View
6
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Analisis Integrasi Vertikal serta Pengaruhnya terhadap Kinerja
Perusahaan pada Industri Pengolahan Kakao Indonesia Milson Febriyadi dan Andi Fahmi Lubis
Ekonomi Industri, Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
ABSTRAK
Penelitian ini menguji faktor-faktor yang mempengaruhi derajat integrasi vertikal perusahaan
pada industri pengolahan kakao Indonesia serta menilai pengaruh derajat integrasi vertikal
tersebut terhadap kinerja perusahaan. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis
regresi Least Square untuk data panel enam puluh dua perusahaan selama tahun 2002-2006.
Hasil menunjukkan bahwa integrasi vertikal didorong oleh faktor biaya-biaya transaksi,
fluktuasi permintaan, dan faktor-faktor lain. Integrasi vertikal secara umum juga terbukti
memberi dampak efisiensi pada struktur biaya.
Kata kunci:
Biaya transaksi; Efisiensi biaya; Industri pengolahan kakao Indonesia; Integrasi vertikal.
ABSTRACT
This study examines factors determining degree of vertical integration for firms in Indonesia
cocoa manufacturing industries and estimates its impacts on firms’ performance. Using Least
Square regression method for panel data from sixty two firms during 2002-2006, the
empirical results of this study indicate that degree of vertical integration induced by
transaction costs, demand fluctuation, and other factors. Vertical integration also generally
impacts efficiency on cost structure.
Keywords: Costs efficiency; Indonesia cocoa manufacturing industries; Transaction costs;
Vertical Integration,
1. Pendahuluan
Proses industrialisasi tidak dapat melepaskan diri dari aktivitas pertanian (Ruky,
2007). Salah satu industri yang membasiskan diri pada produk pertanian adalah kakao. Dari
tahun 2000-2001 hingga tahun 2009-2010 Indonesia masih secara konsisten menempati
peringkat ketiga sebagai produsen biji kakao dunia (International Cocoa Organization, 2011).
Pusat Data dan Informasi Kementerian Perindustrian Republik Indonesia (2007) menilai
bahwa Indonesia sebenarnya berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dimana
pengembangan usaha maupun investasi baru dapat dilakukan pada usaha agribisnis hilir yang
memproduksi hasil olahan biji kakao. Meskipun demikian, serapan untuk usaha agribisnis
hilir yang memproduksi hasil olahan biji kakao rupanya masih rendah sebagai akibat ekspor
yang dilakukan masih berupa biji kakao mentah.
Analisis integrasi..., Milson Febriyadi, FE UI, 2013
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (2009) menerbitkan hasil studi atas kajian
industri dan perdagangan kakao di Sulawesi tahun 2001-2006 dan menyimpulkan bahwa
agroindustri kakao yang karakteristik seharusnya terintegrasi antara pertanian dengan pabrik
pengolahan pada prakteknya dilakukan secara terpisah. Akibat dari kondisi tersebut, pertanian
berkembang secara tidak efisien kerena dikembangkan melalui mekanisme tradisional. Selain
itu, pabrik pengolahan cenderung tidak berkembang secara optimal karena tidak adanya
kepastian pasokan.
Matsubayashi (2007) menilai dengan terintegrasi secara vertikal dengan perusahaan
pemasok, perusahaan akan dapat bersaing secara lebih kompetitif. Aulia (2005) memandang
bahwa sisi positif dari integrasi vertikal adalah dapat menciptakan efisiensi internal sehingga
produk perusahaan dapat lebih kompetitif dan memiliki harga yang lebih murah. Namun
demikian, Mpoyi dan Bullington (2004) berpendapat bahwa meskipun teori-teori ekonomi
telah secara luas digunakan untuk menjelaskan strategi integrasi vertikal, belum jelas apakah
strategi integrasi vertikal yang digunakan memang telah menurunkan biaya-biaya dan
membuat perusahaan menjadi lebih efisien. Lebih dari itu, D’Aveni dan Ravenscraft (1994)
juga menilai bahwa meskipun teori yang sedang atau telah berkembang memberikan kesan
bahwa strategi integrasi vertikal mungkin berasosiasi dengan keuntungan dari segi biaya,
pembuktian secara empiris yang mendukung teori tersebut masih lemah.
