View
26
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
good
Citation preview
BAGIAN ILMU BEDAH JOURNAL
FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2015
UNIVERSITAS PATTIMURA
Apendisitis akut - Apendektomi atau “Antiboitik First” Strategi
OLEH
Nama : Filda V. I de Lima
NIM : 2009 – 83 – 016
Pembimbing :
dr. J. Tuamelly, Sp.B
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepeniteraan Klinik
BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2014
Apendisitis akut Apendektomi atau “Antiboitik First” Strategi
David R. Flum
Jurnal ini diawali dengan ilustrasi kasus yang menjadi topik masalah klinis. Bukti yang mendukung bermacam-macam strategi ditampikan, diikuti dengan ulasan dari pepedoman formal.
Arikel ini berakhir dengan rekomendasi klinis penulis
Pria 56 tahun datang dengan nyeri abdomen 2 hari. Nyeri berawal secara sentral namun
berpindah ke kuadran kanan bawah abdomennya dalam 6 jam terakhir. Ia memiliki indeks
massa tubuh (berat badan dalam kilogram, dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam
meter) 33, temperatur tubuh 1000F (37,80 C), dan hitungan seldarah putih 11.500 per
milimeter kubik. Sisi kanan dari abdomen bagian bawah nyeri terhadap palpasi. CT scan
minta untuk dilakukan oleh dokter pada perawatan primer setelah diperiksa diklinik, dan
hasilnya konsisten dengan apendisitis. Pasien telah menjalani tiga prosedur operasi
sebelumnya : Open Nissen fundoplication dengan komplikasi emboli pulmoner, dan dua
incisional hernia repair dengan mesh. Setelah menerima hasil CT scan, pasien
menemukan informasi online tentang dokter di Eropa yang hanya menggunakan
antibiotik untuk mengobati apendisitis, dan pasien bertanya secara spesifik tentang
pilihan tersebut. Bagaimana cara anda menangani kasus ini?
Masalah Klinis
Rata-rata 300.000 orang menjalani apendektomi setiap tahunnya di Amerika
Serikat, dengan perkiraan insiden apendisitis dalam seumur hidup berkisar dari 7-14 %,
dengan dasar jenis kelamin, ekspetasi hidup dan ketelitian dengan diagnosis yang tetap.
Setelah laporan apendektomi pada pasien yang tidak mengalami apendisitis (sehingga
disebut apendektomi negatif) banyak yang menggunakan angka apendektomi sebagai
perwakilan angka apendisitis. Walaupun insidens apendektomi sama pada pria dan
wanita, pria memiliki isiden apendisitis yang lebih tinggi.
Penggunaan pencitraan yang lebih maju dan laparaskopi mungkin telah
meningkatkan jumlah pasien dengan bagian yang pasti siapa yang mendapatkan resolusi
gejala tanpa apendektomi atau mungkin tidak akan pernah memiliki progresi menuju
apendisits klinis. Overdiagnosis, dari sesuatu yang mungkin sebaliknya menjadi
apendisitis yang self-resolving disarankan melalui sebuah percobaan yang meyertakan
pasien dengan nyeri abdomen non spesifik yang dinilai secara acak melalui laparaskopi
dini dan observasi secara ketat. Apendisitis identifikasi pada rata-rata 30% dari pasien
dalam kelompok laparaskopi dan dibandingkan dengan < 6 % pasien dalam kelompok
observasi, ditemukan bahwa pertanyaan dari kepentingan klinis terhadap kasus tambahan
diidentifikasi dengan laparaskopi.
Patoisiologi
Pengertian yang baik mengenai patofisologi apendisitis penting dalam
mengevaluasi terapi antibiotik-first. Sepanjang sejarah apendisitis dipikirkan sebagai
hasil dari penyumbatan lumen oleh fecalith, distensi, pertumbuhan bakteri yang
berlebihan, peningkatan tekanan intraluminal dan kompensasi progresif jaringan terhadap
ganggren dan perforasi. Namun study terbaru menghitung tekanan luminal pada pasien
dengan apendisitis menunjukan peningkatan tekanan hanya pada seperempat pasien.
