View
54
Download
6
Category
Preview:
Citation preview
Anjing dan Bayangan”
1 Votes
“Anjing dan Bayangan”
Dahulu kala, ada seekor anjing yang mendapatkan sepotong daging dan membawanya pulang untuk dimakan. Pada perjalanan pulang, ia harus melewati sebuah papan yang terbentang di atas parit. Ketika ia melihat bayangan dirinya yang sedang membawa daging itu di air.
Ia berpikir bahwa itu adalah seekor anjing yang lain yang sedang membawa daging di mulutnya. Ia kemudian menginginkan daging itu juga. Maka, ia menyambar bayangan yang ada di air itu, tetapi ketika ia membuka mulutnya, daging jatuh ke air dan tidak pernah ditemukan lagi.
Pesan yang dapat diperoleh dari cerita tersebut adalah sebagai berikut.
Berhati-hatilah pada keserakahan karena kamu bisa kehilangan apa yang kamu miliki.
Disadur dari buku: “Inspirasi meraih kesuksesan dalam kehidupan TUTUR BIJAK NEGERI CINA”
oleh AGATA P. RANJABAR
“Si Rubah yang Mengambil Keuntungan dari Kekuatan Si Macan”
Rate This
Ketika sedang berburu mangsa, macan menangkap seekor rubah.
“Kamu tidak bisa memakanku!” kata si rubah. “Raja Langit telah menunjukku untuk menjadi raja para binatang. Jika kamu memakanku, berarti kamu tidak menuruti perintah. Jika kamu tidak percaya padaku, ikutlah denganku. Kamu akan segera melihat apakah para binatang akan lari atau tidak setelah melihatku.”
Si macan menyetujuinya dan ia pun menemaninya. Semua binatang di hutan yang melihat mereka segera menyingkir. Si macan tidak menyadari jika sebenarnya, mereka takut terhadapnya, sedangkan ia mengira bahwa mereka takut terhadap si rubah.
Pesan yang disampaikan dalam cerita ini adalah bahwa kekuatan fisik dapat dikalahkan dengan kepintaran otak dan kecerdikan dapat menyelamatkan segalanya.
Disadur dari buku: “Inspirasi meraih kesuksesan dalam kehidupan TUTUR BIJAK NEGERI CINA”
Karangan: AGATA P. RANJABAR
4 Tipe Sahabat
Sahabat adalah seseorang yang dapat menjadi tempat Anda berbagi baik suka maupun duka. Sahabat juga harus
dapat memberikan nilai positif bagi Anda. Berikut ini adalah empat tipe orang yang patut Anda jadikan sahabat.
Seperti dikutip dari Huffington Post, Robert Wicks, seorang profesor psikologi sekaligus pengarang buku Living the
Resilient Life mengatakan “Ada empat jenis orang yang patut kita cari dan masuk dalam siklus hidup manusia, yang
tentunya akan membuat hidup lebih bahagia dan berkualitas”.
1. Tipe pengkritik
Sahabat dengan tipe jenis ini akan selalu mengingatkan ketika kita melakukan kesalahan. Tanpa diminta pun, ia
akan selalu mengkritik kita bila melakukan sesuatu hal yang menyimpang. Tipe ini sangat baik untuk mengingatkan
kita pada jalan yang benar, meskipun terkadang menyakitkan mendengar kritiknya yang agak pedas.
2. Tipe pendukung
Anda yang memiliki sahabat seperti ini sangat beruntung, karena teman tipe ini akan selalu mendukung apa yang
Anda lakukan dan ikut bahagia dengan kesuksesan Anda. Anda akan selalu merasa semangat dan termotivasi bila
berada dekat-dekat dengannya.
3. Tipe penggembira
Mungkin tipe seperti ini yang lebih banyak disukai. Teman dengan tipe penggembira akan selalu membuat Anda
ceria kembali di saat sedih dan berduka. rasanya tidak lengkap jika berkumpul tapi tidak ada teman Anda yang satu
ini. Di saat Anda frustasi dan depresi, teman tipe inilah yang lebih banyak membuat Anda tertawa.
4. Tipe pembimbing
Anda akan merasa lebih bahagia ketika memiliki sahabat tipe ini. Berada di sekitarnya akan membuat Anda merasa
tenang dan damai. Ia pun akan selalu memberi masukan dan nasihat yang berguna dikala Anda membutuhkannya.
Rasanya hidup Anda menjadi terarah karena ada sahabat yang memberi masukan penting untuk hidup Anda.
Jika Anda belum memiliki sahabat seperti di atas, sebaiknya mulailah mencari karena saling berbagi karena sahabat
dengan tipe seperti itu akan membuat hidup Anda lebih seimbang. Anda pun bisa terhindar dari penyakit stres
dengan saling berbagi dengan mereka.
Hati Seorang Ayah
1 Votes
Biasanya, bagi seorang anak perempuan yang sudah dewasa, yang sedang bekerja diperantauan, yang ikut suaminya merantau di luar kota atau luar negeri, yang sedang bersekolah atau kuliah jauh dari kedua orang tuanya…..Akan sering merasa kangen sekali dengan Mamanya.
Lalu bagaimana dengan Papa?
Mungkin karena Mama lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap hari,
tapi tahukah kamu, jika ternyata Papa-lah yang mengingatkan Mama untuk menelponmu?
Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Mama-lah yang lebih sering mengajakmu bercerita atau berdongeng, tapi
tahukah kamu, bahwa sepulang Papa bekerja dan dengan wajah lelah Papa selalu menanyakan pada Mama
tentang kabarmu dan apa yang kau lakukan seharian?
Pada saat dirimu masih seorang anak perempuan kecil……
Papa biasanya mengajari putri kecilnya naik sepeda.
Dan setelah Papa mengganggapmu bisa, Papa akan melepaskan roda bantu di sepedamu…
Kemudian Mama bilang : “Jangan dulu Papa, jangan dilepas dulu roda bantunya” ,
Mama takut putri manisnya terjatuh lalu terluka….
Tapi sadarkah kamu?
Bahwa Papa dengan yakin akan membiarkanmu, menatapmu, dan menjagamu mengayuh sepeda dengan
seksama karena dia tahu putri kecilnya PASTI BISA.
Pada saat kamu menangis merengek meminta boneka atau mainan yang baru, Mama menatapmu iba.
Tetapi Papa akan mengatakan dengan tegas : “Boleh, kita beli nanti, tapi tidak sekarang”
Tahukah kamu, Papa melakukan itu karena Papa tidak ingin kamu menjadi anak yang manja dengan semua
tuntutan yang selalu dapat dipenuhi?
Saat kamu sakit pilek, Papa yang terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak dengan berkata :
“Sudah di bilang! kamu jangan minum air dingin!”.
Berbeda dengan Mama yang memperhatikan dan menasihatimu dengan lembut.
Ketahuilah, saat itu Papa benar-benar mengkhawatirkan keadaanmu.
Ketika kamu sudah beranjak remaja….
Kamu mulai menuntut pada Papa untuk dapat izin keluar malam, dan Papa bersikap tegas dan mengatakan:
“Tidak boleh!”.
Tahukah kamu, bahwa Papa melakukan itu untuk menjagamu?
Karena bagi Papa, kamu adalah sesuatu yang sangat – sangat luar biasa berharga..
Setelah itu kamu marah pada Papa, dan masuk ke kamar sambil membanting pintu…
Dan yang datang mengetok pintu dan membujukmu agar tidak marah adalah Mama….
Tahukah kamu, bahwa saat itu Papa memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam batinnya,
Bahwa Papa sangat ingin mengikuti keinginanmu, Tapi lagi-lagi dia HARUS menjagamu?
Ketika saat seorang cowok mulai sering menelponmu, atau bahkan datang ke rumah untuk menemuimu, Papa
akan memasang wajah paling cool sedunia…. :’)
Papa sesekali menguping atau mengintip saat kamu sedang ngobrol berdua di ruang tamu..
Sadarkah kamu, kalau hati Papa merasa cemburu?
Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Papa melonggarkan sedikit peraturan untuk keluar rumah untukmu,
kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya.
Maka yang dilakukan Papa adalah duduk di ruang tamu, dan menunggumu pulang dengan hati yang sangat
khawatir…
Dan setelah perasaan khawatir itu berlarut – larut…
Ketika melihat putri kecilnya pulang larut malam hati Papa akan mengeras dan Papa memarahimu.. .
Sadarkah kamu, bahwa ini karena hal yang di sangat ditakuti Papa akan segera datang?
“Bahwa putri kecilnya akan segera pergi meninggalkan Papa”
Setelah lulus SMA, Papa akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang Dokter atau Insinyur.
Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Papa itu semata – mata hanya karena memikirkan masa
depanmu nanti…
Tapi toh Papa tetap tersenyum dan mendukungmu saat pilihanmu tidak sesuai dengan keinginan Papa
Ketika kamu menjadi gadis dewasa….
Dan kamu harus pergi kuliah dikota lain…
Papa harus melepasmu di bandara.
Tahukah kamu bahwa badan Papa terasa kaku untuk memelukmu?
Papa hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini – itu, dan menyuruhmu untuk berhati-hati. .
Padahal Papa ingin sekali menangis seperti Mama dan memelukmu erat-erat.
Yang Papa lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan menepuk pundakmu berkata
“Jaga dirimu baik-baik ya sayang”.
Papa melakukan itu semua agar kamu KUAT…kuat untuk pergi dan menjadi dewasa.
Disaat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu, orang pertama yang
mengerutkan kening adalah Papa. Papa pasti berusaha keras mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama
dengan teman-temannya yang lain.
Ketika permintaanmu bukan lagi sekedar meminta boneka baru, dan Papa tahu ia tidak bisa memberikan yang
kamu inginkan…
Kata-kata yang keluar dari mulut Papa adalah : “Tidak…. Tidak bisa!”
Padahal dalam batin Papa, Ia sangat ingin mengatakan “Iya sayang, nanti Papa belikan untukmu”.
Tahukah kamu bahwa pada saat itu Papa merasa gagal membuat anaknya tersenyum?
Saatnya kamu diwisuda sebagai seorang sarjana.
Papa adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu.
Papa akan tersenyum dengan bangga dan puas melihat “putri kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh
dewasa, dan telah menjadi seseorang”
Sampai saat seorang teman Lelakimu datang ke rumah dan meminta izin pada Papa untuk mengambilmu
darinya.
Papa akan sangat berhati-hati memberikan izin..
Karena Papa tahu…..
Bahwa lelaki itulah yang akan menggantikan posisinya nanti.
Dan akhirnya….
Saat Papa melihatmu duduk di Panggung Pelaminan bersama seseorang Lelaki yang di anggapnya pantas
menggantikannya, Papa pun tersenyum bahagia….
Apakah kamu mengetahui, di hari yang bahagia itu Papa pergi kebelakang panggung sebentar, dan
menangis?
Papa menangis karena papa sangat berbahagia, kemudian Papa berdoa….
Dalam lirih doanya kepada Tuhan, Papa berkata: “Ya Allah tugasku telah selesai dengan baik….
Putri kecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi wanita yang cantik….
Bahagiakanlah ia bersama suaminya…”
Setelah itu Papa hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk
menjenguk…
Dengan rambut yang telah dan semakin memutih….
Dan badan serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya….
Papa telah menyelesaikan tugasnya….
Papa, Ayah, Bapak, atau Abah kita…
Adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat…
Bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis…
Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu. .
Dan dia adalah yang orang pertama yang selalu yakin bahwa “KAMU BISA” dalam segala hal..
Guru Profesional
Oleh Susandi
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Malang
Seorang guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik harus mampu bertindak secara profesional.
Profesional maksudnya guru harus mengikuti peraturan yang telah tertulis dalam Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional bab IX pasal 39 ayat 2 yaitu (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme, (2)
memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang tugasnya, (3)
memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya, (4) mematuhi kode etik profesi, (5)
memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas, (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai
dengan prestasi kerjanya, (7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan,
(8) memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesionalnya, dan (9) memiliki organisasi
profesi yang berbadan hukum.
Di samping sembilan hal tersebut, Guru profesional idealnya juga harus memiliki empat kompetensi, yaitu
kompetensi pedagogis, kognitif, personaliti, dan sosial. Oleh karena itu, selain terampil mengajar, seorang guru
juga harus memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik. Ciri-ciri
keprofesionalan guru tersebut dapat dilihat dari 10 ciri guru profesional berikut ini.
1. Selalu punya energi untuk siswanya
Seorang guru yang baik menaruh perhatian pada siswa di setiap percakapan atau diskusi dengan mereka.
Guru yang baik juga punya kemampuam mendengar dengan seksama.
2. Punya tujuan jelas untuk Pelajaran
Seorang guru yang baik menetapkan tujuan yang jelas untuk setiap pelajaran dan bekerja untuk memenuhi
tujuan tertentu dalam setiap kelas.
3. Punya keterampilan mendisiplinkan yang efektif
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan disiplin yang efektif sehingga bisa mempromosikan perubahan
perilaku positif di dalam kelas.
4. Punya keterampilan manajemen kelas yang baik
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan manajemen kelas yang baik dan dapat memastikan perilaku
siswa yang baik, saat siswa belajar dan bekerja sama secara efektif, membiasakan menanamkan rasa hormat
kepada seluruh komponen didalam kelas.
5. Bisa berkomunikasi dengan baik kepada orang tua siswa
Seorang guru yang baik menjaga komunikasi terbuka dengan orang tua dan membuat mereka selalu update
informasi tentang apa yang sedang terjadi di dalam kelas dalam hal kurikulum, disiplin, dan isu lainnya. Mereka
membuat diri mereka selalu bersedia memenuhi panggilan telepon, rapat, email dan sekarang, twitter.
