View
218
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
ii
ii
APAKAH SELISIH JARAK AKROMION-HUMERUS DAPAT MEMPREDIKSI CEDERA ROTATOR CUFF? PENELITIAN
PADA PASIEN NYERI BAHU UNILATERAL DI MAKASSAR
CAN ACROMIO-HUMERAL DISTANCE DIFFERENCE PREDICTS ROTATOR CUFF LESION? - A STUDY AMONG UNILATERAL
SHOULDER PAIN PATIENTS IN MAKASSAR
ZUWANDA
KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU PROGRAM STUDI BIOMEDIK SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
iii
iii
APAKAH SELISIH JARAK AKROMION-HUMERUS DAPAT MEMPREDIKSI CEDERA ROTATOR CUFF? PENELITIAN
PADA PASIEN NYERI BAHU UNILATERAL DI MAKASSAR
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi Biomedik
Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu
Disusun dan diajukan oleh
ZUWANDA
Kepada
KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU PROGRAM STUDI BIOMEDIK SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
ii
4
5
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Zuwanda No. Pokok : P1507213065 Program Studi : Biomedik
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, dan bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan
tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut.
Makassar, 27 Januari 2018
Yang menyatakan,
Zuwanda
iv
6
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas segala
berkat dan limpahan karunia kepada penulis mulai dari awal timbulnya
ide pemikiran, pelaksanaan sampai penyelesaian karya akhir ini penulis
tidak kekurangan sesuatu apapun. Pada kesempatan ini saya
mengucapkan banyak terimakasih kepada berbagai pihak yang telah
berperan dalam penyusunan karya akhir ini.
Terimakasih saya ucapkan kepada Rektor Universitas
Hasanuddin, Dekan Fakultas Kedokteran, Ketua Departemen Orthopaedi
dan Traumatologi, Ketua Program Studi Orthopaedi dan Traumatologi
dan Ketua Konsentrasi program pendidikan dokter spesialis dan combine
degree Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin atas kesempatan
yang telah diberikan kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan PPDS dan Combine Degree Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
Terimakasih saya ucapkan para Guru Besar dan seluruh staf
pengajar bagian Orthopaedi dan Traumatologi atas segala bimbingan
dan arahannya selama saya mengikuti program pendidikan dokter
spesialis ortopedi. Semoga ilmu yang saya dapatkan selama pendidikan
ini dapat saya amalkan dan manfaatkan sebaik baiknya untuk
kepentingan masyarakat luas.
Saya mengucapkan banyak terimakasih kepada pembimbing
saya, kepada Dr. dr. M. Sakti, Sp.OT(K), dr. M. Ruksal Saleh, Ph.D,
Sp.OT(K), dr. Henry Yurianto, M.Phil, Ph.D, Sp.OT(K), Dr. dr. Karya
Triko Biakto, Sp.OT(K) dan Dr. dr. Burhanuddin bahar, MS atas
bimbingannya dalam menyelesaikan karya akhir ini. Tak lupa saya
mengucapkan banyak terimakasih kepada rekan-rekan residen ortopedi
v
7
yang telah membantu dalam menyelesaikan karya akhir ini hingga
selesai tepat pada waktunya.
Terima kasih juga kepada seluruh staf pegawai bagian Ortopedi
dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin terutama
kepada Hardis, M. Yusri dan Arhamsyah yang selalu siap sedia
menolong, semoga kalian selalu mendapat lindungan Yang Maha Kuasa
dan memperoleh rejeki dan kebahagian yang penuh berkah.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan
karya akhir ini dan tidak menutup kemungkinan penulis mempunyai khilaf
dan salah terhadap saudara saudara yang turut serta dalam penyusunan
karya akhir ini, untuk itu saya mengucapkan permohonan maaf yang
sebesar-besarnya.
Akhir kata saya mengucapkan terima kasih banyak kepada semua
pihak yang turut berperan serta dalam penyelesaian karya akhir ini yang
tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu. Semoga Tuhan
memberikan rahmat, kesehatan dan berkat yang melimpah serta semoga
kita dapat dipertemukan kembali dalam suasana bahagia dan semoga
karya akhir ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu
pengetahuan.
Makassar, 27 Januari 2018
Zuwanda
vi
8
ABSTRAK
ZUWANDA. Apakah Selisih Jarak Akromion-Humerus Dapat Memprediksi Cedera Rotator Cuff? Penelitian pada Pasien Nyeri Bahu Unilateral di Makassar (dibimbing oleh Muhammad Sakti dan Muhammad Ruksal Saleh).
Penelitian ini bertujuan membuktikan korelasi Selisih JAH antara bahu simtomatik dan asimtomatik dengan cedera rotator cuff pada MRI pada pasien dengan nyeri bahu unilateral di Makassar dan untuk menilai sensitivitas dan spesifisitas selisih JAH dalam mendiagnosis cedera rotator cuff.
Penelitian ini adalah cross sectional. Tiga puluh pasien nyeri bahu unilateral, dengan defisit rentang gerak, usia 45-65 tahun diikutkan dalam penelitian ini. Pemeriksaan sinar-X thorax AP diambil, JAH diukur. MRI dari bahu yang simtomatik dilakukan untuk memastikan cedera rotator cuff. Pemeriksaan sinar-X thorax AP juga diambil dari pasien tanpa nyeri bahu untuk perbandingan.
Analisis statistik menggunakan Uji Spearman, Uji Independent Sample T, dan kurva ROC. Selisih JAH berkorelasi secara positif dengan adanya cedera rotator cuff pada MRI pada pasien dengan nyeri bahu unilateral (koefisien 0,749 (p < 0,05)). Selisih JAH 1,05 mm dapat mendeteksi setidaknya robekan supraspinatus parsial dengan sensitivitas 85,7% dan spesifisitas 88,9%. Selisih JAH 1,75 mm dapat mendeteksi robekan supraspinatus total dengan sensitivitas 80% dan spesifisitas 90%. Selisih JAH pada pemeriksaan sinar-X berkorelasi dengan adanya cedera rotator cuff pada MRI, dan dapat dipertimbangkan sebagai alat bantu diagnostic cedera rotator cuff di tempat yang mana MRI tidak tersedia.
Kata kunci : jarak akromio-humeral, rotator cuff, nyeri bahu.
viii
9
ABSTRACT
ZUWANDA. Can Acromio-Humeral Distance Difference Predicts Rotator Cuff Lesion? - A Study Among Unilateral Shoulder Pain Patients in Makassar (supervised by Muhammad Sakti dan Muhammad Ruksal Saleh)
This study aims to prove the correlation of AHD difference between symptomatic and asymptomatic shoulder with rotator cuff lesion in MRI among Unilateral shoulder pain in Makassar and to measure sensitivity and specificity of AHD difference in diagnosing rotator cuff tear.
This is a cross sectional controlled study. Thirty patients with unilateral shoulder pain, motion range deficit, age 45 – 65 year old, was included in this study. Chest AP X-ray was taken, AHD difference was measured. MRI of symptomatic shoulder was taken to confirm rotator cuff lesion. Chest AP X-ray also taken from healthy subject for significance comparison.
