View
1
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
Workshop Jabatan Fungsional Analis Ketahanan Pangan
Bogor, 23 Juli 2019
BADAN KETAHANAN PANGAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2019
ANALISIS PEMASARAN DAN KEBIJAKAN HARGA
Oleh:
Dr. Ir. Adang Agustian, MP (Peneliti Madya PSEKP)
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
Pemasaran merupakan salah satu subsistem penting dari sistem agribisnis.
Kegiatan pemasaran merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terjadi dalam
proses mengalirkan barang dan jasa dari sentra produksi ke sentra konsumsi
guna memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan bagi konsumen serta
memberikan keuntungan bagi produsen.
Konsep ini menunjukkan bahwa peranan pemasaran sangat penting dalam
rangka meningkatkan nilai guna bentuk, nilai guna waktu, nilai guna tempat dan
nilai guna hak milik dari suatu barang dan jasa secara umum dan juga pada
komoditas pertanian (Limbong dan Sitorus, 1995).
Sistem pemasaran komoditas pertanian didasarkan pada mekanisme pasar,
dimana pembentukan harga terjadi melalui keseimbangan permintaan dan
penawaran yang terjadi di pasar.
2
ANALISIS PEMASARAN KOMODITAS PERTANIAN
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
Sifat produk pertanian yang mudah rusak (perishable) menyebabkan harga
cenderung fluktuatif (variasi perubahan harga cukup besar), sehingga perubahan
harga terjadi sangat cepat. Perubahan harga yang relatif sangat cepat diharapkan
akan direspon secara cepat oleh para pelaku pasar sehingga para pelaku pasar
dapat segera mengambil keputusan yang tepat, dan pasar jadi lebih efisien.
Tujuan dari pemasaran yaitu menjembatani apa yang diinginkan produsen dan
konsumen dalam melengkapi proses produksi.
Ketika pemasaran dilakukan secara efisien dan adil, pemasaran secara
keseluruhan dapat meningkatan efisiensi ekonomi, peningkatan keuntungan
produsen dan peningkatan kepuasan konsumen (Beierlein et al 2014).
Hammond dan Dahl (1977): Pemasaran pertanian merupakan sistem yang terdiri
dari sub-sub sistem dari fungsi-fungsi pemasaran (fungsi pertukaran, fungsi fisik,
dan fungsi fasilitas).
Saat ini dikenal pendekatan pendekatan manajerial antara lain supply chain, value
chain, dan global value chain.3
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
SC merupakan suatu aliran dan transformasi produk, aliran informasi dan
keuangan dari tahapan bahan baku hingga pengguna akhir. Pengertian lain SC
merupakan jaringan organisasi yang dilibatkan dalam pe-mindahan material,
informasi, dan uang sebagai aliran bahan baku dari sumber masing-masing hingga
melewati proses produksi hingga bahan baku dikirimkan sebagai produk akhir atau
jasa untuk konsumen akhir.
SCM berfokus pada integrasi dari pengelolaan seluruh proses dan aktivitas bisnis
penting pada suatu SC se-efisien mungkin untuk memenuhi permintaan
konsumen. Definisi SCM yang dipandang sebagai strategi bisnis masa kini,
maka tujuan utama SCM adalah meningkatkan keunggulan bersaing: lebih unggul
dari SC lain dalam hal memenuhi kebutuhan dan keinginan pasar (merespon
pasar) .
4
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
Menurut Gerrefi (1994), value chain digambarkan sebagai struktur teritorial
(geografis) dan teknis yang terdiri dari para aktor (pelaku) mulai dari penyedia
input hingga konsumen akhir. Rantai nilai dipandang sebagai media untuk
mengembangkan sistem produksi, teknologi, logistik, sumberdaya manusia, relasi
organisasi dan jejaring (networks). Dengan demikian rantai nilai mendeskripsikan
keterlibatan dari seluruh pelaku bisnis yang terlibat pada suatu komoditi atau
produk tertentu mulai dari penyedia input sampai dengan konsumen akhir.
Struktur VC terdiri dari aktivitas penyediaan input, proses produksi primer
(misalnya on-farm), proses pengolahan produk, pemasaran produk sam-pai ke
tangan konsumen akhir. Proses yang berbeda dapat dilakukan oleh pelaku usaha
yang sama ataupun pelaku usaha yang berbeda sangat tergantung dari jumlah,
kualitas dan kerumitan proses produksi suatu produk.
