View
131
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
MAKALAH PENDIDIKAN DALAM KEPERAWATAN (PDK)
“METODE PEMBELAJARAN DI KLINIK”
Dosen Pengampu : Dedi Muwardi Pamungkas, M.P.H
Nama : Janarko Anca W.
Nim : 100100518
PROGRAM STUDY S1 ILMU KEPERAWATAN
ALMA ATA
YOGYAKARTA
2013-2014
1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Karena atas berkat, rahmat dan
hidayah-Nya penyusunan “Makalah Metode Pembelajaran di Klinik” mata kuliah Pendidikan
Dalam Keperawatan Program Studi S1 Keperawatan STIKES Alma Ata ini dapat terealisasi.
Terselsaikanyan tugas makalah ini, tentu banyak mendapat kontribusi dari berbagai pihak
lain. Untuk itu kami ucapkan terimakasih kepada :
1. Kepada Dosen Pembimbing Dedi Muwardi Pamungkas, M.P.H. yang telah
memberikan pengarahan kepada kami dan memberikan banyak materi-materi
kuliah yang sangat bermanfaat bagi kami dalam penyelsaian tugas ini.
2. Kepada teman-teman yang telah memberikan saran masukan atas makalah ini
yang sangat membantu dalam penyempurnaan tugas ini.
3. Dan semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu yang telah
membantu kami dalam penyelsaian tugas yang telah diberikan.
Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi yang pembaca makalah ini
untuk proses pembelajaran selanjutnya dan kususnya untuk mata kuliah Manajemen
Keperawan. Kami sangat menerima saran masukan, koreksi, dan evaluasi yang bersifatnya
membangun demi untuk lebih sempurnanya tugas-tugas selanjutnya yang akan diberikan
kepada kami. Terimakasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, 6 April 2013
Penyusun
.........................
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan tinggi keperawatan merupakan tingkatan pendidikan yang bertujuan
menghasilkan perawatan professional. Proses pendidikan ini dilaksanakan melalui dua
tahap, yaitu tahap akademik dan tahap profesi. Proses pendidikan tahap profesi di
Indonesia dikenal dengan pembelajaran klinik dan lapangan, yang bertujuan untuk
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan ilmu yang dipelajari
dikelas (pada tahap akademik) ke praktik klinik. Program profesi (pengalaman belajar
klinik – PBK dan pengalaman belajar lapangan- PBL) merupakan proses transformasi
mahasiswa menjadi perawat professional. Dengan kata lain, peserta didik dengan perilaku
awal sebagai mahasiswa keperawatan, setelah memperoleh PBK dan PBL dia akan
memiliki perilaku sebagai perawat professional. Dalam fase ini, peserta didik mendapat
kesempatan beradaptasi pada perannya sebagai perawat professional dalam masyarakat
keperawatan dan lingkungan pelayanan atau askep.
Pada kesempatan kali ini akan dibahas tentang pemberian metode pembelajaran di
klinik atau bisa disebut dengan model bimbingan praktik pada pendidikan keperawatan.
Program Profesi Pengalaman belajar klinik (PBK) dan pengalaman belajar lapangan
(PBL) adalah suatu proses transformasi mahasiswa menjadi perawat professional yang
memberikan kesempatan mahasiswa untuk beradaptasi dengan perannya sebagai perawat
professional dalam melakasanakan praktik keperawatan professional di situasi nyata pada
pelayanan kesehatan klinik.
Tempat praktik adalah suatu institusi di masyarakat dimana peserta didik berpraktik
pada situasi nyata melalui penumbuhan dan pembinaan keterampilan intelektual, teknikal,
dan interpersonal. Strategi Pembelajaran Sebagai pendidikan profesi, pendidikan dalam
keperawatan memiliki landasan profesi yang kokoh, yang selalu mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan dan ilmu penunjang serta
menumbuhkembangkan keterampilan dasar dan kemampuan sebagai tenaga keperawatan.
