View
3
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
ANALISIS PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA,
PENGANGGURAN, DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP
TINGKAT KEMISKINAN DI KOTA DAN KABUPATEN PROVINSI JAWA
TIMUR TAHUN 2012 - 2017
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh:
M Ardiansyah D P
135020100111020
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
ANALISIS PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA, PENGANGGURAN, DAN
PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI KOTA DAN
KABUPATEN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2012 - 2017
M Ardiansyah D P*, Devanto Shasta Pramono**
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya
*Email: ardiansyahdwiputra27@gmail.com
**Email: dede_gsu02@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel Indeks Pembangunan Manusia,
Pengangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi , terhadap Tingkat kemiskinan, dengan studi kasus di kota dan
kabupaten Provinsi Jawa Timur. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi Data Panel .
Penelitian ini menggunakan perhitungan Eviews 9. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Indeks
Pembangunan Manusia Berpengaruh Negatif dan signifikan terhadap kemiskinan, Pengangguran
berpengaruh Negatif dan tidak Signifikan, dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh Positif dan signifikan
Terhadap Tingkat Kemiskinan Di kota dan kabupaten Provinsi Jawa Timur
Kata Kunci :Kemiskinan, Indeks Pembangunan Manusia, Pengangguran, Pertumbuhan Ekonomi.
A. PENDAHULUAN
Kemiskinan adalah suatu permasalahan ekonomi yang sering sekali menjadi permasalahan utama
di negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang terbesar di dunia, dimana
kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang tengah dihadapi Indonesia. Setiap negara selalu
mencari penyelesaian masalah kemiskinan dan menciptakan beberapa program yang ada di negaranya,
begitu pula dengan Indonesia.
Semua Negara menyadari bahwa kesuksesan suatu program kebijakan adalah salah satu indikator
penyebab menurunnya tingkat kemiskinan. Efektivitas dalam menurunkan jumlah penduduk miskin
merupakan pertumbuhan utama dalam memilih strategi atau instrumen pembangunan. Hal ini merupakan
salah satu ciri utama pemilihan sektor titik berat atau sektor andalan pembangunan nasional adalah
efektivitas dalam penurunan jumlah penduduk miskin.
Gambar 1. Persentase Objek Wisata Menurut Jenis Wisata di Kabupaten Malang 2018
Sumber: Databoks, Katadata Indonesia.
Dari Gambar 1 bisa dilihat bahwa Jawa merupakan pulau dengan jumlah penduduk miskin
terbanyak dibandingkan dengan pulau lainnya. Hal ini dikarenakan hampir separuh dari populasi di
indonesia ada di Pulau Jawa sehingga tidak mengejutkan bila Jawa merupakan salah satu pulau yang
memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak. Bahkan dibandingkan dengan Sumatera yang menduduki
posisi kedua setelah Jawa, masih terpaut angka yang sangat jauh, Sumatera yang memliki jumlah penduduk
miskin sebesar 6,2 juta sedangkan Jawa memiliki 14,8 juta penduduk miskin.
Tabel 1. Jumlah Penduduk Miskin Di Pulau Jawa (dalam ribuan)
Sumber: BPS, (data diolah)
Berdasarkan Tabel 1 diantara provinsi yang ada di pulau Jawa, Jawa Timur memiliki jumlah penduduk
miskin yang paling banyak dibandingkan Provinsi lain. Provinsi Jawa Timur selama periode 2012 hingga
2017 tidak menunjukkan penurunan yang signifikan dan menduduki peringkat teratas pada jumlah
penduduk miskin.
Gambar 2. Perkembangan dan Pertumbuhan Tingkat IPM Di Jawa Timur 2011- 2017
Sumber BPS 2017
Berdasarkan gambar 2 secara umum IPM di Jawa Timur mengalami kenaikan sejak tahun 2011 hingga
2017. Namun jika dibandingkan dengan Provinsi lain di jawa IPM Jawa Timur menjadi yang terendah.
Berikut data pencapaian IPM di Pulau Jawa:
Tabel 2. : Capaian Tingkat IPM 5 Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2010 - 2017
Sumber: BPS 2017
Berdasarkan Tabel 2 diatas Provinsi Jawa Timur menduduki peringkat terbawah dalam pencapaian Tingkat
IPM, tentunya hal ini harus segera diatasi sehingga mampu bersaing dengan Provinsi lainnya.
Seperti diketahui kemiskinan juga sangat berkaitan dengan pengangguran. Pengangguran memiliki
keterbatasan yang perlu diperhatikan karena pengangguran sangat berpengaruh pada terjadinya masalah
kerawanan berbagai kriminal dan gejolak sosial, politik dan kemiskinan (Amalia, 2012). Menurut Sukirno
Provinsi 2012 2013 2014 2015 2016 2017
DKI JAKARTA 366.77 375.70 412.79 368.67 385.84 393.13
JAWA BARAT 4421.48 4382.65 4238.96 4485.65 4168.11 3774.41
JAWA TENGAH 4863.41 4704.87 4561.82 4505.78 4493.75 4197.49
DI YOGYAKARTA 562.11 535.18 532.59 485.56 488.83 466.33
JAWA TIMUR 4960.54 4865.82 4748.42 4775.97 4638.53 4405.27
BANTEN 648.25 682.71 649.19 690.67 657.74 699.83
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
DKI JAKARTA 76.31 76.98 77.53 78.08 78.39 78.99 79.6 80.06
JAWA BARAT 66.15 66.67 67.32 68.25 68.8 69.5 70.05 70.69
JAWA TENGAH 66.08 66.64 67.21 68.02 68.78 69.49 69.98 70.52
DI YOGYAKARTA 75.37 75.93 76.15 76.44 76.81 77.59 78.38 78.89
JAWA TIMUR 65.36 66.06 66.74 67.55 68.14 68.95 69.74 70.27
BANTEN 67.54 68.22 68.92 69.47 69.89 70.27 70.96 71.42
Provinsi /
Kabupaten / Kota
[Metode Baru] Indeks Pembangunan Manusia
(2004: 28) pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja 8 yang secara
aktif sedang mencari pekerjaan pada satu tingkat tertentu, tetapi tidak memperoleh pekerjaan yang
diinginkan
Gambar 3. Tingkat Pengangguran Terbuka Di Jawa Timur (dalam persen)
Sumber: BPS 2018
Gambar 3 menunjukkan bahwa ada sedikit fluktuasi pada periode 2013 sampai 2015 namun
mengalami penurunan secara drastis di tahun berikutnya. Memang terlihat sudah ada penurunan dari tingkat
pengangguran namun bila dibandingkan dengan jumlah penduduknya jumlahnya cukup besar, mengingat
jumlah penduduk Jawa Timur mencapai 39 juta penduduk. Salah satu penyebabnya adanya pengangguran
ialah tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan kerja yang relatif lambat
menyebabkan masalah pengangguran yang ada di suatu daerah menjadi semakin serius.
Indikator sebuah wilayah bisa dikatakan maju atau tidaknya dalam perekonomian dapat dilihat dari
PDRB. PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam
suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit
ekonomi disuatu wilayah (BPS, 2017). Bisa dikatakan meningkat atau tidaknya PDRB dalam sebuah
wilayah tergantung pada wilayah tersebut menggunakan sumber daya ekonomi yang dimiliki sehingga
dapat menciptaan pertumbuhan ekonomi. Berikut data Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Timur.
Gambar 4. Pertumbuhan PDRB di Jawa Timur Berdasarkan Harga Konstan pada Tahun 2013- 2016
Sumber: BPS 2017
Berdasarkan Gambar 4, menunjukkan bahwa pada periode 2013 sampai 2015 mengalami
penurunan PDRB lalu mengalami kenaikan pada periode 2016. Hal ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi
di Jawa Timur masih belum bisa dikatakan stabil bahkan cenderung menurun, tetapi yang menjadi hal
penting yang harus dibahas ialah bagaimana pertumbuhan ekonomi tersebut dapat melepaskan masyarakat
dari kemiskinan. Sementara itu, untuk menggukur lebih detail digunakanlah PDRB perkapita untuk
mengukur rata-rata produktivitas yang dihasilkan oleh setiap penduduk dan tentunya berkaitan dengan IPM
dimana akan berhubungan langsung dengan produktivitas masyarakat dalam sebuah wilayah.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Kemiskinan
Kemiskinan dapat diartikan ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar dan
perbedaan perlakuan bagi sekelompok orang dalam menjalani kehidupan (BPS, 2017). Untuk mengukur
kemiskinan, digunakan konsep kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).
