarkan data historis dan pengembalian yang diharapkan
(expected return) akan diperoleh investor di masa depan. Komponen
pengembalian meliputi (Abdul Halim, 2005:34):
a. Untung/rugi modal (capital gain/loss) merupakan keuntungan
(kerugian) bagi investor yang diperoleh dari kelebihan harga jual
(harga beli) di atas harga beli (harga jual) yang keduanya terjadi di
pasar sekunder.
b. Imbal hasil (yield) merupakan pendapatan atau aliran kas yang
diterima investor secara periodik, misalnya berupa dividen atau bunga.
Yield dinyatakan dalam presentase dari modal yang ditanamkan.
Menurut Alteza (2010:28), investor dalam menghitung nilai actual
return yang diperoleh, dapat menggunakan persamaan total pengembalian
22
yang merupakan penjumlahan dari capital gain/loss dan yield. Nilai yield
untuk suatu saham dapat diperoleh dari besaran dividen yang diberikan
perusahaan kepada para pemegang saham. Sementara itu, untuk capital
gain/loss diperoleh dari return saham pada saat investor melakukan transaksi
jual beli saham.
4. Indeks Harga Saham
a. Pengertian Indeks Harga Saham
Kebutuhan suatu investor memilih investasi dalam suatu saham,
memerlukan data historis terhadap pergerakan saham dibursa. Didalam
transaksi pada bursa terjadi pada setiap saat hingga pergerakan harga pun
terjadi dalam tiap waktu. Dari ribuan kejadian dan fakta historis yang terjadi
dibursa harus dapat disajikan dengan sistem tertentu hingga menghasilkan
suatu informasi yang sederhana. Dengan informasi yang sederhana, investor
dapat menafsirkan informasi tersebut hingga dapat mengambil keputusan
investasi terhadap saham. Bentuk informasi yang dipandang sangat tepat
untuk menggambarkan pergerakan harga saham dimasa lalu adalah suatu
indeks harga saham yang memberikan deskripsi harga-harga saham pada suatu
saat tertentu maupun dalam periode tertentu pula (Sunariyah 2006:136).
Menurut Warsini (2009:53), indeks harga saham dapat dikatakan
sebagai indikator harga dari seluruh saham yang tercatat di Bursa efek. Indeks
ini biasanya merefleksikan kondisi pasar modal dan kondisi perekonomian
23
sebuah negara secara umum. Reilly dan Brown (2002) mengemukakan indeks
harga saham dapat digunakan untuk tujuan sebagai berikut:
1) Sebagai acuan untuk mengevaluasi kinerja manajer keuangan
profesional
2) Menciptakan dan memantau indeks dana
3) Menghitung rata-rata pengembalian pasar dalam studi ekonomi
4) Meramal pergerakan pasar di masa depan
5) Sebagai pelindung portofolio pasar atas aset berisiko ketika
menghitung risiko sistematis dari suatu asset.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan indeks harga saham
menurut Pandana Pasaribu, dkk (2008:2) yaitu faktor domestik, faktor asing,
dan faktor aliran modal ke Indonesia. Faktor domestik yang dapat
berpengaruh terhadap indeks saham berupa faktor-faktor fundamental suatu
negara seperti inflasi, pendapatan nasional, jumlah uang yang beredar, suku
bunga, maupun nilai tukar Rupiah. Berbagai faktor fundamental tersebut
dianggap dapat berpengaruh pada ekspektasi investor yang akhirnya
berpengaruh pada pergerakan indeks. Faktor asing merupakan salah satu
implikasi dari bentuk globalisasi dan semakin terintegrasinya pasar modal
diseluruh dunia. Kondisi ini memungkinkan timbulnya pengaruh dari bursa-
bursa maju terhadap bursa yang sedang berkembang.
b. Pergerakkan Indeks Saham
Indeks saham dibentuk dengan tujuan untuk menggambarkan
pergerakan seluruh saham di satu bursa tertentu. Untuk mencapai tujuan itu,
24
sampel yang diambil harus representatif, meskipun tidak harus besar. Di
beberapa bursa saham yang jumlah emitennya tercatat belum banyak, indeks
dihitung dari seluruh saham seperti di bursa Taiwan, Korea, Denmark, dan
Indonesia (IHSG).
Di sebagian besar bursa saham lainnya, indeks agregat sahamnya tidak
mengambil seluruh populasi, tetapi menggunakan sampel yang representatif.
Jika sampel representatif (indeks LQ 45 dan indeks 100 saham) itu telah
terpilih, selanjutnya menentukan berapa bobot masing-msaing saham di dalam
sampel atau populasi untuk digunakan menghitung indeks.
Menurut Budi Frensidy (2008:8) ada empat cara pembobotan yang
bisa digunakan, yaitu berdasarkan harga, nilai kapitalisasi, saham yang
beredar di publik (free float), dan tidak tertimbang.
1) Berdasarkan Harga
Indeks saham berdasarkan harga yang paling popular adalah Dow
Jones Indutrial Average (DJIA). DJIA sebagai indeks pertama yang
berdasarkan harga merupakan harga rata-rata dari 30 saham industri besar
dan terkenal, umumnya adalah pemimpin dalam industrinya. Istilah
lainnya untuk 30 saham itu adalah blue chips. Selain DJIA, indeks saham
lain yang berdasarkan harga adalah Nikkei 225 dari bursa saham Tokyo.
Penghitungan indeks ini menyebabkan saham yang berharga tinggi
mempunyai pengaruh besar.
25
2) Berdasarkan Nilai
Berbeda dengan indeks berdasarkan harga, indeks berdasarkan
nilai memberikan bobot yang lebih besar pada saham yang berkapitalisasi
pasar bebas dan bukan pada saham berharga tinggi. Yang dimaksud
dengan kapitalisasi pasar suatu saham adalah jumlah saham tercatat
dikalikan dengan harga pasarnya.
Indeks saham berdasarkan nilai adalah yang paling banyak
digunakan, jauh melebihi penggunaan indeks lainnya. Indeks ini
digunakan di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk menghitung Indeks Harga
Saham gabungan (IHSG), Indeks LQ 45, Jakarta Islamic Index (JII), dan
sekitar 10 indeks sektoral di BEI. Indeks beradasarkan kapitalisasi pasar
ini juga digunakan untuk indeks S&P 500, NYSE, NASDAQ, dan Hang
Seng.
Keunggulan indeks berdasarkan nilai adalah perubahan indeks ini
mencerminkan perubahan nilai kapitalisasi pasar jika mencakup seluruh
saham di suatu bursa seperti IHSG di BEI. Jika IHSG naik, maka
kapitalisasi pasar saham di BEI naik. Penghitungan indeks berdasarkan
nilai menyebabkan saham yang mempunyai kapitalisasi besar lebih
menentukan pergerakan indeks dibandingkan dengan saham
berkapitalisasi kecil.
Rumus Perhitungan:
26
Dimana:
Indekst = Indeks pada periode t
MCt = Nilai kapitalisasi pasar pada periode t
Nit = Jumlah saham yang tercatat untuk perusahaan tercatat i pada
periode t
Pit = Harga penutupan di pasar sekunder untuk perusahaan tercatat i
pada periode t
MC0 = Nilai dasar
t = 0 adalah hari dasar
3) Indeks Tak Tertimbang
Metode yang relatif jarang digunakan adalah indeks tak tertimbang
atau indeks yang memberikan bobot sama kepada semua saham tanpa
melihat harga atau kapitalisasi pasar saham itu. Saham berharga Rp 50
sama pentingnya dengan saham berharga Rp 200. Saham berkapitalisasi
pasar besar juga berbobot sama dengan saham berkapitalisasi kecil. Indeks
tak tertimbang digunakan untuk indeks bursa Singapura, Milan, dan Value
Line.
4) Saham Beredar
Indeks yang berdasarkan saham yang beredar di publik berusaha
untuk mengoreksi indeks berdasarkan nilai. Jika indeks berdasarkan nilai
menggunakan seluruh saham tercatat sebagai dasar pembobotan, indeks ini
hanya menggunakan jumlah saham yang beredar atau jumlah saham yang
27
tersedia di pasar (a free float market capitalization) untuk menghitung
nilai kapitalisasi. Penggunaan indeks ini menyebabkan saham yang
mempunyai saham beredar dengan kapitalisasi terbesar yang paling
menentukan pergerakan indeks.
Kriteria saham yang tersedia di pasar berbeda-beda di antara
negara yang telah menerapkan penyesuaian atas saham jenis ini dalam
perhitungan indeks maupun kapitalisasi pasar di bursa negara tersebut.
Walaupun demikian pada umumnya, jenis saham yang tidak termasuk
dalam kategori saham yang tersedia untuk diperjualbelikan pada umumnya
terdiri dari: (1) saham yang dikuasai oleh pendiri; (2) saham yang dikuasai
oleh orang dalam perusahaan (direksi dan manajemen termasuk serikat
pekerja); (3) saham yang dikuasai oleh pemerintah; (4) saham yang
dikuasai oleh pihak yang memiliki tujuan untuk mengendalikan
perusahaan; (5) saham yang dikuasai oleh perusahaan induknya; (6) saham
yang dikuasai oleh perusahaan lain atau pribadi yang memiliki hubungan
strategis; dan (7) saham yang telah dikunci (locked in) oleh perusahaan
yang bersangkutan. (Andriansyah dkk, 2007).
5. Indeks Saham Syariah
Dalam konteks ekonomi Islam, pada pola investasi syariah, equity
fund dan indeks saham syariah justru pertama kali diluncurkan di negara yang
selama ini sangat alergi terhadap Islam, yaitu Amerika Serikat. Equity fund
pertama kali dikenalkan kepada masyarakat pada tahun 1986 oleh The North
28
America Trust. Sementara Dow Jones Index memperkenalkan indeks syariah
pada pada 8 Februari 1999 di Bahrain dengan membentuk Dow Jones Islamic
Market Index (DJIMI). Dow Jones Islamic Market Index (DJIMI) adalah
indeks ekuitas patokan Islam pertama yang didirikan untuk investor yang
ingin tetap setia pada prinsip-prinsip agama. Pencentus dan perintis ide
tersebut adalah A. Rushdi Siddiqui, yang sebelumnya bekerja sebagai analis
saham di sebuah perusahaan investment bank di Wall Street. Beliau menelaah
apakah usaha para emiten sesuai dengan ajaran Islam atau tidak dan akhirnya,
berhasil menemukan 1.708 emiten yang berasal dari 34 negara di dunia.
(Ahmad Rodoni, 2009:71)
DJIMI adalah bagian dari kelompok indeks-indeks global Dow Jones
(DJGI) yang terdiri dari 2700 saham dari 64 indeks negara yang di sesuai
dengan prinsip syariah. DJIMI mencakup 10 sektor ekonomi, 19 sektor pasar,
41 grup industri dan 114 sub grup. Sharia Suvervisory Board (SSB) dari Dow
Jones Islamic Market Index (DJIM) melakukan filterisasi terhadap saham-
saham halal berdasarkan aktivitas bisnis dan rasio finansialnya. SSB secara
lebih spesifik langsung mengeluarkan perusahaan yang memiliki usaha dalam
bidang-bidang berikut (M. Syafiq Hanafi, 2011:1412-1413):
a. Alkohol
b. Minuman keras dan produk turunannya
c. Jasa Keuangan Konvensional
d. Industri Hiburan
e. Tembakau
29
f. Senjata dan alat pertahanan
Untuk menjaga integritas dari investasi, Dewan Pengawas Syariah
yang terdiri dari ulama Islam terkemuka mengawasi dan meninjau ulang
komponen tersebut. Langkah ini dilakukan untuk melisting perusahaan yang
melanggar prinsip syariah. Hakim dan Rashidian (2004) dalam Daud, et. al
(2006:12) juga mencatat bahwa sebagai tambahan, hanya perusahaan efek
yang likuid diperdagangkan. Dengan demikian, perusahaan yang memiliki
tingkat utang yang tinggi dan pendapatan bunga yang tinggi tidak dapat masuk
dalam indeks ini. DJIM melakukan beberapa langkah untuk mengecualikan
perusahaan yang dianggap memiliki potensi risiko yang tinggi (Albaity dan
Ahmad, 2011):
a. Perusahaan dengan rasio utang lebih besar dari atau sama dengan
33%.
b. Perusahaan dengan jumlah bearing kas dan bunga dibagi dengan
trailing 12 bulan kapitalisasi pasar rata-rata adalah lebih besar dari
atau sama dengan 33%.
c. Perusahaan yang memiliki piutang dibagi dengan aset total lebih
besar dari atau sama dengan 45%.
Sementara itu, investor-investor di Kuala Lumpur Stock Exchange
akan mengalami suatu pembaharuan pada indeks syariah di negeri Jiran ini
yang diluncurkan pertama kali oleh Kuala Lumpur Stock Exchange pada
tahun 1999, yaitu Kuala Lumpur Syariah Index (KLSI). Indeks syariah
tersebut berfungsi untuk melihat kinerja saham-saham syariah yang tercatat
30
pada papan utama. Kemudian, pada tanggal 22 Januari 2007, bursa Malaysia
melakukan kerjasama dengan FTSE Group dan menghasilkan indeks syariah
baru yang dikenal dengan FTSE Bursa Malaysia EMAS Shariah Index
(FBMS). Dengan diperkenalkannya FBMS, KLSI secara resmi dinonaktifkan
pada tanggal 1 November 2007 dan diganti dengan FBMS setelah selama
sembilan bulan sama-sama diaktifkan sejajar dengan FBMS. Saat ini, FBMS
menjadi satu-satunya benchmark saham syariah di Malaysia (Bursa Malaysia).
FBMS terdiri dari perusahaan-perusahaan yang memenuhi kriteria syariah
yang telah ditetapkan oleh Shariah Advisory Council (SAC) per semester.
(The Report Malaysia 2007).
Berdasarkan yang dilansir dari www.sc.com, saham yang sesuai
dengan prinsip syariah di bursa Malaysia sampai Juni 2013 telah tercatat
sebanyak 800 saham, yakni kurang lebih 90% dari 910 saham yang tercatat di
bursa Malaysia. Di Malaysia, penentuan saham syariah terdiri dari dua lapisan
berbeda. Lapisan pertama, yaitu saham yang dikategorikan saham syariah
karena aktivitasnya murni sesuai prinsip syariah. Sementara lapisan kedua
adalah saham-saham yang aktivitasnya sesuai prinsip syariah namun ada
aktivitas lainnya yang tidak sesuai syariah. Dalam arti yang lain, aktivitas
saham tersebut bercampur antara yang syariah dan tidak syariah. Untuk
lapisan yang kedua ini, SAC menetapkan kriteria tambahan agar saham
tersebut bisa dikategorikan saham syariah.
Di pasar modal Indonesia, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama
dengan PT Danareksa Investment Management (DIM) meluncurkan indeks
31
saham yang dibuat berdasarkan syariah Islam yaitu Jakarta Islamic Index
(JII). Saham-saham dalam JII terdiri dari 30 saham yang dipilih dari saham-
saham yang sesuai dengan syariah Islam, yang dievaluasi setiap 6 bulan.
Penentuan komponen indeks setiap bulan Januari dan Juli, sedangkan
perubahan pada jenis usaha emiten akan dimonitoring secara terus-menerus
berdasarkan data-data publik yang tersedia.
Jakarta Islamic Index (JII) mensyaratkan saham dengan jenis usaha
utama yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sudah tercatat lebih
dari 3 bulan kecuali termasuk dalam 10 kapitalisasi besar. Pemilihan saham
berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahun berakhir yang
memiliki rasio kewajiban terhadap aktiva maksimal sebesar 90%. Selanjutnya
60 saham dari susunan saham di atas berdasarkan rata-rata urutan kapitalisasi
pasar terbesar selama satu tahun terakhir. JII juga memiliki 30 saham dengan
urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan regular
selama satu tahun terakhir. (Rodoni dan Hamid, 2008).
Dari 30 emiten yang ada dalam daftar saham JII, terdapat 1 sektor
yang sahamnya tidak ada dalam daftar saham JII yaitu sektor bank. Sementara
saham JII terdapat dalam 8 sektor yaitu sektor pertanian; sektor pertambangan;
sektor industri dasar dan kimia; sektor aneka industri; sektor industri barang
konsumsi; sektor properti dan real estate; sektor infrastruktur, utilitas, dan
transportasi; serta sektor perdagangan, jasa, dan investasi. Adapun daftar
saham JII yang telah diterbitkan BEI adalah sebagai berikut
32
Tabel 2.1. Daftar Saham JII Periode Desember 2013 s.d. Mei 2014
No. Kode Nama Emiten
1 AALI Astra Agro Lestari Tbk
2 ADRO Adaro Energy Tbk
3 AKRA AKR Corporindo Tbk
4 ASII Astra International Tbk
5 ASRI Alam Sutera Realty Tbk
6 BMTR Global Mediacom Tbk
7 BSDE Bumi Serpong Damai Tbk
8 CPIN Charoen Pokphand Indonesia Tbk
9 EXCL Excelcomindo Pratama Tbk
10 HRUM Harum Energy Tbk
11 ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk
12 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk
13 INTP Indocement Tunggal Prakasa Tbk
14 ITMG Indo Tambangraya Megah Tbk
15 JSMR Jasa Marga (Persero) Tbk
16 KLBF Kalbe Farma Tbk
17 LPKR Lippo Karawaci Tbk
18 LSIP
Perusahaan Perkebunan London Sumatera Indonesia
Tbk
19 MAPI Mitra Adiperkasa Tbk
20 MNCN Media Nusantara Citra Tbk
21 MPPA Matahari Putra Prima Tbk
22 PGAS Perusahaan Gas Negara Tbk
23 PTBA Bukit Asam (Persero) Tbk
24 PWON Pakuwon Jati Tbk
25 SMGR Semen Indonesia (Persero) Tbk
33
26 SMRA Summarecon Agung Tbk
27 TLKM Telekomunikasi Indonesia Tbk
28 UNTR United Tractors Tbk
29 UNVR Unilever Indonesia Tbk
30 WIKA Wijaya Karya (Persero) Tbk
Sumber: Bursa Efek Indonesia
6. Contagion Effect Theory (Domino Effect)
Contagion atau efek menular adalah suatu fenomena ketika krisis
keuangan yang terjadi pada suatu negara akan memicu krisis keuangan atau
ekonomi pada negara lain. Contagion theory menyebutkan bahwa tidak ada
satu negarapun dalam suatu kawasan dapat mengelak dari efek menular.
(Nuning Trihadmini, 2011:48).
Konsep contagion sendiri beragam dari satu penulis ke penulis lainnya.
Menurut Masson (1999) dalam Monica Weni Pratiwi, dkk (2012:87) suatu
krisis dipandang sebagai cotatgious (menular) jika ia menyebar dari negara
asal krisis ke negara lainnya, dengan mengubah kondisi sifat fundamental
negara tersebut, dengan kata lain penularan krisis bisa disebut sebagai
perubahan kesetabilan yang terjadi di bawah beberapa kondisi fundamental
perekonomian.
Ito (2002) dalam Monica Weni Pratiwi, dkk (2012:87) menggunakan
pendekatan baru yaitu contagion berkecepatan tinggi didefinisikan sebagai
effect spell offer dari “degound zero” (titik nol) ke negara lainnya dalam hal
penurunan harga saham dalam beberapa hari terakhir. Konsep ground zero
34
merupakan negara asal yang mana para investor merespons secara serius revisi
portofolio mereka, dan arah dari negara asal ke negara lainnya
menggambarkan saluran penyebaran krisis yang dijadikan sebagai sandaran
oleh para investor untuk mempredeksi penurunan harga saham di masa
mendatang (jatuhnya harga saham). Ketika pasar finansial berada dalam
keadaan krisis para investor cenderung untuk menarik modal mereka dari
negara-negara sekitarnya di wilayah tersebut, sebagai antisipasi terhadap
munculnya devaluasi di masa mendatang. Akan tetapi jatuhnya nilai mata
uang atau harga saham lebih cenderung menjadi faktor utama krisis di negara
asal. Oleh karena itu, selama masa memuncaknya krisis di wilayah tersebut
penurunan terbesar pasar finansial bisa menyebar langsung dari ground zero
ke negara tetangga lainnya berdasarkan pada perilaku investor dalam
meminimalkan kerugian.
Persepsi dari para investor ini pada akhirnya akan mempengaruhi dana
investasi yang masuk ke negara tersebut sehingga mempengaruhi keadaan
perekonomian negara yang bersangkutan. Hal tersebut bukan hanya terjadi di
Amerika Serikat, namun juga melanda Eropa dan Asia, termasuk Indonesia.
Krisis Amerika Serikat yang dampaknya meluas pada negara-negara lainnya,
menunjukan globalisasi yang pada akhirnya membuat penyatuan ekonomi
semua negara, dan mengakibatkan suatu negara akan mengalami interpedensi,
antara negara yang satu dengan negara yang lainnya. Dengan runtuhnya
perekonomian dunia mengakibatkan stabilitas ekonomi global memburuk,
yakni semakin meluasnya berbagai krisis ke berbagai negara. Hal tersebut
35
dikarenakan adanya efek penularan sehingga banyak investor yang menarik
kembali investasinya karena tidak ingin merugi sehingga akhirnya menjadi
bagian dari proses terciptanya integrasi pasar modal. (Yulein Rahamis,
2014:89).
7. Integrasi Pasar Modal
Integrasi berarti penggabungan atau fusi menurut bisnis ensiklopedia,
ekonomi, dan manajemen (1992: 256) dalam Puryati dan Marlina (2013).
Integrasi ekonomi adalah retraksi (penghapusan) hambatan ekonomi antara
dua atau lebih negara (negara-negara). Sementara itu, integrasi pasar adalah
suatu kondisi di mana harga saham di berbagai pasar modal di dunia memiliki
hubungan yang sangat dekat (berkorelasi erat) antara masing-masing pasar
modal di dunia sehingga pasar modal di dunia bisa mencapai harga
internasional saham mereka dan memberikan akses terbatas atau hambatan
apapun untuk investor di seluruh dunia untuk memilikinya. Dari definisi
tersebut, dapat disimpulkan bahwa di pasar yang terintegrasi sepenuhnya akan
menciptakan pasar modal dunia yang terkait erat satu sama lain dan
berhubungan erat. Ini berarti bahwa fluktuasi harga saham memiliki kesamaan
(gerakan yang sama) di setiap bursa efek, dan terjadi secara bersamaan
mengakibatkan risiko dan kembali dalam sama besarnya dalam semua pasar
modal dunia. Hal ini memberikan dampak pada kebebasan investor untuk
berinvestasi di pasar modal.
36
Berdasarkan jurnal ekonomi yang ditulis oleh Barli Suryanta (2011),
integrasi pasar modal memberikan kesempatan kepada diversifikasi yang lebih
baik seiring investor beralih ke risiko yang lebih tinggi dan sesuai dengan
keuntungan yang diharapkan karena mereka mampu mendiversifikasi
risikonya secara keseluruhan (Obstfeld, 1994). Dalam konteks ini, Rajan dan
Zingales (1998) menemukan bahwa pengembangan pasar modal memfasilitasi
pertumbuhan ekonomi dengan mengurangi biaya modal. Dengan penghapusan
hambatan investasi, Stulz (1999) menunjukkan bahwa integrasi pasar modal
memungkinkan untuk diversifikasi risiko internasional yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi jangka panjang dengan mengubah alokasi sumber daya
dan tingkat tabungan.
B. Penelitian Terdahulu
Yoopi Abimanyu, dkk (2008) meneliti hubungan internasional antara
bursa saham Indonesia (IHSG) dengan 15 bursa saham di berbagai negara
yang dikelompokkan menjadi tiga grup. Pertama adalah wilayah ASEAN
antara lain Malaysia (KLCI) – kini berubah menjadi FTSE Bursa Malaysia
Index, Singapura (STI), Filipina (PSEi), dan Thailand (SET). Kedua adalah
wilayah Asia Pasifik dan negara maju antara lain Amerika Serikat (DJIA) dan
Jepang (NIKKEI 225) sebagai negara maju, Hongkong (HANG SENG),
Korea Selatan (KOSPI), Taiwan (TWSE), serta China (SHANGHAI dan
SHENZHEN). Ketiga adalah wilayah Eropa Barat antara lain Inggris (FTSE
100), Perancis (CAC 40), Jerman (DAX), dan Belanda (AEX). Fokus
37
penelitian ini terhadap hubungan jangka panjang yang dimiliki oleh IHSG
dengan bursa saham di wilayah ASEAN, IHSG dengan bursa saham di negara
maju dan Asia Pasifik, serta IHSG dengan bursa saham di wilayah Eropa
Barat. Periode penelitian mulai dari Januari 2005 s.d. Desember 2007 dan
menggunakan uji kointegrasi Johansen. Hasil penelitian menunjukkan secara
umum IHSG terintegrasi dengan 14 bursa saham yang berada di wilayah
ASEAN, Eropa Barat, dan Asia Pasifik serta negara maju, kecuali dengan
bursa saham di Thailand (SET) saja yang tidak terintegrasi.
M. Shabri Abd. Majid dan Salina Hj. Kassim (2010) meneliti integrasi
lima bursa saham syariah, yaitu Indonesia (JII), Malaysia (DJIMY), Jepang
(DJIJP), Inggris (DJIUK), dan Amerika Serikat (IMUS) untuk melihat celah
diversifikasi yang potensial bagi para investor. Periode penelitian mulai dari 1
Januari 1999 s.d. 31 Agustus 2006 dan menggunakan metode Auto-Regressive
Distributed Lag (ARDL) dan Vector Error Correction Mechanism (VECM)
yang berdasarkan pada Generalized Method of Moments (GMM). Hasil
penelitian menunjukkan integrasi bursa saham syariah tergantung pada tingkat
perkembangan ekonomi negaranya, yaitu bursa saham syariah Malaysia dan
Indonesia yang terkategori sebagai negara berkembang terintegrasi sangat
dekat satu sama lain, begitu juga halnya dengan bursa saham syariah Amerika
Serikat, Inggris, dan Jepang yang termasuk negara maju juga saling
terintegrasi satu sama lain.
Eka Siskawati (2011) meneliti interkoneksi tiga bursa saham syariah,
yaitu Indonesia (JII), Malaysia (KLSI – kini berubah menjadi FTSE Bursa
38
Malaysia Emas Syariah) dan Amerika (DJIMI). Penelitian ini menggunakan
uji kointegrasi Johansen dan uji kausalitas Granger yang berada dalam metode
Vector Error Correction Model (VECM) untuk periode mulai dari tahun 2005
sampai 2007. Hasil penelitian menunjukkan adanya kointegrasi (hubungan
jangka panjang) antara JII dengan KLSI serta JII, KLSI, dan DJIMI.
Kemudian, hasil uji kausalitas Granger menunjukkan adanya hubungan dua
arah antara JII dengan KLSI dan hubungan satu arah antara DJIMI dengan JII
serta DJIMI dengan KLSI, namun tidak sebaliknya. Selain itu, hasil estimasi
VECM juga menemukan bahwa baik JII dan KLSI memiliki koefisien error
correction term yang signifikan yang berarti adanya penyesuaian untuk setiap
ketidakseimbangan dalam jangka pendek.
Irfan Syauqi Beik dan Wisnu Wardhana (2011) meneliti hubungan
antara bursa saham syariah di Indonesia yaitu JII dengan bursa saham syariah
dan konvensional di Malaysia dan Amerika Serikat yaitu DJIMY – KLCI dan
IMUS – DJIA serta bursa saham konvensional di Indonesia itu sendiri yaitu
IHSG pada saat krisis keuangan global. Penelitian ini menggunakan uji
kointegrasi Johansen untuk meneliti hubungan jangka panjang dan analisis
Impulse Response Function (IRF) yang berada dalam metode Vector
Autoregressive (VAR) untuk meneliti interaksi dinamis jangka pendek.
Periode yang digunakan adalah mulai dari 1 Januari 2006 s.d. 31 Desember
2008. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan jangka panjang
antara JII dengan DJIMY, IMUS, KLCI, DJIA, serta IHSG sendiri dan dalam
39
jangka pendek setiap shock dari DJIMY, IMUS, KLCI, DJIA, dan IHSG
secara signifikan akan mempengaruhi JII.
Moeljadi (2012) meneliti pengaruh krisis keuangan global tahun 2007
terhadap integrasi dan co-movement bursa saham konvensional dan bursa
saham syariah di lima negara. Bursa saham konvensional dan bursa saham
syariah yang akan diteliti adalah KLCI - DJIMY (Malaysia), IHSG - JII
(Indonesia), NIKKEI 225 - DJIJP (Jepang), FTSE 100 - DJIUK (Inggris),
S&P 500 - IMUS (Amerika Serikat). Penelitian ini menggunakan metode
Vector Autoregressive (VAR) untuk dua periode yaitu periode sebelum krisis
(15 Februari 2006 s.d. 25 Juli 2007) dan periode saat terjadinya krisis (26 Juli
2007 s.d. 31 Desember 2008). Hasil penelitian menunjukkan kinerja bursa
saham syariah sedikit lebih baik dibandingkan bursa saham konvensionalnya
baik sebelum terjadi krisis maupun saat terjadinya krisis. Berdasarkan uji
kointegrasi, menunjukkan bahwa adanya hubungan jangka panjang antara
bursa saham konvensional di periode saat terjadinya krisis dengan bursa
saham syariah di periode sebelum krisis sehingga dapat disimpulkan manfaat
diversifikasi investasi internasional yang besar dapat diperoleh oleh para
investor dengan mengalokasikan investasinya pada bursa saham syariah saat
terjadi krisis.
Mohd Yahya Mohd Hussin, et.al (2013) meneliti integrasi antara bursa
saham syariah di 3 negara, yaitu FBMS (Malaysia), JII (Indonesia), dan DJIM
(Amerika) dengan menggunakan uji kointegrasi Johansen dan uji kausalitas
Granger yang berada dalam metode Vector Autoregressive (VAR). Periode
40
penelitian ini adalah Januari 2007 s.d. Mei 2012. Hasil penelitian
menunjukkan tidak ada hubungan jangka panjang (kointegrasi) yang terjadi
antara ketiga indeks tersebut. Selain itu, uji kausalitas Granger menunjukkan
adanya hubungan dua arah antara DJIM dengan FBMS dan hubungan satu
arah antara FBMS dengan JII.
Sarkar Humayun Kabir, et.al (2013) meneliti integrasi beberapa bursa
saham syariah dengan menggunakan Dow Jones Islamic Market Index di Asia
Pasifik (DJIAP), Eropa (DJIEU), Kuwait (DJIMKW), Inggris (DJIUK), dan
Amerika Serikat (IMUS). Penelitian ini menggunakan gabungan metode time
series, yaitu Vector Error Correction Model (VECM) dan analisis Beveridge-
Nelson (BN) Time Series Decomposition. Periode penelitian ini mulai dari 5
Januari 2005 s.d. 29 Februari 2012. Hasil penelitian menunjukkan adanya
hubungan kointegrasi antara lima bursa saham syariah tersebut. Selain itu,
variabel DJIUK menjadi satu-satunya variabel endogen (variabel dependen) di
dalam penelitian ini, sedangkan yang lainnya merupakan varibel-variabel
eksogen (variabel independen) sehingga menunjukkan bahwa ketika ada shock
dari variabel eksogen, maka DJIUK yang akan menanggung beban
penyesuaian jangka pendek dalam mewujudkan ekuilibrium jangka panjang di
lingkup bursa saham syariah. Kemudian, DJIEU merupakan variabel eksogen
yang paling memberikan pengaruh terhadap bursa saham di Inggris walaupun
Inggris bukan termasuk zona Euro. Dengan kata lain, kelima bursa saham
syariah yang diuji terikat bersama oleh hubungan teoritis secara keseluruhan.
41
Dwi Puryati dan dan Reni Marlina (2013) meneliti pergerakan harga
saham di sembilan bursa saham konvensional dalam kawasan Asia, yaitu
Indonesia (IHSG), Malaysia (KLCI), Singapura (STI), Korea (KOSPI),
Hongkong (HANG SENG), China (SHANGHAI), India (BSE), Jepang
(NIKKEI 225), dan Taiwan (TWSE) yang selanjutnya untuk diketahui apakah
saling terintegrasi atau tidak. Penelitian ini menggunakan analisis korelasi dan
uji kointegrasi Johansen yang berada dalam metode Vector Error Correction
Model (VECM). Periode penelitian yang digunakan mulai dari 4 Januari 2011
s.d. 30 November 2012. Hasil penelitian, baik melalui analisis korelasi
maupun uji kointegrasi, menunjukkan bahwa kesembilan bursa saham
terintegrasi dalam jangka panjang. Sementara untuk jangka pendek, hanya
bursa saham di India (BSE) yang tidak terintegrasi. Hal ini dapat disimpulkan
pembentukan harga saham tidak lagi hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang terkait dengan pembentukan harga saham di dalam negeri, namun juga di
luar negeri.
Jeina Malangkay (2013) meneliti integrasi bursa saham di Indonesia
(IHSG) dengan beberapa bursa saham di dunia, yaitu DJIA (Amerika Serikat),
DAX (Jerman), HANG SENG (Hongkong), dan NIKKEI 225 (Jepang).
Periode penelitian ini adalah Januari 2013 s.d. Maret 2013 dengan
menggunakan metode korelasi sederhana (bevariate correlation). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa IHSG memiliki hubungan yang signifikan
dengan DJIA, DAX, HANG SENG, dan NIKKEI 225 yang berarti IHSG
terintegrasi dengan bursa saham-bursa saham tersebut.
42
Tabel 2.2. Perbandingan Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Variabel Metode
Penelitian
Persamaan /
Perbedaan
Hasil Penelitian
1. Yoopi
Abimanyu,
dkk (2008)
IHSG, KLCI,
STI, PSEi,
SET, DJIA,
NIKKEI 225,
HANG
SENG,
KOSPI,
TWSE,
SHANGHAI,
SHENZHEN,
FTSE 100,
CAC 40,
DAX, AEX
Uji Kointegrasi
Johansen
Variabel:
IHSG,
KLCI/KLSE,
DJIA, NIKKEI
225, FTSE 100
Metode: uji
kointegrasi
Johansen /
Variabel: JII,
FBMS, DJIJP,
DJIUK,
DJICA, IMUS,
S&P TSX
IHSG
terintegrasi
dengan 14 bursa
saham, kecuali
dengan bursa
saham di
Thailand (SET)
saja yang tidak
terintegrasi.
2. M. Shabri
Abd. Majid
dan Salina
Hj. Kassim
(2010)
JII, DJIMY,
DJIJP,
DJIUK,
IMUS
Auto-
Regressive
Distributed
Lag (ARDL)
dan Vector
Error
Correction
Mechanism
(VECM) yang
berdasarkan
pada
Variabel: JII,
DJIJP, DJIUK,
IMUS/
Variabel:
IHSG, KLSE,
NIKKEI 225,
FTSE 100,
S&P TSX,
DJIA, FBMS,
DJICA
Metode:
VAR/VECM
DJIMY dan JII
yang terkategori
sebagai bursa
saham syariah di
negara
berkembang
terintegrasi
sangat dekat
satu sama lain,
begitu juga
halnya dengan
43
No. Peneliti Variabel Metode
Penelitian
Persamaan /
Perbedaan
Hasil Penelitian
Generalized
Method of
Moments
(GMM)
IMUS, DJIUK,
dan DJIJP yang
termasuk bursa
saham syariah di
negara maju
juga saling
terintegrasi satu
sama lain.
3. Eka
Siskawati
(2011)
JII,
KLSI/FBMS,
DJIMI
Uji Kointegrasi
Johansen dan
Uji Kausalitas
Granger
Variabel: JII
dan FBMS
Metode: Uji
Kointegrasi
Johansen dan
Uji Kausalitas
Granger /
Variabel:
DJIJP, DJIUK,
DJICA, IMUS,
IHSG, KLSE,
NIKKEI 225,
FTSE 100,
S&P TSX,
DJIA
Adanya
kointegrasi
(hubungan
jangka panjang)
antara JII
dengan KLSI
serta JII, KLSI,
dan DJIMI.
Kemudian, hasil
uji kausalitas
Granger
menunjukkan
adanya
hubungan dua
arah antara JII
dengan KLSI
dan hubungan
satu arah
44
No. Peneliti Variabel Metode
Penelitian
Persamaan /
Perbedaan
Hasil Penelitian
antara DJIMI
dengan JII serta
DJIMI dengan
KLSI.
4. Irfan Syauqi
Beik dan
Wisnu
Wardhana
(2011)
JII, DJIMY,
IMUS, IHSG,
KLCI, DJIA
Uji Kointegrasi
Johansen dan
Impulse
Response
Function (IRF)
Variabel: JII,
IMUS, IHSG,
KLSE, DJIA
Metode: Uji
Kointegrasi
Johansen dan
Impulse
Response
Function (IRF)
/ Variabel:
FBMS, DJIJP,
DJIUK,
DJICA,
NIKKEI 225,
FTSE 100
Tidak ada
hubungan
kointegrasi
antara JII
dengan DJIMY,
IMUS, KLCI,
DJIA, dan
IHSG. Namun,
dalam jangka
pendek setiap
shock dari
DJIMY, IMUS,
KLCI, DJIA,
dan IHSG
signifikan JII.
5. Moeljadi
(2012)
JII, DJIMY,
DJIJP,
DJIUK,
IMUS, IHSG,
KLCI,
Vector
Autoregressive
(VAR)
Variabel: JII,
DJIJP, DJIUK,
IMUS, IHSG,
KLCI, NIKKEI
225
Berdasarkan uji
kointegrasi,
adanya
hubungan
keseimbangan
jangka panjang
antara bursa
45
No. Peneliti Variabel Metode
Penelitian
Persamaan /
Perbedaan
Hasil Penelitian
NIKKEI 225,
S&P 500
Metode: Vector
Autoregressive
(VAR) /
Variabel:
FBMS, DJICA,
S&P TSX,
DJIA
saham
konvensional di
periode saat
terjadinya krisis
dengan bursa
saham syariah di
periode sebelum
krisis.
