View
226
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
ANALISIS STABILITAS DAN PENGENDALIAN OPTIMAL PADA TERAPI OBAT DALAM PENGOBATAN HIV
Oleh:
Pitut Fariana 1204 100 040
Pembimbing:
Dr. Erna Apriliani, M.Si
Abstrak
Highly Active Antiretroviral Theraphy (HAART) adalah metode pengobatan yang dilakukan pada penderita HIV yang bertujuan untuk memperlambat perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS. Terapi ini dilakukan dengan cara menggabungkan 2 atau 3 obat antiretroviral. Pada model dinamik HIV ini dilakukan pengendalian optimal dengan meminimumkan fungsi tujuan untuk meningkatkan konsentrasi sel CD4+T dan mengurangi pengaruh efek samping obat yang diberikan terhadap tubuh. Pada Tugas Akhir ini dibahas pengendalian optimal dari gabungan terapi menggunakan metode Pontryagin Minimum Principle untuk mendapatkan penyelesaian yang optimal. Hasil analisa menunjukkan bahwa kontrol obat yang diberikan dapat meningkatkan konsentrasi sel CD4+T.
Kata kunci : HIV/AIDS, Optimal Control, Prinsip Minimum Pontryagin. 1. Pendahuluan
HIV (Human Immunodefficiency Virus) adalah virus penyebab AIDS, sedangkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah sindrom menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia yang disebabkan oleh HIV. Orang yang mengidap AIDS sangat mudah tertular oleh berbagai macam penyakit karena sistem kekebalan tubuhnya telah menurun.
Sampai saat ini belum ditemukan cara yang benar-benar efektif bisa menyembuhkan AIDS. Metode perawatan yang biasa dilakukan selama ini hanya bertujuan untuk memperlambat kondisi penderita yang telah terinfeksi HIV berkembang menjadi AIDS dan meningkatkan daya tahan tubuh yang diharapkan bisa memberikan harapan baru bagi penderita yaitu bisa mempertahankan hidupnya lebih lama lagi.
HIV merupakan golongan retrovirus sehingga metode perawatan yang selama ini dilakukan adalah melalui terapi antiretroviral yaitu HAART (Highly Active Antiretroviral Theraphy) yang mengkombinasikan paling sedikit dua atau tiga jenis obat antiretroviral. Kombinasi yang sering digunakan terdiri dari Reverse Transcriptase Inhibibitor (RTI) dan Protease Inhibitor (PI). Akan tetapi terapi ini memiliki kelemahan diantaranya muncul efek samping yang berlebihan dalam penggunaan obat-obatan dan juga harga obat yang relatif mahal (Card JJ, dkk, 2007). Oleh karena itu perlu adanya kontrol atau pengendalian agar terapi pada penderita bisa optimal.
Metode pengendalian ini dideskripsikan dalam bentuk model matematika yang berupa sistem
persamaan differensial yang menggambarkan interaksi antara partikel HIV dan sel-sel kekebalan tubuh yang menjadi target dengan adanya suatu kontrol (pemberian obat). Beberapa penelitian tentang metode pengendalian optimal pada model dinamik HIV telah dilakukan sebelumnya oleh (Fariyanto, 2008) dan (Maghfiroh, 2009) yang masing-masing melakukan analisis mengenai eksistensi dan ketunggalan kontrol optimalnya.
Dalam Tugas Akhir ini akan dibahas masalah pengendalian optimal dalam pemberian dosis obat dengan meminimumkan fungsi obyektif yang bertujuan untuk meningkatkan populasi sel kekebalan tubuh dan mengurangi reproduksi virus. Selain itu juga akan dianalisis kestabilan lokal sistem untuk mengetahui perilaku dinamiknya. Dari penelitian ini akan didapatkan informasi mengenai kontrol yang tepat untuk penanganan penderita HIV. 2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk memecahkan permasalahan ini adalah sebagai berikut:
1. Menentukan Titik Kesetimbangan 2. Menganalisa Kestabilan Lokal Titik Setimbang 3. Penyelesaian Optimal Control
a. Membentuk persamaan Hamiltonian b. Menentukan persamaan state dan co-state
dengan menggunakan kondisi perlu dari Pontryagin Minimum Principle
c. Menentukan bentuk optimal control u* berdasarkan kondisi stasioner (prinsip optimal)
4. Simulasi Numerik
2
5. Interpretasi Hasil Simulasi dan Penarikan Kesimpulan
3. Tinjauan Pustaka 3.1 Sistem Kekebalan Tubuh Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan tubuh dari pengaruh luar (bakteri maupun virus) yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme khususnya makrofag dan sel T CD4+. Makrofag merupakan sel yang menelan dan mencerna patogen. Selain itu makrofag juga menstimulasi sel kekebalan tubuh lain seperti sel T CD4+ untuk memberikan reaksi pada patogen. Sel T CD4+ tidak langsung menyerbu patogen akan tetapi membantu aktivasi sel T Cytotoxic. Sel T Cytotoxic berperan sebagai penghancur sel-sel yang telah terinfeksi virus ataupun tumor. (Card,JJ, 2007) 3.2 HIV dan AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan salah satu jenis virus yang hanya menginfeksi manusia dan menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh penderita HIV. HIV juga disebut sebagai lentivirus. Lenti berarti lambat sehingga lentivirus adalah virus yang memiliki jangka waktu yang lama antara waktu pertama kali menginfeksi manusia dengan waktu dimana seseorang menunjukkan gejala-gejala infeksi yang serius. HIV menghancurkan sistem kekebalan tubuh manusia dengan cara merusak sel yang dibutuhkan oleh sel T Cytotoxic untuk menjadi aktif.
Infeksi HIV pada akhirnya menyebabkan penderita mengalami AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yaitu suatu kondisi dimana penderita HIV mengalami penurunan tingkat kekebalan tubuh. Tanpa adanya sel kekebalan yang cukup, tubuh tidak mampu mempertahankan diri dari berbagai macam infeksi yang ada di lingkungan sekitarnya. Berbagai macam infeksi yang dialami oleh penderita HIV karena melemahnya sistem kekebalan tubuh disebut sebagai infeksi oportunistik. Tahap infeksi virus HIV yang lebih lanjut (AIDS) diindikasikan oleh dua hal. Pertama dideteksi dari jumlah sel T CD4+ yang kurang dari 200 ���/���
dan dilihat dari munculnya infeksi oportunistik.