Dengan pendekatan ini, kemiskinan diartikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi yaitu kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur berdasarkan dari sisi
pengeluaran. Jadi Penduduk yang disebut Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran
perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan, dan tidak dapat mengkonsumsi hariannya sebesar 2100 kalori
(BPS,2017).
Faktor penyebab kemiskinan
Menurut spicker (kuncoro, 2006) penyebab kemiskinan dibagi menjadi 4 yaitu:
1. Individual Explanation, kemiskinan sesuai dengan terminology karakteristik orang
miskin itu sendiri yaitu, kemalasan, kekurangan perorangan, kecacatan, atau kesalahan
dalam membuat pilihan, gagal bekerja dan lain-lain.
2. Familial explanation, kemiskinan yang disebabkan oleh faktor keturunan, yang
menyebabkan ketidakberuntungan seseorang diakibatkan warisan antar generasi. Dalam
warisan asuhan maupun Pendidikan.
3. Subcultural explanations, kemiskinan karena faktor perilaku, lebih disebabkan pilihan
personal
4. Structural explanations, kemiskinan yang disebabkan hasil dari suatu wilayah,
kemiskinan ini dikarenakan suatu wilayah sudah menderita kemiskinan cukup serius.
Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) mencakup tiga
bidang yaitu usia hidup (longetivity), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent living).
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Indeks (HDI) merupakan salah satu
pendekatan untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan manusia. Meskipun tidak dapat mengukur
semua dimensi dari pembangunan, namun mampu IPM mampu mengukur dimensi pokok pambangunan
manusia yang dinilai, dapat mencerminkan kemampuan dasar Individu (BPS, 2013).
Pada tahun 2014 ditemukan metode pengukuran IPM terbaru yaitu Angka Melek Huruf pada metode lama
diganti dengan Angka Harapan Lama Sekolah. Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita diganti dengan
Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita. Metode penghitungan metode agregasi diubah dari rata-rata
aritmatik menjadi rata-rata geometrik. Indeks Pembangunan Manusia tersebut merupakan indeks dasar yang
tersusun dari dimensi berikut ini:
1. Umur panjang dan kehidupan yang sehat, dengan indikator angka harapan hidup.
2. Pengetahuan, yang diukur dengan harapan lama sekolah, sebelum tahun 2014 ialah Angka Melek Huruf
serta kombinasi dari angka partisipasi sekolah untuk tingkat dasar, menengah dan tinggi.
3. Standar hidup yang layak, dengan indikator PNB per kapita dalam bentuk paritas daya beli atau
Purchasing Power Parity (PPP)Teori Pendapatan
Pengangguran
Pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara aktif
sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang
diinginkan. Pengangguran juga dapat didefinisikan sebagai angkatan kerja yang tidak bekerja tetapi sedang
mencari pekerjaan atau sedang mempersipakan satu usaha atau penduduk yang mencari pekerjaan karenaa
merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan atau yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum memulai
bekerja (BPS: 2010). Pengangguran terbuka adalah yang mencari pekerjaan karena merasa sudah tidak
mungkin mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.
Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Sukirno (2011) pertumbuhan ekonomi adalah proses perkembangan kegiatan
perekonomian yang menyebabkan output yang diproduksi masyarakat bertambah. sukirno juga menjelaskan
Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indicator untuk mengukur berhasil atau tidaknya suatu
pembangunan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu:
1. Akumulasi modal, hal ini tercangkup semua investasi baru dalam tanah, peralatan fisik, dan sumber daya
manusia berdasarkan perbaikan di bidang kesehatan, Pendidikan dan keterampilan kerja.
2. Angkatan kerja, apabila angkatan kerja tersedia dalam jumlah besar, maka pasti tersedia pula tenaga kerja
yang produktif, dan jumlah penduduk yang besar mempengaruhi secara signifikan.
3. Kemajuan teknologi, diartikan metode baru meningkatkan output serta mencapai tingkat efisiensi.Lama
Usaha
Berikut beberapa alat ukur untuk menghitung Pertumbuhan Ekonomi :
1. Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk domestik Bruto (PDB) atau di tingkat regional Bruto (PDRB), merupakan jumlah barang dan jasa
akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam suatu perekonomian dalam satu tahun yang
dinyatakan dalam harga pasar.
2. Produk Domestik Bruto per Kapita/Pendapatan per Kapita
Produk Domestik Bruto Per Kapita atau Produk Regional Bruto (PDRB) per kapita pada skala daerah dapat
digunakan sebagai pengukur pertumbuhan ekonomi yang lebih baik karena lebih cepat mencerminkan
kesejahteraan penduduk suatu negara dari pada nilai PDB atau PDRB saja. Produk domestik bruto per
kapita baik tingkat nasional maupun di daerah adalah jumlah PDB nasional maupun PDRB suatu daerah
dibagi dengan jumlah penduduk dinegara manapun didaerah yang bersangkutan, atau dapat disebut juga
sebagai PDB atau PDRB rata-rata.
C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang berlokasi di Kota dan Kabupaten di Provinsi
Jawa Tmur. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Penduduk di Provinsi Jawa Timur. Sampel dalam
penelitian ini adalah Penduduk di Kota dan Kabupaten di Provinsi Jawa Timur. Variabel independen dalam
penelitian ini yaitu Indeks Pembangunan Manusia, Pengangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi sedangkan
variabel dependennya adalah Tingkat kemiskinan.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis regresi Data Panel,.
Mengingat data panel merupakan gabungan dari time-series dan cross-section, maka model dapat ditulis
dengan :
Yit = α + β1 X1 it + β2 X2 it + β3 X3 it + e it…………………..…..……(3.3)
dimana :
T = banyaknya waktu atau tahun
N = banyaknya Kabupaten/Kota
T x N = banyaknya data panel
Y = Tingkat Kemiskinan
X1 = Indeks Pembangunan Manusia
X2 = Pengangguran
X3 = Pertumbuhan Ekonomi
α = bilangan konstanta
β 1.. β 3 = koefisien regresi masing-masing variabel
e = error
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkat Kemiskinan
Tingkat Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur cukup berfluktuasi, namun secara umum dari Tahun
2012-2017 terlihat ada tren penurunan data tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1. Terdapat ketimpangan
yang besar antara Kabupaten dan Kota di Jawa Timur, dimana presentase penduduk miskin di wilayah Kota
memiliki nilai rata – rata dibawah 10%. Wilayah Kabupaten memiliki rata-rata tingkat penduduk miskin
diatas 10%. Apabila dilihat dari Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa kemiskinan berpusat pada daerah
Kabupaten, yaitu kabupaten Pacitan, Trenggalek, Kediri, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Nganjuk,
Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Gresik, Bangkal, Sampang, Pamekasan, dan sumenep. Kabupaten
yang disebutkan ini merupakan kabupaten dengan nilai presentase diatas rata – rata presentase kemiskinan
di Provinsi Jawa Timur. Hal ini yang menjadi masalah prioritas yang seharusnya diselesaikan oleh
Pemerintah. Karena hampir semua kabupaten di Provinsi Jawa Timur menunjukkan angka kemiskinan yang
berada diatas rata - rata Provinsi Jawa Timur.