Studi ini tidak hanya akan berupaya mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi derajat integrasi vertikal pada industri pengolahan kakao Indonesia, yang
terbagi ke dalam dua subsektor yakni industri bubuk coklat dan industri makanan dari coklat
dan kembang gula, tetapi juga menguji secara empiris bagaimana hubungan antara derajat
integrasi vertikal tersebut terhadap kinerja sebuah perusahaan dalam lingkungan industri
pengolahan kakao Indonesia.
2. Tinjauan Teoritis
Sebuah perusahaan yang turut serta berpartisipasi di dalam lebih dari satu tahapan
produksi atau distribusi barang atau jasa dikatakan telah terintegrasi secara vertikal (Carlton
dan Perloff, 2005). Sementara itu, Davies et al. (1995) melihat esensi dari integrasi vertikal
sebagai pilihan keputusan yang dibuat oleh perusahaan untuk mengorganisasikan transaksi
secara internal (dalam lingkup perusahaan) atau secara eksternal (mekanisme pasar).
Perusahaan akan terintegrasi secara vertikal hanya jika manfaat-manfaat yang diterimanya
mampu melebihi biaya-biaya tersebut (Carlton dan Perloff, 2005).
Analisis integrasi..., Milson Febriyadi, FE UI, 2013
Tiga biaya mungkin ditanggung dari integrasi vertikal. Pertama, biaya penyediaan
faktor produksi. Kedua, kesulitan dan biaya pengelolaan perusahaan tersebut.. Ketiga,
perusahaan mungkin akan menghadapi biaya hukum (legal fee) saat menyusun kesepakatan
merger dengan perusahaan lain (Carlton dan Perloff, 2005). Sementara itu, enam keuntungan
dalam integrasi vertikal adalah menurunkan biaya-biaya transaksi, menjamin pasokan,
memperbaiki kegagalan pasar, menghindari kebijakan pemerintah, memperoleh kekuatan
pasar, serta menghindari kekuatan pasar.
Kesulitan dalam mengukur tingkat integrasi vertikal sudah diketahui dengan baik
(Caves dan Bradburd, 1988 p.265; Hay dan Morris, 1991, p.345 dalam Bhuyan, 2005).
Harrigan (1984) dalam Mpoyi dan Bullington (2004) menilai bahwa satu alasan mengapa
terdapatnya ketiadaan ukuran integrasi vertikal yang dapat diterima secara umum adalah
karena integrasi vertikal merupakan konsep yang multidimensi sehingga Martin (1986) dalam
Mpoyi dan Bullington (2004) menilai bahwa tidak ada satu metode pengukuran tunggal yang
dapat merangkum konsep tersebut tanpa kehilangan informasi yang signifikan.
Davies dan Morris (1995) menganggap bahwa pendekatan untuk mengukur integrasi
vertikal yang paling luas digunakan adalah dengan rasio nilai tambah terhadap penjualan
(VAS) yang pertama kali dicetuskan oleh Adelman (1955).
Analisis mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat integrasi vertikal
telah dimulai Stigler pada tahun 1951 (Aulia, 2005). Dalam penelitian tersebut, terungkap
bahwa tingkat integrasi vertikal dipengaruhi oleh rasio konsentrasi, pertumbuhan permintaan
dan ukuran rata-rata perusahaan Sementara itu, Aulia (2005) menguji hipotesis Stigler dan
terungkap bahwa konsentrasi industri dan pertumbuhan permintaan telah sesuai dengan
hipotesis Stigler sedangkan ukuran rata-rata perusahaan berhubungan negatif dengan tingkat
integrasi vertikal. Bhuyan (2005) mengungkapkan variabel-variabel seperti fluktuasi
permintaan dan ukuran rata-rata perusahaan yang diukur berdasarkan rata-rata penjualan
sebuah perusahaan dapat menjelaskan evaluasi empiris atas faktor-faktor yang dapat
menentukan integrasi vertikal di dalam industri pengolahan makanan Amerika Serikat,
sedangkan variabel konsentrasi pasar rupanya tidak dapat menjelaskan hubungan tingkat
integrasi vertikal dengan jelas.