Statistical analysis was conducted using Spearman’s test, Independent Sample T-test and ROC curve. AHD difference correlates positively with presence of rotator cuff lesion in MRI among unilateral shoulder pain (coefficient 0,749 (p < 0,05)). AHD difference 1,05 mm detects at least partial supraspinatus tear with sensitivity 85,7 % and specificity 88,9%. AHD difference 1,75 mm detects a total supraspinatus tear with sensitivity 80% and specificity 90%. AHD difference on X-ray correlates with rotator cuff tear seen in MRI, and be considered as diagnostic aid in places where MRI is not available Key Words : Acromio-humeral distance, rotator cuff, shoulder pain.
ix
10
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................... i
HALAMAN PENGAJUAN ................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ................................................... iv
KATA PENGANTAR.......................................................................... v
ABSTRAK ......................................................................................... viii
ABSTRACT ....................................................................................... ix
DAFTAR ISI ...................................................................................... x
DAFTAR TABEL................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................... xiv
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................... 3
C. Hipotesis Penelitian ...................................................... 3
D. Tujuan Penelitian .......................................................... 3
E. Manfaat Penelitian ........................................................ 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................... 5
A. Anatomi dan Fisiologi Sendi Bahu................................ 5
B. Anatomi dan Biomekanik Rotator Cuff.......................... 7
C. Ruang Subakromial ..................................................... 9
D. Robekan Rotator Cuff .................................................. 10
x
11
BAB III. KERANGKA KONSEP ................................................... 17
A. Kerangka Pemikiran .................................................... 17
B. Variabel Penelitian ....................................................... 18
C. Defenisi Operasional ................................................... 18
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ......................................... 20
A. Desain Penelitian.......................................................... 20
B. Tempat dan Waktu Penelitian....................................... 20
C. Populasi dan Sampel ................................................... 20
D. Alat dan Bahan ............................................................ 21
E. Prosedur Penelitian ..................................................... 22
F. Alur Penelitian .............................................................. 22
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................. 24
A. Hasil Penelitian ................................................................ 24
1. Karakteristik Sampel dan Kontrol ................................ 24
2. Korelasi antara Selisih Jarak Akromio-humerus dengan Temuan MRI bahu pada kelompok sampel ... 27
3. Perbedaan Selisih jarak akromio-humeral pasien dengan nyeri bahu dan pasien tanpa nyeri bahu (kontrol) ....................................................................... 28
4. Sensitivitas dan spesifisitas jarak akromio-humeral pada kelompok sampel terhadap temuan MRI bahu .. 28
B. Pembahasan .................................................................... 31
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................. 37
A. Kesimpulan ...................................................................... 37
B. Saran ................................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 38
LAMPIRAN
xi
12
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Tabel 1. Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin ............. 24
Tabel 2. Karakteristik sampel berdasarkan usia ........................... 25
Tabel 3. Karakteristik sampel berdasarkan sisi bahu yang nyeri .. 25
Tabel 4. Karakteristik sampel berdasarkan Temuan pada MRI Bahu ............................................................................... 26
Tabel 5. Jarak akromio-humerus pada kelompok kontrol/asimtomatik......................................................... 26
Tabel 6. Uji Korelasi Spearman antara Selisih Jarak Akromio-humerus dengan Temuan MRI bahu .............................. 27
Tabel 7. Perbandingan Selisih jarak akromio-humeral sampel dan kontrol...................................................................... 28
Tabel 8. Koordinat kurva ROC grafik 1......................................... 29
Tabel 9. Koordinat kurva ROC grafik 2......................................... 30
Tabel 10. Koordinat kurva ROC grafik 3......................................... 31
xii
13
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Gambar 1. Sendi Bahu................................................................. 5
Gambar 2. Anatomi Rotator Cuff.................................................. 7
Gambar 3. Anatomi Rotator Cuff dilihat dari aspek superior ........ 7
Gambar 4. Anatomi Ruang Subakromial...................................... 9
Gambar 5. Pengukuran Jarak Akromion-Humerus ...................... 10
Gambar 6. Kaskade “lingkaran setan” lesi Rotator Cuff................. 12
Gambar 7. Robekan rotator cuff terdeteksi pada pemeriksaan MRI bahu.................................................................... 14
Gambar 8. Kurva ROC untuk menentukan robekan pada otot supraspinatus............................................................. 28
Gambar 9. Kurva ROC untuk menentukan robekan total otot supraspinatus atau robekan rotator cuff multipel........ 29
Gambar 10. Kurva ROC untuk menentukan robekan rotator cuff multipel....................................................................... 30
xiii
14
DAFTAR SINGKATAN
JAH : Jarak Akromion Humerus
AHD : Acromion Humeral Distance
MRI : Magnetic Resonance Imaging
USG : Ultrasonografi
ROC : Receiver Operating Characteristic
xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Nyeri bahu adalah masalah yang sering ditemukan pada
kehidupan sehari-hari. Prevalensi pasien yang mengeluhkan nyeri bahu
adalah sebesar dua pertiga dari populasi manusia (Luime J, 2004).
Setidaknya terdapat 1 persen orang dewasa yang datang ke praktek
dokter umum dengan keluhan nyeri bahu setiap tahunnya (Linsell L et
al., 2006). Selain keluhan nyeri bahu, pasien juga biasanya mengelukan
kekakuan sendi bahu yang mengakibatkan limitasi fungsional tangan
sehari-hari (Murphy R and Carr A, 2011). Hal ini dikarenakan fungsi
ekstremitas atas adalah suatu kesatuan mulai dari bahu, lengan, siku,
pergelangan tangan dan tangan.
Cedera Rotator Cuff sering ditemukan dalam praktek klinik
orthopaedi (Linsell L et al., 2006), dan meliputi hampir 70 persen kasus
bahu dalam praktek klinik orthopaedi. Diagnosis Cedera Rotator Cuff
didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
radiologis. Modalitas radiologi Magnetic Resonance Imaging (MRI)
adalah gold standard untuk menegakkan diagnosis Cedera Rotator Cuff.
Namun, MRI masih sulit tersedia di Indonesia Timur karena harganya
yang relatif mahal.
2
Cedera Rotator Cuff dapat diprediksi melalui beberapa
pemeriksaan sinar-X yang sederhana, diantaranya adalah Jarak
Akromion-Humerus (Keener J.D et al., 2009; Saupe et al., 2006).
Meskipun begitu, MRI tetap menjadi gold standard (Franca F.O et al.,
2016). Pemeriksaan sinar-X yang sederhana dapat sangat membantu
praktisi orthopaedi di daerah-daerah yang tidak memiliki akses MRI,
dalam memprediksi kemungkinan cedera Rotator Cuff.
Pada penelitian oleh Saupe et al (2006), dan Mayerhoefer et al
(2009), dikatakan bahwa penyempitan Jarak Akromion-Humerus
berkorelasi secara signifikan dengan robekan Rotator Cuff dan
degenerasi otot yang bersangkutan. Penelitian lain mengatakan bahwa
Jarak Akromion-Humerus mencerminkan kondisi klinis pasien dengan
gangguan otot supraspinatus yang berada pada ruang subakromial
(Mayerhoefer et al., 2009). Namun, penelitian lain oleh Gumina et al
(2016), mengatakan bahwa Jarak Akromion-Humerus lebih banyak
dipengaruhi faktor genetik dibandingkan adaptif/lingkungan Gumina et al
(2015). Oleh sebab itu, pasien dengan Jarak Akromion-Humerus yang
sempit belum tentu mengalami cedera Rotator Cuff, sementara pasien
dengan Jarak Akromion-Humerus yang lebar belum tentu juga terbebas
dari cedera Rotator Cuff.
Oleh karena itu, kami memutuskan untuk meneliti selisih Jarak
Akromion-Humerus antara bahu yang simptomatik dan asimtomatik apakah
berkorelasi secara signifikan dengan cedera/ robekan Rotator Cuff.
