View
2
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
ANALISIS PENGARUH PENANAMAN MODAL ASING, UTANG LUAR
NEGERI, NILAI TUKAR, DAN INFLASI TERHADAP PDB DI INDONESIA
TAHUN 1987-2016
(Pendekatan Model VAR)
Febryana Dwi Aryani
20160430207
Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
E-mail : febryanaaryani@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh
penanaman modal asing, utang luar negeri, kurs dan inflasi terhadap produk
domestic bruto (PDB).Data yang digukanan yaitu data time-series dari periode tahun
1987-2016 yang diambil dari Badan Pusat Statistika (BPS).Model analisis yang
digunakan dalam penelitian adalah bersifat kuantitatif dengan menggunakan VAR
(Vector Autoregression). Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini
adalah program Eviews 7.0.Hasil dari penelitian ini, meliputi (1) Penanaman modal
asing periode lalu tidak berpengaruh terhadap produk domestik bruto (PDB) periode
sekarang. (2) Utang luar negeri periode lalu (-1) berpengaruh positif terhadap
produk domestik bruto (PDB) periode sekarang. (3) Kurs periode lalu (-1)
berpengaruh negatif terhadap produk domestik bruto (PDB) periode sekarang.
(4)Inflasi periode lalu (-1) berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto
(PDB) periode sekarang.
Kata kunci : Penanaman Modal Asing, Tenaga Kerja, Utang Luar Negeri, Kurs,
Inflasi, VAR
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hal yang penting dalam kehidupan bermasyarakat saat ini adalah ekonomi. Tidak
heran jika ekonomi bernilai penting bagi sebuah negara karena pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi menjadi tolok ukur kemapanan negara. Hal ini selaras dengan
yang disampaikan Mankiw (2007: 182) bahwa keberhasilan suatu negara dalam
2
menentukan kebijakan dan pembangunan ekonomi tercermin dalam pertumbuhan
ekonominya. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila
terjadi kenaikan pendapatan nasional dan kenaikan output. Kenaikan pendapatan
nasional yang dilihat dari besarnya jumlah Produk Domestik Bruto (PDB) yang
dicapai setiap tahun ini pada akhirnya digunakan sepenuhnya untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat lewat pembangunan ekonomi.
Dalam rangka pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup masyarakat menjadi sejahtera, diperlukan pendanaan yang memadai
dan dapat dipenuhi dari berbagai sumber pendanaan antara lain pemerintah, swasta
maupun masyarakat. Penanaman modal asing merupakan salah satu sumber lain
untuk pembiayaan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Kamaludin
(2007) dalam Maflihul (2016), keterbatasan sumberdaya domestik dan kebutuhan
dana yang diperlukan untuk pembangunan sangatlah besar, maka dilakukanlah utang
luar negeri dan penanaman modal asing yang bersifat penanaman modal langsung
(PMA). Penanaman modal asing dapat diartikan sebagai penempatan modal dengan
harapan bisa mendapatkan keuntungan tertentu atas modal yang ditananam tersebut.
Selain mendapatkan keuntungan berupa modal investasi yang di dapatkan, hal lain
yang di harapkan dari ini berupa hubungan kerjasama antar negara menjadi lebih
baik. Peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang ditandai dari semakin
banyaknya realisasi hasil dari investasi.
Terkait dengan sumber pendanaan pemerintah, pendapatan negara saat ini belum
sepenuhnya mencukupi kebutuhan pendanaan sebagaimana ditargetkan dalam
3
rencana pembanguan nasional, oleh karena itu salah satu sumber dana yang
diandalkan oleh pemerintah Indonesia untuk membiayai pembangunan yaitu utang
luar negeri. Peranan utang luar negeri dibutuhkan dalam menunjang proses produksi
seperti pembangunan perekonomian suatu negara yang dikarenakan tabungan dalam
negeri yang tidak mencukupi untuk membiayainya. Oleh sebab itu, utang luar negeri
indentik dengan pembangunan ekonomi negara berkembang. Utang luar negeri
mempunyai peranan yang sangat penting karena lembaga keuangan internasional
seperti IMF dan Bank Dunia, menjalankannya secara institusional dan profesional
karena banyak negara yang membutuhkannya. Secara langsung hal ini mengacu pada
teori Harrod dan Domar yang menyatakan bahwa untuk mencapai pertumbuhan
ekonmi yang di inginkan, maka suatu negara memerlukan sejumlah dana tertentu.
Dan karena dana tersebut tidak tercukupi di dalam negeri, maka kekurangannya harus
dipenuhi dari luar.
Kurs juga perlu diperhatikan, perbedaan nilai mata uang dari suatu Negara dengan
mata uang Negara lain pada prinsinya ditentukan oleh besarnya permintaan uang dan
penawaran mata uang tersebut di pasar.penentuan system kurs merupakan hal yang
penting dalam perekonomian karena nilai tukar merupakan suatu alat yang dapat
digunakan untuk perekonomian di suatu Negara dari gejilak perekonomian global.
Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat inflasi. Inflasi merupakan
peristiwa moneter yang sangat rentang dan sering dijumpai hampir pada semua
negara di dunia.Inflasi juga dapat memberikan dampak yang buruk bagi neraca
pembayaran di Indonesia. Dalam hal ini ketika inflasi tinggi maka akan menyebabkan
4
harga komoditas ekspor naik sehingga kalah saing dengan harga komoditas negara
lain. Keadaan ini akan menyebabkan jumlah ekspor menurun dan impor meningkat
yang selanjutnya akan memyebabkan defisit perdagangan internasional yang
selanjutnya berimbas pada pengurangan cadangan devisa. Pengurangan cadangan
devisa ini akan menyebabkan kurangnya kepercayaan investor pada perekonomian
nasional yang selanjutnya dapat menimbulkan capital outflow atau keluarnya modal
dari dalam negeri. Sehingga PDB Indonesia akan berkurang.
Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas, penulis mencoba untuk
membahas masalah “Analisis Pengaruh Penanaman Modal Asing, Utang Luar
Negeri, Kurs dan Inflasi terhadap PDB di Indonesia Tahun 1987-2016”.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini, yaitu :
1) Bagaimana pengaruh utang luar negeri terhadap PDB di Indonesia?
2) Bagaimana pengaruh penanaman modal asing (PMA) terhadap PDB di
Indonesia?
3) Bagaimana pengaruh utang luar negeri terhadap PDB di Indonesia?
4) Bagaimana pengaruh kurs atau nilai tukar rupiah terhadap PDBdi
Indonesia?
5) Bagaimana pengaruh inflasi terhadap PDB di Indonesia?
3. Tujuan Penelitian
5
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah :
1) Menganalisis bagaimana pengaruh utang luar negeri terhadap PDB di
Indonesia.
2) Menganalisis bagaimana pengaruh penanaman modal asing (PMA)
terhadap PDB di Indonesia.
3) Menganalisis bagaimana pengaruh utang luar negeriterhadap PDB di
Indonesia.
4) Menganalisis bagaimana pengaruh kurs atau nilai tukar rupiah terhadap
PDB di Indonesia.
5) Menganalisis bagaimana pengaruh inflasi terhadap PDB di Indonesia.
4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu :
1) Penelitian ini sebagai masukan bagi nasyarakat Indonesia agar mengetahui
bagaimana kondisi perekonomian di Indonesia khususnya yang
berhubungan dnegan utang luar negeri, penanaman modal asing dan
tenaga kerja.
2) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi, bahan bacaan dan
perbandingan dengan penelitian selajutnya.
3) Penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi bagi pembaca yang
ertarik dengan hal yang berhubungan dengan perekonomian Indonesia.
6
B. LANDASAN TEORI
1. Tinjauan Pustaka
1.1. Produk Domestik Bruto (PDB)
PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang
diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu
(biasanya per tahun).PDB berbeda dari produk nasional bruto karena
memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di
negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari
suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan
dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya,
PNB memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan.PDB
Nominal (atau disebut PDB Atas Dasar Harga Berlaku) merujuk kepada
nilai PDB tanpa memperhatikan pengaruh harga.Sedangkan PDB riil
(atau disebut PDB Atas Dasar Harga Konstan) mengoreksi angka PDB
nominal dengan memasukkan pengaruh dari harga.
Beberapa alasan digunakannya PDB sebagai indicator pengukuran
pertumbuhan ekonomi adalah :
a. PDB dihitung berdasarkan jumlah nilai tambah (value added) yang
dihasilkan seluruh aktivitas produksi dalam perekonomian. Hal ini,
peningkatan PDB mencerminkan peningkatan balas jasa kepada
factor produksi yang digunakan dalam proses produksi.
b. PDB dihitung atas dasar konsep siklus aliran (circulair flow concept).
Artinya, perhitungan PDB mencakup nilai produk yang dihasilkan
7
pada suatu periode tertentu. Perhitungan ini tidak mencakup nilai
produk yang dihasilkan pada suatu periode tertentu. Perhitungan ini
tidak mencakup perhitungan pada periode sebelumnya. Pemenfaatan
konsep aliran dalam menghitung PDB memungkinkan seseorang
untuk membandingkan jumlah output pada tahun ini dengan tahun
sebelumnya.
c. Batas wilayah perhitungan PDB adalah Negara (perekonomian
domestic). Hal ini memungkinkan untuk mengukur samapi sejauh
mana kebijakan ekonomi yang diterapkan pemerintah maupun
mendorong aktivitas perekonomian domestic.
Perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB)
Menurut konsep makro ekonomi (Sukirno,1994) bahwa PDB (Y) terdiri
dari konsumsi rumahtangga (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah
(G), dan net ekspor (X – M) atau (NX) dengan persamaan :
Y = C + I + G + (NX)
1.2.Teori Penanaman Modal Asing
Teori Klasik
Teori klasik tentang investasi pada pokoknya didasarkan atas batas
produktivitas dari faktor modal. Menurut teori ini besarnya kapital
yang akan di investasikan dalam proses prodksi ditentukan oleh
produktivitas marginalnya dibandingkan dengan tingkat bunga.
Sehingga invetasi akan terus dilakukan bilamana produktivitas batas
8
dari investasi itu masih lebih tinggi daripada tingkat yang akan
diterimanya bila seandainya modal itu dipinjamkan dan tidak di
investasikan (Sobri, 1984 : 140).