Tabel 3 Tingkat Kemiskinan Di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur
Sumber: BPS, (data diolah)
Indeks Pembangunan Manusia
Indeks pembangunan manusia (IPM) merupakan tolak ukur pembangunan manusia disebuah
wilayah atau daerah. semakin tinggi indeks pembangunan manusia maka wilayah tersebut dianggap berhasil
dalam hal pembangunan manusianya. Pembangunan sumber daya manusia dalam dinamika pembangunan
dianggap sebagai faktor terpenting dalam kemajuan sebuah wilayah, karena IPM tersusun atas tiga dimensi
yaitu dimensi kesehatan, pendidikan, dan pengeluaran. Ketiga dimensi tersebut merupakan dimensi dasar
dalam hal pembangunan, dan IPM diibaratkan investasi dalam bentuk modal manusia, yang suatu saat nanti
dapat memperoleh keuntungan melalui produktivitas para pekerja. semakin tinggi IPM maka dapat
dikatakan produktivitas dari masyarakatnya akan semakin tinggi, IPM dibagi menjadi 3 kategori yaitu
kategori rendah nilai IPM berada dibawah angka 60, kategori sedang berada diangka 60-70, kategori tinggi
berada diangka 70-80 sementara sangat tinggi berada di atas 80. Untuk meningkatkan Indeks pembangunan
manusia bisa dicapai dengan memperbaiki fasilitas pendidikan dan kesehatan. Perbaikan akses keduanya
agar dapat dijangkau oleh masyarakat merupakan keniscayaan yang harus dilakukan mengingat tingkat
indeks pembangunan manusia di provinsi Jawa Timur masih terbilang tertinggal dibanding Provinsi lainnya
yang ada di Pulau Jawa.
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Kab. Pacitan 17,29 16,73 16,18 16,68 15,49 15,4151
Kab. Ponorogo 11,76 11,92 11,53 11,91 11,75 11,387986
Kab. Trenggalek 14,21 13,56 13,1 13,39 13,24 12,96015
Kab. Tulungagung 9,4 9,07 8,75 8,57 8,23 8,0418018
Kab. Blitar 10,74 10,57 10,22 9,97 9,88 9,7965617
Kab. Kediri 13,71 13,23 12,77 12,91 12,72 12,25165
Kab. Malang 11,04 11,48 11,07 11,53 11,49 11,037835
Kab. Lumajang 12,4 12,14 11,75 11,52 11,22 10,87308
Kab. Jember 11,81 11,68 11,28 11,22 10,97 10,995211
Kab. Banyuwangi 9,97 9,61 9,29 9,17 8,79 8,6389629
Kab. Bondowoso 15,81 15,29 14,76 14,96 15 14,539839
Kab. Situbondo 14,34 13,65 13,15 13,63 13,34 13,054415
Kab. Probolinggo 22,22 21,21 20,44 20,82 20,98 20,523091
Kab. Pasuruan 11,58 11,26 10,86 10,72 10,57 10,337251
Kab. Sidoarjo 6,44 6,72 6,4 6,44 6,39 6,22532
Kab. Mojokerto 10,71 10,99 10,56 10,57 10,61 10,188918
Kab. Jombang 12,23 11,17 10,8 10,79 10,7 10,479396
Kab. Nganjuk 13,22 13,6 13,14 12,69 12,25 11,977621
Kab. Madiun 13,7 12,45 12,04 12,54 12,69 12,279664
Kab. Magetan 11,5 12,19 11,8 11,35 11,03 10,480782
Kab. Ngawi 15,99 15,45 14,88 15,61 15,27 14,914009
Kab. Bojonegoro 16,66 16,02 15,48 15,71 14,6 14,339983
Kab. Tuban 17,84 17,23 16,64 17,08 17,14 16,871632
Kab. Lamongan 16,7 16,18 15,68 15,38 14,89 14,421021
Kab. Gresik 14,35 13,94 13,41 13,63 13,19 12,804143
Kab. Bangkalan 24,7 23,23 22,38 22,57 21,41 21,316783
Kab. Sampang 27,97 27,08 25,8 25,69 24,11 23,562442
Kab. Pamekasan 19,61 18,53 17,74 17,41 16,7 16,004953
Kab. Sumenep 21,96 21,22 20,49 20,2 20,09 19,620464
Kota Kediri 8,14 8,23 7,95 8,51 8,4 8,4911254
Kota Blitar 6,75 7,42 7,15 7,29 7,18 8,0264136
Kota Malang 5,21 4,87 4,8 4,6 4,33 4,1718837
Kota Probolinggo 10,92 8,55 8,37 8,17 7,97 7,8385349
Kota Pasuruan 7,9 7,6 7,34 7,47 7,62 7,52577
Kota Mojokerto 6,48 6,65 6,42 6,16 5,73 5,7327247
Kota Madiun 5,37 5,02 4,86 4,89 5,16 4,9443961
Kota Surabaya 6,25 6 5,79 5,82 5,63 5,3876718
Kota Batu 4,47 4,77 4,59 4,71 4,48 4,3079519
Jawa Timur 13,08 12,73 12,28 12,34 12,05 11,77
Kabupaten/Kota
Persentase Penduduk Miskin
Pada Tabel 4 menunjukkan banwa IPM pada tahun 2012 – 2018 mengalami kenaikan, dalam kurun waktu
6 tahun (2012 – 2018 ) dapat diketahui rata-rata Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terendah pada
Kabupaten Sampang yakni 55.78 dan Indeks Pembangunan Manusia tertinggi pada Kota Surabaya yakni
sebesar 81.74. Pada keseluruhan capaian Tingkat IPM di Jawa Timur berapa pada kisaran 60-70 yang bisa
dikatakan masih dalah kategori sedang. Melihat data pada Tabel 4 masalah ini juga layak diberikan
perhatian yang lebih oleh pemerintah dan dapat meningkatkan capaian IPM di periode selanjutnya.
Tabel 4 Tingkat Indeks Pembangunan Manusia Di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur
Sumber: BPS, (Data Diolah)
Pengangguran
Tingginya angka Pengangguran merupakan masalah utama dan masalah mendasar dalam
ketenagakerjaan di Indonesia, tidak terkecuali masalah tersebut juga menimpa hampir disemua kabupaten
atau kota yang ada di Provinsi Jawa Timur. Pertambahan jumlah penduduk dan terbatasnya kesempatan
kerja merupakan faktor utama tingginya angka pengangguran, semakin banyak jumlah pertumbuhan
penduduk maka semakin banyak angkatan kerja disebuah wilayah tersebut, semakin banyak jumlah
angkatan kerja maka memerlukan lapangan kerja dan kesempatan kerja yang banyak pula, ketika
pertumbuhan angkatan kerja lebih besar daripada jumlah lapangan pekerjaan atau kesempatan kerja maka
akan terjadi pengangguran, ketika hal tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah lapangan
pekerjaan maka pengangguran akan semakin meningkat.
Tingkat pengangguran pada kurun waktu 5 tahun (2012 – 2017) mengalami fluktuasi naik turun
kondisi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Tingkat pengangguran tertinggi ditemui di Kota Malang yaitu
sebesar 7.22, sedangkan tingkat pengangguran terendah di Kabupaten Pacitan yakni sebesar 0.85.