Hubungan antara integrasi vertikal dengan struktur biaya dan kinerja perusahaan diuji
D’aveni dan Ravenscraft (1994). Hasil pengujian mengungkapkan bahwa integrasi vertikal
menghasilkan penghematan pada pengeluaran umum dan administratif, pengeluaran lain-lain,
iklan, dan research & development (R&D) tapi telah meningkatkan biaya-biaya produksi
sehingga hanya bermanfaat secara marginal pada profitabilitas. Skinner (1974) dalam Mpoyi
Analisis integrasi..., Milson Febriyadi, FE UI, 2013
dan Bullington (2004) menilai bahwa tingkat integrasi vertikal yang menurun memang dapat
menurunkan biaya-biaya produksi karena semakin sedikitnya jumlah modal fisik yang
dikombinasikan dalam satu organisasi yang menjadikan biaya produksi akan menurun karena
perusahaan akan menghadapi lebih sedikit tugas-tugas selama proses pengolahan dan
kebijakan pengolahan yang tidak konsisten.
Fetz dan Filippini (2010) juga mengungkapkan bahwa integrasi vertikal yang terjadi
antara produksi dan distribusi listrik pada perusahaan listrik di Swiss menghasilkan
penghematan karena dapat menurunkan biaya-biaya transaksi, meningkatkan koordinasi yang
lebih baik dalam hal investasi yang saling bergantung dan spesifik, serta menurunkan risiko
keuangan.
3. Metode Penelitian
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber
dari Statistik Industri Besar dan Sedang Badan Pusat Statistik RI. Namun demikian, terdapat
data kualitatif yang bersumber dari Asosiasi Kakao Indonesia (ASKINDO), Kementerian
Perindustrian RI, dan Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia. Data dalam penelitian ini
merupakan data panel dari perusahaan-perusahaan yang berada pada subsektor ISIC 31191
dan 31192 yang secara konsisten dapat bertahan dalam beroperasi selama lima tahun
pengamatan (2002-2006). Metode pengolahan data adalah dengan analisis regresi Least
Square.
Penelitian ini mereplikasi penelitian Bhuyan (2005) dengan mempertimbangkan
berbagai penelitian yang telah dibangun sebelumnya terkait topik integrasi vertikal di
Indonesia. Model penelitian untuk menguji faktor-faktor yang menjelaskan derajat integrasi
vertikal pada industri pengolahan kakao Indonesia adalah sebagai berikut.
IVit = α + β1CR4it + β2SIZEit + β3AVRFSZit + β4DEMFLUCit +
β5GROWTHit + β6EKSPORit + β7BBHNBKit +β8Locdumit +
β9Dumsubit + εit (4.7)
Dimana:
IVit adalah derajat integrasi vertikal perusahaan i pada periode t.
CR4it adalah rasio konsentrasi 4 perusahaan terbesar subsektor s periode t.
SIZEit adalah Ukuran perusahaan i pada tahun t (jumlah pekerja).
Analisis integrasi..., Milson Febriyadi, FE UI, 2013
AVRFSZit adalah ukuran rata-rata perusahaan i selama 2002-2006 sebagaimana
Bhuyan (2005) menggunakan rata-rata penjualan perusahaan selama tahun observasi.
DEMFLUCit adalah fluktuasi permintaan perusahaan i selama 2002-2006. Diukur dari
nilai standar deviasi penjualan perusahaan selama 2002-2006.
GROWTHit adalah pertumbuhan permintaan. Diestimasi berdasarkan pertumbuhan
penjualan perusahaan i selama tahun 2002-2006.
EKSPORit adalah ekspor biji kakao Indonesia pada periode t.
BBHNBKit adalah biaya bahan baku perusahaan i pada periode t.
Locdumit adalah dummy lokasi perusahaan. 1 untuk Jawa dan 0 untuk luar Jawa.
Dumsubit adalah Dummy subsektor; 1 untuk subsektor bubuk coklat dan 0 untuk
subsektor makanan dari coklat dan kembang gula.
εit adalah error term.
Penelitian ini akan menggunakan tiga indikator biaya serupa penelitian D’aveni dan
Ravenscraft (1994) yakni biaya penjualan lain-lain terhadap nilai penjualan (Other selling
expenses to sales ratio), rasio biaya produksi terhadap nilai penjualan (Production costs to
sales ratio), dan rasio biaya tambahan terhadap nilai penjualan (Overhead costs to sales
ratio). Variabel kontrol yang digunakan dalam model ini adalah pangsa pasar perusahaan
(market share). Variabel kontrol bukan menjadi fokus estimasi namun bisa melengkapi
penjelasan dari model yang akan digunakan sehingga menjadikan error term semakin kecil.