Jadi dengan kata lain investasi tergantung atau merupakan fugsi dari
tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga, keinginan untuk
melakukan investasi juga semakin kecil dan semakin rendah tingkat
bunga pengusaha akan lebih terdorong untuk melakukan investasi,
sebab biaya penggunaan dana yang akan makin kecil juga. Tingkat
bunga dalam keadaan keseimbangan akan tercapai apabila keinginan
pengusaha untuk melakukan investasi.
Teori Keynes
Keynes mempunyaipandangan tentang tingkat bunga yang merupakan
suatu fenomena moneter berarti tingkat bunga ditentukan oleh
penawaran dan permintaan uang. Perubahan tingkat bunga selanjutnya
akan mempengaruhi keinginan mengadakan investasi dan dengan
demikian akan mempengaruhi GNP (Nopirin 1995 :90-91).
Menurut keynes, uang adalah alah satu bentuk yang dimiliki oleh
seseorang. Seperti halnya kekayaan dalam bentuk tabungan, saham
atau surat berharga lainnya, keputusan masyarakat mengenai bentuk
komponene daripada kekayaan mereka besar dari kekayaan masyarakt
akan di wujudkan dalam bentuk tabungan atau surat berharga yang
akan menentukan tingginya tingkat bunga.
9
1.3.Utang Luar Negeri
Utang luar negeri adalah seluruh pinjaman serta konsendional baik secara
resmi dalam bentuk mata uang tunai maupun bentuk-bentuk aktiva yang
lainnya secara umum ditunjukan untuk mengalihkan sejumlah sumber
daya negara-negara maju ke negara berkembang untuk kepentingan
pembangunan atau mempunyai maksud sebagai distribusi pendapatan
(Todaro, 1998 : 163).
Pengertian lain pinjaman luar negeri adalah semua pinjaman yang
menimbulkan kewajiban membayar kembali terhadap pihak luar negeri
baik dalam valuta asing maupun dalam rupiah.
Utang luar negeri Indonesia dibedakan menjadi dalam dua kelompok
besar, yaitu pinjaman luar negeri yang diterima Pemerintah (public debt)
dan pinjaman luar negeri yang diterima swasta (pribate debt). Dilihat dari
sumber dananya, pinjaman luar negeri dibedakan ke dalam pinjaman
multilateral, pinjaman bilateral dan pinjaman dindikasi. Sedangkan dari
segi persyaratan pinjaman, dibedakan dalam pinjaman lunak
(concessional loan), pinjaman setengah lunak (semi concessional loan)
dan pinjaman komersial (commercial loan). (Hudiyanto, 2014)
a. Teori Utang Luar Negeri
Sumber keuangan dari luar negeri berupa pinjaman luar negeri dapat
memainkan peranan penting dalam usaha melengkapi kekurangan
sumber daya berupa devisa atau tabungan domestik. Pendekatan inilah
yang disebut sebagai analisis bantuan luar negeri dua kesenjangan
10
(two gap model) ini mengatakan bahwa negara berkembang pada
umumnya menghadapi kendala keterbatasan tabungan domestik yang
jauh dari mencukupi untuk menggarap segenap peluang investasi yang
ada, serta kelangkaan devisa yang tidak memungkinkan mengimpor
barang-barang modal. Secara umum model ini berasumsi bahwa
kekurangan dan kesenjangan tabungan (saving gap) serta kesenjangan
devisa (foreign exchange gap) itu tidak sama bobotnya dan satu sama
lain berdiri sendiri. Kekurangan tabungan tidaklah dapat digantikan
dengan cadangan devisa begitu juga sebaliknya, kekurangan devisa
tidak pula dapat digantikan dipenuhi oleh tabungan dalam negeri.
Selain itu terdapat beberapa pandangan yang menyatakan tentang
keterkaitan antara utang dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Barsky,
et, Al (1986) ekonomi klasik/neo klasik mengindikasikan bahwa
kenaikan utang luar negeri untuk membiayai pengeluaran pemerintah
hanya menaikkan pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek, namun
dalam jangka panjang tidak akan mempunyai dampak yang signifikan
akibat adanya crowding-out, yaitu keadaan dimana terjadi overheated
dalam perekonomian yang menyebabkan investasi swasta berkurang
yang pada akhirnya akan menurunkan produk domestik bruto.
Sedangkan menurut neo klasik berpendapat bahwa setiap individu
mempunyai informasi yang cukup, sehingga mereka dapat
merencanakan tingkat konsumsi sepanjang hidupnya. Defisit anggaran
pemerintah yang dibiayai oleh utang luar negeri akan meningkatkan
11
konsumsi individu. Sedangkan pembayaran pokok utang dan
cicilannya dalam jangka panjang akan membebankan kenaikkan pajak
untuk generasi beikutnya.
Dengan asumsi bahwa seluuh sumber daya secara penuh dapat
digunakan, maka peningkatan konsumsi akan menurunkan tingkat
tabungan dan suku bunga akan meningkat. Peningkatan suku bunga
akan mendorong permintaan swasta menurun, sehingga neo klasik
menyimpulkan bahwa dalam kondisi full employment, defsit anggaran
pemerintah yang permanen dan penyelesaiannya dengan utang luar
negeri akan menyebabkan investasi swasta tergusur (Barsky, et, al
1986).
1.4.Nilai Tukar atau Kurs
Kuncoro (2009:53) menyatakan bahwa”setelah runtuhnya sitem Bretton
Woods dan berkembangnya system kurs mengambang, bagi ngara
brkembang seperti Negara Indonesia, peranan kurs valas menjadi sangat
penting, terutama terhadap mata uang keras (hard currencies) sepert
dollar AS dan Yen jepang”. Kurs valas sangat penting bagi Negara yang
sdang melakukan pembangunan ekonomi, karena kurs valas akan
berhubungan langsung dengan sector-sektor perdaangan luar negeri,
investasi, dan juga dengan utang luar negeri yang merupakan sumber
dana pembangunan. Oleh karenanya kestabilan dan keterjangkauan kurs
mutlak diperlukan. Selama periode krisis ekonomi, nilai kurs sangat
12
mempengaruhi kondisi perekonomian domestic, terpuruknya mata uang
domestik (upiah) terhadapa mata uag asing menjadi awal kriis ekonomi,
sehingga nilai kurs menjasi sangat rentan. Fluktuasi kurs ini yang
menyebabkan sector-sektor perdagangan dan sector rill kolaps serta
beban utang luar negeri yang merupakan sebagian dana untuk
pembangunan menjadi semakin besar. Berdasarkan teori paritas daya
beli, kurs antara dua mata uang akan melakukan penyesuaiann yang
mencerminkan perubahan tingkat harga dari kedua Negara, jika rupiah
Indonesia menguat terhadap dollar maka utang luar negeri akan menurun
sehingga hubungan antara kurs dan utang luar negeri adalah negative.
1.5. Inflasi
Inflasi adalah suatu proses naiknya harga secara umum dan terus-
menerus (continue) dalam jangka waktu yang lama. Dari pengertian
tersebut dapat diartikan kalau Inflasi adalah sebuah proses dan bukanlah
tinggi-rendahnya harga. Maksudnya tingkat harga yang tinggi itu belum
tentu Inflasi.
Inflasi dapat digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu Inflasi ringan,
sedang, berat dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan
harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%-
30% setahun; berat antara 30%-100% setahun; dan hiperinflasi atau
inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100%
setahun.
13
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang terjadinya Inflasi, yaitu :
1. Teori Kuantitas
Teori ini menyoroti hal-hal yang berperan dalam proses inflasi, yaitu
jumlah uang yang beredar dan anggapan masyarakat mengenai
kenaikan harga-harga. Inti dari teori kuantitas adalah sebagai berikut :
Inflasi hanya bisa terjadi apabila ada penambahan volume uang yang
beredar. Tanpa ada kenaikan jumlah uang yang beredar, gagal panen
misalnya hanya akan menaikan harga-harga untuk sementara waktu
saja. Penambahan jumlah uang ibarat” bahan bakar” bagi api inflasi.
Apabila jumlah uang bertambah, inflasi akan berhenti dengan
sendirinnya.
Laju inflasi disebabkan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar
dan anggapan masyarakat mengenai harga-harga.Teori kuantitas ini
di kemukankan oleh Irving Fisher. Di setiap transaksi, jumlah yang
dibayarkan oleh pembeli sama dengan jumlah uang yang diterima
penjual. Hal ini berlaku untuk seluruh perekonomian. Dalam periode
tertentu nilai barang dan jasa yang dibeli harus sama dengan nilai
barang dan jasa yang dijual. Nilai barang yang dijual sama dengan
volume transaksi di kalikan harga rata-rata barang tersebut.
2. Teori Keynes
Menurut John Maynard Keynes, Inflasi terjadi karena suatu
masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya
sehingga menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap
14
barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah barang-barang
yang tersedia (penawaran agregat), akibatnya akan terjadi inflationary
gap atau celah inflasi.
Celah inflasi ini timbul karena golongan-golongan masyarakat
berhasil menerjemahkan aspirasi mereka menjadi permintaan yng
efektif terhadap barang.Golongan-golongan masyarakat yang
dimaksud yaitu pemerintah, pengusaha, dan serikat buruh.Pemerintah
berusaha memperoleh bagian lebih besar dari output masyarakat
dengan cara mencetak uang baru. Pengusaha melakukan investasi
dengan modal yang diperoleh dari kredit bank, serikat buruh atau
pekerja memperoleh kenaikan harga. Hal ini terjadi karena
permintaan total melebihi jumlah barang yang tersedia, maka harga-
harga akan naik. Adanya kenaikan harga-harga ini menunjukan
sebagian dari rencana-rencana pembelian barang dari golongan-
golongan tersebut bisa dipenuhi.
Proses inflasi akan terus berlangsung selama jumlah pemintaan
efektif dari semua golongan masyarakat melebihi jumlah output yang
dihasilkan. Namun apabila permintaan efektif total tidak melebihi
harg-harga yang berlaku dari jumlah output yang tersedia, maka
inflasi akan berhenti.
3. Teori Struktural
Teori ini didasarkan pada hasil dari studi yang dilakukan terhadap
negara berkembang. Hasilnya menunjukkan bahwa inflasi bukan
15
semata-mata merupakan fenomena moneter, tetapi juga merupakan
fenomena struktural atau cost pushinflation. Hal ini disebabkan
karena struktur ekonomi negara-negara berkembangyang pada
umumnya masih bercorak agraris. Sehingga, goncangan ekonomi
yang bersumber dari dalam negeri, misalnya gagal panen (akibat
faktor eksternal pergantian musim yang terlalu cepat, bencana alam,
dan sebagainya), atau hal-hal yang memiliki kaitan dengan hubungan
luar negeri, misalnya memburuknya termof trade; utang luar negeri;
dan kurs valuta asing, dapat menimbulkan fluktuasiharga di pasar
domestik.