Sama dengan sebuah penelitian dimana fecalith diindentiikasi hanya pada 18% dari
pasien apendisitis (dan 29% pasien tanpa apendisitis). Bukti yang berkembang juga
meyatakan bahwa perforasi tidak harus merupakan hasil yang pasti dari obstruksi
apendiks. Apendisitis perforasi dan apendisitis nonperforasi tampaknya menjadi kesatuan
yang berbeda, dengan perforasi terjadi lebih sering pada pasien dengan respon inflamasi
dan perubahan koloni mikrobioma.
Starategi dan bukti
Diagnosis
Diagnosis apendisitis didukung dengan riwayat nyeri abdomen yang dimulai pada
pusat abdomen dan bermigrasi/ berpindah ke kuadran kanan bawah, nyeri pada palpasi
pemeriksaan fisik di daerah tersebut, mual atau muntah, leukositosis ringan, dan demam
ringan, namun gambaran ini tidak muncul secara konsisten dan kurang dari 50% pasien
mungkin dapat memiliki semua gambaran ini. Dalam sebuah penelitian, yang melibatkan
pasien dengan nyeri abdominal pada seseorang yang dicurigai apendisitis prediktor
terkuat dari apendisitis adalah migrasi nyeri ke kuadran kanan bawah (odds rasio, 3,4;
95% interfal kepercayaan (CI), 1,5 sampai 7,8) dan muntah (odds rasio, 5,4; 95% CI, 2,4
sampai 12,4). Penggunaan diagnosis pencitraan, yang paling sering CT (Gambar 1) atau
ultrasonografi, dapat meminimalisir resiko kesalahan diagnosis dan dapat mengurangi
angka apendektomi yang tidak diperlukan. Walaupun laporan sensitivitas dan spesifitas
pemeriksaan pencitraan untuk apendisitis sangat luas diantara berbagai penelitian, baik
sensitivitas maupun spesifisitas CT, dengan atau tanpa kontras oral, adalah tinggi (> 90%)
dan lebih tinggi pada ultrasonografi; sebagai tambahan, sensitifitas dan spesifisitas CT
lebih konsisten diantara berbagai center dibandingkan dengan ultrasonografi, dimana
kisaran sensitifitas dari 44 - 100% dan spesifisitasnya dari 47 - 99%. Magnetic Resonance
Imaging (MRI) telah menampilkan karakteristik yang sama dengan CT, namun, karena
tambahan biaya, penggunaannya paling baik dibatasi pada pasien yang tidak boleh
terekspos radiasi dan pada siapapun dengan tampilan ultrasonografi yang sulit, seperti ibu
hamil.
Gambar 1. Gambaran CT Apendisitis
Penggunaan sistem skoring Alvarado, yang memasukan penemuan pemeriksaan
klinis dan nilai laboratorium, sangat membantu dalam memutuskan diagnosis apendisitis.
Kisaran skor dari 1-10, dengan skor tertinggi mengindikasikan risiko lebih besar terhadap
apendisitis. Jika skor kurang dari 4, apendisitis tidak sering, dan pemeriksaan pencitraan
serta intervensi lainnya dapat dihindari. Ketika dilakukan pemeriksaan pencitraan,
ultrasonografi kualitas tinggi harus dipertimbangkan sebagai pendekatan pertama, namun
hanya dalam pengaturan praktek dimana akurasinya cukup tinggi. Jika ultrasonografi
kualitas tinggi tidak tersedia atau jika ultrasonografi gagal memvisualisasikan apendix,
protokol CT dengan radiasi dosis rendah biasanya digunakan. Dalam prakteknya, jika
pemeriksaan diagnostik kualitas tinggi tidak memungkinkan atau jika radiasi
dikhawatirkan, (contohnya selama trimester pertama kehamilan), strategi observasi ketat
mungkin dibutuhkan. Diantara pasien yang berisiko tinggi (contohnya pada pasien
dengan compromised immune function) yang dicurigai apendisitis , bagi yang bermasalah
pada saat observasi, laparaskopi dapat jugadigunakan untuk menegakan diagnosis dan
menyingkirkan apendiks, jika diperlukan.