3
B. Rumusan Masalah
1. Apakah selisih Jarak Akromion-Humerus antara bahu yang simtomatik
dan bahu yang asimtomatik dapat memprediksi robekan Rotator Cuff
pada populasi nyeri bahu Makassar ?
2. Berapa nilai normal Jarak Akromion-Humerus pada bahu asimtomatik
pada populasi Makassar ?
C. Hipotesis Penelitian
Selisih Jarak Akromion-Humerus pada pemeriksaan sinar-X
antara bahu simtomatik dan bahu asimtomatik berkorelasi secara positif
dengan derajat robekan Rotator Cuff yang terdeteksi pada pemeriksaan
MRI.
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk membuktikan korelasi selisih Jarak Akromion-Humerus
antara bahu yang simtomatik dan asimtomatik kaitannya dengan
robekan Rotator Cuff pada MRI pada pasien dengan nyeri bahu
unilateral di Makassar.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengukur selisih Jarak Akromion-Humerus pada pasien
dengan nyeri bahu unilateral.
4
b. Untuk mengevaluasi korelasi antara selisih Jarak Akromion-
Humerus dengan robekan Rotator Cuff pada pemeriksaan MRI.
c. Untuk mengukur Jarak Akromion-Humerus normal pada populasi
Makassar.
d. Untuk menilai sensitivitas dan spesifitas selisih Jarak Akromion-
humerus terhadap robekan otot rotator cuff pada MRI bahu.
E. Manfaat Penelitian
1. Untuk mendapatkan informasi ilmiah (evidence based) mengenai
korelasi pemeriksaan X-ray bahu dengan MRI bahu, dalam
mendiagnosis cedera/robekan Rotator Cuff.
2. Membantu rekan-rekan yang bekerja di daerah dimana tidak memiliki
akses MRI untuk mendiagnosis cedera/ robekan Rotator Cuff.
3. Menemukan nilai normal Jarak Akromion-Humerus pada populasi
Makassar.
4. Sebagai acuan data untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan
dengan cedera/robekan Rotator Cuff; serta bermanfaat bagi
perkembangan ilmu orthopaedi secara khusus.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Sendi Bahu
Bahu adalah sendi yang menghubungkan antara badan dengan
ekstremitas atas. Fungsi utama sendi bahu adalah untuk menggerakkan
lengan dan tangan ke segala posisi dalam hubungannya dengan tubuh.
Konsekuensinya, sendi bahu sangat dinamis, sehingga relatif tidak stabil
(Anonymous, 2013; Thompson J.C, 2010).
Sendi bahu terbagi menjadi 5 sendi, yaitu :
1. Sendi glenohumeral,
2. Sendi akromioklavikular,
3. Sendi sternoklavikular,
4. Sendi subakromial dimana terdapat ruang Akromion-Humerus yang
menjadi topik penelitian kami, adalah ruang antara dasar
korakoarkomial dengan aspek superior caput humerus.
5. Sendi skapulo-thorasik, yaitu sendi fungsional yang terbentuk
antara aspek anterior skapula dengan dinding posterior thoraks.
6
Gambar 1. Sendi Bahu. (1) sendi glenohumeral, (2) sendi akromioklavikula, (3) sendi sternoklavikula, (4) sendi subakromial, (5) sendi skapulo-thorasik.
Sendi bahu memiliki arah gerakan yang luas, paling luas di
seluruh tubuh (Thompson J.C, 2010). Gerakan yang memungkinkan
pada sendi bahu antara lain :
1. Aksis horisontal : fleksi (0-170 derajat) dan ekstensi (0-60 derajat)
2. Aksis sagittal : adduksi dan abduksi (0-180 derajat)
3. Aksis vertikal : eksternal rotasi (hingga 70 derajat) dan internal
rotasi (hingga vertebra thorakal) (Thompson J.C, 2010).
Ketika pasien melakukan elevasi lengan, gerakan awal melibatkan
sendi glenohumeral, kemudian pada skapula akan mengikuti dengan
cara rotasi secara berkesinambungan. Dikatakan oleh Wallace et al
bahwa setiap 2 derajat elevasi glenohumeral, akan diikuti 1 derajat rotasi
skapula. Gerakan ini disebut ritme skapulo-humeral (Anonymous, 2013).
Setiap gerakan pada sendi bahu memiliki otot-otot yang
bertanggung jawab atas gerakan tersebut :
• Adduksi : m. Teres minor dan m. Teres mayor, m. Pectoralis mayor
dan m. Lattisimus dorsi.
• Abduksi : m. Supraspinatus dan m. Deltoid.
7
• Internal Rotasi : m. Teres mayor, m. Pectoralis mayor, m.
Subscapularis dan m. Latissimus dorsi.
• Eksternal Rotasi : m. Infraspinatus, m. Teres minor.
• Fleksi : m. Coracobrachialis, m. Pectoralis mayor, m. Deltoid, m.
Subscapularis, m. Biceps brachii.
B. Anatomi dan Biomekanik Rotator Cuff
Rotator Cuff adalah kompleks empat otot yang ber-origo dari
skapula dan memiliki insersi pada tuberositas humerus. Rotator cuff
terdiri dari : 1) m. Teres minor, 2) m. Supraspinatus, 3) m. Infraspinatus
dan 4) m. Subscapularis (DeFranco M.J & Cole B.J, 2009). Meskipun
otot-otot ini secara superfisial saling terpisah, pada bagian dalam,
mereka saling bergabung satu sama lain bersama dengan kapsul di
bawahnya dan tendon biceps kaput longus.
Gambar 2. Anatomi Rotator Cuff. (1) bursa subdeltoid, (2) m. Teres mayor, (3) m. Subscapularis, (4) m. Supraspinatus, (5) m. Infraspinatus, (6) m. Teres minor, (7) tendon biceps kaput longum.
8
Gambar 3. Anatomi Rotator Cuff dilihat dari aspek superior.
Pada gambar di atas tampak tiga otot rotator cuff yaitu m.
Subscapularis di anterior, m. Supraspinatus di superior dan m.
Infraspinatus di posterior. M. Teres minor tidak tampak pada gambar di
atas.
Otot-otot rotator cuff saling berhubungan satu dengan lainnya, dan
dikarenakan oleh lokasinya yang unik, rotator cuff memiliki fungsi
sebagai berikut :
• Memutar humerus sesuai dengan posisi skapula.
• Memberikan stabilitas sendi glenohumeral dengan menekan caput
humerus terhadap fossa glenoid, menguncinya pada posisi yang
aman sementara tetap menjaga mobilitas sendi glenohumeral.
• Memberikan keseimbangan otot. Otot rotator cuff bekerja secara
sinergistik dan antagonistik untuk menciptakan gerakan dengan
satu arah tertentu. Untuk fungsi ini juga rotator cuff bekerja sama
dengan otot lain seperti m. Deltoid, m. Latissimus dorsi, m.
Pectoralis mayor, m. Pectoralis minor.
• Berperan sebagai stabilisator dinamik sendi glenohumeral.
9
Persarafan otot-otot rotator cuff berasal dari : 1) n.
Suprascapularis (untuk m. Supraspinatus dan m. Infraspinatus), 2) n.
Axillaris (untuk m. Teres minor), dan 3) n. Subscapularis superior et
inferior (untuk m. Subscapularis). Vaskularisasi otot-otot rotator cuff
berasal dari cabang-cabang a. dan v. Subclavia.