4. Mark-up Model
Pada teori ini dasar pemikiran model inflasi ditentukan oleh dua
komponen, yaitu cost of production dan profit margin. Relasi antara
perubahan kedua komponen ini dengan perubahan harga dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Price = Cost + Profit Margin
Karena besarnya profit margin ini biasanya telah ditentukan
sebagai suatu prosentase tertentu dari jumlah cost of production,
maka rumus tersebut dapat dijabarkan menjadi :
Price = Cost + ( a% x Cost )
16
Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponen-
komponen yang menyusun cost of production dan atau penaikan pada
profit margin akan menyebabkan terjadinya kenaikan pada harga jual
komoditi di pasar.
Penyebab Terjadinya Inflasi
Inflasi dapat disebabkan oleh 3 hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan
likuiditas/uang/alat tukar), desakan (tekanan) produksi dan/atau distribusi
(kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk
kurangnya distribusi), dan yang terakhir naiknya harga-harga barang yang
diimpor.
a. Inflasi Tarikan Permintaan
Inflasi tarikan permintaan terjadi akibat adanya permintaan total
yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas
di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu
perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau
likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa
mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor
produksi tersebut.Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi
itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat.
Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total
sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full
17
employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan
volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di
pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya
kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang,
kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi
yang terjadi di sektor industri keuangan.
b. Inflasi Desakan Biaya
Inflasi desakan biaya terjadi akibat adanya kelangkaan produksi
dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau
permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara
signifikan.Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau
berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal
dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum
permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai
keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau
skala distribusi yang baru.
Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti
adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll),
bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk
menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll,
sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di
pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi,
18
dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang
sangat penting.
Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal, yaitu : kenaikan
harga, misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji, misalnya
kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta
menaikkan harga barang-barang.
c. Inflasi Diimpor
Inflasi ini terjadi apabila barang-barang impor yang mengalami
kenaikan harga mempunyai peranan penting dalam kegiatan
pengeluaran perusahaan-perusahaan. Contohnya yaitu, efek kenaikan
minyak dalam tahun 1970an kepada perekonomian negara-negara
barat dan pengimpor minyak lain.
Dampak Terjadinya Inflasi
Inflasi dengan demikian dapat memberikan dampak yang buruk bagi
kegiatan ekonomi.Selain itu, inflasi juga memberikan dampak kepada
kemakmuran individu dan masyarakat.
a. Inflasi dan Perkembangan Ekonomi
Inflasi yang tinggi tingkatnya tidak akan menggalakkan
perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik
menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan.Maka
pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk
tujuan spekulasi. Antara lain yaitu membeli harta-harta tetap seperti
tanah, rumah dan bangunan oleh karena pengusaha lebih suka
19
menjalankan kegiatan investasi yang bersifat seperti ini, maka
investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi
menurun. Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran akan
tercipta.
Kenaikan harga-harga menimbulkan efek yang buruk pula ke atas
perdagangan.Kenaikan harga menyebabkan barang-barang negara itu
tidak dapat bersaing di pasaran internasional. Maka ekspor
akanmenurun. Sebaliknya, harga-harga produksi dalam negeri yang
semakin tinggi sebagai akibat inflasi menyebabkan barang-barang
impor relatif lebih murah. Maka lebih banyak impor akan dilakukan.
Ekspor yang menurun dan diikuti pula oleh impor yang bertambah
menyebabkan ketidakseimbangan dalam aliran mata uang asing.
Kedudukan neraca pembayaran akan memburuk.
b. Inflasi dan Kemakmuran Masyarakat
Di samping menimbulkan efek buruk ke atas kegiatan ekonomi
negara, inflasi juga akan menimbulkan efek-efek berikut kepada
individu dan masyarakat :
a) Inflasi akan menurunkan pendapatan riil orang-orang
yang berpendapatan tetap. Pada umumnya kenaikan upah
tidaklah secepat kenaikan harga-harga. Maka inflasi akan
menurunkan upah riil individu-individu yang berpendapatan
tetap.
20
b) Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang.
Sebagian kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang.
Simpanan di bank, simpanan tunai dan simpanan dalam
institusi-institusi keuangan lain merupakan simpanan
keuangan. Nilai riilnya akan menurun apabila inflasi berlaku.
c) Memperburuk pembagian kekayaan. Telah ditunjukkan bahwa
penerima pendapatan tetap akan menjadi kemerosotan
dalam nilairiilkekayaannya. Akan tetapi pemilik harta-harta
tetap dapat mempertahankan atau menambah nilai riil
kekayaannya. Juga sebagian penjual/pedagang dapat
mempertahankan nilai riil pendapatannya. Dengan demikian
inflasi menyebabkan pembagian pendapatan diantara golongan
berpendapatan tetap dengan pemilik-pemilik harta tetap dan
penjual/pedagang akan menjadi semakin tidak merata.
2. Penelitian Terdahulu
a. Isnan Noor Romlan (2007)
Dengan penelitian yang berjudul “ Analisis Faktor – Faktor yang
Mempengaruhi Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia tahun
1977-2004.” Variabel dependen yang digunakan adalah produk
domstik bruto (PDB) dan variabel independen yang digunakan adalah
PMA, PMDN, Inflasi, JUB, dan tenaga kerja.Hasil yang diperoleh
adalah PMA, PMDN, inflasi, JUB dan tenaga kerja Hasil yang
21
diperoleh adalah PMA, PMDN, inflasi, JUB dan tenaga kerja
pengaruh signifikan terhadap PDB.
b. Delta Ananda Arga Putra, at all. (2017)
Dengan penelitiannya yang berjudul “analisis Pengaruh Foreign
Direct Investment, Nilai Tukar dan Goverment Expenditure Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia”. Variabel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah PMA, kurs, pengeluaran pemerintah dan
variabel dependentnya adalah pertumbuhan ekonomi. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah VECM. Hasil dari penelitian
ini tidak terdapat pengaruh jangka pendek antara variabel
independent terhadap pertumbuhan ekonomi dan terdapat pengaruh
jangka panjang antara variabel independent dengan pertumbuhan
ekonomi di Indonesia.
c. Muhammad Iqbal Maulidi (2013)
Penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri
Dan Penanaman Modal Asing Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di
Indonesia Periode 1990-2011”.Variabel yang di gunakan dalam
penelitian ini adalah penanaman modal asing dan utang luar negeri.
Variabel dependentnya adalah perumbuhan ekonomi di Indonesia.
Dengan menggunakan metode Regresi Linear Berganda, hasilnya
menunjukkan bahwa Utang luar negeri dan penanaman modal asing
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
d. Nugraha Lalu Asri Aditya dan Fauzy Akhmad (2015)
22
Penelitiannya yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Produk Domestik Bruto dengan Pendekatan Analisis Data
Panel”.Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDB
sebagai variabel dependen.Dan variabel independennya adalah modal
tetap bruto, pengeluaran pemerintah, investasi asing.Hasilnya
menunjukkan bahwa modal tetap bruto berpengaruh signifikan
terhadap PDB, sedangkan variabel pengeluaran pemerintah dan
variabel investasi tidak berpengaruh signifikan terhadap PDB.
3. Kerangka Konsep
Kerangka konsep yang dapat dibentuk dari penelitian ini adalah dengan
menggambarkan pengaruh variabel indipenden terhadap variabel
dependen ini dikemukakan suatu kerangka berpikir. Berikut ini model
kerangka berpikir mengenai penanaman modal asing, utang luar negeri,
kurs, dan inflasi (variabel independen) terhadap PDB (variabel
dependen).
23
Gambar 1. Bagan Kerangka Konsep
4. Hipotesis
Dengan mengacu pada dasar pemikiran teoritis dan studi empiris yang
pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian di bidang ini, maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
a. Penanaman modal asing diduga berpegaruh positif signifikan
terhadap PDB di Indonesia.
b. Utang Luar Negeri diduga berpegaruh positif signifikan terhadapa
PDBdi Indonesia.
c. Nilai tukar atau kurs diduga berpegaruh negative signifikan
terhadapa PDBdi Indonesia.
d. inflasididuga berpegaruh negative signifikan terhadapa PDB di
Indonesia.
Penanaman Modal Asing
Inflasi
Utang Luar Negeri
Nilai Tukar atau Kurs
Pertumbuhan Ekonomi
(PDB)
24
C. METODE PENELITIAN
1. Populasi dan Sampel
Penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Populasi yang digunakan adalah data
PDB, penanaman modal asing, utang luar negeri, kurs, dan inflasi yang
diperoleh dari Badan Pusat Statistik periode 1987 sampai dengan 2016.
Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan sampel jenuh.Sampel jenuh
merupakan sampel yang mewakili populasi, dimana biasanya hanya digunakan
jika populasi kurang dari 100.Sehingga pada akhirnya diperoleh jumlah sampel
sebanyak 30 data.
2. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan oleh penulis untuk menerangkan
kerangka dasar perhitungan hubungan antara variabel dependent dengan
variabel independent didasarkan pada metode VAR (Vector Autoregression)
dengan pengolahan data menggunakan program E-views 7.0. Metode ini
dikembangkan oleh Sims pada tahun 1980 yang mengasumsikan bahwa semua
variabel dalam model bersifat endogen (ditentukan di dalam model) sehingga
metode ini disebut sebagai model yang a-teoritis (tidak berlandaskan teori).
(Ascarya;2009).
Siregar dan Irawan (2005) menjelaskan bahwa VAR merupakan suatu sistem
persamaan yang memperlihatkan setiap variabel sebagai funsi linear dari
kostanta dan nilai lag (lampau) dari variabel itu sendiri, serta nilai lag dari
variabel lain yang ada dalam sistem. Variabel penjelas dalam VAR meliputi
25
seluruh variabel tak bebas dalam sistem VAR yang membutuhkan identifikasi
retriksi untuk mencapai persamaan melalui interpretasi persamaan.