6. Punya harapan yang tinggi pada siswa nya
Seorang guru yang baik memiliki harapan yang tinggi dari siswa dan mendorong semua siswa dikelasnya
untuk selalu bekerja dan mengerahkan potensi terbaik mereka.
7. Pengetahuan tentang kurikulum
Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan mendalam tentang kurikulum sekolah dan standar-standar
lainnya. Mereka dengan sekuat tenaga memastikan pengajaran mereka memenuhi standar-standar itu.
8. Pengetahuan tentang subyek yang diajarkan
Hal ini mungkin sudah jelas, tetapi kadang-kadang diabaikan. Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan
yang luar biasa dan antusiasme untuk subyek yang mereka ajarkan. Mereka siap untuk menjawab pertanyaan
dan menyimpan bahan menarik bagi para siswa, bahkan bekerja sama dengan bidang studi lain demi
pembelajaran yang kolaboratif.
9. Selalu memberikan yang terbaik untuk Anak-anak dan proses Pengajaran
Seorang guru yang baik bergairah mengajar dan bekerja dengan anak-anak. Mereka gembira bisa
mempengaruhi siswa dalam kehidupan mereka dan memahami dampak atau pengaruh yang mereka miliki
dalam kehidupan siswanya, sekarang dan nanti ketika siswanya sudah beranjak dewasa.
10. Punya hubungan yang berkualitas dengan Siswa
Seorang guru yang baik mengembangkan hubungan yang kuat dan saling hormat menghormati dengan siswa
dan membangun hubungan yang dapat dipercaya.
Mengelola Diri
Rate This
Mengelola Diri
Segala yang di bawah langit pasti berubah. Hanya satu hal yang tetap sepanjang masa, yaitu perubahan itu
sendiri. Semua orang sudah mahfum dengan perkataan ini. Tetapi, tidak semua paham bahwa setiap
perubahan selalu datang sambil bergandengan dengan segudang peluang atau pilihan.
Saya membicarakannya karena tergelitik kampanye internal salah satu biro iklan besar di Indonesia. ”Berubah
atau Punah.” Begitu yang terbaca pada spanduk kecil yang terpampang pada sudut-sudut kantor biro iklan
yang berada di salah satu gedung jangkung di Jakarta.
”Tidak selamanya pergantian keadaan menuju ke arah lebih baik. Sekali pun yang datang krisis, sejumlah
peluang dan pilihan tetap menyertainya,” kata chief operating officer-nya.
Ambil contoh ketika terjebak kemacetan lalu lintas Jakarta. Apa yang dapat Anda lakukan kalau berada dalam
situasi menjemukan itu? Senada dengan pendapat pemimpin biro iklan tersebut, ternyata banyak yang dapat
dilakukan kendati dalam krisis. Sejumlah teman mengaku mengisi kemacetan dengan berzikir. Kebanyakan
memilih membaca koran maupun buku. Ada juga yang memasang kaset pelajaran bahasa asing. Semua baik
ketimbang menggerutui orang lain dan polisi.
Sementara itu, seorang teman lain memilih membuka laptop-nya dan menyelesaikan pekerjaan setiap kali
terjebak keruwetan lalu lintas. Contoh yang ini menjelaskan bahwa dia telah beradaptasi dengan revolusi
perubahan cepat teknologi informasi dan teknologi.
Dan, dia telah mendefinisikan kembali cara kerja dan cara pandang terhadap segala sesuatu di jaman serba
komputer sekarang ini. Dia mempunyai rumusan baru menjalankan bisnis konsultannya dengan sokongan
teknologi, yakni 3F: fast, focus dan flexible. Sehingga, dari setiap tempat dia dapat bekerja dan berkomunikasi
dengan mitra bisnis.
Dengan rumusan tersebut dia mengaku sedang menjadikan dirinya sebuah merek atau citra. Persis seperti
sebuah perusahaan yang mencoba menjaga reputasi dengan memuaskan semua pihak yang terkait langsung
maupun tidak terhadapnya. Sekarang ini banyak perusahaan atau produk yang sengaja membangun citra jati
dirinya ibarat manusia berbudi, lewat aktivitas menderma, menghibur, dan memudahkan.
Cerita tersebut menarik bila disandingkan dengan semakin seringnya datang kabar bahwa perusahaan-
perusahaan sedang merasionalisasi atau melakukan restrukturisasi organisasinya. Maksud saya, semua itu
ujung-ujungnya berupa pemutusan hubungan kerja (PHK) sejumlah karyawan dengan segala konsekuensi ke
penghidupan banyak keluarga.
Kembali ke awal pembicaraan kita, mereka yang terkena PHK berarti menemui perubahan berupa krisis.
Artinya, mereka sesungguhnya bukan mengalami petaka tapi menjadi memiliki banyak peluang dan pilihanmau
bagaimana di kemudian hari.
Menjadi lebih baik. Itu pasti yang mereka inginkan. Caranya? Bisa bekerja di tempat lain kalau masih terbuka
lowongan, menjadi wiraswasta, dan banyak lagi. Namun, apapun yang dipilih ada baiknya mencontoh
bagaimana sebuah manajemen membangun citra perusahaan sedemikian rupa. Dengan kata lain, diri kita
perlu manajemen diri sehingga mampu beradaptasi dengan perubahan yang dialami.
Anjuran tersebut berlaku bagi semua. Bukan hanya bagi yang terkena PHK. Sebab, seiring jarum jam berputar,
perubahan terus terjadi pada diri dan lingkungan kita. Segera ciptakan pernyataan positioning diri setalah
mengevaluasi ekuitas merek diri. Intinya mengenali diri sendiri dan mengetahui pasti apa yang dapat diperbuat
dan bagaimana strategi mencapainya.
Hal tersebut persis dengan yang diperbuat oleh manajemen perusahaan. Mereka sadar harus terus
memperbaiki diri terus menerus. Jika perlu ganti logo, gaya komunikasi, ganti disain ruang kerja dan alat kerja
yang sudah ketinggalan jaman. Yang penting, terus mampu bersaing dan mampu beradaptasi dengan
gencarnya perubahan.
Nah, Anda dapat melihat sendiri belakangan ini bermunculan nama dan logo baru di sekitar kita. Ada toko
obat, yang namanya begitu melekat, sekarang tampil dengan warna cerah dan masa kini. Sebuah asuransi
milik negara dan berumur tua juga tampil seperti perusahaan yang baru kemarin diperkenalkan. Dan banyak
lagi.
Sesungguhnya mereka ingin memperlihatkan kepada kita bahwa mereka tetap mampu bersaing, tetap
berdaya, dan masih pas dengan masa kini. Begitulah mestinya diri kita. Jangan sampai kalah bersaing karena
menghindari perubahan dan tidak melihat peluang. Berubah atau punah.
Siapa Aku dan Apa Talentaku
Siapa Aku dan Apa Talentaku
Setiap orang itu unik dalam banyak hal. Salah satunya dalam hal bakat atau talenta. Menemukan dan
mengembangkan talenta dengan baik sangat mendukung kesuksesan hidup seseorang.
Talenta seseorang sering kali dianggap sesuatu yang tersembunyi buat orang yang memilikinya. Sebenarnya,
bukan karena bakat yang terpendam atau tersembunyi, melainkan karena kita belum menyadari manfaatnya.
Agar dapat menemukan talenta maka jadilah diri sendiri. Meniru gaya dan karakter orang lain sah-sah saja,
karena bisa memberi inspirasi atau ransangan bagi Anda untuk mengembangkan potensi Anda sendiri. Namun
jangan sampai Anda mencoba menjadi sama persis seperti orang yang Anda kagumi tersebut. Talenta
tersembunyi tak akan muncul kalau kita memaksakan diri untuk menyamai standar orang lain.
Untuk mengasah talenta butuh pembelajaran dan pemahaman, terutama terhadap potensi diri. Namun
mengasah talenta memang kadang harus melalui proses panjang. Kita bahkan perlu dengan kesadaran penuh
untuk terus memprogram kegiatan kita agar mendukung terasahnya talenta.
Talenta berkaitan dengan pertanyaan “Siapakah Saya” dan kemampuan apa yang dimiliki untuk dapat
melakukan suatu pekerjaan dengan baik. Agar dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, mulailah
melakukan observasi untuk mengenal diri sebagai langkah awal menggali talenta diri.
Lontarkan pertanyaan, misalnya, “Apa yang saya sukai?”, “Orang seperti apakah saya?”, “Apa sih yang jadi
minat saya?”, atau “Jenis pekerjaan apa yang sulit saya kerjakan?”. Berdialog dengan diri sendiri dapat
mebentuk self awareness yang meliputi kemampuan memahami mood dan emosi diri, termasuk menilai diri
dan tidak mudah menyalahkan orang lain.
Untuk memudahkan observasi diri, ingat-ingat dan catatlah setiap keberhasilan yang pernah dicapai,
keterampilan yang dimiliki, dan sifat-sifat diri. Lalu pertahankanlah kebrhasilan, keterampilan, dan sifat-sifat
positif itu sebagai motivasi untuk meningkatkan kinerja Anda.
Selamat Mencoba!
(Disadur dari Kompas, 3 May 2006, hal 44 dan dengan perubahan seperlunya)
FONOLOGI DAN BIDANG PEMBAHASANNYA
Pengertian Fonologi
Menurut Kridalaksana (2002) dalam kamus linguistik, fonologi adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki
bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya.
Bidang Pembahasannya
Fonologi mempunyai dua cabang kajian,
Pertama, fonetik yaitu cabang kajian yang mengkaji bagaimana bunyi-bunyi fonem sebuah bahasa
direalisasikan atau dilafalkan. Fonetik juga mempelajari cara kerja organ tubuh manusia terutama yang
berhubungan dengan penggunaan bahasa. Chaer (2007) membagi urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu,
menjadi tiga jenis fonetik, yaitu:
a) fonetik artikulatoris atau fonetik organis atau fonetik fisiologi, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat
bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan.
b) fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam (bunyi-bunyi itu
diselidiki frekuensi getaranya, aplitudonya,dan intensitasnya.
c) fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita.
Dari ketiga jenis fonetik tersebut yang paling berurusan dengan dunia lingusitik adalah fonetik artikulatoris,
sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau
diucapkan manusia. Sedangkan fonetik akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika, dan fonetik auditoris
berkenaan dengan bidang kedokteran.
Kedua, fonemik yaitu kesatuan bunyi terkecil suatu bahasa yang berfungsi membedakan makna. Chaer (2007)
mengatakan bahwa fonemik mengkaji bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata.
Misalnya bunyi [l], [a], [b] dan [u]; dan [r], [a], [b] dan [u] jika dibandingkan perbedaannya hanya pada bunyi
yang pertama, yaitu bunyi [l] dan bunyi [r]. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua bunyi tersebut
adalah fonem yang berbeda dalam bahasa Indonesia, yaitu fonem /l/ dan fonem /r/.
Kedudukan Fonologi dalam Cabang-cabang Linguistik
Sebagai bidang yang berkosentrasi dalam deskripsi dan analisis bunyi-bunyi ujar, hasil kerja fonologi berguna
bahkan sering dimanfaatkan oleh cabang-cabang linguitik yang lain, misalnya morfologi, sintaksis, dan
semantik.
1. Fonologi dalam cabang Morfologi
Bidang morfologi yang kosentrasinya pada tataran struktur internal kata sering memanfaatkan hasil studi
fonologi, misalnya ketika menjelaskan morfem dasar {butuh} diucapkan secara bervariasi antara [butUh] dan
[bUtUh] serta diucapkan [butuhkan] setelah mendapat proses morfologis dengan penambahan morfem sufiks
{-kan}.
2. Fonologi dalam cabang Sintaksis
Bidang sintaksis yang berkosentrasi pada tataran kalimat, ketika berhadapan dengan kalimat kamu
berdiri. (kalimat berita), kamu berdiri? (kalimat tanya), dan kamu berdiri! (kalimat perintah) ketiga kalimat
tersebut masing-masing terdiri dari dua kata yang sama tetapi mempunyai maksud yang berbeda. Perbedaan
tersebut dapat dijelaskan dengan memanfaatkan hasil analisis fonologis, yaitu tentang intonasi, jedah dan
tekanan pada kalimat yang ternyata dapat membedakan maksud kalimat, terutama dalam bahasa Indonesia.
3. Fonologi dalam cabang Semantik
Bidang semantik, yang berkosentrasi pada persoalan makna kata pun memanfaatkan hasil telaah fonologi.
Misalnya dalam mengucapkan sebuah kata dapat divariasikan, dan tidak. Contoh kata [tahu], [tau], [teras] dan
[t∂ras] akan bermakna lain. Sedangkan kataduduk dan didik ketika diucapkan secara bervariasi [dudU?],
[dUdU?], [didī?], [dīdī?] tidak membedakan makna. Hasil analisis fonologislah yang membantunya.
Manfaat Fonologi dalam Penyusunan Bahasa
Ejaan adalah peraturan penggambaran atau pelambangan bunyi ujar suatu bahasa. Karena bunyi ujar adalah
dua unsur, yaitu segmental dan suprasegmental, ejaan pun menggambarkan atau melambangkan kedua unsur
bunyi tersebut.
Perlambangan unsur segmental bunyi ujar tidak hanya bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujar dalam
bentuk tulisan atau huruf, tetapi juga bagaimana menuliskan bunyi-bunyi ujar dalam bentuk kata, frase, klausa,
dan kalimat, bagaimana memenggal suku kata, bagaimana menuliskan singkatan, nama orang, lambang-
lambang teknis keilmuan dan sebagainya. Perlambangan unsure suprasegmental bunyi ujar menyangkut
bagaimana melambangkan tekanan, nada, durasi, jedah dan intonasi. Perlambangan unsure suprasegmental
ini dikenal dengan istilah tanda baca atau pungtuasi.