D’aveni dan Ravenscraft (1994) menganggap bahwa pangsa pasar mungkin juga akan
memberikan penghematan biaya yang signifikan karena dapat menciptakan skala ekonomi
dalam operasinya.
Skala ekonomi yang dihasilkan dari pemecahan biaya tetap (fixed costs) melalui
volume produksi yang besar, pengetahuan fungsional yang baik, dan efek “learning curve”,
dapat menurunkan biaya tambahan dan biaya produksi (Hofer dan Schendel, 1978 dalam
D’aveni dan Ravenscraft, 1994). Oleh karena itu, mengingat skala ekonomi diduga
berdampak pada berbagai biaya, hal tersebut harus dikontrol dalam analisis dampak integrasi
vertikal. Pangsa pasar perusahaan diukur berdasarkan perbandingan nilai output perusahaan
dengan nilai output industri. Model penelitian untuk analisis pengaruh derajat integrasi
vertikal terhadap kinerja perusahaan adalah sebagai berikut.
Analisis integrasi..., Milson Febriyadi, FE UI, 2013
Overit = α + β1IVit + β2MSit +εit (4.11)
Prodit = α + β1IVit + β2MSit +εit (4.12)
OthSellit = α + β1IVit + β2MSit +εit (4.13)
Dimana:
Overit adalah rasio biaya tambahan terhadap nilai penjualan perusahaan i periode t.
Biaya tambahan dalam penelitian ini diformulasikan sebagai biaya yang dikeluarkan
perusahaan untuk pengeluaran yang bersifat umum dan administratif (general and
administrative expenses).
Prodit adalah rasio biaya produksi terhadap nilai penjualan perusahaan i pada tahun t.
Biaya produksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengeluaran bahan baku
total perusahaan yang terdiri atas bahan baku lokal dan bahan baku impor serta
pengeluaran untuk upah pekerja.
OthSellit adalah rasio biaya penjualan lain-lain terdapat nilai penjualan perusahaan i
pada tahun t. Rasio biaya penjualan lain-lain terhadap nilai penjualan (other selling
expense to sales ratio) diukur berdasarkan perbandingan antara pengeluaran untuk
upah tenaga kerja non-produksi dengan nilai penjualan.
IVit adalah derajat integrasi vertikal perusahaan i pada tahun t.
MSit adalah pangsa pasar perusahaan i pada tahun t.
εit adalah error term.
4. Hasil Penelitian
Serangkaian uji menyimpulkan bahwa pemilihan model yang paling tepat adalah
model Random Effect (RE). Koefisien determinasi (R-square) menunjukkan bahwa 29.24%
variasi nilai derajat integrasi vertikal dapat diterangkan oleh variabel-variabel bebas di dalam
model yang digunakan.
5. Pembahasan
Derajat integrasi vertikal (IV) industri pengolahan kakao Indonesia secara total
memiliki rata-rata sebesar 0.386955. Pada periode 2002-2003, pada subsektor industri bubuk
terjadi peningkatan derajat integrasi vertikal secara rata-rata dengan signifikan. Hal ini terjadi
karena pengaruh Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2003 yang menetapkan PPN sebesar
10% bagi penjualan domestik kakao sehingga membuat para petani/pedagang kakao lebih
Analisis integrasi..., Milson Febriyadi, FE UI, 2013
senang menjual ke luar negeri daripada menjual kakao untuk kepentingan industri pengolahan
coklat dalam negeri.
Var.Independen Ekspektasi Koefisien P>|Z|
Tanda
Konsentrasi Industri + 0.003555 0.042
(cr4)
Jumlah Pekerja - 0.0005378 0.000
(size)
Ukuran Rata-Rata
Perusahaan - -4.54E-09 0.000
(AVFMSZ)
Fluktuasi Permintaan + 2.33E-09 0.012
(demfluc)
Pertumbuhan Permintaan + -4.08E-06 0.733
(growth)
Ekspor Bahan Baku + 2.79E-10 0.000
(exporbhnbk)
Biaya Bahan Baku + -6.09E-10 0.000
(bbhnbk )
Dummy Lokasi - 0.0374835 0.633
(locdum)
Dummy Subsektor - -0.373468 0.000
(dumsub)
R-square 0.2924
Rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) berpengaruh positif dan signifikan.
Seiring dengan menurunnya jumlah perusahaan, pilihan terhadap sumber-sumber alternatif
pasokan dan permintaan dari produk intermediate juga akan menurun sehingga menghambat
transaksi melalui pasar dan menjadikan perusahaan memilih strategi integrasi vertikal.