3.3 Model Dinamik HIV Model dinamik HIV pada penelitian Tugas
Akhir ini diberikan dalam bentuk sistem persamaan differensial biasa sebagai berikut (Banks, 2008) : �� = Λ� − ���� − ���� ��
�� = Λ� − ���� − ������
��′ = ���� �� − ���
′ − �����′
��′ = ������ − ���
′ − �����′ (1)
�� = ���(��′ + ��
′ ) − [� + ������ + ������]��
��� = −����
� = � + ��
(��′ + ��
′ )
(��′ + ��
′ + ��)� − � �
(��′ + ��
′ )
(��′ + ��
′ + ��)� − � � �
Pada model diatas diberikan suatu tindakan yang diharapkan dapat memperlambat laju perkembangan dari HIV menjadi keadaan yang lebih parah lagi yaitu AIDS berupa perawatan dengan pemberian obat secara kemoterapi yang secara matematis dinyatakan dalam fungsi kontrol yang melambangkan persentase dosis obat yang memiliki tujuan untuk menekan jumlah populasi virus dan merangsang pertumbuhan populasi sel T Cytotoxic. Setelah diberikan kontrol, virus yang ada dalam tubuh penderita terbagi menjadi dua populasi yaitu virus yang infektif dan virus non-infektif. Selanjutnya model diatas menjadi : �� = Λ� − ���� − (1 − � �)������ �� = Λ� − ���� − (1 − �� �)������
��′ = (1 − � �)������ − ���
′ − �����′
��′ = (1 − �� �)������ − ���
′ − �����′ (2)
�� = (1 − � �)������′ + ��
′ � − [� + (1 − � �)������ + (1 − �� �)������]��
��� = �����(��′ + ��
′ ) − ����
� = � + ��
(��′ + ��
′ )
(��′ + ��
′ + ��)� − � �
(��′ + ��
′ )
(��′ + ��
′ + ��)� − � � �
Tindakan pengendalian ini bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi sel-sel target dan mengurangi pengaruh efek samping obat yang diberikan terhadap tubuh. Untuk itu, dipresentasikan dalam bentuk pemodelan fungsi tujuan sebagai berikut:
�(��, ��) = � [�� ��(�) + �����(�) + ����
�(�) − ��(�)]����
��
(3)
dengan : �� : Populasi sel T CD4+ yang sehat �� : Populasi makrofag yang sehat
��′ : Populasi sel T CD4+ yang telah terinfeksi virus
��′ : Populasi makrofag yang telah terinfeksi virus
�� : Populasi virus yang infektif ��� : Populasi virus non-infektif � : Populasi sel imun (sel T Cytotoxic) Λ� : Laju kelahiran sel T CD4+ yang sehat μ
� : Laju kematian sel T CD4+ yang sehat
k� : Tingkat infeksi sel T CD4+ yang sehat m� : Tingkat pemusnahan sel T CD4+ infektif oleh sel imun ρ
� : Rata-rata jumlah virus yang menginfeksi sel T CD4+
Λ� : Laju kelahiran makrofag yang sehat μ
� : Laju kematian makrofag yang sehat
k� : Tingkat infeksi makrofag yang sehat m� : Tingkat pemusnahan makrofag infektif oleh sel imun ρ
� : Rata-rata jumlah virus yang menginfeksi makrofag
� : Laju kematian sel yang telah terinfeksi �� : Jumlah virus yang diproduksi oleh sel infektif � : Laju kematian alami virus Λ� : Laju kelahiran alami sel imun b� : Laju kelahiran minimum sel imun �� : Konstanta saturasi untuk kelahiran sel imun d� : Laju kematian minimum sel imun �� : Konstanta saturasi untuk kematian sel imun μ
� : Laju kematian alami sel imun
u� : Kontrol yang berupa presentase dosis RTI u� : Kontrol yang berupa presentase dosis PI Q� : Matriks pembobot konstan untuk virus �� : Matriks pembobot konstan untuk kontrol pertama R� : Matriks pembobot konstan untuk kontrol kedua � : Matriks pembobot konstan untuk sel imun
3
3.4 Titik Setimbang dan Kestabilannya Suatu sistem persamaan differensial yang berbentuk : ���
��= �(�� , ��, ��
′ , ��′ , ��, ���, �)
���
��= �(��, ��, ��
′ , ��′ , ��, ���, �)
���′
��= ℎ(��, ��, ��
′ , ��′ , ��, ���, �)
���′
��= �(��, ��, ��
′ , ��′ , �� , ���, �) (4)
���
��= �(��, ��, ��
′ , ��′ , ��, ���, �)
����
��= �(��, ��, ��
′ , ��′ , ��, ���, �)
��
��= �(��, ��, ��
′ , ��′ , ��, ���, �)
mempunyai titik setimbang ��� = ����, ���, ���′ , ���
′ , ���, ����, ��� jika memenuhi: �(��, ��, ��
′ , ��′ , �� , ���, �) = � (��, ��, ��
′ , ��′ , �� , ���, �)
= ℎ (��, ��, ��′ , ��
′ , �� , ���, �)
= � (��, ��, ��′ , ��
′ , ��, ��� , �)
= � (��, ��, ��′ , ��
′ , ��, ��� , �)
= � (��, ��, ��′ , ��
′ , �� , ���, �)
= � (��, ��, ��′ , ��
′ , ��, ��� , �) = 0
Kestabilan suatu titik setimbang , ��� , dapat diperiksa dari akar-akar karakteristik (nilai eigen �). Dengan menyelesaikan persamaan ���(�� − � ) dengan A adalah matriks dari sistem persamaan (4) akan menghasilkan polinomial yang memiliki bentuk umum sebagai berikut :
��� + ��� + ��� + ��� + ��� + ��� + �� + ℎ = 0 Sifat stabilitas titik setimbang ����, ���, ���
′ , ���′ , ���, ����, ��� berdasarkan tanda pada
bagian real dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : 1. Stabil
Titik setimbang ����, ���, ���′ , ���
′ , ���, ���� , ��� dikatakan stabil jika dan hanya jika akar karakteristiknya mempunyai bagian real tak positif.