Tata cara penulisan bunyi ujar ini bias memanfaatkan hasil kajian fonologi,terutama hasil kajian fonemik
terhadap bahasa yang bersangkutan. Oleh karena itu, hasil kajian fonemik terhahadap ejaan suatu bahasa
disebut ejaan fonemis.
Kajian Linguistik
Kajian Linguistik Lanjut
Oleh: Susandi
1. Pendahuluan
Dalam berbagai kamus umum, linguistik didefinisikan sebagai ‘ilmu bahasa’ atau ‘studi ilmiah mengenai
bahasa’ (Matthews 1997). Dalam The New Oxford Dictionary of English(2003), linguistik didefinisikan sebagai
berikut:
“The scientific study of language and its structure, including the study of grammar, syntax, and phonetics.
Specific branches of linguistics include sociolinguistics, dialectology, psycholinguistics, computational
linguistics, comparative linguistics, and structural linguistics.”
Ilmu bahasa yang dipelajari saat ini bermula dari penelitian tentang bahasa sejak zaman Yunani (abad 6 SM).
Secara garis besar studi tentang bahasa dapat dibedakan antara (1) tata bahasa tradisional dan (2) linguistik
modern. Selanjutnya Linguistik dapat dibagi menjadi beberapa cabang yaitu, fonologi, morfologi, sintaksis, dan
semantik.
2. Tahapan Studi Linguistik
a. Tahap pertama yaitu tahap spekulasi maksudnya pernyataan tentang bahasa tidak didasarkan pada data
empiris, melainkan pada dongeng/cerita dan klasifikasi.
b. Tahap kedua, tahap observasi dan klasifikasi. Pada tahapan ini diadakan pengamatan dan penggolongan
terhadap bahasa-bahasa yang diselidiki, tetapi belum sampai pada merumuskan teori.
c. Tahap ketiga, tahap perumusan teori atau membuat teori-teori, sehingga dapat dikatakan bersifat ilmiah.
3. Sejarah dan Aliran Linguistik
3.1 Linguistik Tradisional
Sejarah Linguistik dimulai dari linguistik tradisional, Tata bahasa tradisional menganalisis bahasa berdasarkan
filsafat dan semantik; sedangkan tata bahasa struktural berdasarkan struktur atau ciri-ciri formal yang ada
dalam suatu bahasa tertentu. Misalnya dalam merumuskan kata kerja, tata bahasa tradisional mengatakan
kata kerja adalah kata yang menyatakan tindakan atau kejadian; sedangkan tata bahasa struktural
menyatakan kata kerja adalah kata yang dapat berdistribusi dengan frase “dengan . . . .”.
Dalam perkembangannya di dalam aliran linguistik tradisional dikenal linguistik zaman Yunani. Sejarah studi
bahasa pada zaman Yunani ini sangat panjang, yaitu dari lebih kurang abad ke-5 S.M sampai lebih kurang
abad ke 2 M. Masalah pokok kebahasaan yang menjadi pertentangan pada linguis pada waktu itu adalah
pertentangan antara bahasa bersifat alami (fisis) dan bersifat konvensi (nomos). Bersifat alami atau fisis
maksudnya bahasa itu mempunyai hubungan asal-usul, sumber dalam prinsip-prinsip abadi dan tidak dapat
diganti di luar manusia itu sendiri. kaum naturalis adalah kelompok yang menganut faham itu, berpendapat
bahwa setiap kata mempunyai hubungan dengan benda yang ditunjuknya. Atau dengan kata lain, setiap kata
mempunyai makna secara alami, secara fisis. Sebaliknya kelompok lain yaitu kaum konvensional, berpendapat
bahwa bahasa bersifat konvensi, artinya, makna-makna kata itu diperoleh dari hasil-hasil tradisi dan
kebiasaan-kebiasaan yang mempunyai kemungkinan bisa berubah.
Selanjutnya yang menjadi pertentangan adalah antara analogi dan anomali. Kaum analogi antara lain Plato
dan Aristoteles, berpendapat bahwa bahasa itu bersifat teratur. Karena adanya keteraturan itulah orang dapat
menyusun tata bahasa. Jika tidak teratur tentu yang dapat disusun hanya idiom-idiom saja dari bahasa itu.
Sebaliknya, kelompok anomali berpendapat bahwa bahasa itu tidak teratur. Kalau bahasa itu tidak teratur
mengapa bentuk jamak bahasa Inggris child menjadi children, bukannya childs; mengapa bentuk past tense
bahasa Inggris dari write menjadi wrote dan bukannya writed ?
Kelompok-kelompok yang termasuk dalam aliriran ini adalah Kaum Sophis (abad ke-5 S.M), Plato (429-347
S.M), Aristoteles (384-322 S.M), Kaum Stoik (Abad ke- 4S.M), Kaum Alexandrian.
Kemudian dikenal lingistik zaman Romawi. Studi bahasa pada zaman Romawi dapat dianggap kelanjutan dari
zaman Yunani, sejalan dengan jatuhnya Yunani dan munculnya kerajaan Romawi. Tokoh pada zaman romawi
yang terkenal antara lain, Varro (116 – 27 S.M) dengan karyanya De Lingua Latina dan Priscia dengan
karyanya Institutiones Grammaticae.
Lalu, linguistik zaman Pertengahan. Studi bahasa pada zaman pertengahan di Eropa mendapat perhatian
penuh terutama oleh para filsuf skolastik, dan bahasa Latin menjadi Lingua Franta, karena dipakai sebagai
bahasa gereja, bahasa diplomasi, dan bahasa ilmu pengetahuan. Berikutnya, linguistik zaman Renaisans.
Dalam sejarah studi bahasa ada dua hal pada zaman renaisans ini yang menonjol yang perlu dicatat, yaitu :
1) Selain menguasai bahasa Latin, sarjana-sarjana pada waktu itu juga menguasai bahasa Yunani, bahasa
Ibrani, dan bahasa Arab.
2) Selain bahasa Yunani, Latin, Ibrani, dan Arab, bahasa-bahasa Eropa lainnya juga mendapat perhatian
dalam bentuk pembahasan, penyusunan tata bahasa dan malah juga perbandingan.
Dan yang terakhir yang termasuk ke dalam linguistik tradisional adalah masa menjelang lahirnya linguistik
modern. Dalam masa ini ada satu tonggak yang sangat penting dalam sejarah studi bahasa, yaitu dinyatakan
adanya hubungan kekerabatan antara bahasa Sanskerta dengan bahasa-bahasa Yunani, Latin dan bahasa-
bahasa Jerman lainnya. Dalam pembicaraan mengenai linguistik tradisional di atas, maka secara singkat dapat
dikatakan, bahwa :
a) Pada tata bahasa tradisional ini tidak dikenal adanya perbedaan antara bahasa ujaran dengan bahasa
tulisan;
b) Bahasa yang disusun tata bahasanya dideskripsikan dengan mengambil patokan-patokan dari bahasa lain,
terutama bahasa Latin;
c) Kaidah-kaidah bahasa dibuat secara prekriptif, yakni benar atau salah;
d) Persoalan kebahasaan seringkali dideskripsikan dengan melibatkan logika;
e) Penemuan-penemuan atau kaidah-kaidah terdahulu cenderung untuk selalu dipertahankan.
3.2. Linguistik Strukturalis
Linguistik strukturalis berusaha mendiskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki
bahasa itu. Berikut ini merupakan tokoh dan aliran linguistik strukturalis.
Pertama, Ferdinand de Saussure. Ferdinand de Saussure (1857 – 1913) dianggap sebagai bapak linguistik
modern berdasarkan pandangan-pandangan yang dimuat dalam bukunya Course de Linguistique Generale
yang disusun dan diterbitkan oleh Charles Bally dan albert Sechehay tahun 1915.
Pandangan yang dimuat dalam buku tersebut mengenai konsep :
1) Telaah sinkronik dan diakronik
Telaah bahasa secara sinkronik adalah mempelajari suatu bahasa pada suatu kurun waktu tertentu saja.
Sedangkan telaah bahasa secara diakronik adalah telaah bahasa sepanjang masa, atau sepanjang zaman
bahasa itu digunakan oleh para penuturnya.
2) Perbedaan La Langue dan La Parole
La Langue adalah keseluruhan sistem tanda yang berfungsi sebagai alat komunikasi verbal antara para
anggota suatu masyarakat bahasa, sifatnya abstrak. Sedangkan yang dimaksud dengan La Parole adalah
pemakaian atau realisasi langue oleh masing-masing anggota masyarakat bahasa; sifatnya konkret karena
parole itu tidak lain daripada realitas fisis yang berbeda dari orang yang satu dengan orang yang lain.
3) Perbedaan signifiant dan signifie
Signifiant adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam pikiran kita,
sedangkan signifie adalah pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita.
4) Hubungan sintagmatik dan paradigmatif
Hubungan sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun
secara berurutan, bersifat linear. Sedangkan hubungan paradigmatik adalah hubungan unsur-unsur yang
terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang
bersangkutan.
Kedua, Aliran praha terbentuk pada tahun 1926 atas prakarsa salah seorang tokohnya, yaitu Vilem Mathesius
(1882 – 1945). Dalam bidang fonologi aliran Praha inilah yang pertama-tama membedakan dengan tegas akan
fonetik dan fonologi. Fonetik mempelajari bunyi-bunyi itu sendiri, sedangkan fonologi mempelajari fungsi bunyi
tersebut dalam suatu sistem.
Ketiga, Aliran Glosematik lahir di Denmark, tokohnya antara lain : Louis Hjemslev (1899 – 1965), yang
meneruskan ajaran Ferdinand de Saussure. Hjemslev juga menganggap bahasa sebagai suatu sistem
hubungan, dan mengakui adanya hubungan sintagmatik dan hubungan paradigmatik.
Keempat, aliran firthian, nama John R. Firth (1890 – 1960) guru besar pada Universitas London sangat
terkenal karena teorinya mengenai fonologi prosodi. Karena itulah, aliran yang dikembangkannya dikenal
dengan nama aliran Prosodi.
Kelima, aliran sistemik, nama aliran linguistik sistemik tidak dapat dilepaskan dari nama M.A.K Halliday, yaitu
salah seorang murid Firth yang mengembangkan teori Firth mengenai bahasa, khususnya yang berkenaan
dengan segi kemasyarakatan bahasa. Sebagai penerus Firth dan berdasarkan karangannya Categories of the
Theory of Grammar, maka teori yang dikembangkan oleh Halliday dikenal dengan nama Neo-Firthian
Linguistics atau Scals and Category Linguistics. Namun kemudian ada nama baru, yaitu Systemic
Linguistics (SL).
Keenam, Leonard Bloomfield dan strukturalis Amerika. Beberapa faktor yang menyebabkan berkembangnya
aliran strukturalisme :
1) Pada masa itu para linguis di Amerika menghadapi masalah yang sama, yaitu banyak sekali bahasa Indian
di Amerika yang belum diperlukan.
2) Sikap Bloomfield yang menolak mentalistik sejalan dengan iklim filsafat yang berkembang pada masa itu di
Amerika, yaitu filsafat behaviorisme.
3) Diantara linguis-linguis itu ada hubungan yang baik, karena adanya The Linguistics Society of America,
yang menerbitkan majalah Language; wadah tempat melaporkan hasil kerja mereka.
Ciri aliran strukturalis Amerika ini adalah cara kerja mereka yang sangat menekankan pentingnya data yang
objektif untuk memberikan suatu bahasa.
Ketujuh adalah Aliran Tagmemik. Aliran ini dipelopori oleh Kenneth L. Price, seorang tokoh dari Summer
Institute of Linguistics, yang mewarisi pandangan-pandangan Bloomfeld, sehingga aliran ini juga bersifat
strukturalis, tetapi juga antropologis. Menurut aliran ini satuan dasar dan sintaksis adalah tagmem. Tagmem
adalah korelasi antara fungsi gramatikal atau slot dengan sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling
diperlukan untuk mengisi slot tersebut.
3.3. Linguistik Tranformasional dan Aliran-aliran Sesudahnya
Dunia ilmu termasuk linguistik, bukan merupakan kegiatan yang statis, melainkan merupakan kegiatan yang
dinamis, berkembang terus menerus sesuai dengan filsafat ilmu itu sendiri yang selalu mencari kebenaran
yang hakiki.
3.3.1. Tata Bahasa Transformasi
Ahli linguistik yang cukup produktif dalam membuat buku adalah Noam Chomsky. Sarjana inilah yang
mencetuskan teori transformasi melalui bukunya Syntactic Structures (1957), yang kemudian disebut classical
theory. Dalam perkembangan selanjutnya, teori transformasi dengan pokok pikiran kemampuan dan kinerja
yang dicetuskannya melaluiAspects of the Theory of Syntax (1965) disebut standard theory. Karena
pendekatan teori ini secara sintaktis tanpa menyinggung makna (semantik), teori ini disebut juga sintaksis
generatif (generative syntax). Pada tahun 1968 sarjana ini mencetuskan teori extended standard
theory. Selanjutnya pada tahun 1970, Chomsky menulis buku generative semantics; tahun 1980 government
and binding theory; dan tahun 1993 Minimalist program.
Setiap tata bahasa dari suatu bahasa, menurut Chomsky adalah merupakan teori dari bahasa itu sendiri; dan
tata bahasa itu harus memenuhi dua syarat, yaitu:
1) Kalimat yang dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima oleh pemakai bahasa tersebut, sebagai
kalimat yang wajar dan tidak dibuat-buat.
2) Tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa, sehingga satuan atau istilah yang digunakan tidak
berdasarkan pada gejala bahasa tertentu saja, dan semuanya ini harus sejajar dengan teori linguistik tertentu.
3.3.2. Semantik Generatif
Menjelang dasawarsa tujuh puluhan beberapa murid dan pengikut Chomsky, antara lain Pascal, Lakoff, Mc
Cawly, dan Kiparsky, sebagai reaksi terhadap Chomsky, memisahkan diri dari kelompok Chomsky dan
membentuk aliran sendiri. Kelompok Lakoff ini, kemudian terkenal dengan sebutan kaum Semantik generatif.