5
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
Dalam analisis marketing channel untuk peningkatan nilai-nilai tambah banyak
dianalisis melalui pendekatan analisis marjin pemasaran dan farmer share.
Marjin dalam pemasaran (perspektif ekonomi) merupakan perbedaan harga di
tingkat petani produsen dengan harga di tingkat konsumen akhir atau di tingkat
retail. Marjin digunakan sebagai salah satu indikator efisiensi pada sistem
pemasaran produk agribisnis yang setara (equivalen). Marjin pemasaran (dari
perspektif makro atau sistem pemasaran) menggambarkan kondisi pasar ditingkat
lembaga-lembaga yang berbeda, minimal ada dua tingkat pasar.
Farmer share merupakan rasio antara harga di tingkat petani terhadap harga di
tingkat retail (Hudson 2007). Farmer share merupakan bagian harga dari biaya
produksi yang dikeluarkan oleh petani ditambah keuntungan yang diterimanya.
6
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
7Gambar Marjin pemasaran Mp= Pr-Pf
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
Farmer share dipengaruhi oleh: tingkat pemrosesan, biaya transportasi, keawetan
produk, biaya transportasi, dan jumlah produk (Kohls dan Uhl 2002). Semakin
tinggi farmer share menyebabkan semakin tinggi pula bagian harga yang diterima
petani.
Dengan Analisis marjin dan farmer share dapat diketahui saluran-saluran
pemasaran yang efisien. Efisiensi pemasaran harus memperhitungkan fungsi-
fungsi pemasaran yang ada, biaya-biaya dan atribut produk.
Analisis yang dilakukan terhadap struktur pasar meliputi analisis pangsa pasar,
konsentrasi pasar, dan hambatan masuk pasar.
8
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
Pangsa pasar merupakan total produksi suatu perusahaan terhadap total produksi
seluruh perusahaan dalam suatu industri. Semakin tinggi persentase pangsa pasar
(market share) menunjukkan kekuatan suatu perusahaan dalam suatu industri.
Konsep konsentrasi pasar mengukur berapa jumlah output dalam sebuah industri
yang diproduksi dari empat perusahaan terbesar dalam sebuah industri (Baye,
2010). Konsentrasi pasar berkaitan dengan market share yang dikuasai oleh
perusahaan-perusahaan dalam satu industri. Konsep umum merupakan cerminan
dari empat perusahaan besar yang diukur dengan concentration ratio. Jika empat
perusahaan tersebut memiliki pangsa pasar lebih dari 60 persen maka pasar
cenderung berstruktur monopoli.
Semakin tinggi hambatan masuk pasar, maka pasar cenderung berada pasar
monopoli dan sebaliknya jika pelaku cenderung lebih mudah masuk pasar
(hambatan kecil) maka pasar cenderung berada pasar bersaing.
9
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
Marjin pemasaran (Mp) adalah selisih harga produk ditingkat konsumen (Pr)
dengan harga ditingkat produsen (Pf) atau penjumlahan biaya pada tiap lembaga
pemasaran (bi) dengan parameter keuntungan masing-masing (ki).
Mp = Pr – Pf atau Mp = ∑bi + ∑ki
dimana:
Mp= Marjin pemasaran; Pr = Harga di tingkat konsumen (user)
Pf = Harga di tingkat produsen (farm); bi = Biaya tata niaga ke-i:
ki = keuntungan ke-i.
Suatu sistem distribusi pemasaran dikatakan efisien jika besarnya tingkat marjin
pemasaran bernilai kurang dari 50% dari tingkat harga yang di bayarkan
konsumen.
10
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
Farmer Share & Efisiensi Pemasaran
Soekartawi (2005), share harga yang diterima Petani (SPf) adalah besarnya
bagian yang diterima petani dari harga yang dibayar konsumen atas suatu produk
yang dinyatakan dalam persen. Rumus farmer’s share adalah sebagai berikut:
SPf = Pr/ Pf x 100% dimana:
SPf = Share harga di tingkat petani; Pr = Harga di tingkat konsumen (user); Pf =
Harga di tingkat petani (farm)
Efisiensi Pemasaran: dapat dihitung dengan menggunakan rumus efisiensi
pemsaran (Ep) (Downey dan Erickson, 1992) sebagai berikut:
Ep= (Biaya pemasaran)/(Nilai Produk yang dipasarkan)
Kaidah Keputusan: 1. Ep > 1 berarti tidak efisien; 2. Ep < 1 berarti efisien.