6. Mohd
Yahya
Mohd
Hussin,
et.al (2013)
FBMS, JII,
DJIM
Uji Kointegrasi
Johansen dan
Uji Kausalitas
Granger
Variabel: JII
dan FBMS
Metode: Uji
Kointegrasi
Johansen dan
Uji Kausalitas
Granger /
Variabel:
IMUS, IHSG,
KLCI, DJIA
Tidak ada
hubungan
jangka panjang
(kointegrasi)
antara FBMS,
JII, dan DJIM.
Selain itu, uji
kausalitas
Granger
menunjukkan
adanya
hubungan dua
antara DJIM
dengan FBMS
dan hubungan
satu arah antara
FBMS dengan
JII.
46
No. Peneliti Variabel Metode
Penelitian
Persamaan /
Perbedaan
Hasil Penelitian
7. Sarkar
Humayun
Kabir, et.al
(2013)
DJIAP,
DJIEU,
DJIMKW,
DJIUK,
IMUS
Vector Error
Correction
Model
(VECM) dan
analisis
Beveridge-
Nelson (BN)
Time Series
Decomposition
Variabel:
DJIUK dan
IMUS
Metode:
VECM /
Variabel: JII,
FBMS, DJIJP,
IHSG, KLCI
Adanya
hubungan
kointegrasi
antara lima
bursa saham
syariah tersebut.
8. Dwi Puryati
dan dan
Reni
Marlina
(2013)
IHSG, KLCI,
STI, KOSPI,
HANG
SENG,
SHANGHAI,
BSE, NIKKEI
225, dan
TWSE
Analisis
korelasi dan
Vector Error
Correction
Model
(VECM)
Varibel: IHSG,
KLSE,
NIKKEI 225
Metode:
VECM /
Variabel: JII,
FBMS, DJIJP,
DJIUK,
Berdasarkan
analisis korelasi
maupun uji
kointegrasi
menunjukkan
bahwa
kesembilan
bursa saham
terintegrasi
dalam jangka
panjang.
Sementara untuk
jangka pendek,
hanya bursa
saham BSE
yang tidak
terintegrasi.
47
No. Peneliti Variabel Metode
Penelitian
Persamaan /
Perbedaan
Hasil Penelitian
9. Jeina
Malangkay
(2013)
IHSG, DJIA,
DAX, HANG
SENG,
NIKKEI 225
Analisis
Korelasi
Sederhana
(Bevariate
Correlation)
Variabel:
IHSG, DJIA,
NIKKEI 225 /
Variabel:
KLSE, FTSE
100, S&P TSX,
JII, FBMS,
DJIJP, DJIUK,
DJICA, IMUS
Metode:
VAR/VECM
IHSG memiliki
hubungan yang
signifikan
dengan DJIA,
DAX, HANG
SENG, dan
NIKKEI 225
sehingga dapat
dikatakan IHSG
terintegrasi
dengan bursa
saham-bursa
saham tersebut.
48
C. Kerangka Berpikir
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui integrasi yang terjadi antara
bursa saham syariah dan konvensional di negara-negara yang berada dalam
kawasan Asia, Eropa, dan Amerika dengan bursa saham syariah dan
konvensional di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa
data time series harian dari tiap indeks yang menjadi objek penelitian. Model
analisis yang digunakan adalah analisis Vector Autoregressive (VAR) / Vector
Error Correction Model (VECM) dengan tahap-tahap analisisnya, yaitu uji
stasioneritas, penentuan lag optimum, uji kausalitas, uji kointegrasi, uji
stabilitas VAR, estimasi VAR / VECM, Impulse Response Function (IRF),
dan Variance Decomposition (VD).
Langkah pertama adalah mengumpulkan semua data nilai penutupan
saham di tiap indeks bursa saham syariah dan konvensional yang menjadi
objek penelitian melalui internet, kemudian data-data tersebut diolah dengan
bantuan software Eviews 7. Setelah itu, dilakukan uji stasioneritas yang
bertujuan untuk melihat data tersebut stasioner atau tidak menggunakan uji
Augmented Dickey Fuller (ADF). Kemudian, dilakukannya penentuan lag
optimum untuk mengetahui jumlah lah yang akan digunakan dalam uji
kausalitas, uji kointegrasi, dan estimasi VAR / VECM.
Setelah diketahui jumlah lag yang optimal, uji kausalitas Granger
dilakukan untuk mengetahui bagaimana hubungan bursa saham syariah dan
konvensional di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika terhadap bursa saham
syariah dan konvensional di Indonesia, apakah terjadi hubungan satu arah atau
49
dua arah (saling mempengaruhi) atau tidak memiliki hubungan. Kemudian, uji
kointegrasi dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan jangka panjang
antar variabel karena hal ini akan berpengaruh dalam pemilihan estimasi yang
akan dilakukan, yaitu apakah estimasi VAR in difference atau estimasi
VECM. Jika diketahui data stasioner pada level, maka dapat langsung
dilakukan estimasi VAR bentuk level, sedangkan untuk data yang stasioner
pada first difference serta terjadi kointegrasi dilakukan estimasi VECM. Akan
tetapi, apabila tidak terjadi kointegrasi, maka akan dilakukan estimasi VAR in
difference. Setelah uji kointegrasi, uji stabilitas VAR juga diperlukan untuk
mengetahui model VAR / VECM yang akan digunakan sudah stabil atau
belum agar hasil analisis Impulse Response Function (IRF) dan Variance
Decomposition (VD) dapat dikatakan valid. Apabila model VAR / VECM
dikatakan valid, maka tahapan selanjutnya adalah estimasi model VAR /
VECM tersebut dan terakhir dilakukan analisis Impulse Response Function
(IRF) dan Variance Decomposition (VD).
50
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Bursa Saham Syariah
JII (Indonesia), FBMS
(Malaysia), DJIJP (Jepang),
DJIUK (Inggris), DJICA
(Kanada), dan IMUS
(Amerika Serikat)
Uji Kausalitas Granger
VECM
Interpretasi
VAR bentuk level
IRF dan Variance Decomposition
Stasioner dideferensiasi
data
Uji Stasioneritas
Stasioner Tidak Stasioner
Uji Kointegrasi Tidak VAR bentuk
difference
Ya
Kesimpulan
Bursa Saham Konvensional
IHSG (Indonesia), FBMS
(Malaysia), NIKKEI
(Jepang), FTSE (Inggris),
S&P TSX (Kanada), dan
DJIA (Amerika Serikat)
51
D. Hipotesis
Berdasarkan variabel-variabel penelitian dan permasalahan, maka
peneliti melakukan beberapa hipotesa mengenai integrasi bursa saham syariah
dan konvensional di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika dengan bursa saham
syariah dan konvensional di Indonesia.
1. Hipotesis Pertama
Ho : Tidak terdapat hubungan kausalitas antara bursa saham syariah di
kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (FBMS, DJIJP, DJIUK,
DJICA, dan IMUS) dengan bursa saham syariah Indonesia (JII).
Ha : Terdapat hubungan kausalitas antara bursa saham syariah di
kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (FBMS, DJIJP, DJIUK,
DJICA, dan IMUS) dengan bursa saham syariah Indonesia (JII).
2. Hipotesis Kedua
Ho : Tidak hubungan kausalitas antara bursa saham konvensional di
kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (KLSE, NIKKEI 225, FTSE
100, S&P TSX, dan DJIA) dengan bursa saham konvensional
Indonesia (IHSG).
Ha : Terdapat hubungan kausalitas antara bursa saham konvensional di
kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (KLSE, NIKKEI 225, FTSE
100, S&P TSX, dan DJIA) dengan bursa saham konvensional
Indonesia (IHSG).
52
3. Hipotesis Ketiga
Ho : Tidak terdapat hubungan jangka panjang antara bursa saham
syariah di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (FBMS, DJIJP,
DJIUK, DJICA, dan IMUS) dengan bursa saham syariah
Indonesia (JII).
Ha : Terdapat hubungan jangka panjang antara bursa saham syariah di
kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (FBMS, DJIJP, DJIUK,
DJICA, dan IMUS) dengan bursa saham syariah Indonesia (JII).
4. Hipotesis Keempat
Ho : Tidak terdapat hubungan jangka panjang antara bursa saham
konvensional di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (KLSE,
NIKKEI 225, FTSE 100, S&P TSX, dan DJIA) dengan bursa
saham konvensional Indonesia (IHSG).
Ha : Terdapat hubungan jangka panjang antara bursa saham
konvensional di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (KLSE,
NIKKEI 225, FTSE 100, S&P TSX, dan DJIA) dengan bursa
saham konvensional Indonesia (IHSG).
5. Hipotesis Kelima
Ho : Tidak terdapat kontribusi tiap bursa saham syariah di kawasan
Asia, Eropa, dan Amerika (FBMS, DJIJP, DJIUK, DJICA, dan
IMUS) dalam pergerakan bursa saham syariah Indonesia (JII).
53
Ha : Terdapat kontribusi tiap bursa saham syariah di kawasan Asia,
Eropa, dan Amerika (FBMS, DJIJP, DJIUK, DJICA, dan IMUS)
dalam pergerakan bursa saham syariah Indonesia (JII).
6. Hipotesis Keenam
Ho : Tidak terdapat kontribusi tiap bursa saham konvensional di
kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (KLSE, NIKKEI 225, FTSE
100, S&P TSX, dan DJIA) dalam pergerakan bursa saham
konvensional Indonesia (IHSG).
Ha : Terdapat kontribusi tiap bursa saham konvensional di kawasan
Asia, Eropa, dan Amerika (KLSE, NIKKEI 225, FTSE 100, S&P
TSX, dan DJIA) dalam pergerakan bursa saham konvensional
Indonesia (IHSG).
54
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisa integrasi yang terjadi
antara bursa saham syariah di tiga kawasan, yaitu Asia yang diwakili oleh
FTSE Bursa Malaysia Emas Shariah (FBMS) dan Dow Jones Islamic Market
Japan (DJIJP), Eropa yang diwakili oleh Dow Jones Islamic Market United
Kingdom (DJIUK), dan juga Amerika yang diwakili oleh Dow Jones Islamic
Market Canada (DJICA) dan Dow Jones Islamic Market United States
(IMUS) serta bursa saham konvensional di kawasan Asia yang diwakili oleh
Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE) dan Nikkei Heikin Kabuka (NIKKEI
225), Eropa yang diwakili oleh Financial Times Stock Exchange (FTSE 100),
dan juga Amerika yang diwakili oleh Toronto Stock Exchange (S&P TSX),
dan Dow Jones Industrial Average (DJIA) terhadap bursa saham syariah dan
konvensional di Indonesia, yaitu Jakarta Islamic Index (JII) dan Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG). Periode yang akan diteliti adalah dari tahun 2008 -
2013.
B. Teknik Penentuan Sampel
Populasi dari penelitan ini adalah seluruh aktifitas pergerakan nilai
penutupan harian indeks saham syariah dan konvensional di Indonesia serta
nilai penutupan harian indeks saham syariah dan konvensional di Malaysia,
55
Jepang, Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat mulai dari tahun 2008 sampai
tahun 2013. Sampel yang dipilih adalah JII, FBMS, DJIJP, DJIUK, DJICA,
IMUS, IHSG, KLSE, NIKKEI 225, FTSE 100, S&P TSX, dan DJIA.
Pemilihan negara Indonesia, Malaysia, Jepang, Inggris, Kanada, dan
Amerika Serikat berdasarkan beberapa faktor. Pertama, bursa saham
mencakup wilayah geografis yang memberikan kontribusi untuk kebaruan
penelitian ini. Secara khusus, bursa saham yang dipilih mewakili bursa saham
utama di wilayahnya yaitu Indonesia, Malaysia, dan Jepang yang mewakili
kawasan Asia, Inggris mewakili Eropa dan terakhir, Kanada dan Amerika
Serikat mewakili wilayah Amerika. Kedua, bursa saham dari negara-negara
yang dipilih dalam penelitian ini juga dapat dikategorikan menurut tingkat
negara pembangunan. Secara khusus, Indonesia dan Malaysia merupakan
bursa saham dari negara berkembang, sementara Jepang, Inggris, Kanada, dan
Amerika Serikat berasal dari negara-negara maju.
Ketiga, pemilihan kelima negara yang akan diuji berpasangan dengan
Indonesia merupakan 15 besar negara-negara yang paling banyak
menanamkan modalnya di Indonesia. Berdasarkan yang dilansir dari laporan
kuartal 2014 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM), Malaysia,
Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat berturut-turut menduduki peringkat 2
sampai dengan 5 dengan nilai investasi yaitu Malaysia sebesar US$ 616.62
juta, Jepang sebesar US$ 589.78 juta, Inggris sebesar US$ 588.83 juta, dan
Amerika Serikat sebesar US$ 401.53 juta. Sementara itu, Kanada berada di
peringkat 12 dengan nilai investasi sebesar US$ 53.11 juta
56
Metode pemilihan sampel menggunakan judgement sampling atau
purposive sampling dimana peneliti melakukan pengumpulan datanya atas
dasar strategi kecakapan atau pertimbangan pribadi semata. (Muhammad
Teguh, 2005:156). Pemilihan sampel data berdasarkan kriteria tertentu, yaitu:
1. Bursa saham syariah dan konvensional yang terkenal / utama / terbesar
di enam negara yang dipilih, khusus untuk Inggris memakai indeks
Dow Jones Islamic Market karena tidak tersedianya data indeks bursa
saham syariah khusus wilayah Inggris dari FTSE.
2. Tersedianya data indeks bursa saham syariah dan konvensional harian
selama periode penelitian, yaitu dari tahun 2008 sampai tahun 2013.
C. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data runtun waktu
(time series) dengan skala harian yang diambil dari sumber data antara lain
Google Finance dan Yahoo Finance. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu metode
pengumpulan data yang diperoleh dari membaca buku-buku, bahan-
bahan, serta literatur-literatur yang terkait dengan permasalahan yang
diteliti.
2. Internet Research, dimana terkadang buku referensi atau literatur yang
dimiliki atau pinjam di perpustakaan tertinggal selama beberapa waktu
karena ilmu yang selalu berkembang, penulis melakukan penelitian
57
dengan bantuan media internet sehingga data yang diperoleh up to date
seperti: www.yahoofinance.com, www.googlefinance.com,
www.wikipedia.com, dan website lainnya.
D. Teknik Analisis
Dalam penelitian ini analisis yang akan digunakan adalah analisis
Vector Autoregressive (VAR) / Vector Error Correction Model (VECM) dan
sebagai alat analisis adalah program Eviews 7. Sebelum memasuki detail atas
analisis dan pembahasan model yang digunakan, pada bagian ini akan
dijelaskan terlebih dahulu mengenai statistika deskriptif dan analisis Vector
Autoregressive (VAR) / Vector Error Correction Model (VECM).
1. Statistika Deskriptif
Statistika deskriptif merupakan ringkasan atas data yang disajikan
yang berisi beberapa hitungan pokok statistik, seperti rata-rata, nilai
maksimum, nilai minimum, standar deviasi, kurtosis, Jarque-Bera, dan lain
sebagainya. Akan tetapi, standarnya hanya tiga informasi, yaitu rata-rata,
standar deviasi, dan observation (banyaknya data), tetapi tidak menutup
kemungkinan bisa juga ditambahkan dengan informasi lainnya. Berikut ini
penjelasan dari beberapa hitungan pokok di dalam statistika deskriptif (Wing
Wahyu Winarno, 2011:3.9 - 3.10).
a. Rata-rata (mean) diperoleh dengan menjumlahkan seluruh data dan
membaginya dengan cacah data.
b. Maaximum adalah nilai paling besar dari data.
58
c. Minimum adalah nilai paling kecil dari data.
d. Standar deviasi adalah ukuran disperse atau penyebaran data.
e. Skewness adalah ukuran asimetri distribusi data di sekitar mean.
f. Kurtosis mengukur ketinggian suatu distribusi.
g. Jarque-Bera adalah uji statistik untuk mengetahui apakah data
berdistribusi normal atau tidak. Uji ini mengukur perbedaan skewness
dan kurtosis data yang dibandingkan dengan apabila datanya bersifat
normal.
2. Analisis Vector Autoregressive (VAR) / Vector Error Correction Model
(VECM)
Sebagian besar model-model ekonometrika deret waktu (time series)
adalah model yang dibangun berdasarkan teori ekonomi yang ada. Dengan
kata lain, teori ekonomi menjadi dasar dalam mengembangkan hubungan antar
peubah pada model. Namun, seringkali teori ekonomi belum mampu
menentukan spesifikasi yang tepat untuk model. Hal ini mungkin disebabkan
teori ekonomi yang ada terlalu kompleks (rumit/majemuk) sehingga perlu
dilakukan penyerdehanaan dalam model atau sebaliknya fenomena yang ada
terlalu kompleks sehingga tidak cukup hanya dijelaskan dengan teori yang
ada. Model Vector Autoregressive (VAR) menawarkan alternatif pemodelan
sebagai jalan keluarnya karena model ini dibangun dengan pendekatan yang
meminimalkan teori dengan tujuan agar mampu menangkap fenomena
ekonomi dengan baik. (Juanda dan Junaidi, 2012:133-134).
59
Dalam Teguh Sugiarto (2014:13), metodologi Vector Autoregressive
(VAR) pertama kali diperkenalkan oleh Sims (1980) sebagai alternatif untuk
model makroekonomi skala besar tradisional. VAR adalah model ekonometrik
yang digunakan untuk menangkap dinamika dan interaksi antara beberapa
time series. Semua variabel diperlakukan secara simetris dan variabel
dependen dalam setiap persamaan dijelaskan oleh tertinggal dari semua
variabel dalam model, termasuk variabel dependen itu sendiri. VAR ini
dikembangkan dalam menanggapi argumen Sims (1980) bahwa tidak ada
apriori panduan atau penalaran ekonomi yang besar untuk membenarkan
memperlakukan variabel tertentu sebagai variabel eksogen dalam proses
pemodelan dan karena itu semua variabel harus diperlakukan sebagai
endogen.
Secara garis besar, terdapat empat hal yang ingin diperoleh dari
pembentukan sebuah sistem persamaan yang pada dasarnya dapat disediakan
dengan metode VAR, yaitu deskripsi data, peramalan, inferensi struktural, dan
analisis kebijakan. Menurut Juanda dan Junaidi (2012), analisis VAR dapat
digunakan untuk:
a. Granger Causality Test, yaitu mengetahui hubungan sebab akibat antar
variabel.
b. Peramalan (forecasting), yaitu dengan melakukan ekstrapolasi nilai
saat ini dan masa depan seluruh variabel melalui pemanfaatan seluruh
informasi masa lalu variabel.
60
c. Impulse Response Function (IRF), yaitu dengan mendeteksi respon
setiap variabel baik pada saat ini maupun masa depan akibat adanya
perubahan atau shock suatu variabel tertentu.
d. Forecast Error Decomposition of Variance (FEDV), yaitu dengan
melakukan prediksi terhadap kontribusi persentase varians setiap
variabel terhadap perubahan suatu variabel tertentu.
Berdasarkan bentuknya, metode VAR yang secara umum sering
digunakan adalah unrestricted VAR, restricted VAR, dan Structural VAR.
Unrestricted VAR sendiri memiliki dua bentuk, yaitu VAR in level dan VAR
in difference. VAR in level digunakan jika data telah stasioner pada tingkat
level, sedang VAR in difference digunakan jika data tidak stasioner dalam
level dan tidak memiliki hubungan kointegrasi, maka estimasi VAR dapat
dilakukan dalam bentuk data deferens. Bentuk VAR yang terestriksi
(restricted VAR) disebut juga Vector Error Correction Model (VECM).
Restriksi tambahan diberikan karena keberadaan data yang tidak stasioner
namun terkointegrasi. Spesifikasi VECM merestriksi hubungan jangka
panjang variabel-variabel endogen agar konvergen ke dalam hubungan
kointegrasinya, namun tetap membiarkan keberadaan dinamisasi jangka
pendek. Sementara itu, seperti VECM, pada dasarnya Structural VAR (SVAR)
juga merupakan bentuk VAR yang terestriksi. Perbedaannya terletak pada
restriksinya yang berdasarkan hubungan teoritis yang kuat antar variabel-
variabel yang digunakan dalam sistem VAR. Oleh karena itu bentuk SVAR
juga sering disebut sebagai theoritical VAR. (Juanda dan Junaidi, 2012:137).
61
Menurut Shochrul R Ajija (2011:165), ada beberapa kelemahan dari
model VAR di antaranya:
a. Model VAR merupakan model yang atheoritic atau tidak berdasarkan
teori, hal ini tidak seperti pada persamaan simultan. Pada persamaan
simultan, pemilihan variabel yang akan dimasukkan dalam persamaan
memegang peranan penting dalam mengidentifikasi model.
b. Pada model VAR, penekananya terletak pada peramalan sehingga
model ini kurang cocok digunakan dalam menganalisis kebijakan.
c. Permasalahan yang besar dalam model VAR adalah pada pemilihan
panjang lag (lag length) yang tepat. Oleh karena semakin panjang lag,
jumlah parameter yang akan bermasalah pada derajat bebas (degrees of
freedom) akan bertambah.
d. Sering ditemui kesulitan dalam menginterpretasi setiap koefisien pada
estimasi model VAR sehingga sebagian besar peneliti melakukan
interpretasi pada estimasi Impulse Response Function (IRF) dan
Variance Decomposition (VD).
Sementara itu, menurut Fitri Kartiasih (2014) ada juga beberapa
keunggulan dari model VAR di antara lain:
a. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang
kompleks (multivariate), sehingga dapat menangkap hubungan
keseluruhan variabel di dalam sistem (persamaan) itu. Hubungan yang
terdeteksi bisa bersifat langsung ataupun tidak langsung.
62
b. Uji VAR yang bersifat multivariat bisa menghindari parameter yang
bias akibat tidak dimasukannya variabel yang relevan.
c. Dapat mendeteksi hubungan antarvariabel dalam sistem persamaan,
dengan menjadikan seluruh variabel menjadi endogenous.
d. Karena bekerja berdasarkan data, metode VAR terbebas dari berbagai
batasan teori ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan
semu (spurious variable endogenty dan exogenty) di dalam model
ekonometrik konvensional terutama pada persamaan simultan,
sehingga menghindari penafsiran yang salah.
e. Dengan teknik VAR maka yang akan terpilih hanya variabel yang
relevan untuk disinkronisasi dengan teori yang ada.
Adapun tahap-tahap yang harus dilakukan dalam analisis VAR /
VECM sebagai berikut.
a. Uji Stasioneritas
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam estimasi model
ekonomi dengan data time series adalah dengan menguji stasioneritas pada
data atau disebut juga stationary stochastic process. Proses stokastik
didiefinisikan sebagai suatu proses yang menghasilkan rangkaian nilai-
nilai peubah acak yang menggambarkan perilaku data pada berbagai
kondisi. Setiap data deret waktu (time series) merupakan suatu data dari
hasil proses stokastik. Ada tiga cara yang umum digunakan dalam
melakukan pendugaan terhadap kestasioneran data antara lain (Juanda dan
Junaidi, 2012:20-21):
63
a. Melihat tren data dalam grafik
b. Menggunakan autokolerasi dan korelogram
c. Uji akar unit (unit root test)
Dalam penelitian ini, uji stasioneritas data dapat dilakukan dengan
menggunakan uji akar unit sebagai uji formal untuk mengetahui
kestasioneran data. Uji akar unit dapat dilakukan dengan berbagai metode
di antaranya adalah Dickey-Fuller (DF test), Augmented Dickey Fuller
(ADF test), Philips-Perron (PP test), Kwiatkowski-Philips-Schmidt-Shin,
Elliot-Rothenberg-Stock Point-Optimal, dan Ng-Perron. Tiga di antaranya
yang sering digunakan dalam berbagai analisis yaitu DF test, ADF test,
dan PP test. Di sini akan digunakan ADF test pada derajat yang sama
(level atau difference) hingga diperoleh suatu data yang stasioner, yaitu
data yang variansnya tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan
untuk mendekati nilai rata-ratanya. (Ender, 1995) dalam (Shochrul R
Ajija, dkk, 2011:165).
Menurut Kuncoro (2001) dalam Winta Ratna Sari (2012), uji ADF
merupakan alternatif dari uji DF yang berisi regresi dari diferensi pertama
data runtut waktu terhadap lag variabel tersebut, lagged difference terms,
konstanta dan variabel trend. Sementara itu, Gujarati dan Porter (2013)
menjelaskan perbedaan mendasar dari uji ADF dan uji PP adalah pada
penggunaan lag dari bentuk diferns dari variabel dependen. Jika
menggunakan Uji ADF mengatasi kemungkinan adanya masalah
autokorelasi pada error term dengan menambahkan lags, sebaliknya pada
64
uji PP menggunakan metode statistik nonparametrik untuk mengatasi
masalah autokorelasi pada error term tanpa menambahkan lag dari bentuk
differs.
Jika dalam uji stasioneritas ini menunjukkan nilai ADFstatistik yang
lebih besar daripada Mackinnon critical value, maka dapat diketahui
bahwa data tersebut stasioner karena tidak mengandung unit root.
Sebaliknya, jika nilai ADFstatistik lebih kecil daripada Mackinnon critical
value, maka dapat disimpulkan data tersebut tidak stasioner pada derajat
level. Dengan demikian, differencing data untuk memperoleh data yang
stasioner pada derajat yang sama di first difference I(1) harus dilakukan,
yaitu dengan mengurangi data tersebut dengan data periode sebelumnya.
Dalam model VAR dipersyaratkan penggunaan derajat integrasi yang
sama sehingga jika terdapat data yang tidak stasioner pada level, maka
secara keseluruhan data yang digunakan adalah data first difference.
(Shochrul R Ajija, dkk, 2011:166).
b. Penentuan Lag Length
Salah satu permasalahan yang terjadi dalam uji stasioneritas adalah
penentuan lag optimal. Permasalahan yang muncul apabila panjang lagnya
terlalu kecil akan membuat model tersebut tidak dapat digunakan karena
kurang mampu meenjelaskan hubungannya. Sebaliknya, jika panjang lag
yang digunakan terlalu besar, maka derajat bebasnya (degree of freedom)
65
akan menjadi lebih besar sehingga tidak efisien lagi dalam menjelaskan.
(Shochrul R Ajija, dkk, 2011:166)
Oleh karena itu, dalam penentuan lag optimal dipilih kriteria yang
mempunyai Likelihood Ratio (LR), Final Prediction Error (FPE), Akaike
Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), dan
Hannan-Quin Criterion (HQ) yang paling kecil atau minimal diantara
berbagai lag yang diajukan. Jika kriteria informasi hanya merujuk pada
sebuah kandidat lag saja, maka kandidat tersebutlah yang optimal. Jika
diperoleh lebih dari satu kandidat dan semuanya termasuk kriteria paling
kecil nilainya, maka pemilihan dilanjutkan dengan nilai Adjusted R2
tertinggi pada variabel terpenting dalam sistem VAR dengan lag optimal.
(Juanda dan Junaidi, 2012:151).
c. Uji Kausalitas
Uji kausalitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu variabel
endogen dapat diperlakukan sebagai variabel eksogen. Hal ini bermula
dari ketidaktahuan keterpengaruhan antar variabel. Jika ada dua variabel y
dan z, maka apakah y menyebabkan z atau z menyebabkan y atau berlaku
keduanya atau tidak ada hubungan keduanya. (Studi Bapepam, 2008: 27).
Menurut Juanda dan Junaidi (2012:145), uji kausalitas adalah
pengujian untuk menentukan hubungan sebab-akibat antara variabel dalam
sistem VAR. Hubungan sebab-akibat ini dapat diuji dengan menggunakan
uji kausalitas Granger (Granger causality test). Granger causality semata-
66
mata mengimplikasikan suatu rangkaian kronologis dari perubahan atau
pergerakan suatu variabel dalam sistem atau model (Adwin Surja Atmadja,
2010:356).
Dalam Shochrul R Ajija, dkk (2011:167), secara umum suatu
persamaan Granger dapat diinterpretasikan sebagai berikut (Gujarati,
2003:696-697).
1) Unidirectional causality (kausalitas satu arah) dari variabel
dependen ke variabel independen. Hal ini terjadi ketika koefisien
lag variabel dependen secara statistik signifikan berbeda dengan
nol, sedangkan koefisien lag seluruh variabel independen sama
dengan nol.
2) Feedback/bilateral causality (kausalitas dua arah), jika koefisien
lag seluruh variabel, baik variabel dependen maupun independen
secara statistik signifikan berbeda dengan nol.
3) Independence (tidak saling mempengaruhi), jika koefisien lag
seluruh variabel, baik variabel dependen maupun independen
secara statistik tidak berbeda dengan nol.
Untuk menguji kausalitas tersebut, apabila nilai probabilitas lebih
kecil daripada 0.05, maka terjadi kausalitas Granger, dan sebaliknya
apabila lebih besar daripada 0.05, maka tidak terjadi kausalitas Granger.
67
d. Uji Kointegrasi (Co-integration Test)
Dalam Ebrinda Daisy Gustiani, dkk (2010:533), pengujian
kointegrasi dilakukan untuk memperoleh hubungan jangka panjang antar
variabel yang telah memenuhi persyaratan selama proses integrasi yaitu
dimana semua variabel telah stationer pada derajat yang sama yaitu derajat
satu I(1). Hubungan kointegrasi dalam sebuah sistem persamaan
menandakan bahwa dalam sistem tersebut terdapat error correction model
yang mengambarkan adanya dinamisasi dalam jangka pendek secara
konsisten dengan hubungan jangka panjangnya seperti diungkapkan oleh
Verbeek (2000).
Informasi jangka panjang diperoleh dengan menentukan terlebih
dahulu rank kointegrasi untuk mengetahui berapa sistem persamaan yang
dapat menerangkan dari keseluruhan sistem yang ada. (Aam Slamet
Rusydiana, 2009:53). Uji kointegrasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah uji kointegrasi yang dikembangkan oleh Johansen dengan
membandingkan dua pengujian statistik yang berbeda, yaitu trace test dan
maximum eigenvalue test dengan nilai kritis 0.05. Jika nilai trace statistic
dan nilai Max-Eigen statistic lebih besar daripada nilai kritis 0.05, maka
data terkointegrasi. Pengujian hubungan kointegrasi dilakukan dengan
menggunakan lag optimal sesuai dengan pengujian sebelumnya.
Sementara itu, penentuan asumsi deterministik yang melandasi
pembentukan persamaan kointegrasi didasarkan pada dua kriteria, yaitu
68
SC dan AIC. Keputusan penentuan kriteria antara SC dan AIC tidak
dipermasalahkan. (Shochrul R Ajija, dkk, 2011:199).
e. Stabilitas VAR / VECM
Stabilitas VAR perlu diuji terlebih dahulu sebelum melakukan
analisis lebih jauh karena jika hasil estimasi VAR / VECM menunjukkan
tidak stabil, maka Impulse Response Function (IRF) dan Variance
Decomposition (VD) menjadi tidak valid. Setiawan (2007) dalam Aam
Slamet Rusydiana (2009). Uji stabilitas VAR / VECM dapat dilakukan
dengan menghitung akar-akar dari fungsi polynomial atau yang dikenal
dengan roots of characteristic polynomial. Jika semua akar dari fungsi
polynomial tersebut berada di dalam unit circle atau jika nilai absolutnya
lebih kecil daripada 1, sebagaimana menurut Gereen (2003) dalam Rossar
Maries (2008) “dynamic stability is achieved if the characteristic roots of
1 have modulus than one”, dengan demikian model VAR / VECM
tersebut bersifat stabil sehingga analisis IRF dan VD dapat dilakukan.
f. Estimasi VAR / VECM
Menurut Juanda dan Junaidi (2012:146), pada tahap pertama
sebelum model VAR dirumuskan adalah pemeriksaan terhadap apakah
data tersebut stasioner atau tidak. Jika data stasioner, maka model VAR
langsung bisa dirumuskan dan diestimasi. Jika data tidak stasioner,
sebagaimana dijelaskan ada dua kemungkinan model yang bisa digunakan,
yaitu (1) melakukan differencing terhadap data sehingga data menjadi
69
stasioner dan modelnya menjadi VAR in difference atau (2) tidak
melakukan differencing tetapi merestriksi VAR dengan persamaan
kointegrasi sehingga modelnya menjadi model VECM. Model Vector
Autoregressive (VAR) adalah model persamaan regresi yang
menggunakan data time series.
Estimasi VAR / VECM dilakukan dengan melihat apakah variabel
X mempengaruhi variabel Y, begitupun sebaliknya. Untuk melihat apakah
variabel X mempengaruhi variabel Y dapat dilihat dengan
membandingkan nilai t-statistik hasil estimasi secara mutlak, yaitu apabila
variabel X memiliki nilai t-statistik yang lebih besar dari 2 atau 1.96 maka
variabel X memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y, dan
sebaliknya. (I Gusti Ngurah Agung, 2009:327)
Menurut Lutkepohl and Reimers, (1992) dan Runkle (1987) dalam
Yang et.al. (2003), interpretasi secara langsung terhadap hasil estimasi
dari VAR dan VECM seringkali sulit untuk lakukan, bahkan interpretasi
tersebut berpotensi menyesatkan. Untuk menghindari kesalahan tafsir dari
hasil estimasi VAR / VECM, maka digunakan suatu metode analisis yang
disebut dengan Accounting Innovation Analysis, yang terdiri atas Impulse
Response Analysis dan Variance Decomposition Analysis yang merupakan
suatu metode analisis yang tepat untuk mengeksplorasi struktur dinamik
dari interaksi jangka pendek antar variabel.
70
g. Impulse Response Function (IRF)
Model VAR dapat digunakan untuk melihat dampak perubahan
dari satu variabel dalam sistem terhadap variabel lainnya dalam sistem
secara dinamis. Caranya adalah dengan memberikan guncangan (shocks)
pada salah satu variabel endogen. Guncangan yang diberikan biasanya
sebesar satu standar deviasi dari variabel tersebut (biasanya disebut
innovations). Penelusuran pengaruh guncangan sebesar satu standar
deviasi yang dialami oleh satu variabel di dalam sistem terhadap nilai-nilai
semua variabel saat ini dan beberapa periode mendatang disebut sebagai
teknik Impulse Response Function (IRF). (Juanda dan Junaidi, 2012:139).
Menurut Sims (1992) dalam Shochrul R. Ajija (2011:168), fungsi
IRF menggambarkan ekspektasi k-periode ke depan dari kesalahan
prediksi suatu variabel akibat inovasi dari variabel yang lain. Jadi,
lamanya pengaruh dari shock suatu variabel terhadap variabel lain sampai
pengaruhnya hilang atau kembali ke titik keseimbangan dapat dilihat.
h. Variance Decomposition (VD)
Variance Decomposition atau disebut juga forecast error variance
decomposition merupakan perangkat pada model VAR yang memisahkan
variasi dari sejumlah variabel yang diestimasi menjadi komponen-
komponen shock atau menjadi variabel inovasi dengan asumsi bahwa
variabel-variabel inovasi tersebut tidak saling berkorelasi. Kemudian,
variance decomposition akan memberikan informasi mengenai proporsi
71
dari pergerakan pengaruh shock pada sebuah variabel terhadap shock
variabel lainnya pada periode saat ini dan periode yang akan datang.
(Shochrul R Ajija, dkk, 2011:168). Pada analisis impulse response
sebelumnya digunakan untuk melihat dampak guncangan dari satu
variabel terhadap variabel lainnya, sedangkan dalam analisis forecast
error variance decomposition digunakan untuk menggambarkan relatif
pentingnya setiap variabel dalam sistem VAR karena adanya shock.
(Juanda dan Junaidi, 2012:144).
E. Operasional Variabel Penelitian
Terdapat dua belas variabel dalam penelitian ini, yaitu:
1. Indeks JII
Pada tanggal 3 Juli 2000, PT Bursa Efek Indonesia bekerja sama
dengan PT Danareksa Investment Management (DIM) meluncurkan indeks
saham yang dibuat berdasarkan syariah Islam yaitu Jakarta Islamic Index
(JII). Jakarta Islamic Index terdiri dari 30 saham yang dipilih dari saham-
saham yang sesuai dengan syariah Islam (www.bapepam.go.id). JII
menggunakan hari dasar tanggal 2 Januari 1995 dengan nilai indeks sebesar
100. Perhitungan JII dilakukan dengan menggunakan metode perhitungan
indeks yang telah ditetapkan yaitu dengan kapitalisasi pasar
(www.wikipedia.org)
72
2. Indeks FBMS
Pada tanggal 22 Januari 2007, bursa Malaysia melakukan kerjasama
dengan FTSE Group dan menghasilkan indeks syariah baru yang dikenal
dengan FTSE Bursa Malaysia EMAS Shariah Index (FBMS). Dengan
diperkenalkannya FBMS, Kuala Lumpur Shariah Index secara resmi
dinonaktifkan pada tanggal 1 November 2007 dan diganti dengan FBMS
setelah selama sembilan bulan sama-sama diaktifkan sejajar dengan FBMS.