Dalam variabel pengangguran ini terlihat berbeda dengan variabel lain seperti yang dijelaskan di
sebelumnya. Dijelaskan pada variabel kemiskinan bahwa mayoritas presentase penduduk miskin berada di
daerah kabupaten namun pada variabel pengangguran terlihat bahwa pengangguran telihat banyak pada
Kabupaten/Kota Se Jawa Timur 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Jawa Timur 66.74 67.55 68.14 68.95 69.74 70.27 70.77
Kabupaten Pacitan 62.94 63.38 63.81 64.92 65.74 66.51 67.33
Kabupaten Ponorogo 66.16 67.03 67.40 68.16 68.93 69.26 69.91
Kabupaten Trenggalek 65.01 65.76 66.16 67.25 67.78 68.10 68.71
Kabupaten Tulungagung 68.29 69.30 69.49 70.07 70.82 71.24 71.99
Kabupaten Blitar 66.17 66.49 66.88 68.13 68.88 69.33 69.93
Kabupaten Kediri 67.29 68.01 68.44 68.91 69.87 70.47 71.07
Kabupaten Malang 64.71 65.20 65.59 66.63 67.51 68.47 69.40
Kabupaten Lumajang 61.31 61.87 62.33 63.02 63.74 64.23 64.83
Kabupaten Jember 61.31 62.43 62.64 63.04 64.01 64.96 65.96
Kabupaten Banyuwangi 66.12 66.74 67.31 68.08 69 69.64 70.06
Kabupaten Bondowoso 62.24 63.21 63.43 63.95 64.52 64.75 65.27
Kabupaten Situbondo 62.23 63.43 63.91 64.53 65.08 65.68 66.42
Kabupaten Probolinggo 61.33 62.61 63.04 63.83 64.12 64.28 64.85
Kabupaten Pasuruan 62.31 63.74 64.35 65.04 65.71 66.69 67.41
Kabupaten Sidoarjo 75.14 76.39 76.78 77.43 78.17 78.70 79.50
Kabupaten Mojokerto 69.17 69.84 70.22 70.85 71.38 72.36 72.64
Kabupaten Jombang 67.82 68.63 69.07 69.59 70.03 70.88 71.86
Kabupaten Nganjuk 68.07 68.98 69.59 69.90 70.50 70.69 71.23
Kabupaten Madiun 67.32 68.07 68.60 69.39 69.67 70.27 71.01
Kabupaten Magetan 69.56 69.86 70.29 71.39 71.94 72.60 72.91
Kabupaten Ngawi 66.72 67.25 67.78 68.32 68.96 69.27 69.91
Kabupaten Bojonegoro 64.20 64.85 65.27 66.17 66.73 67.28 67.85
Kabupaten Tuban 63.36 64.14 64.58 65.52 66.19 66.77 67.43
Kabupaten Lamongan 67.51 68.90 69.42 69.84 70.34 71.11 71.97
Kabupaten Gresik 72.12 72.47 72.84 73.57 74.46 74.84 75.28
Kabupaten Bangkalan 59.65 60.19 60.71 61.49 62.06 62.30 62.87
Kabupaten Sampang 55.78 56.45 56.98 58.18 59.09 59.90 61
Kabupaten Pamekasan 61.21 62.27 62.66 63.10 63.98 64.93 65.41
Kabupaten Sumenep 60.08 60.84 61.43 62.38 63.42 64.28 65.25
Kota Kediri 73.66 74.18 74.62 75.67 76.33 77.13 77.58
Kota Blitar 73.53 74.53 75.26 76 76.71 77.10 77.58
Kota Malang 78.04 78.44 78.96 80.05 80.46 80.65 80.89
Kota Probolinggo 68.93 70.05 70.49 71.01 71.50 72.09 72.53
Kota Pasuruan 72.01 72.89 73.23 73.78 74.11 74.39 74.78
Kota Mojokerto 74.20 74.91 75.04 75.54 76.38 76.77 77.14
Kota Madiun 77.21 78.41 78.81 79.48 80.01 80.13 80.33
Kota Surabaya 78.05 78.51 78.87 79.47 80.38 81.07 81.74
Kota Batu 70.62 71.55 71.89 72.62 73.57 74.26 75.04
daerah perkotaan dan kabupaten yang dekat dengan Kota. Hal ini disebabkan adanya kegiatan migrasi yang
menyebabkan warga di Kabupaten cenderung berpindah ke daerah perkotaan dengan tujuan mencari
pekerjaan, namun ketika sudah di daerah perkotaan warga yang bermigrasi ke kota kesusahan mendapatkan
pekerjaan sehingga menyebabkan tingginya angka tingkat pengangguran di Kota besar dan Kabupaten
disekitarnya.
Tabel 5. Tingkat Pengangguran Terbuka di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur (%)
Sumber: BPS,(Data Diolah)
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur khususnya di Kabupaten dan Kota selama dekade
2012 hingga 2017 cenderung stabil. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa Kota Surabaya menyumbang PDRB
terbanyak di Jawa Timur dengan angka 24,6%, namun banyak sekali kabupaten dan kota di Jawa Timur
yang hanya menyumbang dibawah 1% yaitu kabupaten Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Bondowoso,
Situbondo, Madiun, Magetan, Ngawi, Pamekasan, Kota Blitar, Pasuruan. Probolinggo, Mojokerto, Madiun,
dan Kota batu. Pada Tabel 6 daerah-daerah yang memiliki PDRB tinggi berada pada wilayah industri seperti
kabupaten Malang, Pasuruan, Sidoarjo, Gresik, Kota Malang, dan Surabaya.
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Jawa Timur 4.09 4.30 4.19 4.47 4.21 4
Kabupaten Pacitan 1.02 0.99 1.08 0.97 0.93 0.85
Kabupaten Ponorogo 3.14 3.25 3.66 3.68 3.46 3.76
Kabupaten Trenggalek 2.98 4.04 4.20 2.46 3.14 3.48
Kabupaten Tulungagung 3.10 2.71 2.42 3.95 2.31 2.27
Kabupaten Blitar 2.82 3.64 3.08 2.79 2.68 2.99
Kabupaten Kediri 4.08 4.65 4.91 5.02 5.57 3.18
Kabupaten Malang 3.75 5.17 4.83 4.95 4.28 4.60
Kabupaten Lumajang 4.60 2.01 2.83 2.60 2.88 2.91
Kabupaten Jember 3.77 3.94 4.64 4.77 4.24 5.16
Kabupaten Banyuwangi 3.41 4.65 7.17 2.55 4.66 3.07
Kabupaten Bondowoso 3.60 2.04 3.72 1.75 3.15 2.09
Kabupaten Situbondo 3.33 3.01 4.15 3.57 3.99 1.49
Kabupaten Probolinggo 1.92 3.30 1.47 2.51 2.4 2.89
Kabupaten Pasuruan 6.38 4.34 4.43 6.41 5.03 4.97
Kabupaten Sidoarjo 5.37 4.12 3.88 6.30 5.32 4.97
Kabupaten Mojokerto 3.35 3.16 3.81 4.05 3.79 5
Kabupaten Jombang 6.72 5.59 4.39 6.11 5.14 5.14
Kabupaten Nganjuk 4.09 4.73 3.93 2.10 4.22 3.23
Kabupaten Madiun 3.99 4.63 3.38 6.99 4.59 3.19
Kabupaten Magetan 3.64 2.96 4.28 6.05 3.28 3.80
Kabupaten Ngawi 2.94 4.97 5.61 3.99 4.74 5.76
Kabupaten Bojonegoro 3.42 5.81 3.21 5.01 4.23 3.64
Kabupaten Tuban 4.13 4.30 3.63 3.03 3.31 3.39
Kabupaten Lamongan 4.75 4.93 4.30 4.10 5.14 4.12
Kabupaten Gresik 6.78 4.55 5.06 5.67 4.96 4.54
Kabupaten Bangkalan 5.13 6.78 5.68 5 6.38 4.48
Kabupaten Sampang 1.71 4.68 2.22 2.51 2.61 2.48
Kabupaten Pamekasan 2.29 2.17 2.14 4.26 3.02 3.91
Kabupaten Sumenep 1.14 2.56 1.01 2.07 2.17 1.83
Kota Kediri 8.12 7.92 7.66 8.46 7.04 4.68
Kota Blitar 3.68 6.17 5.71 3.80 4.1 3.76
Kota Malang 7.96 7.73 7.22 7.28 6.76 7.22
Kota Probolinggo 5.26 4.48 5.16 4.01 3.59 3.42
Kota Pasuruan 4.54 5.41 6.09 5.57 5.97 4.64
Kota Mojokerto 7.52 5.73 4.42 4.88 5.67 3.61
Kota Madiun 6.89 6.57 6.93 5.10 5.05 4.26
Kota Surabaya 5.27 5.32 5.82 7.01 6.54 5.98
Kota Batu 3.51 2.30 2.43 4.29 2.86 2.26
Kabupaten/Kota Se Jawa Timur
Tingkat Pengangguran Terbuka
Tabel 6. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Timur Menurut Harga Berlaku
(%)
Sumber; BPS Data Diolah
Chow Test
Chow Test dilakukan untuk mengetahui model yang terbaik antara Common -Effect Model dengan
Fixed Effect Model yang dilihat dari nilai Prob. Cross-section Chi-square. Jika nilai Prob. Cross-section
Chi-square <0.05 maka kita akan memilikih Fixed Effect dan begitu sebaliknya. Tabel 7 menunjukkan hasil
dari Chow-Test:
Tabel 7. Hasil Uji Chow
Effect Test Statistic d.f. Prob.