2. Stabil Asimtotis
Titik setimbang ����, ���, ���′ , ���
′ , ��� , ����, ��� dikatakan stabil asimtotis jika dan hanya jika akar karakteristiknya mempunyai bagian real negatif.
3. Tidak Stabil
Titik setimbang ����, ���, ���′ , ���
′ , ��� , ����, ��� dikatakan tidak stabil jika dan hanya jika akar karakteristiknya real dan positif atau mempunyai paling sedikit satu akar karakteristik dengan bagian real positif.
Kriteria kestabilan Routh-Hurwitz adalah suatu metode untuk menunjukkan kestabilan sistem dengan memperhatikan koefisien dari persamaan karakteristik tanpa menghitung akar-akar karakteristik secara langsung. Jika diketahui suatu persamaan karakteristik dengan orde ke-n sebagai berikut :
�() = ��� + ��
��� + ����� + ⋯ + �� = 0
maka susun koefisien persamaan karakteristik tersebut menjadi :
Tabel 2.1 Tabel Routh – Hurwitz � �� �� ��
��� �� �� ��
��� �� �� �� ⋮ ⋮ ⋮ ⋮
� �
dengan: �� =
���� − ����
��
, �� =���� − ����
��
, �� =���� − ����
��
,
�� =���� − ����
��
, �� =���� − ����
��
Dengan menggunakan akar karakteristik (nilai eigen �), sistem dikatakan stabil atau mempunyai bagian real negatif jika dan hanya jika elemen-elemen pada kolom pertama (��, ��, ��, … ) memiliki tanda yang sama.
Untuk sistem tak linear harus dilinearkan terlebih dahulu sehingga didapatkan bentuk sistem linear. Tinjau kembali persamaan (4) dimana f, g, h, i, j, k dan l adalah persamaaan nonlinear dan ����, ���, ���
′ , ���′ , ��� , ����, ��� adalah titik setimbang dari
persamaan (4). Selanjutnya akan dicari pendekatan
linear disekitar ����, ���, ���′ , ���
′ , ���, ����, ��� dengan melakukan ekspansi menurut deret Taylor disekitar titik ����, ���, ���
′ , ���′ , ���, ����, ��� didapatkan:
⎣⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎡���
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�� ⎦⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎤
=
⎣⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎡
��
���
��
���
��
����
��
����
��
���
��
����
��
����
���
��
���
��
����
��
����
��
���
��
����
��
���ℎ
���
�ℎ
���
�ℎ
����
�ℎ
����
�ℎ
���
�ℎ
����
�ℎ
����
���
��
���
��
����
��
����
��
���
��
����
��
����
���
��
���
��
����
��
����
��
���
��
����
��
����
���
��
���
��
����
��
����
��
���
��
����
��
����
���
��
���
��
����
��
����
��
���
��
����
��
��⎦⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎤
����,���,����,���
�,���,����,�� �
⎣⎢⎢⎢⎢⎢⎡��
��
��
��
��
��
��⎦⎥⎥⎥⎥⎥⎤
Dalam hal ini matriks :
⎣⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎡
��
���
��
���
��
����
��
����
��
���
��
����
��
����
���
��
���
��
����
��
����
��
���
��
����
��
��
�ℎ
���
�ℎ
���
�ℎ
����
�ℎ
����
�ℎ
���
�ℎ
����
�ℎ
����
���
��
���
��
����
��
����
��
���
��
����
��
����
���
��
���
��
����
��
����
��
���
��
����
��
����
���
��
���
��
����
��
����
��
���
��
����
��
����
���
��
���
��
����
��
����
��
���
��
����
��
��⎦⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎤
����,���,����,���
� ,���,���� ,���
disebut matriks Jacobian di sekitar titik setimbang (���, ���, ���
�, ����, ���, ����, ��).
3.5 Teori Pengendalian Optimal
Dalam teori pengendalian, persoalan pengendalian optimal adalah untuk mendapatkan kendali pada sistem dinamik yang sesuai dengan
4
target atau variabel keadaan dan pada waktu yang sama dapat dilakukan optimasi maksimum/minimum pada fungsi tujuan. 3.6 Prinsip Minimum Pontryagin
Prinsip Minimum Pontryagin merupakan suatu kondisi sehingga dapat diperoleh penyelesaian optimal kontrol yang sesuai dengan tujuan (meminimumkan performance index). Berikut ini akan dibahas contoh kasus yang menjadi ide dasar untuk membantu mendapatkan penyelesaian optimal kontrol pada suatu model. Diberikan permasalahan dengan suatu kontrol yang terbatas sebagai berikut:
��� � �(�, �, �)�� (5)
��
��
dengan kendala : � = � (�, �, �) (6) �(��) = �� � ≤ � ≤ � (7)
Bentuk persamaan Hamiltonian : � = � (�, �, �) + ��(�, �, �)
dengan persamaan keadaan (State dan Co-State)
� =��
�
= −��
��
�(��) = �� dan ��� � = 0 Persamaan Lagrangian yang terbentuk dari (5) dan (6) adalah
� = � (�, �, �) + ��(�, �, �) + ��(� − � ) + ��(� − � )
dengan �� ≥ 0, �� ≥ 0 ��(� − � ) = 0 ��(� − � ) = 0
supaya optimal maka harus memenuhi persamaan 1. Kondisi Stationer
��
��= ��(�, �, �) + ��(�, �, �) − � � + �� = 0 (8)
2. Persamaan Keadaan
� =��
�
= −��
��
dengan �(��) = �� dan ���� = 0. Dari persamaan (8) dapat diperoleh bentuk optimal control (�∗).
4. Analisis Dan Pembahasans 4.1 Deskripsi Model dan Asumsi
Pada bagian ini akan dibahas dinamika penyebaran virus HIV pada tubuh manusia yang terdiri dari populasi sel target yang sehat yaitu sel T CD4+ 1T
sel makrofag 2T , populasi sel T CD4+
terinfeksi 1T , sel makrofag terinfeksi
2T ,
populasi virus yang infektif IV , virus non-infektif
NIV , populasi sel T Cytotoxic E . Diasumsikan :
a. Populasi Sel T CD4+ Sehat 1T
Pertumbuhan sel T CD4+ dipengaruhi oleh laju kelahiran alami 1 dan kematian alami 1 .