C. Ruang Subakromial
Ruang Subakromial adalah rongga yang terdapat di antara
akromion dan caput humerus. Rongga ini berisi bursa subakromial dan
tendon dari m. Supraspinatus. Penyempitan dari ruang ini tercermin dari
berkurangnya jarak Akromion-Humerus pada pemeriksaan sinar-X bahu
proyeksi anteroposterior (AP).
Gambar 4. Anatomi Ruang Subakromial. (1) Akromion, (2) m. Supraspinatus, (3) m. Deltoid, (4) Bursa subakromial, (5) klavikula, (6) humerus, (7) skapula.
Mekanisme berkurangnya jarak Akromio-humerus pada cedera
Rotator Cuff belum dapat dijelaskan sepenuhnya. Dugaan penyebab
10
berkurangnya jarak Akromio-humerus yaitu akibat : (Franca F.O et al.,
2016)
• Traksi deltoid ke arah superior tanpa adanya tahanan dari otot
Rotator Cuff yang sudah cedera.
• Kegagalan fungsi m. Infraspinatus.
• Robekan m. supraspinatus yang menyebabkan volume ruang
subakromial mengecil.
Pengukuran jarak Akromion-Humerus dapat dilihat pada gambar
5. Jarak Akromion-Humerus adalah jarak terdekat/ tersempit antara
batas inferior korteks akromion dan kaput humerus (Petersson C.J &
Redlund-Johnell I, 1984).
Gambar 5. Pengukuran Jarak Akromion-Humerus. (panah) Jarak terdekat/ tersempit antara batas inferior korteks akromion dan kaput humerus (Petersson C.J & Redlund-Johnell I, 1984).
D. Robekan Rotator Cuff
1. Patofisiologi
Robekan pada Rotator cuff menandakan bahwa proses patologi
rotator cuff sudah tahap lanjut. Rotator cuff yang sebelumnya hanya
mengalami inflamasi kemudian akan mengalami fibrosis progresif dan
11
akan robek, dapat secara parsial maupun total (partial-thickness atau full-
thickness). Pasien umumnya berusia di atas 45 tahun dan mengeluhkan
nyeri bahu berulang dengan intesitas nyeri yang progresif, disertai
kekakuan bahu (Pavlou P & Cole A, 2010).
Robekan parsial (partial tears) dapat terjadi di dalam tendon atau
pada permukaan tendon. Robekan total (full thickness tears) dapat terjadi
setelah lama mengalami tendinitis kronik, namun dapat juga terjadi
setelah mengalami trauma pada bahu. Ada nyeri bahu akur dan pasien
tidak dapat melakukan abduksi bahu. Abduksi bahu dapat dilakukan
secara pasif, namun terbatas nyeri. Jika diagnosis masih meragukan,
nyeri dapat dihilangkan dengan injeksi anestetik lokal ke ruang
subakromial. Jika abduksi aktif dapat dilakukan, robekan mungkin hanya
parsial, namun jika samas sekali abduksi aktif tidak dapat dilakukan,
robekan adalah total.
Jika cedera terjadi setelah beberapa minggu, kedua tipe mudah
untuk dibedakan. Pada robekan total, nyeri telah berkurang dan abduksi
aktif tidak dapat dilakukan sehingga pasien berusaha untuk mengangkat
bahu dengan meninggikan bahu (shrug). Namun abduksi pasif penuh dan
ketika lengan telah diangkat, pasien dapat menahannya di atas dengan
menggunakan otot deltoid. Inilah disebut sebagai “abduction paradox”.
Ketika pasien menurunkan tangannya, maka tangannya langsung jatuh
(“drop arm sign”).
Pada kasus robekan rotator cuff yang lama, akan memicu
12
osteoarthritis sekunder dan semakin memperberat rentang gerakan bahu.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap lesi rotator cuff yaitu proses
degeneratif yang dipicu trauma berulang akan menyebabkan reaksi
vaskuler yang pada akhirnya akan menjepit tendon. Jepitan ini
meningkatkan risiko robekan tendon. Robekan tendon meningkatkan
risiko osteoarthritis.
Gambar 6. Kaskade “lingkaran setan” lesi Rotator Cuff (Pavlou P & Cole A, 2010)
2. Pemeriksaan Fisik
Untuk mendiagnosis robekan rotator cuff, selain melakukan
anamnesis seperti yang telah dijelaskan di atas, perlu dilakukan
pemeriksaan fisik, yaitu dengan inspeksi (apakah ada atrofi, scar),
palpasi (apakah ada nyeri tekan), pemeriksaan rentang gerakan bahu
(fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, eksternal rotasi, internal rotasi) dan
sejumlah uji spesifik.
Uji Spesifik yang umumnya dilakukan antara lain :
13
a. Supraspinatus – empty can test (Jobe test). Pasien melakukan fleksi
bahu ke depan tangan dengan posisi ibu jari menghadap ke inferior.
Adanya nyeri menandakan uji yang positif.
b. Infraspinatus – resisted external rotation. Pasien berdiri dengan
merapatkan kedua lengannya ke tubuh dan siku dalam posisi fleksi
90 derajat. Pasien diinstruksikan untuk menalkukan eksternal rotasi
kedua lengan disertai tahanan oleh pemeriksa. Nyeri menandakan uji
yang positif.
c. Infraspinatus dan posterior cuff – the lag sign dan drop sign. Untuk
eksternal rotasi lag sign, lengan pasien diangkat sedikit menjauhi
tubuh dan ditempatkan pada posisi eksternal rotasi penuh. Uji positif
yaitu jika pasien tidak dapat mempertahankan posisi tersebut dan
membiarkan lengan jatuh ke posisi yang neutral. Hal ini menandakan
robekan pada m. infraspinatus dan m. supraspinatus. Drop sign –
pemeriksa mengangkat dan menempatkan lengan pada posisi
abduksi 90 derajat, siku pada 90 derajat dan lengan eksternal rotasi
penuh; ketika pemeriksa melepaskan lengannya, pasien biasanya
dapat menahan posisi tersebut, namun jika lengannya jatuh
menandakan uji yang positif. Uji Hal ini tampak pada robekan
infraspinatus dan teres minor.
d. Subscapularis – the lift off test. Pasien diminta untuk berdiri dan
menampatkan satu lengan dibelakang punggung dengan punggung
tangan merapat pada punggung bawah. Pemeriksa kemudian
14
mengangkat tangan ke belakang dan pemeriksa menahannya.
Ketidakmampuan dan nyeri untuk mengangkat tangan menandakan
uji yang positif. Hal ini digunakan untuk mendeteksi robekan m.
subscapularis.
3. Pemeriksaan Radiologis
Untuk menunjang diagnosis robekan rotator cuff, diperlukan
pemeriksaan radiologis sebagai berikut :
a. Pemeriksaan sinar-X bahu. Pemeriksaan sinar-X bahu umumnya
normal pada gangguan tahap awal, namun pada tendinitis kronik dapat
ditemukan sklerosis dan kista pada insersi rotator cuff di tuberkulum
mayor. Osteoarthritis sendi Akromioklavikular banyak ditemukan pada
orang tua. Kadang dapat juga dilihat kalsifikasi tendon supraspinatus
(Petersson C.J & Redlund-Johnell I, 1984). Dapat juga ditemukan
penyempitan jarak Akromion-Humerus atau Migrasi superior dari kaput
humerus (Keener J.D et al., 2009; Saupe et al., 2006).
b. Magnetic resonance imaging (MRI). MRI dapat secara efektif dan
akurat memperlihatkan struktur pada bahu dan memberikan informasi
yang adekuat. Labrum, kapsul dan otot sekitar dapat dilihat dengan
jelas. Namun harus diingat bahwa hingga 1/3 individu asimtomatik
memiliki kelainan pada pemeriksaan MRI. Perubahan MRI harus
dikonfirmasi dengan pemeriksaan klinis (Pavlou P & Cole A, 2010).
