View
221
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
WAY KETEGUHAN BANDAR LAMPUNG
Maisal Mustapa
Mahasiswa Pascasarjana Magister Teknik Sipil Universitas Lampung
mustapa.maisal@gmail.com
Abstract
Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan kualitas air sungai berdasarkan baku mutu air. Kualitas
air sungai diukur dan diamati pada enam titik sampel yang terdiri dari tiga titik pada Sungai Way Keteguhan 1 dan tiga titik pada Sungai Way Keteguhan 3 Kota Bandar Lampung. Parameter yang
diukur dan diamati adalah DO, BOD, COD, NH3-N, TSS, pH, dan Suhu. Analisis yang digunakan
adalah Indeks Pencemaran (IP) sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 dan analisis DOE Water Quality Index (WQI). Berdasarkan hasil analisis Indeks
Pencemaran (IP) Sungai Way Keteguhan 1 termasuk katagori Cemar Ringan (1≤IP<5) dengan nilai IP
tertinggi yaitu 1,976, dan pada Sungai Way Keteguhan 3 adalah Cemar Sedang (5≤IP<10) dengan nilai IP tertinggi yaitu 5,873. Sedangkan berdasarkan hasil analisis dengan DOE-WQI, Sungai Way
Keteguhan 1 masuk dalam katagori Tercemar Ringan atau Kelas III (61≤WQI<80) dengan nilai
tertinggi adalah 75,91. Sedangkan pada Sungai Way Keteguhan 3 adalah Sangat Tercemar atau Kelas
IV (0≤WQI<40) dengan nilai tertinggi adalah 39,21. Indeks Pencemaran (IP) menyatakan bahwa semakin tinggi nilai IP maka kualitas air semakin menurun, sedangkan semakin tinggi nilai WQI maka
kualitas air semakin meningkat. Adapun Usaha untuk menangulangi pencemaran air sungai pada DAS
Way Keteguhan adalah melalui strategi pengendalian pencemaran.
Kata Kunci: Daerah Aliran Sungai, Indeks Pencemaran, Water Quality Index, dan Pengendalian
Pencemaran.
I. PENDAHULUAN
Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan merupakan salah satu Daerah Aliran Sungai
(DAS) di Kota Bandar Lampung dengan aktivitas manusia yang berpotensi pada
pengerusakan lingkungan sumber daya air. Perubahan tata guna lahan yang menjadi areal
pemukiman memberikan sumbangan polutan terhadap sungai, adanya Tempat Pembuangan
akhir (TPA) Sampah di Kelurahan Bakung juga membuat kenberlanjutan dari sungai pada
DAS Way Keteguhan semakin memprihatinkan, daerah komersil seperti pertokoan dan pasar
memberikan kontribusi polutan baik itu polutan cair atau padatan seperti sampah organik dan
anorganik, polutan-polutan tersebut akan menjadi beban pencemar bagi sungai sehingga
sungai tidak bisa berfungsi sebagai water supply, keindahan atau tempat rekreasi dan akan
menjadi permasalahan dikemudian hari. Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi kualitas air sungai pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan
berdasarkan penggunaan lahan dan parameter-parameter air bersih.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang merupakan salah
satu DAS pada DAS di Kota Bandar Lampung. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar
1. Adapun waktu penelitian telah dilakukan pada bulan Desember 2013 dan Januari 2014,
yaitu bertepatan pada musim penghujan.
2
Gambar 1. Lokasi Titik Sampling
Pada penelitian ini dilakukan beberapa tahap untuk dapat mendiskripsikan tujuan dari
penelitian, tahapan penelitian yang akan dilakaukan adalah sebagai berikut :
1. Investigasi Peruntukan Lahan
Investigasi peruntukan lahan dilakukan melalui pengamatan langsung di lokasi studi,
tujuan dari investigasi ini adalah untuk mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan
sumber pencemar pada Sungai Way Keteguhan 1 dan 3. Dalam penelitian ini hasil
investigasi meliputi lokasi Pemukiman, Industri dan daerah Komersial yang diduga
menjadi sumber pencemar bagi sungai terdekat.
2. Estimasi Beban Pencemaran
Estimasi beban pencemaran di lakukan untuk memperkirakan limbah cair yang di
keluarkan oleh daerah pemukiman, industri, dan daerah komersil. Untuk limbah domestik
yang berasal dari pemukiman dilakukan melalui pemetaan secara umum (generalisasi)
yang dapat dilihat pada Tinjauan Pustaka, begitu pula dengan daerah komersilnya.
3. Penentuan Titik Sampling Kualitas Air
Pengambilan sampel air untuk pengujian dilakukan pada titik sampling yang akan
ditentukan. Titik sampling ditetapkan berdasarkan pertimbangan kondisi aktual dan
sumber polutan (Purposif Sampling). Pengambilan sampel dilakukan pada hulu sungai,
daerah antara hulu dan hilir sungai, dan hilir sungai.
4. Pengukuran dan Perhitungan Debit Harian Sungai
Pengukuran debit di lokasi penelitian dengan cara menghayutkan pelampung (bola tenis),
mengukur kecepatan bola pada sepanjang jarak 10 meter, dan melakukan pengukuran luas
penampang basah sungai, sehingga didapat data Jarak (s), Waktu (t) dan kecepatan (v)
=waktu
Jarak, dan Luas Penampang Basah (A) serta k adalah koefisien pelampung.
Q = v . A . k ....................................................................................................................(1)
Way Keteguhan 1
Way Keteguhan 3
3
Adapun nilai koefisien Pelampung dapat ditentukan dari persamaan YB Prancis
(Karama, 1996) :
)1,01.(116,01 k ...........................................................................................(2)
Sedangkan d
h ..........................................................................................................(3)
Dengan h = kedalaman pelampung sampai dasar
d = Kedalaman air sungai dari permukaan ke dasar
Perhitungan debit di lokasi penelitian diperlukan untuk menghitung beban pencemaran
pada Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 sehingga diketahui besaran beban
Pencemaran yang dilepaskan pada Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3.
5. Perhitungan Tingkat Pencemaran Sungai
Air yang dijadikan sampel akan dilakukan pengujian untuk mengetahui kualitasnya
dengan memperhitungkan kadar kandungan zat-zat yang menentukan acuan dalam
menentukan indeks kualitas air. Pengujian akan dilakukan di Unit Laboratorium.
Parameter uji meliputi Disolved Oxygen (DO), Biological Oxygen Demand (BOD),
Chemical Oxygen Demand (COD), Nitrogen Amonia (NH3-N), Total Suspended Solid
(TSS), dan derajat keasaman (pH) dengan pengambilan sampel sebanyak 3 kali (29
Desember 2013, 5 Januari 2014 dan 12 Januari 2014).
6. Penganalisisan Indeks Pencemaran (IP) dan Water Quality Index (WQI)
Hasil data sampel akan dianalisis melalui perhitungan Beban Pencemaran Sungai (BPS)
dengan tujuan untuk mengetahui jumlah konsentrasi pencemar yang terakumulasi pada air
sungai.
Beban pencemaran dapat dihitung dengan persamaan 2 (Marganof, 2007)
sebagai berikut :
xQsxfCsBPS j)( .........................................................................................................(4)
Keterangan :
BPS = Beban Pencemaran Sungai (Kg/hari)
(Cs)j = Kadar terukur sebenarnya unsur pencemar (mg/L)
Qs = Debit air sungai (m3/hari)
f = faktor konversi = 001,01
1000
000.000.1
13
m
literx
mg
kg
Analisis Water Quality Index (WQI) dan Pollution Index (PI)/ Indeks Pencemaran (IP)
dilakukan untuk mendeskripsikan kualitas air sungai, untuk analisis indeks pencemaran
(IP) dan analisis Water Quality Index (WQI).
Rumus perhitungan indeks pencemaran adalah:
4
2
)/()/( 22
RMj
LijCiLijCiPI
...................................................................................(5)
Perhitungan besarnya nilai WQI adalah sebagai berikut :
)(12,0)(16,0)(15,0)(16,0)(19,0)(22,0 pHxSSxANxCODxBODxDOxWQI
...…………………………………………………………………………...(6)
Keterangan:
SIDO = Sub-Index DO
SIBOD = Sub-Index BOD
SICOD = Sub-Index COD
SIAN = Sub-Index NH3-N
SISS = Sub-Index SS
SIpH = Sub-Index pH
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan
Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan memiliki Luas 588,8 Ha. Sungai yang
mengalir pada DAS ini terdapat dua sungai, yaitu Sungai Way Keteguhan 1 dan Way
Keteguhan 3. Panjang Sungai Way Keteguhan 1 adalah 6,24 km dan Sungai Way
Keteguhan 3 adalah 5,78 km. Secara administratif, wilayah yang masuk ke dalam DAS
Way Keteguhan adalah Kecamatan Teluk Betung Barat (TBB) dan Teluk Betung Timur
(TBT) yang merupakan hasil pemekaran Kecamatan Teluk Betung Barat pada tahun 2012.
Teluk Betung Barat (TBB) memiliki lima kelurahan dengan jumlah penduduk tahun 2013
sebesar 28.443 Jiwa. Tiga dari Kelurahan tersebut terletak pada Daerah Aliran Sungai
(DAS) Way Keteguhan dengan jumlah penduduk ketiga kelurahan tersebut sebesar 18.934
jiwa. Sedangkan Kecamatan Teluk Betung Timur (TBT) memiliki enam Kelurahan
dengan jumlah penduduknya pada tahun 2013 sebesar 38.470 jiwa, dengan 25.398 jiwa
tersebar pada tiga Kelurahan yang terletak pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Way
Keteguhan.
B. Sumber Pencemaran Pada DAS Way Keteguhan
Pada DAS Way Keteguhan, terdapat dua sungai yang bermuara pada Teluk Lampung,
yaitu Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3. Berdasarkan investigasi peruntukan lahan
dapat diidentifikasi sumber pencemaran pada DAS Way Keteguhan, sebagaimana dapat
terlihat pada Gambar 2. Sumber Pencemaran Way Keteguhan 1 pada bagian hulu
merupakan akibat dari erosi lahan kosong dan pemukiman penduduk pada Kelurahan
Sukarame II. Pada bagian sebelum hilir, sumber pencemaran didominasi dari limbah
domestik (limbah rumah tangga) yang didapat dari kontribusi Kelurahan Negeri Olok
Gading, dan sebagian dari Kelurahan Kota Karang. Bagian hilir Sungai Way Keteguhan 1,
pencemaran diakibatkan dari Pasar atau pertokoan (Kelurahan Purwata dan Kota Karang)
serta dari pemukiman padat pada Kelurahan Purwata.