11
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
Analisis Transmisi Harga
Ketersediaan informasi harga yang baik merupakan salah satu indikator
tercapainya suatu sistem pemasaran yang terintegrasi (pasar dapat dikatakan
efisien). Informasi harga yang lancar akan digunakan secara baik dalam kegiatan
pembelian di pasar dan keputusan produksi, sehingga harga pasar dapat secara
tepat mencerminkan keseimbangan permintaan dan penawaran.
Jika asumsi dimana pembeli dan penjual memiliki informasi sempurna dan lengkap
tersebut dipenuhi, maka perubahan harga akan dapat segera direspon oleh pelaku
pasar sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan cepat dan tepat.
Hal tersebut akan menunjukkan bahwa antara pasar satu dan lainnya telah
terintegrasi dengan baik.
12
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
Ravallion (1986): dalam suatu pasar yang terintegrasi, harga dari pasar yang
berbeda akan berkorelasi positif sebagai pencerminan lancarnya arus informasi
(perkembangan komoditi tertentu) atas pasar. Pemahaman terhadap tingkat
integrasi pasar akan mempermudah pengawasan terhadap perubahan harga, juga
dapat digunakan sebagai dasar perbaikan kebijakan yang lebih relevan untuk
pengembangan pasar pertanian di suatu daerah.
Kendala yang sering dihadapi pada pemasaran produk pertanian adalah fasilitas
pasar yang tidak memadai serta skala produksi yang kecil. Hal ini dapat
menyebabkan struktur pasar yang terbentuk adalah pasar persaingan tidak
sempurna.
Umumnya struktur pasar produk pertanian bersifat oligopsoni, dimana petani akan
memperoleh harga yang lebih rendah. Kondisi pasar yang tidak sempurna tersebut
akan menyebabkan informasi harga yang didapatkan oleh pelaku pasar juga tidak
sempurna (terjadi disintegrasi informasi) menyebabkan lambatnya respon
penyesuaian harga sehingga pasar menjadi tidak efisien.13
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
Transmisi harga diukur melalui regresi sederhana di antara dua harga pada dua
tingkat pasar, dan selanjutnya dihitung elastisitasnya.
14
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
keterangan:
ET = Elastisitas transmisi harga; ∂Pr = Perubahan harga di tingkat
Konsumen; ∂Pf = Perubahan harga di tingkat produsen
Pr̅ = Rata-rata harga di tingkat konsumen; Pf ̅ = Rata-rata harga di tingkat produsen
Dengan kriteria nilai et adalah sebagai berikut:
Jika et = 1, perubahan harga sebesar 1 % di tingkat konsumen akan
mengakibatkan perubahan harga sebesar 1 % di tingkat produsen, pasar bersaing
sempurna, dan sistem tata niaga sudah efisien.
Jika et > 1, perubahan harga sebesar 1 % di tingkat konsumen akan
mengakibatkan perubahan harga lebih besar dari 1 % di tingkat produsen, pasar
bersaing tidak sempurna, dan pasar belum efisien.
Jika et < 1, perubahan harga sebesar 1 % di tingkat konsumen akan
mengakibatkan perubahan harga kurang dari 1 % di tingkat produsen, pasar
bersaing tidak sempurna dan pasar belum efisien, dimana terdapat kekuatan
monopsoni atau oligopsoni. 15
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
Analisis Rasio Konsentrasi Pasar
Untuk melihat struktur pasar suatu komoditas, dapat dilakukan dengan pengukuran
rasio konsentrasi pasar yang didefinisikan sebagai jumlah dan ukuran distribusi
penjual dan pembeli dalam pasar, semakin tinggi nilai konsentrasi rasionya, maka
kemungkinan pasar semakin tidak kompetitif. Nilai CR akan menunjukan
presentase output pasar yang dihasilkan oleh tiga produksi terbesar di suatu
wilayah.
Pengukuran konsentrasi rasio dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
Untuk Tingkat Petani
16
Keterangan:
MS1 : Produksi terbesar ke-1
MS2 : Produksi terbesar ke-2
MS3 : Produksi terbesar ke-3
MSi : Seluruh produksi yang ada
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
Untuk Tingkat Pedagang
Semakin besar nilai rasio konsentrasi menunjukan bahwa industri tersebut
semakin terkonsentrasi dan semakin sedikit jumlah pedagang yang berada di
pasaran. Sedangkan semakin rendah rasio konsentrasi menunjukan pasar
bersaing lebih kompetitif dikarenakan tidak ada pedagang secara signifikan yang
menguasai pasar.