Saat ini, FBMS menjadi satu-satunya benchmark saham syariah di Malaysia
(The Report Malaysia 2007). Metode perhitungan indeks FBMS berdasarkan
jumlah saham yang beredar dan menggunakan hari dasar tanggal 31 Maret
2006 dengan nilai indeks sebesar 6000. (FTSE Monthly Report Oktober 2014)
3. Indeks DJIJP
Pada Februari 1999, Dow Jones meluncurkan indeks bursa syariah
yang pertama, yaitu Dow Jones Islamic Market Index (DJIMI) yang
merupakan bagian dari kelompok indeks-indeks global Dow Jones. Sekitar
tahun 2000, ada 117 saham yang terdaftar di Dow Jones Islamic Market Japan
Index (DJIJP) dan dihitung berdasarkan kapitalisasi pasar menggunakan
jumlah saham yang beredar atau free-float market capitalization. (www.
djindexes.com)
73
4. Indeks DJIUK
Dow Jones Islamic Market United Kingdom Index (DJIUK)
diluncurkan bersama dengan indeks DJIM negara lainnya pada Februari 1999.
Dow Jones Islamic Market Index (DJIMI) saat ini meliputi saham-saham dari
69 negara, termasuk DJIUK di dalamnya. DJIUK menggunakan metode yang
sama dengan indeks Dow Jones Islamic Market lainnya, yaitu metode
kapitalisasi pasar menggunakan jumlah saham yang beredar atau free-float
market capitalization. (www. djindexes.com)
5. Indeks DJICA
Dow Jones Islamic Market Canada Index (DJICA) pertama kali
dihitung pada tanggal 24 Mei 1999 berdasarkan free-float market
capitalization. Dalam DJICA terdapat 10 sektor yaitu minyak dan gas
(45,22%), basic materials (25,60%), industri (16,73%), consumer services
(3,68%), consumer goods (2.23%), utilities (2.17%), teknologi (2.08%),
health care (1.57%), telekomunikasi (0.58%), dan keuangan (0.15%). Indeks
ini memiliki tahun dasar 29 Desember 1995. (www. djindexes.com)
6. Indeks IMUS
Dow Jones Islamic Market United States Index (IMUS) diluncurkan
bersama dengan saham-saham dari 32 negara lainnya, mencakup 10 sektor
ekonomi, 18 sektor pasar, 51 kelompok dan 89 sub kelompok industri pada
Februari 1999. Metode yang digunakan untuk menghitung indeks ini adalah
kapitalisasi pasar menggunakan jumlah saham yang beredar atau free-float
74
market capitalization sama dengan indeks Dow Jones Islamic Market di
negara lainnya. (www. djindexes.com)
7. Indeks IHSG
Indeks Harga Saham Gabungan diperkenalkan pertama kali pada April
1983, yang digunakan sebagai indikator utama untuk memantau pergerakan
harga saham secara keseluruhan di bursa saham Indonesia (Bursa Efek
Indonesia). Dasar perhitungan IHSG adalah jumlah nilai pasar dari total
saham yang tercatat pada tanggal 10 Agustus 1982 dengan nilai dasar 100 dan
saham tercatat pada saat itu berjumlah 13 saham. (www.wikipedia.org)
8. Indeks KLSE
Indeks Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE) yang dulu bernama
Kuala Lumpur Composite Index (KLCI) dan merupakan indeks pasar saham
yang berfungsi sebagai indikator pergerakan pasar saham dan keadaan
ekonomi negara Malaysia. Kuala Lumpur Stock Exchange berdasarkan
kapitalisasi pasar. KLSE terdiri dari 30 perusahaan terbesar yang terdaftar di
bursa saham Malaysia. (www.wikipedia.org)
9. Indeks NIKKEI 225
Indeks NIKKEI 225 memakai metode price weighted dimana saham-
saham yang menjadi sampel pada perhitungan indeks ini terdiri dari 225
perusahaan ranking tertinggi di Bursa Saham Tokyo. Indeks ini diperkenalkan
pada tanggal 16 Mei 1949 dengan harga rata – rata 176,21 dan dengan
pembagi 225. (www.wikipedia.org)
75
10. Indeks FTSE 100
Indeks FTSE 100 (Financial Times Stock Exchange) merupakan
indeks dari 100 perusahaan yang mempunyai nilai kapitalisasi tertinggi yang
diperdagangkan di London Stock Exchange. Indeks ini juga merupakan indeks
yang paling banyak digunakan sebagai indikator pasar modal negara Inggris.
Indeks ini dihitung dengan menggunakan metode price weighted.
(www.wikipedia.org)
11. Indeks S&P TSX
Toronto Stock Exchange (TSX, sebelumnya TSE) adalah bursa saham
terbesar di Kanada, yang terbesar ketiga di Amerika Utara dan terbesar
ketujuh di dunia berdasarkan kapitalisasi pasar. TSX adalah pemimpin dunia
di sektor pertambangan dan migas karena lebih banyak perusahaan
pertambangan serta perusahaan minyak dan gas yang terdaftar di bursa ini
dibandingkan bursa lainnya. (www.wikipedia.org)
12. Indeks DJIA
Dow Jones Industrial Average (DJIA) adalah salah satu indeks pasar
saham yang didirikan oleh editor The Wall Street Journal dan pendiri Dow
Jones & Company Charles Dow. Dow sebagai suatu cara untuk mengukur
performa komponen industri di pasar saham Amerika.. Sekarang, bursa saham
ini terdiri dari 30 perusahaan terbesar di Amerika Serikat yang sudah secara
luas go public. Untuk mengkompensasi efek pemecahan saham dan
penyesuaian lainnya, sekarang ini menggunakan price weighted.
(www.wikipedia.org)
76
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
Kemajuan teknologi dan informasi di era globalisasi saat ini membuat
segala macam aktivitas termasuk kegiatan investasi pun semakin mudah.
Dengan semakin terintegrasinya perekonomian dunia, hampir semua negara
(termasuk Indonesia) tidak dapat lepas dari pengaruh aliran modal
antarnegara. Salah satu karakteristik investor di bursa saham adalah
memperkecil risiko investasi. Pada masa lalu, ketika sistem keuangan dunia
masih tertutup, investor melakukan investasi pada banyak jenis saham (yang
pola pergerakannya berbeda) pada bursa saham konvensional dalam negeri.
Kini semakin terbukanya sistem finansial dunia, investor dapat
mengurangi risiko dengan melakukan investasi di beberapa negara
(international risk sharing), baik itu di bursa saham syariah maupun
konvensional. Investor berharap jika investasi hanya pada satu negara dimana
jika terjadi kondisi yang buruk, maka investasi di negara yang lain diharapkan
lebih baik dan dapat menjadi kompensasi. Dengan demikian investasi tersebut
tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi satu negara saja. Investor yang
menanamkan modalnya di bursa saham baik syariah maupun konvensional di
berbagai negara membuat antar bursa saham tersebut memiliki keterkaitan
satu sama lain.
77
Dalam investasi di dunia saham, investor tidak akan terlepas dari
melihat indeks harga saham karena dari indeks harga saham tersebut
mencerminkan pergerakan harga saham yang berubah dengan cepat sehingga
investor pun dapat menentukan saat harus menjual, membeli, dan menahan
saham-saham yang mereka miliki. Selain itu, indeks juga berfungsi sebagai
indikator trend pasar, artinya pergerakan indeks menggambarkan kondisi
pasar pada saat tertentu apakah pasar sedang aktif atau lesu.
Oleh karena itu, ketika suatu negara mengalami kondisi perekonomian
yang buruk, maka akan tercermin dalam pergerakan indeks harga yang
menurun dan ketika perekonomian negara tersebut baik, maka pergerakan
indeks juga akan meningkat. Hal ini dapat dilihat saat terjadi krisis keuangan
global pada tahun 2008, baik harga saham konvensional maupun syariah
mengalami kejatuhan. Jatuhnya harga saham-saham ini akan memberikan
dampak terhadap perekonomian sejumlah negara, baik di Inggris, Amerika
Serikat, Kanada, Jepang, dan Malaysia, dan Indonesia.
B. Penemuan dan Pembahasan
1. Deskripsi Data
Data yang diuji dalam penelitian ini merupakan data nilai penutupan
indeks harian. Oleh karena itu, analisis singkat mengenai pola pergerakan atas
nilai penutupan indeks-indeks yang menjadi variabel dalam penelitian ini akan
dibahas sebagai berikut.
78
a. Jakarta Islamic Index (JII)
Dari periode 4 Januari 2008 s.d. 30 Desember 2013, terlihat range
pergerakan nilai penutupan JII adalah antara 150 hingga 750. Indeks ini
mencapai nilai penutupan terendah 172.71 pada tanggal 28 Oktober 2008
dan nilai penutupan tertinggi 708.10 pada tanggal 22 Mei 2013. Nilai
penutupan harian rata-rata JII adalah 480.85.
Gambar 4.1. Pergerakan Indeks Harian atas JII
Sumber: data diolah dari Yahoo Finance
b. FTSE Bursa Malaysia Emas Shariah (FBMS)
Dari periode 4 Januari 2008 s.d. 30 Desember 2013, terlihat range
pergerakan nilai penutupan FBMS adalah antara 5,500 hingga 13,500.
Indeks ini mencapai nilai penutupan terendah 5,600.69 pada tanggal 29
Oktober 2008 dan nilai penutupan tertinggi 13,093.77 pada tanggal 30
Desember 2013. Nilai penutupan harian rata-rata FBMS adalah 9,638.11.
79
Gambar 4.2. Pergerakan Indeks Harian atas FBMS
Sumber: data diolah dari Bloomberg
c. Dow Jones Islamic Market Japan (DJIJP)
Dari periode 4 Januari 2008 s.d. 30 Desember 2013, terlihat range
pergerakan nilai penutupan DJIJP adalah antara 650 hingga 1,300. Indeks
ini mencapai nilai penutupan terendah 676.01 pada tanggal 10 Maret 2009
dan nilai penutupan tertinggi 1,292.58 pada tanggal 2 Juni 2008. Nilai
penutupan harian rata-rata DJIJP adalah 1,049.36.
Gambar 4.3. Pergerakan Indeks Harian atas DJIJP
Sumber: data diolah dari Google Finance
80
d. Dow Jones Islamic Market United Kingdom (DJIUK)
Dari periode 4 Januari 2008 s.d. 30 Desember 2013, terlihat range
pergerakan nilai penutupan DJIUK adalah antara 1,000 hingga 3,000.
Indeks ini mencapai nilai penutupan terendah 1,236.28 pada tanggal 3
Maret 2009 dan nilai penutupan tertinggi 2,714.66 pada tanggal 22 Mei
2008. Nilai penutupan harian rata-rata DJIUK adalah 2,054.08.
Gambar 4.4. Pergerakan Indeks Harian atas DJIUK
Sumber: data diolah dari Google Finance
e. Dow Jones Islamic Market Canada (DJICA)
Dari periode 4 Januari 2008 s.d. 30 Desember 2013, terlihat range
pergerakan nilai penutupan DJICA adalah antara 950 hingga 3,500. Indeks
ini mencapai nilai penutupan terendah 990.03 pada tanggal 20 November
2008 dan nilai penutupan tertinggi 3,066.34 pada tanggal 21 Mei 2008.
Nilai penutupan harian rata-rata DJICA adalah 2,136.25.
81
Gambar 4.5. Pergerakan Indeks Harian atas DJICA
Sumber: data diolah dari Google Finance
f. Dow Jones Islamic Market United States (IMUS)
Dari periode 4 Januari 2008 s.d. 30 Desember 2013, terlihat range
pergerakan nilai penutupan IMUS adalah antara 1,000 hingga 3,500.
Indeks ini mencapai nilai penutupan terendah 1,323.09 pada tanggal 5
Maret 2009 dan nilai penutupan tertinggi 3,330.59 pada tanggal 27
Desember 2013. Nilai penutupan harian rata-rata IMUS adalah 2,290.76.
Gambar 4.6. Pergerakan Indeks Harian atas IMUS
Sumber: data diolah dari Google Finance
82
g. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Dari periode 4 Januari 2008 s.d. 30 Desember 2013, terlihat range
pergerakan nilai penutupan IHSG adalah antara 1,000 hingga 5,500.
Indeks ini mencapai nilai penutupan terendah 1,111.39 pada tanggal 28
Oktober 2008 dan nilai penutupan tertinggi 5,208.00 pada tanggal 22 Mei
2013. Nilai penutupan harian rata-rata IHSG adalah 3,259.75.
Gambar 4.7. Pergerakan Indeks Harian atas IHSG
Sumber: data diolah dari Yahoo Finance
h. Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE)
Dari periode 4 Januari 2008 s.d. 30 Desember 2013, terlihat range
pergerakan nilai penutupan KLSE adalah antara 800 hingga 2,000. Indeks
ini mencapai nilai penutupan terendah 829.41 pada tanggal 29 Oktober
2008 dan nilai penutupan tertinggi 1,872.52 pada tanggal 30 Desember
2013. Nilai penutupan harian rata-rata KLSE adalah 1,409.14.
83
Gambar 4.8. Pergerakan Indeks Harian atas KLSE
Sumber: data diolah dari Yahoo Finance
i. NIKKEI 225
Dari periode 4 Januari 2008 s.d. 30 Desember 2013, terlihat range
pergerakan nilai penutupan NIKKEI 225 adalah antara 7,000 hingga
16,500. Indeks ini mencapai nilai penutupan terendah 7,054.98 pada
tanggal 10 Maret 2009 dan nilai penutupan tertinggi 16,291.31 pada
tanggal 30 Desember 2013. Nilai penutupan harian rata-rata NIKKEI 225
adalah 10,619.36.
Gambar 4.9. Pergerakan Indeks Harian atas NIKKEI 225
Sumber: data diolah dari Google Finance
84
j. Financial Times Stock Exchange 100 (FTSE 100)
Dari periode 4 Januari 2008 s.d. 30 Desember 2013, terlihat range
pergerakan nilai penutupan FTSE 100 adalah antara 3,500 hingga 7,000.
Indeks ini mencapai nilai penutupan terendah 3,512.09 pada tanggal 3
Maret 2009 dan nilai penutupan tertinggi 6,840.27 pada tanggal 22 Mei
2013. Nilai penutupan harian rata-rata FTSE 100 adalah 5,551.33.
Gambar 4.10. Pergerakan Indeks Harian atas FTSE 100
Sumber: data diolah dari Google Finance
k. S&P Toronto Stock Exchange (S&P TSX)
Dari periode 4 Januari 2008 s.d. 30 Desember 2013, terlihat range
pergerakan nilai penutupan S&P TSX adalah antara 7,500 hingga 15,500.
Indeks ini mencapai nilai penutupan terendah 7,591.47 pada tanggal 6
Maret 2009 dan nilai penutupan tertinggi 15,073.13 pada tanggal 18 Juni
2008. Nilai penutupan harian rata-rata S&P TSX adalah 12,103.10.
85
Gambar 4.11. Pergerakan Indeks Harian atas S&P TSX
Sumber: data diolah dari Google Finance
l. Dow Jones Industrial Average (DJIA)
Dari periode 4 Januari 2008 s.d. 30 Desember 2013, terlihat range
pergerakan nilai penutupan DJIA adalah antara 6,500 hingga 17,000.
Indeks ini mencapai nilai penutupan terendah 6,594.44 pada tanggal 5
Maret 2009 dan nilai penutupan tertinggi 16,504.29 pada tanggal 30
Desember 2013. Nilai penutupan harian rata-rata DJIA adalah 11,791.61.
Gambar 4.12. Pergerakan Indeks Harian atas DJIA
Sumber: data diolah dari Google Finance
86
Dari keseluruhan analisis penutupan harian atas indeks-indeks
yang menjadi variabel dalam penelitian, diketahui hampir semuanya
memiliki nilai penutupan terendah di kisaran bulan Oktober 2008 dan
Maret 2009, kecuali DJICA yang tidak begitu jauh dari lainnya memiliki
nilai penutupan terendah di bulan November 2008. Hal ini membuktikan
saat krisis keuangan global terjadi di Amerika dan Eropa memberikan efek
jatuhnya sebagian besar saham syariah dan konvensional di wilayah Asia,
Eropa, dan Amerika. Walaupun begitu, setiap negara akan menyusun
strategi masing-masing dalam membangkitkan kembali perekonomian
mereka agar tidak terlalu terpuruk akibat krisis tersebut.
2. Pembahasan
Dalam pembahasan analisis Vector Autoregressive (VAR), langkah-
langkah dalam analisis ini adalah uji stasioneritas, penentuan lag optimum, uji
kausalitas, uji kointegrasi, uji stabilitas VAR, estimasi VAR / VECM, Impulse
Response Function (IRF), dan Variance Decomposition (VD). Akan tetapi,
sebelum melakukan tahap-tahap analisis VAR, perlunya dilakukan analisis
statistika deskriptif yaitu analisis yang paling mendasar untu menggambarkan
keadaan data secara umum lebih lanjut. Setelah itu, dilakukan analisis VAR /
VECM untuk mengetahui integrasi antara bursa saham syariah dan
konvensional di Malaysia, Jepang, Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat
dengan bursa saham syariah dan konvensional di Indonesia.
87
a. Statistika Deskriptif
Berdasarkan tabel statistika deskriptif untuk bursa saham syariah di
bawah ini, terlihat bahwa rata-rata nilai penutupan harian yang terbesar
adalah FBMS sebesar 9,638.11, sedangkan rata-rata nilai penutupan harian
yang terkecil adalah JII sebesar 480.45. Sementara itu, dari informasi data
standar deviasi di tabel diketahui FBMS adalah yang memiliki risiko
paling tinggi diimbangi dengan return yang lebih tinggi (nilai penutupan
lebih tinggi) dan DJIJP adalah yang memiliki risiko paling rendah.
Tabel 4.1. Statistika Deskriptif atas Nilai Penutupan Harian Indeks Bursa
Saham Syariah
JII IMUS FBMS DJIUK DJIJP DJICA
Mean 480.4500 2290.756 9638.108 2054.084 1049.362 2136.248
Median 511.0010 2291.195 9870.930 2090.540 1058.730 2116.305
Maximum 708.1000 3330.590 13093.77 2714.660 1292.580 3066.340
Minimum 172.7102 1323.090 5600.690 1236.280 676.0100 990.0300
Std. Dev. 121.7010 426.1959 1808.203 275.7143 115.2104 408.8972
Sumber: data diolah
Kemudian berdasarkan tabel statistika deskriptif untuk bursa
saham konvensional di bawah ini, terlihat bahwa rata-rata nilai penutupan
harian yang terbesar adalah S&P TSX sebesar 12,103.10, sedangkan rata-
rata nilai penutupan harian yang terkecil adalah KLSE sebesar 1,409.14.
Sementara itu, dari informasi data standar deviasi di tabel diketahui DJIA
adalah yang memiliki risiko paling tinggi dan KLSE adalah yang memiliki
88
risiko paling rendah diimbangi dengan return yang lebih rendah (nilai
penutupan lebih rendah).
Tabel 4.2. Statistika Deskriptif atas Nilai Penutupan Harian Indeks Bursa
Saham Konvensional
IHSG FTSE DJIA KLSE NIKKEI S_P_TSX
Mean 3259.752 5551.328 11791.61 1409.143 10619.36 12103.10
Median 3565.930 5680.235 12001.03 1472.935 9918.600 12272.12
Maximum 5208.000 6840.270 16504.29 1872.520 16291.31 15073.13
Minimum 1111.390 3512.090 6594.440 829.4100 7054.980 7591.470
Std. Dev. 1035.111 694.8857 2090.442 260.7491 2065.325 1419.710
Sumber: data diolah
b. Uji Stasioneritas
Uji stasioneritas dalam penelitian ini menggunakan uji Augmented
Dickey Fuller (ADF). Nilai statistik ADF akan dibandingkan nilai kritis
MacKinnon untuk mengetahui derajat stasioneritas variabel-variabel.
Hipotesis dalam uji ini adalah sebagai berikut.
H0: data tidak stasioner
H1: data stasioner
Apabila nilai ADF statistik lebih besar daripada nilai kritis
MacKinnon, maka H0 ditolak atau data tersebut stasioner karena tidak
mengandung unit root. Sebaliknya, apabila nilai ADF statistik lebih kecil
daripada nilai kritis MacKinnon, maka data tersebut tidak stasioner pada
derajat level. Dengan demikian, differencing data untuk memperoleh data
yang stasioner pada derajat yang sama di first difference I(1) harus
89
dilakukan. Berikut adalah hasil uji variabel-variabel penelitian (indeks
saham bursa saham syariah dan konvensional) pada tingkat level dan 1st
difference.
Tabel 4.3. Uji Stasioneritas atas Nilai Penutupan Harian Indeks
Bursa Saham Syariah
Variabel ADF statistik
Level 1st Difference
JII -3.029353 -22.89536
FBMS -4.096611 -23.32847
DJIJP -2.692941 -30.49335
DJIUK -2.809071 -36.42546
DJICA -2.262833 -32.09699
IMUS -2.454421 -38.30584
5% critical value MacKinnon -3.413376
Sumber: data diolah
Berdasarkan tabel uji stasioneritas nilai penutupan harian indeks
bursa saham syariah pada tingkat level dan 1st difference di atas
menunjukan bahwa pada unit level hanya nilai ADF statistik FBMS yang
lebih besar dari α = 5% critical value sehingga dapat dikatakan stasioner,
sedangkan yang lainnya tidak stasioner. Oleh karena itu, semua indeks
perlu dilakukan proses 1st difference karena jika salah satu variabel
stasioner di tingkat 1st difference, maka semua variabel harus stasioner di
tingkat 1st difference juga. Setelah dilakukan proses 1
st difference, nilai
ADF statistik sudah lebih besar dari α = 5% critical value yang berarti
90
seluruh variabel indeks bursa saham syariah stasioner pada order pertama
atau 1st difference.
Tabel 4.4. Uji Stasioneritas atas Nilai Penutupan Harian Indeks
Bursa Saham Konvensional
Variabel ADF statistik
Level 1st Difference
IHSG -2.775900 -22.16271
KLSE -3.607964 -34.22601
NIKKEI -1.510244 -38.43694
FTSE -3.263944 -35.59969
S&P TSX -2.329110 -26.47936
DJIA -2.488543 -39.62337
5% critical value MacKinnon -3.413376
Sumber: data diolah
Sementara itu, berdasarkan tabel uji stasioneritas nilai penutupan
harian indeks bursa saham konvensional pada tingkat level dan 1st
difference di atas menunjukan bahwa pada unit level hanya nilai ADF
statistik KLSE yang lebih besar dari α = 5% critical value sehingga dapat
dikatakan stasioner, sedangkan yang lainnya tidak stasioner. Oleh karena
itu, semua indeks perlu dilakukan proses 1st difference karena jika salah
satu variabel stasioner di tingkat 1st difference, maka semua variabel harus
stasioner di tingkat 1st difference juga. Setelah dilakukan proses 1
st
difference, nilai ADF statistik sudah lebih besar dari α = 5% critical value
yang berarti seluruh variabel indeks bursa saham konvensional stasioner
pada order pertama atau 1st difference.
91
c. Penentuan Lag Optimal
Pada tahap selanjutnya, dilakukan penentuan lag optimal yang
dilakukan dengan menggunakan kriteria informasi yang tersedia. Kandidat
lag yang terpilih adalah panjang lag menurut kriteria Likelihood Ratio
(LR), Final Prediction Error (FPE), Akaike Information Criterion (AIC),
Schwarz Information Criterion (SC), dan Hannan-Quin Criterion (HQ).
Dalam penentuan lag optimal dengan menggunakan kriteria
informasi tersebut, maka dipilih kriteria yang mempunyai nilai paling kecil
yang ditunjukkan oleh tanda asterik (*) pada hasil lag optimal. Jika kriteria
informasi hanya merujuk pada sebuah kandidat lag saja, maka kandidat
tersebutlah yang optimal. Akan tetapi, jika ada beberapa pilihan kandidat,
maka selanjutnya dipilih berdasarkan nilai Adjusted R2 tertinggi pada
variabel terpenting dalam sistem VAR di mana variabel terpenting di sini
adalah JII dan IHSG.
1) Penentuan Lag Opimal Indeks Bursa Saham Syariah
(a) Lag Optimal antara FBMS dengan JII
Dari tabel penentuan lag optimal antara FBMS dengan JII di
bawah ini, terlihat bahwa lag menurut SC akan optimal saat lag 1,
lag menurut HQ akan optimal saat lag 4, dan lag atas LR, FPE, AIC
akan optimal saat lag 5. Karena terdapat tiga kandidat yang berbeda,
maka perlu dilakukan tahap selanjutnya dalam penentuan lag
optimal, yaitu dengan pemilihan nilai Adjusted R2.
92
Tabel 4.5. Penentuan Lag Optimal atas FBMS dengan JII
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -17430.66 NA 3.90e+09 27.75901 27.76719 27.76208
1 -11710.34 11413.30 434018.5 18.65660 18.68113* 18.66582
2 -11699.68 21.25023 429434.9 18.64598 18.68687 18.66135
3 -11692.59 14.09506 427329.1 18.64106 18.69831 18.66258
4 -11680.74 23.52332 422023.2 18.62857 18.70217 18.65623*
5 -11675.50 10.39407* 421188.9* 18.62659* 18.71655 18.66040
6 -11673.13 4.684292 422286.1 18.62919 18.73550 18.66915
7 -11671.96 2.325521 424189.1 18.63369 18.75635 18.67979
8 -11671.84 0.233086 426819.7 18.63987 18.77889 18.69212 * indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Sumber: data diolah
Pada tahap ini, nilai Adjusted R2 pada sistem VAR atas ketiga
lag tersebut akan diperbandingkan dan dipilih lag yang memiliki
nilai Adjusted R2 terbesar sebagai lag optimalnya. Berdasarkan
pebandingan nilai Adjusted R2 yang telah dilakukan, maka Adjusted
R2 pada lag 5 sebesar 0.995173 yang dipilih.
Tabel 4.6. Perbandingan Indikator Adjusted R2
untuk Pemilihan Lag
atas FBMS dengan JII
Lag Adjusted R2
1 0.995028
4 0.995150
5 0.995173
Sumber: data diolah
93
(b) Lag Optimal antara DJIJP dengan JII
Dari tabel penentuan lag optimal antara DJIJP dengan JII di
bawah ini, terlihat bahwa lag menurut SC akan optimal saat lag 2 dan
lag atas LR, FPE, AIC, HQ akan optimal saat lag 4. Karena terdapat
dua kandidat yang berbeda, maka perlu dilakukan tahap selanjutnya
dalam penentuan lag optimal, yaitu dengan pemilihan nilai Adjusted
R2.
Tabel 4.7. Penentuan Lag Optimal atas DJIJP dengan JII
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -15104.92 NA 95998593 24.05560 24.06378 24.05867
1 -9703.055 10777.92 17756.81 15.46028 15.48481 15.46950
2 -9671.726 62.40782 17000.66 15.41676 15.45765* 15.43213
3 -9658.900 25.50904 16763.40 15.40271 15.45995 15.42422
4 -9646.309 25.00197* 16535.64* 15.38903* 15.46263 15.41669*
5 -9644.604 3.379309 16596.20 15.39268 15.48264 15.42649
6 -9641.711 5.726305 16625.48 15.39444 15.50076 15.43440
7 -9641.421 0.573054 16724.01 15.40035 15.52302 15.44646
8 -9640.684 1.455472 16811.13 15.40555 15.54457 15.45780 * indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Sumber: data diolah
Pada tahap ini, nilai Adjusted R2 pada sistem VAR atas kedua
lag tersebut akan diperbandingkan dan dipilih lag yang memiliki
nilai Adjusted R2 terbesar sebagai lag optimalnya. Berdasarkan
pebandingan nilai Adjusted R2 yang telah dilakukan, maka Adjusted
R2 pada lag 4 sebesar 0.995124 yang dipilih.
94
Tabel 4.8. Perbandingan Indikator Adjusted R2
untuk Pemilihan Lag
atas DJIJP dengan JII
Lag Adjusted R2
2 0.995015
4 0.995124
Sumber: data diolah
(c) Lag Optimal antara DJIUK dengan JII
Dari tabel penentuan lag optimal antara DJIUK dengan JII di
bawah ini, terlihat bahwa lag menurut SC dan HQ akan optimal saat
lag 3 dan lag atas LR, FPE, AIC akan optimal saat lag 5. Karena
terdapat dua kandidat yang berbeda, maka perlu dilakukan tahap
selanjutnya dalam penentuan lag optimal, yaitu dengan pemilihan
nilai Adjusted R2.
Tabel 4.9. Penentuan Lag Optimal atas DJIUK dengan JII
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -16373.19 NA 7.23e+08 26.07515 26.08333 26.07822
1 -10695.74 11327.79 86269.34 17.04098 17.06552 17.05020
2 -10666.20 58.83799 82831.71 17.00032 17.04121 17.01569
3 -10651.69 28.86237 81456.75 16.98358 17.04083* 17.00510*
4 -10644.80 13.68933 81082.25 16.97897 17.05257 17.00664
5 -10639.32 10.85885* 80891.76* 16.97662* 17.06658 17.01043
6 -10637.43 3.746039 81163.71 16.97998 17.08629 17.01993
7 -10636.25 2.317682 81529.98 16.98448 17.10715 17.03058
8 -10635.51 1.464238 81954.12 16.98967 17.12869 17.04192 * indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Sumber: data diolah
95
Pada tahap ini, nilai Adjusted R2 pada sistem VAR atas kedua
lag tersebut akan diperbandingkan dan dipilih lag yang memiliki
nilai Adjusted R2 terbesar sebagai lag optimalnya. Berdasarkan
pebandingan nilai Adjusted R2 yang telah dilakukan, maka Adjusted
R2 pada lag 5 sebesar 0.995354 yang dipilih.
Tabel 4.10. Perbandingan Indikator Adjusted R2
untuk Pemilihan Lag
atas DJIUK dengan JII
Lag Adjusted R2
3 0.995264
5 0.995354
Sumber: data diolah
(d) Lag Optimal antara DJICA dengan JII
Tabel 4.11. Penentuan Lag Optimal atas DJICA dengan JII
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -17074.89 NA 2.21e+09 27.19250 27.20068 27.19558
1 -11015.62 12089.60 143572.6 17.55035 17.57488 17.55957
2 -10963.77 103.2925 133039.0 17.47415 17.51504* 17.48952
3 -10951.88 23.64678 131378.1 17.46159 17.51883 17.48310*
4 -10945.56 12.53819* 130894.8* 17.45790* 17.53150 17.48557
5 -10942.40 6.268489 131069.7 17.45924 17.54919 17.49305
6 -10939.51 5.726514 131301.0 17.46100 17.56731 17.50096
7 -10938.19 2.601920 131863.3 17.46527 17.58794 17.51138
8 -10937.11 2.123806 132478.7 17.46993 17.60895 17.52218 * indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Sumber: data diolah
96
Dari tabel penentuan lag optimal antara DJICA dengan JII di
atas, terlihat bahwa lag menurut SC akan optimal saat lag 2, lag
menurut HQ akan optimal saat lag 3, dan lag atas LR, FPE, AIC
akan optimal saat lag 4. Karena terdapat tiga kandidat yang berbeda,
maka perlu dilakukan tahap selanjutnya dalam penentuan lag
optimal, yaitu dengan pemilihan nilai Adjusted R2.
Pada tahap ini, nilai Adjusted R2 pada sistem VAR atas ketiga
lag tersebut akan diperbandingkan dan dipilih lag yang memiliki
nilai Adjusted R2 terbesar sebagai lag optimalnya. Berdasarkan
pebandingan nilai Adjusted R2 yang telah dilakukan, maka Adjusted
R2 pada lag 4 sebesar 0.995452 yang dipilih.
Tabel 4.12. Perbandingan Indikator Adjusted R2
untuk Pemilihan Lag
atas DJICA dengan JII
Lag Adjusted R2
2 0.995353
3 0.995411
4 0.995452
Sumber: data diolah
(e) Lag Optimal antara IMUS dengan JII
Dari tabel penentuan lag optimal indeks IMUS dengan JII di
bawah, terlihat bahwa lag menurut SC akan optimal saat lag 2, lag
menurut LR dan HQ akan optimal saat lag 4 serta lag atas FPE dan
AIC akan optimal saat lag 5. Karena terdapat tiga kandidat yang
97
berbeda, maka perlu dilakukan tahap selanjutnya dalam penentuan
lag optimal, yaitu dengan pemilihan nilai Adjusted R2.
Tabel 4.13. Penentuan Lag Optimal atas IMUS dengan JII
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -16288.06 NA 6.32e+08 25.93959 25.94776 25.94266
1 -10515.40 11517.75 64735.44 16.75382 16.77835 16.76304
2 -10460.83 108.6927 59727.56 16.67330 16.71419* 16.68867
3 -10447.92 25.68431 58885.76 16.65911 16.71635 16.68062
4 -10437.91 19.87120* 58325.17 16.64954 16.72314 16.67721*
5 -10433.74 8.278715 58308.86* 16.64926* 16.73922 16.68307
6 -10431.85 3.729430 58505.67 16.65263 16.75894 16.69259
7 -10429.90 3.852272 58697.07 16.65590 16.77856 16.70200
8 -10428.99 1.799526 58986.45 16.66081 16.79984 16.71307 * indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Sumber: data diolah
Pada tahap ini, nilai Adjusted R2 pada sistem VAR atas ketiga
lag tersebut akan diperbandingkan dan dipilih lag yang memiliki
nilai Adjusted R2 terbesar sebagai lag optimalnya. Berdasarkan
pebandingan nilai Adjusted R2 yang telah dilakukan, maka Adjusted
R2 pada lag 5 sebesar 0.995496 yang dipilih.
Tabel 4.14. Perbandingan Indikator Adjusted R2
untuk Pemilihan Lag
atas IMUS dengan JII
Lag Adjusted R2
2 0.995325
4 0.995464
5 0.995496
Sumber: data diolah
98
2) Penentuan Lag Optimal Indeks Bursa Saham Konvensional
(a) Lag Optimal antara KLSE dengan IHSG
Dari tabel penentuan lag optimal antara KLSE dengan IHSG
di bawah, terlihat bahwa lag menurut SC akan optimal saat lag 2 dan
lag menurut LR, FPE, AIC, HQ akan optimal saat lag 4. Karena
terdapat dua kandidat yang berbeda, maka perlu dilakukan tahap
selanjutnya dalam penentuan lag optimal, yaitu dengan pemilihan
nilai Adjusted R2.
Tabel 4.15. Penentuan Lag Optimal atas KLSE dengan IHSG
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -17467.19 NA 4.13e+09 27.81718 27.82536 27.82026
1 -11274.72 12355.37 216895.6 17.96293 17.98746 17.97215
2 -11258.14 33.02311 212594.8 17.94290 17.98379* 17.95827
3 -11253.23 9.761968 212287.6 17.94145 17.99870 17.96297
4 -11241.44 23.41938* 209669.2* 17.92904* 18.00264 17.95670*
5 -11239.93 2.984671 210503.7 17.93301 18.02297 17.96682
6 -11236.32 7.152094 210633.5 17.93363 18.03994 17.97358
7 -11236.21 0.221128 211941.8 17.93982 18.06249 17.98592
8 -11232.19 7.922545 211936.7 17.93979 18.07882 17.99204 * indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Sumber: data diolah
Pada tahap ini, nilai Adjusted R2 pada sistem VAR atas kedua
lag tersebut akan diperbandingkan dan dipilih lag yang memiliki
nilai Adjusted R2 terbesar sebagai lag optimalnya. Berdasarkan
99
pebandingan nilai Adjusted R2 yang telah dilakukan, maka Adjusted
R2 pada lag 4 sebesar 0.997746 yang dipilih.
Tabel 4.16. Perbandingan Indikator Adjusted R2
untuk Pemilihan Lag
atas KLSE dengan IHSG
Lag Adjusted R2
2 0.997735
4 0.997746
Sumber: data diolah
(b) Lag Optimal antara NIKKEI 225 dengan IHSG
Tabel 4.17. Penentuan Lag Optimal atas NIKKEI 225 dengan IHSG
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -21820.96 NA 4.23e+12 34.74993 34.75811 34.75301
1 -14974.41 13660.38 78484336 23.85416 23.87870* 23.86338
2 -14963.45 21.85065 77618205 23.84307 23.88396 23.85843*
3 -14962.28 2.327859 77968726 23.84757 23.90482 23.86909
4 -14950.50 23.38742 77009018 23.83519 23.90879 23.86285
5 -14946.00 8.911428 76948363 23.83440 23.92435 23.86821
6 -14939.13 13.60519* 76597095* 23.82982* 23.93613 23.86978
7 -14937.98 2.275939 76945349 23.83436 23.95703 23.88046
8 -14934.27 7.311839 76981449 23.83483 23.97385 23.88708 * indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Sumber: data diolah
Dari tabel penentuan lag optimal antara NIKKEI 225 dengan
IHSG di atas, terlihat bahwa lag menurut SC akan optimal saat lag 1,
lag menurut HQ akan optimal saat lag 2, dan lag atas LR, FPE, AIC
akan optimal saat lag 6. Karena terdapat tiga kandidat yang berbeda,
100
maka perlu dilakukan tahap selanjutnya dalam penentuan lag
optimal, yaitu dengan pemilihan nilai Adjusted R2.
Pada tahap ini, nilai Adjusted R2 pada sistem VAR atas ketiga
lag tersebut akan diperbandingkan dan dipilih lag yang memiliki
nilai Adjusted R2 terbesar sebagai lag optimalnya. Berdasarkan
pebandingan nilai Adjusted R2 yang telah dilakukan, maka Adjusted
R2 pada lag 6 sebesar 0.997810 yang dipilih.