5
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah membentang hampir menuju daerah hulu
sungai, TPA terletak pada Kelurahan Bakung dengan sistem pembuangan sampah terbuka
(Open Dumping). Limbah cair sampah (lindi) dapat dipastikan ikut mengalir pada Sungai
Way Keteguhan 3, indikasi visual terletak pada warna air yang menghitam dan berbau.
Gambar 2. Sumber Pencemaran Sungai Way Keteguhan 1 dan 3
C. Hasil Pengujian Sampel
1. Konsentrasi oksigen terlarut / Dissolved Oxygen (DO)
Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang
bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah
tercemar. Pengukuran DO juga bertujuan melihat sejauh mana badan air mampu
menampung biota air seperti ikan dan mikroorganisme. Hasil pengamatan dan
pengukuran parameter oksigen terlarut dapat dilihat pada Tabel 1.
Pada Tabel 1, terlihat nilai DO berkisar antara 6,20 mg/L–6,90 mg/L untuk Sungai
Way Keteguhan 1 terbilang baik (kelas 1), sedangkan untuk Sungai Way Keteguhan 3
masih dalam baku mutu kelas II dengan kisaran 4,1 sampai 5,20 mg/L. DO mengalami
penurunan pada sampel daerah antara hulu dan hilir Sungai Way Keteguhan 1 dan
Sungai Way Keteguhan 3 (WK 1 PS dan WK 3 PS) dan peningkatan kembali pada
daerah hilir. Penurunan nilai DO disebabkan oleh debit yang rendah pada daerah
antara hulu dan hilir sungai sehingga konsentrasi zat pencemar meningkat dan DO
menurun.
6
Tabel 1. Hasil Pengukuran Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)
No Tanggal
Titik Pengambilan Sampel (Mg/L)
WK 1
Hulu
WK
1 PS
WK 1
Hilir
WK 3
Hulu
WK 3
PS
WK 3
Hilir
1 29 Desember 2013 6,30 6,20 6,80 5,30 4,25 5,10
2 5 Januari 2014 6,50 6,40 6,90 5,00 4,10 4,90
3 12 Januari 2014 6,70 6,30 6,70 5,10 4,40 5,20
Baku Mutu (PP No.82 Tahun 2001)
Kelas I 6
Kelas II 4
Kelas III 3
Kelas IV 0
2. Konsentrasi Biological Oxygen Demand (BOD)
BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam
lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada
dalam air menjadi karbondioksida dan air.
Tabel 2. Hasil Pengukuran BOD (Biological Oxygen demand)
No Tanggal
Titik Pengambilan Sampel (Mg/L)
WK 1 Hulu
WK 1 PS
WK 1 Hilir
WK 3 Hulu
WK 3 PS
WK 3 Hilir
1 29 Desember 2013 10,90 10,75 13,10 21,30 30,70 18,60
2 5 Januari 2014 10,70 10,25 11,75 22,60 30,75 19,10
3 12 Januari 2014 10,40 10,20 12,40 21,70 31,05 19,25
Baku Mutu (PP No.82 Tahun 2001)
Kelas I 2
Kelas II 3
Kelas III 6
Kelas IV 12
Jumlah mikroorganisme dalam air lingkungan tergantung pada tingkat kebersihan air.
Air yang bersih relatif mengandung mikroorganisme lebih sedikit dibandingkan
7
yang tercemar. Air yang telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptik
atau bersifat racun, seperti fenol, kreolin, detergen, asam sianida, insektisida dan
sebagainya, jumlah mikroorganismenya juga relatif sedikit. Sehingga makin besar
kadar BOD nya, maka merupakan indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar.
Hasil pengukuran BOD dapat dilihat pada Tabel 2 menunjukan bahwa pada Sungai
Way Keteguhan 1, kenaikan BOD terjadi dari hulu hingga hilir, kenaikan BOD pada
Sungai Way Keteguhan 1 sudah di atas baku mutu Air kelas III yang disarankan
berdasarkan PP No. 82 tahun 2001, peningkatan nilai BOD ini mengindikasikan
kualitas air sungai Way Keteguhan mengalami penurunan.
Sedangkan untuk Sungai Way Keteguhan 3 BOD lebih tinggi dibandingkan dengan
Sungai Way Keteguhan 1, bahkan nilai BOD melebihi Baku Mutu kelas III. BOD
tertinggi pada titik sampel daerah antara hulu dan hilir Sungai Way Keteguhan 3 (WK
3 PS), hal ini dikarenakan sumber polutan bukan saja dari daerah hulu (TPA Bakung)
tapi juga dari daerah pemukiman sekitar yang membuang limbah domestik langsung
ke sungai, sedangkan bagian hilir BOD mengalami penurunan. Penurunan BOD
disebabkan meningkatnya debit sungai yang berdampak pada volume air yang
bertambah akibat adanya saluran-saluran drainase, sehingga debit yang meningkat
mempengaruhi pengenceran konsentrasi zat pencemar.
3. Konsentrasi Chemical Oxygen Demand (COD)
Tabel 3. Hasil Pengukuran COD (Chemical Oxygen demand)
No Tanggal
Titik Pengambilan Sampel (Mg/L)
WK 1
Hulu
WK 1
PS
WK 1
Hilir
WK 3
Hulu
WK 3
PS
WK 3
Hilir
1 29 Desember 2013 44 44 48 72 80 56
2 5 Januari 2014 40 41 46 73 80 58
3 12 Januari 2014 39 42 47 73 83 58
Baku Mutu (PP No.82 Tahun 2001)
Kelas I 10
Kelas II 25
Kelas III 50
Kelas IV 100
Hasil pengukuran COD dapat dilihat pada Tabel 3 menunjukan tingkat COD pada
Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 terbilang tinggi, bahkan untuk Sungai
Way Keteguhan 3 tidak memasuki batas dari baku mutu kelas II. Nilai COD tertinggi
pada Sungai Way Keteguhan 3 dengan lokasi daerah antara hulu dan hilir sungai (WK
3 PS) dan terindikasi pencemaran berat. Peningkatan COD akibat dari
terkonsentrasinya sejumlah polutan pada daerah tersebut akibat debit yang rendah.
8
Sesuai baku mutu II untuk nilai COD pada perairan tidak tercemar yaitu kurang dari
20 mg/L. Hal ini berarti Sungai Way Keteguhan 1 dan Sungai Way Keteguhan 3 telah
tercemar, dengan Sungai Way Keteguhan 3 tergolong sangat tercemar.
4. Konsentrsi Amonia (NH3-N)
Pengaruh pH terhadap toksisitas amonia ditunjukkan dengan keadaan pada kondisi pH
rendah akan bersifat racun bila jumlah amonia banyak, sedangkan pada pH tinggi,
hanya dengan jumlah amonia yang rendahpun sudah akan bersifat racun. Toksisitas
amonia juga tergantung dari jumlah amonia yang masuk dalam sel tumbuhan atau
hewan. Hasil pengukuran Amonia pada Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan
3 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Pengukuran Amonia (NH3-N)
No Tanggal
Titik Pengambilan Sampel (Mg/L)
WK 1
Hulu
WK
1 PS
WK 1
Hilir
WK 3
Hulu
WK 3
PS
WK 3
Hilir
1 29 Desember 2013 0,3 0,5 0,3 10 5 7
2 5 Januari 2014 0,2 0,3 0,3 12 6 8
3 12 Januari 2014 0,2 0,5 0,4 12 7 8
Baku Mutu (PP No.82 Tahun 2001)
Kelas I 0,5
Kelas II -
Kelas III -
Kelas IV -
Pada Tabel 4, menunjukan bahwa Amonia pada Sungai Way Keteguhan 1 hampir
semua memasuki batas mutu Kelas 1 yaitu kurang dari 0,5 mg/L, namun untuk Sungai
Way Keteguhan 3, nilai amonia terlampau tinggi, dengan indikator visual dari bau dan
warna gelap pada airnya. Amonia tinggi pada Way Keteguhan 3, didapat dari limbah
cair sampah pada TPA Bakung yang meresap melalui tanah dan mengalir pada hulu
Sungai Way Keteguhan 3. Nilai amonia terbilang tinggi dari Hulu Way Keteguhan 3
hingga Hilir Sungai, bahkan menuju muara di Teluk Lampung ammonia masih tinggi
jika dilihat dari warna air dan bau.
Amonia tertinggi pada bagian hulu Sungai way Keteguhan 3, karena bagian hulu
hampir berdekatan dengan TPA Bakung yang dimungkinkan adanya kebocoran
membran penampung sampah. Sedangkan bagian sumber pencemar mengalami
penurunaan akibat pengenceran karena volume air yang bertambah dari drainase
pemukiman, dan limbah domestik. Pada hilir sungai terjadi peningkatan akibat dari
pemukiman kumuh pada daerah hilir dengan sanitasi penduduk yang buruk.
9
5. Konsentrasi Total Suspended Solid (TSS)
Total Suspeded Solid memberikan kontribusi untuk kekeruhan (turbidity) dengan
membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di perairan, tetapi nilai
kekeruhan tidak dapat dikonversi ke nilai TSS. Kekeruhan adalah kecenderungan
ukuran sampel untuk menyebarkan cahaya. Sementara hamburan diproduksi oleh
adanya partikel tersuspensi dalam sampel. Hasil pengukuran TSS dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Pengukuran Total Suspended Solid (TSS)
No Tanggal
Titik Pengambilan Sampel (Mg/L)
WK 1
Hulu
WK 1
PS
WK 1
Hilir
WK 3
Hulu
WK 3
PS
WK 3
Hilir
1 29 Desember 2013 56 54 60 68 95 60
2 5 Januari 2014 50 49 56 69 97 67
3 12 Januari 2014 51 49 57 69 100 57
Baku Mutu (PP No.82 Tahun 2001)
Kelas I 50
Kelas II 50
Kelas III 400
Kelas IV 400
TSS pada Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 umumnya tidak memasuki
baku mutu PP No. 82 Tahun 2001 untuk kelas I dan Kelas II. TSS daerah hulu Sungai
Way Keteguhan 1 akibat kontribusi dari Lahan kosong yang tererosi oleh air hujan
sehingga menghasilkan endapan-endapan pada hulu sungai yang terus mengalir ke
bagian hilir Sungai Way Keteguhan 1, sedangkan pada bagian hilir, TSS disumbang
pula oleh sedimen dari drainase kota yang melalui pertokoan dan pasar serta dari
daerah pemukiman. TSS terbesar pada Way Keteguhan 3 yang terletak pada daerah
antara hulu dan hilir (WK 3 PS), sumber TSS didapat dari hulu Sungai Way
Keteguhan 3 dan dari drainase pemukiman yang padat serta limbah domestik
masyarakat.