3. Metode Vector Autoregression
Metode ini menggambarkan hubungan yang “saling menyebabkan”
(kausalistis) antar variabel dalam sisitem. VAR dengan ordo p dan n buah
variabel tak bebas pada periode t dapat dimodelkan sebagai berikut :
Yt = A0 +A1𝑌𝑡−1+A2𝑌𝑡−2+...+Ap𝑌𝑡−𝑝 +ℇ𝑡
Dimana :
𝑌𝑡 = Vektor Variabel tak bebas
A0 = Vektor intersep berukuran nx 1
A1 = Matriks paramater berukuran nx 1
𝜀𝑖 = Vektor residual ( 1𝑡 , 2𝑡 , 3𝑡) berukuran nx 1
Asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis VAR adalah semua variabel
dependen bersifat stationer, semua sisaan bersifat white noise, yaitu memiliki
rataan nol, ragam konstan, dan diantara variabel tak bebas, tidak ada
korelasi.Metode selanjutnya dilakukan pengujian dengan metode VAR
26
Sumber : Gujarati, 2005.
Gambar 2. Bagan Alur Pengujian Model VAR
Tahap 1:
Uji Stationeritas: Analisis Graf dan
Uji Root Test (URT) dari Variabel
yang di teliti
Augmented Dickey
Fuller Test
Tahap 2 : Penentuan Panjang Lag
Tahap 3 : Uji Kointegrasi
Johansens’
cointegration
Tahap 4 : Estimasi Model VAR
Tahap 5b :
Analisis IFR (impulse response
function)
Tahap 5a : Uji dan
analisis kausalitas
granger
Tahap 5c :
Analisis VDC (variance
decomposition)
Tahap 6 :
Rekomendasi Kebijakan
27
D. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
1. Pengujian Akar Unit/Stasioneritas Data
Penguji dilakukan dengan menggunakan uji uni root. Menurut Nachrowi dan
Usman (2006) dalam Heriyanto dan Ming (2014), uji unit root merupakan
pengujian yang sangat sering digunakan. Penelitian ini dikenalkan oleh David
Dickey dan Wayne Fuller. Metode penelitian ini menggunakan program
Eviews 7.0 dan berdasarkan model Augmented Dickey-Fuller (ADF) test.
Apabila nilai ADF lebih besar dari nilai kritis, maka H0 diterima yang berarti
terdapat akar unit dan tidak stasioner. Sebaliknya, jika niali ADF lebih kecil
dari nilai kritis, maka H0 sitolak yang berarti tidak ada akar unit dan stasioner.
Table 1. Uji Akar Unit/Stasioneritas
Variabel
Uji Akar Unit
Level 1st Difference
ADF Prob ADF Prob
LOGPDB -0.395591 0.8973 -3.790369 0.0079
LOGPMA -3.843105 0.0067 -6.948253 0.0000
LOGULN -1.421231 0.5581 -3.709456 0.0095
LOGKURS -1.150120 0.6817 -4.119941 0.0035
INFLASI -5.511280 0.0001 -7.809751 0.0000
Sumber : hasil olahan eviews 7 (2018)
28
Dari hasil uji stasioneritas berdasarkan uji Dickey-Fuller diperoleh data yang
belum stasioner pada data level atau integritas derajat nol, I (0), maka syarat
stasioneritas model ekonomi runtut waktu dapat diperoleh dengan cara
differencing data, yaitu mengurangi data tersebut dengan data periode
sebelumnya. Dengan demikian melalui differencing pertama (first difference)
diperoleh data selisih atau deltanya (∆).
Setelah mengetahui bahwa data tidak stasioner pada tingkat level, maka
langkah selanjutnya adalah melakukan uji akar pada tingkat 1st Difference. Dan
dari hasil uji akar unit maka seluruh variabel lolos uji akar unit pada tingkat 1st
Difference atau stasioner pada 1st Difference.
2. Penentuan Panjang Lag Maksimal
Tahap pengujian lag optimal sangat berguna untuk menghilangkan
autokorelasi dalam sistem VAR. Sehingga dengan digunakan lag optimal dapat
mencegah munculnya autokorelasi . Penentuan panjang lag optimal dalam
model VAR direkomendasikan menggunakan Final Prediction Error (FPE),
Aike Information Criterion (AIC), Schwarz Chriterion (SC), dan Hannan-
Quinn (HQ). Lag optimal terjadi saat lag mempunyai tanda bintang terbanyak.
Table 2. Uji Panjang Lag
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 53.16285 NA 1.94e-08 -3.567618 -3.327648 -3.496263
1 131.7320 122.2187 3.81e-10 -7.535707 -6.095888* -7.107573
2 170.4175 45.84947* 1.71e-10* -8.549447* -5.909779 -7.764535*
Sumber : hasil olahan eviews 7 (2018)
29
Berdasarkan tabel diatas , terdapat tanda bintang yang paling banyak
berada di lag ke 2, sehingga lag tersebut dipilih sebagai lag maksimal
berdasarkan kriteria LR model (LR), Final Prediction Error (FPE), Aike
Information Criterion (AIC), dan Hannan Quin (HQ). Dengan demikian
dapat dipastikam bahwa Lag Optimal yang digunakan dalam penelitian ini
adalahlag 2.
3. Pengujian Kointegrasi
Dalam pengujian kointegrasi dengan metode Johansen dilakukan dengan
membandingkan nilai trace statisticdanMax- Eigen value dengan nilai
kritisnya masing-masing standar 5%. Apabila nilai trace statisticdanMax-
Eigen value lebih besar dibanding nilai critical valuenya maka terdapat
kointegrasi antar variabel. Hasil uji kointegrasi Johansen disajikan secara
ringkas dalam tabel berikut:
Table 3. Uji Kointegritas Johansen
Uji Kointegrasi Johansen
Trace Statistic 5% Critical Value
Max-Eigen
Statitic
5% Critical Value
115.2694 69.81889 51.26193 33.87687
Sumber : hasil olahan eviews 7 (2018)
Berdasarkan table diatas dapat dilihat bahwa nilai trace statistic dan Maximum
Eigenvalue pada r = 0 lebih besar dari critical value dengan tingkat signifikansi
1% dan 5%. Hal ini berarti hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak ada
30
kointegrasi ditolak dan hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa ada
kointegrasi diterima. Berdasarkan analisis ekonometrik diatas dapat dilihat
bahwa diantara kelima variabel dalam penelitian ini, terdapat dua kointegrasi
pada tingkat signifikansi 5%. Hasil tersebut membuktikan adanya satu
kointegrasi antara variabel PDB, penanaman modal asing (PMA), utang luar
negeri (ULN), kurs dan inflasi. Hasil yang menunjukkan adanya kointegrasi,
menunjukkan adanya hubungan jangka panjang dan terjadi keseimbangan pada
periode tersebut.
4. Uji Analisis Kausalitas Granger
Uji kausalitas Granger (Granger Causality Test) dilakukan untuk melihat
apakah dua variabel memiliki hubungan timbal balik atau tidak. Dengan kata
lain, apakah satu variabel memiliki hubungan sebab akibat dengan variabel
lainnya secara signifikan, karena setiap variabel dalam penelitian mempunyai
kesempatan untuk menjadi variabel endogen maupun eksogen. Uji kausalitas
bivariate pada penelitian ini menggunakan VAR Pairwise Granger Causality
Test dan menggunakan taraf nyata lima persen. Tabel berikut menyajikan hasil
analisis uji Bivariate Granger Causality.
31
Table 4. Uji Kausalitas Granger
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. LOGPMA does not Granger Cause LOGPDB 28 1.79741 0.1882
LOGPDB does not Granger Cause LOGPMA 26.2630 1.E-06 LOGULN does not Granger Cause LOGPDB 28 11.0832 0.0004
LOGPDB does not Granger Cause LOGULN 2.82633 0.0799 LOGKURS does not Granger Cause LOGPDB 28 17.3668 3.E-05
LOGPDB does not Granger Cause LOGKURS 1.66489 0.2112 INFLASI does not Granger Cause LOGPDB 28 0.16549 0.8485
LOGPDB does not Granger Cause INFLASI 0.31305 0.7343 LOGULN does not Granger Cause LOGPMA 28 3.45543 0.0487
LOGPMA does not Granger Cause LOGULN 2.26453 0.1266 LOGKURS does not Granger Cause LOGPMA 28 5.54755 0.0108
LOGPMA does not Granger Cause LOGKURS 1.43190 0.2594 INFLASI does not Granger Cause LOGPMA 28 30.5347 3.E-07
LOGPMA does not Granger Cause INFLASI 0.63233 0.5403 LOGKURS does not Granger Cause LOGULN 28 6.44612 0.0060
LOGULN does not Granger Cause LOGKURS 3.84049 0.0364 INFLASI does not Granger Cause LOGULN 28 4.01454 0.0320
LOGULN does not Granger Cause INFLASI 8.70157 0.0015 INFLASI does not Granger Cause LOGKURS 28 6.06706 0.0077
LOGKURS does not Granger Cause INFLASI 24.4301 2.E-06
Sumber : hasil olahan eviews 7 (2018)
Dari hasil yang diperoleh di atas, diketahui bahwa yang memiliki hubungan
kausalitas adalah yang memiliki nilai probabilitas yang lebih kecil daripada
alpha 0.05 sehingga nanti Ho akan ditolak yang berarti suatu variabel akan
mempengaruhi variable lain. Dari pengujian Granger diatas, kita
mengetahui hubungan timbal-balik/ kausalitas sebagai berikut:
Variabel PMA secara statistik tidak signifikan mempengaruhi PDB
dengan nilai probabilitasnya 0.1882, sehingga kita menerima H0 dan
32
sementara variabel PDB signifikan mempengaruhi PMA (Prob =
0.000001) sehingga H0 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa terjadi kausalitas searah antara variabel PMA dan PDB.
Variabel PDB secara statistik signifikan mempengaruhi ULN dengan
nilai probabilitasnya kurang dari 0.05 yaitu 0.0004, sehingga kita
menolak H0 dan sementara variabel ULN tidak signifikan
mempengaruhi ULN (Prob = 0.0799) sehingga H0 dapat diterima.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terjadi kausalitas searah
antara variabel ULN dan PDB.
Variabel PDB secara statistik signifikan mempengaruhi Kurs dengan
nilai probabilitasnya kurang dari 0.05 yaitu 0.00003, sehingga kita
menolak H0 dan sementara variabel Kurs tidak signifikan
mempengaruhi PDB (Prob = 0.2112) sehingga H0 dapat diterima.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terjadi kausalitas searah
antara variabel KURS dan PDB.