Meskipun demikian, ukuran fewness of sellers juga dapat mengindikasikan bahwa perusahaan
melakukan integrasi vertikal bukan hanya didorong oleh faktor biaya transaksi, melainkan
juga karena motif untuk memonopoli pasar (Bhuyan, 2005). Kenyataan inilah yang perlu
dicermati lebih jauh oleh regulator persaingan usaha untuk lingkungan industri pengolahan
kakao di Indonesia. Sebagai contoh, ketika integrasi vertikal terbukti memberikan manfaat
berupa efisiensi struktur biaya perusahaan, maka tindakan tersebut tidak dapat disalahkan
mengingat perusahaan berupaya untuk menurunkan biaya yang dikeluarkan dengan strategi
integrasi vertikal.
Lebih dari itu, ukuran fewness of sellers yang dihitung berdasarkan rasio konsentrasi
pasar 4 perusahaan terbesar tidak dapat berdiri secara independen dalam mengukur motivasi
Analisis integrasi..., Milson Febriyadi, FE UI, 2013
di balik tindakan integrasi vertikal. Ketika industri sedang mengalami siklus bisnis yang
ditandai dengan semakin banyaknya perusahaan kecil yang out of business, rasio konsentrasi
industri akan meningkat padahal kejadian tersebut bukan diakibatkan tingkat persaingan yang
cenderung kurang sehat melainkan murni karena faktor siklus bisnis.
Ukuran perusahaan yang diestimasi berdasarkan jumlah pekerja (SIZE) berpengaruh
positif dan signifikan. Penjelasan yang bisa digunakan akan serupa dengan temuan Santosa
(2011) dimana perusahaan-perusahaan yang melakukan integrasi vertikal adalah perusahaan
yang mempunyai jumlah pekerja yang cukup besar untuk mengadopsi strategi pertumbuhan
dalam rangka mencapai keunggulan biaya. Selain itu, Siregar (2013) juga menilai bahwa
tenaga kerja berpengaruh positif dalam penciptaan nilai tambah industri pengolahan kakao di
Indonesia sehingga kenaikan jumlah pekerja akan meningkatkan nilai tambah industri ini.
Kenyataannya, hasil estimasi ukuran rata-rata perusahaan (AVFMSZ) untuk
mengukur pengaruh skala ekonomi terhadap derajat integrasi vertikal berpengaruh negatif dan
signifikan. Temuan ini sesuai dengan hipotesis awal sehingga dapat dikatakan bahwa insentif
untuk integrasi vertikal ditiadakan oleh kuatnya skala disekonomis, yang mendukung
argumentasi Bhuyan dan lainnya (sebagai contoh Aulia, 2005) bahwa skala disekonomis
dapat menjadi faktor yang membatasi derajat integrasi vertikal.
Fluktuasi permintaan (DEMFLUC) berpengaruh positif dan signifikan mempengaruhi
derajat integrasi vertikal sehingga mengindikasikan bahwa pengaruh ketidakpastian
permintaan output akan mendorong perusahaan-perusahaan untuk melakukan strategi
integrasi vertikal untuk mengamankan pasokan input. Temuan pengaruh fluktuasi permintaan
juga didukung oleh temuan pada variabel pertumbuhan permintaan (GROWTH).
Pertumbuhan permintaan berpengaruh negatif dan namun hal ini tidak signifikan terhadap
derajat integrasi vertikal.
Ekspor bahan baku (EKSPOR) berupa biji kakao berpengaruh positif dan signifikan.
Temuan ini sesuai dengan hipotesis awal yang menandakan bahwa perusahaan-perusahaan
berupaya mengamankan pasokan bahan baku sehingga ketika terjadi kenaikan ekspor dari
bahan baku berupa biji kakao, strategi integrasi vertikal menjadi pilihan dalam menghadapi
ketidakpastian bahan baku akibat penurunan ketersediaan stok bahan baku yang digunakan di
dalam negeri.