Cross-Section F 241.51 (37,187) 0.0000
Cross-Section Chi
Square
886.33 37 0.0000
Sumber : Hasil Eviews 9
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Pacitan 0.69 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68
Ponorogo 0.90 0.89 0.88 0.87 0.87 0.88 0.88 0.87
Trenggalek 0.80 0.80 0.80 0.79 0.79 0.80 0.80 0.79
Tulungagung 1.69 1.68 1.68 1.67 1.67 1.67 1.67 1.66
Blitar 1.64 1.61 1.59 1.56 1.56 1.58 1.57 1.55
Kediri 1.84 1.82 1.80 1.80 1.79 1.80 1.78 1.77
Malang 4.17 4.19 4.22 4.22 4.26 4.35 4.38 4.4
Lumajang 1.44 1.43 1.42 1.41 1.42 1.44 1.43 1.43
Jember 3.37 3.31 3.30 3.24 3.27 3.32 3.35 3.32
Banyuwangi 3.28 3.29 3.36 3.40 3.45 3.55 3.55 3.62
Bondowoso 0.86 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85
Situbondo 0.86 0.85 0.86 0.86 0.86 0.87 0.87 0.87
Probolinggo 1.52 1.50 1.50 1.50 1.50 1.51 1.50 1.5
Pasuruan 6.18 6.20 6.20 6.10 6.13 6.17 6.15 6.12
Sidoarjo 8.22 8.31 8.46 8.46 8.51 8.61 8.57 8.66
Mojokerto 3.45 3.45 3.47 3.43 3.44 3.47 3.46 3.45
Jombang 1.75 1.74 1.72 1.71 1.70 1.72 1.71 1.7
Nganjuk 1.15 1.13 1.13 1.12 1.11 1.13 1.13 1.12
Madiun 0.82 0.81 0.81 0.81 0.81 0.82 0.82 0.82
Magetan 0.84 0.82 0.81 0.81 0.81 0.82 0.81 0.81
Ngawi 0.85 0.85 0.85 0.86 0.86 0.88 0.89 0.89
Bojonegoro 3.36 3.69 3.49 3.46 3.27 2.86 2.98 2.72
Tuban 2.83 2.80 2.81 2.80 2.83 2.84 2.80 2.82
Lamongan 1.64 1.63 1.64 1.65 1.66 1.69 1.70 1.71
Gresik 5.96 6 5.99 5.97 6.06 5.94 5.78 5.84
Bangkalan 1.60 1.58 1.44 1.40 1.40 1.13 1.07 0.98
Sampang 1.02 0.99 0.97 1 0.95 0.87 0.87 0.84
Pamekasan 0.71 0.71 0.71 0.71 0.72 0.72 0.72 0.72
Sumenep 1.53 1.56 1.60 1.82 1.83 1.60 1.55 1.65
Kota Kediri 5.81 5.71 5.78 5.74 5.67 5.74 5.73 5.71
Kota Blitar 0.29 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.29 0.28
Kota Malang 3.17 3.12 3.10 3.08 3.01 3.05 3.06 3.01
Kota Probolinggo 0.50 0.48 0.47 0.47 0.47 0.48 0.48 0.47
Kota Pasuruan 0.36 0.36 0.35 0.35 0.35 0.35 0.35 0.34
Kota Mojokerto 0.30 0.30 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.28
Kota Madiun 0.61 0.61 0.60 0.60 0.60 0.60 0.60 0.59
Kota Surabaya 23.34 23.33 23.42 23.55 23.62 23.94 24.19 24.26
Kota Batu 0.66 0.65 0.65 0.65 0.66 0.68 0.69 0.69
Jawa Timur 100 100 100 100 100 100 100 100
Kab/Kota
Distribusi PDRB Terhadap PDRB 38 KabKota adhb (Persen)
Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai Prob. Cross-section Chi-square <0.05 sehingga
dapat menggunakan Fixed Effect Model untuk pengujian selanjutnya. Hausman Test digunakan selanjutnya
untuk mendapatkan kesimpulan terbaik pemilihan model.
Hausman Test
Hausman Test dilakukan untuk mengetahui model yang terbaik antara Random Effect Model
dengan Fixed Effect Model. Penentuan untuk memilih yang terbaik antara Random Effect Model dengan
Fixed Effect Model Menurut Gujarati (2012), pemilihan model dapat dilihat dari nilai probabilitas Cross-
section random, jika nilai probabilitas Cross-section random lebih besar dari alpha 5 persen, maka random
effect model lebih baik dipilih dari pada fixed effect model. Namun apabila nilai probabilitas Cross-section
random kurang dari alpha 5 persen, maka Fixed Effect Model lebih baik dipilih dari pada Random Effect
Model. Berikut adalah hasil dari Hausman Test :
Tabel 8. Hasil Uji Hausman
Test Summary
Chi-Sq.
Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 30.049942 3 0.0000
Sumber : Hasil Eviews 9
Berdasarkan hasil pengujian (Tabel 8) yang dilakukan diperoleh nilai probabilitas Cross-section
random sebesar 0,0000 yang berarti nilai probabilitas Cross-section random lebih kecil dari alpha 5 persen,
maka Fixed Effect Model lebih baik dipilih dari pada random effect model.
Uji Goodness of Fit
Pada Bab 2 sudah ditentukan beberapa hipotesis dalam penelitian ini yang selanjutnya dilakukan
pengujian terhadap hipotesis tersebut melalui Uji Koefisien Determinasi (R- Squared), Uji Simultan dan
Uji Parsial. Uji Simultan digunakan untuk melihat hipotesis sejauh mana pengaruh variabel independen
yakni pertumbuhan ekonomi. Pengangguran dan Indeks Pembangunan Manusia terhadap variabel dependen
yakni Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur secara bersama sama dengan melihat probabilitias (F-statistik)
pada Model Random dan Uji Parsial untuk menguji pengaruh variabel bebas secara individu terhadap
Tingkat Kemiskinan dengan melihat probabilitas masing masing variabel pada Model Random. Pengujian
hipotesis dilakukan untuk mengetahui pola pengaruh variabel bebas pada penelitian ini dan koefisien-
koefisien hasil regresi dapat diketahui arah hubungan sebab akibat antara variabel dependen dan
independen.
4.3.1 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R-Squared)
R-Squared dalam hasil regresi mencerminkan seberapa besar keragaman variabel dependen yang
mampu diterangkan oleh variabel independen. Dalam hal ini seberapa besar Indeks Pembangunan Manusia,
Pengangguran dan Pertumbuhan Ekonomi dapat menerangkan Tingkat Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur.
Nilai R-Squared memiliki besaran yang positif dan besarnya adalah 0 < R-Squared < 1. Nilai R-Squared
yang mendekati satu, maka variabel dependen semakin kuat untuk dapat diterangkan oleh variabel
independennya. Berikut hasil uji koefisien determinasi:
Tabel 9. Hasil Uji Determinasi
R-squared 0.993447 Mean dependent var
12.2053
1
Adjusted R-squared 0.992045 S.D. dependent var
5.01830
7
S.E. of regression 0.447590 Akaike info criterion
1.39153
6
Sum squared resid 37.46306 Schwarz criterion
2.00821
7
Log likelihood -117.6351 Hannan-Quinn criter.
1.64034
8
F-statistic 708.7013 Durbin-Watson stat
1.19438
5
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber : Hasil Eviews 9
Berdasarkan hasil dari Tabel 9 pada Fixed Effect Model diperoleh nilai koefisien determinasi R-
squared sebesar 0.993447 atau sebesar 99,34% persen. Artinya 99.34% Tingkat Kemiskinan dipengaruhi
oleh Indeks Pembangunan Manusia , Pengangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi, dapat menjelaskan
Tingkat Kemiskinan sebesar 99,34 persen. Atau perubahan 99,34 persen perubahan dari variabel dependen
(tingkat kemiskinan) dapat dijelaskan oleh ketia variabel tersebut.sementara sisanya dijelaskan oleh faktor
lain diluar model.Sedangkan sisanya dijelaskan oleh variable-variabel lain diluar model.