Tabel 4.18. Perbandingan Indikator Adjusted R2
untuk Pemilihan Lag
atas NIKKEI 225 dengan IHSG
Lag Adjusted R2
1 0.997732
2 0.997753
6 0.997810
Sumber: data diolah
(c) Lag Optimal antara FTSE 100 dengan IHSG
Tabel 4.19. Penentuan Lag Optimal atas FTSE 100 dengan IHSG
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -19798.65 NA 1.69e+11 31.52970 31.53788 31.53278
1 -13776.54 12015.45 11651785 21.94672 21.97126 21.95594
2 -13748.24 56.37963 11209496 21.90803 21.94892* 21.92339*
3 -13744.97 6.507962 11222495 21.90918 21.96643 21.93070
4 -13734.48 20.82739 11107138 21.89885 21.97245 21.92651
5 -13729.36 10.15264* 11087331* 21.89707* 21.98702 21.93088
6 -13727.50 3.676821 11125225 21.90048 22.00679 21.94043
7 -13724.20 6.525468 11137603 21.90159 22.02426 21.94769
8 -13722.45 3.440637 11177698 21.90518 22.04421 21.95743 * indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Sumber: data diolah
101
Dari tabel penentuan lag optimal indeks FTSE 100 dengan
IHSG di atas, terlihat bahwa lag menurut SC dan HQ akan optimal
saat lag 2 dan lag atas LR, FPE, AIC akan optimal saat lag 5. Karena
terdapat dua kandidat yang berbeda, maka perlu dilakukan tahap
selanjutnya dalam penentuan lag optimal, yaitu dengan pemilihan
nilai Adjusted R2.
Pada tahap ini, nilai Adjusted R2 pada sistem VAR atas kedua
lag tersebut akan diperbandingkan dan dipilih lag yang memiliki
nilai Adjusted R2 terbesar sebagai lag optimalnya. Berdasarkan
pebandingan nilai Adjusted R2 yang telah dilakukan, maka Adjusted
R2 pada lag 5 sebesar 0.997848 yang dipilih.
Tabel 4.20. Perbandingan Indikator Adjusted R2
untuk Pemilihan Lag
atas FTSE 100 dengan IHSG
Lag Adjusted R2
2 0.997809
5 0.997848
Sumber: data diolah
(d) Lag Optimal antara S&P TSX dengan IHSG
Dari tabel penentuan lag optimal indeks S&P TSX dengan
IHSG di bawah, terlihat bahwa lag menurut SC dan HQ akan optimal
saat lag 2, lag menurut LR akan optimal saat lag 4 serta lag atas FPE
dan AIC akan optimal saat lag 5. Karena terdapat tiga kandidat yang
102
berbeda, maka perlu dilakukan tahap selanjutnya dalam penentuan
lag optimal, yaitu dengan pemilihan nilai Adjusted R2.
Tabel 4.21. Penentuan Lag Optimal atas S&P TSX dengan IHSG
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -21185.65 NA 1.54e+12 33.73829 33.74647 33.74136
1 -14767.84 12804.96 56483775 23.52522 23.54975 23.53444
2 -14708.67 117.8589 51733791 23.43738 23.47827* 23.45274*
3 -14704.55 8.198934 51723713 23.43718 23.49443 23.45870
4 -14696.11 16.76082* 51359253 23.43011 23.50371 23.45777
5 -14691.58 8.975783 51316149* 23.42927* 23.51923 23.46308
6 -14687.86 7.369131 51338810 23.42971 23.53602 23.46967
7 -14685.98 3.703334 51512941 23.43310 23.55576 23.47920
8 -14683.21 5.471452 51613718 23.43505 23.57407 23.48730 * indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Sumber: data diolah
Pada tahap ini, nilai Adjusted R2 pada sistem VAR atas ketiga
lag tersebut akan diperbandingkan dan dipilih lag yang memiliki
nilai Adjusted R2 terbesar sebagai lag optimalnya. Berdasarkan
pebandingan nilai Adjusted R2 yang telah dilakukan, maka Adjusted
R2 pada lag 5 sebesar 0.997947 yang dipilih.
Tabel 4.22. Perbandingan Indikator Adjusted R2
untuk Pemilihan Lag
atas S&P TSX dengan IHSG
Lag Adjusted R2
2 0.997918
4 0.997939
5 0.997947
Sumber: data diolah
103
(e) Lag Optimal antara DJIA dengan IHSG
Dari tabel penentuan lag optimal indeks DJIA dengan IHSG
di bawah ini, terlihat bahwa lag menurut SC dan HQ akan optimal
saat lag 2 dan lag atas LR, FPE, AIC akan optimal saat lag 4. Karena
terdapat dua kandidat yang berbeda, maka perlu dilakukan tahap
selanjutnya dalam penentuan lag optimal, yaitu dengan pemilihan
nilai Adjusted R2.
Tabel 4.23. Penentuan Lag Optimal atas DJIA dengan IHSG
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -21046.83 NA 1.23e+12 33.51724 33.52542 33.52032
1 -14723.98 12615.50 52673633 23.45538 23.47991 23.46460
2 -14638.74 169.7942 46282212 23.32602 23.36691* 23.34139*
3 -14636.95 3.560573 46445359 23.32954 23.38679 23.35106
4 -14626.93 19.90517* 46001949* 23.31995* 23.39355 23.34761
5 -14623.69 6.408092 46058234 23.32117 23.41113 23.35498
6 -14622.15 3.058369 46238652 23.32508 23.43139 23.36504
7 -14619.72 4.804790 46354325 23.32758 23.45024 23.37368
8 -14617.37 4.637481 46476283 23.33020 23.46923 23.38245 * indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Sumber: data diolah
Pada tahap ini, nilai Adjusted R2 pada sistem VAR atas kedua
lag tersebut akan diperbandingkan dan dipilih lag yang memiliki
nilai Adjusted R2 terbesar sebagai lag optimalnya. Berdasarkan
pebandingan nilai Adjusted R2 yang telah dilakukan, maka Adjusted
R2 pada lag 4 sebesar 0.997972 yang dipilih.
104
Tabel 4.24. Perbandingan Indikator Adjusted R2
untuk Pemilihan Lag
atas DJIA dengan IHSG
Lag Adjusted R2
2 0.997941
4 0.997972
Sumber: data diolah
d. Uji Kausalitas Granger
Metode yang digunakan untuk menganalisi hubungan kausalitas
antar variabel yang diamati adalah dengan uji kausalitas Granger. Dalam
penelitian ini, uji kausalitas Granger hanya difokuskan untuk melihat arah
hubungan antara bursa saham syariah dan konvensional di wilayah Asia,
Eropa, dan Amerika dengan bursa saham syariah dan konvensional di
Indonesia.
Hipotesis dalam uji ini adalah sebagai berikut.
H0: tidak terdapat kausalitas Granger
H1: terdapat kausalitas Granger
Apabila nilai probabilitas lebih kecil daripada 0.05, maka H0
ditolak atau data terjadi, dan sebaliknya apabila lebih besar daripada 0.05,
maka H0 diterima atau tidak terjadi kausalitas Granger.
1) Uji Kausalitas Granger Indeks Bursa Saham Syariah
(a) Uji Kausalitas Granger antara FBMS dengan JII
Sesuai dengan penentuan lag pada tahap sebelumnya,
menunjukkan bahwa lag yang dipilih adalah lag 5 sehingga uji
105
kausalitas Granger akan dilakukan pada lag tersebut. Berdasarkan
tabel uji kausalitas Granger di bawah ini, terlihat bahwa kedua
hipotesis nol ditolak karena nilai probabilitas keduanya lebih kecil
daripada 0.05, yaitu sebesar 0.00001 dan 0.0278. Artinya, FBMS
berpengaruh signifikan terhadap JII, demikian juga JII berpengaruh
signifikan terhadap FBMS. Dengan demikian, terjadi hubungan
kausalitas dua arah antara FBMS dan JII.
Tabel 4.25. Hasil Uji Kausalitas Granger atas FBMS dengan JII
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. FBMS does not Granger Cause JII 1259 6.11871 1.E-05
JII does not Granger Cause FBMS 2.52302 0.0278
Sumber: data diolah
(b) Uji Kausalitas Granger antara DJIJP dengan JII
Sesuai dengan penentuan lag pada tahap sebelumnya,
menunjukkan bahwa lag yang dipilih adalah lag 4 sehingga uji
kausalitas Granger akan dilakukan pada lag tersebut. Berdasarkan
tabel uji kausalitas Granger di bawah ini, terlihat bahwa kedua
hipotesis nol ditolak karena nilai probabilitas keduanya lebih kecil
daripada 0.05, yaitu sebesar 0.0003 dan 9 x 10-6
. Artinya, DJIJP
berpengaruh signifikan terhadap JII, demikian juga JII berpengaruh
signifikan terhadap DJIJP. Dengan demikian, terjadi hubungan
kausalitas dua arah antara DJIJP dan JII.
106
Tabel 4.26. Hasil Uji Kausalitas Granger atas DJIJP dengan JII
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. DJIJP does not Granger Cause JII 1260 5.31811 0.0003
JII does not Granger Cause DJIJP 7.23244 9.E-06
Sumber: data diolah
(c) Uji Kausalitas Granger antara DJIUK dengan JII
Sesuai dengan penentuan lag pada tahap sebelumnya,
menunjukkan bahwa lag yang dipilih adalah lag 5 sehingga uji
kausalitas Granger akan dilakukan pada lag tersebut. Berdasarkan
tabel uji kausalitas Granger di bawah ini, terlihat bahwa hipotesis nol
yang pertama ditolak. Artinya, DJIUK berpengaruh signifikan
terhadap JII karena nilai probabilitasnya lebih kecil daripada 0.005,
yaitu sebesar 2 x 10-15
. Sebaliknya untuk hipotesis nol yang kedua
diterima. Artinya, JII tidak berpengaruh signifikan terhadap DJIUK
karena nilai probabilitasnya lebih besar daripada 0.005, yaitu sebesar
0.0996. Dengan demikian, terjadi hubungan kausalitas satu arah
antara DJIUK dan JII.
Tabel 4.27. Hasil Uji Kausalitas Granger atas DJIUK dengan JII
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. DJIUK does not Granger Cause JII 1259 16.0887 2.E-15
JII does not Granger Cause DJIUK 1.85427 0.0996
Sumber: data diolah
107
(d) Uji Kausalitas Granger antara DJICA dengan JII
Sesuai dengan penentuan lag pada tahap sebelumnya,
menunjukkan bahwa lag yang dipilih adalah lag 4 sehingga uji
kausalitas Granger akan dilakukan pada lag tersebut. Berdasarkan
tabel uji kausalitas Granger di bawah ini, terlihat bahwa hipotesis nol
yang pertama ditolak. Artinya, DJICA berpengaruh signifikan
terhadap JII karena nilai probabilitasnya lebih kecil daripada 0.005,
yaitu sebesar 2 x 10-22
. Sebaliknya untuk hipotesis nol yang kedua
diterima. Artinya, JII tidak berpengaruh signifikan terhadap DJICA
karena nilai probabilitasnya lebih besar daripada 0.005, yaitu sebesar
0.1605. Dengan demikian, terjadi hubungan kausalitas satu arah
antara DJICA dan JII.
Tabel 4.28. Hasil Uji Kausalitas Granger atas DJICA dengan JII
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. DJICA does not Granger Cause JII 1260 28.3084 2.E-22
JII does not Granger Cause DJICA 1.64536 0.1605
Sumber: data diolah
(e) Uji Kausalitas Granger antara IMUS dengan JII
Sesuai dengan penentuan lag pada tahap sebelumnya,
menunjukkan bahwa lag yang dipilih adalah lag 5 sehingga uji
kausalitas Granger akan dilakukan pada lag tersebut. Berdasarkan
tabel uji kausalitas Granger di bawah ini, terlihat bahwa hipotesis nol
yang pertama ditolak. Artinya, IMUS berpengaruh signifikan
108
terhadap JII karena nilai probabilitasnya lebih kecil daripada 0.005,
yaitu sebesar 1 x 10-23
. Sebaliknya untuk hipotesis nol yang kedua
diterima. Artinya, JII tidak berpengaruh signifikan terhadap IMUS
karena nilai probabilitasnya lebih besar daripada 0.005, yaitu sebesar
0.0518. Dengan demikian, terjadi hubungan kausalitas satu arah
antara IMUS dan JII.
Tabel 4.29. Hasil Uji Kausalitas Granger atas IMUS dengan JII
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. IMUS does not Granger Cause JII 1259 24.4956 1.E-23
JII does not Granger Cause IMUS 2.20265 0.0518
Sumber: data diolah
2) Uji Kausalitas Granger Indeks Bursa Saham Konvensional
(a) Uji Kausalitas Granger antara KLSE dengan IHSG
Sesuai dengan penentuan lag pada tahap sebelumnya,
menunjukkan bahwa lag yang dipilih adalah lag 4 sehingga uji
kausalitas Granger akan dilakukan pada lag tersebut. Berdasarkan
tabel uji kausalitas Granger di bawah ini, terlihat bahwa hipotesis nol
yang pertama diterima. Artinya, KLSE tidak berpengaruh signifikan
terhadap IHSG karena nilai probabilitasnya lebih besar daripada
0.005, yaitu sebesar 0.1941. Sebaliknya untuk hipotesis nol yang
kedua ditolak. Artinya, IHSG berpengaruh signifikan terhadap KLSE
karena nilai probabilitasnya lebih kecil daripada 0.05, yaitu sebesar 1
109
x 10-8
. Dengan demikian, terjadi hubungan kausalitas satu arah
antara KLSE dan IHSG.
Tabel 4.30. Hasil Uji Kausalitas Granger atas KLSE dengan IHSG
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. KLSE does not Granger Cause IHSG 1260 1.51942 0.1941
IHSG does not Granger Cause KLSE 10.7797 1.E-08
Sumber: data diolah
(b) Uji Kausalitas Granger antara NIKKEI 225 dengan IHSG
Sesuai dengan penentuan lag pada tahap sebelumnya,
menunjukkan bahwa lag yang dipilih adalah lag 6 sehingga uji
kausalitas Granger akan dilakukan pada lag tersebut. Berdasarkan
tabel uji kausalitas Granger di bawah ini, terlihat bahwa kedua
hipotesis nol ditolak karena nilai probabilitas keduanya lebih kecil
daripada 0.05, yaitu sebesar 0.00002 dan 0.0094. Artinya, NIKKEI
225 berpengaruh signifikan terhadap IHSG, demikian juga IHSG
berpengaruh signifikan terhadap NIKKEI 225. Dengan demikian,
terjadi hubungan kausalitas dua arah antara NIKKEI 225 dengan
IHSG.
Tabel 4.31. Hasil Uji Kausalitas Granger atas NIKKEI 225 dengan
IHSG
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. NIKKEI does not Granger Cause IHSG 1258 5.23009 2.E-05
IHSG does not Granger Cause NIKKEI 2.84421 0.0094
Sumber: data diolah
110
(c) Uji Kausalitas Granger antara FTSE 100 dengan IHSG
Sesuai dengan penentuan lag pada tahap sebelumnya,
menunjukkan bahwa lag yang dipilih adalah lag 5 sehingga uji
kausalitas Granger akan dilakukan pada lag tersebut. Berdasarkan
tabel uji kausalitas Granger di bawah ini, terlihat bahwa kedua
hipotesis nol ditolak karena nilai probabilitas keduanya lebih kecil
daripada 0.05, yaitu sebesar 2 x 10-11
dan 0.0248. Artinya, FTSE 100
berpengaruh signifikan terhadap IHSG, demikian juga IHSG
berpengaruh signifikan terhadap FTSE 100. Dengan demikian,
terjadi hubungan kausalitas dua arah antara FTSE 100 dengan IHSG.
Tabel 4.32. Hasil Uji Kausalitas Granger atas FTSE 100 dengan
IHSG
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. FTSE does not Granger Cause IHSG 1259 12.1730 2.E-11
IHSG does not Granger Cause FTSE 2.58078 0.0248
Sumber: data diolah
(d) Uji Kausalitas Granger antara S&P TSX dengan IHSG
Sesuai dengan penentuan lag pada tahap sebelumnya,
menunjukkan bahwa lag yang dipilih adalah lag 5 sehingga uji
kausalitas Granger akan dilakukan pada lag tersebut. Berdasarkan
tabel uji kausalitas Granger di bawah ini, terlihat bahwa hipotesis nol
yang pertama ditolak. Artinya, S&P TSX berpengaruh signifikan
terhadap IHSG karena nilai probabilitasnya lebih kecil daripada
111
0.005, yaitu sebesar 7 x 10-24
. Sebaliknya untuk hipotesis nol yang
kedua diterima. Artinya, IHSG tidak berpengaruh signifikan terhadap
S&P TSX karena nilai probabilitasnya lebih besar daripada 0.005,
yaitu sebesar 0.6318. Dengan demikian, terjadi hubungan kausalitas
satu arah antara S&P TSX dan IHSG.
Tabel 4.33. Hasil Uji Kausalitas Granger atas S&P TSX dengan
IHSG
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. S_P_TSX does not Granger Cause IHSG 1259 24.7900 7.E-24
IHSG does not Granger Cause S_P_TSX 0.68898 0.6318
Sumber: data diolah
(e) Uji Kausalitas Granger antara DJIA dengan IHSG
Sesuai dengan penentuan lag pada tahap sebelumnya,
menunjukkan bahwa lag yang dipilih adalah lag 4 sehingga uji
kausalitas Granger akan dilakukan pada lag tersebut. Berdasarkan
tabel uji kausalitas Granger di bawah ini, terlihat bahwa kedua
hipotesis nol ditolak karena nilai probabilitas keduanya lebih kecil
daripada 0.05, yaitu sebesar 6 x 10-29
dan 0.0382. Artinya, DJIA
berpengaruh signifikan terhadap IHSG, demikian juga IHSG
berpengaruh signifikan terhadap DJIA. Dengan demikian, terjadi
hubungan kausalitas dua arah antara DJIA dengan IHSG.
112
Tabel 4.34. Hasil Uji Kausalitas Granger atas DJIA dengan IHSG
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. DJIA does not Granger Cause IHSG 1260 36.5388 6.E-29
IHSG does not Granger Cause DJIA 2.54258 0.0382
Sumber: data diolah
e. Uji Kointegrasi
Pengujian kointegrasi dilakukan untuk memperoleh hubungan
jangka panjang antar variabel yang telah memenuhi persyaratan selama
proses integrasi yaitu dimana semua variabel telah stationer pada derajat
yang sama yaitu derajat satu I(1). Apabila ditemukan adanya kointegrasi,
maka estimasi VECM dilakukan. Namun sebaliknya, apabila tidak
ditemukan adanya kointegrasi, maka estimasi VAR in difference yang
akan dilakukan.
Uji kointegrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji
kointegrasi Johansen dengan membandingkan nilai trace statistic dan nilai
Max-Eigen statistic dengan nilai kritis 0.05. Jika nilai trace statistic dan
nilai Max-Eigen statistic lebih besar daripada nilai kritis 0.05, maka data
terkointegrasi, dan sebaliknya. Sementara itu, penentuan asumsi
deterministik yang melandasi pembentukan persamaan kointegrasi,
didasarkan pada pemilihan nilai kriteria antara AIC dan SC yang tidak
dipermasalahkan (bebas menentukan) sehingga hasil penentuan asumsi
deterministik dapat dilihat di lampiran 31 s.d. lampiran 40.
113
1) Uji Kointegrasi Indeks Bursa Saham Syariah
(a) Uji Kointegrasi antara FBMS dengan JII
Berdasarkan tabel hasil uji kointegrasi antara FBMS dengan
JII, nilai trace statistic dan nilai Max-Eigen statistic menunjukkan
adanya 1 rank kointegrasi yang signifikan pada α = 5% yang
ditunjukkan oleh tanda asentrik (*). Hal ini mengindikasikan bahwa
di antara pergerakan FBMS dan JII memiliki hubungan
keseimbangan dalam jangka panjang. Dengan demikian, analisis
selanjutnya akan menggunakan model VECM.
Tabel 4.35. Hasil Uji Kointegrasi atas FBMS dengan JII
Trend assumption: Linear deterministic trend (restricted)
Series: JII FBMS
Lags interval (in first differences): 1 to 5
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.018054 27.16451 25.87211 0.0344
At most 1 0.003369 4.245104 12.51798 0.7064 Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.018054 22.91940 19.38704 0.0147
At most 1 0.003369 4.245104 12.51798 0.7064 Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
114
(b) Uji Kointegrasi antara DJIJP dengan JII
Berdasarkan tabel hasil uji kointegrasi antara DJIJP dengan
JII, nilai trace statistic dan nilai Max-Eigen statistic menunjukkan
tidak adanya rank kointegrasi yang signifikan pada α = 5% yang
ditunjukkan oleh tanda asentrik (*). Hal ini mengindikasikan bahwa
di antara pergerakan DJIJP dan JII tidak memiliki hubungan
keseimbangan dalam jangka panjang. Dengan demikian, analisis
selanjutnya akan menggunakan model VAR in difference.
Tabel 4.36. Hasil Uji Kointegrasi atas DJIJP dengan JII
Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant)
Series: JII DJIJP
Lags interval (in first differences): 1 to 4
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.011354 17.03646 20.26184 0.1312
At most 1 0.002111 2.659969 9.164546 0.6459 Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.011354 14.37649 15.89210 0.0852
At most 1 0.002111 2.659969 9.164546 0.6459 Max-eigenvalue test indicates no cointegration at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
115
(c) Uji Kointegrasi antara DJIUK dengan JII
Berdasarkan tabel hasil uji kointegrasi antara DJIUK dengan
JII, nilai trace statistic dan nilai Max-Eigen statistic menunjukkan
tidak adanya rank kointegrasi yang signifikan pada α = 5% yang
ditunjukkan oleh tanda asentrik (*). Hal ini mengindikasikan bahwa
di antara pergerakan DJIUK dan JII tidak memiliki hubungan
keseimbangan dalam jangka panjang. Dengan demikian, analisis
selanjutnya akan menggunakan model VAR in difference.
Tabel 4.37. Hasil Uji Kointegrasi atas DJIUK dengan JII
Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant)
Series: JII DJIUK
Lags interval (in first differences): 1 to 5
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.008702 13.54313 20.26184 0.3221
At most 1 0.002023 2.547526 9.164546 0.6681 Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.008702 10.99560 15.89210 0.2521
At most 1 0.002023 2.547526 9.164546 0.6681 Max-eigenvalue test indicates no cointegration at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
116
(d) Uji Kointegrasi antara DJICA dengan JII
Berdasarkan tabel hasil uji kointegrasi antara DJICA dengan
JII, nilai trace statistic dan nilai Max-Eigen statistic menunjukkan
tidak adanya rank kointegrasi yang signifikan pada α = 5% yang
ditunjukkan oleh tanda asentrik (*). Hal ini mengindikasikan bahwa
di antara pergerakan DJICA dan JII tidak memiliki hubungan
keseimbangan dalam jangka panjang. Dengan demikian, analisis
selanjutnya akan menggunakan model VAR in difference.
Tabel 4.38. Hasil Uji Kointegrasi atas DJICA dengan JII
Trend assumption: Linear deterministic trend (restricted)
Series: JII DJICA
Lags interval (in first differences): 1 to 4
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.012699 21.85604 25.87211 0.1459
At most 1 0.004569 5.765967 12.51798 0.4906 Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.012699 16.09007 19.38704 0.1414
At most 1 0.004569 5.765967 12.51798 0.4906 Max-eigenvalue test indicates no cointegration at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
117
(e) Uji Kointegrasi antara IMUS dengan JII
Berdasarkan tabel hasil uji kointegrasi antara IMUS dengan
JII, nilai trace statistic dan nilai Max-Eigen statistic menunjukkan
tidak adanya rank kointegrasi yang signifikan pada α = 5% yang
ditunjukkan oleh tanda asentrik (*). Hal ini mengindikasikan bahwa
di antara pergerakan IMUS dan JII tidak memiliki hubungan
keseimbangan dalam jangka panjang. Dengan demikian, analisis
selanjutnya akan menggunakan model VAR in difference.
Tabel 4.39. Hasil Uji Kointegrasi atas IMUS dengan JII
Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant)
Series: JII IMUS
Lags interval (in first differences): 1 to 5
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.005670 11.07167 20.26184 0.5352
At most 1 0.003110 3.918818 9.164546 0.4243 Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.005670 7.152852 15.89210 0.6509
At most 1 0.003110 3.918818 9.164546 0.4243 Max-eigenvalue test indicates no cointegration at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
118
2) Uji Kointegrasi Indeks Bursa Saham Konvensional
(a) Uji Kointegrasi antara KLSE dengan IHSG
Berdasarkan tabel hasil uji kointegrasi antara KLSE dengan
IHSG, nilai trace statistic dan nilai Max-Eigen statistic menunjukkan
adanya 1 rank kointegrasi yang signifikan pada α = 5% yang
ditunjukkan oleh tanda asentrik (*). Hal ini mengindikasikan bahwa
di antara pergerakan KLSE dan IHSG memiliki hubungan
keseimbangan dalam jangka panjang. Dengan demikian, analisis
selanjutnya akan menggunakan model VECM.
Tabel 4.40. Hasil Uji Kointegrasi atas KLSE dengan IHSG
Trend assumption: Linear deterministic trend (restricted)
Series: IHSG KLSE
Lags interval (in first differences): 1 to 4
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.018107 28.08708 25.87211 0.0261
At most 1 0.004028 5.081034 12.51798 0.5848 Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.018107 23.00605 19.38704 0.0142
At most 1 0.004028 5.081034 12.51798 0.5848 Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
119
(b) Uji Kointegrasi antara NIKKEI 225 dengan IHSG
Berdasarkan tabel hasil uji kointegrasi antara NIKKEI 225
dengan IHSG, nilai trace statistic dan nilai Max-Eigen statistic
menunjukkan tidak adanya rank kointegrasi yang signifikan pada α =
5% yang ditunjukkan oleh tanda asentrik (*). Hal ini
mengindikasikan bahwa di antara pergerakan NIKKEI 225 dengan
IHSG tidak memiliki hubungan keseimbangan dalam jangka
panjang. Dengan demikian, analisis selanjutnya akan menggunakan
model VAR in difference.
Tabel 4.41. Hasil Uji Kointegrasi atas NIKKEI 225 dengan IHSG
Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant)
Series: IHSG NIKKEI
Lags interval (in first differences): 1 to 6
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.008232 14.60558 20.26184 0.2499
At most 1 0.003348 4.215214 9.164546 0.3810 Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.008232 10.39036 15.89210 0.3001
At most 1 0.003348 4.215214 9.164546 0.3810 Max-eigenvalue test indicates no cointegration at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
120
(c) Uji Kointegrasi antara FTSE 100 dengan IHSG
Berdasarkan tabel hasil uji kointegrasi antara FTSE 100
dengan IHSG, nilai trace statistic dan nilai Max-Eigen statistic
menunjukkan tidak adanya rank kointegrasi yang signifikan pada α =
5% yang ditunjukkan oleh tanda asentrik (*). Hal ini
mengindikasikan bahwa di antara pergerakan FTSE 100 dengan
IHSG tidak memiliki hubungan keseimbangan dalam jangka
panjang. Dengan demikian, analisis selanjutnya akan menggunakan
model VAR in difference.
Tabel 4.42. Hasil Uji Kointegrasi atas FTSE 100 dengan IHSG
Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant)
Series: IHSG FTSE
Lags interval (in first differences): 1 to 5
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.007127 11.20066 20.26184 0.5229
At most 1 0.001750 2.203101 9.164546 0.7370 Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.007127 8.997560 15.89210 0.4341
At most 1 0.001750 2.203101 9.164546 0.7370 Max-eigenvalue test indicates no cointegration at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
121
(d) Uji Kointegrasi antara S&P TSX dengan IHSG
Berdasarkan tabel hasil uji kointegrasi antara S&P TSX
dengan IHSG, nilai trace statistic dan nilai Max-Eigen statistic
menunjukkan tidak adanya rank kointegrasi yang signifikan pada α =
5% yang ditunjukkan oleh tanda asentrik (*). Hal ini
mengindikasikan bahwa di antara pergerakan S&P TSX dengan
IHSG tidak memiliki hubungan keseimbangan dalam jangka
panjang. Dengan demikian, analisis selanjutnya akan menggunakan
model VAR in difference.
Tabel 4.43. Hasil Uji Kointegrasi atas S&P TSX dengan IHSG
Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant)
Series: IHSG S_P_TSX
Lags interval (in first differences): 1 to 5
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.005236 8.889417 20.26184 0.7466
At most 1 0.001815 2.285638 9.164546 0.7204 Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.005236 6.603779 15.89210 0.7176
At most 1 0.001815 2.285638 9.164546 0.7204 Max-eigenvalue test indicates no cointegration at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
122
(e) Uji Kointegrasi antara DJIA dengan IHSG
Berdasarkan tabel hasil uji kointegrasi antara DJIA dengan
IHSG, nilai trace statistic dan nilai Max-Eigen statistic menunjukkan
tidak adanya rank kointegrasi yang signifikan pada α = 5% yang
ditunjukkan oleh tanda asentrik (*). Hal ini mengindikasikan bahwa
di antara pergerakan DJIA dengan IHSG tidak memiliki hubungan
keseimbangan dalam jangka panjang. Dengan demikian, analisis
selanjutnya akan menggunakan model VAR in difference.
Tabel 4.44. Hasil Uji Kointegrasi atas DJIA dengan IHSG
Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant)
Series: IHSG DJIA
Lags interval (in first differences): 1 to 4
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.007991 14.73875 20.26184 0.2417
At most 1 0.003677 4.637947 9.164546 0.3255 Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.007991 10.10081 15.89210 0.3253
At most 1 0.003677 4.637947 9.164546 0.3255 Max-eigenvalue test indicates no cointegration at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
123
f. Uji Stabilitas VAR / VECM
Stabilitas VAR / VECM perlu diuji terlebih dahulu sebelum
melakukan analisis lebih jauh karena jika hasil estimasi VAR (tidak ada
kointegrasi) atau VECM (ada kointegrasi) menunjukkan tidak stabil, maka
Impulse Response Function (IRF) dan Variance Decomposition (VD)
menjadi tidak valid. Model VAR / VECM dikatakan stabil jika semua akar
dari fungsi polynominal atau yang dikenal dengan roots of characteristic
polynomial berada di dalam unit circle.
1) Uji Stabilitas VAR / VECM Indeks Bursa Saham Syariah
(a) Uji Stabilitas VECM antara FBMS dengan JII
Dari hasil uji stabilitas VECM antara FBMS dengan JII pada
pilihan lag optimal 5, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit
circle. Hal ini menunjukkan bahwa model VECM sudah stabil pada
lag optimalnya sehingga dapat digunakan.
Gambar 4.13. Hasil Uji Stabilitas VECM atas FBMS dengan JII
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Sumber: data diolah
124
(b) Uji Stabilitas VAR antara DJIJP dengan JII
Dari hasil uji stabilitas VAR antara DJIJP dengan JII pada
pilihan lag optimal 4, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit
circle. Hal ini menunjukkan bahwa model VAR sudah stabil pada lag
optimalnya sehingga dapat digunakan.
Gambar 4.14. Hasil Uji Stabilitas VAR atas DJIJP dengan JII
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Sumber: data diolah
(c) Uji Stabilitas VAR antara DJIUK dengan JII
Dari hasil uji stabilitas VAR antara DJIUK dengan JII pada
pilihan lag optimal 5, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit
circle. Hal ini menunjukkan bahwa model VAR sudah stabil pada lag
optimalnya sehingga dapat digunakan.
125
Gambar 4.15. Hasil Uji Stabilitas VAR atas DJIUK dengan JII
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Sumber: data diolah
(d) Uji Stabilitas VAR antara DJICA dengan JII
Dari hasil uji stabilitas VAR antara DJICA dengan JII pada
pilihan lag optimal 4, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit
circle. Hal ini menunjukkan bahwa model VAR sudah stabil pada lag
optimalnya sehingga dapat digunakan.
Gambar 4.16. Hasil Uji Stabilitas VAR atas DJICA dengan JII
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Sumber: data diolah
126
(e) Uji Stabilitas VAR antara IMUS dengan JII
Dari hasil uji stabilitas VAR antara IMUS dengan JII pada
pilihan lag optimal 5, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit
circle. Hal ini menunjukkan bahwa model VAR sudah stabil pada lag
optimalnya sehingga dapat digunakan.
Gambar 4.17. Hasil Uji Stabilitas VAR atas IMUS dengan JII
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Sumber: data diolah
2) Uji Stabilitas VAR / VECM Indeks Bursa Saham Konvensional
(a) Uji Stabilitas VECM antara KLSE dengan IHSG
Dari hasil uji stabilitas VECM antara KLSE dengan IHSG
pada pilihan lag optimal 4, terlihat bahwa semua root berada di
dalam unit circle. Hal ini menunjukkan bahwa model VECM sudah
stabil pada lag optimalnya sehingga dapat digunakan.
127
Gambar 4.18. Hasil Uji Stabilitas VECM atas KLSE dengan IHSG
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Sumber: data diolah
(b) Uji Stabilitas VAR antara NIKKEI 225 dengan IHSG
Dari hasil uji stabilitas VAR antara NIKKEI 225 dengan
IHSG pada pilihan lag optimal 6, terlihat bahwa semua root berada
di dalam unit circle. Hal ini menunjukkan bahwa model VAR sudah
stabil pada lag optimalnya sehingga dapat digunakan.
Gambar 4.19. Hasil Uji Stabilitas VAR atas NIKKEI 225 dengan
IHSG
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Sumber: data diolah
128
(c) Uji Stabilitas VAR antara FTSE 100 dengan IHSG
Dari hasil uji stabilitas VAR antara FTSE 100 dengan IHSG
pada pilihan lag optimal 5, terlihat bahwa semua root berada di
dalam unit circle. Hal ini menunjukkan bahwa model VAR sudah
stabil pada lag optimalnya sehingga dapat digunakan.
Gambar 4.20. Hasil Uji Stabilitas VAR atas FTSE 100 dengan IHSG
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Sumber: data diolah
(d) Uji Stabilitas VAR antara S&P TSX dengan IHSG
Dari hasil uji stabilitas VAR antara S&P TSX dengan IHSG
pada pilihan lag optimal 5, terlihat bahwa semua root berada di
dalam unit circle. Hal ini menunjukkan bahwa model VAR sudah
stabil pada lag optimalnya sehingga dapat digunakan.
129
Gambar 4.21. Hasil Uji Stabilitas VAR atas S&P TSX dengan IHSG
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Sumber: data diolah
(e) Uji Stabilitas VAR antara DJIA dengan IHSG
Dari hasil uji stabilitas VAR antara DJIA dengan IHSG pada
pilihan lag optimal 4, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit
circle. Hal ini menunjukkan bahwa model VAR sudah stabil pada lag
optimalnya sehingga dapat digunakan.
Gambar 4.22. Hasil Uji Stabilitas VAR atas DJIA dengan IHSG
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Sumber: data diolah
130
g. Estimasi VAR / VECM
Pada tahap pertama sebelum model VAR dirumuskan adalah
pemeriksaan terhadap apakah data tersebut stasioner atau tidak. Jika data
stasioner, maka model VAR langsung bisa dirumuskan dan diestimasi.
Jika data tidak stasioner, sebagaimana dijelaskan ada dua kemungkinan
model yang bisa digunakan, yaitu (1) melakukan differencing terhadap
data sehingga data menjadi stasioner dan modelnya menjadi VAR in
difference atau (2) tidak melakukan differencing tetapi merestriksi VAR
dengan persamaan kointegrasi sehingga modelnya menjadi model VECM.
Penentuan signifikasi hasil estimasi VAR / VECM adalah dengan
membandingkan nilai t-statistik hasil estimasi secara mutlak, yaitu apabila
variabel X memiliki nilai t-statistik yang lebih besar dari 2 atau 1.96 maka
variabel X memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y, dan
sebaliknya.
1) Estimasi VAR / VECM Indeks Bursa Saham Syariah
(a) Estimasi VECM antara FBMS dengan JII
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara FBMS dengan JII
dan hasilnya terbukti adanya hubungan kointegrasi, maka
selanjutnya akan dilakukan estimasi VECM. Estimasi VECM
dilakukan untuk melihat analisis jangka panjang dan jangka pendek.
131
Tabel 4.45. Hasil Estimasi VECM atas FBMS dengan JII
Cointegrating Eq: CointEq1 JII(-1) 1.000000
FBMS(-1) -0.229910 [-5.42489]*
@TREND(1) 0.991883 [ 4.66877]
C 1104.465 Error Correction: D(JII) D(FBMS) CointEq1 0.000864 0.057822 [ 0.67439] [ 4.62543]*
D(JII(-1)) -0.041329 0.717880 [-1.34801] [ 2.39964]*
D(JII(-2)) -0.120108 -0.004407 [-3.91892]* [-0.01474]
D(JII(-3)) -0.118405 0.357171 [-3.87481]* [ 1.19786]
D(JII(-4)) -0.051787 0.622176 [-1.69197] [ 2.08323]*
D(JII(-5)) -0.069328 -0.141242 [-2.26730]* [-0.47339]
D(FBMS(-1)) 0.013328 -0.001623 [ 4.27703]* [-0.05339]
D(FBMS(-2)) 0.011374 0.042776 [ 3.63048]* [ 1.39933]
D(FBMS(-3)) 0.004495 0.031978 [ 1.43615] [ 1.04714]
D(FBMS(-4)) 0.000521 -0.044441 [ 0.16698] [-1.45854]
D(FBMS(-5)) 0.001490 -0.001943 [ 0.47904] [-0.06402]
C 0.067103 1.820445 [ 0.28200] [ 0.78405] Catatan: tanda asterik (*) menunjukkan variabel signifikan pada α = 5%
Sumber: data diolah
132
Berdasarkan hasil estimasi VECM antara FBMS dengan JII,
menunjukkan terdapat dua persamaan VECM yang memuat
persamaan kointegrasi serta variabel yang merupakan hasil
differencing dari lag tiap variabel. Berikut ini dua persamaan VECM
yang terbentuk sekaligus penjelasannya.