Tabel 1. Alvarado Skor
Terapi pembedahan
Apendektomi darurat telah menjadi pemikiran utama dari terapi apendisitis sejak
akhir tahun 1800-an, dengan kemajuan pesat yang dibuat tahun 1990an, ketika
penggunaan pendekatan laparaskopi disarankan dibandingkan dengan pendekatan
konvensional termasuk insisi kuaran kanan bawah (“open” procedure). Di Amerika
Serikat, apendektomi dilakukan secara laparaskopik pada 60-80% kasus, dengan waktu
dirawat dirumah sakit rata-rata 1-2 hari dan angka komplikasi 1 - 3%. Pendekatan
laparaskopi dikontraindikasikan pada pasien yang mengalami inflasi cavitas abdominal
dengan gas, paling banyak biasanya karena kondisi kardiopulmoner. Kebanyakan open
procedure yang dilakukan di Amerika Serikat diawali dengan laparaskopi namun di
konversi ke open procedure karena keterbatasan teknik, operasi sebelumnya, penyakit
lainnya dan tidak berpengalaman dalam pembedahan.
Sebuah penelitian kohort yang besar menunjukan angka infeksi kulit 3,3% setelah
laparaskopi apendektomi versus 6,7% setelah open appendectomy, dan panjang median
waktu dirawat dirumah sakit yaitu 1 hari setelah prosedur yang sama. Ulasan sistemik
dari percobaan laparaskopi dan open appendectomymenunjukan bahwa insiden infeksi
kulit lebih dari 50% berkurang dengan pendekatan laparaskopi (odds rasio 0,43; 95% CI,
0,34 sampai 0,54), dan waktu dirawat dirumah sakit 1.1 hari lebih pendek (95% CI, 0.7-
01.5). Penilaian unblindedtelah menunjukan bahwa pendekatan laparaskopi berhubungan
dengan nyeri post operatif yang lebih sedikit, namun dalam sebuah penelitian dimana
pasien tidak mengetahui apakah mereka menjalani prosedur laparaskopi atau open
procedured , perbedaan nyeri pada kedua kelompok minimal. Persediaan yang digunakan
dalam laparaskopi menghasilkan biaya yang lebih tinggi dibandingkan yang
menggunakan open procedure namun penilaian efektifitas biaya formal, yang masuk
dalam perhitungan biaya ini sama dengan waktu rawat dirumah sakit yang lebih pendek
dan pemulihan yang lebih cepat yang berhubungan dengan pendekatan laparaskopi.
Walaupun telah menjadi praktek rutin untuk melakukan apendektomi segera
setelah diagnosis, nilai apendektomi dini telah dipertanyakan. Dalam penelitian kohort
untuk pasien dewasa yang menjalani apendektomi, waktu antara evaluasi di departemen
gawat darurat dan pembedahan bukan merupakan prediktor dari faktor risiko perforasi.
Data ini menimbulkan pertanyaan tentang melakukan apendektomi secara dini dengan
tujuan mencegah perforasi. Penelitian observasi lainnya sejalan menunjukan bahwa lebih
lama waktu yang ditunggu untuk pembedahan tiddak berhubungan dengan risiko yang
tinggi dari perforasi namun berhubungan dengan riiko yang tinggi dari infeksi sisi
pembedahan.