Menurut semantik generatif, sudah seharusnya semantik dan sintaksis diselidiki bersama sekaligus karena
keduanya adalah satu.
3.3.3. Tata Bahasa Kasus
Tata bahasa kasus atau teori kasus pertama kali diperkenalkan oleh Charles J. Fillmore dalam karangannya
berjudul “The Case for Case” tahun 1968 yang dimuat dalam buku Bach, E. dan R. Harms Universal in
Linguistic Theory, terbitan Holt Rinehart and Winston.
Dalam karangannya yang terbit tahun 1968 itu Fillmore membagi kalimat atas (1) modalitas, yang bisa berupa
unsur negasi, kala, aspek, dan adverbia; dan (2) proposisi, yang terdiri dari sebuah verba disertai dengan
sejumlah kasus. Yang dimaksud dengan kasus dalam teori ini adalah hubungan antara verba dengan nomina.
3.3.4. Tata Bahasa Relasional
Tata bahasa relasional muncul pada tahun 1970-an sebagai tantangan langsung terhadap beberapa asumsi
yang paling mendasar dari teori sintaksis yang dicanangkan oleh aliran tata bahasa transformasi.
3.4. Tentang Linguistik Di Indonesia
Hingga saat ini bagaimana studi linguistik di Indonesia belum ada catatan yang lengkap, meskipun studi
linguistik di Indonesia sudah berlangsung lama dan cukup semarak. Pada awalnya penelitian bahasa di
Indonesia dilakukan oleh para ahli Belanda dan Eropa lainnya, dengan tujuan untuk kepentingan pemerintahan
kolonial. Pendidikan formal linguistik di fakultas sastra (yang jumlahnya juga belum seberapa) dan di lembaga-
lembaga pendidikan guru sampai akhir tahun lima puluhan masih terpaku pada konsep-konsep tata bahasa
tradisional yang sangat bersifat normatif. Perubahan baru terjadi, lebih tepat disebut perkenalan dengan
konsep-konsep linguistik modern. Pada tanggal 15 November 1975, atas prakarsa sejumlah linguis senior
berdirilah organisasi kelinguistikan yang diberi nama Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI). Anggotanya
adalah para linguis yang kebanyakan bertugas sebagai pengajar di perguruan tinggi negeri atau swasta dan di
lembaga-lembaga penelitian kebahasaan. Penyelidikan terhadap bahasa-bahasa daerah Indonesia dan
bahasa nasional Indonesia, banyak pula dilakukan orang di luar Indonesia. Misalnya negeri Belanda, London,
Amerika, Jerman, Rusia, dan Australia banyak dilakukan kajian tentang bahasa-bahasa Indonesia. Sesuai
dengan fungsinya sebagai bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa negara maka bahasa Indonesia
tampaknya menduduki tempat sentral dalam kajian linguistik dewasa ini, baik di dalam negeri maupun di luar
negeri. Pelbagai segi dan aspek bahasa telah dan masih menjadi kajian yang dilakukan oleh banyak pakar
dengan menggunakan pelbagai teori dan pendekatan sebagai dasar analisis. Dalam kajian bahasa nasional
Indonesia, di Indonesia tercatat nama-nama seperti Kridalaksana, Kaswanti Purwo, Dardjowidjojo, dan
Soedarjanto, yang telah menghasilkan tulisan mengenai pelbagai segi dan aspek bahasa Indonesia.
4. Kajian Fonologi
Bahasa adalah sistem tanda bunyi yang disusun berdasarkan kesepakatan bersama yang digunakan sebagai
alat komunikasi dalam rangka menjalankan interaksi sosial. Interaksi yang dapat terjadi dapat menggunakan :
A bunyi → verbal
A tulis → lambang terhadap bunyi
Beberapa dasar tentang berbahasa :
Bebicara → bunyi
Mendengarkan → menyimak
Menulis → lambang
Membaca → memahami lambing
4.1 Defenisi Fonologi
Fonologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari tata bunyi/kaidah bunyi dan cara menghasilkannya.
Mengapa bunyi dipelajari? Karena wujud bahasa yang paling primer adalah bunyi. Bunyi adalah Getaran
udara yang masuk ke telinga sehingga menimbulkan suara.
Bunyi bahasa adalah bunyi yang dibentuk oleh tiga faktor, yaitu pernafasan (sebagai sumber tenaga), alat
ucap (yang menimbulkan getaran), dan rongga pengubah getaran (pita suara). Fonologi dibedakan menjadi,
fonetik dan fonemik. Didalam fonologi terdapat istilah fonem, fon, dan alofon. Fonem adalah satuan bunyi
terkecil yang masih abstrak atau yang tidak diartikulasikan. Fonem merupakan aspek bahasa pada
aspek langue (istilah de Sausure), misalnya /t/. /d/, /c/. Fon adalah realisasi dari fonem (parole), atau bunyi
yang diartikulasikan (diucapkan) misalnya {lari}. Alofon adalah perbedaan bunyi yang tidak menimbulkan
perbedaan makna, misalnya /i/ dan /I/ dalam /menangIs/.
Bunyi Vokal : bunyi yang tidak mengalami hambatan di daerah artikulator. Disebut juga huruf hidup karena
dapat berdiri sendiri dan dapat menghidupkan konsonan. Terdiri dari : a, i, u, e, o. Diftong → au, ai, oi.
4.2 Klasifikasi vokal :
Berdasarkan bentuk bibir
· Vokal bulat → a, o, u
· Vokal lonjong → i, e
Berdasarkan tinggi rendah lidah
· Tinggi → i
· Tengah → e
· Bawah → a
Berdasarkan maju mundurnya lidah
· Depan → i, a
· Tengah → e
· Belakang → o
4.3 Bunyi Konsonan
Bunyi Konsonan adalah bunyi yang mengalami hambatan dalam pengucapan.
4.3.1. Pembentukan konsonan
a) Bilabial : pembentukan konsonan oleh 2 bibir. (b, p, m)
b) Apikodental : pembentukan konsonan oleh ujung lidah dan gigi (t, d, h)
c) Labiodental : pembentukan konsonan oleh gigi dan bibir (f, v)
d) Palatal : lidah – langit-langit keras (c, j)
e) Velar : belakang lidah – langit-langit lembut (k,g)
f) Hamzah (glottal stop) : posisi pita suara tertutup sama sekali.
g) Laringal : pita suara terbuka lebar, udara keluar melalui geseran.
4.4 Macam-macam bunyi bahasa
a. Bunyi Segmental
Bunyi segmental ialah bunyi yang dihasilkan oleh pernafasan, alat ucap dan pita suara. Bunyi Segmental ada
empat macam
1. Konsonan= bunyi yang terhambat oleh alat ucap
2. Vokal = bunyi yang tidak terhambat oleh alat ucap
3. Diftong= dua vokal yang dibaca satu bunyi, misalnya: /ai/ dalam sungai, /au/ dalam /kau/
4. Kluster= dua konsonan yang dibaca satu bunyi.
Contoh Kluster/Konsonan Rangkap
ng: yang
ny: nyonya
kh: khusus, khas, khitmad,
pr: produksi, prakarya, proses
kr: kredit, kreatif, kritis, krisis
sy: syarat, syah, syukur
str: struktur, strata, strategi
spr: sprai
tr : tradisi, tragedi, tragis, trauma, transportasi.
b. Bunyi Supra Segmental
Dalam suatu runtutan bunyi yang sambung-bersambung terus-menerus diselangseling dengan jeda singkat
atau agak singkat, disertai dengan keras lembut bunyi, tinggi rendah bunyi, panjang pendek bunyi, ada bunyi
yang dapat disegmentasikan yang disebut bunyi segmental.
1 . Tekanan atau Stres
Menyangkut masalah keras lunaknya bunyi.
2 . Nada atau Pitch
Berkenaan dengan tinggi rendahnya bunyi.
3 Jeda atau Persendian
Berkenaan dengan hentian bunyi dalam arus ujar.
Jeda antar kata, diberi tanda ( / )
Jeda antar frase, diberi tanda ( // )
Jeda antar kalimat, diberi tanda ( # )
Perhatikan contoh aplikasi bunyi berikut ini!
Doa
Karya Chairil Anwar
Tuhanku//
Dalam/ termangu//
Aku// masih/ menyebut/ namaMu///
Biar/ susah sungguh//
Mengingat Kau// penuh seluruh///
CayaMu// panas suci //
Tinggal// kerdip lilin// di kelam sunyi///
Tuhanku//
aku/ hilang bentuk//
remuk///
Aku/ mengembara// di negeri asing//
Tuhanku//
di pintuMu// aku// mengetuk//
aku// tidak bisa// berpaling#
5. Kajian Morfologi
Jika fonologi mengidentifikasi satuan dasar bahasa sebagai bunyi, morfologi mengidentifikasi satuan dasar
bahasa sebagai satuan gramatikal. Bagian dari kompetensi linguistik seseorang termasuk pengetahuan
mengenai morfologi bahasa, yang meliputi kata, pengucapan kata tersebut, maknanya, dan bagaimana unsur-
unsur tersebut digabungkan (Fromkin & Rodman, 1998:96). Morfologi mempelajari struktur internal kata-kata.
Jika pada umumnya kata-kata dianggap sebagai unit terkecil dalam sintaksis, jelas bahwa dalam kebanyakan
bahasa, suatu kata dapat dihubungkan dengan kata lain melalui aturan. Misalnya, penutur bahasa Inggris
mengetahui kata dog, dogs, dan dog-catcher memiliki hubungan yang erat. Penutur bahasa Inggris
mengetahui hubungan ini dari pengetahuan mereka mengenai aturan pembentukan kata dalam bahasa
Inggris.
Aturan yang dipahami penutur mencerminkan pola-pola tertentu (atau keteraturan) mengenai bagaimana kata
dibentuk dari satuan yang lebih kecil dan bagaimana satuan-satuan tersebut digunakan dalam wicara. Jadi
dapat disimpulkan bahwa morfologi adalah cabang linguistik yang mempelajari pola pembentukan kata dalam
bahasa, dan berusaha merumuskan aturan yang menjadi acuan pengetahuan penutur bahasa tersebut. Dalam
hubungannya dengan sintaksis, beberapa relasi gramatikal dapat diekspresikan baik secara infleksional
(morfologis) atau secara sintaksis (sebagai bagian dari struktur kalimat), misalnya pada kalimat He loves books
dan He is a lover of books. Apa yang di dalam suatu bahasa ditandai dengan afiks infleksional, dalam bahasa
lain ditandai dengan urutan kata dan dalam bahasa yang lain lagi dengan kata fungsi. Misalnya dalam bahasa
Inggris, kalimat Maxim defends Victor (Maxim mengalahkan Victor) memiliki makna yang berbeda dengan
kalimat Victor defends Maxim (Victor mengalahkan Maxim). Urutan kata sangat penting. Demikian halnya jika
bahasa Inggris memiliki penanda have dan be, bahasa Indonesia menggunakan afiksasi untuk
mengungkapkan hal yang sama, misalnya: Dokter memeriksa saya. The doctor examinesme. Saya diperiksa
dokter. I was examined by the doctor. Selain itu, semua morfem memiliki struktur gramatikal yang dilekatkan
padanya. Terkadang, makna gramatikal hanya tampak jika morfem tersebut digabungkan dengan morfem lain
(seperti pada afiks yang dapat mengubah makna gramatikal). Morfem infleksional adalah morfem yang tidak
memiliki makna di luar makna gramatikal, seperti penanda jamak â€s†dalam bahasa Inggris. Tetapi morfem � �lain memiliki pengecualian, seperti pada kata hit – hit (present – past), atau sheep – sheep (tunggal –
jamak). Tata bahasa tradisional tidak mengenal konsep maupun morfem. Sebab morfem bukan merupakan
satuan dalam sintaksis dan tidak semua morfem punya makna secara filosofis. Morfem dikenalkan oleh kaum
strukturalis pada awal abad ke-20.
5.1 Identifikasi Morfem
Untuk menentukan bahwa sebuah satuan bentuk merupakan morfem atau bukan kita harus membandingkan
bentuk tersebut di dalam bentuk lain. Bila satuan bentuk tersebut dapat hadir secara berulang dan punya
makna sama, maka bentuk tersebut merupakan morfem. Dalam studi morfologi satuan bentuk yang
merupakan morfem diapit dengan kurung kurawal ({ }) kata kedua menjadi {ke} + {dua}.
5.2 Morf dan Alomorf
Morf adalah nama untuk semua bentuk yang belum diketahui statusnya. Sedangkan Alomorf nama untuk
bentuk bila sudah diketahui status morfemnya (bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama)
.
Melihat . me-
Membawa . mem-
Menyanyi . meny-
Menggoda . meng-
5.3 Klasifikasi Morfem
Klasifikasi morfem didasarkan pada kebebasannya, keutuhannya, maknanya dan sebagainya.
5.3.1 Morfem bebas dan Morfem terikat
Morfem Bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Sedangkan
yang dimaksud dengan morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak
dapat muncul dalam pertuturan. Berkenaan dengan morfem terikat ada beberapa hal yang perlu dikemukakan.
Pertama bentuk-bentuk seperti : juang, henti, gaul, dan , baur termasuk morfem terikat. Sebab meskipun bukan
afiks, tidak dapat muncul dalam petuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses morfologi. Bentuk lazim
tersebut disebut prakategorial. Kedua, bentuk seperti baca, tulis, dan tendang juga termasuk prakategorial
karena bentuk tersebut merupakan pangkal kata, sehingga baru muncul dalam petuturan sesudah mengalami
proses morfologi. Ketiga bentuk seperti : tua (tua renta), kerontang (kering kerontang), hanya dapat muncul
dalam pasangan tertentu juga, termasuk morfem terikat. Keempat, bentuk seperti ke, daripada, dan kalau
secara morfologis termasuk morfem bebas. Tetapi secara sintaksis merupakan bentuk terikat. Kelima disebut
klitika. Klitka adalah bentuk singkat, biasanya satu silabel, secara fonologis tidak mendapat tekanan,
kemunculannya dalam pertuturan selalu melekat tetapi tidak dipisahkan .