Memiliki landasan profesi yang kokoh, bermakna menumbuhkan dan membina sikap,
tingkah laku, dan kemampuan profesional keperawatan untuk melakukan praktik
keperawatan ilmiah. Masa pertumbuhan dan membina landasan profesi keperawatan ini
3
disebut sebagai sosialsisasi profesional (profesional socialzation) atau adaptasi
profesional (profesional adaptation), yaitu masa ketika seseorang peserta didik menjadi
perawat profesional. Pada pendidikan tinggi keperawatan, pelaksanaan sosialisasi
profesional dilaksanakan secara simultan dan terpisah serta terintegrasi dengan
pembinaan kemampuan akademik. Adaptasi profesional bagi peserta didik yang
dilaksanakan dalam bentuk pengalaman belajar klinik dan lapangan keperawatan
dilakukan dalam tatanan nyata pelayanan asuhan keperawatan, dimana juga terdapat
komunitas profesional keperawatan yang sarat dengan panutan (role mode) dengan suasan
dan lingkungan yang kondusif untuk perubahan perilaku peserta didik.
1.2. Tujuan
a) Mahasiswa mampu memahami tentang metode pembelajaran di klinik.
b) Mahasiswa mampu menjelaskan tentang tujuan, kesalahan dan evaluasi dari satu
metode.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Pembelajaran praktisi klinik adalah suatu bentuk pengalaman belajar profesional yang
menekankan pada pentingnya klien, mahasiswa dan konteks situasional proses
pembelajaran terjadi( Smyth,W,J.1986 ).
Metode pembelajaran merupakan salah satu metode pendidik peserta didik di klinik,
yang memungkinkan pendidik memilih dan menerapkan cara mendidik yang sesuai
dengan tujuan dan karakteristik individual peserta didik berdasarkan kerangka konsep
pembelajaran.
Kriteria Seleksi Metode Pengajaran
5
Diarahkan untuk mencapai tujuan meliputi :
- Entri behavior dan karakteristik peserta didik.
- Kualitas dan ketrampilan pengajar.
- Rasio pengajar dan peserta didik.
- Karakteristik dan kekhususan tempat praktik.
- Keterbatasan dari metode pengajar.
Mempertimbangkan beberapa aspek :
- Kesesuaian tujuan pengalaman belajar klinik yang terkait dengan metode pengajaran.
- Kesesuaian peserta didik yang terkait dengan kemampuan pengalaman dan karakteristik pengajar lainya tentang proses pembelajaran.
- Kesesuaian ketrampilan pengajar dan kerangka konsep proses pembelajaran.
- Ketepatan yang terkait dengan tersedianya sumber-sumber dan kendala dilahan atau ditatanan klinik.
- Sejalan dengan falsafah program pendidikan keperawatan yang terkait dengan keyakinan.
- Menyediakan berbagai metode yang terkait dengan berbagai kompetensi yang harus dicapai.
Metode Pembelajaran Terpilih
JENIS METODE PEMBELAJARAN KLINIK
2.2. PROSES INSIDEN
- Membantu peserta didik mengembangkan ketrampilan reflektif berdasarkan kejadian
klinik atau insiden.
- Insiden berasal dari pengalaman praktik aktual atau dikembangkan secara hipotetikal.
- Bila dalam bentuk isiden terkait klien, staf, atau tatanan praktik.
A. METODE KONFERENSI
Kegiatan berdiskusi kelompok untuk membahas hal yang telah dilakukan pada praktik
klinik atau lapangan, tingkat pencapaian tujuan praktik klinik hari tersebut, kendala yang
dihadapi dan cara mengatasinya, serta kejadian lain yang tidak direncanakan, termasuk
kejadian kegawatan klien yang harus dihadapi peserta didik.
Tujuan Konferensi
- Dirancang melalui kegiatan kelompok.