Populasi sel yang sehat akan berkurang ketika ada sel yang telah terinfeksi oleh virus infektif dengan tingkat infeksi sebesar
1k . Sedangkan proses infeksi
dinyatakan oleh IVTk 11
. Dengan demikian persamaan
untuk populasi sel T CD4+ sehat adalah :
111111 TVkT
dt
dTI
b. Populasi Sel Makrofag Sehat
2T
Populasi sel makrofag sehat dipengaruhi oleh adanya laju kelahiran alami 2 dan kematian
alami 2 . Populasi sel ini akan berkurang jika ada
sel yang telah terinfeksi oleh virus dengan tingkat infeksi sebesar
2k . Tingkat infeksi pada masing-
masing sel sehat berbeda tergantung pada tingkat aktivasi sel-sel tersebut. Proses infeksi pada makrofag dinyatakan oleh .22 IVTk Persamaan untuk populasi
sel makrofag yang sehat adalah :
222222 TVkT
dt
dTI
c. Populasi Sel T CD4+ yang Terinfeksi 1T
Munculnya populasi sel T CD4+ yang telah terinfeksi disebabkan oleh adanya interaksi antara sel yang sehat dengan virus yang mampu menginfeksi dengan proses infeksi sebesar
IVTk 11. Populasi
berkurang dengan adanya kematian alami sel sebesar . Sel yang telah terinfeksi akan meninggalkan
kompartemen menjadi virus baru sebanyak TN .
Selain itu populasi ini akan berkurang dengan adanya pemusnahan sel-sel yang telah terinfeksi oleh sel-sel imun yaitu sel T Cytotoxic E dengan laju
pemusnahan sebesar Em1. Sehingga persamaan untuk
populasi ini adalah :
111111 ETmTTVk
dt
dTI
d. Populasi Sel Makrofag yang Terinfeksi
2T
Selain sel T CD4+, virus juga menginfeksi sel makrofag dengan tingkat infeksi
IVTk 22. Makrofag
yang telah terinfeksi dan berhasil menjadi virus baru sejumlah TN , meninggalkan kompartemen dan
bergabung dengan populasi virus. Berkurangnya populasi pada sel makrofag yang telah terinfeksi juga disebabkan oleh adanya pemusnahan sel terinfeksi
5
oleh sel T dengan laju sebesar Em 2 dengan asumsi
nilai 21 mm yang menyatakan tingkat pemusnahan
masing-masing sel terinfeksi oleh sel imun. Proses pertumbuhan pada populasi ini dinyatakan oleh persamaan:
222222 ETmTTVk
dt
dTI
e. Populasi Virus yang Infektif IV
Laju rekruitment virus baru dipengaruhi oleh adanya populasi sel-sel yang telah terinfeksi sebesar
21 TTNT dan rata-rata jumlah virus yang
menginfeksi tiap sel target yang sehat adalah .
Populasi virus juga dipengaruhi oleh adanya virus yang mati sebelum menginfeksi sel-sel target dengan laju kematian alami sebesar . Sejumlah virus sebesar
111 Tk dan 222 Tk akan meninggalkan
kompartemen untuk menginfeksi sel target baru. Dengan demikian perubahan populasi pada virus digambarkan sebagai:
ITI VTkTkTTNV 22211121
f. Populasi Sel T E
Perubahan populasi pada sel T Cytotoxic juga dipengaruhi oleh adanya laju kelahiran (
E ) dan
kemusnahan alami (E ). Sel T Cytotoxic memiliki
reseptor pada membrannya yang berfungsi untuk mengikat antigen (sel-sel yang infektif). Reseptor sel merupakan untaian asam amino yang berperan sebagai enzim. Enzim akan mengikat sel-sel yang telah terinfeksi yang merupakan substrat. Adanya proses pengikatan substrat oleh enzim akan menstimulasi proliferasi sel-sel imun tambahan
sebesar EKT
Tb
bi
iE
dengan
21 TTTidan bK adalah
konstanta saturasi untuk kelahiran sel T Cytotoxic yang baru. Namun adanya proses pengikatan substrat oleh enzim juga dapat melemahkan sel T Cytotoxic sehingga tidak mampu memusnahkan sel-sel yang telah terinfeksi. Tingkat kerusakan sel dinyatakan
dengan EKT
Td
di
iE
dengan dK adalah konstanta
saturasi untuk kerusakan sel T Cytotoxic. Dinamika sel T Cytotoxic dapat dinyatakan sebagai :
EEKTT
TTdE
KTT
TTb
dt
dEE
d
E
b
EE
21
21
21
21
g. Pengendalian populasi virus dilakukan dengan pemberian kontrol yang berupa kombinasi obat-
obatan jenis RTI (1u ) dan PI (
2u ) yang bertujuan
untuk mengurangi populasi virus HIV dan merangsang sel T Cytotoxic yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. h. Populasi Virus Non- Infektif / Virus Mandul
NIV
Adanya kontrol menyebabkan munculnya populasi baru dalam kompartemen yaitu populasi virus non-infektif (virus mandul) akan tetapi ketika tidak diberikan kontrol populasi virus ini tidak ada. Persamaan untuk populasi virus mandul dinyatakan dalam persamaan :
NINI VV
4.2 Daerah Penyelesaian Model Daerah penyelesaian model dinamik HIV pada persamaan (1) adalah :
٠= ��(��, ��, ���, ��
�, ��, ��� , �) ∈ ℜ�| 0 < �� ≤Λ�
��
, 0 < �� ≤Λ�
��
, 0
≤ ��� ≤
������ ��
��+
Λ�
���
����, 0 ≤ ��
�
≤��Λ���� �
Λ�
��+
Λ�
���
���, 0 ≤ ��
≤��� �
Λ�
��+
Λ�
���
�, ���(�) ≤ ���(0), 0 < �(�)
≤1 + Λ�
��
�
4.3 Titik Setimbang Model Persamaan (1) memiliki dua macam titik kesetimbangan yaitu :
i. Titik Setimbang Bebas Penyakit
E