D(JII) = 0.000864 (JII(-1) – 0.2299101*FBMS(-1) + 1104.465)
– 0.041329D(JII(-1)) – 0.120108*D(JII(-2)) –
0.118405*D(JII(-3)) – 0.051787D(JII(-4)) –
0.069328*D(JII(-5)) + 0.013328*D(FBMS(-1)) +
0.011374*D(FBMS(-2)) + 0.004495D(FBMS(-3)) +
0.00052D(FBMS(-4)) + 0.001490D(FBMS(-5)) +
0.067103
D(FBMS) = 0.057822* (JII(-1) – 0.2299101*FBMS(-1) + 1104.465)
+ 0.717880*D(JII(-1)) – 0.004407D(JII(-2)) +
0.357171D(JII(-3)) + 0.622176*D(JII(-4)) –
0.141242D(JII(-5)) – 0.001623D(FBMS(-1)) +
0.042776D(FBMS(-2)) + 0.031978D(FBMS(-3)) –
0.044441D(FBMS(-4)) – 0.001943D(FBMS(-5)) +
1.820445
Pada hasil estimasi cointegrating vector di dalam kedua
persamaan di atas menunjukkan bahwa FBMS (-0.2299101)
133
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap cointegrating vector,
yang berarti bahwa bursa saham syariah tersebut berkontribusi
signifikan pada hubungan jangka panjang dengan bursa saham
syariah di Indonesia. Selain itu, koefisien speed of adjustment pada
cointegrating vector untuk FBMS sebesar 0.05782 juga dinilai
signifikan secara statistik, artinya pada saat terjadi disequilibrium
dalam jangka pendek terhadap keseimbangan jangka panjang, maka
FBMS akan menyesuaikan secara positif sebesar 0.05782.
Sebaliknya, koefisien speed of adjustment pada JII sebesar 0.00086
dinilai tidak signifikan sehingga mengindikasikan bahwa
cointegrating vector tidak berkontribusi terhadap bursa saham
syariah tersebut dalam hubungan keseimbangan jangka panjangnya,
meskipun JII memiliki kontribusi penting pada cointegrating vector.
Selanjutnya, pada persamaan pertama di atas, variabel FBMS
memberikan pengaruh yang signifikan secara positif terhadap
pergerakan JII baik pada 1 maupun 2 hari sebelumnya, sedangkan JII
sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif pada 2,
3 dan 5 hari sebelumnya. Sementara itu, pada persamaan kedua,
variabel JII memberikan pengaruh yang signifikan secara positif
terhadap pergerakan FBMS pada 1 dan 4 hari sebelumnya,
sedangkan FBMS sendiri sama sekali tidak memberikan pengaruh
yang signifikan.
134
(b) Estimasi VAR antara DJIJP dengan JII
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara DJIJP dengan JII dan
hasilnya terbukti tidak adanya hubungan kointegrasi, maka
selanjutnya akan dilakukan estimasi VAR in difference. Estimasi
VAR in difference dilakukan untuk melihat analisis jangka
pendeknya saja.
Tabel 4.46. Hasil Estimasi VAR atas DJIJP dengan JII
D(JII) D(DJIJP) D(JII(-1)) 0.017349 0.233360
[ 0.58069] [ 4.15464]*
D(JII(-2)) -0.082636 -0.078009
[-2.77084]* [-1.39127]
D(JII(-3)) -0.119796 -0.012981
[-4.01545]* [-0.23144]
D(JII(-4)) -0.040219 -0.062906
[-1.34604] [-1.11981]
D(DJIJP(-1)) 0.014984 -0.232468
[ 0.94213] [-7.77436]*
D(DJIJP(-2)) 0.033116 -0.099400
[ 2.02361]* [-3.23073]*
D(DJIJP(-3)) 0.060877 0.040911
[ 3.71780]* [ 1.32890]
D(DJIJP(-4)) 0.013516 -0.001337
[ 0.84845] [-0.04466]
C 0.088852 -0.020951
[ 0.36998] [-0.04640] Catatan: tanda asterik (*) menunjukkan variabel signifikan pada α = 5%
Sumber: data diolah
135
Berikut ini adalah dua persamaan yang terbentuk dalam hasil
estimasi VAR in difference di atas.
D(JII) = 0.017349D(JII(-1)) – 0.082636*D(JII(-2)) –
0.119796*D(JII(-3)) – 0.040219D(JII(-4)) +
0.014984D(DJIJP(-1)) + 0.033116*D(DJIJP(-2)) +
0.060877*D(DJIJP(-3)) + 0.013516D(DJIJP(-4)) +
0.088852
D(DJIJP) = 0.233360*D(JII(-1)) – 0.078009D(JII(-2)) –
0.012981D(JII(-3)) – 0.062906D(JII(-4)) –
0.232468*D(DJIJP(-1)) – 0.099400*D(DJIJP(-2)) +
0.040911D(DJIJP(-3)) – 0.001337D(DJIJP(-4)) –
0.020951
Pada persamaan pertama di atas, variabel DJIJP memberikan
pengaruh yang signifikan secara positif terhadap pergerakan JII pada
2 dan 3 hari sebelumnya, sedangkan JII sendiri memberikan
pengaruh yang signifikan secara negatif pada 2 dan 3 hari
sebelumnya. Sementara itu, pada persamaan kedua, variabel JII
memberikan pengaruh yang signifikan secara positif terhadap
pergerakan DJIJP hanya pada 1 hari sebelumnya, sedangkan DJIJP
sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif pada 1
dan 2 hari sebelumnya.
136
(c) Estimasi VAR antara DJIUK dengan JII
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara DJIUK dengan JII
dan hasilnya terbukti tidak adanya hubungan kointegrasi, maka
selanjutnya akan dilakukan estimasi VAR in difference. Estimasi
VAR in difference dilakukan untuk melihat analisis jangka
pendeknya saja.
Tabel 4.47. Hasil Estimasi VAR atas DJIUK dengan JII
Catatan: tanda asterik (*) menunjukkan variabel signifikan pada α = 5%
Sumber: data diolah
D(JII) D(DJIUK) D(JII(-1)) -0.062455 -0.214996
[-2.10850]* [-1.68399]
D(JII(-2)) -0.102742 -0.063972
[-3.47757]* [-0.50237]
D(JII(-3)) -0.106395 -0.062030
[-3.60314]* [-0.48738]
D(JII(-4)) -0.046378 0.003796
[-1.58069] [ 0.03002]
D(JII(-5)) -0.033727 0.085381
[-1.17527] [ 0.69029]
D(DJIUK(-1)) 0.047833 -0.016208
[ 6.94069]* [-0.54565]
D(DJIUK(-2)) 0.031185 -0.044014
[ 4.42394]* [-1.44864]
D(DJIUK(-3)) 0.016586 -0.003259
[ 2.33078]* [-0.10624]
D(DJIUK(-4)) 0.020203 0.009636
[ 2.84655]* [ 0.31501]
D(DJIUK(-5)) -0.005738 -0.028302
[-0.81140] [-0.92855]
C 0.127349 -0.016660
[ 0.54377] [-0.01650]
137
Berikut ini adalah dua persamaan yang terbentuk dalam hasil
estimasi VAR in difference di atas.
D(JII) = –0.062455*D(JII(-1)) – 0.102742*D(JII(-2)) –
0.106395*D(JII(-3)) – 0.046378D(JII(-4)) –
0.033727D(JII(-5)) + 0.047833*D(DJIUK(-1)) +
0.031185*D(DJIUK(-2)) + 0.016586*D(DJIUK(-3)) +
0.020203*D(DJIUK(-4)) – 0.005738D(DJIUK(-5)) +
0.127349
D(DJIUK) = –0.214996D(JII(-1)) – 0.063972D(JII(-2)) –
0.062030D(JII(-3)) + 0.003796D(JII(-4)) +
0.085381D(JII(-5)) – 0.016208D(DJIUK(-1)) –
0.044014D(DJIUK(-2)) – 0.003259D(DJIUK(-3)) +
0.009636D(DJIUK(-4)) – 0.028302D(DJIUK(-5)) –
0.016660
Pada persamaan pertama di atas, variabel DJIUK
memberikan pengaruh yang signifikan secara positif terhadap
pergerakan JII pada 1, 2, 3, dan 4 hari sebelumnya, sedangkan JII
sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif pada 1,
2, dan 3 hari sebelumnya. Sementara itu, pada persamaan kedua,
baik variabel JII maupun variabel DJIUK sendiri sama sekali tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pergerakan DJIUK.
138
(d) Estimasi VAR antara DJICA dengan JII
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara DJICA dengan JII
dan hasilnya terbukti tidak adanya hubungan kointegrasi, maka
selanjutnya akan dilakukan estimasi VAR in difference. Estimasi
VAR in difference dilakukan untuk melihat analisis jangka
pendeknya saja.
Tabel 4.48. Hasil Estimasi VAR atas DJICA dengan JII
Catatan: tanda asterik (*) menunjukkan variabel signifikan pada α = 5%
Sumber: data diolah
D(JII) D(DJICA) D(JII(-1)) -0.067225 -0.370066
[-2.32612]* [-2.32531]*
D(JII(-2)) -0.086961 0.069080
[-3.01493]* [ 0.43491]
D(JII(-3)) -0.103309 -0.028230
[-3.60098]* [-0.17869]
D(JII(-4)) -0.047608 0.030265
[-1.70646] [ 0.19700]
D(DJICA(-1)) 0.050618 0.121430
[ 9.61978]* [ 4.19070]*
D(DJICA(-2)) 0.021226 -0.048595
[ 3.88873]* [-1.61671]
D(DJICA(-3)) 0.009191 -0.011917
[ 1.67673] [-0.39476]
D(DJICA(-4)) 0.011209 -0.011366
[ 2.04532]* [-0.37660]
C 0.141244 -0.460706
[ 0.61083] [-0.36181]
139
Berikut ini adalah dua persamaan yang terbentuk dalam hasil
estimasi VAR in difference di atas.
D(JII) = –0.067225*D(JII(-1)) – 0.086961*D(JII(-2)) –
0.103309*D(JII(-3)) – 0.047608D(JII(-4)) +
0.050618*D(DJICA(-1)) + 0.021226*D(DJICA(-2)) +
0.009191D(DJICA(-3)) + 0.011209D(DJICA(-4)) +
0.141244
D(DJICA) = –0.370066*D(JII(-1)) + 0.069080D(JII(-2)) –
0.028230D(JII(-3)) + 0.030265D(JII(-4)) +
0.121430*D(DJICA(-1)) – 0.048595D(DJICA(-2)) –
0.011917D(DJICA(-3)) – 0.011366D(DJICA(-4)) –
0.460706
Pada persamaan pertama di atas, variabel DJICA
memberikan pengaruh yang signifikan secara positif terhadap
pergerakan JII pada lag 1, 2, dan 4 hari sebelumnya, sedangkan JII
sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif pada lag
1, 2, dan 3 hari sebelumnya. Sementara itu, pada persamaan kedua,
variabel JII memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif
terhadap pergerakan DJICA hanya pada lag 1 hari sebelumnya,
sedangkan DJICA sendiri memberikan pengaruh yang signifikan
secara positif juga hanya pada lag 1 hari sebelumnya.
140
(e) Estimasi VAR antara IMUS dengan JII
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara IMUS dengan JII dan
hasilnya terbukti tidak adanya hubungan kointegrasi, maka
selanjutnya akan dilakukan estimasi VAR in difference. Estimasi
VAR in difference dilakukan untuk melihat analisis jangka
pendeknya saja.
Tabel 4.49. Hasil Estimasi VAR atas IMUS dengan JII
D(JII) D(IMUS) D(JII(-1)) -0.065195 -0.174148
[-2.26968]* [-1.64766]
D(JII(-2)) -0.089990 0.096091
[-3.13866]* [ 0.91081]
D(JII(-3)) -0.114984 -0.156680
[-4.01875]* [-1.48822]
D(JII(-4)) -0.033807 0.086927
[-1.18765] [ 0.82993]
D(JII(-5)) -0.049670 -0.020836
[-1.81497] [-0.20692]
D(IMUS(-1)) 0.078375 -0.063755
[ 9.99719]* [-2.21012]*
D(IMUS(-2)) 0.040083 -0.022348
[ 4.89139]* [-0.74116]
D(IMUS(-3)) 0.023963 -0.026658
[ 2.90033]* [-0.87686]
D(IMUS(-4)) 0.017604 -0.021620
[ 2.13008]* [-0.71096]
D(IMUS(-5)) 0.004631 0.008773
[ 0.56624] [ 0.29150]
C -0.016748 0.961114
[-0.07265] [ 1.13313] Catatan: tanda asterik (*) menunjukkan variabel signifikan pada α = 5%
Sumber: data diolah
141
Berikut ini adalah dua persamaan yang terbentuk dalam hasil
estimasi VAR in difference di atas.
D(JII) = –0.065195*D(JII(-1)) – 0.089990*D(JII(-2)) –
0.114984*D(JII(-3)) – 0.033807D(JII(-4)) –
0.049670D(JII(-5)) + 0.078375*D(IMUS(-1)) +
0.040083*D(IMUS(-2)) + 0.023963*D(IMUS(-3)) +
0.017604*D(IMUS(-4)) + 0.004631D(IMUS(-5)) –
0.016748
D(IMUS) = –0.174148D(JII(-1)) + 0.096091D(JII(-2)) –
0.156680D(JII(-3)) + 0.086927D(JII(-4)) –
0.020836D(JII(-5)) – 0.063755*D(IMUS(-1)) –
0.022348D(IMUS(-2)) – 0.026658D(IMUS(-3)) –
0.021620D(IMUS(-4)) + 0.008773D(IMUS(-5)) –
0.961114
Pada persamaan pertama di atas, variabel IMUS memberikan
pengaruh yang signifikan secara positif terhadap pergerakan JII pada
1, 2, 3, dan 4 hari sebelumnya, sedangkan JII sendiri memberikan
pengaruh yang signifikan secara negatif pada 1, 2, dan 3 hari
sebelumnya. Sementara itu, pada persamaan kedua, variabel JII sama
sekali tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
pergerakan IMUS, sedangkan IMUS sendiri memberikan pengaruh
yang signifikan secara negatif hanya pada lag 1 hari sebelumnya.
142
2) Estimasi VAR / VECM Indeks Bursa Saham Konvensional
a) Estimasi VECM antara KLSE dengan IHSG
Tabel 4.50. Hasil Estimasi VECM atas KLSE dengan IHSG
Cointegrating Eq: CointEq1 IHSG(-1) 1.000000
KLSE(-1) 54.30455 [ 3.91945]*
@TREND(1) -48.60464 [-4.87235]
C -48935.83 Error Correction: D(IHSG) D(KLSE) CointEq1 -0.000350 -0.000183 [-2.06462]* [-4.74961]*
D(IHSG(-1)) 0.096109 0.046963 [ 2.83850]* [ 6.09194]*
D(IHSG(-2)) 0.000857 0.009420 [ 0.02509] [ 1.21086]
D(IHSG(-3)) -0.100955 -0.003048 [-2.96418]* [-0.39306]
D(IHSG(-4)) -0.025334 0.004037 [-0.74206] [ 0.51930]
D(KLSE(-1)) -0.308748 -0.087712 [-2.08513]* [-2.60175]*
D(KLSE(-2)) -0.076200 0.024240 [-0.51460] [ 0.71900]
D(KLSE(-3)) 0.188752 0.073887 [ 1.28100] [ 2.20244]*
D(KLSE(-4)) -0.108247 -0.035502 [-0.74113] [-1.06758]
C 1.353619 0.235895 [ 0.97826] [ 0.74878]
Catatan: tanda asterik (*) menunjukkan variabel signifikan pada α = 5%
Sumber: data diolah
143
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara FBMS dengan JII
dan hasilnya terbukti adanya hubungan kointegrasi, maka
selanjutnya akan dilakukan estimasi VECM. Estimasi VECM
dilakukan untuk melihat analisis jangka panjang dan jangka pendek.
Berdasarkan hasil estimasi VECM antara KLSE dengan
IHSG, menunjukkan terdapat dua persamaan VECM yang memuat
persamaan kointegrasi serta variabel yang merupakan hasil
differencing dari lag tiap variabel. Berikut ini dua persamaan VECM
yang terbentuk sekaligus penjelasannya.
D(IHSG) = –0.000350* (D(IHSG) + 54.30455*D(KLSE) –
48935.83) + 0.096109*D(IHSG(-1)) +
0.000857D(IHSG(-2)) – 0.100955*D(IHSG(-3)) –
0.025334D(IHSG(-4)) – 0.308748*D(KLSE(-1)) –
0.076200D(KLSE(-2)) + 0.188752D(KLSE(-3)) –
0.108247D(KLSE(-4)) + 1.353619
D(KLSE) = –0.000183* (D(IHSG) + 54.30455*D(KLSE) –
48935.83) + 0.046963*D(IHSG(-1)) +
0.009420D(IHSG(-2)) – 0.003048D(IHSG(-3)) +
0.004037D(IHSG(-4)) – 0.087712*D(KLSE(-1)) +
0.024240D(KLSE(-2)) + 0.073887*D(KLSE(-3)) –
0.035502D(KLSE(-4)) + 0.235895
144
Pada hasil estimasi cointegrating vector di dalam kedua
persamaan di atas menunjukkan bahwa KLSE (54.30455) memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap cointegrating vector, yang berarti
bahwa bursa saham konvensional tersebut berkontribusi signifikan
pada hubungan jangka panjang dengan bursa saham konvensional di
Indonesia. Selain itu, koefisien speed of adjustment pada
cointegrating vector untuk KLSE sebesar –0.000183 juga dinilai
signifikan secara statistik, artinya pada saat terjadi disequilibrium
dalam jangka pendek terhadap keseimbangan jangka panjang, maka
KLSE akan menyesuaikan secara negatif sebesar 0.000183. Begitu
pula dengan koefisien speed of adjustment pada IHSG sebesar –
0.000350 dinilai signifikan signifikan secara statistik, artinya pada
saat terjadi disequilibrium dalam jangka pendek terhadap
keseimbangan jangka panjang, maka IHSG akan menyesuaikan
secara negatif sebesar 0.000350.
Selanjutnya, pada persamaan pertama di atas, variabel KLSE
hanya memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif terhadap
pergerakan IHSG hanya pada 1 hari sebelumnya, sedangkan IHSG
sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif pada 1
dan 3 hari sebelumnya. Sementara itu, sebaliknya pada persamaan
kedua, variabel IHSG memberikan pengaruh yang signifikan secara
positif terhadap pergerakan KLSE hanya pada 1 hari sebelumnya,
145
sedangkan KLSE sendiri memberikan pengaruh yang signifikan
secara negatif pada 1 hari sebelumnya dan pengaruh yang signifikan
secara positif pada 3 hari sebelumnya.
b) Estimasi VAR antara NIKKEI 225 dengan IHSG
Tabel 4.51. Hasil Estimasi VAR atas NIKKEI 225 dengan IHSG
D(IHSG) D(NIKKEI) D(IHSG(-1)) 0.101186 0.312936 [ 3.18509]* [ 2.39089]*
D(IHSG(-2)) -0.034856 -0.015517 [-1.09894] [-0.11875]
D(IHSG(-3)) -0.114671 0.092940 [-3.61399]* [ 0.71095]
D(IHSG(-4)) -0.041922 -0.311702 [-1.32047] [-2.38302]*
D(IHSG(-5)) -0.079925 0.109169 [-2.51357]* [ 0.83332]
D(IHSG(-6)) 0.005918 -0.132172 [ 0.18575] [-1.00689]
D(NIKKEI(-1)) -0.026351 -0.108170 [-3.41964]* [-3.40722]*
D(NIKKEI(-2)) 0.009975 -0.006830 [ 1.28751] [-0.21399]
D(NIKKEI(-3)) 0.017049 0.028780 [ 2.21057]* [ 0.90576]
D(NIKKEI(-4)) 0.009348 0.001948 [ 1.21262] [ 0.06133]
D(NIKKEI(-5)) 0.015981 -0.007881 [ 2.06963]* [-0.24771]
D(NIKKEI(-6)) 0.004388 0.024886 [ 0.56867] [ 0.78282]
C 1.465302 2.082587 [ 1.06591] [ 0.36770]
Catatan: tanda asterik (*) menunjukkan variabel signifikan pada α = 5%
Sumber: data diolah
146
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara NIKKEI 225 dengan
IHSG dan hasilnya terbukti tidak adanya hubungan kointegrasi,
maka selanjutnya akan dilakukan estimasi VAR in difference.
Estimasi VAR in difference dilakukan untuk melihat analisis jangka
pendeknya saja.
Berikut ini adalah dua persamaan yang terbentuk dalam hasil
estimasi VAR in difference di atas.
D(IHSG) = 0.101186*D(IHSG(-1)) – 0.034856D(IHSG(-2)) –
0.114671*D(IHSG(-3)) – 0.041922D(IHSG(-4)) –
0.079925*D(IHSG(-5)) + 0.005918D(IHSG(-6)) –
0.026351*D(NIKKEI(-1)) + 0.009975D(NIKKEI(-2)) +
0.017049*D(NIKKEI(-3)) + 0.009348D(NIKKEI(-4)) +
0.015981*D(NIKKEI(-5)) + 0.004388D(NIKKEI(-6)) +
1.465302
D(NIKKEI) = 0.312936*D(IHSG(-1)) – 0.015517D(IHSG(-2)) +
0.092940D(IHSG(-3)) – 0.311702*D(IHSG(-4)) +
0.109169D(IHSG(-5)) – 0.132172D(IHSG(-6)) –
0.108170*D(NIKKEI(-1)) + 0.006830D(NIKKEI(-2)) +
0.028780D(NIKKEI(-3)) + 0.001948D(NIKKEI(-4)) –
0.007881D(NIKKEI(-5)) + 0.024886D(NIKKEI(-6)) +
2.082587
147
Pada persamaan pertama di atas, variabel NIKKEI
memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif pada 1 hari
sebelumnya dan secara positif pada 3 dan 5 hari sebelumnya
terhadap pergerakan IHSG, sama halnya dengan IHSG sendiri
memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif pada 1 hari
sebelumnya dan secara positif pada 3 dan 5 hari sebelumnya.
Sementara itu, pada persamaan kedua, variabel IHSG
memberikan pengaruh yang signifikan secara positif pada 1 hari
sebelumnya dan secara negatif pada 4 hari sebelumnya terhadap
pergerakan NIKKEI, sedangkan NIKKEI sendiri memberikan
pengaruh yang signifikan secara negatif hanya pada 1 hari
sebelumnya.
c) Estimasi VAR antara FTSE 100 dengan IHSG
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara FTSE 100 dengan
IHSG dan hasilnya terbukti tidak adanya hubungan kointegrasi,
maka selanjutnya akan dilakukan estimasi VAR in difference.
Estimasi VAR in difference dilakukan untuk melihat analisis jangka
pendeknya saja.
148
Tabel 4.52. Hasil Estimasi VAR atas FTSE 100 dengan IHSG
D(IHSG) D(FTSE) D(IHSG(-1)) -0.033103 -0.020675
[-1.08503] [-0.43779]
D(IHSG(-2)) -0.036484 0.009919
[-1.19731] [ 0.21029]
D(IHSG(-3)) -0.119513 -0.023077
[-3.95041]* [-0.49275]
D(IHSG(-4)) -0.056772 -0.082456
[-1.86642] [-1.75115]
D(IHSG(-5)) -0.023038 0.014429
[-0.77399] [ 0.31317]
D(FTSE(-1)) 0.135321 -0.003108
[ 6.86154]* [-0.10181]
D(FTSE(-2)) 0.020979 -0.059873
[ 1.04252] [-1.92204]
D(FTSE(-3)) 0.055682 -0.032363
[ 2.76765]* [-1.03915]
D(FTSE(-4)) 0.043181 0.042879
[ 2.14164]* [ 1.37380]
D(FTSE(-5)) -0.016444 -0.052747
[-0.81760] [-1.69415]
C 1.545743 0.767631
[ 1.13949] [ 0.36556]
Catatan: tanda asterik (*) menunjukkan variabel signifikan pada α = 5%
Sumber: data diolah
Berikut ini adalah dua persamaan yang terbentuk dalam hasil
estimasi VAR in difference di atas.
149
D(IHSG) = –0.033103D(IHSG(-1)) – 0.036484D(IHSG(-2)) –
0.119513*D(IHSG(-3)) – 0.056772D(IHSG(-4)) –
0.023038D(IHSG(-5)) + 0.135321*D(FTSE(-1)) +
0.020979D(FTSE(-2)) + 0.055682*D(FTSE(-3)) +
0.043181*D(FTSE(-4)) – 0.016444 D(FTSE(-5)) +
1.545743
D(FTSE) = –0.020675D(IHSG(-1)) + 0.009919D(IHSG(-2)) –
0.023077D(IHSG(-3)) – 0.082456D(IHSG(-4)) +
0.014429D(IHSG(-5)) – 0.003108D(FTSE(-1)) –
0.059873D(FTSE(-2)) – 0.032363D(FTSE(-3)) +
0.042879D(FTSE(-4)) – 0.052747D(FTSE(-5)) +
0.767631
Pada persamaan pertama di atas, variabel FTSE memberikan
pengaruh yang signifikan secara positif pada 1, 3, dan 4 hari
sebelumnya terhadap pergerakan IHSG, sedangkan IHSG sendiri
memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif hanya pada 3
hari sebelumnya. Sementara itu, pada persamaan kedua, baik
variabel IHSG maupun variabel FTSE sendiri sama sekali tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pergerakan FTSE.
150
d) Estimasi VAR antara S&P TSX dengan IHSG
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara S&P TSX dengan
IHSG dan hasilnya terbukti tidak adanya hubungan kointegrasi,
maka selanjutnya akan dilakukan estimasi VAR in difference.
Estimasi VAR in difference dilakukan untuk melihat analisis jangka
pendeknya saja.
Tabel 4.53. Hasil Estimasi VAR atas S&P TSX dengan IHSG
D(IHSG) D(S_P_TSX) D(IHSG(-1)) -0.035167 -0.002798 [-1.19883] [-0.02840]
D(IHSG(-2)) -0.039106 -0.052722 [-1.33574] [-0.53617]
D(IHSG(-3)) -0.098255 -0.007294 [-3.37577]* [-0.07462]
D(IHSG(-4)) -0.052182 -0.133653 [-1.78507] [-1.36129]
D(IHSG(-5)) -0.040421 -0.141248 [-1.44557] [-1.50400]
D(S_P_TSX(-1)) 0.094582 0.044337 [ 10.8300]* [ 1.51155]
D(S_P_TSX(-2)) 0.003773 -0.075352 [ 0.41362] [-2.45977]*
D(S_P_TSX(-3)) 0.023846 -0.025850 [ 2.61026]* [-0.84249]
D(S_P_TSX(-4)) 0.007980 -0.057563 [ 0.87438] [-1.87801]
D(S_P_TSX(-5)) 0.011009 0.066436 [ 1.20519] [ 2.16537]*
C 1.628260 0.776689 [ 1.22951] [ 0.17462]
Catatan: tanda asterik (*) menunjukkan variabel signifikan pada α = 5%
Sumber: data diolah
151
Berikut ini adalah dua persamaan yang terbentuk dalam hasil
estimasi VAR in difference di atas.
D(IHSG) = –0.035167D(IHSG(-1)) – 0.039106D(IHSG(-2)) –
0.098255*D(IHSG(-3)) – 0.052182D(IHSG(-4)) –
0.040421D(IHSG(-5)) + 0.094582*D(SPTSX(-1)) +
0.003773D(SPTSX(-2)) + 0.023846*D(SPTSX(-3)) +
0.007980*D(SPTSX(-4)) – 0.011009D(SPTSX(-5)) +
1.628260
D(SPTSX) = –0.002798D(IHSG(-1)) – 0.052722D(IHSG(-2)) –
0.007294D(IHSG(-3)) – 0.133653D(IHSG(-4)) –
0.141248D(IHSG(-5)) + 0.044337D(SPTSX(-1)) –
0.075352*D(SPTSX(-2)) – 0.025850D(SPTSX(-3)) –
0.057563D(SPTSX(-4)) + 0.066436*D(SPTSX(-5)) +
0.776689
Pada persamaan pertama di atas, variabel S&P TSX
memberikan pengaruh yang signifikan secara positif pada 1 dan 3
hari sebelumnya terhadap pergerakan IHSG, sedangkan IHSG
sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif hanya
pada 3 hari sebelumnya. Sementara itu, pada persamaan kedua,
variabel IHSG sama sekali tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap pergerakan S&P TSX, sedangkan S&P TSX
sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif pada 2
152
hari sebelumnya dan memberikan pengaruh yang signifikan secara
positif pada 5 hari sebelumnya.
e) Estimasi VAR antara DJIA dengan IHSG
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara S&P TSX dengan
IHSG dan hasilnya terbukti tidak adanya hubungan kointegrasi,
maka selanjutnya akan dilakukan estimasi VAR in difference.
Estimasi VAR in difference dilakukan untuk melihat analisis jangka
pendeknya saja.
Tabel 4.54. Hasil Estimasi VAR atas DJIA dengan IHSG
D(IHSG) D(DJIA)
D(IHSG(-1)) -0.015930 0.010903
[-0.54939] [ 0.11729]
D(IHSG(-2)) -0.042092 -0.028251 [-1.46284] [-0.30625]
D(IHSG(-3)) -0.106647 -0.099378 [-3.70502]* [-1.07691]
D(IHSG(-4)) -0.039686 -0.117837 [-1.45847] [-1.35078]
D(DJIA(-1)) 0.105160 -0.110509 [ 11.6051]* [-3.80400]*
D(DJIA(-2)) 0.013498 -0.029801 [ 1.39354] [-0.95966]
D(DJIA(-3)) 0.031029 -0.006176 [ 3.20882]* [-0.19923]
D(DJIA(-4)) 0.013630 0.001707 [ 1.42808] [ 0.05580]
C 0.988879 3.874552 [ 0.75191] [ 0.91894] Catatan: tanda asterik (*) menunjukkan variabel signifikan pada α = 5%
Sumber: data diolah
153
Berikut ini adalah dua persamaan yang terbentuk dalam hasil
estimasi VAR in difference di atas.
D(IHSG) = –0.015930D(IHSG(-1)) – 0.042092D(IHSG(-2)) –
0.106647*D(IHSG(-3)) – 0.039686D(IHSG(-4)) +
0.105160*D(DJIA(-1)) + 0.013498D(DJIA(-2)) +
0.031029*D(DJIA(-3)) + 0.013630D(DJIA(-4)) +
0.988879
D(DJIA) = 0.010903D(IHSG(-1)) – 0.028251D(IHSG(-2)) –
0.099378D(IHSG(-3)) – 0.117837D(IHSG(-4)) –
0.110509*D(DJIA(-1)) + 0.029801D(DJIA(-2)) –
0.006176D(DJIA(-3)) + 0.001707D(DJIA(-4)) +
3.874552
Pada persamaan pertama di atas, variabel DJIA memberikan
pengaruh yang signifikan secara positif pada 1 dan 3 hari
sebelumnya terhadap pergerakan IHSG, sedangkan IHSG sendiri
memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif hanya pada 3
hari sebelumnya. Sementara itu, pada persamaan kedua, variabel
IHSG sama sekali tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap pergerakan DJIA, sedangkan DJIA sendiri memberikan
pengaruh yang signifikan secara negatif pada 1 hari sebelumnya.
154
h. Impulse Response Function (IRF)
Perilaku dinamis dari model VAR / VECM dapat dilihat melalui
respon dari setiap variabel terhadap kejutan dari variabel lainnya. Impulse
Response Function (IRF) memberikan gambaran bagaimana respon dari
suatu variabel di masa mendatang jika terjadi gangguan pada satu variabel
lainnya. Dengan demikian, lamanya pengaruh dari gangguan (shock) suatu
variabel terhadap variabel lain sampai pengaruhnya hilang atau kembali ke
titik keseimbangan dapat dilihat. Dalam grafik IRF, sumbu horizontal
merupakan periode waktu ke depan setelah terjadinya shock, sedangkan
sumber vertikal adalah nilai respon. Secara mendasar dalam analisis ini
akan diketahui respon positif atau negatif dari suatu variabel terhadap
variabel lainnya yang dilihat dari grafik pada kuadran pertama dan ketiga
saja karena kuadran kedua dan keempat menunjukkan respon dari masing-
masing variabel itu sendiri.
1) Impulse Response Function (IRF) Indeks Bursa Saham Syariah
(a) Impulse Response Function antara FBMS dengan JII
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara FBMS
dengan JII di bawah ini, pada kuadran pertama terlihat bahwa JII
merespon guncangan FBMS secara positif. Pada awal periode,
respon JII mengalami kenaikan hingga periode keempat, namun
kemudian cenderung mengalami penurunan pada periode kelima
hingga periode terakhir.
155
Gambar 4.23. Impulse Response Function atas FBMS dengan JII
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of JII to JII
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of JII to FBMES
30
40
50
60
70
80
90
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of FBMES to JII
30
40
50
60
70
80
90
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of FBMES to FBMES
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Sumber: data diolah
Selanjutnya, pada kuadran ketiga terlihat bahwa FBMS
merespon guncangan JII juga secara positif. Pada periode pertama
hingga periode keempat respon FBMS mengalami kenaikan dan
mencapai kenaikan yang cukup signifikan pada periode kelima.
Akan tetapi, setelah periode kelima cenderung mengalami penurunan
pada periode keenam hingga periode terakhir.
(b) Impulse Response Function antara DJIJP dengan JII
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara DJIJP
dengan JII di bawah ini, pada kuadran pertama terlihat bahwa JII
mulai merespon guncangan DJIJP secara positif pada periode kedua
dan terus mengalami kenaikan hingga periode keempat. Setelah itu,
156
respon JII mengalami penurunan dan kenaikan secara bergantian
dalam posisi negatif hingga periode kedelapan. Pada periode
kesembilan respon JII kembali positif dan mengalami kenaikan
hingga akhir periode yang semakin mendekati titik nol.
Gambar 4.24. Impulse Response Function atas DJIJP dengan JII
-2
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(JII) to D(JII)
-2
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(JII) to D(DJIJP)
-5
0
5
10
15
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DJIJP) to D(JII)
-5
0
5
10
15
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DJIJP) to D(DJIJP)
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
Sumber: data diolah
Sementara itu, pada kuadran ketiga terlihat bahwa DJIJP
merespon guncangan JII secara positif pada awal periode. Kemudian
pada periode kedua, respon DJIJP mengalami kenaikan dan
penurunan secara bergantian hingga periode kedelapan dan akhirnya
terus mengalami penurunan hingga akhir periode.
Secara keseluruhan grafik IRF antara DJIUK dengan JII
menunjukkan dampak respon yang diterima oleh DJIUK maupun JII
157
akibat guncangan varibel lainnya selama 10 periode adalah bersifat
convergence, yaitu pergerakannya yang semakin mendekati titik
keseimbangan menuju titik nol.
(c) Impulse Response Function antara DJIUK dengan JII
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara DJIUK
dengan JII di bawah ini, pada kuadran pertama terlihat bahwa JII
mulai merespon guncangan DJIUK secara positif pada periode
kedua. Akan tetapi, setelah periode kedua terus mengalami
penurunan hingga periode keenam dan berangsur-angsur mulai
mengalami kenaikan kembali secara positif hingga akhir periode.
Gambar 4.25. Impulse Response Function atas DJIUK dengan JII
-2
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(JII) to D(JII)
-2
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(JII) to D(DJIUK)
-10
0
10
20
30
40
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DJIUK) to D(JII)
-10
0
10
20
30
40
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DJIUK) to D(DJIUK)
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
Sumber: data diolah
158
Sementara itu, pada kuadran ketiga terlihat bahwa DJIUK
merespon guncangan JII cukup tinggi secara positif pada awal
periode dan kemudian respon DJIUK mengalami penurunan
setelahnya hingga periode ketiga. DJIUK mulai merespon kembali
secara positif pada periode kelima hingga ketujuh dan mengalami
penurunan kembali secara negatif hingga akhir periode.
Secara keseluruhan grafik IRF antara DJIUK dengan JII
menunjukkan dampak respon yang diterima oleh DJIUK maupun JII
akibat guncangan varibel lainnya selama 10 periode adalah bersifat
convergence, yaitu pergerakannya yang semakin mendekati titik
keseimbangan menuju titik nol.
(d) Impulse Response Function antara DJICA dengan JII
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara DJICA
dengan JII di bawah ini, pada kuadran pertama terlihat bahwa JII
merespon guncangan DJICA secara positif dan mengalami kenaikan
pada periode kedua dan berangsur-angsur mengalami penurunan
hingga periode keenam. Kemudian, pada periode ketujuh mengalami
kenaikan secara negatif dan akhirnya mulai kembali positif pada
periode kedelapan hingga akhir periode.
159
Gambar 4.26. Impulse Response Function atas DJICA dengan JII
-2
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(JII) to D(JII)
-2
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(JII) to D(DJICA)
-10
0
10
20
30
40
50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DJICA) to D(JII)
-10
0
10
20
30
40
50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DJICA) to D(DJICA)
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
Sumber: data diolah
Sementara itu, pada kuadran ketiga terlihat bahwa DJICA
merespon guncangan JII cukup tinggi secara positif pada awal
periode, namun mengalami penurunan secara negatif pada periode
kedua. Setelah itu, respon DJICA mulai mengalami kenaikan
kembali pada periode ketiga hingga periode kelima dan kemudian
terus mengalami penurunan hingga akhir periode mendekati nol.
Secara keseluruhan grafik IRF antara DJICA dengan JII
menunjukkan dampak respon yang diterima oleh DJICA maupun JII
akibat guncangan varibel lainnya selama 10 periode adalah bersifat
160
convergence, yaitu pergerakannya yang semakin mendekati titik
keseimbangan menuju titik nol.