- Meningkatkan pembelajaran penyesuaian masalah dalam kelompok melalui analisis
kritikal, pemilihan alternatif pemecahan masalah, dan pendekatan kreatif.
- Memberi kesempatan dalam mengemukakan pendapat dalama menyelsaikan masalah.
6
Eksperensial
Konferensi observasi
Penyelsaian masalah
Bedside teaching Ronde
keperawatan
Jumlah peserta didik yang diijinkan agar pengajaran menjadi efektif
Pelaksanaan pengajaran efektif dan efisien melalui pemberdayaan sumber-sumber
- Meneerima umpan balik dari kelompok atau pengajar.
- Memberi kesempatan terjadinya “perr review”, diskusi, kepedulian, isu, dan
penyesuaian masalah oleh displin ilmu lain.
- Berinterakasi dan menggunakan orang lain sebagai narasumber.
- Meningkatkan kemampuan memformulasikan ide.
- Adanya kemampuan kontribusi peserta didik.
- Kemampuan menggali perasaan, sikap, dan nilai-nilai yang mempengaruhi praktik.
Jenis Konferensi
- Pra dan pasca konferensi
- Perr review
- Issue
- Multidisiplin
2.3. OBSERVASI
- Mendapatkan pengalaman atau contoh nyata.
- Mengembangkan perilaku baru untuk pembelajaran masa mendatang.
- Meliputu : observasi lapangan, field trip, demonstrasi, dan ronde keperawatan.
A. RONDE KEPERAWATAN
Suatu metode pembelajaran klinik yang memungkinkan peserta didik mentransfer dab
mengaplikasikan pengetahuan teoritis kedalam praktik keperawatan langsung.
Karakteristik
- Klien dilibatkan langsung.
- Klien merupakan kegitan fokus peserta didik.
- Peserta didik dan pembimbing melakukan diskusi.
7
- Pembimbing memfasilitasi kreativitas peserta didik terhadap adanya berbagai ide
baru.
- Pembimbing klinik membantu mengembangkan kemampuan peserta didik
meningkatkan kemampuan mengatasi masalah.
Tujuan Ronde Keperawatan
- Menumbuhkan cara berfikir kritis.
- Menumbuhkan pemikiran bahwa tindakan keperawatn berasal dari masalahh klien.
- Meningkatkan pola pikir sistematis.
- Meningkatkan validitas data klien.
- Menilai kemampuan menentukan diagnosa keperawatan.
- Meningkatkan kemampuan membuat justivikasi.
- Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja.
- Meningkatkan kemampuan memodifikasi renpra.
Peran Peserta Didik
- Menjelaskan data demografi.
- Menjelaskan masalah keperawatan utama.
- Menjelaskan intervensi yang dilakukan.
- Menjelaskan hasil yang didapat.
- Menentukan tindakan selanjutnya.
- Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang diambil.
Peran Pembimbing
- Membantu peserta didik untuk belajar.
- Mendukung dalamproses pembelajaran.
- Memberi justifikasi.
8
- Memberi “reinforcement.”
- Menilai kebenaran dari masalah dan intervensi keperatan serta rasional tindakan.
- Mengarahkan dan mengoreksi.
- Mengintregasikan teori, dan konsep yang telah dipelajari.
Kelemahan Metode
Masalah
- Berorientasi pada prosedur keperawatan.
- Persiapan sebelum praktik kurang memadai.
- Belum ada keseragaman membuat laporan hasil ronde keperawatan.
- Belum ada kesepakatan tentang model ronde keperawatan.
B. BED SIDE TEACING
Bedside teaching merupakan metode mengajar kepada peserta didik. Aktivitas ini
dilakukan disamping tempat tidur klien, dan meliputi kegiatan mempelajari kondisi klien
dan asuhan keperawatan yang dibutuhkan oleh klien.