ENII EVVTTTTE
,0,0,0,0,,,,,,,,ˆ
2
2
1
121210
ii. Titik Setimbang Endemik
E
TkTk
TTN
Em
TVk
Em
TVk
VkVkE
TII
II
,0,,,,,ˆ
222111
21
2
22
1
11
22
2
11
11
dengan :
b
E
d
EE
E
KTT
TTb
KTT
TTd
E
21
21
21
21
4.4 Kestabilan Lokal Titik Setimbang
Setelah didapatkan titik setimbang bebas
penyakit 0E dan endemik 1E selanjutnya akan
dianalisis kestabilan lokal dari masing – masing titik setimbang. Karena pada persamaan model (1) terlihat bahwa persamaan tersebut adalah non linear, maka
6
untuk dapat menentukan kestabilan titik setimbang berdasarkan nilai eigen �, persamaan (1) harus dilinearkan terlebih dahulu sehingga didapatkan matrik Jacobian sebagai berikut :
E
TTII
I
I
I
I
JJJ
TkTkNNVkVk
TmTkEmVk
TmTkEmVk
TkVk
TkVk
J
ˆ7,74,73,7
2221112211
222222
111111
2222
1111
0000
000000
00
000
000
00000
00000
dengan :
2
21
2
21
4,73,7
d
dE
b
bE
KTT
EKd
KTT
EKbJJ
dan :
E
b
E
b
E TTKTT
d
KTT
bJ
21
2121
7,7
Selanjutnya nilai eigen didapatkan dengan menyelesaikan 0det JI
dengan I adalah
matriks identitas. i. Kestabilan Lokal Titik Setimbang Bebas Penyakit
Pada titik setimbang bebas penyakit :
E
ENII EVVTTTTE
,0,0,0,0,,,,,,,,ˆ
2
2
1
121210
didapatkan matriks jacobian sebagai berikut :
E
E
E
E
d
E
b
E
E
E
d
E
b
E
TT
E
E
K
d
K
b
K
d
K
b
kkNN
kEm
km
k
k
EJ
ˆ
2
222
1
111
2
222
1
111
2
222
1
1
11
0
0000
000000
0000
00000
00000
00000
00000
ˆ
Untuk persamaan karakteristik 0 JI ,
didapatkan :
0
0000
000000
0000
00000
00000
00000
00000
2
222
1
111
2
222
1
111
2
222
1
111
E
E
E
d
E
b
E
E
E
d
E
b
E
TT
E
E
E
E
K
d
K
b
K
d
K
b
kkNN
km
km
k
k
dengan menggunakan ekspansi kofaktor didapatkan :
00
0
2
222
1
111
2
222
1
111
21
kkNN
km
km
TT
E
E
E
E
E
Misalkan :
2
22
1
11
2
222
1
111
2
1
kj
ki
kkh
Ng
mf
me
T
E
E
E
E
Sehingga matriks tersebut dapat ditulis menjadi :
00
0
21
hgg
jf
ie
E
Didapatkan empat nilai eigen dari persamaan karakteristik di atas yaitu :
432211 ,,, E
Sedangkan tiga nilai eigen yang lain didapatkan dengan menyelesaikan determinan matriks 3x3 tersebut sebagai berikut :
00
0
hgg
jf
ie
Didapatkan: 0)(23 fgigjfhegigjfhhfehfe
Misalkan :
fgigjfheA
gigjfhhfeA
hfeA
3
2
1
)(
Sehingga polinomial derajat tiga tersebut dapat ditulis dalam bentuk :
0322
13 AAA
Selanjutnya untuk mendapatkan akar
karakteristik (nilai eigen ) dari polinomial derajat tiga dapat digunakan kriteria kestabilan Routh-Hurwitz untuk menentukan jenis kestabilannya. Dengan menggunakan aturan Routh-Hurwitz maka dapat dibuat tabel sebagai berikut :
3 1 2A 0
2 1A
3A 0
1 1
21
A
AAA
0 0
0 3A 0 0
Empat nilai eigen yang didapat sebelumnya yaitu :
7
432211 ,,, E semuanya
bertanda negatif. Agar sistem stabil maka syarat yang
harus dipenuhi adalah nilai 321 AAA .
ii. Kestabilan Lokal Titik Setimbang Endemik Titik setimbang endemik yang didapat adalah :
E
TkTk
TTN
Em
TVk
Em
TVk
VkVkE
TII
II
,0,,,,,ˆ
222111
21
2
22
1
11
22
2
11
11
dengan :
b
E
d
EE
E
KTT
TTb
KTT
TTd
E
21
21
21
21
Matriks Jacobian untuk titik setimbang endemik adalah :
������ =
⎣⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎡−� � − ����� 0 0 0 −� ���� 0 0
0 −� � − ����� 0 0 −� ���� 0 0
����� 0 −� − � ��� 0 ����� 0 −� � ����
0 ����� 0 −� − � � �� ����� 0 −� � ����
−� ������ −� ������ ��� ��� −[� + � ������ + �� �����] 0 00 0 0 0 0 −� 00 0 ��,� ��,� 0 0 ��,� ⎦
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎤
���
� = (−� � − �����), � = � ����, � = −� ������, � = −� � − �����, � = � ����, � = −� ������ , � = −� − � ���, ℎ = � ��, � = � �,�,
� = −� − � ���, � = � �,�,
� = −� ����, � = −� ����, � = − [� + ������� + �������],
� = −� �����,
� = −� �����,
� = � �,�
E
b
E
b
E TTKTT
d
KTT
bJ
21
2121
7,7
Dengan menggunakan operasi baris elementer, didapatkan matriks sebagai berikut :
�(��) =
⎣⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎡� 0 0 0 � 0 00 � 0 0 � 0 0
0 0 � 0 −� −��
�0 �
0 0 0 � −� −��
�0 �
0 0 0 0 � 0 −ℎ�
�−
ℎ�
�0 0 0 0 0 −� 00 0 0 0 0 0 ��,� ⎦
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎤
dengan :
� = � −��
�−
��
�+
ℎ�
�+
�ℎ�
��
Nilai eigen diperoleh dari ������ − � (��)� = 0. Karena �(��) merupakan matriks segitiga atas maka nilai eigen ada pada diagonal utamanya yaitu :
�� = (−� � − ����� ) �� = −� � − ����� �� = −� − � ��� �� = −� − � ���
�� = � −��
�−
��
�+
ℎ�
�+
�ℎ�
��
�� = −� �� = ��,�
Agar sistem stabil, maka nilai real dari � harus negatif. Dari ��, ��, ��, ��, �� yang didapatkan sebelumnya maka dipastikan bahwa ��, ��, ��, ��, �� < 0. Selanjutnya akan diberikan syarat agar �� dan �� bernilai negatif, yaitu :
1. � −��
�−
��
�+
��
�+
���
��< 0
2. ��,� < 0
Dapat disimpulkan bahwa titik setimbang ��� stabil jika syarat dipenuhi.