Walaupun TSS tidak bersifat racun namun, dengan semakin membesarnya nilai TSS
berarti semakin terhalang penetrasi cahaya yang masuk ke sungai tersebut, oleh karena
itu hubungan antara TSS dan kecerahan akan menunjukkan hubungan yang
berbanding terbalik dimana TSS semakin tinggi maka kecerahan semakin
berkurang. Nilai TSS umumnya semakin rendah ke arah laut. Hal ini disebabkan
padatan tersuspensi tersebut disupply oleh daratan melalui aliran sungai.
6. Derajat Keasaman (pH)
Derajat Keasaman (pH) digunakan untuk mengukur asam atau basa suatu cairan dalam
hal ini air Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 yang dapat dilihat pada
Tabel 6.
10
Tabel 6. Hasil Pengukuran Derajat Keasaman (pH)
No Tanggal
Titik Pengambilan Sampel
WK 1
Hulu
WK
1 PS
WK 1
Hilir
WK 3
Hulu
WK 3
PS
WK 3
Hilir
1 29 Desember 2013 6,82 7,04 7,05 8,25 8,25 8,16
2 5 Januari 2014 6,95 7,05 7,05 8,25 8,15 8,15
3 12 Januari 2014 7,01 7,01 7,05 8,15 8,05 8,01
Baku Mutu (PP No.82 Tahun 2001)
Kelas I 6 - 9
Kelas II 6 - 9
Kelas III 6 - 9
Kelas IV 5 - 9
Pada Sungai Way Keteguhan 1 pH terukur berkisar 6,82 – 7,05 dan masih dalam batas
mutu air kelas II, fluktuasi pH pada Sungai Way Keteguhan 1 dipengaruhi adanya
buangan limbah domestik dari pemukiman padat, drainase kota, buangan dari pasar
dan pertokoan. Fluktuasi pH pada Sungai Way Keteguhan 3, besarnya pH berkisar
8,01 – 8,25. Fluktuasi yang terjadi diakibatkan oleh limbah cair sampah (lindi) TPA
Bakung dan limbah domestik pemukiman padat dan pemukiman kumuh pada daerah
hilirnya. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 maka jika dilihat dari pH terukur, maka
Sungai Way Keteguhan 3 masih dalam batas baku mutu air yaitu baku mutu kelas I,II,
dan III.
7. Temperatur/Suhu
Suhu atau temperatur memegang peranan penting dalam berbagai aktivitas kimia dan
fisika perairan. Aktivitas kimia dan fisika seringkali mengalami peningkatan dengan
naiknya suhu. Karama (1996) menyatakan bahwa tingkat oksidasi senyawa organik
jauh lebih besar pada suhu tinggi dibanding pada suhu rendah. Hasil pengukuran
suhu/temperatur dapat dilhat pada Tabel 7.
Suhu air di Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 bervariasi, kisaran suhu
pada Sungai Way Keteguhan 1 adalah 27,10 oC sampai 27,50
oC, sedangkan pada
Sungai Way Keteguhan 3 antara 27,80 oC sampai dengan 28,70
oC. Suhu air di sungai
lebih bervariasi hal ini dipengaruhi oleh luas permukaan dan volume airnya. Pada
sungai yang memiliki volume air yang besar dapat ditemukan suhu vertikal. Kisaran
suhu terbesar terdapat pada permukaan perairan dan akan semakin kecil mengikuti
kedalaman.
Keadaan suhu alami memberikan kesempatan bagi ekosistem untuk berfungsi secara
optimum. Banyak kegiatan hewan air dikontrol oleh suhu, misalnya: migrasi,
pemangsaan, kecepatan berenang, perkembangan embrio dan kecepatan proses
metabolisme. Oleh sebab itu, perubahan suhu yang besar pada ekosistem perairan
dianggap merugikan. Dari hasil pegukuran suhu maka Sungai Way Keteguhan 1 dan
Way Keteguhan 3 masih kisaran suhu optimum, yaitu 20oC – 30
oC, hal ini berarti
11
Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 masih menunjang pertumbuhan
fitoplankton (Efendi, 2003).
Tabel 7. Hasil Pengukuran Temperatur/Suhu (oC)
No Tanggal
Titik Pengambilan Sampel (oC)
WK 1 Hulu
WK 1 PS
WK 1 Hilir
WK 3 Hulu
WK 3 PS
WK 3 Hilir
1 29 Desember 2013 27,30 27,50 27,10 28,10 28,60 27,80
2 5 Januari 2014 27,30 27,50 27,30 28,10 28,70 28,10
3 12 Januari 2014 27,10 27,20 27,20 28,10 28,40 27,90
Baku Mutu (PP No.82 Tahun 2001)
Kelas I 20 oC – 30
oC
Kelas II 20 oC – 30
oC
Kelas III 20 oC – 30
oC
Kelas IV 20 oC – 30
oC
D. Perhitungan dan Analisis Debit Sungai
Debit air merupakan ukuran banyaknya volume air yang dapat lewat dalam suatu tempat atau yang
dapat ditampung dalam suatu tempat tiap satu satuan waktu. Tabel 8 menunjukan hasil
perhitungan debit rata-rata sungai pada Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3.
Tabel 8. Perhitungan Debit Air Rata-rata Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3
No Titik Sampel Luas (A) Kecepatan (V) Koefisien Debit
(m2) (m/s) Pelampung (m
3/s)
1 WK 1 Hulu 0,853 0,417 0,902 0,320
2 WK 1 PS 1,365 0,167 0,900 0,205
3 WK 1 Hilir 3,760 0,119 0,898 0,402
4 WK 3 Hulu 0,510 0,455 0,904 0,209
5 WK 3 PS 1,070 0,132 0,100 0,127
6 WK 3 Hilir 2,860 0,125 0,040 0,364
Berdasarkan perhitungan debit yang dilakukan, terdapat perbedaan debit pada hulu, titik sumber
pencemar dan hilir Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3. Pada daerah hulu debit lebih
12
tinggi dibandingkan daerah sumber pencemar, tetapi mengalami peningkatan kembali pada bagian
hilirnya. Debit sebesar 0,320 m3/s pada hulu Sungai Way keteguhan 1 terjadi pada lebar sungai 2,6
meter dengan kedalaman air tertinggi 0,45 meter. Sedangkan pada daerah antara hulu dan hilir (daerah pemukiman) Sungai Way keteguhan 1 debit mengalami penurunan sebesar 0,205 m
3/s
dengan lebar sungai 3,4 meter dan kedalam air tertinggi terukur 0,55 meter, peningkatan debit
kembali pada daerah hilir sebesar 0,402 m3/s untuk lebar sungai bagian hilir adalah 4,1 meter
dengan kedalaman air mencapai ketinggian 1,2 meter.
Perbedaan besarnya debit juga terjadi pada Sungai Way Keteguhan 3. Bagian hulu sebesar 2,09
m3/s dengan lebar sungai 2,1 meter dan kedalaman air adalah 0,3 meter, sedangkan pada bagian
titik sumber pencemarnya (daerah pemukiman) debit juga mengalami penurunan sebesar 0,127
m3/s dengan lebar sungai terukur 3,4 m dan kedalaman air 0,4 meter. Pada hilir Sungai Way
Keteguhan 3 debit juga mengalami peningkatan sebesar 0,364 m3/s pada lebar sungai 3,3 meter
pada kedalaman air terukur 1,2 meter. Peningkatan dan penurunan debit Sungai Way Keteguhan 1
dan Way Keteguhan 3 dipengaruhi oleh kemiringan sungai, lebar sungai, kecepatan sungai serta
kondisi cuaca (musim penghujan atau musim kemarau). Besar kecilnya debit yang dihasilkan juga berpengaruh pada konsentrasi bahan pencemar, semakin meningkatnya debit akan berbanding
terbalik dengan konsentrasi bahan pencemar karena adanya proses pengenceran. (Yuliastuti, 2011)
Pada Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 debit sungai mempengaruhi konsentrasi zat pencemar, meningkatnya zat pencemar BOD, COD dan penurunan DO pada daerah antara hulu
dan hilir Sungai Way Keteguhan 1 dan way Keteguhan 3 (WK 1 PS dan WK 3 PS) terjadi pada
debit yang rendah. Sedangkan penurunan nilai BOD, COD dan peningkatan nilai DO pada hulu dan hilir Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 sebanding dengan adanya peningkatan
debit sungai tersebut, penurunan zat pencemar akibat adanya pengenceran polutan pada daerah
tersebut.
E. Analisis Beban Pencemaran
Berdasarkan persamaan (4), maka didapat hasil perhitungan beban pencemaran Sungai Way
Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 seperti pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Perhitungan Beban Pencemaran Sungai di DAS Way Keteguhan
No Sampel Debit BOD COD NH3-N TSS
(m3/Hari) (mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L)
1
WK 1 Hulu 27.648,00 10,67 41,00 0,23 52,33
Beban Pencemaran
(Kg/Hari) 294,91 1.133,57 6,45 1.446,91
2
WK 1 PS 17.712,00 10,40 42,33 0,43 50,67
Beban Pencemaran
(Kg/Hari) 184,20 749,81 7,68 897,41
3
WK 1 Hilir 34.732,80 12,42 47,00 0,33 57,67
Beban Pencemaran
(Kg/Hari) 431,27 1.632,44 11,58 2.002,92
4
WK 3 Hulu 18.057,60 21,87 72,67 11,33 68,67
Beban Pencemaran
(Kg/Hari) 394,86 1.312,19 204,65 1.239,96
13
5
WK 3 PS 10.972,80 30,83 81,00 6,00 97,33
Beban Pencemaran
(Kg/Hari) 338,33 888,80 65,84 1.068,02
6
WK 3 Hilir 31.449,60 18,98 57,33 7,67 61,33
Beban Pencemaran
(Kg/Hari) 597,02 1.803,11 241,11 1.928,91
Dari Tabel 9, pada Sungai Way Keteguhan 1, Beban pencemaran Sungai tertinggi akibat Total
Suspended Solid (TSS) yang mengalir dari hulu ke hilir yaitu mencapai 2.002,92 Kg/hari sehingga menyebabkan tingkat kekeruhan pada sungai ini tinggi hal ini disebabkan oleh erosi pada lahan
kosong pada daerah hulunya yang menyumbang TSS sebesar 1.239,96, disamping itu beban
pencemaran COD pun terbilang tinggi yaitu sebesar 1.632,44 Kg/hari.