Biaya bahan baku total (BBHNBK) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
derajat integrasi vertikal. Temuan ini sesuai dengan hipotesis awal meskipun bertolak
belakang dengan argumentasi yang mengatakan bahwa ketika terjadi peningkatan biaya bahan
baku, perusahaan yang telah terintegrasi vertikal dengan derajat tertentu dapat memanfaatkan
Analisis integrasi..., Milson Febriyadi, FE UI, 2013
strategi integrasi vertikal untuk menghadapi tingginya biaya karena dapat mengoordinasikan
transaksinya secara internal. Argumentasi alternatif lain yang dapat menjelaskan temuan ini
adalah perusahaan mampu mencari sumber-sumber alternatif lain pengganti bahan baku yang
harganya sedang meningkat.
Tidak ada perbedaan signifikan antara derajat integrasi vertikal pada perusahaan
pengolahan kakao di Jawa dan luar Jawa. Meskipun demikian, subsektor industri bubuk
coklat (DUMSUB) memiliki derajat integrasi vertikal yang lebih rendah dan signifikan
dibandingkan derajat integrasi vertikal subsektor industri makanan dari coklat dan kembang
gula. Hal ini karena industri bubuk coklat merupakan subsektor industri yang berada pada
tahapan yang berbeda. Lebih dari itu, penting untuk diketahui bahwa industri makanan dari
coklat dan kembang gula mengedepankan kualitas cita rasa dan kandungan lemak yang
dipengaruhi oleh fermentasi biji kakao. Untuk menjamin bahwa input yang digunakan
memenuhi standar tertentu yang menghasilkan keunikan cita rasa produk olahannya,
perusahaan menggunakan integrasi vertikal sebagai pilihan strategi sehingga membuat derajat
integrasi vertikal perusahaan di sektor ini lebih tinggi dibandingkan dengan derajat integrasi
vertikal pada industri bubuk coklat.
Derajat integrasi vertikal berhubungan negatif dan signifikan terhadap rasio biaya
tambahan terhadap nilai penjualan. Temuan ini mengindikasikan bahwa pengaruh derajat
integrasi vertikal dapat dijelaskan oleh hipotesis teori efisiensi sebagaimana D’aveni dan
Ravenscraft (1994) yang menyatakan bahwa semakin tinggi derajat integrasi vertikal sebuah
perusahaan, biaya yang dikeluarkan akan semakin rendah.
Derajat integrasi vertikal berpengaruh negatif terhadap rasio biaya produksi terhadap
nilai penjualan. Temuan ini juga mendukung hipotesis efisiensi sebagaimana D’aveni dan
Ravenscraft (1994) dimana semakin tinggi derajat integrasi vertikal sebuah perusahaan,
semakin rendah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk bahan baku dan tenaga kerja
karena dengan integrasi vertikal, sebuah perusahaan dapat membagi peran dalam menanggung
biaya produksi di antara kedua perusahaan terkait sehingga menurunkan biaya penggunaan
fasilitas produksi. Lebih dari itu, Mpoyi dan Bullington (2005) menilai hubungan negatif
antara derajat integrasi vertikal dengan biaya produksi juga diakibatkan karena tingginya
biaya transaksi di pasar terbuka.
No Variabel R-square Prob-chi2
Terikat Koefisien Prob Koefisien Prob
1. Overhead Cost/Sales -0.5051 0.0000 -0.8449 0.193 0.0506 0.0014
2. Production Cost/Sales -0.3793 0.0000 -0.707 0.075 0.0847 0.0000
3. Other Selling Expense/Sales 0.03697 0.0000 -0.1885 0.0000 0.1386 0.0000
Derajat Integrasi Vertikal Market Share
Analisis integrasi..., Milson Febriyadi, FE UI, 2013
Derajat integrasi vertikal berhubungan positif terhadap rasio biaya penjualan lain-lain
terhadap nilai penjualan. D’aveni dan Ravenscraft (1994) juga mengakui bahwa terkadang
ketika perusahaan berada dalam lingkungan industri yang tidak pasti, dalam konteks
menghadapi gejolak permintaan dan ketidakpastian permintaan dan pasokan input, dan
memutuskan menerapkan strategi integrasi vertikal, perusahaan tersebut juga mungkin akan
menambah jumlah pekerja untuk memonitor, memperoleh dan menyimpulkan informasi
lingkungan pasar sehingga pengeluaran untuk upah tenaga kerja nonproduksinya meningkat
ketika perusahaan tersebut melakukan integrasi vertikal. Hal ini juga yang ditemukan di
industri pengolahan kakao di Indonesia dimana ketika terjadi fluktuasi permintaan atau
ketidakpastian informasi di pasar, perusahaan akan meningkatkan upah tenaga kerja
nonproduksi karena mereka harus bekerja lebih untuk memberikan informasi dan
memutuskan jumlah dan waktu produksi.