4.5 Penyelesaian Optimal Control
Untuk menyelesaikan model dinamika virus HIV dengan menggunakan pengendalian optimal, hal pertama yang harus dilakukan adalah membentuk fungsi Hamiltonian. � = � (�, �, �) + �� �(�, �, �) � = � ��� + ����
� + ����� − �� + ��[Λ� − ���� − (1 − � �)������]
+ ��[Λ� − ���� − (1 − �� �)������]
+ ��[(1 − � �)������ − ���� − �����
�]
+ ��[(1 − �� �)������ − ���� − �����
�]+ ��{(1 − � �)���(��
� + ���)
− [� + (1 − � �)������ + (1 − �� �)������]��}
+ ��[�����(��� + ��
�) − ����]+�� �Λ�
+ ��
(��� + ��
�)
(��� + ��
� + �� )� − � �
(��� + ��
�)
(��� + ��
� + ��)�
− �� ��
Untuk kontrol yang dibatasi pada �� ≤ �� ≤ �� dan �� ≤ �� ≤ �� dapat dibentuk persamaan Lagrangian sebagai berikut :
� = � ��� + ����� + ����
� − �� + ��[Λ� − ���� − (1 − � �)���� ��]
+ ��[Λ� − ���� − (1 − �� �)������]+ ��[(1 − � �)������ − ���
� − ������]
+ ��[(1 − �� �)������ − ���� − �����
�]
+ ��{(1 − � �)���(��� + ��
�)− [� + (1 − � �)������ + (1 − �� �)������]�� }
+ ��[�����(��� + ��
�) − ����]+�� �Λ�
+ ��
(��� + ��
�)
(��� + ��
� + ��)� − � �
(��� + ��
�)
(��� + ��
� + �� )�
− ���� − ���(�� − ��) − ���(�� − ��)
− ���(�� − ��) − ���(�� − ��) (9)
dengan : ���, ���, ���, ��� ≥ 0 ���(�� − ��) = 0 ���(�� − ��) = 0 ���(�� − ��) = 0 ���(�� − ��) = 0
Pengendalian optimal diperoleh dengan
meminimumkan persamaan keadaan terhadap semua pengendali dalam daerah pengendali, sedangkan
8
variabel yang lain dianggap sebagai konstanta. Dengan kata lain dicari titik stasionernya. Jadi kondisi perlu yang dibentuk oleh Prinsip Minimum Pontryagin adalah kondisi stasioner dari persamaan Lagrangian, persamaan state, dan persamaan co-state.
1. Persamaan State dan Co-State
Dari persamaan Lagrangian yang terbentuk dapat diperoleh persamaan state dan co-state sebagai berikut :
�� =��
���
= Λ� − ���� − (1 − � �)������
�� =��
���
= Λ� − ���� − (1 − �� �)���� ��
��′ =
��
���
= (1 − � �)���� �� − ���′ − �����
′
��′ =
��
���
= (1 − �� �)������ − ���′ − �����
′
�� =��
���
= (1 − � �)���(��′ + ��
′ )
− [� + (1 − � �)������ + (1 − �� �)������]��
��� =��
���
= �����(��′ + ��
′ )
− ���� (10)
� =��
���
= Λ�
+ ��
(��′ + ��
′ )
(��′ + ��
′ + �� )�
− ��
(��′ + ��
′)
(��′ + ��
′ + ��)� − � ��
�� = −��
���
= − {��[− �� − (1 − � �)����] + ��(1 − � �)����
− ��(1 − � �)������}
�� = −��
���
= − {��[− �� − (1 − �� �)����] + ��(1 − �� �)����
− ��(1 − �� �)������ }
�� = −��
���′ = − �� �[− � − � ��] + ��(1 − � �)��� + �������
+ �� ���
���
(��′ + ��
′ + �� )�− ��
���
(��′ + ��
′ + �� )���
�� = −��
���′
= − �� �[− � − � ��] + ��(1 − � �)��� + �������
+ �� ���
���
(��′ + ��
′ + �� )�− ��
���
(��′ + ��
′ + �� )���
�� = −��
��� = − {�� − ��(1 − � �)���� − ��(1 − �� �)���� + ��(1
− ��)���� + ��(1 − �� �)����
+ ��[−� − (1 − � �)���� − (1 − �� �)����]}
�� = −��
����
= ���
�� = −��
��= − �
−� − � �����′ − ������
′ +
�� ���
(��′ + ��
′ )
(��′ + ��
′ + �� )− ��
(��′ + ��
′ )
(��′ + ��
′ + ��)− ���
�
dengan kondisi batas sebagai berikut :
022112211 )0(,)0(,)0(,)0(,)0(,)0(0000
EEVVTTTTTTTT II
dan untuk 0fi tp untuk 7,6,5,4,3,2,1i .
2. Kondisi Stationer
��
���
= 0
sehingga didapatkan : 2���� + (�� − �� + ����)������ + (�� − �� + ����)����� �� − ���
+ ��� = 0
⟺ �� = −1
2��
[(�� − �� + ����)���� ��
+ (�� − �� + ����)������� − ���
+ ���] (11) ��
���
= 0
sehingga didapatkan : 2���� − �������(��
� + ���) + �������(��
� + ���) − ��� + ���
= 0
⟺ �� =1
2��
[(�� − ��)���(��� + ��
�) + �������(��� + ��
�)
+ ��� − ���] (12)
Dari persamaan (11) dan (12) dapat diperoleh bentuk
optimal control, *
1u dan *
2u yaitu:
��∗ = ���{��, ���(�, ��)} (13)
dengan :
� = −1
2��
[(�� − �� + ����)���� �� + (�� − �� + ����)����� ��]
dan ��
∗ = ���{��, ���(�, ��)} (14) dengan:
� =1
2��
[(�� − ��)���(��� + ��
�)]
Dengan mensubstitusikan persamaan (13) dan (14) ke dalam persamaan (10) maka didapatkan sistem yang optimal.