Area yang tidak pasti
Ketidakpastian yang besar dalam penatalaksanaan apendisitis adalah apakah
apendektomi dibutuhkan atau apakah antibiotik saja, dengan apendektomi dilakukan
hanya jika apendisitis tidak mengalami perbaikan (antibiotics first strategy), merupakan
alternatif yang masuk akal. Terapi apendisitis dengan antibiotics first strategysecara
historikal diberikan pada pasien yang lama dalam proses inflamasi, dengan flegmon dan
mungkin abses. Saat ini, pemberian anibiotik intravena diberikan pada pasien seperti ini
dan drainase abses dilakukan dengan tujuan untuk mencegah operasi yang ekstensif, yang
secara potensial melibatkan ileocecektomi atau ileostomi. Keberhasilan dalam pendekatan
antibiotik saja pada personil angkatan laut yang mengalami apendisitis saat mereka
berada di laut (dan tidak memiliki akses menuju ruang operasi) mendukung strategi ini
pada pasien dengan apendisitis tanpa komplikasi. Berikutnya beberapa percobaan acak
membandingkan apendektomi dengan antibiotics first strategy(dengan apendektomi jika
dibutuhkan) untuk apendisitis tanpa komplikasi dan menunjukan bahwa kebanyakan
pasien pada antibiotics first strategydapat menghindari apendektomi. Rata-rata
perpindahan ke pembedahan dalam 48 jam setelah pemberian awal antibiotik antar
percobaan berkisar dari 0 - 53%. Karena penelitian-penelitian tersebut menggunakan
kriteria yang berbeda untuk memicu perpindahan dari antibiotik ke pembedahan,
variabilitas ini menyatakan heterogenitas substansial dari efek terapi antar pasien atau
variasi keinginan klinisi untuk menganut pendekatan antibiotik.
Hasil klinis antara pasien yang secara acak ditandai untuk diberikan antibiotics
first strategysecara umum baik. Namun, matriks dari keberhasilannya tidak konsisten
(termasuk reduksi pada hitungan sel darah putih, pencegahan peritonitis, dan reduksi
gejejala umum), dan beberapa percobaan memiliki sampel yang sangat sedikit. Sebagai
perbandingan dengan pasien yang menjalani apendektomi segera, pasien dengan
antibiotics first strategymemiliki skor nyeri yang lebih rendah atau sama, membutuhkan
dosis narkotik yang lebih kecil, dan lebih cepat kembali bekerja, namun hasil ini tidak
diperkirakan disemua penelitian. Angka perforasi tidak signifikan lebih tinggi antar
pasien yang diberikan antibiotics first strategy; secara tidak terduga, dalam dua
percobaan,kelompok yang diapendektomi terlebih dahulu memiliki angka perforasi yang
signifikan lebih tinggi dibandingkan antibiotics first strategy.
Akhirnya pelaksanaan apendektomi setelah awal, keberhasilan terapi dengan
antibiotik terjadi pada 10-37 % pasien yang secara acak diberikan antibiotics first
strategy (waktu rata-rata menuju apendektomi 4,2 - 7 bulan dalam 3 penelitian dimana
hasil ini dilaporkan). Data dari periode follow-up yang lebih lama tidak tersedia, sehingga
tidak jelas apakah kemungkinan apendektomi berlanjut untuk meningkat atau stabil
sepanjang waktu. Dalam sebuah laporan termasuk informasi dalam hasil patologi
pembedahan berikutnya, 13% pasien yang menjalani apendektomi selanjutnya (setelah
awal berhasil diterapi dengan antibiotics first strategy) tidak benar-benar memiliki
apendisitis; sehingga, angka sebenarnya dari apendisitis rekurent tidak diketahui. Sebuah
penelitian berdasarkan populasi yang menggunakan data administratif waktu dirawat di
rumah sakit di California menunjukan bahwa 5,9% pasien yang memiliki kode diagnosis
untuk apendisitis (namun tidak apendektomi) pada indeks administrasi menjalani
apendektomi dalam 30 hari setelah keluar dari rumah sakit, dan hanya 4 % yang kembali
dirawat dirumah sakit untuk apendisitis pada tahun berikutnya (median follow up 7,4
tahun; waktu median untuk dirawat kembali dirumah sakit 1,9 tahun).