5.3.2 Morfem Utuh dan Morfem Terbagi
Morfem utuh adalah morfem dasar, merupakan kesatuan utuh. Morfem terbagi adalah sebuah morfem yang
terdiri dari dua bagian terpisah. Catatan yang perlu diperhatikan dalam morfem terbagi. Pertama, semua afiks
disebut konfiks termasuk morfem terbagi. Untuk menentukan konfiks atau bukan, harus diperhatikan makna
gramatikal yang disandang. Kedua, ada afiks yang disebut sufiks yakni yang disisipkan di tengah morfem
dasar.
5.3.3 Morfem Segmental dan Suprasegmental
Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem segmental. Morfem suprasegmental adalah
morfem yang dibentuk oleh unsur suprasegmental seperti tekanan, nada, durasi.
5.3.4 Morfem beralomorf zero
Morfem beralomorf zero adalah morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun
berupa prosodi melainkan kekosongan.
5.3.5 Morfem bermakna Leksikal dan Morfem tidak bermakna Leksikal
Morfem bermakna leksikal adalah morfem yang secara inheren memiliki makna pada dirinya sendiri tanpa
perlu berproses dengan morfem lain. Sedangkan morfem yang tidak bermakna leksikal adalah tidak
mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri.
5.3.6 Morfem Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal (stem), dan Akar(root)
Morfem dasar bisa diberi afiks tertentu dalam proses afiksasi bisa diulang dalam suatu reduplikasi, bisa
digabung dengan morfem lain dalam suatu proses komposisi. Pangkal digunakan untuk menyebut bentuk
dasar dari proses infleksi. Akar digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh.
6. Kajian Sintaksis
Morfosintaksis yaitu gabungan dari morfologi dan sintaksis. Morfologi membicarakan tentang struktur internal
kata. Sintaksis membicarakan tentang hubungan kata dengan kata lain.
6.1 Struktur Sintaksis
Struktur sintaksis ada tiga yaitu fungsi sintaksis, kategori sintaksis, dan peran sintaksis. Dalam fungsi sintaksis
ada hal-hal penting yaitu subjek, predikat, dan objek. Dalam kategori sintaksis ada istilah nomina, verba,
adjektiva, dan numeralia. Dalam peran sintaksis ada istilah pelaku, penderita, dan penerima. Menurut Verhaar
(1978), fungsi-fungsi S, P, O, dan K merupakan kotak kosong yang diisi kategori dan peranan tertentu.
Contohnya: Kalimat aktif: Nenek melirik kakek tadi pagi.
S P O K
pelaku sasaran
Kalimat pasif: Kakek dilirik nenek tadi pagi.
S P O K
sasaran pelaku
Agar menjadi kalimat berterima, maka fungsi S dan P harus berurutan dan tidak disisipi kata di antara
keduanya. Struktur sintaksis minimal mempunyai fungsi subjek dan predikat seperti pada verba intransitif yang
tidak membutuhkan objek.
Contohnya: Kakek makan.
Verba transitif selalu membutuhkan objek.
Contohnya: Nenek membersihkan kamarnya.
Menurut Djoko Kentjono(1982), hadir tidaknya fungsi sintaksis tergantung konteksnya.
Contohnya: Kalimat seruan: Hebat!
Kalimat jawaban: Sudah!
Kalimat perintah: Baca!
Fungsi-fungsi sintaksis harus diisi kategori-kategori yang sesuai. Fungsi subjek diisi kategori nomina, fungsi
predikat diisi kategori verba, fungsi objek diisi kategori nomina, dan fungsi keterangan diisi kategori adverbia.
Contohnya: Dia guru.(salah) Dia adalah guru.(benar)
S O S P O
Kata “adalah” pada kalimat tersebut merupakan verba kopula, seperti to be pada bahasa Inggris.
- Berenang menyehatkan tubuh.
S P O
Kata “berenang” menjadi berkategori nomina karena yang dimaksud adalah pekerjaan berenangnya. Peran
dalam struktur sintaksis tergantung pada makna gramatikalnya. Kata yang bermakna pelaku dan penerima
tetap tidak berubah walaupun kata kerja yang aktif diganti menjadi pasif. Pelaku berarti objek yang melakukan
pekerjaan. Penerima berarti objek yang dikenai pekerjaan. Makna pelaku dan sasaran merupakan makna
gramatikal. Eksistensi struktur sintaksis terkecil ditopang oleh urutan kata, bentuk kata, dan intonasi.
Perbedaan urutan kata dapat menimbulkan perbedaan makna.
Contohnya: tiga jam – jam tiga.
Nenek melirik kakek. – Kakek melirik nenek.
Dalam kalimat aktif transitif mempunyai kendala gramatikal yaitu fungsi predikat dan objek tidak dapat diselipi
kata keterangan.
Contohnya: Nenek melirik tadi pagi kakek.(salah)
Intonasi merupakan penekanan. Perbedaan intonasi juga menimbulkan perbedaan makna. Intonasi ada tiga
macam yaitu intonasi deklaratif untuk kalimat bermodus deklaratif atau berita dengan tanda titik, intonasi
interogatif dengan tanda tanya, dan intonasi interjektif dengan tanda seru. Intonasi juga dapat berupa nada
naik atau tekanan.
Contohnya: Kucing / makan tikus mati.
Kucing makan tikus / mati.
Kalimat tersebut sudah berbeda makna karena tafsiran gramatikal yang berbeda yang disebut ambigu atau
taksa. Konektor bertugas menghubungkan konstituen satu dengan yang lain. dilihat dari sifatnya, ada dua
macam konektor. Konektor koordinatif menghubungkan dua konstituen sederajat. Konjungsinya seperti dan,
atau, dan tetapi. Contohnya: Nenek dan kakek pergi ke sawah. Konektor subordinatif menghubungkan dua
konstituen yang tidak sederajat. Konjungsinya seperti kalau, meskipun, dan karena. Contohnya: Kalau
diundang, saya tentu akan datang.
7. Kajian Semantik
Status tataran semantik dengan tataran fonologi, morfologi dan sintaksis adalah tidak sama. Semantik dengan
objeknya yakni makna, berada di seluruh tataran, yaitu berada di tataran fonologi, morfologi dan sintaksis.
Makna yang menjadi objek semantik sangat tidak jelas, tak dapat diamati secara empiris, sehingga semantik
diabaikan. Tetapi, pada tahun 1965, Chomsky menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu komponen
dari tata bahasa dan makna kalimat sangat ditentukan oleh semantik ini.
7.1 Hakikat Makna
Menurut de Saussure, setiap tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari 2 komponen, yaitu komponen
signifian (yang mengartikan) yang berwujud runtunan bunyi, dan komponen signifie (yang diartikan) yang
berwujud pengertian atau konsep (yang dimiliki signifian). Menurut teori yang dikembangkan Ferdinand de
Saussure, makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Jika
tanda linguistik tersebut disamakan identitasnya dengan kata atau leksem, berarti makna adalah pengertian
atau konsep yang dimiliki oleh setiap kata atau leksem. Jika disamakan dengan morfem, maka makna adalah
pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap morfem, baik morfem dasar maupun morfem afiks.
Di dalam penggunaannya dalam pertuturan yang nyata, makna kata atau leksem itu seringkali terlepas dari
pengertian atau konsep dasarnya dan juga acuannya. Banyak pakar menyatakan bahwa kita baru dapat
menentukan makna sebuah kata apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya. Pakar itu juga
mengatakan bahwa makna kalimat baru dapat ditentukan apabila kalimat itu berada di dalam konteks
wacananya atau konteks situasinya. Bahasa bersifat arbiter, sehingga hubungan antara kata dan maknanya
juga bersifat arbiter.
7.2 Jenis Makna
a. Makna Leksikal, Gramatikal dan Kontekstual
Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun. Dapat juga
dikatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, sesuai dengan hasil observasi indera kita
atau makna apa adanya. Makna gramatikal adalah makna yang ada jika terjadi proses gramatikal seperti
afiksasi, reduplikasi, komposisi atau kalimatisasi. Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata
yang berada di dalam satu konteks. Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat,
waktu dan lingkungan penggunaan bahasa itu.
b. Makna Referensial dan Non-referensial
Sebuah kata atau leksem dikatakan bermakna referensial jika ada referensnya atau acuannya. Ada sejumlah
kata yang disebut kata diektik, yang acuannya tidak menetap pada satu wujud. Misalnya : kata-kata pronominal
seperti, dia, saya dan kamu.
c. Makna Denotatif dan Makna Konotatif
Makna denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem.
Makna denotatif sebenarnya sama dengan makna leksikal. Makna konotatif adalah makna lain yang
ditambahkan pada makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang yang menggunakan kata
tersebut. Konotasi sebuah kata bisa berbeda antara seseorang dengan orang lain.
d. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Leech (1976) membagi makna menjadi menjadi makna konseptual dan makna asosiatif. Makna konseptual
adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Makna konseptual
sebenarnya sama dengan makna leksikal, deotatif dan makna referensial. Makna asosiatif adalah makna yang
dimiliki sebuah leksem atau kata bahasa. Makna asosiasi sama dengan perlambangan yang digunakan oleh
suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan konsep lain, yang mempunyai kemiripan sifat, keadaaan atau ciri-
ciri yang ada pada leksem tersebut. Makna konotatif termasuk dalam makna asosiatif, karena kata-kata
tersebut berasosiasi dengan nilai rasa terhadap kata itu. Makna stilistika berkenaan dengan perbedaan
penggunaan kata sehubungan dengan perbedaan sosial atau bidang kegiatan. Makna afektif berkenaan
dengan perasaan pembicara terhadap lawan bicara atau terhadap objek yang dibicarakan. Makna kolokatif
berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang dimiliki sebuah kata dengan kata-kata yang bersinonim.
e. Makna Kata dan Makna Istilah
Pada awalnya, makna yang dimiliki oleh sebuah kata adalah makna leksikal, denotatif atau makna konseptual.
Namun, dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas jika kata itu sudah berada di dalam konteks
kalimatnya atau konteks situasinya. Istilah mempunyai makna yang pasti, jelas, tidak meragukan, meskipun
tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu, istilah sering dikatakan bebas konteks, sedangkan kata tidak bebas
konteks.
f. Makna Idiom dan Peribahasa
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara
leksikal maupun secara gramatikal. Idiom terbagi atas idiom penuh dan idiom sebagian. Idiom penuh adalah
idiom yang semua unsurnya telah melebur menjadi satu kesatuan. Sedangkan idiom sebagian adalah idiom
yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikal sendiri. Peribahasa memilliki makna yang masih
dapat ditelusuri dari makna unsurnya karena adanya “asosiasi” antara makna asli dengan maknanya sebagai
peribahasa.
7.3 Relasi Makna
Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan yang lain.
a. Sinonim
Yaitu hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan
satuan ujaran lainnya. Dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan sama persis. Ketidaksamaan itu
terjadi karena faktor :
1. Faktor waktu
2. Faktor tempat atau wilayah
3. Faktor keformalan
4. Faktor sosial
5. Faktor bidang kegiatan
6. Faktor nuansa makna
b. Antonim
Yaitu hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan,
pertentangan, atau kontras antara yang satu dengan yang lain.
c. Polisemi
Yaitu kata yang mempunyai makna lebih dari satu. Dalam kasus polisemi, biasanya makna pertama adalah
makna sebenarnya, yang lain adalah maknamakna yang dikembangkan berdasarkan salah satu komponen
makna yang dimiliki kata atau satuan ujaran itu. Oleh karena itu, makna-makna pada sebuah kata atau satuan
ujaran yang polisemi ini masih berkaitan satu dengan yang lain.
d. Homonim
Yaitu dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya “kebetulan” sama dan maknanya berbeda, karena
masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan. Pada kasus homonim ada dua istilah lain
yang biasa dibicarakan, yaitu homofon dan homograf. Homofon adalah adanya kesamaan bunyi antara dua
satuan ujaran, tanpa memperhatikan ejaannya. Homograf adalah bentuk ujaran yang ortografinya dan
ejaannya sama, tetapi ucapan dan maknanya berbeda. Perbedaan antara homonim dengan polisemi adalah
bahwa homonim yaitu dua buah bentuk ujaran atau lebih yang “kebetulan” bentuknya sama, dan maknanya
berbeda, sedangkan polisemi yaitu sebuah bentuk ujaran yang memiliki makna lebih dari satu. Dengan
demikian jelas bahwa antara keduanya tidak punya hubungan sama sekali.
e. Hiponimi
Yaitu hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran
yang lain. Relasi hiponimi bersifat searah.
f. Ambiguitas atau Ketaksaan
Yaitu gejala dapat terjadinya kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda. Ketaksaan terjadi
dalam bahasa tulis akibat perbedaan gramatikal karena ketiadaan unsur lisan, karena ketidakcermatan dalam
menyusun konstruksi beranaforis. Perbedaan homonim dengan ambiguiti adalah bahwa homonim yaitu dua
buah bentuk atau lebih yang kebetulan bentuknya sama, sedangkan ambiguitas adalah sebuah bentuk dengan
dua tafsiran makna atau lebih. Perbedaan polisemi dengan ambiguitas adalah bahwa polisemi biasanya hanya
pada tataran kata, dan makna-makna yang dimilikinya yang lebih dari satu itu, sedangkan ambiguiti adalah
satu bentuk ujaran yang mempunyai makna lebih dari satu sebagai akibat perbedaan tafsiran gramatikal.
g. Redudansi
Yaitu kata yang berlebih-lebihan yang menggunakan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran.