4.6 Simulasi dan Hasil Analisa
Proses simulasi dilakukan dengan waktu awal
00 t dan waktu akhir tetap 400ft . Nilai
variabel kontrol obat jenis pertama ( 1u ) berkisar
antara 7.00 1 u dan untuk variabel kontrol obat
jenis kedua ( 2u ) berkisar antara 3.00 2 u .
Simulasi dilakukan untuk proses pengobatan selama
400 hari ( 13 bulan) dengan menggunakan nilai parameter pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Parameter dan Nilainya Parameter Nilai Satuan Parameter Nilai Satuan
Λ� 10 Sel.mm-3.hari-1 � 0.7 Hari-1
μ� 0.01 Hari-1 �� 100 Virions.sel-1
k� 8.10-4 Mm3virion-1hari-1
� 13 Hari-1
m� 0.01 Mm3.sel-1.hari-1 Λ� 10-3 Sel.mm-3.hari-1
ρ� 1 Virions.sel-1
b� 0.3 Hari-1
� 31.98.10-3 Sel.mm-3.hari-1 �� 0.1 Sel.mm-3
μ� 0.01 Hari-1
d� 0.25 Hari-1
k� 0.1 Mm3virion-1hari-1
�� 0.5 Sel.mm-3
m� 0.01 Mm3.sel-1.hari-1 μ�
0.1 Hari-1
ρ� 1 Virions.sel-1 f 0.34 *
Proses simulasi dibagi menjadi beberapa kondisi, sebagai berikut: a. Kondisi Normal (Susceptible)
Simulasi pertama dengan kondisi awal : �� = 1000, �� = 3.198, ��
� = ��� = �� = ��� =
0 dan� = 0.01 mengindikasikan bahwa belum adanya virus HIV dalam tubuh manusia, sehingga semua sel T CD4+ dan makrofag berada dalam keadaan sehat atau tidak ada sel tubuh yang terinfeksi oleh virus HIV.
9
Gambar 4.1a – 4.1c terlihat bahwa pertumbuhan sel adalah konstan yang berarti bahwa tidak ada gangguan dalam proses reproduksi sel dalam tubuh.
Gambar 4.1a Populasi Sel T CD4 Sebelum
Adanya Virus
Gambar 4.1b Populasi Makrofag Sebelum
Adanya Virus
Gambar 4.1c Populasi Sel T Cytotoxic Sebelum
Adanya Virus
b. Kondisi Telah Terinfeksi (Infected) Simulasi kedua dilakukan pada saat virus
mulai menginfeksi tubuh penderita HIV, dengan kondisi awal yaitu : �� = 10�, �� = 3.198, ��
� =10��, ��
� = 10��, �� = 10��, ��� = 10�� dan � = 10 ��. 1. Tanpa Treatment
Pada saat telah terjadi infeksi virus namun belum/tidak diberikan treatment maka kondisi masing-masing sel normal adalah sebagai berikut :
Gambar 4.2a Populasi Sel T CD4 Tanpa Treatment
Gambar 4.2b Populasi Makrofag Tanpa
Treatment Dari gambar 4.2a dan 4.2b terlihat bahwa
sebelum adanya pengobatan, infeksi virus dengan nilai awal 10-3 duplikat/sel mengakibatkan populasi
sel T CD4+ yang sehat 1T dan sel makrofag sehat
2T mengalami penurunan hingga masing-masing
berjumlah 164 sel/mL dan 0,005 sel/mL dimana
jumlah awal sel T CD4+ adalah 1000 sel/mL dan makrofag sebanyak 3,198 sel/mL.
Gambar 4.2c Populasi Sel T CD4 Terinfeksi
Tanpa Treatment
Gambar 4.2d Populasi Makrofag Terinfeksi
Tanpa Treatment
10
Pada gambar (4.2c) dan gambar (4.2d) terlihat populasi sel-sel yang telah terinfeksi meningkat pada tahap infeksi awal dan semakin menurun namun tidak pernah habis dikarenakan belum ada pengobatan sehingga populasi sel yang terinfeksi akan terus ada.
Gambar 4.2e Populasi Virus Infektif Tanpa
Treatment Gambar 4.2e menunjukkan pada hari ke 20
sampai dengan hari ke 40 populasi virus berkurang dan konsentasi sel-sel target mengalami pertumbuhan. Hal ini disebabkan ketika pertama kali virus menginfeksi tubuh, Sel T Cytotoxic masih dapat melakukan perlawanan terhadap virus. Virus seringkali tidak dapat terdeteksi oleh Sel T Cytotoxic ataupun sel-sel kekebalan tubuh lainnya sehingga dapat dengan mudah melakukan replikasi diri dengan cepat.
Gambar 4.3f Populasi Virus Mandul Tanpa
Treatment Gambar 4.2f menunjukkan populasi virus
mandul (virus yang tidak bisa menginfeksi) sebelum diberikan obat-obatan menunjukkan jumlah sel yang konvergen ke 0 berarti bahwa hingga akhir simulasi populasi virus ini terus berkurang pada saat diberikan
nilai awal 510NIV sel/mL. Tidak adanya
pengobatan menunjukkan bahwa seluruh virus yang ada dalam tubuh penderita memiliki kemampuan untuk menginfeksi sel target yang sehat.
Gambar 4.2g Populasi Sel T Cytotoxic Tanpa Treatment
Munculnya virus HIV pada tubuh manusia menyebabkan populasi Sel T Cytotoxic meningkat karena perkembangbiakan sel ini dipengaruhi oleh munculnya zat-zat asing dalam hal ini adalah virus. Jumlah Sel T Cytotoxic mencapai nilai maksimum di sekitar hari ke 30 sebanyak 0.0235 sel/mL yaitu pada saat virus mulai berkembangbiak.