Tabel 10. Limbah Cair Pemukiman pada DAS Way Keteguhan
No. Titik Sampel Penduduk Debit Limbah Cair
Pemukiman
WK 1 Hulu (Jiwa) (m3/hari) (m3/Hari)
1 Kel. Sukarame II 4.234
27.648,00 3.984,12 2 Kel.Bakung 3.596
3 Kel. Olok gading 6.399
Jumlah 14.229
WK 1 PS
1 Kel.Keteguhan 1.446
17.712,00 1.900,64 2 Kel. Purwata 5.342
Jumlah 6.788
WK 1 Hilir
1 Kel.Keteguhan 1.289
34.732,8 3.317,72 2 Kel. Kota Karang 9.560
Jumlah 11.849
WK 3 Hulu
1 Kel. Sukarame II 2.165
18.057,6 1.899,24 2 Kel.Bakung 2.567
3 Kel. Keteguhan 2.051
14
Jumlah 6.783
WK 3 PS
1 Kel.Keteguhan 3.520 10.972,80 985,60
Jumlah 3.520
WK 3 Hilir
1 Kel.Keteguhan 2.190 31.449,60 613,20
Jumlah 2.190
Pada Sungai Way Keteguhan 3, Total Suspended Solid (TSS) pun mengalami peningkatan dari
hulu ke hilir, pada daerah hilir mencapai 1.928,91 Kg/Hari yang tampak secara visual warna air berwarna gelap (hitam) akibat dari limbah TPA pada bagian hulu yang menyumbang beban
pencemaran TSS sebesar 1.239,96 Kg/Hari. Adapun tingginya Amonia (NH3-N) sebesar 204,65
Kg/hari pada daerah hulu dan hilir sungai sebesar 241,11 Kg/hari menyebabkan bau yang menyengat pada sungai tersebut. Berdasarkan Tabel 18, limbah cair domestik pada Sungai Way
Keteguhan 1 didominasi dari limbah cair dari pemukiman Kelurahan Sukarame II, Kelurahan
Bakung, dan Kelurahan Olok Gading yaitu sebesar 3.984,12 m3/hari. Untuk Sungai Way
Keteguhan 3, limbah cair domestik sebesar 1.899,24 m3/hari dari kontribusi limbah domestik
pemukiman Kelurahan Sukarame II, Kelurahan Bakung dan Kelurahan Keteguhan.
Banyaknya limbah cair pemukiman/domestik terutama yang tanpa pengelolaan akan sebanding dengan meningkatnya Beban Pencemaran pada Sungai Way Keteguhan 1 dan Sungai Way
Keteguhan 3. Sehingga usaha pengelolaan limbah cair domestik perlu dilakukan untuk
mempertahankan kualitas air sungai yang sesuai standar baku mutu yang telah ditetapkan.
F. Analisis Daya Tampung Beban Pencemaran (DTBP)
Daya Tampung Beban Pencemaran (DTBP) atau Beban Harian Maksimum Total (Total Maximum
Daily Load) pada sungai di Way Keteguhan didapat dari hasil pengurangan Beban Pencemaran
sesuai baku mutu yang ditetapkan terhadap beban pencemran terukur. Beban Pencemaran pada Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 menggunakan Baku Mutu kelas III berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001. Hasil perhitungan Daya Tampung Beban
Pencemaran Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran pada Sungai
Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3.
No Sampel Debit BOD COD NH3-N TSS
(m3/Hari) (mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L)
1
WK 1 Hulu 27648 10.67 41 0.23 52.33
DTBP (Kg/Hari) -129,022 248,83 7,374 9.612,29
2
WK 1 PS 17712 10.4 42.33 0.43 50.67
DTBP (Kg/Hari) -77,928 135,79 1,176 6.187,39
15
3
WK 1 Hilir 34732.8 12.42 47 0.33 57.67
DTBP (Kg/Hari) -222,873 104,2 5,786 11.890,2
4
WK 3
Hulu 18057.6 21.87 72.67 11.33 68.67
DTBP (Kg/Hari) -286,514 -409,31 -195,621 5.983,08
5
WK 3 PS 10972.8 30.83 81 6 97.33
DTBP (Kg/Hari) -272,493 -340,16 -60,354 3321.1
6
WK 3 Hilir 31449.6 18.98 57.33 7.67 61.33
DTBP (Kg/Hari) -408,322 -230,63 -225,385 10.650,93
Pada Sungai Way Keteguhan 1 masih terdapat kelebihan beban pencemaran BOD, dan tertinggi pada bagian hilir sungai yang mencapai pada nilai 222,873 Kg/hari, kelebihan beban tersebut
disebabkan meningkatnya mikroorganisme pengguna oksigen pada Sungai Way Keteguhan 1
akibat dari sanitasi daerah pemukiman yang buruk. Sehingga penanganan limbah domestik menjadi fokus utama pada Sungai Way Keteguhan 1.
Pada Sungai Way Keteguhan 3, kelebihan beban pencemaran terdapat pada konsentrasi BOD, COD, dan NH3-N, kelebihan beban pencemaran BOD tertinggi terdapat pada hilir yaitu sebesar
408,322 Kg/hari akibat akumulasi dari beban pencemaran dari daerah hulu dengan sumber
pencemar TPA Bakung dan daerah pemukiman kumuh dan padat (tanpa septic tank) pada daerah
hilirnya. Kelebihan beban pencemaran COD hampir merata dari hulu sampai hilir, penyebabnya sama dengan peningkatan konsentrasi BOD, yaitu limbah TPA dan limbah cair domestik. Adanya
bau tidak sedap pada Sungai Way Keteguhan 3 sejalan dengan peningkatan amonia nitrat (NH3-
N), peningkatan tertinggi pada daerah hilir yaitu sebesar 225,385 Kg/hari. Untuk permasalahan mendasar pada Sungai Way Keteguhan 3 ini terletak pada TPA Bakung dan limbah cair domestik,
sehingga upaya pengelolaan TPA Bakung dan limbah domestik dari areal pemukiman perlu
dilakukan.
G. Analisis Pollution Index (PI ) / Indeks Pencemaran
Pengelolaan kualitas air atas dasar Indeks Pencemaran (IP) dapat memberikan masukan pada pengambilan keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan. Perhitungan
Indeks Pencemaran pada Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3. Tujuan perhitungan
Indeks Pencemaran (IP) adalah untuk menentukan tingkat pencemaran dari Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 akibat pemanfaatan lahan pada Daerah aliran Sungai (DAS)
Way Keteguhan, Kota Bandar lampung. Pada titik sampel Way Keteguhan 1 Hulu (WK 1 Hulu),
IP tertinggi sebesar 1,689 yang terjadi pada pengambilan sampel tanggal 29 Desember 2013, sedangkan Way Keteguhan 1 antara hulu dan hilir (WK 1 PS), IP tertinggi sebesar 1,6004 pada
pengambilan sampel tanggal 12 Januari 2014.
Pada Sungai Way Keteguhan 1 Hilir (WK 1 Hilir) IP tertinggi didapat sebesar 1.976 pada pengambilan sampel tanggal 29 Desember 2014, besarnya melebihi standar (IP > 1)
menunjukan adanya parameter yang tidak masuk baku mutu air yang distandarkan oleh pada PP.
No 82 Tahun 2001 yaitu kelas air golongan III. Berdasarkan Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup (Kepmen LH) No. 115 Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air, maka Sungai Way
Keteguhan 1 dari daerah hulu hingga hilirnya termasuk katagori Cemar Ringan (1 ≤ IP <5),
pendiskripsiannya dapat dilihat pada Tabel 20.
16
Tabel 12. Pendiskripsian nilai Indeks Pencemaran (IP) Pada Way Keteguhan 1 dan way
Keteguhan 3.
29 Desember 2013
Sampel PI Deskripsi
WK 1 Hulu 1,689 Cemar Ringan
WK 1 PS 1,684 Cemar Ringan
WK 1 Hilir 1,976 Cemar Ringan
WK 3 Hulu 5,584 Cemar Sedang
WK 3 PS 4,594 Cemar Ringan
WK 3 Hilir 4,998 Cemar Ringan
5 Januari 2014
Sampel PI Deskripsi
WK 1 Hulu 1,651 Cemar Ringan
WK 1 PS 1,593 Cemar Ringan
WK 1 Hilir 1,805 Cemar Ringan
WK 3 Hulu 5,873 Cemar Sedang
WK 3 PS 4,845 Cemar Ringan
WK 3 Hilir 5,209 Cemar Sedang
12 Januari2014
Sampel PI Deskripsi
WK 1 Hulu 1,606 Cemar Ringan
WK 1 PS 1,600 Cemar Ringan
WK 1 Hilir 1,897 Cemar Ringan
WK 3 Hulu 5,860 Cemar Sedang
WK 3 PS 5,054 Cemar Sedang
WK 3 Hilir 5,198 Cemar Sedang
Sedangkan berdasarkan nilai Indeks Pencemran (IP) untuk Sungai Way Keteguhan III, IP untuk daerah hulu (WK 3 Hulu) tertinggi mencapai nilai IP sebesar 5,873 terjadi pada pengambilan
sampel tanggal 5 Januari 2014, dan termasuk kategori Cemar Sedang (5 ≤ IP <10), untuk bagian
antara hulu dan hilir ( WK 3 PS) nilai IP terbesar terjadi pada tanggal 12 Januari 2014 yaitu sebesar 5,054 dan termasuk kategori Cemar Sedang, adapun untuk bagian hilir IP dengan katagori
Cemar Sedang juga terjadi pada pengambilan sampel tanggal 5 Januari 2014 yaitu sebesar 5,209.