Percobaan acak mengikut sertakan kisaran intervensi dan durasi terapi. Sebuah
protokol khusus (tabel 2) termasuk 48 jam pemberian antibiotik intravena saat pasien
sedang di rumah sakit, diikuti oleh 7 hari pemberian antibiotik oral yang sensitif dengan
organisme khusus yang ditemukan dalam infeksi intraabdominal (contohnya
ciprofloxacin dan metronidazole), dan tidak termasuk pencitraan ulang untuk
mengkonfirmasi resolusi apendisitis. Pada beberapa penelitian, pasien diberikan
antibiotik oral sementara berada dirumah sakit jika mereka tidak memiliki efek samping
yang tidak dapat diterima. Lebih lanjut lagi, semua penelitian ini dilakukan di Eropa, dan
faktanya bahwa pasien bedah lebih sering menjalani open appendectomy (34-82%) dan
berhubungan dengan waktu yang lebih lama dirawat di rumah sakit, (rata-rata 3 hari)
dibandingkan dengan di Amerika Serikat. Semua penelitian kecuali pasien dengan tanda
perforasi atau sepsis dan mereka yang hamil atau memiliki compromised immune
function, dan satu penelitian mengeksklusikan wanita, selanjutnya membatasi
generalizabilitas.
Tabel 2. Gambaran percobaan klinis acak dari Antibiotic Firstregiment
Pertanyaan yang tersisa tentang apakah komplikasi berhubungan dengan
penundaan pembedahan ; jumlah hari pemberian terapi antibiotik; jumlah waktu yang
dihabiskan di rumah sakit, pegawai dokter, dan departemen gawat darurat; kecemasan
tentang episode nyeri abdomen dimasa akan datang; dan total biaya dari perawatan yang
sebenarnya berbeda antara pilihan terapi. Lebih lanjut lagi faktor yang berhubungan
dengan risiko tinggi dari rekurensi masih belum jelas, dan saat ini tidak dapat
diidentifikasi pasien mana yang harus diarahkan untuk pembedahan atau menawarkan
antibiotics first strategy. Lebih besar lagi, percobaan multisenter di Amerika Serikat
membutuhkan hasil klinis dan laporan pasien dari pendekatan antibiotics first,
dibandingkan dengan apendektomi yang dilakukan segera. Untuk menentukan apakah
pendekatan antibiotics first sama baiknya dengan apendektomi yang dilakukan segera
untuk apendisitis tanpa komplikasi, keberhasilan untuk menghindari apendektomi segera
dibutuhkan untuk menyeimbangkan setiap peningkatan panjang perawatan dirumah sakit
yang berhubungan dengan penundaan, rescue appendectomy, ketakutan dan beban
terjadinya rekurensi, dan berbagai perbedaan dalam penilaian komplikasi dan efek
kualitas hidup dari kedua pendekatan.
Biaya dari kedua strategi belum di bandingkan secara langsung kecuali pada
penelitian kecil dari Turkey (yang membandingkan seluruh biaya readministrasi dari
pasien, yang mengikuti antibiotics first strategy) dan Swedia( yang membandingkan
biayayang berhubungan dengan perawatan awal dirumah sakit saja); kedua penelitian
menunjukan biaya total perawatan yang lebih tinggi pada apendektomi yang dilakukan
segera. Namun, peristiwa perawatan rumah sakit yang berulang-ulang yang menghasilkan
apendektomi pada akhirnya, perbedaan potensial dalam komplikasi yang berhubungan
dengan pendekatan antibiotics first, biaya kesalahan kerja, dan biaya pemberi perawatan
juga membutuhkan pertimbangan dalam membandingkan biaya dari kedua pendekatan
ini.
Faktor lain yang secara potensial relevan untuk menilai keuntungan dan risiko
appendektomi adalah pertanyaan apakah apendiks memiliki fungsi fisiologis atau secara
sederhana hanya organ sisa. Pengamatan bahwa apendiks tampaknya dapat meningkatkan
kebebasan dari caecum diantara spesies lainnya yang mendukung peranan fungsional.
Bakteri yang diasingkan dalam apendisitis dapat berperan sebagai rumah yang aman,
repopulasi di usus dengan bakteri sehat setelah penyakit diare masif. Sebagai contoh,
rekurensi dari infeksi clostridium dificile (walaupun infeksi clostridium defecile
rekurens)secara klinis, lebih sering diantara pasien dengan riwayat apendektomi
dibandingkan mereka yang dengan apendiks yang intak.