Uji Simultan (Uji F)
Uji simultan merupakan uji yang digunakan untuk melihat pengaruh semua koefisien regresi secara
bersamaan atau dengan kata lain apakah pengaruh variabel pertumbuhan ekonomi, pengangguran, dan
indeks pembangunan manusia secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikatnya yaitu tingkat
kemiskinan. Jika probablitias (F-statistik) < 0,05 atau 5% maka signifikan, begitu juga sebaliknya. Berikut
hasil uji simultan :
Tabel 10 Uji Simultan
R-squared
0.99344
7 Mean dependent var
12.205
31
Adjusted R-squared
0.99204
5 S.D. dependent var
5.0183
07
S.E. of regression
0.44759
0 Akaike info criterion
1.3915
36
Sum squared resid
37.4630
6 Schwarz criterion
2.0082
17
Log likelihood
-
117.6351 Hannan-Quinn criter.
1.6403
48
F-statistic
708.701
3 Durbin-Watson stat
1.1943
85
Prob(F-statistic)
0.00000
0
Sumber : Hasil Eviews 9
Berdasarkan Tabel 10 Fixed Effect Model nilai probabilitias (F-statistik) diperoleh sebesar
0,000000. Dengan hasil tersebut maka kriteria yang terpenuhi ialah probabilitas (F-statistik) < alpha 5
persen. Maka Ha diterima dan Ho ditolak, artinya semua variabel independen yaitu Indeks Pembangunan
Manusia, pengangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi, secara bersama-sama mempengaruhi variabel
dependen secara signifikan.
Hasil Uji Parsial (Uji T)
Uji parsial merupakan uji untuk melihat pengaruh dari masing masing variabel independen dalam
model regresi terhadap variabel dependen, serta melihat hubungan positif dan negatif. adapun kriteria untuk
pengambilan kesimpulan ialah jika probabilitas < alpha 5 persen maka variabel independen tersebut
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, begitu juga sebaliknya jika probabilitas > alpha 5
persen maka variabel independen tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Berikut
hasil regresi uji parsial :
Tabel 11: Uji Parsial
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
X1 -0.359131 0.025877 -13.87829 0.0000
X2 -0.056268 0.037194 -1.512839 0.1320
X3 1.110311 0.351316 3.160439 0.0018
C 34.23631 2.044068 16.74910 0.0000
Sumber : Hasil Eviews 9
Berdasarkan Tabel 11 maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut, Uji parsial antara Indeks
Pembangunan Manusia (X1) dengan Tingkat Kemiskinan diperoleh nilai probabilitas < alpha 5 persen,
yaitu sebesar 0,0000 serta nilai koefisien yang bernilai negatif, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan dan hubungan yang negatif antara Indeks Pembangunan Manusia terhadap tingkat
kemiskinan. Kemudian selanjutnya Uji parsial antara pengangguran (X2) dengan Tingkat Kemiskinan
diperoleh nilai probabilitas > alpha 5 persen, yaitu sebesar 0,1320 serta nilai koefisien yang bernilai negatif,
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang tidak signifikan dan hubungan yang negatif antara
pengangguran terhadap tingkat kemiskinan. sementara Uji parsial antara Pertumbuhan Ekonomi (X3)
dengan Tingkat Kemiskinan diperoleh nilai probabilitas < alpha 5 persen, yaitu sebesar 0,0018 serta nilai
koefisien yang bernilai positif, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan
hubungan yang positif antara Pertumbuhan Ekonomi terhadap tingkat kemiskinan.
4.4 Hasil Analisis Fixed Effect Model
Model yang terpilih dalam penelitian ini ialah Fixed Effect Model. Untuk selanjutnya dengan
melihat hasil regresi Fixed Effect Model kita dapat menentukan persamaan regresi dalam penelitian ini.
Berikut ringkasan hasil regresi Fixed Effect Model :
Tabel 12 : Output Regresi Data Panel Fixed Effect Model
Sumber : Hasil Eviews 9
Pada Tabel 12 bila dilihat pada Variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berpengaruh negatif
dan signifikan yang ditunjukkan nilai koefisien sebesar -0.359131 yang artinya jika terdapat kenaikan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 1% akan menurunkan Tingkat Kemiskinan di Jawa Timur
sebesar 0.359131% dengan nilai probabilitas 0.0000 < α = 0,5. Variable pengangguran berpengaruh
negative dan tidak signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 12 dengan
nilai koefisien -0.056268, dengan nilai probabilitas 0.1320 < α = 0,5. Variabel Pertumbuhan Ekonomi
berpengaruh positif dan Signifikan terhadap Tingkat Kemisikinan dengan nilai koefisien 1.110311 dan
probabilitas 0.0018 < α = 0,5.
Pembahasan
Indeks Pembangunan Manusia Dan Tingkat Kemiskinan
Berdasarkan hasil penelitian Indeks Pembangunan Manusia memiliki pola hubungan yang negatif
terhadap Tingkat Kemiskinan di Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Timur, sesuai dengan nilai koefisien
yang bernilai negatif yaitu sebesar -0.359131. Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan jika variabel
Indeks Pembangunan Manusia berpengaruh secara signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan di Kabupaten
atau kota Provinsi Jawa Timur. hal tersebut berarti Dimana ketika terjadi peningkatan Indeks Pembangunan
Manusia sebesar 1 persen maka Tingkat Kemiskinan akan menurun sebesar 0.359131%. Hasil tersebut
sesuai dengan hipotesis penelitian dan landasan teori dalam awal penelitian. Provinsi Jawa Timur
mendapatkan pencapaian IPM yang paling rendah dibandingkan Provinsi lain di Pulau Jawa dan
berdasarkan data yang didapat masih banyak daerah kabupaten yang memiliki tingkat IPM yang bisa
digolongkan rendah dan memiliki rata-rata dibawah tingkat IPM di Jawa Timur. Beberapa kabupaten
tersebut adalah Kabupaten Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Blitar, Malang, Lumajang. Jember,
Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, probolinggo, Pasuruan, Ngawi, Bojonegoro, Bangkalan, Sampang,
Pamekasan, dan Sumenep. Sedangkan di daerah kota bisa dikatakan sudah cukup baik untuk pencapaian
nilai Tingkat IPM nya yang menyebabkan adanya ketimpangan diantara kabupaten dan kota di Provinsi
Jawa Timur. Apabila IPM lebih ditingkatkan lagi maka kemiskinan di Jawa Timur akan berkurang. Hal ini
bisa terjadi dikarenakan apabila suatu daerah dapat meningkatkan tingkat IPM nya maka tentunya akan
berpengaruh terhadap kemampuan yang dimiliki pekerja di daerah tersebut. Sehingga akan diimbangi
dengan perolehan pendapatan yang lebih tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Andy Septanto (2017) tentang Analisis Pengaruh Urbanisasi, Indeks Pembangunan Manusia, Dan
Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
X1 -0.359131 0.025877 -13.87829 0.0000
X2 -0.056268 0.037194 -1.512839 0.1320
X3 1.110311 0.351316 3.160439 0.0018
C 34.23631 2.044068 16.74910 0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.993447 Mean dependent var 12.20531
Adjusted R-
squared 0.992045 S.D. dependent var 5.018307
S.E. of
regression 0.447590 Akaike info criterion 1.391536
Sum squared
resid 37.46306 Schwarz criterion 2.008217
Log
likelihood -117.6351 Hannan-Quinn criter. 1.640348
F-statistic 708.7013 Durbin-Watson stat 1.194385
Prob(F-
statistic) 0.000000
Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Indonesia Tahun 2011-2015 (Studi Kasus Pada
33 Provinsi).
Pengangguran Dan Tingkat Kemiskinan
Berdasarkan hasil regresi dalam penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa pengangguran
memiliki hubungan yang negatif dan tidak signifikan dengan nilai probabilitas diatas 0,05 yaitu sebesar
0.1320. Hubungan yang negatif antara pengangguran dan Tingkat Kemiskinan di Jawa Timur mempunyai
arti ketika tingkat pengangguran turun maka akan terjadi kenaikan dalam kemiskinan.