(e) Impulse Response Function antara IMUS dengan JII
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara IMUS
dengan JII di bawah ini, pada kuadran pertama terlihat bahwa JII
mulai merespon guncangan IMUS secara positif pada periode kedua
dan berangsur-angsur mengalami penurunan hingga periode keenam.
Kemudian, pada periode ketujuh mengalami kenaikan secara negatif
dan akhirnya mulai kembali positif pada periode kesembilan hingga
akhir periode.
Gambar 4.27. Impulse Response Function atas IMUS dengan JII
-2
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(JII) to D(JII)
-2
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(JII) to D(IMUS)
-10
0
10
20
30
40
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IMUS) to D(JII)
-10
0
10
20
30
40
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IMUS) to D(IMUS)
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
Sumber: data diolah
161
Sementara itu, pada kuadran ketiga terlihat bahwa IMUS
merespon guncangan JII mengalami penurunan dan kenaikan secara
bergantian mulai dari awal periode hingga akhir periode mendekati
nol.
Secara keseluruhan grafik IRF antara IMUS dengan JII
menunjukkan dampak respon yang diterima oleh IMUS maupun JII
akibat guncangan varibel lainnya selama 10 periode adalah bersifat
convergence, yaitu pergerakannya yang semakin mendekati titik
keseimbangan menuju titik nol.
2) Impulse Response Function (IRF) Indeks Bursa Saham
Konvensional
(a) Impulse Response Function antara KLSE dengan IHSG
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara KLSE
dengan IHSG di bawah ini, pada kuadran pertama terlihat bahwa
IHSG merespon guncangan KLSE secara negatif. Pada periode
pertama hingga periode ketiga respon JII mengalami penurunan,
kemudian cenderung mengalami kenaikan tetapi masih dalam
kondisi negatif pada periode keempat. Setelah periode keempat,
respon JII terus mengalami penurunan secara negatif sehingga
respon IHSG selalu berada di bawah garis hingga akhir periode.
162
Gambar 4.28. Impulse Response Function atas KLSE dengan IHSG
-10
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of IHSG to IHSG
-10
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of IHSG to KLSE
6
7
8
9
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of KLSE to IHSG
6
7
8
9
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of KLSE to KLSE
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Sumber: data diolah
Sementara itu, pada kuadran ketiga terlihat bahwa KLSE
merespon guncangan IHSG secara positif dan terus mengalami
kenaikan dari awal periode hingga periode ketujuh. Setelah itu,
respon KLSE mengalami penurunan namun tidak terlalu signifikan
hingga akhir periode.
(b) Impulse Response Function antara NIKKEI 225 dengan IHSG
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara
NIKKEI 225 dengan IHSG di bawah ini, pada kuadran pertama
terlihat bahwa IHSG merespon guncangan NIKKEI 225 secara
negatif mulai dari awal periode dan mengalami kenaikan pada
periode ketiga. Kemudian, respon IHSG mengalami kenaikan dan
163
penurunan hingga periode keenam dan akhirnya terus mengalami
penurunan hingga akhir periode.
Gambar 4.29. Impulse Response Function atas NIKKEI 225 dengan
IHSG
-10
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IHSG) to D(IHSG)
-10
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IHSG) to D(NIKKEI)
-50
0
50
100
150
200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(NIKKEI) to D(IHSG)
-50
0
50
100
150
200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(NIKKEI) to D(NIKKEI)
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
Sumber: data diolah
Sementara itu, pada kuadran ketiga terlihat bahwa NIKKEI
225 merespon guncangan IHSG cukup tinggi pada awal periode.
Kemudian, respon NIKKEI 225 mengalami penurunan dan kenaikan
secara bergantian mulai dari awal periode hingga akhir periode.
Secara keseluruhan grafik IRF antara NIKKEI 225 dengan
IHSG menunjukkan dampak respon yang diterima oleh NIKKEI 225
maupun IHSG akibat guncangan varibel lainnya selama 10 periode
164
adalah bersifat convergence, yaitu pergerakannya yang semakin
mendekati titik keseimbangan menuju titik nol.
(c) Impulse Response Function antara FTSE 100 dengan IHSG
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara FTSE
100 dengan IHSG di bawah ini, pada kuadran pertama terlihat bahwa
IHSG mulai merespon guncangan FTSE 100 cukup tinggi pada
periode kedua dan kemudian mengalami kenaikan dan penurunan
secara bergantian hingga periode kelima. Pada periode keenam,
respon IHSG mengalami penurunan dan setelahnya berangsur-angsur
mengalami kenaikan hingga akhir periode.
Gambar 4.30. Impulse Response Function atas FTSE 100 dengan
IHSG
-10
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IHSG) to D(IHSG)
-10
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IHSG) to D(FTSE)
-20
0
20
40
60
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(FTSE) to D(IHSG)
-20
0
20
40
60
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(FTSE) to D(FTSE)
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
Sumber: data diolah
165
Sementara itu, pada kuadran ketiga terlihat bahwa FTSE 100
merespon guncangan IHSG secara positif pada awal periode dan
setelah itu, respon FTSE 100 terus mengalami penurunan secara
negatif hingga periode kelima. Pada periode keenam, respon FTSE
100 mengalami kenaikan secara bertahap hingga akhir periode.
Secara keseluruhan grafik IRF antara FTSE 100 dengan
IHSG menunjukkan dampak respon yang diterima oleh FTSE 100
maupun IHSG akibat guncangan varibel lainnya selama 10 periode
adalah bersifat convergence, yaitu pergerakannya yang semakin
mendekati titik keseimbangan menuju titik nol.
(d) Impulse Response Function antara S&P TSX dengan IHSG
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara S&P
TSX dengan IHSG di bawah ini, pada kuadran pertama terlihat
bahwa IHSG mulai merespon guncangan S&P TSX secara positif
pada periode kedua dan setelahnya mengalami penurunan dan
kenaikan secara bergantian hingga periode ketujuh. Pada periode
kedelapan dan kesembilan, respon IHSG mengalami penurunan
secara negatif dan akhirnya kembali positif pada akhir periode.
Sementara itu, pada kuadran ketiga terlihat bahwa S&P TSX
merespon guncangan IHSG cukup tinggi secara positif pada awal
periode. Kemudian, respon S&P TSX mengalami penurunan hingga
periode ketiga. Pada periode keempat, respon S&P TSX mengalami
166
kenaikan dan penurunan secara negatif hingga periode ketujuh.
Setelah periode ketujuh, S&P TSX merespon kembali secara positif
hingga akhir periode.
Gambar 4.31. Impulse Response Function atas S&P TSX dengan
IHSG
-10
0
10
20
30
40
50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IHSG) to D(IHSG)
-10
0
10
20
30
40
50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IHSG) to D(S_P_TSX)
-40
0
40
80
120
160
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(S_P_TSX) to D(IHSG)
-40
0
40
80
120
160
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(S_P_TSX) to D(S_P_TSX)
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
Sumber: data diolah
Secara keseluruhan grafik IRF antara S&P TSX dengan
IHSG menunjukkan dampak respon yang diterima oleh S&P TSX
maupun IHSG akibat guncangan varibel lainnya selama 10 periode
adalah bersifat convergence, yaitu pergerakannya yang semakin
mendekati titik keseimbangan menuju titik nol.
167
(e) Impulse Response Function antara DJIA dengan IHSG
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara DJIA
dengan IHSG di bawah ini, pada kuadran pertama terlihat bahwa
IHSG mulai merespon guncangan DJIA secara positif pada periode
kedua dan setelahnya mengalami penurunan pada periode ketiga.
Pada periode keempat, respon IHSG mengalami kenaikan, namun
tidak lama kembali mengalami penurunan dan kenaikan yang negatif
secara bergantian pada periode kelima hingga periode kedelapan.
Pada akhir periode, respon IHSG kembali mengalami kenaikan
secara positif.
Gambar 4.32. Impulse Response Function atas DJIA dengan IHSG
-10
0
10
20
30
40
50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IHSG) to D(IHSG)
-10
0
10
20
30
40
50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IHSG) to D(DJIA)
-40
0
40
80
120
160
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DJIA) to D(IHSG)
-40
0
40
80
120
160
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DJIA) to D(DJIA)
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
Sumber: data diolah
168
Sementara itu, pada kuadran ketiga terlihat bahwa DJIA
merespon guncangan IHSG cukup tinggi secara positif pada awal
periode. Setelah itu, respon DJIA mengalami penurunan secara
negatif pada periode kedua dan kembali naik masih dalam kondisi
negatif pada periode ketiga. Pada periode keempat, respon DJIA
mengalami penurunan secara negatif hingga periode kelima. Setelah
periode kelima, DJIA merespon kembali secara positif hingga
periode kesembilan dan berakhir negatif pada akhir periode.
Secara keseluruhan grafik IRF antara DJIA dengan IHSG
menunjukkan dampak respon yang diterima oleh DJIA maupun
IHSG akibat guncangan varibel lainnya selama 10 periode adalah
bersifat convergence, yaitu pergerakannya yang semakin mendekati
titik keseimbangan menuju titik nol.
i. Variance Decomposition (VD)
Langkah terakhir dalam analisis VAR / VECM adalah Variance
Decomposition (VD). Langkah ini bertujuan untuk memberikan informasi
mengenai proporsi dari pergerakan pengaruh shock pada sebuah variabel
terhadap shock varibel lainnya pada periode saaat ini dan periode yang
akan datang. Variance Decomposition akan memberikan informasi tentang
pentingnya setiap perubahan (inovasi) yang terjadi yang akan berdampak
terhadap variabel-variabel lain dalam suatu sistem. Prosedur VD yaitu
dengan mengukur persentase kejutan-kejutan atas masing-masing variabel.
169
1) Variance Decomposition (VD) Indeks Bursa Saham Syariah
(a) Variance Decomposition antara FBMS dengan JII
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition
antara FBMS dengan JII, menunjukkan bahwa pada periode pertama
hanya JII yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode
kedua, FBMS mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas
JII sebesar 0.68%.
Tabel 4.55. Variance Decomposition atas FBMS dengan JII
Variance Decomposition of JII:
Period JII FBMS 1 100.0000 0.000000
2 99.31598 0.684023
3 98.01862 1.981377
4 96.94988 3.050116
5 96.37270 3.627297
6 95.98919 4.010809
7 95.84604 4.153956
8 95.79199 4.208010
9 95.76166 4.238336
10 95.73835 4.261653 Variance Decomposition of FBMS:
Period JII FBMS 1 15.26411 84.73589
2 18.07119 81.92881
3 18.97937 81.02063
4 20.06777 79.93223
5 21.64796 78.35204
6 22.38558 77.61442
7 22.84729 77.15271
8 23.19169 76.80831
9 23.46247 76.53753
10 23.71360 76.28640 Cholesky Ordering: JII FBMS
Sumber: data diolah
170
Kemudian, kontribusi FBMS semakin lama semakin relatif
besar hingga akhir periode sebesar 4.26%, sedangkan kontribusi JII
sendiri semakin menurun dari waktu ke waktu hingga akhir periode
sebesar 95.74%. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi JII lebih
banyak dipengaruhi oleh JII itu sendiri daripada variabel FBMS.
Selanjutnya, pada tabel kedua terlihat bahwa kontribusi JII
mampu menjelaskan variabilitas FBMS sebesar 15.26% pada periode
pertama dan nilai ini terus meningkat hingga akhir periode sebesar
23.71%. Hal ini berbeda dengan kontribusi FBMS itu sendiri yang
cenderung menurun dari awal periode sebesar 84.74% menjadi
76.29% pada akhir periode.
(b) Variance Decomposition antara DJIJP dengan JII
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition
antara DJIJP dengan JII, menunjukkan bahwa pada periode pertama
hanya JII yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode
kedua, DJIJP mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas
JII sebesar 0.07%. Kemudian, kontribusi DJIJP semakin lama
semakin meningkat, namun tidak terlalu besar hingga akhir periode
sebesar 1.23%, sedangkan kontribusi JII sendiri cenderung menurun
dari waktu ke waktu hingga akhir periode sebesar 98.77%. Hal ini
menunjukkan bahwa fluktuasi JII lebih banyak dipengaruhi oleh JII
itu sendiri daripada variabel DJIJP.
171
Tabel 4.56. Variance Decomposition atas DJIJP dengan JII
Variance Decomposition of D(JII):
Period D(JII) D(DJIJP) 1 100.0000 0.000000
2 99.92916 0.070837
3 99.64952 0.350484
4 98.82571 1.174294
5 98.82143 1.178571
6 98.77883 1.221171
7 98.77487 1.225131
8 98.77464 1.225363
9 98.77435 1.225649
10 98.77410 1.225899 Variance Decomposition of D(DJIJP):
Period D(JII) D(DJIJP) 1 10.61729 89.38271
2 10.32824 89.67176
3 10.88006 89.11994
4 10.83436 89.16564
5 10.93346 89.06654
6 10.93275 89.06725
7 10.93784 89.06216
8 10.93780 89.06220
9 10.93780 89.06220
10 10.93779 89.06221 Cholesky Ordering: D(JII) D(DJIJP)
Sumber: data diolah
Selanjutnya, pada tabel kedua terlihat bahwa kontribusi JII
mampu menjelaskan variabilitas DJIJP sebesar 10.62% pada periode
pertama dan setelahnya nilai ini mengalami penurunan sebesar
10.33%. Akan tetapi, setelah periode kedua, kontribusi JII terus
meningkat hingga akhir periode sebesar 10.94%. Hal ini berbeda
dengan kontribusi DJIJP itu sendiri yang cenderung menurun dari
awal periode sebesar 89.38% menjadi 89.06% pada akhir periode.
172
(c) Variance Decomposition antara DJIUK dengan JII
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition
antara DJIUK dengan JII, menunjukkan bahwa pada periode pertama
hanya JII yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode
kedua, DJIUK mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas
JII sebesar 3.71%.
Tabel 4.57. Variance Decomposition atas DJIUK dengan JII
Variance Decomposition of D(JII):
Period D(JII) D(DJIUK) 1 100.0000 0.000000
2 96.28533 3.714674
3 95.14875 4.851248
4 95.11721 4.882793
5 94.98553 5.014471
6 94.71967 5.280330
7 94.66328 5.336716
8 94.66279 5.337210
9 94.65902 5.340984
10 94.65829 5.341714 Variance Decomposition of D(DJIUK):
Period D(JII) D(DJIUK) 1 9.236809 90.76319
2 9.506370 90.49363
3 9.548542 90.45146
4 9.554651 90.44535
5 9.565331 90.43467
6 9.574698 90.42530
7 9.575483 90.42452
8 9.575414 90.42459
9 9.575819 90.42418
10 9.575950 90.42405 Cholesky Ordering: D(JII) D(DJIUK)
Sumber: data diolah
173
Kemudian, kontribusi DJIUK semakin lama semakin relatif
besar hingga akhir periode sebesar 5.34%, sedangkan kontribusi JII
sendiri semakin menurun dari waktu ke waktu hingga akhir periode
sebesar 94.66%. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi JII lebih
banyak dipengaruhi oleh JII itu sendiri daripada variabel DJIUK.
Selanjutnya, pada tabel kedua terlihat bahwa kontribusi JII
mampu menjelaskan variabilitas DJIUK sebesar 9.24% pada periode
pertama dan nilai ini terus meningkat hingga akhir periode sebesar
9.58%. Hal ini berbeda dengan kontribusi DJIUK itu sendiri yang
cenderung menurun dari awal periode sebesar 90.76% menjadi
90.42% pada akhir periode.
(d) Variance Decomposition antara DJICA dengan JII
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition
antara DJICA dengan JII, menunjukkan bahwa pada periode pertama
hanya JII yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode
kedua, DJICA mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas
JII sebesar 6.88%. Kemudian, kontribusi DJICA semakin lama
semakin relatif besar hingga akhir periode sebesar 8.32%, sedangkan
kontribusi JII sendiri semakin menurun dari waktu ke waktu hingga
akhir periode sebesar 91.68%. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi
JII lebih banyak dipengaruhi oleh JII itu sendiri daripada variabel
DJICA.
174
Tabel 4.58. Variance Decomposition atas DJICA dengan JII
Variance Decomposition of D(JII):
Period D(JII) D(DJICA) 1 100.0000 0.000000
2 93.11932 6.880679
3 91.74361 8.256389
4 91.78431 8.215686
5 91.77698 8.223021
6 91.69865 8.301352
7 91.68572 8.314276
8 91.68588 8.314123
9 91.68470 8.315302
10 91.68402 8.315982 Variance Decomposition of D(DJICA):
Period D(JII) D(DJICA) 1 4.896860 95.10314
2 4.981555 95.01845
3 4.969389 95.03061
4 4.965507 95.03449
5 4.971641 95.02836
6 4.972171 95.02783
7 4.972272 95.02773
8 4.972493 95.02751
9 4.972524 95.02748
10 4.972528 95.02747 Cholesky Ordering: D(JII) D(DJICA)
Sumber: data diolah
Selanjutnya, pada tabel kedua terlihat bahwa kontribusi JII
mampu menjelaskan variabilitas DJICA sebesar 4.90% pada periode
pertama dan nilai ini terus meningkat hingga akhir periode sebesar
4.97%. Hal ini berbeda dengan kontribusi DJICA itu sendiri yang
cenderung menurun dari awal periode sebesar 95.10% menjadi
95.03% pada akhir periode.
175
(e) Variance Decomposition antara IMUS dengan JII
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition
antara IMUS dengan JII, menunjukkan bahwa pada periode pertama
hanya JII yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode
kedua, IMUS mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas
JII sebesar 7.42%.
Tabel 4.59. Variance Decomposition atas IMUS dengan JII
Variance Decomposition of D(JII):
Period D(JII) D(IMUS) 1 100.0000 0.000000
2 92.58303 7.416966
3 91.63618 8.363819
4 91.59629 8.403713
5 91.59906 8.400944
6 91.54590 8.454102
7 91.49735 8.502655
8 91.49655 8.503453
9 91.49593 8.504065
10 91.49408 8.505915 Variance Decomposition of D(IMUS):
Period D(JII) D(IMUS) 1 3.665325 96.33468
2 3.989989 96.01001
3 4.050936 95.94906
4 4.237721 95.76228
5 4.298874 95.70113
6 4.298335 95.70166
7 4.298975 95.70102
8 4.299358 95.70064
9 4.299367 95.70063
10 4.299475 95.70053 Cholesky Ordering: D(JII) D(IMUS)
Sumber: data diolah
176
Kemudian, kontribusi IMUS semakin lama semakin relatif
besar hingga akhir periode sebesar 8.51%, sedangkan kontribusi JII
sendiri semakin menurun dari waktu ke waktu hingga akhir periode
sebesar 91.49%. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi JII lebih
banyak dipengaruhi oleh JII itu sendiri daripada variabel IMUS.
Selanjutnya, pada tabel kedua terlihat bahwa kontribusi JII
mampu menjelaskan variabilitas IMUS sebesar 3.67% pada periode
pertama dan nilai ini terus meningkat hingga akhir periode sebesar
4.30%. Hal ini berbeda dengan kontribusi IMUS itu sendiri yang
cenderung menurun dari awal periode sebesar 96.33% menjadi
95.70% pada akhir periode.
2) Variance Decomposition (VD) Indeks Bursa Saham Konvensional
(a) Variance Decomposition antara KLSE dengan IHSG
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition
antara KLSE dengan IHSG, menunjukkan bahwa pada periode
pertama hanya IHSG yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%.
Pada periode kedua, KLSE mulai memberikan kontribusinya yang
relatif kecil terhadap variabilitas IHSG sebesar 0.18%. Kemudian,
kontribusi KLSE semakin lama semakin menigkat namun nilainya
masih tidak terlalu besar hingga akhir periode sebesar 0.50%,
sedangkan kontribusi IHSG sendiri cenderung menurun dari waktu
ke waktu hingga akhir periode sebesar 99.50%. Hal ini menunjukkan
177
bahwa fluktuasi IHSG lebih banyak dipengaruhi oleh IHSG itu
sendiri daripada variabel KLSE.
Tabel 4.60. Variance Decomposition atas KLSE dengan IHSG
Variance Decomposition of IHSG:
Period IHSG KLSE 1 100.0000 0.000000
2 99.81796 0.182039
3 99.67952 0.320485
4 99.69307 0.306928
5 99.64443 0.355569
6 99.61434 0.385663
7 99.58585 0.414153
8 99.55517 0.444827
9 99.52770 0.472301
10 99.50048 0.499524 Variance Decomposition of KLSE:
Period IHSG KLSE 1 30.83457 69.16543
2 39.15572 60.84428
3 42.86935 57.13065
4 44.26143 55.73857
5 45.27140 54.72860
6 45.71904 54.28096
7 45.99481 54.00519
8 46.20877 53.79123
9 46.36507 53.63493
10 46.48923 53.51077 Cholesky Ordering: IHSG KLSE
Sumber: data diolah
Selanjutnya, pada tabel kedua terlihat bahwa kontribusi IHSG
mampu menjelaskan variabilitas KLSE sebesar 30.83% pada periode
pertama dan nilai ini terus meningkat cukup besar hingga akhir
periode sebesar 46.49%. Hal ini berbeda dengan kontribusi KLSE itu
sendiri yang menurun dari awal periode sebesar 69.17% menjadi
53.51% pada akhir periode.
178
(b) Variance Decomposition antara NIKKEI 225 dengan IHSG
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition
antara NIKKEI 225 dengan IHSG, menunjukkan bahwa pada periode
pertama hanya IHSG yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%.
Pada periode kedua, NIKKEI 225 mulai memberikan kontribusinya
terhadap variabilitas IHSG sebesar 0.93%.
Tabel 4.61. Variance Decomposition atas NIKKEI 225 dengan IHSG
Variance Decomposition of D(IHSG):
Period D(IHSG) D(NIKKEI) 1 100.0000 0.000000
2 99.07274 0.927264
3 98.93659 1.063414
4 98.52114 1.478860
5 98.36464 1.635363
6 98.04920 1.950801
7 98.03022 1.969780
8 98.00944 1.990556
9 97.99639 2.003614
10 97.99376 2.006244 Variance Decomposition of D(NIKKEI):
Period D(IHSG) D(NIKKEI) 1 20.37427 79.62573
2 20.24435 79.75565
3 20.24685 79.75315
4 20.32407 79.67593
5 20.86132 79.13868
6 20.90771 79.09229
7 20.94293 79.05707
8 20.94506 79.05494
9 20.94501 79.05499
10 20.94814 79.05186 Cholesky Ordering: D(IHSG) D(NIKKEI)
Sumber: data diolah
Kemudian, kontribusi NIKKEI 225 semakin lama semakin
menigkat hingga akhir periode sebesar 2.01%, sedangkan kontribusi
179
IHSG sendiri cenderung menurun dari waktu ke waktu hingga akhir
periode sebesar 97.99%. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi IHSG
lebih banyak dipengaruhi oleh IHSG itu sendiri daripada variabel
NIKKEI 225.
Selanjutnya, pada tabel kedua terlihat bahwa kontribusi IHSG
mampu menjelaskan variabilitas NIKKEI 225 sebesar 20.37% pada
periode pertama dan nilai ini terus meningkat namun tidak terlalu
besar hingga akhir periode sebesar 20.95%. Hal ini berbeda dengan
kontribusi NIKKEI 225 itu sendiri yang menurun dari awal periode
sebesar 79.63% menjadi 79.05% pada akhir periode.
(c) Variance Decomposition antara FTSE 100 dengan IHSG
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition
antara FTSE 100 dengan IHSG, menunjukkan bahwa pada periode
pertama hanya IHSG yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%.
Pada periode kedua, FTSE 100 mulai memberikan kontribusinya
terhadap variabilitas IHSG sebesar 3.62%. Kemudian, kontribusi
FTSE 100 semakin lama semakin menigkat hingga akhir periode
sebesar 4.24%, sedangkan kontribusi IHSG sendiri menurun dari
waktu ke waktu hingga akhir periode sebesar 95.76%. Hal ini
menunjukkan bahwa fluktuasi IHSG lebih banyak dipengaruhi oleh
IHSG itu sendiri daripada variabel FTSE 100.
180
Tabel 4.62. Variance Decomposition atas FTSE 100 dengan IHSG
Variance Decomposition of D(IHSG):
Period D(IHSG) D(FTSE) 1 100.0000 0.000000
2 96.37511 3.624893
3 96.32875 3.671254
4 96.03125 3.968751
5 95.96709 4.032905
6 95.83982 4.160178
7 95.76167 4.238329
8 95.76022 4.239778
9 95.76025 4.239752
10 95.76016 4.239835 Variance Decomposition of D(FTSE):
Period D(IHSG) D(FTSE) 1 14.10670 85.89330
2 14.12470 85.87530
3 14.10095 85.89905
4 14.14479 85.85521
5 14.22834 85.77166
6 14.19414 85.80586
7 14.19769 85.80231
8 14.20120 85.79880
9 14.20108 85.79892
10 14.20147 85.79853 Cholesky Ordering: D(IHSG) D(FTSE)
Sumber: data diolah
Selanjutnya, pada tabel kedua terlihat bahwa kontribusi IHSG
mampu menjelaskan variabilitas FTSE 100 sebesar 14.11% pada
periode pertama dan nilai ini terus meningkat, namun tidak terlalu
cukup besar hingga akhir periode sebesar 14.20%. Hal ini berbeda
dengan kontribusi FTSE 100 itu sendiri yang menurun dari awal
periode sebesar 85.89% kemudian mengalami penurunan dan
kenaikan beberapa kali hingga periode ketujuh dan akhirnya terus
menurun menjadi 85.80% pada akhir periode.
181
(d) Variance Decomposition antara S&P TSX dengan IHSG
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition
antara S&P TSX dengan IHSG, menunjukkan bahwa pada periode
pertama hanya IHSG yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%.
Pada periode kedua, S&P TSX mulai memberikan kontribusinya
terhadap variabilitas IHSG sebesar 8.55%.
Tabel 4.63. Variance Decomposition atas S&P TSX dengan IHSG
Variance Decomposition of D(IHSG):
Period D(IHSG) D(S_P_TSX) 1 100.0000 0.000000
2 91.45259 8.547412
3 91.44278 8.557215
4 91.35320 8.646798
5 91.35262 8.647381
6 91.36566 8.634337
7 91.36415 8.635848
8 91.35946 8.640538
9 91.35997 8.640029
10 91.36010 8.639904 Variance Decomposition of D(S_P_TSX):
Period D(IHSG) D(S_P_TSX) 1 7.152471 92.84753
2 7.150705 92.84930
3 7.230404 92.76960
4 7.234838 92.76516
5 7.469422 92.53058
6 7.511402 92.48860
7 7.514859 92.48514
8 7.519852 92.48015
9 7.526402 92.47360
10 7.526362 92.47364 Cholesky Ordering: D(IHSG) D(S_P_TSX)
Sumber: data diolah
Kemudian, kontribusi S&P TSX semakin lama semakin
menigkat hingga akhir periode sebesar 8.64%, sedangkan kontribusi
182
IHSG sendiri semakin menurun dari waktu ke waktu hingga akhir
periode sebesar 91.36%. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi IHSG
lebih banyak dipengaruhi oleh IHSG itu sendiri daripada variabel
S&P TSX.
Selanjutnya, pada tabel kedua terlihat bahwa kontribusi IHSG
mampu menjelaskan variabilitas S&P TSX sebesar 7.15% pada
periode pertama dan nilai ini terus meningkat namun tidak terlalu
besar hingga akhir periode sebesar 7.53%. Hal ini berbeda dengan
kontribusi S&P TSX itu sendiri yang menurun dari awal periode
sebesar 92.85% menjadi 92.47% pada akhir periode.
(e) Variance Decomposition antara DJIA dengan IHSG
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition
antara DJIA dengan IHSG, menunjukkan bahwa pada periode
pertama hanya IHSG yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%.
Pada periode kedua, DJIA mulai memberikan kontribusinya terhadap
variabilitas IHSG sebesar 9.68%. Kemudian, kontribusi DJIA
semakin lama semakin menigkat hingga akhir periode sebesar
10.06%, sedangkan kontribusi IHSG sendiri menurun dari waktu ke
waktu hingga akhir periode sebesar 89.94%. Hal ini menunjukkan
bahwa fluktuasi IHSG lebih banyak dipengaruhi oleh IHSG itu
sendiri daripada variabel DJIA.
183
Tabel 4.64. Variance Decomposition atas DJIA dengan IHSG
Variance Decomposition of D(IHSG):
Period D(IHSG) D(DJIA) 1 100.0000 0.000000
2 90.32328 9.676717
3 90.33754 9.662461
4 89.98221 10.01779
5 89.99798 10.00202
6 89.94980 10.05020
7 89.93810 10.06190
8 89.93788 10.06212
9 89.93782 10.06218
10 89.93743 10.06257 Variance Decomposition of D(DJIA):
Period D(IHSG) D(DJIA) 1 5.377893 94.62211
2 5.362677 94.63732
3 5.377253 94.62275
4 5.466965 94.53303
5 5.576257 94.42374
6 5.577245 94.42275
7 5.579949 94.42005
8 5.581666 94.41833
9 5.581786 94.41821
10 5.581787 94.41821 Cholesky Ordering: D(IHSG) D(DJIA)
Sumber: data diolah
Selanjutnya, pada tabel kedua terlihat bahwa kontribusi IHSG
mampu menjelaskan variabilitas DJIA sebesar 5.38% pada periode
pertama dan nilai ini terus meningkat, namun tidak terlalu cukup
besar hingga akhir periode sebesar 5.58%. Hal ini berbeda dengan
kontribusi DJIA itu sendiri yang menurun dari awal periode sebesar
94.62% dan kemudian mengalami kenaikan sebesar 94.64%. Setelah
periode ketiga, kontribusi DJIA akhirnya terus menurun menjadi
94.42% pada akhir periode.
184
3. Interpretasi
Dalam melihat integrasi bursa saham, menurut Tony Cavoli, et.al.
(2004:24-27), ada lima analisis yang dapat digunakan, seperti analisis korelasi,
kausalitas, kointegrasi, variance decomposition, dan berdasarkan asset pricing
models. Di penelitian ini, hanya digunakan tiga analisis saja yang berada di
dalam metode VAR / VECM, yaitu analisis kausalitas, kointegrasi, dan
variance decomposition.
Secara keseluruhan, indeks bursa saham syariah dan konvensional di
Indonesia, yaitu JII dan IHSG memiliki hubungan kausalitas dengan indeks
bursa saham syariah dan konvensional di Asia, Eropa, dan Amerika, hanya
saja arah hubungan kausalitas mereka berbeda-beda terhadap JII dan IHSG
tersebut. Hubungan kausalitas dua arah atau bisa dikatakan saling
mempengaruhi di kelompok indeks bursa saham syariah hanya dimiliki oleh
pasangan FBMS dengan JII dan DJIJP dengan JII, sedangkan di kelompok
indeks bursa saham konvensional dimiliki oleh pasangan NIKKEI 225 dengan
IHSG, FTSE 100 dengan IHSG, serta DJIA dengan JII. Sementara itu,
hubungan kausalitas satu arah atau bisa dikatakan tidak ada hubungan timbal
balik yang terjadi (hanya suatu variabel mempengaruhi varibel lainnya, namun
tidak sebaliknya) di kelompok indeks bursa saham syariah dimiliki oleh
pasangan DJIUK dengan JII, DJICA dengan JII, serta IMUS dengan JII,
sedangkan di kelompok indeks bursa saham konvensional dimiliki oleh
pasangan KLSE dengan IHSG dan DJICA dengan IHSG.
185
Dalam hubungan kausalitas satu arah, variabel yang paling banyak
dipengaruhi adalah indeks bursa saham syariah dan konvensional di Indonesia.
Hal ini dikarenakan nilai harian saham yang ada dipengaruhi oleh faktor
besarnya kapitalisasi bursa suatu saham sehingga saham yang memiliki
kapitalisasi besar mempunyai pengaruh terhadap indeks lebih besar
dibandingkan saham dengan kapitalisasi kecil (L. Thian Hin, 2008:4), artinya
saham-saham yang berada di bursa saham syariah dan konvensional di
Indonesia masih memiliki kapitalisasi pasar yang lebih kecil dibandingkan
dengan bursa saham lainnya. Seperti yang dilansir dari www.merdeka.com,
bahwa hingga bulan Maret 2014, nilai kapitalisasi pasar Indonesia hanya
mencapai US$ 415 miliar, sedangkan Malaysia mencapai sekitar US$ 500
miliar, kemudian diikuti Singapura hampir mencapai USD 1 triliun, dan India
mendekati USD 1,5 triliun. Tentu saja, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu
bekerja keras untuk menarik minat para perusahaan di Indonesia yang belum
terdaftar di bursa saham Indonesia agar bursa saham Indonesia segera bisa
mengejar ketinggalannya.
Selain faktor kapitalisasi bursa, hubungan antar bursa saham yang
saling mempengaruhi (hubungan kausalitas dua arah) bisa disebabkan adanya
kerja sama yang cukup kuat yang dilakukan oleh antar perusahaan yang
terdaftar di masing-masing bursa saham tersebut khususnya dalam bidang
ekonomi, misalnya ekspor dan impor. Ekspor dan impor dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan antar negara untuk dapat saling memenuhi kebutuhan
di dalam negeri mereka masing-masing. Perusahaan-perusahaan yang
186
melakukan ekspor dan impor tentu bukan sembarang perusahaan kecil karena
banyaknya prosedur persyaratan yang harus dipenuhi untuk melakukan
kegiatan tersebut sehingga ada saatnya perusahaan tersebut melakukan go
public untuk memperlancar usaha mereka.
Seiring melemahnya perekonomian dunia, aktivitas perdagangan
sepanjang 2013 juga mengalami perlambatan. Defisit pada tahun 2013 hingga
US$ 4,06 miliar meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Total ekspor dan
impor di Indonesia didominasi oleh sektor non migas, seperti sektor industry,
pertanian, dan pertambangan. Komoditi-komoditi utama di Indonesia yang
banyak diekspor ke berbagai negara adalah tekstil dan produk tekstil, karet
dan produk karet, sawit, produk hasil hutan, otomotif, udang, kakao, dan kopi.
Tabel 4.65. Total Neraca Perdagangan Indonesia
(Nilai: Juta US$)
No Uraian 2009 2010 2011 2012 2013
1. Ekspor 116.510 157.779 203.496 190.020 182.551
- Oil & Gas 19.018 28.039 41.477 36.977 32.633
- Non Oil & Gas 97.491 129.739 162.019 153.042 149.918
2. Import 96.829 135.663 177.435 191.689 186.628
- Oil & Gas 18.980 27.412 40.701 42.564 45.266
- Non Oil & Gas 77.848 108.250 136.734 149.125 141.362
3. Total Perdagangan 213.339 293.442 380.932 381.709 369.180
- Oil & Gas 37.999 55.452 82.178 79.541 77.899
- Non Oil & Gas 175.340 237.990 298.753 302.168 291.281
Sumber: BPS, data diolah oleh Kementrian Perdagangan
187
Malaysia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat merupakan mitra
dagang Indonesia yang cukup penting, terutama Jepang yang menduduki
peringkat kedua setelah China dan Malaysia berada di peringkat ketujuh
sebagai negara tujuan ekspor Indonesia dari tahun 2009 – 2013. Total
perdagangan yang dilakukan Indonesia dengan Malaysia secara umum
mengalami kenaikan dari tahun 2009 – 2013, hanya saja terjadi penurunan
ekspor ke Malaysia sekitar 1.11% pada tahun 2013 dibandingkan tahun
sebelumnya.
Tabel 4.66. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Malaysia
(Nilai: Juta US$)
Uraian 2009 2010 2011 2012 2013
Total Perdagangan 12.500 18.011 21.400 23.521 23.989
Migas 3.679 5.735 6.455 8.731 10.791
Non Migas 8.820 12.275 14.945 14.790 13.197
Ekspor 6.811 9.362 10.995 11.278 10.666
Migas 1.175 1.608 1.795 2.809 3.398
Non Migas 5.636 7.753 9.200 8.469 7.268
Impor 5.688 8.648 10.404 12.243 13.322
Migas 2.504 4.126 4.659 5.922 7.393
Non Migas 3.184 4.521 5.745 6.321 5.929
Neraca Perdagangan 1.123 713 590 -965 -2.655
Migas -1.328 -2.518 -2.863 -3.113 -3.994
Non Migas 2.452 3.231 3.454 2.147 1.339
Sumber: BPS, data diolah oleh Kementrian Perdagangan
Komoditi ekspor utama terbesar ke Malaysia adalah CPO (Crude Palm
Oil), batu bara, dan kakao. Kakao di Indonesia banyak diminati oleh negara-
negara di dunia, Malaysia sendiri menempati urutan pertama dalam
mengimpor kakao dari Indonesia. Pada tahun 2013, Malaysia mengimpor
188
kakao sekitar US$ 421 juta, nilai ini meningkat dibandingkan tahun 2012 yang
hanya sekitar US$ 250 juta. Sementara itu, Indonesia impor dari Malaysia
seperti mesin / peralatan mekanik, plastik dan barang dari plastik, bahan kimia
organik, besi dan baja, serta kapal laut dan bangunan terapung
(www.finance.detik.com)
Berdasarkan yang dilansir dari www.bisnis.liputan6.com, Indonesia
dan Jepang sepakat untuk meningkatkan kerjasama dalam bidang
perdagangan, investasi dan infrastruktur. Hal ini dituangkan pada kunjungan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Jepang pada 13 Desember
2013. Total perdagangan yang dilakukan Indonesia dengan Jepang pada tahun
2013 mengalami penurunan sebesar 2.93% dibandingkan tahun sebelumnya.