2. Dengan Treatment
Simulasi kedua dilakukan dengan mensimulasikan kondisi dengan adanya kontrol selama 400 hari. Didapatkan hasil sebagai berikut:
Gambar 4.3a Populasi Sel T CD4+ Dengan
Treatment
Gambar 4.3b Populasi Sel Makrofag Dengan
Treatment Dari gambar 4.4a dan gambar 4.3b terlihat
bahwa populasi sel-sel yang sehat yakni sel T CD4+ dan makrofag mengalami penurunan drastis pada awal-awal terjadinya infeksi. Hal ini disebabkan munculnya populasi virus yang menyebabkan terinfeksinya sel-sel target yang sehat.
11
Gambar 4.3c Populasi Sel T CD4+ (Inf) Dengan
Treatment
Gambar 4.3d Populasi Sel Makrofag (Infected)
Dengan Treatment Gambar 4.3c dan 4.3d menunjukkan adanya
penurunan jumlah populasi pada saat diberikan kontrol yang berupa obat-obatan. Akan tetapi pada hari-hari dimana tidak ada kontrol, populasi sel-sel yang terinfeksi akan menjadi bertambah.
Gambar 4.3e Populasi Virus (Infected) Dengan
Treatment
Gambar 4.3f Populasi Virus Mandul (Inf) Dengan
Treatment
Di sekitar hari ke-50, ke-100, ke-150 dan ke-250 dan 400, populasi virus dan sel-sel target yang terinfeksi mengalami penurunan sedangkan sel-sel target yang sehat bertambah karena adanya jumlah kontrol yang meningkat. Sedangkan untuk hari-hari dimana kontrol yang diberikan mendekati 0, populasi virus dan sel-sel yang telah terinfeksi mengalami kenaikan.
Gambar 4.3g Populasi Sel T Cytotoxic Dengan
Treatment Sel T Cytotoxic menjadi aktif pada saat virus mulai menginfeksi sel target. Pertumbuhan sel di akhir simulasi sebanding dengan populasi virus dan sel-sel terinfeksi yang mengalami penurunan.
Pada akhir simulasi jumlah sel T CD4+ sebanyak 663 sel/mL, makrofag sebanyak 0.3 sel/mL, sel T CD4+ terinfeksi sejumlah 0.25 sel/mL, makrofag terinfeksi sejumlah 0.038 sel/mL, virus infektif sebanyak 1.12 duplikat/sel, virus mndul sebanyak 0.4 duplikat/sel sdangkan sel T Cytotoxic berjumlah 6,4 sel/mL.
Gambar 4.3h Kondisi Kontrol
Gambar 4.3h menunjukkan bahwa pada saat tidak diberikan kontrol/obat pada penderita maka jumlah sel yang terinfeksi dan jumlah virus meningkat. Penderita HIV selalu mengkonsumsi obat-obatan sepanjang masa hidupnya untuk meningkatkan jumlah sel-sel imun terutama jumlah sel T CD4+ .
12
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5. 1 Kesimpulan
Dari analisis yang dilakukan pada model dinamik HIV, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada analisis stabilitas dapat diketahui bahwa
Kestabilan lokal titik setimbang bebas penyakit :
E
ENII EVVTTTTE
,0,0,0,0,,,,,,,,ˆ
2
2
1
121210
dan
titik setimbang endemik :
E
TkTk
TTN
Em
TVk
Em
TVk
VkVkE
TII
II
,0,,,,,ˆ
222111
21
2
22
1
11
22
2
11
11
b
E
d
EE
E
KTT
TTb
KTT
TTd
E
21
21
21
21
bersifat stabil jika syarat terpenuhi
2. Pada model pengendalian virus HIV pada tubuh
manusia diselesaikan dengan menerapkan Prinsip Minimum Pontryagin dan dapat diketahui bahwa nilai kontrol � yang optimal didapat.
��∗(�) = ��� �� �, ��� �−
1
2��
[(�� − �� + ����)������
+ (�� − �� + ����)�������], ����
��∗(�) = ��� �� �, ��� �
1
2��
[(�� − ��)���(���
+ ���)], ����
dengan ��
∗(�) : Presentase dosis RTI
��∗(�) : Presentase dosis PI
3. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kontrol dosis
obat yang diberikan dapat meningkatkan konsentrasi sel CD4+T dan mengurangi efek samping dari obat yang diberikan serta dapat menurunkan beban viral yang harus ditanggung oleh pasien HIV.
5. 2 Saran Adapun saran dari Tugas Akhir ini adalah
perlu adanya analisis terkait dengan mutasi virus yang sangat tinggi sehingga menyebabkan virus menjadi kebal terhadap obat – obatan yang berkembang saat ini. Oleh karena itu, model matematika pada virus HIV bisa dikembangkan dengan memperhatikan kehadiran virus mutan yang resisten terhadap obat.
6. DAFTAR PUSTAKA Banks, HT. (2008). HIV Model Analysis Under
Optimal Control Based Treatment Strategies. North Caroline: North Caroline State University.
Card, J.J. (2007), The Complete HIV/AIDS
Teaching Kit. New York: Springer Publishing Company.
Fariyanto, A. (2008), Analisis Eksistensi dan
Ketunggalan Optimal Control Pada Model Immunology HIV. Tugas Akhir S1 Jurusan Matematika ITS Surabaya.
Finizio, N. dan Ladas, G. 1988. Ordinary
Differential Equations with Modern
Applications. California: Wadsworth
Publishing Company.
Hirmajer, T., Canto, E.B., dan Banga, J.R., (2009), DOTcvpSB: a Matlab Toolbox for Dynamic Optimization in Systems Biology, User’s Guide Technical Report, Instituto De Investigaciones Marinas [IIM-CSIC], Spanyol.
Maghfiroh, F. (2009), Pengendalian Optimal Dari
Gabungan Terapi Pada HIV-1 Satu Strain. Tugas Akhir S1 Jurusan Matematika ITS Surabaya.
Naidu, D. S. 2002. Optimal Control Systems. USA:
CRC Presses LLC.
Pontryagin, L.S. et al. The Mathematical Theory of
Optimal Processes, vol. 4. Interscience, 1962.
Subchan, S. dan Zbikowski, R. 2009. Computational Optimal Control : Tools and Practice. UK : John Wiey & Sons Ltd.Publishing.
Recommended