Manfaat
9
Klien dan keluarga merasa kurang nyaman dan “privacy”nya terganggu
Kemampuan menentukan masalah klien
“Human Rigth” (ANA, 1988) “Informed Consent”
Justifikasi langsung
Kemampuan Kognitif, Afektif, dan Psikopmotor
Agar pembimbing klinik dapat mengajarkan dan mendidik peserta didik untuk
menguasai ketrampilan prosedural, menumbuhkan sikap profesional, mempelajari
perkembangan biologis atau fisik, melakukan komunikasi melalui pengamatan langsung.
Prinsip
- Sikap fisik maupun psikologis pembimbing klinik, peserta didik, dan klien.
- Jumlah peserta didik dibatasi (ideal 5-6 orang).
- Diskusi pada awal dan pasca demonstrasi di depan klien dilakukan seminimal
mungkin.
- Lanjutkan dengan redemonstrasi.
- Kaji pemahaman peserta didik segera mungkin terhadap apa didapatnya saat itu.
- Kegiatan yang didemonstrasikan adalah sesuatu yang belum pernah diperoleh peserta
didik sebelumnya, atau apabila peserta didik menghadapi kesulitan menerapkan.
Tujuan
- Peserta didik mampu menguasai ketrampilan prosedural
- Menumbuhkan sikap professional
- Mempelajari perkembangan biologis/fisik
- Melakukan komunikasi dengan pengamatan langsung
Persiapan
- Mendapatkan kasus yang sesuai yang dapat memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk menerapkan keterampilan teknik prosedural dan interpersonal.
- Koordinasi dengan staf di klinik agar tidak mengganggu jalanya rutinitas perawatan
klien.
- Melengkapi peralatan atau fasilitas yang akan digunakan.
Kelebihan
- Observasi langsung
10
- Menggunakan seluruh pikiran
- Klarifikasi dari anamnesa dan pemeriksaan fisik
- Kesempatan untuk membentuk keterampilan klinik mahasiswa
- Memperagakan Fungsi :
a. Perawatan
b. Keterampilan interaktif
Hambatan
- Pasien merasa tidak nyaman
- Pasien salah pengertian dalam diskusi
- Pasien tidak terbuka
- Pasien tidak kooperatif atau marah
2.4. MODEL PRECEPTOR
Menurut Mahen dan Clark (1996), preceptor adalah seorang perawata yang mengajar,
memberikan bimbingan, dapat menginspirasi rekannya, menjadi tokoh panutan (Role model),
serta mendukung pertumbuhan dan perkembangan individu (trainee) untuk jangka waktu
tertentu dengan tujuan khusus mensosialisasikan trainee pada peran barunya. Tujuan dari
model preceptorship sendiri dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu makro (skala luas)
dan mikro (skala individu).
Secara mikro bertujuan untuk melibatkan pengembangan perawat didalam organisasi.
Shamian dan Inhaber (1985) menyatakan bahwa model preceptorship digunakan sebagai alat
ssosialisasi dan orientasi. Hill dan loweinstein (1992) memandang model preceptorship
sebagai salah satu metode rekrutmen staf. Akses ke pengetahuan organisasi dan praktik
klinik tidak dapat di prediksi oleh perawat baru, sehingga diskusi anatara preceptor dan
preceptee diperlukan untuk memberikan praktik terkini dalam lingkungan klinik dengan
harapan preceptee akan memiliki kemampuan yang sama dengan preceptornya.
Tujuan
11
Preceptorship secara mikro (bagi individu) adalah untuk membenatu proses transisi dari
pembelajar ke praktisioner (mahen dan Clark, 1996) mengurangi dampak syok realita
(Kramer, 1947) dan memfasilitasi perawat untuk berkembang apa yang dihadapi dalam
lingkungan barunya (bain, 1996). Fokus pada efisiensi dan efektifitas layanan keperawatan
yang berkembang cepat sering kali mem menimbulkan culture shock tersendiri khususnya
bagi perawat baru.
Kriteria
Tidak semua perawat senior dan medio dapat memiliki criteria sebagai seorang preceptor.