15
Gambar 7. Robekan rotator cuff terdeteksi pada pemeriksaan MRI bahu. (panah) menunjukkan daerah robekan pada insersi m. supraspinatus.
c. Ultrasonografi (USG). USG memiliki akurasi mendekati MRI untuk
mendeteksi dan mengukur robekan parsial atau total. Namun
kerugiannya adalah tidak mampu mendeteksi sisa robekan otot.
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan robekan rotator cuff dibagi menjadi 2 jenis,
yaitu: 1) konservatif dan 2) operatif.
a. Penatalaksanaan konservatif
pada kasus dengan nyeri dan disabilitas ringan umumnya self-
limiting dan gejala hilang setelah aktivitas pencetus dihilangkan.
Pasien harus diajari cara menghindari posisi yang menjepit rotator
cuff. Fisioterapi dapat berguna untuk mengurangi gejala. Obat anti
inflamasi non steroid dapat mengurangi gejala sementara gejala
berkurang juga melalui istirahat. Jika metode-metode ini gagal maka
diperlukan injeksi kortikosteroid ke dalam ruang subakromial.
Umumnya pasien memerlukan modifikasi aktivitas dan pemantauan
gejala selama 6 bulan sebelum kembali ke aktivitas penuh.
16
Pemberian beban yang terburu-buru akan mencetuskan serangan
lainnya (Pavlou P & Cole A, 2010).
b. Penatalaksanaan bedah
Indikasi untuk terapi bedah adalah nyeri yang tidak berkurang
setelah 3 terapi konservatif 3 bulan, atau jika gejala kambuh secara
menetap setelah periode terapi. Hal ini ditujukan untuk mengurangi
konsumsi obat-obatan dan imobilisasi lama pada modalitas
konservatif. Terutama jika memang ditemukan robekan rotator cuff
(parsial atau total) pada usia muda (Pavlou P & Cole A, 2010).
Terapi pembedahan yang dapat dilakukan antara lain :
1. Akromioplasti terbuka
2. Akromioplasti arthroskopik
3. Repair rotator cuff terbuka
4. Repair rotator cuff arthroskopik
17
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Pemikiran
Keterangan :
Usia
Nyeri bahu unilateral dan kekakuan bahu
Selisih Jarak Akromion-Humerus
Robekan rotator cuff pada
pemeriksaan MRI
Pemeriksaan sinar-X dan MRI bahu
18
Variabel Kendali Variabel Bebas
Variabel Tergantung Variabel moderator
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas: Selisih Jarak Akromion-Humerus
2. Variabel tergantung: robekan rotator cuff pada MRI
3. Variabel moderator: pemeriksaan sinar-X dan MRI
4. Variabel kendali: nyeri bahu unilateral dan kekakuan bahu pada
Populasi Makassar; dan usia.
C. Definisi Operasional
1. Jarak Akromion-Humerus : Jarak tersempit antara batas korteks
inferior akromion dengan batas superior humerus secara tangensial
2. Selisih Jarak Akromion-Humerus : Selisih antara Jarak Akromion-
Humerus sisi asimtomatik dengan Jarak Akromion-Humerus sisi
simtomatik.
3. Robekan rotator cuff : ditemukannya robekan salah satu dari otot
rotator cuff pada pemeriksaan MRI (supraspinatus, infraspinatus,
subscapularis atau teres minor).
19
4. Pemeriksaan X-ray bahu : Pemeriksaan X-ray bahu AP tegak,
dengan posisi lengan pada posisi netral, simetris (abduksi ringan 10 -
20 derajat), difoto dengan jarak beam 100 cm.
5. Pemeriksaaan MRI bahu : Pemeriksaan MRI bahu dengan mode T1
dan T2 potongan koronal, sagittal dan aksial berpusat pada sendi
glenohumeral yang sakit.
6. Nyeri bahu Unilateral : nyeri bahu satu sisi, dimana sisi yang
kontralateral tidak memiliki keluhan nyeri ataupun kekakuan.
7. Kekakuan bahu Unilateral : Suatu bahu dikatanya kaku jika rentang
geraknya lebih rendah dibandingkan dengan rentang gerak sisi
kontralateralnya yang tidak memiliki keluhan nyeri.
20
21
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Cross sectional.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Makassar, September 2016 – Juli 2017.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian adalah pasien dengan nyeri dan kekakuan
bahu unilateral.
2. Sampel
Sampel penelitian adalah pasien dengan nyeri dan kekakuan
bahu unilateral setidaknya 3 bulan, yang datang ke praktek klinik
orthopaedi usia 45 tahun – 65 tahun.
3. Besar Sampel dan Kontrol
Besar sampel yang diharapkan pada penelitian ini adalah 30
pasien. Besar populasi kontrol yang diharapkan pada penelitian ini
adalah 30 pasien.
22
4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
a. Kriteria Inklusi
1) Pria atau Wanita usia 45 – 65 tahun.
2) Nyeri bahu unilateral disertai defisit rentang gerak bahu.
3) Durasi keluhan setidaknya 3 bulan
4) Tidak memiliki riwayat gangguan neurologis ekstremitas atas.
b. Kriteria Eksklusi
1) Tidak menyelesaikan pemeriksaan sinar-X dan MRI bahu.
2) Keluhan nyeri dan kekakuan bahu bilateral
3) Ditemukan tanda fraktur baru atau fraktur lama sekitar bahu
pada pemeriksaan radiologis.
4) Melakukan aktivitas bahu berlebihan sebelum melakukan
pemeriksaan radiologis.
D. Alat dan Bahan
1. Rekam Medis pasien
2. Neon box/ light box
3. Film sinar-X bahu bilateral
4. Film MRI bahu
5. MRI machine 1,5 T GE BRIVO MR 3551
6. GE X-ray VILLIA S.M. G100 Rad 50 KV
7. Software Radiologi RADIANT DICOM viewer 4.0.3, FCR PICO system
8. Laptop ASUS X201E
23
9. SPSS versi 22
E. Prosedur Penelitian
1. Cara Kerja
Diagram Alur dan Cara Kerja Penelitian
F. Alur Penelitian
1. Pasien yang datang ke Poliklinik Orthopaedi dengan nyeri bahu
unilateral akan diperiksa secara anamnesis, pemeriksaan fisik dan uji
provokatif untuk robekan rotator cuff.
2. Pasien dijelaskan untuk dilakukan pemeriksaan radiologis berupa
sinar-X dan MRI bahu serta efek samping pemeriksaan tersebut.
3. Profil pasien dicocokkan dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Pasien
yang memenuhi kriteria akan dimasukkan kelompok sampel.
24
4. Pasien yang telah melengkapi pemeriksaan sinar-X thorax AP tampak
2 bahu dan MRI bahu akan diukur beberapa hal: 1) jarak Akromion-
Humerus bahu asimtomatik; 2) jarak Akromion-Humerus bahu
simtomatik; 3) selisih kedua jarak 1) dan 2); 4) Ada/ tidak robekan
rotator cuff pada pemeriksaan MRI bahu.