Tabel 4.67. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Jepang
(Nilai: Juta US$)
Uraian 2009 2010 2011 2012 2013
Total Perdagangan 28.418 42.747 53.151 52.902 46.370
Migas 6.628 9.340 15.500 12.950 11.232
Non Migas 21.789 33.407 37.651 39.952 35.138
Ekspor 18.574 25.781 33.714 30.135 27.086
Migas 6.595 9.285 15.384 12.903 11.002
Non Migas 11.978 16.496 18.330 17.231 16.084
Impor 9.843 16.965 19.436 22.767 19.284
Migas 33 55 115 46 230
Non Migas 9.810 16.910 19.320 22.721 19.054
Neraca Perdagangan 8.731 8.816 14.278 7.367 7.801
Migas 6.562 9.230 15.268 12.857 10.771
Non Migas 2.168 -414 -990 -5.490 -2.969
Sumber: BPS, data diolah oleh Kementrian Perdagangan
189
Komoditi penting yang diimpor Jepang dari Indonesia dominan berasal
dari non migas, seperti kayu dan produk kayu, ikan dan produk perikanan,
serta tekstil. Di lain pihak, barang-barang yang diekspor Jepang ke Indonesia
meliputi mesin-mesin dan suku-cadang, produk plastik dan kimia, baja,
perlengkapan listrik, suku-cadang elektronik, mesin alat transportasi dan suku-
cadang mobil.
Indonesia kerap kali mendapatkan perlakuan kurang menyenangkan
terhadap produk-produk Indonesia yang di ekspor ke Inggris. Salah satunya
ada kopi luwak dari Indonesia yang dilarang dijual di pertokoan bergengsi di
London bernama Harrods. Para aktivis kesejahteraan hewan menilai bahwa
kopi luwak diproduksi dengan cara kurang baik sehingga kopi luwak dilarang
diperjualbelikan di Harrods. Akan tetapi, seiring dilakukannya diplomasi
dagang dengan Inggris, ekspor Indonesia kini mendapat feedback yang positif
di sana (www.neraca.co.id). Pada tahun 2013 total perdagangan di antara
kedua negara senilai US$ 2.72 miliar menurun dibandingkan dengan tahun
2012 senilai US$ 3.06 miliar. Sementara itu, rata-rata pertumbuhan
perdagangan Indonesia-Inggris dalam lima tahun terakhir sebesar 5.6%.
Komoditas ekspor utama Indonesia ke Inggris meliputi mesin percetakan, alas
kaki, peralatan komunikasi, karet, dan kopi. Sementara dari Inggris, Indonesia
mengimpor beberapa komoditas seperti truk pengangkut yang dirancang untuk
luar jalan raya, turbo jet, set generator, suku cadang pesawat terbang, serta
bongkaran besi.
190
Tabel 4.68. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Inggris
(Nilai: Juta US$)
Uraian 2009 2010 2011 2012 2013
Total Perdagangan 2.303 2.631 2.893 3.063 2.716
Migas 28 869 581 571 1
Non Migas 2.275 2.630 2.893 3.062 2.715
Ekspor 1.459 1.693 1.719 1.696 1.634
Migas 27 0,2 0,1 0,0 1
Non Migas 1.431 1.693 1.719 1.696 1.633
Impor 844 937 1.173 1.366 1.081
Migas 690 869 581 571 436
Non Migas 843 936 1.173 1.365 1.081
Neraca Perdagangan 614 755 545 330 552
Migas 27 -869 -581 -571 678
Non Migas 587 756 546 331 552
Sumber: BPS, data diolah oleh Kementrian Perdagangan
Kegiatan ekspor komoditas dari Indonesia ke Amerika Serikat tetap
tinggi, meski negara adidaya tersebut sedang menghadapi ketidakpastian
politik. Meskipun total nilai perdagangan Amerika Serikat dengan Indonesia
pada tahun 2013 sebesar US$ 24.76 miliar atau menurun sebesar 1.44%
apabila dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar US$ 26.48 miliar, namun
ekspor Indonesia pada 2013 sebesar US$ 15.69 naik dibandingkan tahun 2012
sebesar US$ 14.87 miliar. Jenis komoditas yang permintaannya tinggi ke
negeri Paman Sam ini antara lain udang, kopi dan ikan. Komoditas ini
memang menjadi primadona bagi Indonesia, terlebih Indonesia merupakan
negara tropis dengan hasil kopi yang menjadi salah satu terbaik di dunia.
Khusus udang dan ikan, dua komoditas ini juga menjadi primadona bagi
191
Indonesia karena Indonesia dikenal sebagai negara maritim dengan hasil
komoditas hasil laut yang terkemuka (www.bisniskeuangan.kompas.com)
Tabel 4.69. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat
(Nilai: Juta US$)
Uraian 2009 2010 2011 2012 2013
Total Perdagangan 17.933 23.665 27.272 26.476 24.757
Migas 426 1.039 891 417 801
Non Migas 17.507 22.625 26.381 26.059 23.955
Ekspor 10.850 14.266 16.459 14.874 15.691
Migas 379 940 774 283 609
Non Migas 10.470 13.326 15.684 14.590 15.081
Impor 7.083 9.399 10.813 11.602 9.065
Migas 46 99 116 133 191
Non Migas 7.037 9.299 10.696 11.468 8.873
Neraca Perdagangan 3.766 4.867 5.645 3.271 6.626
Migas 333 840 658 149 418
Non Migas 3.432 4.027 4.987 3.122 6.207
Sumber: BPS, data diolah oleh Kementrian Perdagangan
Hasil uji kausalitas Granger merupakan hasil awal integrasi dalam
penelitian ini sehingga perlu hasil uji lainnya, seperti uji kointegrasi dan
analisis Variance Decomposition (VD) sebagai perbandingan dan penjelasan
yang lebih lanjut. Hasil uji kointegrasi antara bursa saham syariah dan
konvensional di Asia, Eropa, dan Amerika dengan bursa saham syariah dan
konvensional di Indonesia menunjukkan bahwa hanya FBMS dan KLSE milik
Malaysia yang memiliki hubungan jangka panjang atau kointegrasi dengan
bursa saham syariah dan konvensional di Indonesia. Hasil ini diperkuat
dengan teori yang diungkapkan oleh Janakiramanan dan Lamba (1998) dalam
Welfens, et.al (2006) “Geographically close countries normally have a
192
similar group of investors in their markets. Therefore, these markets influence
each other.”
Terakhir, analisis Variance Decomposition (VD) menunjukkan bahwa
di kelompok bursa saham syariah, bursa saham syariah Amerika Serikat
(IMUS) yang memberikan kontribusi terbesar yaitu 8.51% terhadap
pergerakkan bursa saham syariah Indonesia (JII), tetapi hal ini bertolak
belakang dengan kontribusi terbesar yang diberikan oleh JII terhadap FBMS
sebesar 23.71%. Sementara itu sama halnya dengan yang terjadi di kelompok
bursa saham syariah, di kelompok bursa saham konvensional masih
didominasi oleh Amerika Serikat, yaitu kontribusi DJIA merupakan yang
terbesar terhadap pergerakan bursa saham konvensional Indonesia (IHSG)
sebesar 10.06%, sedangkan IHSG memberikan kontribusinya terhadap KLSE
sebesar 46.49%.
Tidak heran bursa saham Amerika Serikat memegang kontrol terhadap
pergerakan bursa saham di Indonesia karena bursa saham di negara Obama ini
merupakan benchmark para investor di dunia. Indeks DJIA mencerminkan
95% kapitalisasi perusahaan besar di Amerika, diluar perusahaan kecil
menengah yang pergerakan sahamnya sangat lambat. Jadi indeks Dow Jones
mencerminkan kondisi ekonomi Amerika secara global. Berdasarkan
www.finance.detik.com, sebagai salah satu kekuatan ekonomi terbesar,
pengaruh Amerika Serikat sangat besar bagi negara-negara lain, hal ini juga
termasuk pengaruh dari perusahaan-perusahaan dan investornya sehingga
pergerakan DJIA yang merupakan salah satu indeks dalam NYSE (New York
193
Stock Exchange) akan berpengaruh pada pergerakan indeks negara-negara
lain. Salah satu contoh pada tahun 2008 di mana saat itu krisis mortgage di AS
yang akhirnya juga menyeret IHSG hingga turun 50% padahal impact krisis
itu terhadap perekonomian Indonesia relatif kecil. Penurunan IHSG terjadi
karena banyak fund manager dari Eropa dan Amerika Serikat yang mengalami
krisis likuiditas (ditarik besar- besaran oleh investornya sehingga harus
menjual portfolionya). Sementara itu, bursa saham syariah Amerika Serikat
sendiri tidak terlepas dari bursa saham konvensionalnya karena perusahaan-
perusahaan yang terdaftar di indeks IMUS juga merupakan bagian dari
perusahaan-perusahaan yang ada di indeks DJIA.
Oleh karena itu, berdasarkan tiga analisis yang telah dipaparkan
sebelumnya dapat disimpulkan bahwa bursa saham syariah yang terintegrasi
dengan JII adalah FBMS dan bursa saham konvensional yang terintegrasi
dengan IHSG adalah KLSE. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian-
penelitian terdahulu, seperti yang dilakukan oleh Salina Hj. Kassim (2010), M.
Shabri Abd. Majid dan Salina Hj. Kassim (2010), serta Eka Siskawati (2011)
di mana bursa saham syariah Malaysia terintegrasi dengan bursa saham
syariah Indonesia, sedangkan hasil penelitian bursa saham konvensional
Malaysia terintegrasi dengan bursa saham konvensional Indonesia juga sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yoopi Abimanyu, dkk (2008)
serta Dwi Puryati dan dan Reni Marlina (2013).
194
Menurut Mafizatun Nurhayati (2012), dengan terintegrasinya bursa
saham, para pemodal bisa melakukan diversifikasi investasi dengan lebih luas
(bukan hanya antar industri, tetapi juga antar negara) karena risiko yang
relevan bagi para pemodal hanyalah risiko yang tidak bisa dihilangkan dengan
diversifikasi, maka semakin besar bagian risiko total yang bisa dihilangkan
dengan diversifikasi semakin menarik diversifikasi internasional bagi para
pemodal. Dengan semakin kecilnya risiko yang ditanggung pemodal, maka
tingkat keuntungan yang disyaratkanpun akan lebih kecil. Dengan kata lain,
biaya modal akan menjadi lebih kecil. Menurunnya biaya modal tentu akan
membuat investasi makin menguntungkan, apabila hal-hal lain sama. Ini akan
berarti bahwa investasi akan makin banyak dilakukan, penyerapan tenaga
kerja makin besar, dan seterusnya. Dengan demikian, nampaknya bursa saham
yang terintegrasikan akan memberikan manfaat yang besar dibandingkan
dengan seandainya tersegmentasikan.
195
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Integrasi bursa saham syariah dan konvensional di kawasan Asia,
Eropa, dan Amerika dengan bursa saham syariah dan konvensional di
Indonesia dapat dilihat melalui hasil tiga analisis antara lain:
1. Hasil analisis kausalitas Granger yang menunjukkan bahwa semua bursa
saham syariah dan konvensional di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika
memiliki hubungan kausalitas dengan bursa saham syariah dan
konvensional di Indonesia, hanya saja arah hubungan kausalitas tersebut
berbeda-beda. Hubungan kausalitas dua arah (saling mempengaruhi)
dengan Jakarta Islamic Index (JII) hanya dimiliki oleh FTSE Bursa
Malaysia Emas Shariah (FBMS) dan Dow Jones Islamic Market Japan
(DJIJP), sedangkan sisanya memiliki hubungan kausalitas satu arah. Tidak
berbeda jauh, hubungan kausalitas dua arah dengan Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) dimiliki oleh pasangan NIKKEI 225, Financial Times
Stock Exchange (FTSE 100), dan Dow Jones Industrial Average (DJIA),
sedangkan sisanya memiliki hubungan kausalitas satu arah.
2. Hasil analisis kointegrasi Johansen menunjukkan bahwa bursa saham
syariah dan konvensional di Indonesia, yaitu Jakarta Islamic Index (JII)
dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hanya memiliki hubungan
jangka panjang dengan bursa saham syariah dan konvensional di Malaysia,
196
yaitu FTSE Bursa Malaysia Emas Shariah (FBMS) dan Kuala Lumpur
Stock Exchange (KLSE).
3. Hasil analisis Variance Decomposition (VD) menunjukkan bahwa bursa
saham syariah dan konvensional di Amerika Serikat, yaitu Dow Jones
Islamic Market United States (IMUS) dan Dow Jones Industrial Average
(DJIA) memberikan kontribusi terbesar terhdap pergerakan bursa saham
syariah dan konvensional di Indonesia, yaitu Jakarta Islamic Index (JII)
dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Sementara itu, pergerakkan
bursa saham syariah dan konvensional di Malaysia, yaitu FTSE Bursa
Malaysia Emas Shariah (FBMS) dan Kuala Lumpur Stock Exchange
(KLSE) menerima kontribusi terbesar dari bursa saham syariah dan
konvensional di Indonesia, yaitu Jakarta Islamic Index (JII) dan Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG).
Oleh karena itu, berdasarkan tiga analisis tersebut dapat disimpulkan
bahwa bursa saham syariah yang terintegrasi dengan bursa saham syariah di
Indonesia (JII) adalah FTSE Bursa Malaysia Emas Shariah (FBMS) dan bursa
saham konvensional yang terintegrasi dengan bursa saham konvensional di
Indonesia (IHSG) adalah Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE).
B. Saran
1. Bagi Investor
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para investor dalam
pengambilan keputusan investasi yang tepat, terutama jika investor ingin
berinvestasi di beberapa negara yang berbeda.
197
2. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan dalam
pengambilan keputusan investasi yang tepat, terutama jika perusahaan
ingin melakukan investasi dengan cara membeli saham-saham perusahaan
lain yang berada di beberapa negara yang berbeda.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini menggunakan variabel bursa saham dari lima negara yang
penulis duga memiliki integrasi dengan bursa saham syariah dan
konvensional di Indonesia dan menggunakan kurun waktu penelitian dari
tahun 2008 – 2013 dengan metode VAR / VECM. Peneliti selanjutnya
dapat mencoba membuat model dalam kurun waktu yang berbeda dan
menambah variabel bursa saham dari negara yang lainnya.
198
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu, Yoopi, Nur Sigit Warsidi, Sunu Kartiko, Ridiani Kurnia, dan Tety
Mahrani. “International Linkages To The Indonesian Capital Market:
Cointegration Test”, Kementrian Keuangan Republik Indonesia,
Jakarta, 2008.
Agung, I Gusti Ngurah. “Time Series Data Analysis Using Eviews”, John Wiley
& Sons (Asia), Singapore, 2009.
Ahmad, Kamaruddin. “Dasar-dasar Manajemen Investasi dan Portofolio”,
Rineka Cipta, Jakarta, 2004.
Albaity, Mohamed dan Ruby Ahmad. “Return Performance and Leverage Effect
in Islamic and Sosilly Responsible Stock Indices Evidend From Dow
Jones (DJ) and Financial Times Stock Exchange (FTSE)”, Journal of
Business Management Vol.5 No.16, 2011.
Alteza, Muniya. “Diktat Manajemen Investasi”, Jurusan Manajemen Fakultas
Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta. 2010.
Andriansyah, Basri Pohan, dan Bayu Husodo. “Tentang Penyesuaian Atas Saham
yang Tersedia di Pasar (On Free Float Shares Adjustment)”, Kertas
Diskusi Bagian Riset Ekonomi No.1, 2007.
Ajija, Shochrul R., Dyah Wulansari, Rahmat Heru Setianto, dan Martha Ranggi
Primanthi. “Cara Cerdas Menguasai Eviews”, Salemba Empat,
Jakarta, 2011.
Al Arif, M. Nur Rianto. “Lembaga Keuangan Syariah”, CV Pustaka Setia,
Bandung, 2012.
Atmadja, Adwin Surja. “Pasar Modal Regional Dalam Masa Krisis Finansial
1997 dan 2007: Kajian Terhadap Interdependensi Bursa Efek Asia
Tenggara”, Ekuitas Vol. 14 No. 3 hal. 350 – 364, September 2010.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan Lembaga Keuangan Departemen
Keuangan Republik Indonesia, “Analisis Hubungan Kointegrasi dan
Kausalitas Serta Hubungan Dinamis Antara Aliran Modal Asing,
Perubahan Nilai Tukar dan Pergerakan IHSG di Pasar Modal
Indonesia”, 2008.
199
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), “Domestic and Foreign Direct
Investment Realization in Quarter II and January - June 2014”, Juli
2014.
Beik, Irfan Syauqi dan Wisnu Wardhana. “The Relationship Between Jakarta
Islamic Index And Other Selected Markets: Evidence From Impulse
Response Function”, Majalah Ekonomi No.2, 2011.
Cavoli, Tony, Ramkishen S. Rajan dan Reza Siregar. “A Survey of Financial
Integration in East Asia: How Far? How Much Further to Go?”, Centre
For International Economic Studies (CIES) Discussion Paper No. 0401
University of Adelaide, January 2004.
Daud, Dalila, Omar Samad, dan Ahmad Marzzuki Aminudin. “The Relationship
Between Islamic Market (Syariah Index) and Conventional Index
(Finance Index) in Bursa Malaysia, Kuala Lumpur”, University
Teknologi Mara, Selangor-Malaysia, 2006.
Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementrian Perdagangan.
“Laporan Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia 2013”
Frensidy, Budi. “Memahami Perhitungan Indeks Saham”, Majalah Bisnis
Indonesia: Universitas Indonesia hal.8, Februari 2008.
FTSE Group. “FTSE Monthly Report: Ftse Bursa Malaysia Index Series”,
Oktober 2014.
Gujarati, Damodar N., Porter Dawn C. “Dasar-dasar Ekonometrika Edisi Kelima
Buku 2”, Salemba Empat, Jakarta, 2013.
Gustiani, Ebrinda Daisy, Ascarya, dan Jaenal Effendi. “Analisis Pengaruh Social
Values Terhadap Jumlah Permintaan Uang Islam di Indonesia”,
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010.
Halim, Abdul. “Analisis Investasi”, Salemba Empat, Jakarta, 2005.
Halwani, Hendra. “Ekonomi Internasional & Globalisasi Ekonomi Edisi Kedua”,
Ghalia Indonesia, Bogor, 2005.
Hanafi, Syafiq M., “Perbandingan Kriteria Syari’ah Pada Indeks Saham
Syari’ah Indonesia, Malaysia, dan Dow Jones”, Asy-Syir’ah Jurnal
Ilmu Syari’ah dan Hukum Vol. 45 No. II, Juli-Desember 2011.
200
Hengchao, Zhang dan Zarinah Hamid, “ The Impact Of Subprime Crisis On Asia-
Pacific Islamic Stock Markets”, 8th International Conference On
Islamic Economics And Finance, 2011.
Hin, L. Thian. “Panduan Berinvestasi Saham”, PT Elex Media Komputindo,
Jakarta, 2008.
Islamic Financial Service Board (IFSB). “Islamic Financial Service Industry
Stability Report 2013”.
Juanda, Bambang dan Junaidi. “Ekonometrika Deret Waktu: Teori dan Aplikasi”,
IPB Press, Bogor, 2012.
Kabir, Sarkar Humayun, Ginanjar Dewandaru, dan Mansur Masih. ”Are islamic
Stock Markets Integrated Globally? Evidence From time Series
Techniques”, Australian Journal of Basic and Applied Sciences
hal.702-720, 2013.
Kartiasih, Fitri. “Vector Autoregressive (VAR)”. Sekolah Tinggi Ilmu Statistik,
2014.
Kassim, Salina H. “Global Financial Crisis and Integration of Islamic Stock
Markets in Developed and Developing Countries”, Institute of
Developing Economies-Japan External Trade Organization, VRF
Series No. 461, 2010.
Karim, Bakrie Abdul, M. Shabri Abdul Majid dan Samsul Ariffin Abdul Karim.
“Financial Integration between Indonesia and Its Major Trading
Partners”, MPRA (Munich Personal RePEc Archieve) Paper No.
17277, 2009.
Majid, M. Shabri Abdul dan Salina H. Kassim. “Potential Diversification Benefits
Across Global Islamic Equity Markets”, Journal of Economic
Cooperation and Development hal.103-126, 2010.
Mailangkay, Jeina. “Integrasi Pasar Modal Indonesia Dan Beberapa Bursa Di
Dunia (Periode Januari 2013 - Maret 2013)”, Jurnal EMBA Vol.1
No.3 hal. 722-731, 2013.
Maries, Rossar. “Dampak Fluktuasi Variabel Ekonomi Makro Terhadap DPK
yang Dihimpun dan Penyaluran Pembiayaan pada Perbankan Syariah
di Indonesia”, Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008.
201
Moeljadi. “Resilience of Islamic and Conventional Stock Markets During the
2007 Global Financial Crisis: A Comparative Empirical
Examination”, Article Asia Pasific Management and Business
Application hal.81-102, 2012.
Mohd. Hussin, Mohd Yahya, Yusni Anis Yusof, Fidlizan Muhammad, Azila
Abdul Razak, Emilda Hashim, dan Nur Fakhzan Marwan. “The
Integration of Islamic Stock Markets: Does a Problem For
Investors?”, Labuan e-Journal of Muamalat and Society Vol. 7 hal.17-
27, 2013.
Nasarudin, M. Irsan, Indra Surya, Ivan Yustiavandana, Arman Nefi, Adi Warman.
“Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia”, Kencana, Jakarta, 2008.
Nachrowi, Djalal Dan Usman Hardianus, “Pendekatan Popular Dan Praktis
Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi Dan Keuangan”, Lembaga
Penerbit FE UI, Jakarta, 2006.
Nurhayati, Mafizatun. “Analisis Integrasi Pasar Modal Kawasan ASEAN Dalam
Rangka Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN”, Jurnal Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Mercu Buana, Jakarta, 2012.
Oxford Business Group Malaysia, “The Report Malaysia 2007”.
Pasaribu, Pandana, Wilson RL Tobing dan Haymans Manurung. “Pengaruh
Variabel Makro Ekonomi Terhadap IHSG”, Jurnal Ekonomi No. 2
Vol.14, 2008.
Pasaribu, Rowland Bismark Fernando dan Dionysia Kowandar. “Dinamika Bursa
Saham Asing dan Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham
Gabungan Bursa Efek Indonesia”, Jurnal Akuntansi dan Bisnis Vol.
14, No. 1 hal: 89-112, 2013.
Pratiwi, Monica Weni, Anang Sucahyo, dan Solechuddin. “Pendekatan Contagion
Theory”, Media Riset Akuntansi Vol. 2 No. 1, 2012.
Puryati, Dwi dan Reni Marlina. “Analysis Of Capital Market Integration Region
Asia”, Kuala Lumpur International Business, Economics and Law
Conference, Malaysia, 2013.
202
Rahamis, Yulein. “Analisis Komparasi Kinerja Pasar Modal Di Indonesia,
Hongkong, China, Inggris Dan Amerika”, Jurnal Riset Bisnis dan
Manajemen Vol.2 No.3 hal. 87-104, 2014.
Reilly, Frank K. dan Keith C. Brown. “Investment Analysis and Portfolio
Management”, Cengage Learning, Canada, 2002.
Rodoni, Ahmad. “Investasi Syariah”, Lembaga Penelitian UIN Jakarta, Jakarta,
2009.
____________ . “Pasar Modal Syariah”, Lembaga Penelitian UIN Jakarta,
Jakarta, 2009.
Rodoni, Ahmad dan Abdul Hamid, “Lembaga Keuangan Syariah”, Zikrul
Hakimi, Jakarta, 2008.
Rusydiana, Aam Slamet. “Hubungan Antara Perdagangan Internasional,
Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Industri Keuangan Syariah
di Indonesia”, TAZKIA Islamic Finance & Business Review Vol. 4
No.1, Januari – Juli 2009.
Sari, Winta Ratna. “Analisis Dinamis Keterkaitan Variabel yang Mempengaruhi
Neraca Transaksi Berjalan Indonesia Tahun 2012”, Quantitative
Economic Journal Vol. 1 No. 2, hal. 40-55, Juni 2012.
Siskawati, Eka. “Islamic Capital Market Interconnection: An Evidence From
Jakarta Islamic Index To The Regional Islamic Market And Global
Islamic Market”, Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 6 No.2 hal. 75-
85, Desember 2011.
Sugiarto, Teguh. “Analisa Struktur dan Keseimbangan Jangka Pendek Pada M1
dan PDB di Indonesia”, Jurnal GICI Vol. 4 No. 2 hal. 6-23, 2014.
Suma, Amin. “Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam”,
Kholam Publishing, Jakarta, 2008.
Sunariyah. “Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Edisi Kelima”, BPFE (Bakti
Profesindo), Yogyakarta, 2006.
Suryanta, Barli. “Capital Market Integration in ASEAN Countries: Special
Investigation of Indonesian Towards the Big Four”, The Asian Journal of
Technology Management Vol. 4 No. 2 hal: 109-114, 2011.
203
Sutedi, Adrian. “Pasar Modal Syariah”, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.
Tandelilin, Eduardus. “Portofolio Dan Investasi: Teori Dan Aplikasi”, Kanisius,
Yogyakarta, 2010.
Teguh, Muhammad. “Metodologi Penelitian Ekonomi Teori Dan Aplikasi”, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2005.
Thomson Reuters. “State of The Global Islamic Economy 2013 Report”
Trihadmini, Nuning. “Contagion dan Spillover Effect Pasar Keuangan Global
Sebagai Early Warning System”, Finance and Banking Journal Vol. 13
No. 1, Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, 2011.
Utami, Endah Tri. “Cara Cerdas Berinvestasi via Online Trading”, Transmedia,
Jakarta, 2010.
Vogel, Frank E. dan Samuel L. Hayes, “Hukum Keuangan Islam: Konsep, Teori,
dan Praktik”, Nusamedia, Bandung, 2007.
Warsini, Sabar, ”Manajemen Investasi”, Semesta Media, Jakarta, 2009.
Welfens, J.J. Paul, Franz Knipping, Sutiphand Chirathivat, Cillian Ryan.
“Integration in Asia and Europe: Historical Dynamics, Political
Issues, and Economic Perspectives”, Springer Berlin, Heidelberg,
2006.
Winarno, Wing Wahyu. “Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews
Edisi Ketiga”, UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2011.
Yang, Jian, James W. Kolari, dan Insik Min. “Stock Market Integration and
Financial Crises: The Case of Asia”, Applied Financial Economics 13
hal: 477-486, 2003.
www.bloomberg.com
www.djindexes.com
www.googlefinance.com
www.idx.co.id
www.wikipedia.org
204
http://www.bapepam.go.id/syariah/sejarah_pasar_modal_syariah.html, diakses
pada 4 Maret 2014
http://www.bapepam.go.id/syariah/introduction.html, diakses pada 16 Juli 2014
http://www.merdeka.com/uang/ojk-prihatin-pasar-modal-indonesia-keok-dari-
malaysia.html, diakses pada 3 November 2014
http://finance.detik.com/read/2012/09/12/095510/2015584/4/0/ini-dia-10-barang-
impor-favorit-ri-dari-malaysia, diakses pada 3 November 2014
http://bisnis.liputan6.com/read/773786/ri-jepang-sepakat-tingkatkan-kerjasama-
ekonomi-dan-investasi, diakses pada 3 November 2014
http://www.neraca.co.id/article/42095/Ekspor-Indonesia-ke-Inggris-Makin-
Positif/2, diakses pada 3 November 2014
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/10/19/0807133/Ekspor.Indonesia.ke
.AS.Tetap.Tinggi, diakses pada 3 November 2014
http://finance.detik.com/read/2012/04/09/114259/1887703/65/pengaruh-indeks-
dow-jones-terhadap-ihsg, diakses pada 3 November 2014
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/10/29/163715726/BI.Ingin.Dorong.
Ekonomi.Keuangan.Syariah.di.Tanah.Air, diakses pada 4 November
2014
http://www.sc.com.my/data-statistics/islamic-capital-market-statistics/, diakses
pada 4 November 2014.
205
LAMPIRAN
206
Lampiran 1: Analisis Deskriptif Indeks Bursa Saham Syariah
JII IMUS FBMS DJIUK DJIJP DJICA
Mean 480.4500 2290.756 9638.108 2054.084 1049.362 2136.248
Median 511.0010 2291.195 9870.930 2090.540 1058.730 2116.305
Maximum 708.1000 3330.590 13093.77 2714.660 1292.580 3066.340
Minimum 172.7102 1323.090 5600.690 1236.280 676.0100 990.0300
Std. Dev. 121.7010 426.1959 1808.203 275.7143 115.2104 408.8972
Skewness -0.718939 0.116067 -0.310441 -0.591942 -0.751666 -0.109726
Kurtosis 2.858809 2.641537 2.464127 3.409154 3.489713 2.939436
Jarque-Bera 109.9379 9.605455 35.42654 82.63325 131.6574 2.729570
Probability 0.000000 0.008207 0.000000 0.000000 0.000000 0.255436
Sum 607288.8 2895515. 12182569 2596362. 1326394. 2700217.