6. Kesimpulan
Faktor-faktor seperti rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar, ukuran rata-rata
perusahaan, fluktuasi permintaan output, biaya bahan baku, ekspor bahan baku, dan faktor
subsektor industri dapat mempengaruhi derajat integrasi vertikal industri pengolahan kakao
Indonesia yang terbagi ke dalam dua subsektor industri secara signifikan. Terungkap juga
bahwa perusahaan-perusahaan yang beroperasi di dalam subsektor industri bubuk coklat
secara rata-rata memiliki derajat integrasi vertikal yang lebih rendah dibandingkan
perusahaan-perusahaan yang beroperasi di dalam subsektor industri makanan dari coklat dan
kembang gula. Selain itu, terungkap bahwa tidak ada cukup alasan untuk menilai perusahaan-
perusahaan yang berada di Jawa memiliki derajat integrasi vertikal yang secara rata-rata lebih
tinggi dibandingkan perusahaan yang berada di luar Jawa. Secara keseluruhan dapat
disimpulkan bahwa integrasi vertikal yang digunakan dalam industri pengolahan kakao
didorong oleh motif biaya transaksi yang tergambar dari variabel-variabel yang digunakan
dalam penelitian ini.
Derajat integrasi vertikal secara umum terbukti berbanding terbalik dengan rasio-rasio
biaya perusahaan sehingga mengindikasikan bahwa strategi integrasi vertikal terbukti
menciptakan efisiensi struktur biaya perusahaan. Hanya rasio pengeluaran untuk tenaga kerja
nonproduksi saja yang berkorelasi positif terhadap derajat integrasi vertikal. Oleh karena itu,
temuan-temuan ini semakin memperjelas bahwa strategi integrasi vertikal memang didorong
oleh faktor biaya transaksi.
Analisis integrasi..., Milson Febriyadi, FE UI, 2013
7. Saran
Untuk penelitian selanjutnya yang membahas topik integrasi vertikal, sangat
disarankan menggunakan unit analisis keterkaitan antar industri dan pengukuran derajat
integrasi vertikal dengan metode Davies dan Morris (1995). Hal ini dimaksudkan untuk
mengisi kekosongan analisis integrasi vertikal antarindustri di Indonesia yang sejauh
penelusuran literatur hingga skripsi ini diterbitkan, belum pernah ada yang menggunakan
desain penelitian semacam itu.
Strategi integrasi vertikal telah diatur dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Bagian 8 pasal 14.
Meskipun demikian, bukan berarti bahwa strategi integrasi vertikal tidak diperkenankan sama
sekali bagi sebuah perusahaan. Esensi dari regulasi tersebut lebih menekankan pada dampak
dari integrasi vertikal yang memicu persaingan usaha tidak sehat. Oleh karena itu, dengan
mempertimbangkan hasil penelitian ini, pemerintah dapat mempertimbangkan beberapa hal
seperti rasio konsentrasi industri, pertumbuhan permintaan output perusahaan, dan pengaruh
dari derajat integrasi vertikal tersebut terhadap struktur biaya perusahaan untuk menilai
apakah memang tindakan integrasi vertikal tersebut semata-mata merupakan strategi untuk
menciptakan efisiensi biaya atau memang didorong untuk menciptakan persaingan usaha yang
tidak sehat.
8. Kepustakaan
Aladdin, Yuri Alfrin. (2007). Profil Pasar Komoditi Kakao Uni Eropa dan Peluang Ekspor
Kakao Indonesia. Tesis. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok.
Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia (2007). Kiat Memperkokoh Agribisnis Kakao
Indonesia. Penulis.
Atikah, Fitri. (2008) Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Integrasi Vertikal
Industri Mobil di Indonesia. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Aulia, Ando Fahda. (2005). Analisis Pengaruh Konsentrasi Pasar terhadap Integrasi Vertikal
di Industri Manufaktur Indonesia: Pengujian Hipotesis Stigler. Tesis. Magister
Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Badan Pusat Statistik Indonesia. (2004). Indeks Harga Perdagangan Besar Indonesia 2000-
2004. Jakarta: BPS.
(2005). Indeks Harga Perdagangan Besar Indonesia. Jakarta: BPS.