Hal ini disebabkan karena data yang di kumpulkan dari BPS tentang Kemiskinan terdapat faktor
lain sebagai tolak ukur berupa konsumsi harian kalori sehingga meskipun orang yang sudah berpenghasilan
masih bisa dikatakan miskin apabila kebutuhan kalorinya tidak terpenuhi. Seperti yang kita ketahui biaya
yang dikeluarkan oleh pereorangan tidak hanya untuk makan, namun masih banyak pengeluaran yang lain
seperti sandang, rumah, kendaraan, dan lain-lain. Namun, kemiskinan tidak selalu berhubungan dengan
masalah ketenagakerjaan. Selain itu juga pernyataan ini diperkuat dengan pendapat Arsyad (2004) yang
menyatakan bahwa salah jika beranggapan setiap orang yang tidak mempunyai pekerjaan adalah miskin,
sedang yang bekerja secara penuh adalah orang kaya. Hal ini karena kadang kala ada pekerja di perkotaan
yang tidak bekerja secara sukarela karena mencari pekerjaan yang lebih baik yang lebih sesuai dengan
tingkat pendidikannya. Mereka menolak pekerjaan yang mereka rasakan lebih rendah dan mereka bersikap
demikian karena mereka mempunyai sumber lain yang bisa membantu masalah keuangan mereka.
Data yang didapat pada variabel kemiskinan terlihat mayoritas penduduk miskin berada pada
daerah Kabupaten, namun pada data pengangguran terbuka terlihat banyak pengangguran yang berada di
daerah Kota. Beberapa kota yang memiliki kemiskinan diatas rata-rata Provinsi Jawa timur yaitu Kabupaten
Pasuruan, Sidoarjo, Lamongan, Gresik, Bangkalan, Kota kediri, Malang, Pasuruan, Mojokerto, Madiun,
dan Surabaya. Hal ini juga salah satu penyebab variabel pengangguran tidak berpengaruh signifikan
terhadap kemiskinan. Warga yang tinggal di desa berpindah ke kota mengharapkan mendapat kerja namun
pada kenyataannya warga yang berpindah masih tetap tidak mendapatkan perkerjaan sehingga
pengangguran di wilayah kota besar memiliki tingkat pengangguran yang tinggi. Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Whisnu (2011) tentang “Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk,
PDRB, IPM, Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Kabupaten / Kota Jawa Tengah” bahwa
pengangguran tidak berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan di Jawa tengah.
Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Kemiskinan
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertumbuhan Ekonomi memiliki pengaruh yang
signifikan dan pola hubungan yang positif. dalam pola hubungan tersebut menandakan bahwa semakin
tinggi dan besar tingkat pertumbuhan Ekonomi maka Tingkat Kemiskinan di kabupaten atau kota Provinsi
Jawa Timur juga akan meningkat. Berdasarkan hasil regresi koefisien dari Pertumbuhan Ekonomi sebesar
1.110311 dan probabilitas 0,00.
Hal ini dikarenakan adanya ketimpangan yang sangat besar diantara pertumbuhan ekonomi di
sekitar wilayah Jawa Timur dan beberapa diantaranya merupakan wilayah Kabupaten. Dari data yang di
dapat Kabupaten Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Bondowoso, Situbondo, Madiun, Magetan, Ngawi,
Pamekasan, Kota Blitar, Kota Probolinggo, Pasuruan, Mojokerto, madiun, dan kota Batu pada setiap kota
dan kabupaten hanya menyumbang distribusi PDRB dibawah angka 1% dari PDRB keseluruhan di Jawa
Timur. Memang benar dalam data menunjukkan bahwa Jawa Timur menunjukkan peningkatan dalam
Pertumbuhan Ekonominya namun hal tersebut hanya terjadi di kota-kota besar seperti di Malang, Surabaya,
dan Pasuruan yang menggeluti bidang manufaktur. Sedangkan daerah yang menyumbang angka PDRB di
Bawah 1% merupakan daerah pinggiran tidak menunjukkan peningkatan dalam Pertumbuhan Ekonomi.
Sehingga hal ini menyebabkan ketimpangan dimana seharusnya pertumbuhan ekonomi bisa membantu
masyarakat lepas dari kemiskinan namun masih belum efektif dikarenakan ketidak seimbangannya PDRB
tiap-tiap Kota dan Kabupaten di Provinsi Jawa Timur. Hal ini menyebabkan ketidak sesuaian Hipotesis
yang di dapat dari hasil regresi dikarenakan adanya ketimpangan yang cukup tinggi diantara wilayah –
wilayah di Provinsi Jawa Timur. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang sudah di lakukan
sebelumnya pada penelitian yang dilakukan oleh Andy Septanto (2017) tentang Analisis Pengaruh
Urbanisasi, Indeks Pembangunan Manusia, Dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Kemiskinan Di
Indonesia Tahun 2011-2015 (Studi Kasus Pada 33 Provinsi) Menjelaskan bahwa Pertumbuhan Ekonomi
Mempengaruhi secara negative dan signifikan. Namun pada penelitian ini menunjukkan bahwa
Pertumbuhan Ekonomi Memiliki hubungan positif terhadap kemiskinan. Tentu saja hal ini merupakan hal
yang harus diberi perhatian lebih mengingat Jawa Timur memiliki penduduk yang banyak.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penelitian ini mencoba untuk meneliti bagaimana variable-variabel makro ekonomi yaitu Indeks
Pembangunan Manusia, Pengangguran dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap Tingkat
Kemiskinan Kota dan Kabupaten di Provinsi Jawa Timur tahun 2012-2017. Berdasarkan hasil penelitian
dengan metode data panel menggunakan Eviews 9 serta telah diuraikannya hasil pembahasan pada bab
sebelumnya, maka hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Indeks Pembangunan Manusia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penurunan Tingkat
Kemiskinan dan memiliki pola hubungan yang negatif. Membuktikan bahwa investasi dalam
bentuk modal manusia sangat besar pengaruhnya terhadap kemiskinan yang di Provinsi Jawa
Timur, terutama pada wilayah Kabupaten yang memiliki tingkat IPM yang berada di bawah rata-
rata IPM provinsi Jawa Timur. ketika IPM meningkat maka produktivitas meningkat otomatis
pendapatan meningkat, dengan meningkatnya tingkat IPM maka kemiskinan akan bisa dikurangi.
2. Pengangguran memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap penurunan Tingkat Kemiskinan
di Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Timur dan memiliki pola hubungan yang negatif. Tidak
signifikannya pengangguran dapat disebabkan karena tidak semua orang yang sementara
menganggur itu selalu miskin. Sebagai contoh mereka yang sedang mencari kerja karena baru lulus
dari sebuah instansi pendidikan, mereka yang mempersiapkan usaha, dan yang terakhir mereka
yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Tentu hal ini ini pengangguran yang tidak
ada memiliki hubungan yang erat dengan kemiskinan. Para warga yang bermigrasi dari desa ke
kota juga menyebabkan tingginya tingkat pengangguran di kota-kota besar dan kabupaten
disekitarnya karena mereka tetap tidak mendapatkan pekerjaan setelah sampai di kota. Padahal
pada data kemiskinan cenderung ada di daerah Kabupaten sedangkan pada data pengangguran
cenderung berada daerah perkotaan. Hal ini menyebabkan hasil dari regresi menunjukkan tidak
signifikan antara pengangguran dan kemiskinan.
3. Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan di Kabupaten dan
Kota Provinsi Jawa Timur dan memiliki pola hubungan yang positif. Hal ini disebabkan karena
kurangnya meratanya distribusi pendapatan di Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Timur.
Tingginya distribusi di kota besar seperti Surabaya yang mencapai 24% dari PDRB total di
provinsi Jawa Timur tidak mampu mengangkat wilayah lain seperti beberapa wilayah di kabupaten
Pacitan, Situbondo, bondowoso, dan lain – lain yang hanya menyumbang distribusi PDRB sebesar
1% saja. Karena terlalu tinggi ketidak merataan distribusi ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi
yang seharusnya dapat dinikmati oleh sebagian besar masyarakat justru hanya dinikmati oleh
kalangan tertentu saja. Sehingga wilayah yang kaya semakin kaya dan wilayah yang miskin
menjadi lebih miskin, hal tersebut yang menyebabkan ketidak sesuaian dari hipotesis awal yang
seharusnya pertumbuhan dapat mengurangi kemiskinan malah pertumbuhan ekonomi menambah
kemiskinan.
Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat memberikan saran sebagai
berikut:
1. Pemerintah sebaiknya segera meningkatkan Tingkat Indeks Pembangunan Manusia dengan
memperbaiki fasilitas pendidikan, kesehatan serta insentif insentif bagi masyarakatnya yang ingin
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Insentif tersebut dapat berupa beasiswa dan
bantuan dalam bentuk lainnya. Disamping beasiswa para penduduk yang menderita kemiskinan
diikutkan pelatihan dan penyuluhan tentang hal yang bisa menjadi daya Tarik di daerag masing
masing, seperti contoh di daerah pantai selatan daerah malang di berikan penyuluhan untuk
membuat pusat oleh-oleh dikarenakan hal tersebut dapat mendongkrak perekonomian di wilayah
tersebut mengingat Tingkat Kemiskinan cenderung mengarah ke pedesaan. Dalam bidang
kesehatan sebaiknya pemerintah lebih giat lagi dalam memperbaiki dan menambah pusat pusat
kesehatan masyarakat dan menambah jumlah tenaga medis agar setiap pelayanan kesehatan dapat
selalu berjalan sebagaimana mestinya. Dikarenakan pada saat ini instansi kesehatan dirasa masih
kurang sekali dikarenakan ada banyak orang yang sudah membayar BPJS namun tidak dapat
ditangani dikarenakan tidak adanya ruangan. Selain itu mempermudah akses untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan, menggratiskan biaya kesehatan bagi masyarakat, meningkatkan kualitas
guru merupakan keutamaan yang harus dilakukan pemerintah. Hal ini diutamakan di lakasanakan
di daerah-daerah yang memiliki tingkat IPM yang rendah seperti Kabupaten Pacitan, Ponorogo,
Trenggalek, Blitar, Malang, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo,
Probolinggo, Pasuruan, Ngawi, Bojonegoro, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.
Sehingga daerah kabupaten ini dapat mengurangi kemiskinan secara signifikan dan mampu
bersaing dengan kota-kota lainnya.
2. Pemerintah sebaiknya memberikan penyuluhan kepada rakyat miskin untuk mengimbangi jumlah
pertumbuhan angkatan kerja agar pengangguran dapat diminimalkan, para penduduk di suatu
wilayah diajarkan untuk membuat karya atau diperkenalkan dengan jasa yang sekiranya
memungkinkan untuk dilakukan di wilayah tersebut sehingga para penduduk tidak terpaku mencari
kerja dan mulai membuat pekerjaan. Jika hal ini berhasil di lakukan maka akan terbuka lapangan
kerja yang baru. Pemerintah harus lebih mengarahkan kebijakan ini ke daerah wilayah kabupaten
dan sekitarnya sehingga para pengangguran yang berada di kabupaten tidak berpindah dari wilayah
mereka dan tidak menambah pengangguran di kota- kota besar seperti Malang dan Surabaya.
3. Pemerintah sebaiknya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dibarengi dengan distribusi
pendapatan yang merata. Hal tersebut dapat tercapai dengan mempermudah aturan aturan
pendirian usaha baru, khususnya di sektor riil yang ada di kabupaten kabupaten tertentu yang
tingkat kemiskinannya cukup tinggi. Dengan di permudahnya aturan aturan diharapakan dapat
menciptakan iklim investasi di provinsi Jawa Timur ,sehingga perekonomian dapat tumbuh. Selain
itu pemerintah juga sebaiknya mengembangkan industri kreatif dikarenakan multiplier effect
ekonominya yang cukup baik terhadap pertumbuhan ekonomi apalagi industri kreatif tersebut
menggunakan bahan baku dalam negeri. Sementara dari segi sumber daya alam, pemerintah
sebaiknya dapat memanfaatkan kondisi sumber daya alam di Jawa Timur untuk membuka potensi
pariwisata di provinsi Jawa Timur dengan menggandeng warga sekitar terutama di daerah daerah
yang penduduk miskinnya banyak, mengingat sektor pariwisata dapat mendatangkan
kesejahteraan bagi warga sekitar jika mereka dilibatkan. Terutama hal ini harus diterapkan di
daerah yang memiliki distribusi PDRB dibawah 1% seperti kabupaten Pacitan, Ponorogo,
Trenggalek, Bondowoso, Situbondo, Madiun, Magetan, Ngawi, Pamekasan, kota Blitar,
probolinggo, Pasuruan, Mojokerto, madiun, dan Batu.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. 2004. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: STIE YKPN.
Amalia, Fitri. 2012. Pengaruh Pendidikan, Pengangguran Dan Inflasi Terhadap Tingkat Kemiskinan Di
Kawasan Timur Indonesia (KTI) Periode 2001-2010. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Badan Pusat Statistik. 2017, Berita Resmi Statistik (Profil Kemiskinan Di Indonesia 2016) BPS berbagai
edisi dan tahun, Jakarta.
Badan Pusat Statistik Jawa Timur. 2018, Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Timur Tahun 2012 - 2017, BPS berbagai edisi dan tahun,Surabaya.
Badan Pusat Statistik. 2017, Berita Resmi Statistik (Indeks Pembangunan Manusia Jawa Timur Tahun
2017) , BPS berbagai edisi dan tahun, Jakarta.
Badan Pusat Statistik.2012, Kemiskinan Di indonesia berbagai edisi: Jakarta
Badan Pusat Statistik Jawa Timur. 2016, Jawa Timur Dalam Angka Tahun 2017, BPS berbagai edisi dan
tahun, Surabaya.
Bungin, Burhan. 2013. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana.
Databoks, Katadata Indonesia. 2018, Jumlah Penduduk Miskin Menurut Pulau per 2016 Katadata, Jakarta.
Gujarati, Damodar N. 2012. Dasar-Dasar Ekonometrika: Buku 2 Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat.
Jhingan,M.L.2000. Ekonomi Perencanaan dan Pembangunan. Edisi Kesembilan. Jakarta: PT Raja.
Kuncoro , Mudrajad. 2006. Ekonomika Pembangunan : Teori, Masalah, dan Kebijakan. Yogyakarta:STIM
YKPN.
Kotambunan Lavenia, Sutomo Wim Palar, Richard L.H Tumilaar.2016.Analisis pengaruh belanja modal
dan Indeks Pembangunan Manusia (ipm) terhadap kemiskinan di Provinsi sulawesi utara. Jurnal
Berkala Ilmiah Efisiensi.Volume 16 No. 01.
Mulyaningsih, Yani, 2008, Pengaruh pengeluaran pemerintah di sektor public terhadap peningkatan
pembangunan manusia dan pengurangan kemiskinan, Tesis, Universitas Indonesia
Siregar H, Wahyuniarti D. 2008. Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Penurunan Jumlah Penduduk
Miskin. Jurnal Ilmiah.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sukirno, Sadono. 2011. Makroekonomi Teori Pengantar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sukmaraga, Prima. 2011. Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia, PDRB Per Kapita, dan Jumlah
Pengangguran Terhadap Jumlah Penduduk Miskin Di Provinsi Jawa Tengah. Semarang; Skripsi,
Fakultas Ekonomi Univesitas Diponegoro
Susanti, Sussy.2013.Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Pengangguran dan Indeks Pembangunan
Manusia terhadap Kemiskinan di Jawa Barat dengan Menggunakan Analisis Data Panel.Jurnal
Matematika Integratif.Vol.9 No.1,hal 1-18
Todaro, Michael P. 2011. Pembangunan Ekonomi. Edisi Kesebelas. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Whisnu,Adhi S.2011.Analisis pengaruh jumlah penduduk, pdrb,Indeks Pembangunan Manusia(ipm,)
pengangguran terhadap Tingkat Kemiskinan di kabupaten / kota jawa tengah. Jurnal fakultas
Ekonomi dan Bisnis. Universitas diponegoro.Semarang
Winarendra, Agus. 2014. Analisis Tingkat Kemiskinan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi.Jurnal
Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Diponegoro. Semarang
Yusuf, Andy.2017.Analisis Pengaruh Urbanisasi, Indeks Pembangunan Manusia, Dan Pertumbuhan
Ekonomi Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Indonesia Tahun 2011-2015.Jurnal fakultas Ekonomi dan
Bisnis. Universitas brawijaya.Malang
Recommended