UKCC (1993) menganjurkanbahwa preceptor adsalah perawat yang memiliki pengalaman
minimal 12 tahun dibidang yang sama atau bidang yang masih berhubungan. Ketrampilan
komunikasi dan kepemimpinan, kemampuan membuat keputusan yang tepat, dan mendukung
perkembangan professional merupakan hal terpenting (shamian dan Inhaber, 1985). Secara
garis besar dapat disimpulkan criteria seorang preceptor yang berkualitas adalah
berpengalaman dan ahli di lingkungan klinik, berjiwa kepemimpinan, ketrampilan
komunikasi yang baik, kemampuan membuat keputusan, mendukung perkembangan
professional, memiliki kemauan untuk mengajar dan mengambil peran dalam penerapan
model preceptorship, tidak mempunyai sikap yang menilai terlalu awal pada rekan kerja
asertif, fleksibilitas untuk berubah, mapu beradaptasi dengan pembelajaran individu.
Faktor kunci dlam pengembangan dan implementasi model preceptorship adalah
keterlibatan staf yang berpengalaman di semua tingkatan, ketersediaan literature untuk
mendapatkan kepahaman praktik yang terbaik, dan penggunaan pengetahuan yang diperoleh
untuk dijadikan panduan dlam praktik. Penggunaan kobinasi dari strategi perubahan dan
program pendidikan staf dapat diimplementasiakn untuk meningkatkan model preceptoship.
Komitmen dan dukungan dari bidang keperawatan merupakan salah satu faktor penting. Hal
terakhir untuk menilai keberhasilan penerapan model preceptorship harus dilakukan melalui
audit yang sudah distandarisasi
Isu-isu yang dipertimbangkan dlam memberikan panduan bagi program kemitraan
preceptor dan preceptee adalah sebagai berikut :
- Mengenalkan program
- Mengidentifikasi dari tujuan pribadi serta institusi dan tujuan yang dapat diukur
dentifikasi kebutuhan pelatihan
12
- Menyediakan sumber dukungan
- Rencanakan praktik terkini
- Diskusi awal mengenai pengembangan profesioanal dan pengenalan supervise klinik
Menurut Cerinus dan Ferguson (1994) bahwa tanggung jawab dari seorang preceptor
diantaranya sebagai berikut :
- Preceptor bertanggung jawab terhadap pengkajian yang dilakukan preceptee
- Merencanakan model preceptorship untuk mendesain sesuai kebutuhan preceptee
- Melakukan peran pengajaran dan sebagai role model
- Melakukan evaluasi pada preceptee selama penerapan model preceptorship
Secara umum tanggung jawab seorang preceptor dibagi menjadi dua golongan sebagai
berikut :
- Mengorientasikan dan mensosialisasikan preceptee pada masing-masing unit
- Menilai perkembangan dari tujuan yang akan dicapai preceptee
- Merencanakan kolaborasi dan implementasi program pembelajaran untuk memenuhi
kebutuhan preceptee
- Melakukan tindakan sebagai role model
- Mengobservasi dan mengevaluasi perkembangan preceptee
- Memfasilitasi pengembangan dari apa yang harus dikuasai preceptee melalui model
preceptorship
2.5. EVALUASI PRAKTIK KEPERAWATAN
Evaluasi adalah suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan penafsiran
informasi untuk menilai keputusan-keputusan yang dibuat dalam merancang suatu sistem
pembelajaran (Hamalik, 2003). Masih menurut Hamalik evaluasi belajar mengajar
merupakan bagian integral dalam proses pendidikan. Karena itu harus dilakukan oleh setiap
pendidik sebagai bagian dari tugasnya dalam merancang sistem pembelajaran. Setiap
merancang sistem pembelajaran, sebaiknya telah ditetapkan terlebih dahulu tujuan-tujuan
13
yang ingin dicapai yang akan dituangkan dalam rumusan rencana evaluasi. Evaluasi 10 atau
penilaian tidak hanya dilakukan terhadap hasil belajar tetapi juga dilakukan terhadap proses
pengajaran itu sendiri.