5. Pasien yang termasuk kelompok kontrol (tanpa keluhan bahu)
dilakukan pemeriksaan sinar-X tampak 2 bahu. Kemudian jarak
akromio-humerus kedua bahu diukur dan dihitung selisihnya.
6. Uji deskriptif untuk jenis kelamin, usia, nyeri bahu, dan temuan MRI.
7. Uji Komparasi (Independent Sample T test) jarak Akromion-humerus
kanan dan kiri, terhadap jenis kelamin, pada populasi kontrol.
8. Analisa statistik komparatif (Independent Sample T test) perbedaan
selisih jarak akromion-humerus antara kelompok sampel dan kelompok
kontrol.
9. Analisa statistik untuk menilai korelasi (uji Spearman) selisih jarak
Akromion-Humerus dengan temuan robekan rotator cuff pada MRI
bahu, dan menilai kemampuan prediktif jarak Akromion-Humerus
terhadap robekan rotator cuff pada MRI bahu.
10. Analisa kurva ROC untuk menilai sensitivitas dan spesifisitas selisih
jarak akromion-humerus untuk mendeteksi robekan rotator cuff pada
MRI bahu.
25
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini menggunakan data yang dikumpulkan dari pasien
yang datang ke poliklinik Ortopaedi RS Awal Bros Makassar dengan
nyeri bahu unilateral periode September 2016 hingga Juli 2017.
Didapatkan 30 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Selain
itu, dikumpulkan juga sebanyak 30 pasien kontrol untuk penelitian ini.
1. Karakteristik Sampel dan Kontrol
Karakteristik subjek penelitian dan kontrol yang meliputi jenis
kelamin, usia, sisi bahu yang nyeri, dan temuan MRI dapat dilihat
pada Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3, Tabel 4 dan Tabel 5.
Tabel 1. Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin
Kelompok Jenis Kelamin n %
Sampel Laki-laki 14 46.7%
Perempuan 16 53.3%
Total 30 100.0%
Kontrol Laki-laki 15 50.0%
Perempuan 15 50.0%
Total 30 100.0%
26
Berdasarkan Tabel 1, didapatkan bahwa subjek penelitian
perempuan berjumlah sedikit lebih bantak dibandingkan subjek
penelitian laki-laki, dengan selisih 2 subjek. Untuk kelompok kontrol
diambil dengan jumlah yang sama yaitu masing-masing jenis kelamin
15 orang.
Tabel 2. Karakteristik sampel berdasarkan usia
Kelompok n Min
(tahun) Max
(tahun) Mean
(tahun) SD
(tahun)
Sampel 30 45 65 54.63 6.489
Kontrol 30 46 65 55.23 6.196
Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa rata-rata umur subjek
penelitian yaitu 54 (±6) tahun dengan rentang usia dari 45 tahun
sampai dengan 65 tahun. Sedangkan rata-rata umur kontrol yaitu 55
tahun (±6) tahun dengan rentang usia dari 46 tahun sampai dengan
65 tahun.
Tabel 3. Karakteristik sampel berdasarkan sisi bahu yang nyeri
Sisi bahu yang nyeri n %
Kiri 12 40.0%
Kanan 18 60.0%
Total 30 100.0%
27
Tabel 4. Karakteristik sampel berdasarkan Temuan pada MRI Bahu
Temuan MRI bahu n %
Tidak ada robekan rotator cuff 9 30.0%
Robekan supraspinatus parsial 11 36.7%
Robekan supraspinatus total 3 10.0%
Robekan rotator cuff multipel 7 23.3%
Total 30 100.0%
Berdasarkan Tabel 3 dan 4, tampak bahwa subjek penelitian
dengan nyeri bahu kanan lebih banyak (18 subjek) daripada nyeri
bahu kiri (12 subjek). Berdasarkan temuan nyeri bahu, kategori
robekan supraspinatus parsial adalah yang paling banyak, diikuti
kategori tidak ada robekan rotator cuff, robekan supraspinatus total
dan robekan rotator cuff multipel.
Tabel 5. Jarak akromio-humerus pada kelompok kontrol/asimtomatik
Variabel Jenis Kelamin n Mean (mm)
SD (mm) p*
Laki-laki 15 10.17 1.32 Jarak Akromio-
humerus Bahu
Kanan
perempuan 15 9.12 0.80
0,016
Laki-laki 15 9.98 1.55 Jarak Akromio-
humerus Bahu Kiri perempuan 15 8.94 0.62 0,027
*,menggunakan Uji Independent Sampe T, Signifikan bila p < 0,05
Berdasarkan Tabel 5, tampak bahwa pada populasi laki-laki
normal usia 45-65 tahun, rata-rata jarak akromio-humerus bahu
kanan adalah 10,17 ± 1,32 mm, bahu kiri adalah 9,98 ± 1,55 mm.
28
sementara pada populasi perempuan normal usia 45-65 tahun, rata-
rata jarak akromio-humerus bahu kanan adalah 9,12 ± 0,8 mm, bahu
kiri adalah 8,94 ± 0,62 mm. Jarak akromio-humerus pria dan wanita
berbeda secara signifikan (p = 0,016 untuk bahu kanan, dan p =
0,027 untuk bahu kiri).
2. Korelasi antara Selisih Jarak Akromio-humerus dengan Temuan
MRI bahu pada kelompok sampel
Tabel 6. Uji Korelasi Spearman antara Selisih Jarak Akromio-humerus dengan Temuan MRI bahu
Variabel Selisih Jarak
Akromio-humeral
Temuan MRI bahu
Koefisien korelasi 1.000 0,749** p (1-tailed) . 0,000
Selisih Jarak Akromio-humeral N 30 30
Koefisien korelasi 0,749** 1.000
p (1-tailed) 0,000 .
Spearman'
s rho
Temuan MRI bahu
N 30 30
**. Korelasi termasuk signifikan pada tingkat 0.01 (1-tailed).
Pada Tabel 5, tampak bahwa dengan uji Spearman ditemukan
korelasi positif antara selisih jarak akromio-humeral dengan temuan
pada MRI bahu. Artinya semakin besar jarak akromio-humeral,
semakin berat derajat robekan yang ditemukan pada MRI bahu yang
nyeri. Koefisien korelasi adalah 0,749 menandakan bahwa kedua hal
ini berkorelasi kuat (rentang untuk korelasi kuat adalah (0,50 – 0,75)
secara signifikans dengan p < 0.05 (0,000).
29
3. Perbedaan Selisih jarak akromio-humeral pasien dengan nyeri bahu dan pasien tanpa nyeri bahu (kontrol)
Tabel 7. Perbandingan Selisih jarak akromio-humeral sampel dan kontrol
Kelompok N Mean (mm) SD (mm) p
Sampel 30 1.42 0.85 Selisih jarak akromio-humeral Kontrol 30 0.82 0.38
0.001
Pada Tabel 6, ditemukan bahwa rata-rata selisih jarak
akromio-humeral pada subjek penelitian (sampel) adalah 1.42 mm
(±0.85mm) dan rata-rata selisih jarak akromio-humeral pada kontrol
adalah 0.25 mm (±0.18mm). Selisih jarak akromio-humeral subjek
dan kontrol berbeda secara signifikan dengan p < 0.05 (0.001).
4. Sensitivitas dan spesifisitas jarak akromio-humeral pada
kelompok sampel terhadap temuan MRI bahu.
Gambar 8. Kurva ROC untuk menentukan robekan pada otot supraspinatus.