Tingginya IP pada Way Keteguhan 3 akibat parameter amonia (NH3-N) yang terlampau tinggi dari
batas yang diizinkan.
PI tinggi pada daerah hulu Sungai Way Keteguhan 1 hal ini disebabkan oleh limbah domestik dan
erosi pada lahan kosong. Penurunan pada daerah antara hulu dan hilir (WK 1 PS) terjadi akibat adanya pengenceran yang disebabkan oleh peningkatan debit pada musim penghujan, sedangkan
17
peningkatan tertinggi terjadi pada daerah hilir, hal ini disebabkan oleh limbah dari hulu sungai
serta adanya input limbah dari sumber lain seperti drainase atau saluran pembuang dari pertokoan
dan pasar. Pada Sungai Way Keteguhan 3, nilai PI tertinggi justru pada daerah hulu, peningkatan PI ini dipengaruhi oleh peningkatan konsentrasi sumber pencemar yang berasal dari TPA Bakung,
dan mengalami penurunan sampai daerah hilir Sungai way Keteguhan 3, namun penurunan nilai
PI masih terbilang tinggi (tercemar sedang), sehingga perlu adanya upaya pengendalian pencemaran pada Sungai way Keteguhan 3.
H. Analisis DOE-Water Quality Index (DOE-WQI)
Jika berdasarkan hasil analisis beberapa parameter yang terpisah seperti analisis DO, BOD, COD,
NH3-N, TSS, pH, serta suhu, maka hasil yang diperoleh akan bervariasi, sehingga hal ini justru
sangat menyulitkan untuk mendeskripsikan bagaimana kualitas air pada masing-masing titik pengamatan. Oleh karena itu diperlukan perhitungan yang dapat menentukan kelas dari air
berdasarkan keenam parameter air tersebut.
Tabel 13. Nilai WQI pada Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3.
Titik Sampel SIDO SIBOD SICOD SIAN SISS SIpH WQI
29 Desember 2013
WK 1 Hulu 91,04 58,21 49,86 69,00 69,57 99,07 72,44
WK 1 PS 90,16 58,72 49,86 63,08 70,38 99,25 71,60
WK 1 Hilir 94,79 51,23 46,56 69,00 67,99 99,22 71,17
WK 3 Hulu 18,49 31,34 30,38 0,00 64,97 87,02 35,72
WK 3 PS 17,49 16,89 26,13 0,00 56,05 87,02 30,65
WK 3 Hilir 19,11 36,97 40,52 0,00 67,99 88,54 39,21
5 januari 2014
WK 1 Hulu 91,04 58,89 53,37 79,50 72,04 99,55 75,15
WK 1 PS 90,16 60,43 52,47 69,00 72,46 99,22 73,56
WK 1 Hilir 95,00 55,42 48,19 69,00 69,57 99,22 72,53
WK 3 Hulu 18,49 28,90 29,82 0,00 64,61 87,02 35,11
WK 3 PS 17,30 16,83 26,13 0,00 55,46 88,70 30,70
WK 3 Hilir 18,49 35,86 39,12 0,00 65,34 88,70 38,24
12 Januari 2014
WK 1 Hulu 91,04 59,91 54,28 79,50 71,62 99,69 75,91
WK 1 PS 90,16 60,61 51,59 48,00 72,46 99,33 70,05
WK 1 Hilir 95,00 53,37 47,37 58,50 69,17 99,22 69,96
18
WK 3 Hulu 18,49 30,57 29,82 0,00 64,61 88,70 35,63
WK 3 PS 17,30 16,47 24,66 0,00 54,59 90,26 30,45
WK 3 Hilir 18,49 35,54 39,12 0,00 69,17 90,86 39,05
Departemen of Environmental of Water Quality Index (WQI) merupakan formula yang bisa
menentukan kondisi kualitas air yang bisa menjadi acuan untuk peruntukan sungai. Hasil perhitungan WQI untuk Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3 dapat dilihat pada Tabel
13. Dari hasil perhitungan WQI maka hasil yang didapat untuk masing-masing titik pengamatan
bervariasi, hal ini berkaitan dengan kadar pencemarannya, namun hasil tidak terlalu berbeda untuk
satu titik pengamatan dengan waktu pengambilan sample yang berulang. Adanya peningkatan nilai Water Quality Index (WQI) untuk titik pengamatan pada hulu Sungai Way Keteguhan 1 (WK
1 Hulu) yaitu mencapai 75,91. Sedangkan untuk titik pengamatan pada antara hulu dan hilir ( WK
1 PS) dan hilir Sungai Way Keteguhan 1 (WK 1 Hilir) mengalami peningkatan pada pengambilan sampel minggu kedua, tetapi mengalami penurunan pada minggu ketiga yaitu masing-masing
bernilai 70,05 dan 69,96, hal ini dikarenakan adanya peningkatan dari nilai COD dan TSS pada
daerah pengamatan tersebut akibat kontribusi dari limbah domestik dan drainase kota. Dari nilai Water Quality Index (WQI) tersebut maka Sungai Way Keteguhan 1 dari hulu sampai hilir sungai
termasuk katagori Tercemar Ringan (61≤WQI≤80), pendiskripsian Water Quality Indeks yang
dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Pendiskripsian WQI Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3.
9 Desember
2013
Sampel WQI Kelas Deskripsi
WK 1 Hulu 72,44 III Sedikit Tercemar
WK 1 PS 71,60 III Sedikit Tercemar
WK 1 Hilir 71,17 III Sedikit Tercemar
WK 3 Hulu 35,72 V Sangat Tercemar
WK 3 PS 30,65 V Sangat Tercemar
WK 3 Hilir 39,21 V Sangat Tercemar
5 Januari
2014
Sampel WQI Kelas Deskripsi
WK 1 Hulu 75,15 III Sedikit Tercemar
WK 1 PS 73,56 III Sedikit Tercemar
WK 1 Hilir 72,53 III Sedikit Tercemar
WK 3 Hulu 35,11 V Sangat Tercemar
WK 3 PS 30,70 V Sangat Tercemar
WK 3 Hilir 38,24 V Sangat Tercemar
12 Januari
2014
Sampel WQI Kelas Deskripsi
WK 1 Hulu 75,91 III Sedikit Tercemar
WK 1 PS 70,05 III Sedikit Tercemar
19
WK 1 Hilir 69,96 III Sedikit Tercemar
WK 3 Hulu 35,63 V Sangat Tercemar
WK 3 PS 30,45 V Sangat Tercemar
WK 3 Hilir 39,05 V Sangat Tercemar
Tabel 14, untuk Sungai Way Keteguhan 3 mengalami fluktuasi, namun peningkatan dan penurunan tak terlalu jauh, untuk hulu Sungai Way Keteguhan 3 (WK 3 Hulu), nilai WQI terbesar
yaitu 35,72 terjadi pada waktu pengambilan sample minggu pertama (29 Desember 2013), dan
untuk daerah antara hulu dan hilir (WK 3 PS) sebesar 30,70 pada minggu kedua pengambilan
sampel (5 januari 2014), sedangkan untuk daerah hilir Sungai Way Keteguhan 3 (WK 3 Hilir) mencapai 39,62 pada minggu pertama pengambilan sampel. Dari Tabel 22 tampak pendiskripsian
untuk Sungai Way Keteguhan 3, yaitu Sangat Tercemar / 0≤WQI≤40 (Kelas V) hal ini
dikarenakan tingginya parameter seperti Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxgen Demand (COD), Amonia (NH3-N) dan Total Suspended Solid (TSS) yang diatas batas ambang
izin.
Tampak terlihat adanya trend penurunan nilai WQI dari daerah hulu sampai daerah hilir yang
berarti adanya penurunan kualitas air, hal ini disebabkan oleh beban pencemaran daerah hilir yang
terbilang tinggi akibat limbah dari daerah hulu sungai, pemukiman setempat, limbah dari daerah
pertokoan, pasar dan drainase jalan, berdasarkan nilai WQI, kondisi Sungai Way Keteguhan 1 dari daerah hilir dan hulu masuk dalam kels III atau tercemar ringan. Sedangkan pada Sungai Way
Keteguhan 3, trend penurunan terletak pada daerah setelah hulu, atau daerah antara hulu dan hilir
(WK 3 PS) dan mengalami peningkatan kembali pada daerah hilir, namun nilai WQI pada Sungai Way Keteguhan 3 masih dalam katagori tercemar berat (kelas IV), sehingga sangat diperlukan
pengendalian pencemaran pada Sungai Way Keteguhan 3.
Jika diperhatikan PI dan WQI, maka tidak terdapat begitu banyak perbedaan terhadap
pendiskripsian kualitas air pada Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3. PI dan WQI
sama-sama menyatakan penurunan kualitas air dari hulu sampai hilir untuk Sungai Way
Keteguhan 1 dengan pendiskripsian cemar ringan (Pollution Index/PI) dan tercemar ringan (Water Quality Index/WQI). Perbedaan pendiskripsian PI dan WQI terletak pada Sungai Way Keteguhan
3, berdasarkan PI, daerah hulu Sungai Way Keteguhan 3 (WK 3 Hulu) merupakan daerah dengan
nilai IP terbesar, sehingga dideskripsikan menjadi daerah dengan kondisi kualitas air yang paling rendah, sedangkan jika berdasarkan WQI, maka daerah pada Sungai Way Keteguhan 3 yang
menjadi daerah dengan kondisi kualitas air terendah adalah daerah antara hulu dan hilir (WK 3
PS).
Perbedaan ini tidak terlalu signifikan, karena berdasarkan pendiskripsian PI dan WQI, kualitas air
pada Sungai Way Keteguhan 3 adalah cemar sedang (PI) dan tercemar berat (WQI), yang berarti
kualitas air Sungai Way Keteguhan 3 di bawah kualitas air Sungai Way Keteguhan 1, baik dari besaran nilai ataupun pendiskripsian kualitasnya. Perbedaan hasil pendiskripsian Pollution Index
(PI) dan DOE Water Quality Index (WQI) disebabkan oleh perbedaan dalam penggunaan
parameter kualitas air pada masing-masing rumus tersebut. PI memberikan keleluasaan dalam pemilihan parameter-parameter penentu kualitas air, parameter yang digunakan merupakan
parameter bebas yang menggambarkan jika parameter tersebut meningkat maka kualitas air
menurun atau sebaliknya. Jumlah parameter kualitas air yang digunakan pada PI tidak pernah
dibatasi, sehingga semakin banyak parameter yang digunakan maka keakuratan hasil semakin baik namun tidak menjamin kualitas air semakin baik atau semakin buruk.