17
Keterangan :
MS1 : Pembelian pedagang ke-1
MS2 : Pembelian pedagang ke-2
MS3 : Pembelian pedagang ke-3
MSi : Total pembelian
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
KEBIJAKAN HARGA
18
Kebijakan Harga Dasar (Harga Minimum)
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
19
Apabila permintaan agak datar bentuknya (landai) =elastis, maka pergeseran kurva
penaawaran akan menimbulkan perubahan yang sedikit, tetapi perubahan julah yang
diperjualbelikan cukup besar.
Apabila permintaan bentuknya menurun dengan sangat curam (inelastis), maka pergeseran ke
atas kurva penawaran akan menimbulkan perubahan harga yang besar, tetapi perubahan
jumlah yang diperjualbelikan adalah relatif kecil.
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
20
Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP)
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
21
Kebijakan Harga Atap (Ceiling Price) (Harga Maksimum)
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
22
Kebijakan HET Beras
Kontrol harga adalah salah satu bentuk intervensi pemerintah dalam
mengendalikan flutuasi harga beras (Suryana et al., 2014).
Jika harga suatu barang dianggap terlalu tinggi sehingga tidak dapat dijangkau
lagi oleh konsumen, maka pemerintah dapat menetapkan harga maksimum
atau biasa disebut Harga Eceran Tertinggi (HET). Dengan ditetapkannya HET,
suatu barang tidak boleh dijual dengan harga lebih tinggi daripada yang telah
ditetapkan tersebut Misalnya pada Beras.
Menurut Lipsey (1995) Harga eceran tertinggi adalah harga maksimal yang
ditetapkan oleh Pemerintah pada komoditi dan jasa tertentu yang diyakini telah
dijual pada tingkat harga yang lebih tinggi dari wajar yang merugikan
konsumen.
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
23
Apabila HET ditetapkan sama dengan atau lebih tinggi daripada harga
keseimbangan yang ditentukan oleh penawaran (supply) dan permintaan
(demand) di pasaran, maka penetapan HET tidak banyak pengaruhnya dan
hanya sekadar untuk mencegah para penjual untuk menaikkan harga lebih
daripada batas yang ditetapkan tersebut.
Namun bila HET itu lebih rendah daripada harga keseimbangan, maka akan
timbul berbagai persoalan. Persoalan yang timbul jika HET ditetapkan lebih
rendah daripada harga keseimbangan pasar adalah jumlah barang yang diminta
dengan harga HET lebih besar daripada barang yang tersedia (Qd > Qs)
sehingga menimbulkan kekurangan supply (Gambar 1).
Untuk mengatasi keadaan kelangkaan ini, pemerintah dapat melakukan
berbagai kebijakan seperti operasi pasar, memberikan subsidi produsen,
mengurangi pajak dan impor barang agar jumlah barang meningkat dan
permintaan dapat terpenuhi pada tingkat harga eceran terendah.
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
24
Dalam upaya mengontrol stabilitas harga
beras agar daya beli masyarakat tetap
terjaga, pemerintah selain mengeluarkan
Permendag No. 57 tahun 2017 tentang
Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras juga
melalui Kementerian Pertanian
menetapkan pembagian mengenai kelas
mutu beras melalui Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 31/Permentan/PP.130/8
/2017 tentang Kelas Mutu Beras
(Kementan, 2017). Pengkategorian kelas
mutu beras lebih disederhanakan, yakni
medium, premium, dan beras khusus.
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
25
Kebijakan Tarif
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
26
Kebijakan Subsidi
Suparmoko (2003), subsidi (transfer): salah satu bentuk pengeluaran
pemerintah yang juga diartikan sebagai pajak negatif yang akan menambah
pendapatan mereka yang menerima subsidi atau mengalami peningkatan
pendapatan riil apabila mereka mengkonsumsi atau membeli barang yang
disubsidi pemerintah dengan harga jual yang rendah.
Subsidi, 2 bentuk: (1) bentuk uang (cash transfer) dan (2) bentuk barang atau
subsidi innatura (in kind subsidy).
Subsidi:
dimana: SHi = Subsidi harga produk ke-i per kg; HNSi= Harga non subsidi
produk ke-i per kg; dan HSi= Harga subsidi produk ke-i per kg.
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
27
Subsidi harga sarana produksi bertujuan meningkatkan daya beli petani
yang kurang mampu agar dapat membeli saprotan dalam jumlah cukup
untuk meningkatkan atau mempertahankan pdvts dan pendapatan
usahataninya.