7.4 Perubahan Makna
Secara sinkronis makna sebuah kata atau leksem tidak akan berubah, tetapi secara diakronis ada
kemungkinan dapat berubah. Dalam masa yang relative singkat, makna sebuah kata tidak akan berubah,
tetapi dalam waktu yang relative lama ada kemungkinan makna tersebut akan berubah. Ini tidak berlaku untuk
semua kosakata, tetapi hanya terjadi pada sebuah kata saja, yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain :
1. Perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi
2. Perkembangan sosial budaya
3. Perkembangan pemakaian kata
4. Pertukaran tanggapan indera (sinestesia)
5. Adanya asosiasi
Asosiasi dapat berupa hubungan wadah dengan isinya, dan juga berupa hubungan waktu dengan kejadian.
Perubahan makna ada beberapa macam. Ada perubahan meluas, menyempit dan berubah total. Perubahan
yang meluas yaitu jika tadinya sebuah kata bermakna A, maka kemudian menjadi bermakna B. Perubahan
yang menyempit yaitu jika tadinya sebuah kata memiliki makna yang sangat umum, tetapi kini maknanya
menjadi khusus atau sangat khusus. Perubahan makna total yaitu makna yang dimiliki sekarang sudah jauh
berbeda dengan makna aslinya. Dalam pembicaraan tentang perubahan makna, dikenal usaha untuk
menghaluskan dan mengkasarkan ungkapan. Usaha untuk menghaluskan ini dikenal dengan nama eufemia
atau eufemisme. Sedangkan usaha untuk mengkasarkan dikenal dengan nama disfemia, usaha ini sengaja
dilakukan untuk mencapai efek pembicaraan menjadi tegas.
Penutup
Dewasa ini, perkembangan linguistik sangat pesat. Aspek lain yang berkaitan dengan bidang-bidang kajian
bahasa juga berkembang. Kajian tentang bahasa tidak hanya meliputi satu aspek saja, tetapi telah meluas ke
bidang atau aspek-aspek di luar bahasa yang berkaitan dengan penggunaan bahasa dan kehidupan manusia.
Teori linguistik merupakan cabang linguistik yang memusatkan perhatian pada teori umum dan metode-metode
umum dalam penelitian bahasa. Cabang linguistik bisa terbagi atas fonologi, morfologi, sintaksis, dan
Semantik. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kajian tentang linguistik lanjut sangat luas dan
menarik untuk diperbincangkan di kesempatan berikutnya.
Daftar Pustaka
Alwasilah, A.Chaedar. 1993. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa Bandung
Alwi, Hasan, dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Arifin, Zaenal dan Junaiyah. 2007. Morfologi: Bentuk, Makna, dan Fungsi. Jakarta: Grasindo
Chaer, Abdul. 1994. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Cahyono, Bambang Yudi. 1994. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press
De Saussure, Ferdinand. 1973/1988. Pengantar Linguistik Umum. Terjemahan Cours de Linguistique
Generale oleh Rahayu S. Hidayat. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Finoza, Lamuddin. 2006. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia
I.G.N. Oka dan Suparno. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Dirjendikti Depdikbud
Keraf, Gorys. 1993. Komposisi. Flores: Nusa Indah
Kushartanti, Untung Yuwono dan Multamia RMT Lauder. 2005. Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami
Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Matthews, Peter. 1997. The Concise Oxford Dictionary of Linguistics. Oxford: Oxford University Press
Muslich, Masnur. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia.
Jakarta: Bumi Aksara
Oka, I.G.N dan Suparno. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Depdikbud
Ramlan, M. 1996. Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono
Verharr, J.W.M. 2008. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
MORFOLOGI
A. Pengertian Morfologi
Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasasebagai
satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan
bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi
mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik
maupun fungsisemantik. (http://id.wikipedia.org/wiki/linguistik).
Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa Yunani morphe yang
digabungkan dengan logos. Morphe berarti bentuk dan dan logos berarti ilmu. Bunyi [o] yang terdapat diantara
morphed an logos ialah bunyi yang biasa muncul diantara dua kata yang digabungkan. Jadi, berdasarkan
makna unsur-unsur pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk.
Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan
bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk
kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek
pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi.
Itulah sebabnya, dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kata (struktur kata)
serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata.
B. Morfem
1. Pengertian Morfem
Morfem adalah suatu bentuk bahasa yang tidak mengandung bagian-bagian yang mirip dengan bentuk lain,
baik bunyi maupun maknanya. (Bloomfield, 1974: 6).
Morfem adalah unsur-unsur terkecil yang memiliki makna dalam tutur suatu bahasa (Hookett dalam
Sutawijaya, dkk.). Kalau dihubungkan dengan konsep satuan gramatik, maka unsur yang dimaksud oleh
Hockett itu, tergolong ke dalam satuan gramatik yang paling kecil.
Morfem, dapat juga dikatakan unsur terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan suatu
bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua
morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar penambahan morfem /pra/ menyebabkan
perubahan arti pada kata duga. (http://id.wikipedia.org/wiki/linguistik).
Berdasarkan konsep-konsep di atas di atas dapat dikatakan bahwa morfem adalah satuan gramatik yang
terkecil yang mempunyai makna, baik makna leksikal maupun makna gramatikal.
Kata memperbesar misalnya, dapat kita potong sebagai berikut
mem-perbesar
per-besar
Jika besar dipotong lagi, maka be- dan –sar masing-masing tidak mempunyai makna. Bentuk seperti mem-,
per-, dan besar disebut morfem. Morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti besar, dinamakan
morfem bebas, sedangkan yang melekat pada bentuk lain, seperti mem- dan per-, dinamakan morfem terikat.
Contoh memperbesar di atas adalah satu kata yang terdiri atas tiga morfem, yakni dua morfem
terikat mem- dan per- serta satu morfem bebas, besar.
2. Morf dan Alomorf
Morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk
sebuah bentuk yang belum diketahui statusnya (misal: {i} pada kenai); sedangkan alomorf adalah nama untuk
bentuk tersebut kalau sudah diketahui statusnya (misal [b¶r], [b¶], [b¶l] adalah alomorf dari morfem ber-. Atau
bias dikatakan bahwa anggota satu morfem yang wujudnya berbeda, tetapi yang mempunyai fungsi dan
makna yang sama dinamakan alomorf. Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam
penuturan) dari sebuah morfem. Jadi setiap morfem tentu mempunyai almorf, entah satu, dua, atau enam
buah. Contohnya, morfem meN- (dibaca: me nasal): me-, mem- men-, meny-, meng-, dan menge-. Secara
fonologis, bentuk me- berdistribusi, antara lain, pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /I/ dan /r/;
bentuk mem- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /b/ dan juga /p/; bentuk men-
berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya /d/ dan juga /t/; bentuk meny- berdistribusi pada bentuk
dasar yang fonem awalnya /s/; bentuk meng- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya, antara lain
konsonan /g/ dan /k/; dan bentuk menge- berdistribusi pada bentuk dasar yang ekasuku, contohnya {menge}+
{cat}= mengecat. Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama tersebut disebut alomorf.
3. Prinsip-prinsip Pengenalan Morfem
Untuk mengenal morfem secara jeli dalam bahasa Indonesia, diperlukan petunjuk sebagai pegangan. Ada
enam prinsip yang saling melengkapi untuk memudahkan pengenalan morfem (Lihat Ramlan, 1980), yakni
sebagai berikut:
3.1 Prinsip pertama
Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis dan arti atau makna yang sama merupakan satu morfem.
membaca kemanusiaan
Contoh:
baca ke-an
pembaca kecepatan
bacaan kedutaan
membacakan kedengaran
_
Karena struktur fonologis dan Satuan tersebut walaupun
maknanya sama, maka satuan struktur fonologisnya sama,
tersebut merupakan morfem bukan merupak morfem
yang sama. yang sama karena makna gramatikalnya berbeda.
3.2 Prinsip Kedua
Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonolis yang berbeda, merupakan satu morfem apabila bentuk-bentuk
itu mempunyai arti atau makna yang sama, dan perbedaan struktur fonologisnya dapat dijelaskan secara
fonologis. Perubahan setiap morf itu bergantung kepada fonem awal morfem yang dilekatinya.
Contoh:
mem – : membawa
meN-
men - : menulis
meny - : menyisir
meng - : menggambar
me- : melempar
Perubahan setiap morf itu bergantung kepada fonem awal morfem yang dilekatinya.
3.3 Prinsip Ketiga
Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur ontologis yang berbeda, sekalipun perbedaannya tidak dapat
dijelaskan secara fonologis, masih dapat dianggap sebagai satu morfem apabila mempunyai makna yang
sama, dan mempunyai distribusi yang komplementer. Perhatikan contoh berikut:
ber- : berkarya, bertani, bercabang
bel- : belajar, belunjur
be- : bekerja, berteriak, beserta
Kedudukan afiks ber- yang tidak dapat bertukar tempat itulah yang disebut distribusi komplementer.
3.4 Prinsip Keempat
Apabila dalam deretan struktur, suatu bentuk berpararel dengan suatu kekosongan, maka kekosongan itu
merupakan morfem, ialah yang disebut morfem zero.
Misalnya:
1. Rina membeli sepatu
2. Rina menulis surat
3. Rina membaca novel
4. Rina menggulai ikan
5. Rina makan pecal
6. Rina minum susu
Semua kalimat itu berstruktur SPO. Predikatnya tergolong ke dalam verba aktif transitif. Lau pada kalimat a, b.
c, dan d, verba aktif transitif tersebut ditandai oleh meN-, sedangkan pada kalimat e dan f verba aktif transitif itu
ditandai kekosongan (meN- tidak ada), kekosongan itu merupakan morfem, yang disebut morfem zero.
3.5 Prinsip Kelima
Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis yang sama mungkin merupakan satu morfem, mungkin pula
merupakan morfem yang berbeda. Apabila bentuk yang mempunyai struktur fonologis yang sama itu berbeda
maknanya, maka tentu saja merupakan fonem yang berbeda.
Contoh:
1. a. Jubiar membeli buku
b. Buku itu sangat mahal
1. a. Juniar membaca buku
b. Juniar makan buku tebu
Satuan buku pada kalimat 1. a dan 1. b merupakan morfem yang sama karena maknanya sama. Satuan buku
pada kalimat kalimat 2. a dan 2. b bukanlah morfem yang sama karena maknanya berbeda.
3.6 Prinsip Keenam
Setiap bentuk yang tidak dapat dipisahkan merupakan morfem. Ini berarti bahwa setiap satuan gramatik yang
tidak dapat dipisahkan lagi atas satuan-satuan gramatik yang lebih kecil, adalah morfem. Misalnya, satuan ber-
dan lari pada berlari, ter- dan tinggi padatertinggi tidak dapat dipisahkan lagiatas satuan-satuan yang lebih
kecil. oleh karena itu,ber-, lari, ter, dan tinggi adalah morfem.
4. Klasifikasi Morfem
4.1 Morfem Bebas dan Morfem Terikat
Morfem ada yang bersifat bebas dan ada yang bersifat terikat. Dikatakan morfem bebas karena ia dapat berdiri
sendiri, dan dikatakan terikat jika ia tidak dapat berdiri sendiri.
Misalnya:
1. Morfem bebas – “saya”, “buku”, dsb.
2. Morfem terikat – “ber-“, “kan-“, “me-“, “juang”, “henti”, “gaul”, dsb.
4.2 Morfem Segmental dan Morfem Supra Segmental
Morfem segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem atau susunan fonem segmental. Sebagai contoh,
morfem {rumah}, dapat dianalisis ke dalam segmen-segmen yang berupa fonem [r,u,m,a,h]. Fonem-fonem itu
tergolong ke dalam fonem segmental. oleh karena itu, morfem {rumah} tergolong ke dalam jenis morfem
segmental.
Morfem supra segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem suprasegmental. Misal, jeda dalam bahasa
Indonesia. Contoh:
1. bapak wartawan bapak//wartawan
2. ibu guru ibu//guru
4.3 Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tak Bermakna Leksikal
Morfem yang bermakna leksikal merupakan satuan dasar bagi terbentuknya kata. morfem yang bermakna
leksikal itu merupakan leksem, yakni bahan dasar yzng setelah mengalami pengolahan gramatikal menjadi
kata ke dalam subsistem gramatika. Contoh: morfem {sekolah}. berarti ‘tempat belajar’.
Morfem yang tak bermakna leksikal dapat berupa morfem imbuhan, seperti {ber-}, {ter-}, dan {se-}. morfem-
morfem tersebut baru bermakna jika berada dalam pemakaian. Contoh: {bersepatu} berarti ‘memakai sepatu’.
4.4 Morfem Utuh dan Morfem Terbelah
Morfem utuh merupakan morfem-morfem yang unsur-unsurnya bersambungan secara langsung. Contoh:
{makan}, {tidur}, dan {pergi}.
Morfem terbelah morfem-morfem yang tidak tergantung menjadi satu keutuhan. morfem-morfem itu terbelah
oleh morfem yang lain. Contoh: {kehabisan} dan {berlarian} terdapat imbuhan ke-an atau {ke….an} dan
imbuhan ber-an atau {ber….an}. contoh lain adalah morfem{gerigi} dan {gemetar}. Masing-masing morfem
memilki morf /g..igi/ dan /g..etar/. Jadi, ciri terbelahnya terletak pada morfnya, tidak terletak pada morfemnya itu
sendiri. morfem itu direalisasikan menjadi morf terbelah jika mendapatkan sisipan, yakni morfem sisipan {-er-}
pada morfem {gigi} dan sisipan {-em-} pada morfem {getar}.