Variabel PMA secara statistik signifikan mempengaruhi ULN (Prob =
0.0487) sehingga kita menolak H0, sedangkan ULN secara statistik
tidak signifikan mempengaruhi PMA (Prob = 0.1266) sehingga kita
menerima H0. Dengan demikian, disimpulkan bahwa terjadi
kausalitas satu arah antara variabel KURS dan ULN.
Variabel PMA secara statistik signifikan mempengaruhi Kurs (Prob =
0.0108) sehingga kita menolak H0, sedangkan Kurs secara statistik
33
tidak signifikan mempengaruhi PMA (Prob = 0.2594) sehingga kita
menerima H0. Dengan demikian, disimpulkan bahwa terjadi
kausalitas satu arah antara variabel KURS dan PMA.
Variabel PMA secara statistik signifikan mempengaruhi Inflasi (Prob
= 0.0000003) sehingga kita menolak H0, sedangkan Inflasi secara
statistik tidak signifikan mempengaruhi PMA (Prob = 0.5403)
sehingga kita menerima H0. Dengan demikian, disimpulkan bahwa
terjadi kausalitas satu arah antara variabel Inflasi dan PMA.
Variabel ULN secara statistik signifikan mempengaruhi Kurs (Prob =
0.0060) sehingga kita menolak H0, sedangkan Kurs secara
statistiksignifikan mempengaruhi ULN (Prob = 0.0364) sehingga kita
menolak H0. Dengan demikian, disimpulkan bahwa terjadi kausalitas
dua arah antara variabel KURS dan ULN.
Variabel ULN secara statistik signifikan mempengaruhi Inflasi (Prob
= 0.0320) sehingga kita menolak H0, sedangkan Inflasi secara
statistiksignifikan mempengaruhi ULN (Prob = 0.0015) sehingga kita
menolak H0. Dengan demikian, disimpulkan bahwa terjadi kausalitas
dua arah antara variabel ULN dan Inflasi.
Variabel Kurs secara statistik signifikan mempengaruhi Inflasi (Prob
= 0.0077) sehingga kita menolak H0, sedangkan Inflasi secara
statistiksignifikan mempengaruhi Kurs (Prob = 0.000002) sehingga
34
kita menolak H0. Dengan demikian, disimpulkan bahwa terjadi
kausalitas dua arah antara variabel KURS dan Inflasi.
5. Penentuan Variabel Dependen dan Independen
Menurut Winarno (2015), untuk mengetahui pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependennya, maka dapat dilakukan dengan membandingkan
t-statistik parsial dengan nilai pada tabel (2,02108). Hipotesis yang digunakan,
yaitu :
H0 : variabel independen tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen,
H1 : variabel independen signifikan mempengaruhi variabel dependen.
Wilayah untuk menolak H0 dan menerima H1, apabila nilai t-statistik parsial
lebih dar i +2,02108 atau kurang dari -2,02108 (Winarno,2015)
Tabel 5. Penentuan Variabel Dependen dan Independen
D(LOGPDB) D(LOGPMA) D(LOGULN) D(LOGKURS) D(INFLASI) D(LOGPDB(-1)) 0.261552 22.80323 -1.850379 -1.123060 123.5695
(0.37888) (5.61670) (2.97456) (2.87586) (361.270)
[ 0.69034] [ 4.05990] [-0.62207] [-0.39051] [ 0.34204]
D(LOGPDB(-2)) -0.695659 -16.07191 2.808065 2.660659 684.1566
(0.29430) (4.36286) (2.31054) (2.23387) (280.622)
[-2.36380] [-3.68380] [ 1.21533] [ 1.19105] [ 2.43800]
D(LOGPMA(-1)) 0.021526 -0.340801 -0.062314 -0.139584 -15.18260
(0.01250) (0.18530) (0.09813) (0.09488) (11.9186)
[ 1.72215] [-1.83920] [-0.63499] [-1.47121] [-1.27386]
D(LOGPMA(-2)) 0.006899 -0.193956 -0.051802 -0.036072 1.358541
(0.00810) (0.12009) (0.06360) (0.06149) (7.72441)
[ 0.85162] [-1.61506] [-0.81450] [-0.58663] [ 0.17588]
D(LOGULN(-1)) 0.154417 -0.569040 0.254099 -0.130738 -148.9318
(0.06343) (0.94031) (0.49798) (0.48146) (60.4812)
[ 2.43450] [-0.60516] [ 0.51026] [-0.27155] [-2.46245]
35
D(LOGULN(-2)) 0.023208 1.560815 1.053268 0.853547 29.25194
(0.06448) (0.95583) (0.50620) (0.48940) (61.4795)
[ 0.35996] [ 1.63295] [ 2.08074] [ 1.74406] [ 0.47580]
D(LOGKURS(-1)) -0.399376 -0.435162 0.271700 0.701958 343.5311
(0.06988) (1.03594) (0.54863) (0.53042) (66.6326)
[-5.71518] [-0.42006] [ 0.49524] [ 1.32339] [ 5.15560]
D(LOGKURS(-2)) -0.000510 -0.561203 -1.582692 -1.155653 -110.9878
(0.10635) (1.57655) (0.83493) (0.80722) (101.405)
[-0.00480] [-0.35597] [-1.89560] [-1.43164] [-1.09450]
D(INFLASI(-1)) 0.000821 0.008134 -0.003344 -0.004065 -1.305827
(0.00032) (0.00478) (0.00253) (0.00245) (0.30747)
[ 2.54725] [ 1.70148] [-1.32083] [-1.66094] [-4.24702]
D(INFLASI(-2)) 0.000114 0.001097 0.000923 -0.001163 -0.185816
(0.00024) (0.00356) (0.00189) (0.00182) (0.22915)
[ 0.47233] [ 0.30795] [ 0.48910] [-0.63766] [-0.81091]
C 0.031517 -0.118656 0.005301 -0.025675 -17.56345
(0.00847) (0.12551) (0.06647) (0.06427) (8.07307)
[ 3.72254] [-0.94537] [ 0.07975] [-0.39951] [-2.17556] R-squared 0.865314 0.925168 0.638268 0.620883 0.909185
Adj. R-squared 0.781135 0.878398 0.412186 0.383934 0.852426
Sum sq. resids 0.001069 0.234880 0.065876 0.061577 971.7328
S.E. equation 0.008173 0.121161 0.064166 0.062037 7.793157
F-statistic 10.27945 19.78122 2.823166 2.620328 16.01827
Log likelihood 98.53954 25.73967 42.90216 43.81323 -86.68513
Akaike AIC -6.484410 -1.091827 -2.363123 -2.430610 7.235936
Schwarz SC -5.956477 -0.563894 -1.835189 -1.902676 7.763869
Mean dependent 0.020739 0.029614 0.060265 0.032263 -0.109259
S.D. dependent 0.017470 0.347450 0.083692 0.079038 20.28656 Determinant resid covariance (dof adj.) 3.10E-11
Determinant resid covariance 2.27E-12
Log likelihood 170.4175
Akaike information criterion -8.549447
Schwarz criterion -5.909779
Sumber : hasil olahan eviews 7 (2018)
Berdasarkan table di atas maka didapatkan variabel-variabel independent yang
berpengaruh signifikan (yang digunakan dalam estimasi model VAR) adalah
D(LOGPDB(-2)), D(LOGULN(-1)), D(LOGKURS(-1)), D(INFLASI(-1)).
36
6. Hasil Uji Model VAR
Tabel.6. Hasil Regresi Model VAR
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.030462 0.003837 7.938118 0.0000
D(LOGULN(-1)) 0.132726 0.060858 2.180912 0.0402
D(LOGKURS(-1)) -0.374555 0.069940 -5.355398 0.0000
D(INFLASI(-1)) 0.000556 0.000146 3.799520 0.0010 Adjusted R-squared 0.738565
Sumber : hasil olahan eviews 7 (2018)
Dari hasil pengujian estimasi dengan VAR maka dapat diketahui bahwa
variabel ULN, KURS, dan INFLASI mampu menjelaskan keragamaan
PDB sebanyak 73 % (Adjusted R-squared), kemudian dimasukan
persamaan menjadi :
D(LOGPDB) = 0.030462 +0.132726*D(LOGULN(-1)) +(-
0.374555)*D(LOGKURS(-1)) + 0.000556*D(INFLASI(-1))
Persamaan diatas memberikan penjelasan antara lain sebagai berikut :
a. Konstanta 0.030462artinya jika variabel ULN, KURS, DAN INFLASI
dianggap konstan atau nilainya adalah nol, maka tingkat PDB sebesar
0.030462.
b. Koefisien D(LOGULN(-1)) sebesar 0.132726 artinya jika utang luar
negeri berpengaruh positif terhadap PDB periode sekarang, yaitu ketika
penanaman modal asing periode lalu naik sebesar 1 % maka akan
meningkatkan PDB periode sekarang sebesar 0,13 % dengan asumsi
variabel lain konstan.
37
c. Koefisien D(LOGKURS(-1)) sebesar -0.374555 artinya kurs periode
lalu berpengaruh negatif terhadap PDB periode sekarang, yaitu ketika
kurs periode lalu naik sebesar 1 % maka akan menurunkan PDB
periode sekarang sebesar -0.37 % dengan asumsi variabel lain dianggap
konstan.
d. Koefisien D(INFLASI(-1)) sebesar 0.000556artinyainflasi perode lalu
berpengaruh postif terhadap PDB periode sekarang, yaitu ketika inflasi
periode lalu naik sebesar 0.0005 % maka akan menaikkan PDB periode
sekarang sebesar 0.0005 % dengan asumsi variabel lain dianggap
konstan.
7. FungsiImpuls Response VAR
Fungsi response terhadap shock atau guncangan berfungsi untuk melihat
respon dinamika setiap variabel apabila ada suatu guncangan tertentu sebesar
satu standar eror.Respon inilah yang menunjukkan adanya pengaruh dari suatu
shock variabel dependen terhadap variabel independen. Analisis respon
terhadap shock dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan
inovasi dari masing-masing variabel seperti produk domestik bruto,
penanaman modal asing, utang luar negeri, kurs, dan inflasi.