Rumus Pollution Index (PI) juga tidak memiliki batasan nilai, PI mendekati angka nol akan dianggap mendekati baku mutu air, tetapi jika semakin jauh dari angka tersebut maka kualitas air
semakin menurun, semakin jauh nilai PI yang dihasilkanpun tidak bisa dibatasi atau diketahui
angka maksimalnya. Nilai PI sangat bergantung pada standar baku mutu yang digunakan,
20
penggunaan baku mutu air yang berbeda berpengaruh pada besar kecilnya PI sehingga dapat
dikatakan baku mutu air yang disyaratkan merupakan permasalahan mendasar dalam
pendiskripsian kualitas air menggunakan rumus Polution Index (PI). Kelonggaran dari baku mutu air yang disyaratkan oleh Pemerintah justru akan menimbulkan permasalahan dalam pengendalian
pencemaran karena nilai TSS yang besar pada baku mutu kelas III yaitu 400 mg/L merupakan
suatu celah bagi sumber pencemar terutama industri untuk membuang limbahnya tanpa adanya penggelolaan terlebih dahulu karena secara visual TSS mendekati 100 mg/L sudah berwarna
gelap.
Sedangkan pada DOE Water Quality Index (WQI) hanya menggunakan enam parameter wajib yaitu DO, BOD, COD, NH3-N, TSS dan pH. DOE WQI tidak memrlukan parameter-parameter
penentu kualitas air yang lain karena rumus yang digunakan hanya berkaitan dengan keenam dari
parameter-parameter tersebut. Nilai WQI memiliki batasan yang jelas yaitu berkisar angka nol dan 100. Semakin tinggi nilai WQI atau mendekatai 100 maka kualitas air semakin baik begitu juga
sebaliknya. DOE WQI tidak mengacu pada baku mutu yang ada sehingga pendiskripsian kualitas
air tertinggi adalah katagori “bersih” bukan masuk “baku mutu” seperti PI syaratkan.
I. Strategi Penanggulangan Pencemaran Pada Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan
3.
Pada strategi penanggulangan pencemaran harus diketahui terlebih dahulu sumber dari
pencemaran Sungai. Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, sumber pencemaran sungai disebabkan oleh Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Bakung, TPA Bakung
menerima sampah hampir 750 ton/hari. Sampah-sampah tersebut kontribusi dari daerah
pemukiman Kota Bandar Lampung, daerah industri, pasar dan pertokoan di sekitar Kota Bandar Lampung, selain TPA bakung, limbah rumah tangga juga menjadi sumber pencemar pada sungai
di DAS Way Keteguhan Bandar Lampung.
Limbah tersebut berupa limbah organik, meliputi limbah dari makhluk hidup (misalnya kotoran
hewan dan manusia seperti tinja (feaces) mengandung mikroba potogen, air seni (urine) umumnya mengandung Nitrogen dan Posfor), sisa makanan, kertas, kardus, karton, air cucian, minyak
goreng bekas dan lain-lain. Limbah ini ada yang mempunyai daya racun yang tinggi, misalnya:
sisa obat, baterai bekas, dan air aki. Limbah tersebut tergolong (B3) yaitu bahan berbahaya dan beracun, sedangkan limbah air cucian, limbah kamar mandi, dapat mengandung bibit-bibit
penyakit atau pencemar biologis seperti bakteri, jamur, virus, dan sebagainya. Pemukiman di
daerah DAS Way Keteguhan menghasilkan limbah organik dan anorganik, berdasarkan pengertian
secara kimawi, limbah anorganik tidak mengandung unsur karbon, limbah-limbah ini tidak memiliki unsur karbon sehingga tidak dapat diurai oleh mikro organisme. Di daerah penelitian
umumnya limbah anorganik dalam bentuk padat (sampah).
Limbah padat organik yang didegradasi oleh mikroorganisme akan menimbulkan bau yang tidak
sedap (busuk) akibat penguraian limbah tersebut menjadi yang lebih kecil yang disertai dengan
pelepasan gas yang berbau tidak sedap. Limbah organik yang mengandung protein akan menghasilkan bau yang tidak sedap (lebih busuk) karena protein yang yang mengandung gugus
amin itu akan terurai menjadi gas ammonia. Dampak dalam kesehatan yaitu dapat menyebabkan
dan menimbulkan penyakit, potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan seperti penyakit
diare dan tifus, penyakit ini terjadi karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan yang tidak tepat.. Aktivitas pertokoan dan pasar menjadi penyumbang pencemaran pada bagian
hilir Sungai Way Keteguhan, limbah organik dan anorganik dari aktivitas tersebut ikut terbawa
oleh aliran air drainase. Sedangkan pada musim daerah lahan kosong pada hulu sungai rentan terhadap erosi, sehingga erosi lahan kosong ikut terbawa aliran permukaan menuju hulu sungai
dan menyebabkan tingginya Total Suspended Solid pada sungai di DAS Way Keteguhan.
Pengendalian/penanggulangan pencemaran air di Indonesia telah diatur melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran
21
Air. Secara umum hal ini meliputi pencemaran air baik oleh instansi ataupun non-instansi. Salah
satu upaya serius yang telah dilakukan Pemerintah dalam pengendalian pencemaran air adalah
melalui Program Kali Bersih (PROKASIH). Program ini merupakan upaya untuk menurunkan beban limbah cair khususnya yang berasal dari kegiatan usaha skala menengah dan besar, serta
dilakukan secara bertahap untuk mengendalikan beban pencemaran dari sumber-sumber lainnya.
Program ini juga berusaha untuk menata pemukiman di bantaran sungai dengan melibatkan masyarakat setempat.
Pada prinsipnya ada dua usaha untuk menanggulangi pencemaran, yaitu penanggulangan secara
non-teknis dan secara teknis. Penanggulangan secara non-teknis yaitu suatu usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan dengan cara menciptakan peraturan perundangan yang dapat
merencanakan, mengatur dan mengawasi segala macam bentuk kegiatan industri dan teknologi
sehingga tidak terjadi pencemaran. Peraturan perundangan ini hendaknya dapat memberikan gambaran secara jelas tentang kegiatan industri yang akan dilaksanakan, misalnya meliputi
AMDAL, pengaturan dan pengawasan kegiatan dan menanamkan perilaku disiplin. Sedangkan
penanggulangan secara teknis bersumber pada perlakuan industri dan rumah tangga terhadap perlakuan buangannya, misalnya dengan mengubah proses, mengelola limbah atau menambah alat
bantu yang dapat mengurangi pencemaran.
Ada beberapa usaha yang perlu dilakukan untuk mengurangi tingkat pencemaran air sungai pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, antara lain :
1. Meningkatkan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran air pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan.
Kegiatan inventarisasi berupa pengumpulan data informasi sumber-sumber pencemar pada
Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3, pengumpulan data harus berkesinambungan, dan terus menerus untuk mendapatkan informasi dalam jangka waktu yang lama, karena
perkembangan sumber pencemar akan semakin berubah akibat adanya pemanfaatan lahan, dan
kondisi sosial ekonomi masyarakat. Inventarisasi dilakukan dengan tujuan untuk
mengkarakteristikan aliran pencemaran dalam lingkungan wilayahnya (Yuliastuti, 2011).
Selain kegiatan inventarisasi, perlu juga dilakukan usaha pengidentifikasian sumber
pencemaran air, pengelompokan serta pemetaan kondisi dan lokasinya. Pada Sungai Way Keteguhan 1 selama ini sumber pencemaran akibat dari limbah domestik pemukiman padat
dan areal komersial atau pasar di bagian hilir, sedangkan pada Way Keteguhan 3, sumber
pencemar akibat dari kegiatan di TPA Bakung dan limbah domestik dari pemukiman sekitarnya hingga hilir sungai. Menurut Yuliastuti (2011), berdasarkan Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. 1 Tahun 2010 tentang tata laksana pengendalian pencemaran
Air meliputi: (1) Peta Dasar sebagai rujukan pemetaan lokasi sumber pencemar, (2) Lokasi
dan jenis kegiatan, bisa industri, pasar, pertokoan atau Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA), pertanian, peternakan, perikanan (3) Demografi/kependudukan serta distribusinya
untuk memetakan daerah pemukiman yang memberikan kontribusi pada pencemaran sungai
akibat limbah domestik, (4) Informasi pemetaan kahan, hidrologi dan sistem pembuangan limabah yang ada, (5) Kuantitas dan Kualitas air.
2. Meningkatkan Pengelolaan Limbah.
Permasalahan TPA Bakung harus mulai diminimalisir, Sistem Controlled Landfill dan
Sanitary Landfill harus mulai dipikirkan karena dengan metode Open Dumping
selama ini, umur operasi TPA yang sudah relatif singkat akan bertambah singkat, dan
justru akan menjadi ’bom waktu” dikemudian hari bagi Kota Bandar lampung
sedangkan lahan bertambah tahun akan semakin berkurang, ditambah lagi dengan
kontruksi talud yang rentan jebol serta membran yang mengalami kebocoran berakibat
pencemaran air lindi sampah pada sungai Way Keteguhan 3 dan berdampak pada
kesehatan, kondisi tempat tinggal masyarakat yang berbau serta pencemaran di muara
Teluk Lampung.
22
Pemerintah di Kota Bandar Lampung harus memperbaiki kondisi tersebut, mulai dari
berusaha melakukan beberapa terobosan, misalnya dengan memperkenalkan ide
pemilahan sampah, pengurangan sampah dari sumbernya, daur ulang, hingga ide
untuk mengkonversikan sampah menjadi salah satu sumber energi, ekonomi
masyarakat (Bank Sampah). Terobosan tersebut tidak akan sulit jika
diimplementasikan selaras dengan masalah kelembagaan dan kesiapan masyarakat
untuk melakukan perubahan kultur di bidang persampahan. Pengelolaan sampah pada
negara maju perlu dikaji di indonesia.