Sum Sq. Dev. 18706473 2.29E+08 4.13E+09 96011209 16764338 2.11E+08
Observations 1264 1264 1264 1264 1264 1264
Lampiran 2: Analisis Deskriptif Indeks Bursa Saham Konvensional
IHSG FTSE DJIA KLSE NIKKEI S_P_TSX
Mean 3259.752 5551.328 11791.61 1409.143 10619.36 12103.10
Median 3565.930 5680.235 12001.03 1472.935 9918.600 12272.12
Maximum 5208.000 6840.270 16504.29 1872.520 16291.31 15073.13
Minimum 1111.390 3512.090 6594.440 829.4100 7054.980 7591.470
Std. Dev. 1035.111 694.8857 2090.442 260.7491 2065.325 1419.710
Skewness -0.291599 -0.689369 -0.049872 -0.469255 0.814042 -0.926491
Kurtosis 2.007496 3.111609 2.573288 2.382772 2.473170 3.958078
Jarque-Bera 69.79300 100.7711 10.11369 66.45333 154.2188 229.1766
Probability 0.000000 0.000000 0.006366 0.000000 0.000000 0.000000
Sum 4120326. 7016879. 14904591 1781157. 13422871 15298323
Sum Sq. Dev. 1.35E+09 6.10E+08 5.52E+09 85871508 5.39E+09 2.55E+09
Observations 1264 1264 1264 1264 1264 1264
207
Lampiran 3: Uji Stasioneritas Tingkat Level JII
Null Hypothesis: JII has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.029353 0.1245
Test critical values: 1% level -3.965328 5% level -3.413373 10% level -3.128721
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 4: Uji Stasioneritas Tingkat Level FBMS
Null Hypothesis: FBMS has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.096611 0.0065
Test critical values: 1% level -3.965328 5% level -3.413373 10% level -3.128721
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 5: Uji Stasioneritas Tingkat Level DJIJP
Null Hypothesis: DJIJP has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.692941 0.2397
Test critical values: 1% level -3.965340 5% level -3.413379 10% level -3.128724
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 6: Uji Stasioneritas Tingkat Level DJIUK
Null Hypothesis: DJIUK has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.809071 0.1942
Test critical values: 1% level -3.965328 5% level -3.413373 10% level -3.128721
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
208
Lampiran 7: Uji Stasioneritas Tingkat Level DJICA
Null Hypothesis: DJICA has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.262833 0.4536
Test critical values: 1% level -3.965334 5% level -3.413376 10% level -3.128722
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 8: Uji Stasioneritas Tingkat Level IMUS
Null Hypothesis: IMUS has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.454421 0.3511
Test critical values: 1% level -3.965328 5% level -3.413373 10% level -3.128721
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 9: Uji Stasioneritas Tingkat Level IHSG
Null Hypothesis: IHSG has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 3 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.775900 0.2065
Test critical values: 1% level -3.965346 5% level -3.413382 10% level -3.128726
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 10: Uji Stasioneritas Tingkat Level KLSE
Null Hypothesis: KLSE has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.607964 0.0295
Test critical values: 1% level -3.965328 5% level -3.413373 10% level -3.128721
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
209
Lampiran 11: Uji Stasioneritas Tingkat Level NIKKEI 225
Null Hypothesis: NIKKEI has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.510244 0.8260
Test critical values: 1% level -3.965328 5% level -3.413373 10% level -3.128721
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 12: Uji Stasioneritas Tingkat Level FTSE 100
Null Hypothesis: FTSE has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.263944 0.0728
Test critical values: 1% level -3.965328 5% level -3.413373 10% level -3.128721
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 13: Uji Stasioneritas Tingkat Level S&P TSX
Null Hypothesis: S_P_TSX has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.329110 0.4172
Test critical values: 1% level -3.965328 5% level -3.413373 10% level -3.128721
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 14: Uji Stasioneritas Tingkat Level DJIA
Null Hypothesis: DJIA has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.488543 0.3338
Test critical values: 1% level -3.965334 5% level -3.413376 10% level -3.128722
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
210
Lampiran 15: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference JII
Null Hypothesis: D(JII) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -22.89536 0.0000
Test critical values: 1% level -3.965346 5% level -3.413382 10% level -3.128726
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 16: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference FBMS
Null Hypothesis: D(FBMS) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -23.32847 0.0000
Test critical values: 1% level -3.965340 5% level -3.413379 10% level -3.128724
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 17: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJIJP
Null Hypothesis: D(DJIJP) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -30.49335 0.0000
Test critical values: 1% level -3.965340 5% level -3.413379 10% level -3.128724
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 18: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJIUK
Null Hypothesis: D(DJIUK) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -36.42546 0.0000
Test critical values: 1% level -3.965334 5% level -3.413376 10% level -3.128722
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
211
Lampiran 19: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJICA
Null Hypothesis: D(DJICA) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -32.09699 0.0000
Test critical values: 1% level -3.965334 5% level -3.413376 10% level -3.128722
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 20: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference IMUS
Null Hypothesis: D(IMUS) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -38.30584 0.0000
Test critical values: 1% level -3.965334 5% level -3.413376
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 21: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference IHSG
Null Hypothesis: D(IHSG) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -22.16271 0.0000
Test critical values: 1% level -3.965346 5% level -3.413382 10% level -3.128726
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 22: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference KLSE
Null Hypothesis: D(KLSE) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -34.22601 0.0000
Test critical values: 1% level -3.965334 5% level -3.413376 10% level -3.128722
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
212
Lampiran 23: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference NIKKEI 225
Null Hypothesis: D(NIKKEI) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -38.43694 0.0000
Test critical values: 1% level -3.965334 5% level -3.413376 10% level -3.128722
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 24: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference FTSE 100
Null Hypothesis: D(FTSE) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -35.59969 0.0000
Test critical values: 1% level -3.965334 5% level -3.413376 10% level -3.128722
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 25: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference S&P TSX
Null Hypothesis: D(S_P_TSX) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -26.47936 0.0000
Test critical values: 1% level -3.965340 5% level -3.413379 10% level -3.128724
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 26: Uji Tes Stasioneritas Tingkat First Difference DJIA
Null Hypothesis: D(DJIA) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -39.62337 0.0000
Test critical values: 1% level -3.965334 5% level -3.413376 10% level -3.128722
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
213
Lampiran 27: Penentuan Kandidat Lag DJIJP dengan JII
VAR Lag Order Selection Criteria
Endogenous variables: JII DJIJP
Exogenous variables: C
Date: 10/17/14 Time: 14:36
Sample: 1 1264
Included observations: 1256 Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -15104.92 NA 95998593 24.05560 24.06378 24.05867
1 -9703.055 10777.92 17756.81 15.46028 15.48481 15.46950
2 -9671.726 62.40782 17000.66 15.41676 15.45765* 15.43213
3 -9658.900 25.50904 16763.40 15.40271 15.45995 15.42422
4 -9646.309 25.00197* 16535.64* 15.38903* 15.46263 15.41669*
5 -9644.604 3.379309 16596.20 15.39268 15.48264 15.42649
6 -9641.711 5.726305 16625.48 15.39444 15.50076 15.43440
7 -9641.421 0.573054 16724.01 15.40035 15.52302 15.44646
8 -9640.684 1.455472 16811.13 15.40555 15.54457 15.45780 * indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion
Lampiran 28: Penentuan Kandidat Lag DJIA dengan IHSG
VAR Lag Order Selection Criteria
Endogenous variables: IHSG DJIA
Exogenous variables: C
Date: 10/17/14 Time: 15:20
Sample: 1 1264
Included observations: 1256 Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -21046.83 NA 1.23e+12 33.51724 33.52542 33.52032
1 -14723.98 12615.50 52673633 23.45538 23.47991 23.46460
2 -14638.74 169.7942 46282212 23.32602 23.36691* 23.34139*
3 -14636.95 3.560573 46445359 23.32954 23.38679 23.35106
4 -14626.93 19.90517* 46001949* 23.31995* 23.39355 23.34761
5 -14623.69 6.408092 46058234 23.32117 23.41113 23.35498
6 -14622.15 3.058369 46238652 23.32508 23.43139 23.36504
7 -14619.72 4.804790 46354325 23.32758 23.45024 23.37368
8 -14617.37 4.637481 46476283 23.33020 23.46923 23.38245 * indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion
214
Lampiran 29: Pemilihan Lag Optimal DJIJP dengan JII
Output VAR pada Lag 2
Vector Autoregression Estimates Date: 10/17/14 Time: 14:37 Sample (adjusted): 3 1264 Included observations: 1262 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
JII DJIJP
JII(-1) 1.030931 0.220559
(0.02970) (0.05545) [ 34.7120] [ 3.97738]
JII(-2) -0.029743 -0.205537 (0.02979) (0.05562) [-0.99853] [-3.69561]
DJIJP(-1) 0.002735 0.771151 (0.01557) (0.02907) [ 0.17568] [ 26.5279]
DJIJP(-2) -0.007992 0.209233 (0.01553) (0.02900) [-0.51458] [ 7.21559]
C 5.004947 13.32075 (2.39722) (4.47595) [ 2.08781] [ 2.97607]
R-squared 0.995030 0.980567 Adj. R-squared 0.995015 0.980505 Sum sq. resids 92957.78 324072.3 S.E. equation 8.599540 16.05659 F-statistic 62920.28 15856.81 Log likelihood -4503.652 -5291.658 Akaike AIC 7.145249 8.394070 Schwarz SC 7.165615 8.414436 Mean dependent 480.4118 1049.031 S.D. dependent 121.7937 114.9992
Determinant resid covariance (dof adj.) 17057.78 Determinant resid covariance 16922.88 Log likelihood -9725.083 Akaike information criterion 15.42802 Schwarz criterion 15.46876
215
Output VAR pada Lag 4
Vector Autoregression Estimates Date: 10/17/14 Time: 14:38 Sample (adjusted): 5 1264 Included observations: 1260 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
JII DJIJP
JII(-1) 1.018168 0.233732
(0.02961) (0.05549) [ 34.3882] [ 4.21227]
JII(-2) -0.099825 -0.308955 (0.04170) (0.07815) [-2.39377] [-3.95318]
JII(-3) -0.039992 0.058125 (0.04192) (0.07855) [-0.95411] [ 0.73993]
JII(-4) 0.124273 0.032879 (0.02972) (0.05571) [ 4.18084] [ 0.59021]
DJIJP(-1) 0.011882 0.756947 (0.01594) (0.02988) [ 0.74529] [ 25.3334]
DJIJP(-2) 0.017095 0.133705 (0.01979) (0.03709) [ 0.86371] [ 3.60467]
DJIJP(-3) 0.025180 0.137194 (0.01973) (0.03698) [ 1.27615] [ 3.71010]
DJIJP(-4) -0.061410 -0.047759 (0.01586) (0.02972) [-3.87269] [-1.60709]
C 6.419262 13.26598 (2.39509) (4.48864) [ 2.68017] [ 2.95545]
R-squared 0.995155 0.980820 Adj. R-squared 0.995124 0.980697 Sum sq. resids 90627.68 318306.8 S.E. equation 8.511415 15.95123 F-statistic 32115.98 7996.525 Log likelihood -4481.521 -5272.962 Akaike AIC 7.127811 8.384067 Schwarz SC 7.164517 8.420773 Mean dependent 480.3653 1048.712 S.D. dependent 121.8847 114.8107
Determinant resid covariance (dof adj.) 16494.76 Determinant resid covariance 16259.96 Log likelihood -9684.496 Akaike information criterion 15.40079 Schwarz criterion 15.47420
216
Lampiran 30: Pemilihan Lag Optimal DJIA dengan IHSG
Output VAR pada Lag 2
Vector Autoregression Estimates Date: 10/17/14 Time: 15:21 Sample (adjusted): 3 1264 Included observations: 1262 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
IHSG DJIA
IHSG(-1) 1.000110 -0.010288
(0.02730) (0.08661) [ 36.6402] [-0.11879]
IHSG(-2) 0.000945 0.032556 (0.02739) (0.08689) [ 0.03450] [ 0.37467]
DJIA(-1) 0.101866 0.887419 (0.00900) (0.02856) [ 11.3155] [ 31.0683]
DJIA(-2) -0.103329 0.102892 (0.00900) (0.02855) [-11.4824] [ 3.60359]
C 14.68458 44.87697 (8.79677) (27.9112) [ 1.66931] [ 1.60785]
R-squared 0.997948 0.994934 Adj. R-squared 0.997941 0.994918 Sum sq. resids 2776485. 27951566 S.E. equation 46.99807 149.1198 F-statistic 152795.6 61713.20 Log likelihood -6647.030 -8104.190 Akaike AIC 10.54204 12.85133 Schwarz SC 10.56241 12.87170 Mean dependent 3260.527 11789.99 S.D. dependent 1035.748 2091.702
Determinant resid covariance (dof adj.) 46397337 Determinant resid covariance 46030416 Log likelihood -14715.28 Akaike information criterion 23.33641 Schwarz criterion 23.37715
217
Output VAR pada Lag 4
Vector Autoregression Estimates Date: 10/17/14 Time: 15:22 Sample (adjusted): 5 1264 Included observations: 1260 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
IHSG DJIA
IHSG(-1) 0.985234 0.016959
(0.02885) (0.09216) [ 34.1524] [ 0.18402]
IHSG(-2) -0.029086 -0.044333 (0.04055) (0.12954) [-0.71725] [-0.34222]
IHSG(-3) -0.052568 -0.076364 (0.03959) (0.12647) [-1.32779] [-0.60379]
IHSG(-4) 0.098634 0.127114 (0.02721) (0.08692) [ 3.62509] [ 1.46244]
DJIA(-1) 0.104305 0.882985 (0.00910) (0.02906) [ 11.4654] [ 30.3829]
DJIA(-2) -0.090796 0.081619 (0.01203) (0.03843) [-7.54834] [ 2.12408]
DJIA(-3) 0.014920 0.022347 (0.01231) (0.03932) [ 1.21229] [ 0.56839]
DJIA(-4) -0.030633 0.002982 (0.00955) (0.03050) [-3.20802] [ 0.09775]
C 19.62812 46.04868 (8.81602) (28.1630) [ 2.22641] [ 1.63507]
R-squared 0.997985 0.994959 Adj. R-squared 0.997972 0.994927 Sum sq. resids 2724668. 27805301 S.E. equation 46.66896 149.0854 F-statistic 77458.49 30863.05 Log likelihood -6625.626 -8089.041 Akaike AIC 10.53115 12.85403 Schwarz SC 10.56786 12.89074 Mean dependent 3261.245 11788.60 S.D. dependent 1036.413 2093.072
Determinant resid covariance (dof adj.) 45756173 Determinant resid covariance 45104848 Log likelihood -14679.16 Akaike information criterion 23.32883 Schwarz criterion 23.40224
218
Lampiran 31: Uji Penentuan Asumsi Deterministik FBMS dengan JII
Date: 10/17/14 Time: 15:59
Sample: 1 1264
Included observations: 1258
Series: JII FBMS
Lags interval: 1 to 5
Selected (0.05 level*)
Number of Cointegrating
Relations by Model Data Trend: None None Linear Linear Quadratic
Test Type No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept
No Trend No Trend No Trend Trend Trend
Trace 0 0 0 1 2
Max-Eig 0 0 0 1 0 *Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999)
Information Criteria by
Rank and Model Data Trend: None None Linear Linear Quadratic
Rank or No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept
No. of CEs No Trend No Trend No Trend Trend Trend
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns)
0 -11695.83 -11695.83 -11695.55 -11695.55 -11692.08
1 -11693.56 -11693.23 -11692.96 -11684.09 -11683.96
2 -11693.31 -11692.96 -11692.96 -11681.96 -11681.96
Akaike Information Criteria by
Rank (rows) and Model (columns)
0 18.62613 18.62613 18.62885 18.62885 18.62652
1 18.62888 18.62994 18.63110 18.61858* 18.61996
2 18.63483 18.63745 18.63745 18.62315 18.62315
Schwarz Criteria by
Rank (rows) and Model (columns)
0 18.70780* 18.70780* 18.71869 18.71869 18.72453
1 18.72688 18.73203 18.73728 18.72884 18.73430
2 18.74917 18.75996 18.75996 18.75383 18.75383
219
Lampiran 32: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJIJP dengan JII
Date: 10/17/14 Time: 16:01
Sample: 1 1264
Included observations: 1259
Series: JII DJIJP
Lags interval: 1 to 4
Selected (0.05 level*)
Number of Cointegrating
Relations by Model Data Trend: None None Linear Linear Quadratic
Test Type No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept
No Trend No Trend No Trend Trend Trend
Trace 0 0 1 0 2
Max-Eig 0 0 1 0 0 *Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999)
Information Criteria by
Rank and Model Data Trend: None None Linear Linear Quadratic
Rank or No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept
No. of CEs No Trend No Trend No Trend Trend Trend
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns)
0 -9682.636 -9682.636 -9682.551 -9682.551 -9681.599
1 -9680.158 -9675.447 -9675.367 -9675.288 -9675.267
2 -9680.154 -9674.117 -9674.117 -9671.554 -9671.554
Akaike Information Criteria by
Rank (rows) and Model (columns)
0 15.40689 15.40689 15.40993 15.40993 15.41160
1 15.40931 15.40341* 15.40487 15.40633 15.40789
2 15.41565 15.40924 15.40924 15.40835 15.40835
Schwarz Criteria by
Rank (rows) and Model (columns)
0 15.47218* 15.47218* 15.48339 15.48339 15.49322
1 15.49093 15.48911 15.49466 15.50020 15.50584
2 15.51360 15.51535 15.51535 15.52262 15.52262
220
Lampiran 33: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJIUK dengan JII
Date: 10/17/14 Time: 16:03
Sample: 1 1264
Included observations: 1258
Series: JII DJIUK
Lags interval: 1 to 5
Selected (0.05 level*)
Number of Cointegrating
Relations by Model Data Trend: None None Linear Linear Quadratic
Test Type No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept
No Trend No Trend No Trend Trend Trend
Trace 0 0 0 0 0
Max-Eig 0 0 0 0 0 *Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999)
Information Criteria by
Rank and Model Data Trend: None None Linear Linear Quadratic
Rank or No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept
No. of CEs No Trend No Trend No Trend Trend Trend
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns)
0 -10661.56 -10661.56 -10661.39 -10661.39 -10660.72
1 -10659.34 -10656.06 -10655.91 -10655.77 -10655.70
2 -10659.31 -10654.79 -10654.79 -10652.72 -10652.72
Akaike Information Criteria by
Rank (rows) and Model (columns)
0 16.98181 16.98181 16.98472 16.98472 16.98684
1 16.98464 16.98102* 16.98238 16.98374 16.98522
2 16.99096 16.98694 16.98694 16.98683 16.98683
Schwarz Criteria by
Rank (rows) and Model (columns)
0 17.06348* 17.06348* 17.07456 17.07456 17.08485
1 17.08265 17.08311 17.08855 17.09400 17.09956
2 17.10530 17.10945 17.10945 17.11751 17.11751
221
Lampiran 34: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJICA dengan JII
Date: 10/17/14 Time: 16:05
Sample: 1 1264
Included observations: 1259
Series: JII DJICA
Lags interval: 1 to 4
Selected (0.05 level*)
Number of Cointegrating
Relations by Model Data Trend: None None Linear Linear Quadratic
Test Type No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept
No Trend No Trend No Trend Trend Trend
Trace 0 0 0 0 2
Max-Eig 0 0 0 0 0 *Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999)
Information Criteria by
Rank and Model Data Trend: None None Linear Linear Quadratic
Rank or No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept
No. of CEs No Trend No Trend No Trend Trend Trend
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns)
0 -10978.32 -10978.32 -10978.00 -10978.00 -10977.64
1 -10977.25 -10975.42 -10975.10 -10969.96 -10969.86
2 -10977.18 -10974.80 -10974.80 -10967.08 -10967.08
Akaike Information Criteria by
Rank (rows) and Model (columns)
0 17.46517 17.46517 17.46784 17.46784 17.47043
1 17.46981 17.46849 17.46957 17.46300* 17.46443
2 17.47606 17.47546 17.47546 17.46636 17.46636
Schwarz Criteria by
Rank (rows) and Model (columns)
0 17.53046* 17.53046* 17.54130 17.54130 17.55205
1 17.55143 17.55419 17.55936 17.55687 17.56238
2 17.57400 17.58156 17.58156 17.58063 17.58063
222
Lampiran 35: Uji Penentuan Asumsi Deterministik IMUS dengan JII
Date: 10/17/14 Time: 16:07
Sample: 1 1264
Included observations: 1258
Series: JII IMUS
Lags interval: 1 to 5
Selected (0.05 level*)
Number of Cointegrating
Relations by Model Data Trend: None None Linear Linear Quadratic
Test Type No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept
No Trend No Trend No Trend Trend Trend
Trace 0 0 0 0 0
Max-Eig 0 0 0 0 0 *Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999)
Information Criteria by
Rank and Model Data Trend: None None Linear Linear Quadratic
Rank or No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept
No. of CEs No Trend No Trend No Trend Trend Trend
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns)
0 -10456.57 -10456.57 -10455.88 -10455.88 -10453.89
1 -10453.03 -10452.99 -10452.91 -10449.22 -10447.52
2 -10453.02 -10451.03 -10451.03 -10446.25 -10446.25
Akaike Information Criteria by
Rank (rows) and Model (columns)
0 16.65591 16.65591 16.65799 16.65799 16.65802
1 16.65664 16.65818 16.65963 16.65536 16.65425*
2 16.66298 16.66301 16.66301 16.65859 16.65859
Schwarz Criteria by
Rank (rows) and Model (columns)
0 16.73759* 16.73759* 16.74784 16.74784 16.75603
1 16.75465 16.76027 16.76580 16.76562 16.76859
2 16.77733 16.78552 16.78552 16.78927 16.78927
223
Lampiran 36: Uji Penentuan Asumsi Deterministik KLSE dengan IHSG
Date: 10/17/14 Time: 16:09
Sample: 1 1264
Included observations: 1259
Series: IHSG KLSE
Lags interval: 1 to 4
Selected (0.05 level*)
Number of Cointegrating
Relations by Model Data Trend: None None Linear Linear Quadratic
Test Type No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept
No Trend No Trend No Trend Trend Trend
Trace 0 0 0 1 2
Max-Eig 0 0 0 1 2 *Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999)
Information Criteria by
Rank and Model Data Trend: None None Linear Linear Quadratic
Rank or No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept
No. of CEs No Trend No Trend No Trend Trend Trend
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns)
0 -11280.79 -11280.79 -11280.29 -11280.29 -11277.22
1 -11278.66 -11275.79 -11275.29 -11268.78 -11268.62
2 -11278.22 -11275.25 -11275.25 -11266.24 -11266.24
Akaike Information Criteria by
Rank (rows) and Model (columns)
0 17.94565 17.94565 17.94803 17.94803 17.94633
1 17.94863 17.94565 17.94645 17.93770* 17.93904
2 17.95429 17.95273 17.95273 17.94161 17.94161
Schwarz Criteria by
Rank (rows) and Model (columns)
0 18.01095* 18.01095* 18.02149 18.02149 18.02796
1 18.03025 18.03136 18.03623 18.03157 18.03698
2 18.05223 18.05884 18.05884 18.05588 18.05588
224
Lampiran 37: Uji Penentuan Asumsi Deterministik NIKKEI 225 dengan
IHSG
Date: 10/17/14 Time: 16:11
Sample: 1 1264
Included observations: 1257
Series: IHSG NIKKEI
Lags interval: 1 to 6
Selected (0.05 level*)
Number of Cointegrating
Relations by Model Data Trend: None None Linear Linear Quadratic
Test Type No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept
No Trend No Trend No Trend Trend Trend
Trace 0 0 0 0 0
Max-Eig 0 0 0 0 0 *Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999)
Information Criteria by
Rank and Model Data Trend: None None Linear Linear Quadratic
Rank or No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept
No. of CEs No Trend No Trend No Trend Trend Trend
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns)
0 -14957.01 -14957.01 -14956.43 -14956.43 -14953.24
1 -14954.87 -14951.82 -14951.78 -14950.94 -14947.76
2 -14954.77 -14949.71 -14949.71 -14947.66 -14947.66
Akaike Information Criteria by
Rank (rows) and Model (columns)
0 23.83614 23.83614 23.83840 23.83840 23.83650
1 23.83909 23.83583 23.83736 23.83761 23.83415*
2 23.84529 23.84043 23.84043 23.84036 23.84036
Schwarz Criteria by
Rank (rows) and Model (columns)
0 23.93421* 23.93421* 23.94464 23.94464 23.95092
1 23.95351 23.95433 23.95995 23.96428 23.96491
2 23.97606 23.97937 23.97937 23.98746 23.98746
225
Lampiran 38: Uji Penentuan Asumsi Deterministik FTSE 100 dengan IHSG
Date: 10/17/14 Time: 16:13
Sample: 1 1264
Included observations: 1258
Series: IHSG FTSE
Lags interval: 1 to 5
Selected (0.05 level*)
Number of Cointegrating
Relations by Model Data Trend: None None Linear Linear Quadratic
Test Type No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept
No Trend No Trend No Trend Trend Trend
Trace 0 0 0 0 0
Max-Eig 0 0 0 0 0 *Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999)
Information Criteria by
Rank and Model Data Trend: None None Linear Linear Quadratic
Rank or No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept
No. of CEs No Trend No Trend No Trend Trend Trend
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns)
0 -13755.34 -13755.34 -13754.68 -13754.68 -13753.87
1 -13753.86 -13750.84 -13750.25 -13749.94 -13749.74
2 -13753.51 -13749.74 -13749.74 -13748.48 -13748.48
Akaike Information Criteria by
Rank (rows) and Model (columns)
0 21.90038* 21.90038* 21.90251 21.90251 21.90440
1 21.90439 21.90118 21.90183 21.90292 21.90419
2 21.91019 21.90737 21.90737 21.90856 21.90856
Schwarz Criteria by
Rank (rows) and Model (columns)
0 21.98205* 21.98205* 21.99236 21.99236 22.00241
1 22.00240 22.00327 22.00801 22.01318 22.01853
2 22.02453 22.02988 22.02988 22.03924 22.03924
226
Lampiran 39: Uji Penentuan Asumsi Deterministik S&P TSX dengan IHSG
Date: 10/17/14 Time: 16:15
Sample: 1 1264
Included observations: 1258
Series: IHSG S_P_TSX
Lags interval: 1 to 5
Selected (0.05 level*)
Number of Cointegrating
Relations by Model Data Trend: None None Linear Linear Quadratic
Test Type No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept
No Trend No Trend No Trend Trend Trend
Trace 0 0 0 0 0
Max-Eig 0 0 0 0 0 *Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999)
Information Criteria by
Rank and Model Data Trend: None None Linear Linear Quadratic
Rank or No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept
No. of CEs No Trend No Trend No Trend Trend Trend
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns)
0 -14717.83 -14717.83 -14717.05 -14717.05 -14716.67
1 -14716.62 -14714.52 -14713.92 -14713.88 -14713.84
2 -14716.27 -14713.38 -14713.38 -14711.25 -14711.25
Akaike Information Criteria by
Rank (rows) and Model (columns)
0 23.43057* 23.43057* 23.43251 23.43251 23.43509
1 23.43501 23.43327 23.43389 23.43542 23.43694
2 23.44081 23.43940 23.43940 23.43919 23.43919
Schwarz Criteria by
Rank (rows) and Model (columns)
0 23.51224* 23.51224* 23.52235 23.52235 23.53310
1 23.53302 23.53536 23.54007 23.54568 23.55129
2 23.55516 23.56191 23.56191 23.56986 23.56986
227
Lampiran 40: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJIA dengan IHSG
Date: 10/17/14 Time: 16:16
Sample: 1 1264
Included observations: 1259
Series: IHSG DJIA
Lags interval: 1 to 4
Selected (0.05 level*)
Number of Cointegrating
Relations by Model Data Trend: None None Linear Linear Quadratic
Test Type No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept
No Trend No Trend No Trend Trend Trend
Trace 0 0 0 0 0
Max-Eig 0 0 0 0 0 *Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999)
Information Criteria by
Rank and Model Data Trend: None None Linear Linear Quadratic
Rank or No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept
No. of CEs No Trend No Trend No Trend Trend Trend
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns)
0 -14669.62 -14669.62 -14669.04 -14669.04 -14666.48
1 -14665.82 -14664.57 -14664.51 -14662.81 -14660.89
2 -14665.71 -14662.25 -14662.25 -14660.04 -14660.04
Akaike Information Criteria by
Rank (rows) and Model (columns)
0 23.32903 23.32903 23.33128 23.33128 23.33039
1 23.32934 23.32895 23.33044 23.32932 23.32786*
2 23.33553 23.33321 23.33321 23.33287 23.33287
Schwarz Criteria by
Rank (rows) and Model (columns)
0 23.39433* 23.39433* 23.40474 23.40474 23.41201
1 23.41097 23.41465 23.42022 23.42319 23.42580
2 23.43347 23.43931 23.43931 23.44714 23.44714
228
Lampiran 41: Uji Kointegrasi Johansen FBMS dengan JII
Date: 10/17/14 Time: 16:00
Sample (adjusted): 7 1264
Included observations: 1258 after adjustments
Trend assumption: Linear deterministic trend (restricted)
Series: JII FBMS
Lags interval (in first differences): 1 to 5
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)
Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**
None * 0.018054 27.16451 25.87211 0.0344
At most 1 0.003369 4.245104 12.51798 0.7064
Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue)
Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**
None * 0.018054 22.91940 19.38704 0.0147
At most 1 0.003369 4.245104 12.51798 0.7064
Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
229
Lampiran 42: Uji Kointegrasi Johansen DJIJP dengan JII
Date: 10/17/14 Time: 16:02
Sample (adjusted): 6 1264
Included observations: 1259 after adjustments
Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant)
Series: JII DJIJP
Lags interval (in first differences): 1 to 4
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)
Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**
None 0.011354 17.03646 20.26184 0.1312
At most 1 0.002111 2.659969 9.164546 0.6459
Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue)
Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**
None 0.011354 14.37649 15.89210 0.0852
At most 1 0.002111 2.659969 9.164546 0.6459
Max-eigenvalue test indicates no cointegration at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
230
Lampiran 43: Estimasi VECM antara FBMS dengan JII
Vector Error Correction Estimates
Date: 10/17/14 Time: 16:20
Sample (adjusted): 7 1264
Included observations: 1258 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
Cointegrating Eq: CointEq1
JII(-1) 1.000000
FBMES(-1) -0.229910
(0.04238)
[-5.42489]
@TREND(1) 0.991883
(0.21245)
[ 4.66877]
C 1104.465
Error Correction: D(JII) D(FBMES)
CointEq1 0.000864 0.057822
(0.00128) (0.01250)
[ 0.67439] [ 4.62543]
D(JII(-1)) -0.041329 0.717880
(0.03066) (0.29916)
[-1.34801] [ 2.39964]
D(JII(-2)) -0.120108 -0.004407
(0.03065) (0.29906)
[-3.91892] [-0.01474]
D(JII(-3)) -0.118405 0.357171
(0.03056) (0.29817)
[-3.87481] [ 1.19786]
D(JII(-4)) -0.051787 0.622176
(0.03061) (0.29866)
[-1.69197] [ 2.08323]
D(JII(-5)) -0.069328 -0.141242
(0.03058) (0.29836)
[-2.26730] [-0.47339]
D(FBMES(-1)) 0.013328 -0.001623
(0.00312) (0.03041)
[ 4.27703] [-0.05339]
D(FBMES(-2)) 0.011374 0.042776
(0.00313) (0.03057)
[ 3.63048] [ 1.39933]
231
D(FBMES(-3)) 0.004495 0.031978
(0.00313) (0.03054)
[ 1.43615] [ 1.04714]
D(FBMES(-4)) 0.000521 -0.044441
(0.00312) (0.03047)
[ 0.16698] [-1.45854]
D(FBMES(-5)) 0.001490 -0.001943
(0.00311) (0.03034)
[ 0.47904] [-0.06402]
C 0.067103 1.820445
(0.23795) (2.32186)
[ 0.28200] [ 0.78405]
R-squared 0.039595 0.033989
Adj. R-squared 0.031117 0.025461
Sum sq. resids 88608.60 8436700.
S.E. equation 8.432938 82.28625
F-statistic 4.669977 3.985511
Log likelihood -4461.235 -7327.033
Akaike AIC 7.111661 11.66778
Schwarz SC 7.160665 11.71678
Mean dependent 0.093109 1.948188
S.D. dependent 8.567284 83.35423
Determinant resid covariance (dof adj.) 408018.4
Determinant resid covariance 400271.4
Log likelihood -11684.09
Akaike information criterion 18.61858
Schwarz criterion 18.72884
232
Lampiran 44: Estimasi VAR antara DJIJP dengan JII
Vector Autoregression Estimates Date: 10/17/14 Time: 16:25 Sample (adjusted): 6 1264 Included observations: 1259 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
D(JII) D(DJIJP)
D(JII(-1)) 0.017349 0.233360
(0.02988) (0.05617) [ 0.58069] [ 4.15464]
D(JII(-2)) -0.082636 -0.078009 (0.02982) (0.05607) [-2.77084] [-1.39127]
D(JII(-3)) -0.119796 -0.012981 (0.02983) (0.05609) [-4.01545] [-0.23144]
D(JII(-4)) -0.040219 -0.062906 (0.02988) (0.05618) [-1.34604] [-1.11981]
D(DJIJP(-1)) 0.014984 -0.232468 (0.01590) (0.02990) [ 0.94213] [-7.77436]
D(DJIJP(-2)) 0.033116 -0.099400 (0.01636) (0.03077) [ 2.02361] [-3.23073]
D(DJIJP(-3)) 0.060877 0.040911 (0.01637) (0.03079) [ 3.71780] [ 1.32890]
D(DJIJP(-4)) 0.013516 -0.001337 (0.01593) (0.02995) [ 0.84845] [-0.04466]
C 0.088852 -0.020951 (0.24015) (0.45151) [ 0.36998] [-0.04640]
R-squared 0.024698 0.062265 Adj. R-squared 0.018456 0.056263 Sum sq. resids 90732.66 320711.8 S.E. equation 8.519749 16.01778 F-statistic 3.956788 10.37488 Log likelihood -4479.193 -5274.015 Akaike AIC 7.129774 8.392399 Schwarz SC 7.166503 8.429129 Mean dependent 0.071080 -0.007307 S.D. dependent 8.599475 16.48834
Determinant resid covariance (dof adj.) 16646.08 Determinant resid covariance 16408.94 Log likelihood -9682.551 Akaike information criterion 15.40993 Schwarz criterion 15.48339
233
Lampiran 45: Impulse Response Function FBMS dengan JII
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of JII to JII
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of JII to FBMES
30
40
50
60
70
80
90
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of FBMES to JII
30
40
50
60
70
80
90
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of FBMES to FBMES
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Lampiran 46: Impulse Response Function DJIJP dengan JII
-2
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(JII) to D(JII)
-2
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(JII) to D(DJIJP)
-5
0
5
10
15
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DJIJP) to D(JII)
-5
0
5
10
15
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DJIJP) to D(DJIJP)
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
234
Lampiran 47: Variance Decomposition FBMS dengan JII
Variance Decomposition of JII: Period S.E. JII FBMS
1 8.432938 100.0000 0.000000 2 12.02448 99.31598 0.684023 3 14.52175 98.01862 1.981377 4 16.32563 96.94988 3.050116 5 17.83988 96.37270 3.627297 6 19.12909 95.98919 4.010809 7 20.38683 95.84604 4.153956 8 21.60371 95.79199 4.208010 9 22.76942 95.76166 4.238336 10 23.87078 95.73835 4.261653
Variance Decomposition of FBMS: Period S.E. JII FBMS
1 82.28625 15.26411 84.73589 2 117.4677 18.07119 81.92881 3 146.2633 18.97937 81.02063 4 172.1030 20.06777 79.93223 5 193.8370 21.64796 78.35204 6 212.9639 22.38558 77.61442 7 230.0943 22.84729 77.15271 8 245.5310 23.19169 76.80831 9 259.7030 23.46247 76.53753 10 272.8349 23.71360 76.28640
Cholesky Ordering: JII FBMS
Lampiran 48: Variance Decomposition DJIJP dengan JII
Variance Decomposition of D(JII): Period S.E. D(JII) D(DJIJP)
1 8.519749 100.0000 0.000000 2 8.525767 99.92916 0.070837 3 8.553334 99.64952 0.350484 4 8.619775 98.82571 1.174294 5 8.624005 98.82143 1.178571 6 8.625944 98.77883 1.221171 7 8.626777 98.77487 1.225131 8 8.626845 98.77464 1.225363 9 8.626857 98.77435 1.225649 10 8.626872 98.77410 1.225899
Variance Decomposition of D(DJIJP): Period S.E. D(JII) D(DJIJP)
1 16.01778 10.61729 89.38271 2 16.41838 10.32824 89.67176 3 16.48281 10.88006 89.11994 4 16.52791 10.83436 89.16564 5 16.53900 10.93346 89.06654 6 16.54006 10.93275 89.06725 7 16.54059 10.93784 89.06216 8 16.54067 10.93780 89.06220 9 16.54067 10.93780 89.06220 10 16.54068 10.93779 89.06221
Cholesky Ordering: D(JII) D(DJIJP)
235
Lampiran 49: Variance Decomposition DJIUK dengan JII
Variance Decomposition of D(JII): Period S.E. D(JII) D(DJIUK)
1 8.303108 100.0000 0.000000 2 8.461759 96.28533 3.714674 3 8.534924 95.14875 4.851248 4 8.573074 95.11721 4.882793 5 8.580100 94.98553 5.014471 6 8.595581 94.71967 5.280330 7 8.599748 94.66328 5.336716 8 8.600547 94.66279 5.337210 9 8.600890 94.65902 5.340984 10 8.600932 94.65829 5.341714
Variance Decomposition of D(DJIUK): Period S.E. D(JII) D(DJIUK)
1 35.78782 9.236809 90.76319 2 35.84579 9.506370 90.49363 3 35.90644 9.548542 90.45146 4 35.90967 9.554651 90.44535 5 35.91244 9.565331 90.43467 6 35.93250 9.574698 90.42530 7 35.93336 9.575483 90.42452 8 35.93415 9.575414 90.42459 9 35.93431 9.575819 90.42418 10 35.93434 9.575950 90.42405
Cholesky Ordering: D(JII) D(DJIUK)
Lampiran 50: Variance Decomposition DJICA dengan JII
Variance Decomposition of D(JII): Period S.E. D(JII) D(DJICA)
1 8.199052 100.0000 0.000000 2 8.496703 93.11932 6.880679 3 8.582308 91.74361 8.256389 4 8.616660 91.78431 8.215686 5 8.619383 91.77698 8.223021 6 8.624287 91.69865 8.301352 7 8.625893 91.68572 8.314276 8 8.625975 91.68588 8.314123 9 8.626051 91.68470 8.315302 10 8.626119 91.68402 8.315982
Variance Decomposition of D(DJICA): Period S.E. D(JII) D(DJICA)
1 45.15064 4.896860 95.10314 2 45.50257 4.981555 95.01845 3 45.56160 4.969389 95.03061 4 45.58025 4.965507 95.03449 5 45.58660 4.971641 95.02836 6 45.58674 4.972171 95.02783 7 45.58722 4.972272 95.02773 8 45.58733 4.972493 95.02751 9 45.58734 4.972524 95.02748 10 45.58735 4.972528 95.02747
Cholesky Ordering: D(JII) D(DJICA)
236
Lampiran 51: Variance Decomposition IMUS dengan JII
Variance Decomposition of D(JII): Period S.E. D(JII) D(IMUS)
1 8.159154 100.0000 0.000000 2 8.480101 92.58303 7.416966 3 8.549868 91.63618 8.363819 4 8.588683 91.59629 8.403713 5 8.590487 91.59906 8.400944 6 8.596267 91.54590 8.454102 7 8.599847 91.49735 8.502655 8 8.600409 91.49655 8.503453 9 8.600632 91.49593 8.504065 10 8.600725 91.49408 8.505915
Variance Decomposition of D(IMUS): Period S.E. D(JII) D(IMUS)
1 30.02244 3.665325 96.33468 2 30.13422 3.989989 96.01001 3 30.15909 4.050936 95.94906 4 30.19504 4.237721 95.76228 5 30.21731 4.298874 95.70113 6 30.22119 4.298335 95.70166 7 30.22131 4.298975 95.70102 8 30.22139 4.299358 95.70064 9 30.22139 4.299367 95.70063 10 30.22142 4.299475 95.70053
Cholesky Ordering: D(JII) D(IMUS)
Lampiran 52: Variance Decomposition KLSE dengan IHSG
Variance Decomposition of IHSG: Period S.E. IHSG KLSE
1 49.02916 100.0000 0.000000 2 71.31095 99.81796 0.182039 3 87.65984 99.67952 0.320485 4 99.26183 99.69307 0.306928 5 108.6107 99.64443 0.355569 6 117.0484 99.61434 0.385663 7 125.0322 99.58585 0.414153 8 132.6150 99.55517 0.444827 9 139.7843 99.52770 0.472301 10 146.5626 99.50048 0.499524
Variance Decomposition of KLSE: Period S.E. IHSG KLSE
1 11.16294 30.83457 69.16543 2 16.03096 39.15572 60.84428 3 19.97144 42.86935 57.13065 4 23.51275 44.26143 55.73857 5 26.36781 45.27140 54.72860 6 28.86344 45.71904 54.28096 7 31.11213 45.99481 54.00519 8 33.15199 46.20877 53.79123 9 35.03645 46.36507 53.63493 10 36.78822 46.48923 53.51077
Cholesky Ordering: IHSG KLSE
237
Lampiran 53: Variance Decomposition NIKKEI 225 dengan IHSG
Variance Decomposition of D(IHSG): Period S.E. D(IHSG) D(NIKKEI)
1 48.64492 100.0000 0.000000 2 48.93852 99.07274 0.927264 3 48.97695 98.93659 1.063414 4 49.25431 98.52114 1.478860 5 49.33385 98.36464 1.635363 6 49.45398 98.04920 1.950801 7 49.46454 98.03022 1.969780 8 49.47325 98.00944 1.990556 9 49.48055 97.99639 2.003614 10 49.48131 97.99376 2.006244
Variance Decomposition of D(NIKKEI): Period S.E. D(IHSG) D(NIKKEI)
1 200.4175 20.37427 79.62573 2 201.4223 20.24435 79.75565 3 201.4266 20.24685 79.75315 4 201.6357 20.32407 79.67593 5 202.3193 20.86132 79.13868 6 202.3803 20.90771 79.09229 7 202.4963 20.94293 79.05707 8 202.5011 20.94506 79.05494 9 202.5018 20.94501 79.05499 10 202.5080 20.94814 79.05186
Cholesky Ordering: D(IHSG) D(NIKKEI)
Lampiran 54: Variance Decomposition FTSE 100 dengan IHSG
Variance Decomposition of D(IHSG): Period S.E. D(IHSG) D(FTSE)
1 48.03217 100.0000 0.000000 2 48.97792 96.37511 3.624893 3 49.01003 96.32875 3.671254 4 49.29170 96.03125 3.968751 5 49.34746 95.96709 4.032905 6 49.41480 95.83982 4.160178 7 49.43648 95.76167 4.238329 8 49.43861 95.76022 4.239778 9 49.43988 95.76025 4.239752
10 49.44010 95.76016 4.239835
Variance Decomposition of D(FTSE): Period S.E. D(IHSG) D(FTSE)
1 74.35387 14.10670 85.89330 2 74.36202 14.12470 85.87530 3 74.49756 14.10095 85.89905 4 74.55217 14.14479 85.85521 5 74.65707 14.22834 85.77166 6 74.77842 14.19414 85.80586 7 74.78042 14.19769 85.80231 8 74.78197 14.20120 85.79880 9 74.78289 14.20108 85.79892
10 74.78320 14.20147 85.79853
Cholesky Ordering: D(IHSG) D(FTSE)
238
Lampiran 55: Variance Decomposition S&P TSX dengan IHSG
Variance Decomposition of D(IHSG): Period S.E. D(IHSG) D(S_P_TSX)
1 46.88135 100.0000 0.000000 2 49.08398 91.45259 8.547412 3 49.11485 91.44278 8.557215 4 49.33113 91.35320 8.646798 5 49.38959 91.35262 8.647381 6 49.43338 91.36566 8.634337 7 49.43385 91.36415 8.635848 8 49.43677 91.35946 8.640538 9 49.43847 91.35997 8.640029 10 49.43886 91.36010 8.639904
Variance Decomposition of D(S_P_TSX): Period S.E. D(IHSG) D(S_P_TSX)
1 157.4582 7.152471 92.84753 2 157.6114 7.150705 92.84930 3 158.1053 7.230404 92.76960 4 158.2191 7.234838 92.76516 5 158.6638 7.469422 92.53058 6 158.9181 7.511402 92.48860 7 158.9211 7.514859 92.48514 8 158.9298 7.519852 92.48015 9 158.9358 7.526402 92.47360 10 158.9380 7.526362 92.47364
Cholesky Ordering: D(IHSG) D(S_P_TSX)
Lampiran 56: Variance Decomposition DJIA dengan IHSG
Variance Decomposition of D(IHSG): Period S.E. D(IHSG) D(DJIA)
1 46.60170 100.0000 0.000000 2 49.12944 90.32328 9.676717 3 49.16576 90.33754 9.662461 4 49.46480 89.98221 10.01779 5 49.51266 89.99798 10.00202 6 49.52779 89.94980 10.05020 7 49.53332 89.93810 10.06190 8 49.53425 89.93788 10.06212 9 49.53448 89.93782 10.06218 10 49.53458 89.93743 10.06257
Variance Decomposition of D(DJIA): Period S.E. D(IHSG) D(DJIA)
1 149.4026 5.377893 94.62211 2 150.3000 5.362677 94.63732 3 150.3317 5.377253 94.62275 4 150.4042 5.466965 94.53303 5 150.4947 5.576257 94.42374 6 150.5068 5.577245 94.42275 7 150.5090 5.579949 94.42005 8 150.5106 5.581666 94.41833 9 150.5109 5.581786 94.41821 10 150.5110 5.581787 94.41821
Cholesky Ordering: D(IHSG) D(DJIA)
Recommended