View
64
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
n
Citation preview
ANALGESIK-ANTIPIRETIK
Analgesik adalah obat yang menghilangkan rasa nyeri dengan cara meningkatkan
nilai ambang nyeri di SSP tanpa menekan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menekan
suhu tubuh pada keadaan demam. Karena kedua efek ini didapatkan dalam satu obat, istilah
analgesik-antipiretik dipakai pada sebagai satu kesatuan,meskipun belum tentu satu obat
tersebut memiliki kedua khasiat secara seimbang. Kelompok obat lain yang menekan rasa
nyeri hebat adalah golongan narkotik dan atas dasar efek ini disebut analgesik-narkotik. Jadi
analgesik-antipiretik adalah kelompok non narkotik,artinya obat-obat ini tidak menimbulkan
adiksi pada penggunaan jangka panjang (Djamhuri, 1995).
Derivat para amino fenol yaitu fenasetin dan asetaminofen. Di dalam tubuh,kedua
obat ini diubah menjadi zat aktif yaitu N-asetil-p-aminofenol dan zat lain yang beracun.
Karena itu fenasetin tidak lagi digunakan misalnya APC. Asetaminofen(Parasetamol)
merupakan metabolit fenasetin yang penggunaannya makin banyak. Efek antipiretik maupun
analgesik paracetamol sama dengan salisilat,dengan mekanisme kerja yang mungkin juga
sama. Yang menguntungkan dari obat tersebut adalah tidak mengiritasi lambung dan tidak
mengakibatkan perdarahan. Parasetamol tidak memiliki khasiat anti-inflamasi.indikasi
pemakaian para-amino-fenol sama dengan salisilat,tetapi jangan digunakan untuk jangka
panjang (Djamhuri, 1995).
Batas keamanan dosisnya cukup luas hingga maksimum 4 gram sehari,tetapi
pemberiannya cukup dengan 4x500mg sehari. Toksisitas para-amino-fenol berupa kerusakan
sel darah, kerusakan hati dan ginjal, stimulus SSP hingga konvulsi (Djamhuri, 1995).
Pasien bisa asimtomatik atau hanya mengeluhkan mual dan mudah. Tetapi setelah
tertunda 48-72 jam, jumlah yang relatif kecil (>10 g, 20-30 tablet) bisa menyebabkan
nekrosis hepatoseluler fatal (Neal,2006).
Paracetamol tidak mempunyai efek antiinflamasi yang bermakna, tetapi banyak digunakan
sebagai analgesik ringan bila nyeri tidak memiliki komponen inflamasi. Parasetamol
diabsopsi dengan baik secara oral dan tidak menyebabkan iritasi lambung. Paracetamol
mempunyai kekurangan berupa hepatoksisitas yang mungkin terjadi (Neal,2006).
Secara normal, parasetamol dimetabolisme terutama melalui reaksi konjugasi dalam hati,
tetapi parasetamol dosis tinggi mensaturasi jalur ini dan kemudiaan obat dioksidasi menjadi
intermediet kuinon reaktif (toksik) (N-asetilbenzokuioneimin). Kuinon dapat diinaktivasi
melalui kombinasi dengan glutation, tetapi parasetamol dosis tinggi menurunkan simpanan
glutation hati dan selanjutnya kuinon reaktif terikat secara kovalen dengan gugus tiol pada
protein sel dan membunuh sel. Asetilsistein (intravena atau oral) dan metion (oral) adalah
antidot yang berpotensi menyelamatkan nyawa pada kasus keracunan paracetamol karena
obat-obat tersebut meningkatkan sintesis gutation hati. Pasien yang mengkonsumsi
parasetamol overdosis seharusnya diambil sampel darahnya pada 4 jam (atau lebih) setelah
menelan untuk menentukan dengan cepat konsentrasi obat dalam plasma sehingga dapat
diberikan antidot. Bila kurang dari satu jam tertelan, satu dosis karbon aktif sebaiknya
diberikan. Penentuan apakah terapi dengan antidot dilanjutka diputuskan dengan
memproyeksikan konsentrasi plasmake sebuah nomogram, yang menyatukan plot semilog
200 mg/L pada 4 jam dan 30 mg/L pada 15 jam. Nomogram ini berdasarkan studi yang
dihasilkan dari banyak kasus keracunan fatal dan nonfatal yang dilakukan sebelum terapi
efektif tersedia. Bila konsentrasi obat pasien di atas garis 200 maka terapi antidot dilanjutkan.
Pasien yang mengkonsumsi obat penginduksi enzim (termasuk alkohol) dan pasien dengan
kekurangan glutation (misalnya pasien dengan gangguan makan) mempunyai risiko yang
meningkat dan untuk pasien-pasien ini antidot diberikan bila konsentrasi parasetamol plasma
di atas garis 100 (menggabungkan 100 mg/L pada 4 jam dan 15 mg/L pada 15 jam). Bila
waktu sejak tertelan lebih dari 4 jam, konsentrasi plasma tidak dapat dipercaya karena
absopsi parasetamol akan terus berlanjut. Antidot yang paling efektif adalah asetilsistein yang
diberikan secara intravena dalam 8 jam setela menelan parasetamol. Efek samping termasuk
reaksi anafilaktoid, terjadi pada sekitar 5 % pasien (Neal,2006).
Recommended