Pengelolaan limbah padat (sampah) di Jepang dilakukan di rumah, departement store, convenient store, dan supermarket juga menyediakan kotak-kotak sampah untuk tujuan
recycle (daur ulang). Kotak-kotak tersebut disusun berderet berderet di dekat pintu masuk,
kotak untuk botol beling, kaleng, botol PET. Bahkan di beberapa supermarket tersedia untuk
kemasan susu dan jus (yang terbuat dari kertas). Dalam kotak kemasan susu atau jus (umumnya terpisah), terdapat ilustrasi tentang cara menggunting dan melipat kemasan
sedemikian rupa sebelum dimasukkan ke dalam kotak. Proses daur ulang itu pun sebagian
besar dikelola perusahaan produk yang bersangkutan, dan perusahaan lain atau semacam yayasan untuk menghasilkan produk baru. Informasi tentang siapa yang akan mengelola
proses recycle juga tertulis dalam setiap kotak sampah.
Negara Belanda Kini di abad ke-21 menggunakan teknologi pembakaran sampah yang modern mulai diterapkan. Teknologi itu memungkinkan pembakaran tidak menimbulkan efek
sampingan yang merugikan kesehatan. Agar tujuan itu tercapai, sebelum dibakar sampah
mesti dipilah-pilah, bahkan sejak dari rumah. Hanya yang tidak membahayakan kesehatan
yang boleh dibakar. Sampah yang memproduksi gas beracun ketika dibakar harus diamankan dan tidak boleh dibakar. Selain bisa memusnahkan sampah, ternyata pembakaran itu juga
membangkitkan listrik. Sedangkan di Jerman terdapat perusahaan yang menangani kemasan
bekas (plastik, kertas, botol, metal dsb) di seluruh negeri, yaitu DSD/AG (Dual System Germany Co). DSD dibiayai oleh perusahaan-perusahaan yang produknya menggunakan
kemasan. DSD bertanggung jawab untuk memungut, memilah dan mendaur ulang kemasan
bekas.
Berbeda dengan kondisi Jerman 30 tahun silam, terdapat 50.000 tempat sampah yang tidak
terkontrol, tapi kini hanya 400 TPA (Tempat Pembuangan Akhir). 10-30 % dari sampah awal
berupa slag yang kemudian dibakar di insinerator dan setelah ionnya dikonversikan, dapat digunakan untuk bahan konstruksi jalan. Cerita menarik proses daur ulang ini datangnya dari
Passau Hellersberg adalah sampah organik yang dijadikan energi. Produksi kompos dan
biogas ini memulai operasinya tahun 1996. Sekitar 40.000 ton sampah organik pertahun selain menghasilkan pupuk kompos melalui fermentasi, gas yang tercipta digunakan untuk pasokan
listrik bagi 2.000 - 3.000 rumah.
Di Inggris, adanya City Council untuk kawasan perkotaan, dan ada juga Town Council untuk
kawasan kota dengan ukuran yang lebih kecil dan ada juga Village Councilatau Parish
Council. Di Inggris tiap-tiap rumah diwajibkan membayar pajak bumi dan bangunan juga,
sama seperti di Indonesia, yang disebut Council Tax. Yang berbeda kemungkinan hanya jumlahnya yang lebih mahal. Council Tax ini digunakan oleh pemerintah lokal setempat untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan lokal semacam perbaikan jalan, pemberian layanan dan
fasilitas umum, dan juga pengelolaan sampah.Konsepnya cukup sederhana. Dalam hal pengelolaan sampah, dari uang pajak yang kita bayar tiap bulan, oleh Council dibelanjakan.
Salah satunya adalah untuk pengadaan wheelie bin, atau “tempat sampah beroda”. Disebut
demikian karena memang ada rodanya, hingga mudah didorong ke mana-mana untuk
memperingan pekerjaan.
23
Gambar 3. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung
Untuk Permasalahan limbah pemukiman, usaha teknis bisa diterapakan jika dipandang perlu,
pengolahan limbah domestik dapat dilakukan melalui Instalasi Pengelolaan Limbah (IPAL), baik IPAL individual atau komunal. Usaha IPAL Komunal sangat cocok untuk mengurangi
limbah rumah tangga. Sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Litbang Departemen Pekerjaan
Umum untuk mendukung tugas dan fungsi Direktorat Jenderal di lingkungan Departemen PU, atas usulan dari Direktorat PLP Ditjen Cipta Karya, sebelum dilakukan pelaporan
pendahuluan, maka objek yang ada diganti dengan IPAL Sanimas. Instalasi Pengolahan Air
Limbah Komunal yang bertajuk Sanimas (Sanitasi Oleh Masyarakat). Sanimas ini diperkenalkan oleh Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Ditjen
Cipta Karya Departemen PU. Sanimas ini adalah sebuah inisiatif untuk mempromosikan
penyediaan prasarana dan sarana air limbah permukiman dengan pendekatan tanggap
kebutuhan.
Salah satu solusi dalam penyediaan prasarana dan sarana air limbah permukiman bagi
Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di lingkungan padat penduduk, kumuh, dan rawan sanitasi adalah dengan mempergunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal
yang terbukti dapat mengurangi/mereduksi air limbah dari permukiman sebelum masuk ke
badan air. Berdasarkan uraian tentang Sanimas dan permasalahan maka untuk mewujudjan IPAL Komunal perlu dilakukan suatu kajian sosial ekonomi untuk memetakan fakta sosial
ekonomi yang mempengaruhi keberhasilan penerapannya. Dengan kajian tersebut diharapkan
akan dirumuskan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan keberhasilan penerapan
program sanimas yang akan datang.
3. Menetapkan Daya Tampung Beban Pencemaran
Daya tampung pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk menerima
masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar. Pencemaran air
dapat terjadi adanya unsur/zat lain yang masuk kedalam air, sehingga menyebabkan kualitas
air menjadi turun. Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran merupakan strategi
penegendalian pencemaran air dengan kualitas air sebagai pendekatannya. Hal ini
24
bertujuan mengetahui batasan maksimal dari kemampuan air menerima beban pencemar dari sumber-sumber pencemar yang ada.
Menurut Yuliastuti (2011), hasil Daya tampung Beban Pencemaran dapat dipergunakan
sebagai bahan pertimbangan dan kebijakan dalam hal : (1) Menetapkan Tata Ruang, (2)
Memberikan izin usaha atau kegiatan yang mempengaruhi kualitas air baik secara
langsung maupun tidak langsung, (3). Memberikan izin lingkungan pembuangan air
limbah ke sumber air, (4). Digunakan sebagai dasar pengalokasian beban yang
diperbolehkan masuk ke sumber air dari berbagai sumber pencemar supaya tindakan
pengendalian yang tepat dapat dilaksankan sehungga baku mutu yang telah ditetapkan
dapat tercapai. Daya Tampung Beban Pencemaran juga dapat dijadikan sebagai bahan
rekomendasi peninjauan kembali Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dari
kegiatan suatu industri yang telah ada, jika industri tersebut telah melakukan pelanggaran
terhadap pencemaran air sungai. Selain itu, data Daya Dukung Beban Pencemaran yang
berkesinambungan bisa menjadi data untuk mengorientasikan kemungkinan besarnya
beban pencemaran di tahun-tahun berikutnya, sehingga akan mempermudah untuk pengendalian pencemaran di masa yang datang.
4. Meningkatkan Pengetahuan dan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengolahan Limbah.
Peran serta masyarakat membuka kemungkinan keputusan yang diambil didasarkan kebutuhan, prioritas dan kemampuan masyarakat. Hal ini akan dapat menghasilkan rancangan
rencana, program dan kebijaksanaan yang lebih realistis. Masyarakat diikutsertakan dalam
aktifitas pembangunan yang dapat menjamin penerimaan dan apresiasi yang lebih besar terhadap segala sesuatu yang dihasilkan. Pemerintah mungkin saja memberikan proyek untuk
meningkatkan suatu fasilitas umum. Namun meskipun fasilitas itu telah berdiri seringkali
tidak digunakan dengan efektif. Untuk itu masyarakat perlu diikutsertakan dalam pertemuan
membahas proyek, dengan memahami tujuan proyek masyarakat dapat memberikan umpan balik, yang akhirnya bisa menjadi suatu proyek yang betul-betul memenuhi keinginan mereka.
Skala prioritas masyarakat mungkin saja berbeda dari skala prioritas yang dimiliki oleh
perencana, walaupun masyarakat telah diberi informasi mengenai pilihan yang ada. (Widyasari, 2008).
Masyarakat memiliki kepekaan tentang apa yang bisa dijalankan dan apa yang akan mengalami hambatan. Disadari saat ini jika masyarakat diberi tanggungjawab dalam
pemeliharaan mereka seharusnya dilibatkan dalam perencanaan dan implementasi proyek.
Mereka harus membangun rasa kepemilikan dan mengetahui bahwa pemeliharaan tersebut
merupakan tanggung jawab masyarakat. Misalnya dalam hal pemilihan dan penetapan jenis prasarana lingkungan yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat, pada
umumnya akan memberikan pengaruh positif bagi pemanfaatannya agar langsung dirasakan
masyarakat, serta dapat merangsang tumbuhnya rasa ikut memiliki dari masyarakat pada akhirnya akan tumbuh kesadaran untuk memelihara, mengelola dan mengembangkan hasil-
hasil pembangunan berupa perbaikan prasarana dan fasilitas tersebut (Widyasari, 2008).
5. Meningkatkan Pengawasan Terhadap Pembuangan Air Limbah
Pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha atau kegiatan terhadap
ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundangundangan dibidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup merupakan salah satu tugas dan wewenang dari pemerintah daerah sesuai dengan amanat pasal 63 Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Nomor 32 tahun 2009. Dalam hal pengendalian pencemaran air limbah,
ketaatan yang dimaksud dalam hal ini adalah ketaatan terhadap izin pembuangan air limbah, ketaatan terhadap pemenuhan jadwal pemeriksaan contoh air limbah secara berkala, serta
ketaatan terhadap pemenuhan batasan beban dan konsentrasi baku mutu air limbah.