38
Gambar 3. Fungsi Impluse Response
Sumber : hasil olahan eviews 7 (2018)
Gambar diatas menunjukkan respon adanya pengaruh dari suatu shock
variabel dependen terhadap variabel independen dimana bisa dilihat dari
gambar tersebut variabel utang luar negeri, variabel kurs dan variabel
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(LOGPDB)
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(LOGPMA)
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(LOGULN)
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(LOGKURS)
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(INFLASI)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(LOGPDB)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(LOGPMA)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(LOGULN)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(LOGKURS)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(INFLASI)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(LOGPDB)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(LOGPMA)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(LOGULN)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(LOGKURS)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(INFLASI)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(LOGPDB)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(LOGPMA)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(LOGULN)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(LOGKURS)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(INFLASI)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(LOGPDB)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(LOGPMA)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(LOGULN)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(LOGKURS)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(INFLASI)
Accumulated Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(LOGPDB)
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(LOGPMA)
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(LOGULN)
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(LOGKURS)
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(INFLASI)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(LOGPDB)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(LOGPMA)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(LOGULN)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(LOGKURS)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(INFLASI)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(LOGPDB)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(LOGPMA)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(LOGULN)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(LOGKURS)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(INFLASI)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(LOGPDB)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(LOGPMA)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(LOGULN)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(LOGKURS)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(INFLASI)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(LOGPDB)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(LOGPMA)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(LOGULN)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(LOGKURS)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(INFLASI)
Accumulated Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(LOGPDB)
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(LOGPMA)
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(LOGULN)
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(LOGKURS)
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(INFLASI)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(LOGPDB)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(LOGPMA)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(LOGULN)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(LOGKURS)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(INFLASI)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(LOGPDB)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(LOGPMA)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(LOGULN)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(LOGKURS)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(INFLASI)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(LOGPDB)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(LOGPMA)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(LOGULN)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(LOGKURS)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(INFLASI)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(LOGPDB)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(LOGPMA)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(LOGULN)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(LOGKURS)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(INFLASI)
Accumulated Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(LOGPDB)
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(LOGPMA)
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(LOGULN)
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(LOGKURS)
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(INFLASI)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(LOGPDB)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(LOGPMA)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(LOGULN)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(LOGKURS)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(INFLASI)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(LOGPDB)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(LOGPMA)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(LOGULN)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(LOGKURS)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(INFLASI)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(LOGPDB)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(LOGPMA)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(LOGULN)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(LOGKURS)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(INFLASI)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(LOGPDB)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(LOGPMA)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(LOGULN)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(LOGKURS)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(INFLASI)
Accumulated Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(LOGPDB)
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(LOGPMA)
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(LOGULN)
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(LOGKURS)
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(INFLASI)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(LOGPDB)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(LOGPMA)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(LOGULN)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(LOGKURS)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(INFLASI)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(LOGPDB)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(LOGPMA)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(LOGULN)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(LOGKURS)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(INFLASI)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(LOGPDB)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(LOGPMA)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(LOGULN)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(LOGKURS)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(INFLASI)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(LOGPDB)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(LOGPMA)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(LOGULN)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(LOGKURS)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(INFLASI)
Accumulated Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
39
inflasimenunjukkan respon yang besar pada periode-periode tertentu ketika
variabel PDB mengalami suatu shock, meskipun beberapa periode kembali ke
titik keseimbangan. Berbeda dengan variabel penanaman modal asing yang
menunjukan respon yang kecil atau relatif stabil.
8. AnalisisVariance Decomposition(VD)
Variabel decomposition disebut juga forecast error variancedecomposition
merupakan perangkat pada model VAR yang akan memisahkan variasi dari
komponen-komponen shock atau menjadi variabel innovation, dengan asumsi
bahwa variabel-variabel tersebut tidak saling berkorelasi. Variance
decomposition akan memberikan informasi mengenai proporsi dari pergerakan
pengaruh shock pada sebuah variabel lainnya pada periode saat ini dan periode
yang akan datang. (Shochrul R.Ajija,dkk,2011).
Tabel.7. Hasil Variance Decomposition
Variance Decomposition of D(LOGPDB):
Period S.E. D(LOGPDB) D(LOGPMA) D(LOGULN) D(LOGKURS) D(INFLASI) 1 0.008173 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
2 0.019492 19.18944 9.032019 41.65865 26.22646 3.893420
3 0.020762 17.13349 15.30273 38.24470 24.41452 4.904553
4 0.021183 16.54575 14.83707 36.91640 26.02422 5.676561
5 0.021457 16.60439 15.59032 35.97986 25.69058 6.134843
6 0.021646 16.50707 15.31983 35.84396 25.70120 6.627947
7 0.021894 16.13879 15.28724 35.94617 26.13608 6.491720
8 0.022012 16.20119 15.60549 35.71668 25.86070 6.615934
9 0.022062 16.12905 15.53890 35.84473 25.74587 6.741447
10 0.022077 16.15980 15.52467 35.80900 25.71000 6.796529 Sumber : hasil olahan eviews 7 (2018)
40
Pada tabel diatas menjelaskan tentang variance decomposition dari variabel
PDB dan seberapa besar variabel lainnya memberikan kontribusi terhadap
variabel PDB tersebut. Pada periode pertama variabel PDB dipengaruhi
oleh variabel itu sendiri (100%)
Variabel PDB itu sendiri pada periode ke-2 memberikan kontribusi
sebesar 19.18944% dan terus meningkat hingga sampai pada periode
ke-10 memberikan kontribusi sebesar 16.15980 %.
Variabel penanaman modal asing pada periode ke-2 memberikan
kontribusi terhadap PDB sebesar 9.032019% dan terus meningkat
hingga sampai pada periode ke-10 memberikan kontribusi sebesar
15.52467 %.
Variabel utang luar negeri pada periode ke-2 memberikan kontribusi
terhadap PDB sebesar 41.65865 %, dan terus meningkat hingga
sampai periode ke-10 memberika kontribusi sebesar 35.80900 %
Variabel kurs pada periode ke-2 memberikan kontribusi sebesar
26.22646 % dan terus berfluktuatif sampai periode ke-10 memberikan
kontribusi sebesar 26.22646 %.
Variabel inflasi pada periode ke-2 memberikan kontribusi sebesar
3.893420 % dan terus berfluktuatif sampai periode ke-10 memberikan
kontribusi sebesar 6.796529 %.
41
Gambar 4. Grafik Variance Decomposition
Sumber : hasil olahan eviews 7 (2018)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(LOGPDB)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(LOGPMA)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(LOGULN)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(LOGKURS)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(INFLASI)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(LOGPDB)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(LOGPMA)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(LOGULN)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(LOGKURS)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(INFLASI)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(LOGPDB)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(LOGPMA)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(LOGULN)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(LOGKURS)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(INFLASI)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(LOGPDB)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(LOGPMA)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(LOGULN)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(LOGKURS)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(INFLASI)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(LOGPDB)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(LOGPMA)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(LOGULN)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(LOGKURS)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(INFLASI)
Variance Decomposition
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(LOGPDB)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(LOGPMA)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(LOGULN)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(LOGKURS)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(INFLASI)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(LOGPDB)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(LOGPMA)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(LOGULN)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(LOGKURS)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(INFLASI)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(LOGPDB)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(LOGPMA)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(LOGULN)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(LOGKURS)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(INFLASI)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(LOGPDB)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(LOGPMA)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(LOGULN)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(LOGKURS)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(INFLASI)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(LOGPDB)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(LOGPMA)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(LOGULN)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(LOGKURS)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(INFLASI)
Variance Decomposition
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(LOGPDB)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(LOGPMA)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(LOGULN)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(LOGKURS)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(INFLASI)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(LOGPDB)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(LOGPMA)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(LOGULN)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(LOGKURS)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(INFLASI)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(LOGPDB)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(LOGPMA)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(LOGULN)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(LOGKURS)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(INFLASI)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(LOGPDB)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(LOGPMA)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(LOGULN)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(LOGKURS)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(INFLASI)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(LOGPDB)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(LOGPMA)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(LOGULN)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(LOGKURS)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(INFLASI)
Variance Decomposition
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(LOGPDB)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(LOGPMA)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(LOGULN)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(LOGKURS)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(INFLASI)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(LOGPDB)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(LOGPMA)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(LOGULN)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(LOGKURS)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(INFLASI)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(LOGPDB)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(LOGPMA)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(LOGULN)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(LOGKURS)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(INFLASI)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(LOGPDB)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(LOGPMA)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(LOGULN)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(LOGKURS)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(INFLASI)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(LOGPDB)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(LOGPMA)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(LOGULN)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(LOGKURS)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(INFLASI)
Variance Decomposition
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(LOGPDB)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(LOGPMA)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(LOGULN)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(LOGKURS)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(INFLASI)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(LOGPDB)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(LOGPMA)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(LOGULN)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(LOGKURS)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(INFLASI)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(LOGPDB)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(LOGPMA)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(LOGULN)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(LOGKURS)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(INFLASI)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(LOGPDB)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(LOGPMA)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(LOGULN)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(LOGKURS)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(INFLASI)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(LOGPDB)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(LOGPMA)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(LOGULN)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(LOGKURS)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(INFLASI)
Variance Decomposition
42
E. PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis VAR dan pembahasan yang telah dikemukakan,
maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut
:
a. Penanaman modal asing periode lalu tidak berpengaruh terhadap produk
domestik bruto (PDB) periode sekarang.
b. Utang luar negeri periode lalu (-1) berpengaruh positif terhadap produk
domestik bruto (PDB) periode sekarang.
c. Kurs periode lalu (-1) berpengaruh negatif terhadap produk domestik bruto
(PDB) periode sekarang.
d. Inflasi periode lalu (-1) berpengaruh positif terhadap produk domestik
bruto (PDB) periode sekarang.
2. Saran
Saran yang diberikan oleh peneliti sebagai berikut:
a. Bagi pemerintah, sebaiknya pemerintah mengkaji lebih dalam peraturan
tentang investasi luar negeri agar investasi yang masuk dapat
dimanfaatkan secara maksimal. Selain itu, pemerintah baiknya lebih
memerhatikan efisiensi pengeluaran pemerintah agar dampak positifnya
lebih terasa di daerah-daerah seluruh Indonesia. Hal ini akan
menghasilkan multiplier effect terhadap pertumbuhan ekonomi.
b. Bagi penelitian selanjutnya, sebaiknya lebih mendalami faktor lain yang
memengaruhi Gross Domestic Product sehingga dalam penelitian
43
selanjutnya dapat menggunakan variabel baru yang belum pernah diteliti
atau jarang diteliti.
c. Bagi otoritas moneter, sebaiknya pemegang kebijakan moneter melakukan
strategi-strategi yang jitu dalam menjalankan kebijakannya sehingga pada
akhirnya kebijakan moneter dapat menjadi fondasi yang kuat dalam
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
d. Bagi pelaku ekonomi, sebaiknya para pelaku ekonomi selaku penggerak
perekonomian bekerja sama dengan pemerintah dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi melalui aktivitas-aktivitas perekonomian yang
dilakukan.