Banyak keuntungan yang didapat apabila evaluasi telah direncanakan sebelumnya dan
dikelola dengan baik. Keuntungan-keuntungan itu antara lain:
- memberikan kemudahan dalam mengkaji ulang model atau rancangan pembelajaran
yang telah disusun.
- Membantu dalam mengumpulkan informasi tentang pemahaman peserta didik
terhadap suatu materi dan memberikan waktu yang cukup untuk merancang tes
sehingga tes yang dilakukan tidak terkesan asal-asalan.
Pengelolaan evaluasi pembelajaran klinik adalah pelaksanaan evaluasi terhadap
pembelajaran di klinik. Pembelajaran di klinik tidak sama dengan pembelajaran di kelas atau
pun di laboratorium. Mahasiswa yang melaksanakan praktik biasanya terbagi menjadi
kelompok-kelompok kecil dengan jumlah 8-12 mahasiswa untuk setiap bagian. Masing-
masing bagian melaksanakan praktik klinik selama tiga sampai dengan empat minggu,
tergantung kompetensi yang harus dicapai mahasiswa dan bobot SKS yang harus ditempuh
pada setiap bagian. Pelaksanaan evaluasi pembelajaran klinik ada kecenderungan
dilaksanakan pada minggu terakhir di setiap siklusnya.
Pengelolaan evaluasi pada setiap bagian bisa saja berbeda, akan tetapi prinsip, syarat, alat
dan model evaluasi sebaiknya dipahami instruktur klinik. Sehingga evaluasi yang
dilaksanakan benar-benar mampu menilai pembelajaran yang telah dilaksanakan. Hasil
evaluasi bukan merupakan suatu hal yang bersifat subjektif atau keberuntungan. Baik
buruknya hasil evaluasi akan menjadi indikator suatu institusi, bahkan turut menentukan
apakah suatu program masih layak dipertahankan seandainya berdasarkan hasil evaluasi yang
telah dilakukan adalah kurang memuaskan. Oleh karena itu baik tidaknya pengeloaan
evaluasi ikut menentukan penguasaan mahasiswa terhadap kompetensi yang harus dicapainya
dan berdampak pada mutu suatu institusi. Ringkasan
- Pendidikan keperawatan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pendidikan akademik
dan pendidikan profesi.
- Tahap akademik menekankan pada pengetahuan dan teori yang bersifat deskriptif,
sedangkan tahap profesional diarahkan pada tujuan praktis, sehingga menghasilkan
teori preskriptif dan deskriptif. 14
- Tahap profesi hanya akan di dapat dilingkungan klinis karena lingkungan klinis
merupakan lingkungan multiguna yang dinamik sebagai tempat pencapaian berbagai
kompetensi praktik klinis seperti tercantum dalam kurikulum profesional.
- Praktek klinik merupakan “the heart of the total curriculum plan” artinya
pembelajaran klinik merupakan unsur yang paling utama dalam pendidikan
15
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pengalaman belajar klinik dan lapangan merupakan proses pembelajaran yang penting
diberikan kepada peserta didik untuk mempersiapkan mereka menjadi perawat profesional
pemula. Melalui pengalaman belajar klinik dan lapangan diharapkan dapat membentuk
kemampuan akademik dan profesional, mampu mengembangkan ketrampilan dalam
memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan profesional, serta dapat berorientasi dengan
peran profesionalnya.
Untuk mencapai tujuan dari BK atau PBL, secara efektif, diperlukan berbagai metode
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar dan fasilitas belajar serta komunikasi
profesional yang kondusif, baik di rumah sakit pendidikan maupun dikomunitas.
16
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam., 2007, Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam keperawatan Profesional.
Jakarta: Salemba Medika.
17
Recommended