Pembinaan dan pengawasan dilakukan terhadap usaha atau kegiatan sebagai upaya peningkatan ketaatan akan perundang-undangan. Salah satu bentuk pembinaan dilakukan
melalui sosialisasi, bimbingan dan konsultasi, pendampingan teknis terhadap usaha atau
kegiatan, serta pemberian Surat Pemberitahuan. Pengawasan lingkungan dapat dilakukan
25
sebagai agenda rutin maupun sidak, prosesnya dapat melalui pemantauan, meminta
keterangan, memeriksa sampel serta mengevaluasi potensi sumber pencemar. (Yuliastuti,
2011)
6. Meningkatkan Pemantauan Kualitas Air Sungai
Pemantauan kualitas air sungai perlu dilakukan secara rutin, dan tidak dibatasi pada besar-kecil sungai atau ada dan tidak adanya sumber pencemar. Pemantauan yang dilakukan secara
menyeluruh berguna untuk strategi penanggulangan pencemaran dan usaha untuk memitigasi
pencemaran yang akan datang. Menurut Peraturan Menteri Linglungan Hidup N0. 01 Tahun
2010, pasal 31 ayat 3, pementauan kualitas air dilakukan paling sedikit satu kali dalam setiap enam bulan. Untuk Sungai Way Keteguhan 3 maka diperlukan pemantauan secara intensif
karena limbah TPA Bakung telah mencemari sungai dan udara (bau).
IV. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan 1 memiliki luas 588 Km2, sungai yang
mengalir pada DAS ini adalah Sungai Way Keteguhan 1 dan Sungai Way Keteguhan
3, yang keduanya bermuara pada Teluk Lampung. Panjang Sungai Way Keteguhan
1 adalah 6,24 Km dan Way Keteguhan 3 adalah 5,78 Km.
2. Lokasi pengambilan sampel diletakan pada tiga titik di masing-masing sungai, yaitu
pada hulu Sungai Way Keteguhan 1 (WK 1 hulu), daerah antara hulu dan hilir
Singai Way Keteguhan 1 yang mepunyai potensi tercemar/Potential Source (WK 1
PS), dan hilir Sungai Way Keteguhan (WK 1 hilir). Sedangkan pada Sungai Way
Keteguhan 3 meliputi daerah hulu (WK 3 hulu), daerah antara hulu dan hilir Singai
Way Keteguhan 3 yang mepunyai potensi tercemar/Potential Source (WK 3 PS),
serta pada daerah hilir (WK3 hilir).
3. Sumber pencemar Sungai Way Keteguhan 1 dari hulu sampai hilir didominasi oleh
daerah pemukiman serta adanya daerah pasar dan pertokoan pada daerah hilir dan
lahan kosong pada daerah hulu. Sedangkan pada Sungai Way Keteguhan 3, sumber
pencemar terbesar pada daerah hulu yaitu TPA Bakung, dan sumber pencemaran
lain adalah daerah pemukiman padat yang terbentang dari hulu menuju hilir sungai.
4. Berdasarkan hasil analisis Indeks Pencemaran (IP) atau Pollution Index (PI) Sungai
Way Keteguhan 1 termasuk katagori Cemar Ringan (1≤PI<5) dengan nilai PI
tertinggi yaitu 1,976 pada lokasi titik sampling Way Keteguhan 1 Hilir (WK 1 Hilir.
Pada Sungai Way Keteguhan 3, nilai IP tertinggi sebesar 5,873 dan termasuk
kategori Cemar Sedang (5≤PI<10), semakin tinggi PI maka kualitas air semakin
menurun.
5. Berdasarkan hasil analisis dengan DOE-WQI (Water Quality Index), Sungai Way
Keteguhan 1 masuk dalam katagori Tercemar Ringan atau Kelas III (61≤WQI<80)
dengan nilai tertinggi adalah 75,44 terjadi pada lokasi titik sampling Way Keteguhan
1 Hulu (WK 1 Hulu. Pada Sungai Way Keteguhan 3, nilai WQI tertinggi sebesar
35,72 dan termasuk kategori Sangat Tercemar (0≤PI<40), Water Quality Index
(WQI), menerangkan bahwa, semakin tinggi nilai WQI maka kualitas air semakin
membaik/meningkat.
6. Tidak terdapat begitu banyak perbedaan terhadap pendiskripsian kualitas air pada
Sungai Way Keteguhan 1 dan Way Keteguhan 3. PI dan WQI sama-sama
menyatakan penurunan kualitas air dari hulu sampai hilir untuk Sungai Way
Keteguhan 1 dengan pendiskripsian cemar ringan (Pollution Index/PI) dan tercemar
ringan (Water Quality Index/WQI), dan berdasarkan pendiskripsian PI dan WQI,
kualitas air pada Sungai Way Keteguhan 3 adalah cemar sedang (PI) dan tercemar
berat (WQI), yang berarti kualitas air Sungai Way Keteguhan 3 di bawah kualitas air
26
Sungai Way Keteguhan 1, baik dari besaran nilai ataupun pendiskripsian
kualitasnya.
7. Usaha untuk menangulangi pencemaran air sungai pada DAS Way Keteguhan
adalah melalui strategi pengendalian pencemaran air yang meliputi peningkatan
inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran air, peningkatan pengelolaan
limbah, penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran, peningkatan pengetahuan
dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan limbah, peningkatan pengawasan
terhadap pembuangan air limbah, serta peningkatan pemantauan kualitas air sungai.
B. Saran
1. Perlunya data kualitas air yang berkesinambungan yang bisa diperoleh dari hasil
investigasi di lapangan oleh instansi pemerintah terkait, untuk dapat mengevaluasi
pencemaran air sungai pada DAS Way Keteguhan, data tersebut untuk
mempermudah dalam penanggulangan pencemaran dan usaha untuk memitigasi
pencemaran di masa yang akan datang.
2. Melakukan manajemen yang baik untuk pengelolaan TPA Bakung, bukan sekedar
memperluas areal TPA, tetapi merubah sistem Open Dumping yang selama ini
dilakukan menuju ke arah Sanitary Landfill.
DAFTAR PUSTAKA
Agustiningsih D, Sasongko S,dan Sudarno. 2012. Analisis Kualitas Air dan Beban Pencemaran
Berdasarkan Penggunaan Lahan di Sungai Blukar kabupaten Kendal. Pdf
Amneera, Najib N, Rawdhoh S, Yusof M, dan Ragunathan S. 2012. Water Qualitry Index of Perlis
River. International Journal of Civil & Environmental Engineering IJCEE-IJENS Vol:13 No:02
Anonim. 1986. Departement Of Environmental (DOE) Water Quality Index Malaysia
Anonim. 2006. Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Air. Kajian Model Pengelolaan
Daerah Aliran sungai (DAS) Terpadu. kehutanan@bappenas.go.
Anonim. 2003.Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 Tentang
Pedoman Penentuan Status Mutu air
Anonim. 2011. Laporan Badan Perencanaan Dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bandar
Lampung. 2011.
Anonim. 2011.Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung 2011.
Anonim. 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
Anonim. 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kerusakan
Tanah Untuk Produksi Biomassa.
27
Anonim. 2009. Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32 tahun
2009.
Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Azwir. 2006. Analisa Pencemaran Air Sungai Tapung Kiri Oleh Limbah Industri Kelapa Sawit PT.
Reputra Masterindo di Kabupaten Kampar. Universitas Diponegoro. Semarang.
Boyd, C. 1998. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment
Station, Auburn University. California.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber daya dan Lingkungan Perairan.
Kanisius. Yogyakarta.
Hossain, Sujaul I.M.dan Nasly M.A.. 2013. Water Quality Of Sungai Tunggak Analytical Study. 3rd
International Conference on Chemical, Biological and Environment Sciences (ICCEBS'2013)
January 8-9, 2013 Kuala Lumpur Malaysia)
Hossain, Sujaul I.M.dan Nasly M.A. 2013. Water Quality Index: an Indicator of Surface Water
Pollution in Eastern part of Peninsular. Vol. 2(10), 10-17, Oktober (2013) Res.J.Recent
Sciences. Malaysia
Irianto, G. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Lahan & Air. Strategi Pendekatan dan Pendayagunaannya.
Papas Sinar Sinanti. Jakarta
Karama, S. 1996. Analisis Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Pusat Penelitian tanah dan Agroklimat.
Jakarta.
Khalik, W, 2012. Physicochemical analysis on water quality status of Bertam River in Cameron
Highlands, J. Mater. Environ. Sci. 4 (4) (2013) 488-495ISSN : 2028-2508 CODEN: JMESCN
Malaysia
Kurniawan, E. 2013. Distributed Hydrologic Model Pada DAS di Bandar Lampung Berbasis Sistem
Informasi Geografis. Universitas Lampung.
Linsley, R.K. Terjemahan Djoko Sasongko. 1991. Teknik Sumber Daya Air Jilid 1 dan 2. Erlangga.
Yakarta
Marganof. 2007. Model Pengendalian Pencemaran Perairan di Danau Maninjau Sumatera Barat.
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Nugraha W, Sutrisno E, Hera A. 2012. Simulasi Tata Guna Lahan Terhadap Kualitas Air Sungai
dengan Metode Indeks Pencemaran. Pdf
Samia Jahn, A. Water Purification. Maret 2005 http:www.ansinet.org/fulltex/jbs-pdf.
http://www.yahoo.com
Sharma, D. 2009. Current Condition of the Yamuna River an Overview of Flow, Pollution Load and
Human Use. Pdf
Sugiharto. 2005. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. Universitas Indonesia Jakarta.
28
Supangat, AB. 2008. Pengaruh Berbagai Penggunaan Lahan Terhadap Kualitas Air Sungai di
Kawasan Hutan Pinus di Gombong Kebumen Jawa Tengah. Pdf
Suryanegara. 2003. Pengaruh perubahan Penggunaan Lahan terhadap Aliran Permukaan, Sedimen dan
Unsur hara. Jurnal Saint dan Teknologi Indonesia Vol.4 dan 5.
Widyaningsih, I. 2008. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan di Sub DAS Keduang ditinjau dari
aspek Hidrologi. Universitas sebelas Maret. Surakarta.
Widyasari, I. 2008. Peran Serta Masyarakat Di Dalam Pengelolaan Limbah Di Kelurahan Jomblang
Kota Semarang. Universitas Diponegoro. Semarang.
Yuliastuti, E. 2011. Kajian Kualitas Air Sungai Ngringo Karanganyar Dalam Upaya Pengendalian
Pencemaran Air. Universitas Diponegoro. Semarang
Yusniewati, Nugroho DH, Widhyharto DS.2009. Kajian Sosial Ekonomi Pengelolaan IPAL Komunal.
Puslitbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan Kementrian Pekerjaan Umum Republik Indonesia
Recommended