44
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, A. T., & Prawoto, N. (2016). ANALISIS REGRESI DALAM PENELITIAN
EKONOMI & BISIS (DILENGKAPI APLIKASI SPSS & EVIEWS).
BASUKI, A. T., & PRAWOTO, N. (2016). PENGANTAR EKONOMI MIKRO
DAN MAKRO.
Bonokeling, D. E. (2016). Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri, Tenga Kerja dan
Ekspor Terhadap Produk Domestik Bruto di Indonesia Rahun 1986-2015.
Skripsi Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Maulidi, M. I. (2013). Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri dan Penanaman Modal
Asing (PMA) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Perode 1990-
2011. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Priyanto, K. D. (2010). Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri, Penanaman Modal
Asing dan Eksor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Periode 2000-
2008. Skripsi Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Syahrani, F. R. (2011). Analisis Pengaruh Penanaman Modal Dalam Negei,
Penanaman Modal Asing dan Utang Luar Negeri Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Indonesia Periode 1985-2009. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta.
Putra, D. A. A., Mukhlis, I., & Utomo, S. H. (2017). Analisis Pengaruh Foreign
Direct Investment, Nilai Tukar, Dan Government Expenditure Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian,
dan Pengembangan, 2(2), 294-303.
https://ekonometrikblog.wordpress.com/2017/07/13/causes-of-economic-growth-in-
indonesia-evidence-from-eighteen-provinces/ , di akses tanggal 27 Oktobel
2018
https://data.worldbank.org/indicator/DT.DOD.DECT.CD?locations=ID , diakses pada
tanggal 1 Desember 2018
https://data.worldbank.org/indicator/BX.KLT.DINV.CD.WD?locations=ID , diakses
pada tanggal 1 Desember 2018
https://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.CD?locations=ID , diakses
pada tanggal 1 Desember 2018
45
LAMPIRAN
46
DATA AWAL
TAHUN PDB (milyar rupiah) PMA
(juta rupiah) ULN (juta rupiah)
KURS (rupiah)
INFLASI (%)
1987 11558769,45 19407485,63 70893928 1652 8,9
1988 12226866,32 59064233,77 90817454 1729 5,47
1989 13138990,55 62850897,81 97567470 1805 5,97
1990 14090253,46 116544808,19 112881380 1901 9,53
1991 15069526,08 116919079,24 139137216 1992 9,52
1992 16043017,46 137721090,81 163976426 2062 4,94
1993 17085813,6 108442705,72 185635690 2110 9,77
1994 18374083,94 315989987,88 196123400 2200 9,24
1995 19884433,64 531634044,81 248823172 2308 8,6
1996 21439396,35 398663932,05 296418987 2383 6,5
1997 22447047,98 450623675,51 599798850 4650 11,1
1998 19499750,58 180711648,33 1093984050 8025 77,6
1999 19653798,61 145054672,3 1075415700 7100 2
2000 20620765,5 205291000,46 1456415455 9595 9,4
2001 21410540,82 200389514,83 1497932800 10400 12,55
2002 22352604,62 129784147,09 1186284360 8940 10,03
2003 23421059,12 175910057,11 1087151485 8465 5,16
2004 24599138,39 136885973,56 1248195110 9290 6,4
2005 25998829,37 180866151,58 1366487100 9900 17,11
2006 27428764,98 183409463,32 1281922400 9020 6,6
2007 29170491,56 186567325,35 1280597821 9419 6,59
2008 30923638,1 189540316,13 1618607100 10950 11,06
2009 32355402,55 191141423,71 1484316400 9400 2,78
2010 34367908,59 201114082,27 1612940445 8991 6,96
2011 36601822,64 208456587,66 1797903292 9068 3,79
2012 38882116,19 282378849,33 2063769140 9397 4,3
2013 41331689,51 310162814,07 2630875852 10417 8,38
2014 43439605,68 379994333,12 3163403401 11917 8,36
2015 45520362,88 389937822,51 3938409153 13443 3,35
2016 47700788,26 396186365,48 4134784715 13415 3,02
47
HASIL UJI STASIONERITAS
1. LEVEL
Null Hypothesis: LOGPDB has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -0.395591 0.8973
Test critical values: 1% level -3.679322
5% level -2.967767
10% level -2.622989
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: LOGPMA has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.843105 0.0067
Test critical values: 1% level -3.679322
5% level -2.967767
10% level -2.622989
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: LOGULN has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.421231 0.5581
Test critical values: 1% level -3.679322
5% level -2.967767
10% level -2.622989 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
48
Null Hypothesis: LOGKURS has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.150120 0.6817
Test critical values: 1% level -3.679322
5% level -2.967767
10% level -2.622989
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: INFLASI has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.511280 0.0001
Test critical values: 1% level -3.679322
5% level -2.967767
10% level -2.622989
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
49
2. FIRST DIFFERENT
Null Hypothesis: D(LOGPDB) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.790369 0.0079
Test critical values: 1% level -3.689194
5% level -2.971853
10% level -2.625121 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LOGPMA) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.948253 0.0000
Test critical values: 1% level -3.689194
5% level -2.971853
10% level -2.625121
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LOGULN) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.709456 0.0095
Test critical values: 1% level -3.689194
5% level -2.971853
10% level -2.625121 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
50
Null Hypothesis: D(LOGKURS) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.119941 0.0035
Test critical values: 1% level -3.689194
5% level -2.971853
10% level -2.625121 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(INFLASI) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=7) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.544225 0.0000
Test critical values: 1% level -3.699871
5% level -2.976263
10% level -2.627420
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
51
Hasil Uji Lag
VAR Lag Order Selection Criteria
Endogenous variables: D(LOGPDB) D(LOGPMA) D(LOGULN) D(LOGKURS) D(INFLASI)
Exogenous variables: C
Date: 12/05/18 Time: 11:02
Sample: 1987 2016
Included observations: 27 Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 53.16285 NA 1.94e-08 -3.567618 -3.327648 -3.496263
1 131.7320 122.2187 3.81e-10 -7.535707 -6.095888* -7.107573
2 170.4175 45.84947* 1.71e-10* -8.549447* -5.909779 -7.764535* * indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion
52
Hasil Uji Kointegrasi
Date: 12/05/18 Time: 11:03
Sample (adjusted): 1991 2016
Included observations: 26 after adjustments
Trend assumption: Linear deterministic trend
Series: D(LOGPDB) D(LOGPMA) D(LOGULN) D(LOGKURS) D(INFLASI)
Lags interval (in first differences): 1 to 2
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.860768 115.2694 69.81889 0.0000
At most 1 * 0.672065 64.00748 47.85613 0.0008
At most 2 * 0.492037 35.01901 29.79707 0.0114
At most 3 * 0.354984 17.40801 15.49471 0.0255
At most 4 * 0.206308 6.007542 3.841466 0.0142 Trace test indicates 5 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.860768 51.26193 33.87687 0.0002
At most 1 * 0.672065 28.98847 27.58434 0.0328
At most 2 0.492037 17.61100 21.13162 0.1451
At most 3 0.354984 11.40047 14.26460 0.1352
At most 4 * 0.206308 6.007542 3.841466 0.0142 Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
53
Hasil Uji Kausalitas Granger
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 12/05/18 Time: 11:06
Sample: 1987 2016
Lags: 2 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. LOGPMA does not Granger Cause LOGPDB 28 1.79741 0.1882
LOGPDB does not Granger Cause LOGPMA 26.2630 1.E-06 LOGULN does not Granger Cause LOGPDB 28 11.0832 0.0004
LOGPDB does not Granger Cause LOGULN 2.82633 0.0799 LOGKURS does not Granger Cause LOGPDB 28 17.3668 3.E-05
LOGPDB does not Granger Cause LOGKURS 1.66489 0.2112 INFLASI does not Granger Cause LOGPDB 28 0.16549 0.8485
LOGPDB does not Granger Cause INFLASI 0.31305 0.7343 LOGULN does not Granger Cause LOGPMA 28 3.45543 0.0487
LOGPMA does not Granger Cause LOGULN 2.26453 0.1266 LOGKURS does not Granger Cause LOGPMA 28 5.54755 0.0108
LOGPMA does not Granger Cause LOGKURS 1.43190 0.2594 INFLASI does not Granger Cause LOGPMA 28 30.5347 3.E-07
LOGPMA does not Granger Cause INFLASI 0.63233 0.5403 LOGKURS does not Granger Cause LOGULN 28 6.44612 0.0060
LOGULN does not Granger Cause LOGKURS 3.84049 0.0364 INFLASI does not Granger Cause LOGULN 28 4.01454 0.0320
LOGULN does not Granger Cause INFLASI 8.70157 0.0015 INFLASI does not Granger Cause LOGKURS 28 6.06706 0.0077
LOGKURS does not Granger Cause INFLASI 24.4301 2.E-06
54
Hasil Penentuan Variabel Dependen dan Variabel Independen
Vector Autoregression Estimates
Date: 12/05/18 Time: 11:01
Sample (adjusted): 1990 2016
Included observations: 27 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] D(LOGPDB) D(LOGPMA) D(LOGULN) D(LOGKURS) D(INFLASI) D(LOGPDB(-1)) 0.261552 22.80323 -1.850379 -1.123060 123.5695
(0.37888) (5.61670) (2.97456) (2.87586) (361.270)
[ 0.69034] [ 4.05990] [-0.62207] [-0.39051] [ 0.34204]
D(LOGPDB(-2)) -0.695659 -16.07191 2.808065 2.660659 684.1566
(0.29430) (4.36286) (2.31054) (2.23387) (280.622)
[-2.36380] [-3.68380] [ 1.21533] [ 1.19105] [ 2.43800]
D(LOGPMA(-1)) 0.021526 -0.340801 -0.062314 -0.139584 -15.18260
(0.01250) (0.18530) (0.09813) (0.09488) (11.9186)
[ 1.72215] [-1.83920] [-0.63499] [-1.47121] [-1.27386]
D(LOGPMA(-2)) 0.006899 -0.193956 -0.051802 -0.036072 1.358541
(0.00810) (0.12009) (0.06360) (0.06149) (7.72441)
[ 0.85162] [-1.61506] [-0.81450] [-0.58663] [ 0.17588]