Panduan
The American Collage of Surgeons, The Society for Surgery of the Alimentary
Tract dan The World Society of Emergency Surgery seluruhnya menggambarkan
apendektomi (termasuk laparaskopi atau “open”) sebagai terapi pilihan apendisitis.
Sehubungan dengan antibiotics first strategy, pedoman informasi pasien The
AmericanCollage of Surgeons mengindikasikan bahwa hal tersebut “mungkin efektif,
namun terdapat kesempatan yang besar untuk terjadi kembali”; pedoman perawatan
pasien dari The Society for Surgery of the Alimentary Tract menyatakan bahwa hal ini
“bukan terapi yang diterima secara luas”; dan The World Society of Emergency Surgery
menyatakan bahwa “pendekatan konservatif ini memperlihatkan rekurensi tingkat tinggi
dan oleh karena itu lebih kurang dibandingkan apendektomi tradisional .... Terapi
antibiotik non operatif dapat digunakan sebagai sebuah alternatif terapi untuk pasien yang
spesifik bagi siapa yang dikontraindikasikan menjalani operasi.” Rekomendasi dalam
artikel ini secara umum konsisten dengan pedoman ini.
Kesimpulan dan rekomendasi
Pasien yang di gambarkan dalam ilustrasi memiliki gejala dan tanda klinis yang
sesuai denga apendisitis akut dan diagnosis dikonfirmasi dengan pencitraan. Di Amerika
Serikat, terapi yang biasanya direkomendasikan untuk orang dengan apendisitis tanpa
komplikasi adalah apendektomi segera. Pendekatan laparaskopik lebih disukai
dibandingkan pendekatan “open” oleh kebanyakan dokter bedah (memiliki insidens
infeksi sisi pembedahan yang lebih rendah dan pasien lebih cepat kembali beraktivitas
seperti biasa) jika tidak ada kontra indikasi laparaskopi. Namun, pengalaman di Eropa
menyarankan bahwa antibiotic first strategy merupakan sebuah alternatif yang
memerlukan pertimbangan, khususnya pada pasien yang telah memiliki komplikasi
pembedahan sebelumnya dan memiliki pilihan yang kuat untuk menghindari
apendektomi. Pasien harus mengerti bahwa percobaan acak di Eropa membandingkan
pendekatan ini dengan apendektomi telah menunjukan bahwa hal ini tidak berhubungan
dengan peningkatan risiko perforasi atau tingkat yang lebih tinggi dari komplikasi;
namun, percobaan ini juga menunjukan bahwa setengah pasien yang diterapi akan
mengalami kegagalan terapi dini, dan semuanya memiliki risiko apendisitis berulang
yang pada akhirnya membutuhkan apendektomi.
Masih harus ditentukan apakah potensi keuntungan dari menghindari operasi
dengan pendekatan antibiotic first lebih berat dibandingkan dengan beban pasien yang
berhubungan dengan episode apendisitis dimasa yang akan datang, banyak hari yang
digunakan untuk terapi antibiotik, gejala yang tetap ada, dan ketidakpastian yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup. Dalam hal ini, benar melakukan apendektomi di Amerika
Serikat, memiliki profil keamanan yang disukai dan khususnya menyangkut waktu
perawatan di rumah sakit yang pendek. Walaupun apendektomi masih merupakan terapi
yang direkomendasikan,untuk apendisitis, klinisi harus memberi informasi pasien dengan
tepat mengenai bukti yang berhubungan dengan dengan antibiotic first strategy,
sebagaimana juga dengan ketidakpastiannya. Saya merekomendasikan bahwa, menunda
lebih banyak informasi sehubungan dengan efektivitas pendekatan antibiotic first strategy
dan jangka waktu yang lama hasil dari strategi ini, pasien yang merasa tertarik dalam
mempertimbangkan pendekatan antibiotic first harus didukung untuk berpartisipasi dalam
percobaan klinis. Jika antibiotic first strategy digunakan diluar percobaan klinis, saya
mendukung dokter terlatih untuk memasukan pengalaman mereka pada register pasien.
Recommended