30
Dari hasil analisis kurva ROC pada Grafik 1, diperoleh cut off
point sebesar 1,05 mm. Selisih jarak akromio-humeral sebesar 1,05
mm memiliki sensitivitas sebesar 85.7% dan spesifisitas 89.9% untuk
menentukan robekan otot supraspinatus pada MRI bahu (total, parsial
ataupun multipel).
Tabel 8. Koordinat kurva ROC grafik 1
Selisih jarak akromio-humeral (mm) Sensitivitas 1 - Spesifisitas
0.75 0.952 0.333
1.05 0.857 0.111
1.25 0.762 0.111
1.45 0.714 0.111
1.60 0.524 0.000
Gambar 9. Kurva ROC untuk menentukan robekan total otot supraspinatus atau robekan rotator cuff multipel.
31
Dari hasil analisis kurva ROC pada Grafik 2, diperoleh cut off
point sebesar 1,75 mm. Selisih jarak akromio-humeral sebesar 1,75
mm memiliki sensitivitas sebesar 80.0% dan spesifisitas 90.0% untuk
menentukan robekan total supraspinatus atau robekan rotator cuff
multipel pada MRI bahu.
Tabel 9. Koordinat kurva ROC grafik 2
Selisih jarak akromio-humeral (mm) Sensitivitas 1 - Spesifisitas
1.05 0.900 0.500
1.25 0.900 0.400
1.45 0.900 0.350
1.60 0.800 0.150
1.75 0.800 0.100 1.85 0.700 0.100
Gambar 10. Kurva ROC untuk menentukan robekan rotator cuff multipel.
32
Dari hasil analisis kurva ROC pada Grafik 3, diperoleh cut off
point sebesar 1,75 mm. Selisih jarak akromio-humeral sebesar 1,75
mm memiliki sensitivitas sebesar 71.4% dan spesifisitas 78.3% untuk
menentukan robekan rotator cuff multipel pada MRI bahu.
Tabel 10. Koordinat kurva ROC grafik 3
Selisih jarak akromio-humeral (mm) Sensitivitas 1 - Spesifisitas
1.05 0.857 0.565
1.25 0.857 0.478
1.45 0.857 0.435
1.60 0.714 0.261
1.75 0.714 0.217
1.85 0.571 0.217
B. Pembahasan
Robekan pada tendon rotator cuff dapat menyebabkan
penyempitan Jarak Akromio-Humerus. Saupe dkk, menyebutkan bahwa
ukuran robekan dan degenerasi otot rotator cuff mempengaruhi derajat
penyempitan tersebut, terutama pada robekan otot infraspinatus (Saupe
et al., 2006). Penelitian lain mengatakan bahwa robekan otot
supraspinatus lebih berperan dalam menentukan derajat penyempitan
(Mayerhoefer M.E et al., 2009). Terlepas dari semua itu, Gumina et al
(2016), meneliti jarak akromio-humerus pada subjek-subjek kembar yang
dikaitkan dengan pekerjaan mereka, mengatakan bahwa Jarak Akromio-
33
Humerus lebih banyak dipengaruhi faktor genetik dibandingkan faktor
pekerjaan/adaptif/lingkungan.
Peneliti berpendapat sama dengan apa yang dikatakan Gumina
dkk. Peneliti berasumsi bahwa jarak akromio-humeral fisiologis/ normal
setiap orang adalah individual. Ada kalanya pasien memiliki jarak
akromiohumeral yang kecil namun tidak mengalami robekan rotator cuff,
namun ada juga kalanya pasien memiliki jarak akromiohumeral yang
besar namun mengalami robekan rotator cuff. Sehingga, memutuskan
untuk mengkaji selisih antara jarak akromio-humeral bahu yang nyeri
(simtomatik) dengan yang tidak nyeri (asimtomatik), daripada hanya
mengkaji sisi bahu yang nyeri tanpa pembanding.
Subjek penelitian kami memiliki rata-rata usia yang relatif sama
dengan kontrol (54 ± 6 tahun untuk kelompok subjek vs 55 ± 6 tahun
untuk kelompok kontrol). Hal ini menyerupai dengan penelitian deskriptif
oleh Petersson dimana usia rata-rata penderita robekan otot
supraspinatus adalah 55 tahun.
Jumlah nyeri bahu kanan lebih banyak daripada nyeri bahu kiri
dengan perbandingan 2:3. Hal ini mungkin disebabkan dominansi tangan
kanan yang lebih sering dibandingkan dominansi tangan kiri (kidal).
Sedangkan untuk temuan MRI bahu, didapatkan jumlah robekan
supraspinatus parsial lebih banyak (11 subjek), diikuti tanpa robekan
rotator cuff (9 pasien), robekan rotator cuff multipel (7 pasien) dan
robekan supraspinatus total (3 pasien). Namun dikategorikan sebagai
34
tanpa robekan dan dengan robekan, maka jumlahnya adalah 9 pasien
tanpa robekan vs 21 pasien dengan robekan.
Pada populasi Makassar, rata-rata jarak akromio-humeral pada
laki-laki normal yaitu 10,17 ± 1,32 mm pada bahu kanan dan 9,98 ± 1,55
mm pada bahu kiri. Sedangkan pada perempuan normal adalah 9,1 ± 0,8
mm pada bahu kanan dan 8,9 ± 0,62 mm pada bahu kiri. Secara statistik
perbedaan ini signifikan (p = 0.016 untuk bahu kanan, dan p = 0,027
untuk bahu kiri). Temuan kami mendekati dengan temuan peneliti
sebelumnya. Petersson C.J and Redlund-Johnell I (1984), pada
penelitiannya menyatakan bahwa rata-rata jarak akromio-humeral 10,2
mm pada laki-laki dan 9,5 mm pada perempuan dengan rentang jarak
6,6-13,8 mm pada laki-laki dan 7,1-11,9 mm pada perempuan.
Penjelasan yang mungkin untuk perbedaan ini adalah, karena ukuran
tendon dan otot rotator cuff pada laki-laki lebih besar dari pada
perempuan mencerminkan bentuk badan laki-laki yang secara umum
lebih besar dibandingkan perempuan, dan beban kerja bahu kanan lebih
besar dibandingkan bahu kiri sehingga tendon dan otot rotator cuff relatif
lebih hipertrofik/besar dan menghasilkan jarak akromio-humeral yang
lebih besar.
Hipotesis kami adalah selisih Jarak Akromio-Humerus pada
pemeriksaan sinar-X antara bahu simtomatik dan bahu asimtomatik
berkorelasi secara positif dengan derajat robekan Rotator Cuff yang
terdeteksi pada pemeriksaan MRI. Sejauh ini belum ada penelitian yang
35
mengkaji selisih jarak akromio-humerus dalam kaitannya dengan kondisi
rotator cuff. Pada uji Spearman ditemukan korelasi positif antara selisih
jarak akromio-humeral dengan temuan pada MRI bahu. Artinya semakin
besar jarak akromio-humeral, semakin berat derajat robekan yang
ditemukan pada MRI bahu yang nyeri. Koefisien korelasi adalah 0,749
menandakan bahwa kedua hal ini berkorelasi kuat (rentang untuk
korelasi kuat adalah (0,70 – 0,89) secara signifikan dengan p < 0.05
(0,000). Hipotesis kami terbukti pada penelitian ini.