D(LOGULN(-1)) 0.154417 -0.569040 0.254099 -0.130738 -148.9318
(0.06343) (0.94031) (0.49798) (0.48146) (60.4812)
[ 2.43450] [-0.60516] [ 0.51026] [-0.27155] [-2.46245]
D(LOGULN(-2)) 0.023208 1.560815 1.053268 0.853547 29.25194
(0.06448) (0.95583) (0.50620) (0.48940) (61.4795)
[ 0.35996] [ 1.63295] [ 2.08074] [ 1.74406] [ 0.47580]
D(LOGKURS(-1)) -0.399376 -0.435162 0.271700 0.701958 343.5311
(0.06988) (1.03594) (0.54863) (0.53042) (66.6326)
[-5.71518] [-0.42006] [ 0.49524] [ 1.32339] [ 5.15560]
D(LOGKURS(-2)) -0.000510 -0.561203 -1.582692 -1.155653 -110.9878
(0.10635) (1.57655) (0.83493) (0.80722) (101.405)
[-0.00480] [-0.35597] [-1.89560] [-1.43164] [-1.09450]
D(INFLASI(-1)) 0.000821 0.008134 -0.003344 -0.004065 -1.305827
(0.00032) (0.00478) (0.00253) (0.00245) (0.30747)
[ 2.54725] [ 1.70148] [-1.32083] [-1.66094] [-4.24702]
55
D(INFLASI(-2)) 0.000114 0.001097 0.000923 -0.001163 -0.185816
(0.00024) (0.00356) (0.00189) (0.00182) (0.22915)
[ 0.47233] [ 0.30795] [ 0.48910] [-0.63766] [-0.81091]
C 0.031517 -0.118656 0.005301 -0.025675 -17.56345
(0.00847) (0.12551) (0.06647) (0.06427) (8.07307)
[ 3.72254] [-0.94537] [ 0.07975] [-0.39951] [-2.17556] R-squared 0.865314 0.925168 0.638268 0.620883 0.909185
Adj. R-squared 0.781135 0.878398 0.412186 0.383934 0.852426
Sum sq. resids 0.001069 0.234880 0.065876 0.061577 971.7328
S.E. equation 0.008173 0.121161 0.064166 0.062037 7.793157
F-statistic 10.27945 19.78122 2.823166 2.620328 16.01827
Log likelihood 98.53954 25.73967 42.90216 43.81323 -86.68513
Akaike AIC -6.484410 -1.091827 -2.363123 -2.430610 7.235936
Schwarz SC -5.956477 -0.563894 -1.835189 -1.902676 7.763869
Mean dependent 0.020739 0.029614 0.060265 0.032263 -0.109259
S.D. dependent 0.017470 0.347450 0.083692 0.079038 20.28656 Determinant resid covariance (dof adj.) 3.10E-11
Determinant resid covariance 2.27E-12
Log likelihood 170.4175
Akaike information criterion -8.549447
Schwarz criterion -5.909779
Hasil Uji VAR
Dependent Variable: D(LOGPDB)
Method: Least Squares
Date: 12/05/18 Time: 11:12
Sample (adjusted): 1990 2016
Included observations: 27 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.030462 0.003837 7.938118 0.0000
D(LOGPDB(-2)) -0.252221 0.140277 -1.798027 0.0859
D(LOGULN(-1)) 0.132726 0.060858 2.180912 0.0402
D(LOGKURS(-1)) -0.374555 0.069940 -5.355398 0.0000
D(INFLASI(-1)) 0.000556 0.000146 3.799520 0.0010 R-squared 0.778786 Mean dependent var 0.020739
Adjusted R-squared 0.738565 S.D. dependent var 0.017470
S.E. of regression 0.008932 Akaike info criterion -6.432672
Sum squared resid 0.001755 Schwarz criterion -6.192702
Log likelihood 91.84107 Hannan-Quinn criter. -6.361316
F-statistic 19.36278 Durbin-Watson stat 1.396719
Prob(F-statistic) 0.000001
56
Hasil Uji Fungsi Impluse Response
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(LOGPDB)
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(LOGPMA)
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(LOGULN)
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(LOGKURS)
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPDB) to D(INFLASI)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(LOGPDB)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(LOGPMA)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(LOGULN)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(LOGKURS)
-.4
-.2
.0
.2
.4
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGPMA) to D(INFLASI)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(LOGPDB)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(LOGPMA)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(LOGULN)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(LOGKURS)
-.2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGULN) to D(INFLASI)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(LOGPDB)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(LOGPMA)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(LOGULN)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(LOGKURS)
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(LOGKURS) to D(INFLASI)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(LOGPDB)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(LOGPMA)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(LOGULN)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(LOGKURS)
-10
0
10
20
2 4 6 8 10
Accumulated Response of D(INFLASI) to D(INFLASI)
Accumulated Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
57
Hasil Uji Variance Decomposition
Variance Decomposition of D(LOGPDB):
Period S.E. D(LOGPDB) D(LOGPMA) D(LOGULN) D(LOGKURS) D(INFLASI) 1 0.008173 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
2 0.019492 19.18944 9.032019 41.65865 26.22646 3.893420
3 0.020762 17.13349 15.30273 38.24470 24.41452 4.904553
4 0.021183 16.54575 14.83707 36.91640 26.02422 5.676561
5 0.021457 16.60439 15.59032 35.97986 25.69058 6.134843
6 0.021646 16.50707 15.31983 35.84396 25.70120 6.627947
7 0.021894 16.13879 15.28724 35.94617 26.13608 6.491720
8 0.022012 16.20119 15.60549 35.71668 25.86070 6.615934
9 0.022062 16.12905 15.53890 35.84473 25.74587 6.741447
10 0.022077 16.15980 15.52467 35.80900 25.71000 6.796529 Variance Decomposition of D(LOGPMA):
Period S.E. D(LOGPDB) D(LOGPMA) D(LOGULN) D(LOGKURS) D(INFLASI) 1 0.121161 23.86440 76.13560 0.000000 0.000000 0.000000
2 0.190210 54.07668 31.10233 9.478703 1.333198 4.009090
3 0.327642 27.01929 16.70881 24.68269 28.15209 3.437130
4 0.394343 18.65784 11.58220 34.19818 32.67241 2.889379
5 0.404995 17.70226 14.48131 32.72020 32.13027 2.965961
6 0.415044 17.25337 14.01324 31.15776 32.48994 5.085682
7 0.420180 17.07341 14.71747 30.94439 32.19496 5.069764
8 0.422882 16.95150 15.12352 30.57558 31.79924 5.550160
9 0.426947 17.02746 14.84646 30.16947 31.95163 6.004991
10 0.428905 17.17231 14.97003 30.02953 31.82779 6.000342 Variance Decomposition of D(LOGULN):
Period S.E. D(LOGPDB) D(LOGPMA) D(LOGULN) D(LOGKURS) D(INFLASI) 1 0.064166 0.310072 3.260815 96.42911 0.000000 0.000000
2 0.076092 0.450843 8.490850 84.71303 2.111220 4.234055
3 0.086803 0.351345 6.823736 66.99465 22.07854 3.751734
4 0.088947 0.562600 8.191505 64.71474 22.94621 3.584940
5 0.093130 2.432359 8.138730 61.86175 21.73815 5.829010
6 0.099296 2.557710 7.792972 60.17384 24.13255 5.342929
7 0.102824 2.546342 10.66795 58.29020 23.16181 5.333698
8 0.103782 2.700002 10.64239 57.61358 23.01520 6.028824
9 0.104151 2.999026 10.58905 57.50857 22.85614 6.047213
10 0.104666 3.003398 10.48590 57.21969 23.12668 6.164338 Variance Decomposition of D(LOGKURS):
58
Period S.E. D(LOGPDB) D(LOGPMA) D(LOGULN) D(LOGKURS) D(INFLASI) 1 0.062037 2.973432 2.212252 82.41552 12.39879 0.000000
2 0.079933 1.822372 13.66041 64.10234 14.74353 5.671349
3 0.087842 1.646442 11.60039 54.71750 27.30890 4.726768
4 0.089843 1.728607 12.44742 54.84475 26.41640 4.562821
5 0.091273 2.407963 12.06137 53.81403 25.64979 6.066849
6 0.094821 2.313917 11.28590 52.91518 27.85438 5.630624
7 0.097197 2.485330 13.45726 51.41621 27.01564 5.625558
8 0.098066 2.668204 13.32330 50.93036 26.61000 6.468133
9 0.098429 2.892107 13.22569 50.93826 26.45389 6.490049
10 0.098670 2.878053 13.20460 50.79049 26.60852 6.518332 Variance Decomposition of D(INFLASI):
Period S.E. D(LOGPDB) D(LOGPMA) D(LOGULN) D(LOGKURS) D(INFLASI) 1 7.793157 53.01493 6.940314 0.080830 3.862040 36.10189
2 18.27663 15.37749 11.09173 28.03044 27.74369 17.75665
3 24.09450 8.896517 7.043927 40.34886 32.13954 11.57116
4 24.55387 8.723876 8.933356 39.83077 31.36953 11.14246
5 24.94801 8.450941 8.854216 38.73295 31.85795 12.10394
6 25.14308 8.335200 9.769218 38.24147 31.50424 12.14987
7 25.26829 8.368715 10.22987 37.88816 31.26461 12.24864
8 25.47341 8.475086 10.07869 37.61200 31.47426 12.35996
9 25.55374 8.649251 10.24498 37.45330 31.32965 12.32282
10 25.59927 8.621064 10.23366 37.45115 31.22082 12.47331 Cholesky Ordering: D(LOGPDB) D(LOGPMA) D(LOGULN) D(LOGKURS) D(INFLASI)
59
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(LOGPDB)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(LOGPMA)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(LOGULN)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(LOGKURS)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPDB) variance due to D(INFLASI)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(LOGPDB)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(LOGPMA)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(LOGULN)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(LOGKURS)
0
20
40
60
80
2 4 6 8 10
Percent D(LOGPMA) variance due to D(INFLASI)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(LOGPDB)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(LOGPMA)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(LOGULN)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(LOGKURS)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGULN) variance due to D(INFLASI)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(LOGPDB)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(LOGPMA)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(LOGULN)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(LOGKURS)
0
20
40
60
80
100
2 4 6 8 10
Percent D(LOGKURS) variance due to D(INFLASI)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(LOGPDB)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(LOGPMA)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(LOGULN)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(LOGKURS)
0
10
20
30
40
50
60
2 4 6 8 10
Percent D(INFLASI) variance due to D(INFLASI)
Variance Decomposition
Recommended