4.5 Morfem Monofonemis dan Morfem Polifonemis
Morfem monofonemis merupakan morfem yang terdiri dari satu fonem. Dalam bahasa Indonesia pada dapat
dilihat pada morfem {-i} kata datangi atau morfem{a} dalam bahasa Inggris pada seperti pada kata asystematic.
Morfem polifonemis merupakan morfem yang terdiri dari dua, tiga, dan empat fonem. Contoh, dalam bahasa
Inggris morfem {un-} berarti ‘tidak’ dan dalam bahasa Indonesia morfem {se-} berarti ‘satu, sama’.
4.6 Morfem Aditif, Morfem Replasif, dan Morfem Substraktif
Morfem aditif adalah morfem yang ditambah atau ditambahkan. kata-kata yang mengalami afiksasi, seperti
yang terdapat pada contoh-contoh berikut merupakan kata-kata yang terbentuk dari morfem aditif itu.
1. mengaji 2. childhood
berbaju houses
Morfem replasif merupakan morfem yang bersifat penggantian. dalam bahasa Inggris, misalnya, terdapat
morfem penggantian yang menandai jamak. Contoh: {fut} à {fi:t}.
Morfem substraktif adalah morfem yang alomorfnya terbentuk dari hasil pengurangan terhadap unsur (fonem)
yang terdapat morf yang lain. Biasanya terdapat dalam bahasa Perancis.
C. Proses Morfologis
Proses morfologis dapat dikatakan sebagai proses pembentukan kata dengan menghubungkan morfem yang
satu dengan morfem yang lain yang merupakan bentuk dasar (Cahyono, 1995: 145). Dalam proses morfologis
ini terdapat tiga proses yaitu: pengafiksan, pengulangan atau reduplikasi, dan pemajemukan atau
penggabungan.
1. Pengafiksan
Bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata disebut afiks atau imbuhan (Alwi dkk., 2003:
31). Pengertian lain proses pembubuhan imbuhan pada suatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal
maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata (Cahyono, 1995:145). Contoh:
1. Berbaju
2. Menemukan
3. Ditemukan
4. Jawaban.
Bila dilihat pada contoh, berdasarkan letak morfem terikat dengan morfem bebas pembubuhan dapat dibagi
menjadi empat, yaitu pembubuhan depan (prefiks), pembubuhan tengah (infiks), pembubuhan akhir (sufiks),
dan pembubuhan terbelah (konfiks).
2. Reduplikasi
Reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagian, baik disertai variasi
fonem maupun tidak (Cahyono, 1995:145).
Contoh: berbulan-bulan, satu-satu, seseorang, compang-camping, sayur-mayur.
3. Penggabungan atau Pemajemukan
Proses pembentukan kata dari dua morfem bermakna leksikal (Oka dan Suparno, 1994:181).
Contoh:
1. Sapu tangan
2. Rumah sakit
4. Perubahan Intern
Perubahan intern adalah perubahan bentuk morfem yang terdapat dalam morfem itu sendiri.
Contoh: dalam bahasa Inggris
Singular pluralFoot Feet
Mouse mice
5. Suplisi
Suplisi adalah proses morfologis yang menyebabkan adanya bentuk sama sekali baru.
Contoh: dalam bahasa Inggris
Go went
sing sang
6. Modifikasi kosong
Modifikasi kosong ialah proses morfologis yang tidak menimbulkan perubahan pada bentuknya tetapi
konsepnya saja yang berubah.
Contoh: read- read-read
D. Proses Morfofonemik
Proses perubahan fonem sebuah morfem yang digunakan untuk mempermudah ucapan.
Contoh:
Perubahan prefiks meng-
- meng + asah = mengasah
- meng + lihat = melihat
- menga + datangkan = mendatangkan
- meng + terjemah = menerjemahkan
- meng + patuhi = mematuhi
E. Proses morfemis menurut Verhaar
1. Afiksasi adalah pengimbuhan afiks
2. Prefix adalah imbuhan di sebelah kiri bentuk dasar.
Contoh: mengajar
1. Sufiks adalah imbuhan di sebelah kanan bentuk dasar
Contoh: ajarkan
1. Infiks adalah imbuhan yang disisipkan dalam kata dasar
Contoh: gerigi
1. Konfiks adalah imbuhan dan akhiran pada sebuah bentuk dasar
Contoh: perceraian
1. Fleksi adalah afiksasai yang terdiri atas golongan kata yang sama
Contoh: mengajar – diajar
3. Derifasi adalah afiksasi yang terdiri atas golongan kata yang tidak sama
Contoh: mengajar – pengajar
1. Klitika adalah morfem pendek yang tidak dapat diberi aksen atau tekanan melekat pada kata atau frasa
lain dan meiliki arti yang tidak mudah untuk dideskripsikan secara leksikal, serta tidak melekat pada kelas
kata tertentu.
Contoh: -pun, -lah
sekalipun
apalah
F. Kata
1. Hakikat Kata
Para linguis yang sehari-hari bergelut dengan kata ini, hingga dewasa ini, kiranya tidak pernah mempunyai
kesamaan pendapat mengenai konsep apa yang di sebut dengan kata itu. Satu masalah lagi mengenai kata ini
adalah mengenai kata sebagai satuan gramatikal. Menurut verhaar (1978) bentuk-bentuk kata bahasa
Indonesia, misalnya: mengajar, di ajar, kauajar, terjar, dan ajarlah bukanlah lima buah kata yang berbeda,
melainkan varian dari sebuah kata yang sama. Tetapi bentuk-bentuk, mengajar, pengajar, pengajaran, dan
ajarlah adalah lima kata yang berlainan.
Kata adalah satuan terkecil dari kalimat yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna. Kata-kata yang
terbentuk dari gabungan huruf atau morfem baru kita akui sebagai kata bila bentuk itu sudah mempunyai
makna. (Lahmudin Finoza).
Kata ialah morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat
diujarkan sebagai bentuk yang bebas. (Kridalaksana). Perhatikan kata-kata di bawah ini.
1. Mobil
2. Rumah
3. Sepeda
4. Ambil
5. Dingin
6. Kuliah.
Keenam kata yang kita ambil secara acak itu kita akui sebagai kata karena setiap kata mempunyai makna. Kita
pasti akan meragukan, bahkan memastikan bahwa adepes, libma, ninggib, haklab bukan kata dari bahasa
Indonesia karena tidak mempunyai makna.
Dari segi bentuknya kata dapat dibedakan atas dua macam, yaitu (1) kata yang bermofem tunggal, dan
(2) kata yang bermorfem banyak. Kata yang bermorfem tunggal disebut juga kata dasar atau kata yang tidak
berimbuhan. Kata dasar pada umumnya berpotensi untuk dikembangkan menjadi kata turunan atau kata
berimbuhan. Perhatikan perubahan kata dasar menjadi kata turunan dalam tabel di bawah ini.
2. Pembentukan Kata
Pembentukan kata ini mempunyai dua sifat, yaitu membentuk kata-kata yang inflektif, dan kedua yang bersifat
derivatif. Apa yang dimaksud dengan inflektif dan derivatif akan dibicarakan berikut ini.
1). Inflektif
Kata-kata dalam bahasa-bahasa berfleksi, seprti bahasa arab, bahasa latin, bahasa sansekerta, untuk dapat
digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang
berlaku dalam bahasa itu.
2). Derifatif
Pembentukan kata secara derivatif adalah membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama
dengan kata dasarnya, contoh dalam bahasa indonesia dapat diberikan, misalnya, dari kata air yang berkelas
nomina dibentuk menjadi mengairi yang berkelas verba: dari kata makan yang berkelas verba dibentuk
kata makanan yang berkelas nomina.
Tabel 1
Perubahan Kata Dasar Menjadi Kata Turunan
yang Mengandung Berbagai Arti
Kata Dasar Pelaku Proses Hal/Tempat Perbuatan HasilAsuh
baca
bangun
buat
cetak
edar
potong
sapu
tulis
ukir
pengasuh
pembaca
pembangun
pembuat
pencetak
pengedar
pemotong
penyapu
penulis
pengukir
pengasuhan
pembacaan
pembangunan
pembuatan
pencetakan
pengedaran
pemotongan
penyapuan
penulisan
pengukiran
perbuatan
percetakan
peredaran
perpotongan
persapuan
mengasuh
membaca
membangun
membuat
mencetak
mengedar
memotong
menyapu
menulis
mengukir
asuhan
bacaan
bangunan
buatan
cetakan
edaran
potongan
sapuan
tulisan
ukiran.
Dalam tabel 1 itu terlihat perubahan kata dasar menjadi kata turunan selain mengubah bentuk, juga mengubah
makna. Selanjutnya, perubahan makna mengakibatkan perubahan jenis atau kelas kata.
Daftar Pustaka
Alwi, Hasan, dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Finoza, Lamuddin. 2006. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia
I.G.N. Oka dan Suparno. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Dirjendikti Depdikbud
Keraf, Gorys. 1993. Komposisi. Flores: Nusa Indah
Verharr, J.W.M. 2008. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
http://id.wikipedia.org/wiki/linguistik
MORFOLOGI
A.Pengertian Morfologi
Morfologi adalah cabanglinguistikyang mengidentifikasi satuan-satuan dasarbahasasebagai satuangramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsisemantik. (http://id.wikipedia.org/wiki/linguistik).
Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa Yunani morphe yang digabungkan dengan logos. Morphe berarti bentuk dan dan logos berarti ilmu. Bunyi [o] yang terdapat diantara morphed an logos ialah bunyi yang biasa muncul diantara dua kata yang digabungkan. Jadi, berdasarkan makna unsur-unsur pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk.
Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi.
Itulah sebabnya, dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kata (struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata.
B.Morfem
1.Pengertian Morfem
Morfem adalah suatu bentuk bahasa yang tidak mengandung bagian-bagian yang mirip dengan bentuk lain, baik bunyi maupun maknanya. (Bloomfield, 1974: 6).
Morfem adalah unsur-unsur terkecil yang memiliki makna dalam tutur suatu bahasa (Hookett dalam Sutawijaya, dkk.). Kalau dihubungkan dengan konsep satuan gramatik, maka unsur yang dimaksud oleh Hockett itu, tergolong ke dalam satuan gramatik yang paling kecil.
Morfem, dapat juga dikatakan unsur terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Katadugamerupakan kata dasar penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kataduga. (http://id.wikipedia.org/wiki/linguistik).
Berdasarkan konsep-konsep di atas di atas dapat dikatakan bahwa morfem adalah satuan gramatik yang terkecil yang mempunyai makna, baik makna leksikal maupun makna gramatikal.
Katamemperbesarmisalnya, dapat kita potong sebagai berikut
mem-perbesar
per-besar
Jika besar dipotong lagi, makabe-dan–sarmasing-masing tidak mempunyai makna. Bentuk sepertimem-, per-,danbesardisebut morfem.Morfem yang dapat berdiri sendiri, sepertibesar, dinamakan morfembebas,sedangkan yang melekat pada bentuk lain, sepertimem-danper-, dinamakan morfemterikat. Contohmemperbesardi atas adalah satu kata yang terdiri atas tiga morfem, yakni dua morfem terikat mem-danper-serta satu morfem bebas,besar.
2.Morf dan Alomorf
Morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk sebuah bentuk yang belum diketahui statusnya (misal: {i} padakenai); sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui statusnya (misal [br], [b], [bl] adalah alomorf dari morfem ber-.Atau bias dikatakan bahwa anggota satu morfem yang wujudnya berbeda, tetapi yang mempunyai fungsi dan makna yang sama dinamakan alomorf. Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam penuturan) dari sebuah morfem.
Jadi setiap morfem tentu mempunyai almorf, entah satu, dua, atau enam buah. Contohnya, morfem meN- (dibaca: me nasal): me-, mem- men-, meny-, meng-, dan menge-. Secara fonologis, bentuk me- berdistribusi, antara lain, pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /I/ dan /r/; bentuk mem- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /b/ dan juga /p/; bentuk men- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya /d/ dan juga /t/; bentuk meny- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya /s/; bentuk meng- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya, antara lain konsonan /g/ dan /k/; dan bentuk menge- berdistribusi pada bentuk dasar yang ekasuku, contohnya {menge}+{cat}= mengecat. Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama tersebut disebut alomorf.
3. Prinsip-prinsip Pengenalan Morfem
Untuk mengenal morfem secara jeli dalam bahasa Indonesia, diperlukan petunjuk sebagai pegangan. Ada enam prinsip yang saling melengkapi untuk memudahkan pengenalan morfem (Lihat Ramlan, 1980), yakni sebagai berikut:
3.1 Prinsip pertama
Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis dan arti atau makna yang sama merupakan satu morfem.
membaca kemanusiaan
Contoh: baca pembaca ke-an
kecepatan
bacaan kedutaan
membacakan kedengaran
Karena struktur
fonologis dan
Satuan tersebut
walaupun
maknanya sama, maka satuan struktur fonologisnya sama,
tersebut merupakan morfem bukan merupak morfem
yang sama. yang sama karena makna
gramatikalnya berbeda.
3.2 Prinsip Kedua
Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonolis yang berbeda, merupakan satu morfem apabila bentuk-bentuk itu mempunyai arti atau makna yang sama, dan perbedaan struktur fonologisnya dapat dijelaskan secara fonologis. Perubahan setiap morf itu bergantung kepada fonem awal morfem yang dilekatinya.
mem – : membawa
Contoh: meN- men - : menulis
meny - : menyisir
meng - : menggambar
me- : melempar
Perubahan setiap morf itu bergantung kepada fonem awal morfem yang dilekatinya.
3.3 Prinsip Ketiga
Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur ontologis yang berbeda, sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologis, masih dapat dianggap sebagai satu morfem apabila mempunyai makna yang sama, dan mempunyai distribusi yang komplementer. Perhatikan contoh berikut:
ber- : berkarya, bertani, bercabang
bel- : belajar, belunjur
be- : bekerja, berteriak, beserta
Kedudukan afiks ber- yang tidak dapat bertukar tempat itulah yang disebut distribusi komplementer.