Bentuk subsidi produsen (Pindyck and Rubinfeld, 2005): (1) Input Subsidy,
(2) Perlindungan Harga (Floor Price), (3) Insurance, dan (4) Income
Subsidy. Contoh Input Subsidy antara lain: subsidi harga pupuk.
Kelamahan subsidi input pertanian:
(1) Penyelewengan program sehingga tidak tepat sasaran.
(2) Subsidi input dalam bentuk barang rawan penyimpangan
(3) Subsidi bunga kredit tani tidak termanfaatkan secara optimal karena;
(4) Tidak mampu meningkatkan kesejahteraan petani akibat jatuhnya
harga komoditas saat panen; dan
(5) Subsidi input dalam bentuk barang seringkali tidak optimal dalam
penggunaanya.
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
28
Subsidi memiliki eksternalitas positif dan negatif.
eksternalitas positif :
1) alat pemerataan output,
2) alat stabilitas harga: mekanisme intervensi harga, dan
3) alat optimalisasi output: elastisitas penawaran.
eksternalitas negatif, jika tidak transparan akan timbulkan:
1)distorsi baru dalam perekonomian,
2)menciptakan inefisiensi, dan
3)tidak dinikmati oleh masyarakat yang berhak.
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
29
Dampak Kebijakan Subsidi Pupuk terhadap kesejahteraan
Subsidi yang dibayar pemerintah = A + E + C + G + F. Produsen, bersedia
produksi Q0 Q1. Maka: ΔPS = A + E; dan ΔCS = C + G.
Perubahan total dalam kesejahteraan ΔCS ditambah ΔPS ditambah pengeluaran
pemerintah untuk membiayai subsidi pupuk menjadi -F. Segitiga F atau sebesar –F
DWL dari subsidi.
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
30
Kebijakan Subsidi Ekspor
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
31
Analisis Daya saing Komoditas Pangan Nasional
Konsep daya saing berpijak dari konsep keunggulan komparatif D. Ricardo
1823.
Konsep keunggulan kompetitif (RCA) digunakan untuk mengukur kebijakan
suatu aktivitas atau keuntungan privat yang dihitung atas harga pasar
berdasarkan analisis finansial.
Konsep keunggulan komparatif: (1) sebagai dasar menjelaskan pola
spesialisasi internasional dalam produksi dan perdagangan, (2) petunjuk
pemerintah dalam menentukan kebijaksanaan yang berhubungan dengan
sumber-sumber dan perdagangan.
Dalam Matrik PAM, keunggulan komparatif DRC dan keunggulan kompetitif
PCR.
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
Simatupang (2002), daya saing suatu usaha dalam hal ini dapat
didefinisikan sebagai kemampuan suatu usaha untuk tetap layak secara
privat (finansial) pada kondisi teknologi ust, lingkungan ekonomi dan
kebjk pemerintah yang ada.
Monke dan Pearson (1994) mengemukakan bahwa untuk mengukur
keunggulan kompetitif dapat didekati dengan cara menghitung
profitabilitas privat, sedangkan untuk mengukur keunggulan
komparatif dapat dilakukan dengan menghitung profitabilitas sosial.
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
Analisis Data: kuantitatitif dan kualitatif. Analisis kuantitatif: Analisis
PAM (Policy Analisys Matrix).
Uraian
(description)
Pendapatan
(Revenue)
Rupiah
Biaya (Costs) RupiahKeuntung
an (Profit)
Rupiah
Yang dapat
diperdagangkan
(Tradable)
Domestik
(domestic)
Private A B C D
Sosial E F G H
Divergence I J K L
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
A = penerimaan individu: jumlah produksi dikalikan harga pasar (Rp)
B = biaya input yang dapat diperdagangkan dikalikan harga pasar (Rp)
C = biaya dari input faktor domestik dikalikan harga pasar (Rp)
D = pendapatan individu = A-(B+C) (Rp)
E = penerimaan sosial yaitu jumlah produksi dikalikan harga sosial (Rp)
F = input yang dapat diperdagangkan dikali harga sosial (Rp)
G = input faktor domestik dikalikan harga sosial (Rp)
H = pendapatan sosial = E-(F+G) (Rp)
Suatu komoditas dapat dikatakan memiliki keunggulan komparatif jika
memiliki nilai DRCR <1 dan memiliki keunggulan kompetitif jika memiliki
nilai PCR <1
DRCR= G/(E-F) PCR= C/(A-B)
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanianwww.setjen.pertanian.go.idKementerian Pertanian www.pertanian.go.id
35
TERIMA KASIH
Recommended