Analisis integrasi..., Milson Febriyadi, FE UI, 2013
(2006). Indeks Harga Perdagangan Besar Indonesia. Jakarta: BPS.
Belleflamme, Paul., & Peitz, Martin. (2010). Industrial Organization Markets and
Strategies. Cambridge: Cambridge University Press.
Bhuyan, S. (2002). Impact of vertical mergers on industry profitability: An empirical
evaluation. Review of Industrial Organization, 20(1), 61-79. Retrieved from
http://search.proquest.com/ docview /209863103? Accounted = 17242
(2005). An empirical evaluation of factors determining vertical integration
in U.S. food manufacturing industries. Agribusiness, 21(3), 429-429. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/197391280? Accounted=17242
Carlton, Denis W., Perloff, Jeffrey M. (2005). Modern Industrial Organization.
Pearson/Addison-Wesley
Daniyati, Anastasia P.R. (2007). Variabel-Variabel Pengaruh Performa Industri Pengolahan
Kakao. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok.
Davies, S.W., Morris, C. (1995). A New Index of Vertical Integration: Some Estimates for
UK Manufacturing. International Journal of Industrial Organization, 13, 151-177.
D’aveni, R.,A., & Ravenscraft, D. J. (1994). Economies of integration versus
bureaucracy costs: Does vertical integration improve performance? Academy of
Management Journal,37(5), 1167-1167. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/199808352?accountid=17242
Fanani, Zaenal. (2009). Analisis Integrasi Vertikal Industri Pakaian Jadi (Garmen) di
Indonesia dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Gujarati, Damodar N. (2003). Basic Econometrics (4th
ed.). Boston: McGraw-Hill.
International Cocoa Organization. (2009). Annual Report.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. (2009). Background Paper Kajian Industri dan
Perdagangan Kakao. Penulis.
Matsubayashi, Nobuo. (2007). Price and quality competition: The effect of differentiation
and vertical integration. European Journal of Operational Research, Volume 180,
Issue 2,16 July 2007, Pages 907-921.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0377221706002864
Mpoyi, R. T., & Bullington, K. E. (2004). Performance implications of changing vertical
integration strategies. American Business Review, 22(1), 93-101. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/216289593? accountid =17242
Analisis integrasi..., Milson Febriyadi, FE UI, 2013
Nachrowi, Nachrowi D., & Usman, Hardius. (2006). Pendekatan Populer dan Praktis
Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Nasrudin, Rus’an., Rizal, Husnul., & Setiawan, Imam. (2011). Analisis Data Panel PLS,
Fixed, dan Random Effects. Materi dipresentasikan di Departemen Ilmu Ekonomi
FEUI 2011.
Nugrahandita, C.E. (2007). Analisis Tingkat Integrasi Vertikal pada Industri Mie Instan di
Indonesia. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Nurdiyani, Fitri. (2007). Analisis Dampak Rencana Penerapan Pungutan Ekspor Kakao
Terhadap Integrasi Pasar Kakao Indonesia. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Pusat Data dan Informasi Kementerian Perindustrian Indonesia. (2007). Gambaran Sekilas
Industri Kakao. Penulis.
Ruky, Ine S.(2007). Ekonomi Industri Lanjutan: Kuliah 1-2. Materi dipresentasikan dalam
kuliah Ekonomi Industri Lanjutan 2011.
Santosa, A. Rachman. (2011). Analisa Integrasi Vertikal Industri Tepung Terigu Indonesia
Tahun 2001-2008. skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok.
Siregar, M. Aravano (2013). Determinan Nilai Tambah Industri Pengolahan Kakao
Indonesia: 1990-2008. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok.
Sulistyowati, H. (2008). Analisis Integrasi Vertikal pada Industri Minyak Goreng Sawit di
Indonesia dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Skripsi. Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suwardi, Akbar. (2011). Modul Stata: Tahapan dan Perintah (Syntax) Data Panel (Edisi
2011). Depok: Laboratorium Komputasi Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Warganegara, Akmal R.P. (2009). Kebijakan Pajak dan Kemampuan Bertahan Perusahaan:
Studi Kasus Industri Pengolahan Kakao Indonesia Tahun 2002-2006. Skripsi.
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok.
Widodo, Liliek. (2000). Analisis Daya Saing Kakao dan Kakao Olahan Indonesia. Tesis.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Depok.
Analisis integrasi..., Milson Febriyadi, FE UI, 2013
Recommended