3.4 Prinsip Keempat
Apabila dalam deretan struktur, suatu bentuk berpararel dengan suatu kekosongan, maka kekosongan itu merupakan morfem, ialah yang disebut morfem zero.
Misalnya:
a.Rina membeli sepatu
b.Rina menulis surat
c. Rina membaca novel
d.Rina menggulai ikan
e.Rina makan pecal
f. Rina minum susu
Semua kalimat itu berstruktur SPO. Predikatnya tergolong ke dalam verba aktif transitif. Lau pada kalimat a, b. c, dan d, verba aktif transitif tersebut ditandai oleh meN-, sedangkan pada kalimat e dan f verba aktif transitif itu ditandai kekosongan (meN- tidak ada), kekosongan itu merupakan morfem, yang disebut morfem zero.
3.5 Prinsip Kelima
Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis yang sama mungkin merupakan satu morfem, mungkin pula merupakan morfem yang berbeda. Apabila bentuk yang mempunyai struktur fonologis yang sama itu berbeda maknanya, maka tentu saja merupakan fonem yang berbeda.
Contoh:
1. a. Jubiar membelibuku
b.Bukuitu sangat mahal
2. a. Juniar membacabuku
b. Juniar makanbukutebu
Satuanbukupada kalimat 1. a dan 1. b merupakan morfem yang sama karena maknanya sama. Satuan buku pada kalimat kalimat 2. a dan 2. b bukanlah morfem yang sama karena maknanya berbeda.
3.6Prinsip Keenam
Setiap bentuk yang tidak dapat dipisahkan merupakan morfem. Ini berarti bahwa setiap satuan gramatik yang tidak dapat dipisahkan lagi atas satuan-satuan gramatik yang lebih kecil, adalah morfem. Misalnya, satuanber- danlaripadaberlari, ter- dantinggipadatertinggitidak dapat dipisahkan lagiatas satuan-satuan yang lebih kecil. oleh karena itu,ber-,lari,ter, dantinggiadalah morfem.
4. Klasifikasi Morfem
4.1 Morfem Bebas dan Morfem Terikat
Morfem ada yang bersifat bebas dan ada yang bersifat terikat. Dikatakan morfem bebas karena ia dapat berdiri sendiri, dan dikatakan terikat jika ia tidak dapat berdiri sendiri.
Misalnya:
a. Morfem bebas – “saya”, “buku”, dsb.b. Morfem terikat – “ber-“, “kan-“, “me-“, “juang”, “henti”, “gaul”, dsb.
4.2 Morfem Segmental dan Morfem Supra Segmental
Morfem segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem atau susunan fonem segmental. Sebagai contoh, morfem {rumah}, dapat dianalisis ke dalam segmen-segmen yang berupa fonem [r,u,m,a,h]. Fonem-fonem itu tergolong ke dalam fonem segmental. oleh karena itu, morfem {rumah} tergolong ke dalam jenis morfem segmental.
Morfem supra segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem suprasegmental. Misal, jeda dalam bahasa Indonesia. Contoh:a.bapak wartawan bapak//wartawanb.ibu guru ibu//guru
4.3 Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tak Bermakna Leksikal
Morfem yang bermakna leksikal merupakan satuan dasar bagi terbentuknya kata. morfem yang bermakna leksikal itu merupakan leksem, yakni bahan dasar yzng setelah mengalami pengolahan gramatikal menjadi kata ke dalam subsistem gramatika. Contoh: morfem {sekolah}. berarti ‘tempat belajar’.
Morfem yang tak bermakna leksikal dapat berupa morfem imbuhan, seperti {ber-}, {ter-}, dan {se-}. morfem-morfem tersebut baru bermakna jika berada dalam pemakaian. Contoh: {bersepatu} berarti ‘memakai sepatu’.
4.4 Morfem Utuh dan Morfem Terbelah
Morfem utuh merupakan morfem-morfem yang unsur-unsurnya bersambungan secara langsung. Contoh: {makan}, {tidur}, dan {pergi}.
Morfem terbelah morfem-morfem yang tidak tergantung menjadi satu keutuhan. morfem-morfem itu terbelah oleh morfem yang lain. Contoh: {kehabisan} dan {berlarian} terdapat imbuhan ke-an atau {ke….an} dan imbuhan ber-an atau {ber….an}. contoh lain adalah
morfem{gerigi} dan {gemetar}. Masing-masing morfem memilki morf /g..igi/ dan /g..etar/. Jadi, ciri terbelahnya terletak pada morfnya, tidak terletak pada morfemnya itu sendiri. morfem itu direalisasikan menjadi morf terbelah jika mendapatkan sisipan, yakni morfem sisipan {-er-} pada morfem {gigi} dan sisipan {-em-} pada morfem {getar}.
4.5 Morfem Monofonemis dan Morfem Polifonemis
Morfem monofonemis merupakan morfem yang terdiri dari satu fonem. Dalam bahasa Indonesia pada dapat dilihat pada morfem {-i} katadatangiatau morfem{a} dalam bahasa Inggris pada seperti pada kataasystematic.
Morfem polifonemis merupakan morfem yang terdiri dari dua, tiga, dan empat fonem. Contoh, dalam bahasa Inggris morfem {un-} berarti ‘tidak’ dan dalam bahasa Indonesia morfem {se-} berarti ‘satu, sama’.
4.6 Morfem Aditif, Morfem Replasif, dan Morfem Substraktif
Morfem aditif adalah morfem yang ditambah atau ditambahkan. kata-kata yang mengalami afiksasi, seperti yang terdapat pada contoh-contoh berikut merupakan kata-kata yang terbentuk dari morfem aditif itu.1.mengaji 2. childhoodberbaju houses
Morfem replasif merupakan morfem yang bersifat penggantian. dalam bahasa Inggris, misalnya, terdapat morfem penggantian yang menandai jamak. Contoh: {fut}{fi:t}.
Morfem substraktif adalah morfem yang alomorfnya terbentuk dari hasil pengurangan terhadap unsur (fonem) yang terdapat morf yang lain. Biasanya terdapat dalam bahasa Perancis.
C.Proses Morfologis
Proses morfologis dapat dikatakan sebagai proses pembentukan kata dengan
menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain yang merupakan bentuk
dasar (Cahyono, 1995: 145). Dalam proses morfologis ini terdapat tiga proses yaitu:
pengafiksan, pengulangan atau reduplikasi, dan pemajemukan atau penggabungan.
1.Pengafiksan
Bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata disebut afiks
atau imbuhan (Alwi dkk., 2003: 31). Pengertian lain proses pembubuhan imbuhan pada
suatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk
membentuk kata (Cahyono, 1995:145). Contoh:
a. Berbaju
b.Menemukan
c.Ditemukan
d.Jawaban.
Bila dilihat pada contoh, berdasarkan letak morfem terikat dengan morfem bebas
pembubuhan dapat dibagi menjadi empat, yaitu pembubuhan depan (prefiks),
pembubuhan tengah (infiks), pembubuhan akhir (sufiks), dan pembubuhan terbelah
(konfiks).
2.Reduplikasi
Reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun
sebagian, baik disertai variasi fonem maupun tidak (Cahyono, 1995:145).
Contoh: berbulan-bulan, satu-satu, seseorang, compang-camping, sayur-mayur.
3.Penggabungan atau Pemajemukan
Proses pembentukan kata dari dua morfem bermakna leksikal (Oka dan
Suparno, 1994:181).
Contoh:
a. Sapu tangan
b. Rumah sakit
4.Perubahan Intern
Perubahan intern adalah perubahan bentuk morfem yang terdapat dalam morfem itu
sendiri.
Contoh: dalam bahasa Inggris
Singular plural
Foot
Mouse
Feet
mice
5.Suplisi
Suplisi adalah proses morfologis yang menyebabkan adanya bentuk sama sekali
baru.
Contoh: dalam bahasa Inggris
Go went
sing sang
6.Modifikasi kosong
Modifikasi kosong ialah proses morfologis yang tidak menimbulkan perubahan
pada bentuknya tetapi konsepnya saja yang berubah.
Contoh: read- read-read
D.Proses Morfofonemik
Proses perubahan fonem sebuah morfem yang digunakan untuk mempermudah
ucapan.
Contoh:
Perubahan prefiks meng-
-meng + asah = mengasah
-meng + lihat = melihat
-menga + datangkan = mendatangkan
-meng + terjemah = menerjemahkan
-meng + patuhi = mematuhi
E.Proses morfemis menurut Verhaar
1.Afiksasiadalahpengimbuhan afiks
a.Prefix adalah imbuhan di sebelah kiri bentuk dasar.
Contoh: mengajar
b.Sufiksadalahimbuhan di sebelah kanan bentuk dasar
Contoh: ajarkan
c.Infiksadalahimbuhan yang disisipkan dalam kata dasar
Contoh: gerigi
d.Konfiksadalahimbuhan dan akhiran pada sebuah bentuk dasar
Contoh:perceraian
2.Fleksi adalah afiksasaiyang terdiri atas golongan kata yang sama
Contoh:mengajar – diajar
3. Derifasi adalah afiksasi yang terdiri atas golongan kata yang tidak sama
Contoh: mengajar – pengajar
3.Klitika adalah morfem pendek yang tidak dapat diberi aksen atau tekanan melekat
pada kata atau frasa lain dan meiliki arti yang tidak mudah untuk dideskripsikan
secara leksikal, serta tidak melekat pada kelas kata tertentu.
Contoh: -pun, -lah
sekalipun
apalah
F.Kata
1.Hakikat Kata
Para linguis yang sehari-hari bergelut dengan kata ini, hingga dewasa ini, kiranya tidak pernahmempunyai kesamaan pendapat mengenai konsep apa yang di sebut dengan kata itu.Satu masalah lagi mengenai kata ini adalah mengenai kata sebagai satuan gramatikal. Menurut verhaar (1978) bentuk-bentuk kata bahasa Indonesia, misalnya: mengajar, di ajar, kauajar, terjar, dan ajarlah bukanlah lima buah kata yang berbeda, melainkan varian dari sebuah kata yang sama. Tetapi bentuk-bentuk, mengajar, pengajar, pengajaran, dan ajarlah adalah lima kata yang berlainan.
Kata adalah satuan terkecil dari kalimat yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna. Kata-kata yang terbentuk dari gabungan huruf atau morfem baru kita akui sebagai kata bila bentuk itu sudah mempunyai makna. (Lahmudin Finoza).
Kata ialah morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas. (Kridalaksana). Perhatikan kata-kata di bawah ini.
a.Mobil
b.Rumah
c.Sepeda
d.Ambil
e.Dingin
f.Kuliah.
Keenam kata yang kita ambil secara acak itu kita akui sebagai kata karena setiap kata mempunyai makna. Kita pasti akan meragukan, bahkan memastikan bahwaadepes, libma, ninggib, haklabbukan kata dari bahasa Indonesia karena tidak mempunyai makna.
Dari segi bentuknya kata dapat dibedakan atas dua macam, yaitu (1)kata yang bermofem tunggal, dan (2)kata yang bermorfem banyak.Kata yang bermorfem tunggal disebut juga kata dasar atau kata yang tidak berimbuhan. Kata dasar pada umumnya berpotensi untuk dikembangkan menjadi kata turunan atau kata berimbuhan. Perhatikan perubahan kata dasar menjadi kata turunan dalam tabel di bawah ini.
2.Pembentukan Kata
Pembentukan kata ini mempunyai dua sifat, yaitu membentuk kata-kata yang inflektif, dan kedua yang bersifat derivatif. Apa yang dimaksud dengan inflektif dan derivatif akan dibicarakan berikut ini.
1). Inflektif
Kata-kata dalam bahasa-bahasa berfleksi, seprti bahasa arab, bahasa latin, bahasa sansekerta, untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-kategori gramatikalyang berlaku dalam bahasa itu.
2). Derifatif
Pembentukan kata secara derivatif adalah membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya, contoh dalam bahasa indonesia dapat diberikan, misalnya, dari kataairyang berkelas nomina dibentuk menjadimengairi yang berkelas verba: dari kata makan yang berkelasverba dibentuk katamakanan yang berkelas nomina.
Tabel 1
Perubahan Kata Dasar Menjadi Kata Turunan
yang Mengandung Berbagai Arti
Kata
DasarPelaku Proses Hal/Tempat Perbuatan Hasil
Asuh pengasuh pengasuhan perbuatan mengasuh asuhan
baca
bangun
buat
cetak
edar
potong
sapu
tulis
ukir
pembaca
pembangun
pembuat
pencetak
pengedar
pemotong
penyapu
penulis
pengukir
pembacaan
pembangunan
pembuatan
pencetakan
pengedaran
pemotongan
penyapuan
penulisan
pengukiran
percetakan
peredaran
perpotongan
persapuan
membaca
membangun
membuat
mencetak
mengedar
memotong
menyapu
menulis
mengukir
bacaan
bangunan
buatan
cetakan
edaran
potongan
sapuan
tulisan
ukiran.
Dalam tabel 1 itu terlihat perubahan kata dasar menjadi kata turunan selain mengubah bentuk, juga mengubah
makna. Selanjutnya, perubahan makna mengakibatkan perubahan jenis atau kelas kata.
G.Daftar Pustaka
Alwi, Hasan, dkk. 2000.Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Chaer, Abdul. 2003.Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Finoza, Lamuddin. 2006.Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia
I.G.N. Oka dan Suparno. 1994.Linguistik Umum.Jakarta: Dirjendikti Depdikbud
Keraf, Gorys. 1993.Komposisi. Flores: Nusa Indah
Verharr, J.W.M. 2008.Asas-asas Linguistik Umum.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
http://id.wikipedia.org/wiki/linguistik
Recommended