Penelitian oleh Keener dkk, menemukan bahwa migrasi humerus
ke arah proksimal berkorelasi secara signifikan jumlah robekan otot
rotator cuff (1,01 ± 1,5 mm pada otot supraspinatus dan infrapinatus vs -
0,09 ± 1,5 mm pada otot supraspinatus saja) pada nyeri bahu dengan
VAS lebih dari 5 (Keener J.D et al., 2009). Menurut kami, migrasi
humerus ke arah proksimal relatif dapat disamakan dengan selisih jarak
akromio-humerus pada pasien dengan catatan kelainan fisiologi anatomi
adalah unilateral.
Saupe et al (2006), menyatakan bahwa penyempitan jarak
akromio-humeral reliabel untuk menilai robekan rotator cuff. Penelitian
tahun 1970 oleh Weiner and Macnab (1970), mengatakan bahwa AHD
pada bahu yang normal rata-rata 10,5 mm, dimana pada bahu yang
mengalami robekan rotator cuff hanya 8,2 mm. sementara itu penelitian
lain ada yang menggunakan cut off di bawah 7 mm sebagai bukti
robekan total rotator cuff. Sementara Petersson C.J and Redlund-Johnell
36
I (1984), menggunakan cut off di bawah 6 mm untuk menentukan adanya
robekan tendon supraspinatus.
Berdasarkan analisa kurva ROC (receiver operating characteristic)
pada penelitian kami, didapatkan bahwa dengan cut off selisih jarak
akromio-humeral sebesar 1,05 mm, variabel ini memiliki sensitivitas
85,7% dan spesifisitas 89,9% untuk mendeteksi robekan apapun pada
MRI bahu simptomatik. Secara statistik hal ini sangat berguna, namun
menurut kami, pada penerapannya, hal ini kurang applicable karena
membandingkan jarak sebesar 1 mm secara akurat dengan mata
telanjang menggunakan mistar relatif sulit.
Selisih Jarak akromio-humeral memiliki sensitivitas sebesar 80,0%
dan spesifisitas 90,0% untuk menentukan robekan total supraspinatus
atau robekan rotator cuff multipel pada MRI bahu dengan Cut off 1,75
mm. Selisih Jarak akromio-humeral juga memiliki sensitivitas sebesar
71,4% dan spesifisitas 78,3% untuk menentukan robekan rotator cuff
multipel pada MRI bahu dengan cut off 1,75 mm. Kita lihat bahwa selisih
jarak akromio-humeral lebih akurat mendeteksi/ menyingkirkan adanya
robekan total otot supraspinatus dibandingkan mendeteksi robekan otot
lainnya. Dari temuan-temuan ini dapat kita simpulkan bahwa
kemungkinan otot supraspinatus lebih berperan dalam menentukan
tinggi akromio-humeral. Hal ini kontradiktif dengan temuan Saupe et al
(2006), dimana infraspinatus disimpulkan lebih berperan dalam
menentukan jarak akromio-humeral. Sementara Keener et al (2009),
37
menyebutkan bahwa supraspinatus dan infraspinatus bersama-sama
berperan dalam menentukan penyempitan Jarak acromion-humerus.
Kami mencatat beberapa kekurangan pada penelitian kami. Salah
satunya yaitu, pengukuran dengan sofware di monitor radiologi relatif
operator dependent dimana titik-titik pengukuran secara manual
ditentukan dengan pointer mouse. Subjek penelitian kami hanya 30
pasien dimana dibutuh penelitian dengan sampel yang lebih besar untuk
medapatkan hasil yang lebih akurat dan reliabel. Berkaitan dengan hal
itu, kami tidak dapat mengevaluasi pasien yang mengalami robekan
pada otot teres minor saja, infraspinatus saja dan subscapularis saja
dikarenakan tidak ada subjek penelitian yang mengalami hal tersebut.
Peneliti juga tidak menyingkirkan pengaruh osteoartritis sendi bahu
dikarenakan menurut pengalaman peneliti bahwa sulit menemukan
pasien dengan robekan rotator cuff tanpa perubahan osteoartritik sendi
bahu.
38
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Selisih jarak Akromio-humeral berkorelasi positif dengan derajat
robekan rotator cuff pada MRI bahu. Selisih jarak Akromio-humeral dapat
dipertimbangkan sebagai pembantu diagnosis klinik robekan rotator cuff
pada pasien usia 45-65 tahun dengan nyeri dan kekakuan bahu
unilateral, dimana pemeriksaan MRI tidak tersedia, terutama jika selisih
jarak Akromio-humeral lebih dari 1,75 mm.
Jarak akromio-humeral laki-laki relatif lebih lebar dibandingkan
perempuan pada populasi Makassar. Pada penelitian ini, otot
supraspinatus tampak sebagai otot yang berperan sebagai penentu jarak
Akromio-humeral.
B. Saran
1. Diperlukan penelitian dengan sampel yang lebih besar
2. Diperlukan penelitian yang membandingkan selisih jarak akromio-
humerus dengan parameter bahu lainnya yang sudah diakui (jarak
akromio-humerus saja atau pergeseran proksimal caput humerus )
39
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. Applied Anatomy of Shoulder. In: Ludwig Ombregt: A System of Orthopaedic Medicine. Churchill Livingstone. 2013. e39-50. Diunduh dari URL : http://www.orthopaedicmedicineonline.com/downloads/pdf/B9780702031458000636_web.pdf
DeFranco MJ, Cole BJ. Current Perspectives of Rotator Cuff Anatomy. The Journal of Arthroscopic and Related Surgery, Vol 25, No 3 (March), 2009: pp 305-320
Franca FO, Godinho AC, Ribiero EJS, Falster L, Burigo LEG, Nunes RB. Evaluation of Acromiohumeral distance by means of MRI humerus. Rev Bras Ortop. 2016;51(2):169-174
Gumina S et al. Subacromial Space Width: does overuse or genetics play a greater role in determining it? J Bone Surg Am. 2015;97:1647-52.
Keener JD, Wei AS, Kim M, Steger-May K, Yamaguchi K. Proximal Humeral Migration in Shoulders with Symptomatic and Asymptomatic Rotator Cuff Tears. J Bone Joint Surg Am. 2009;91:1405-13.
Linsell L, et al. Prevalence and Incidence of adults consulting for shoulder conditions in UK primary care; patterns of diagnosis and referral. Rheumatology 2006;45:215-221
Luime JJ. Prevalence and Incidence of shoulder pain in general population; a systematic review. Scand J Rheumatol. 2004;33(2):73-81.
Mayerhoefer ME, Breitenseher MJ, Wurnig C, Roposch A. Shoulder Impingement: relationship of clinical symptoms and Imaging criteria. Clin J Sport Med. 2009 Mar;19(2):83-9
Murphy R, Carr A. Shoulder Pain. Am Fam Physician 2011. Jan 15;83(2):137-138
Pavlou P, Cole A. Chapter 13: The shoulder and pectoral girdle. In: Solomon L, Warwick D, Nagayam S. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. 9th edition. Hodder Arnold. 2010. p. 345
Petersson CJ, Redlund-Johnell I. The Subacromial space in normal shoulder radiographs. Acta Orthop Scand 55, 57-58, 1984.
40
Saupe N, Pfirrmann CWA, Schmid MR, Jost B, Werner CML, Zanetti M. Association between Rotator Cuff Abnormalities and Reduced Acromiohumeral Distance. AJR 2006; 187:376-382
Thompson JC. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy. 2nd edition. Saunders Elsevier. Philadelphia, 2010. p. 85-87
Weiner DS, Macnab I. Superior migration of humeral head. A radiological aid in the diagnosis of tears of rotator cuff. J Bone Joint Surg Br, 52 (1970), pp. 524-527.
Recommended