View
85
Download
7
Category
Preview:
DESCRIPTION
YJDGYKY
Citation preview
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M DENGAN GANGGUAN ELIMINASI
URINE,GANGGUAN KENYAMANAN: NYERI, DAN GANGGUAN TIDUR
PADA PRE OP BPH DI BANGSAL FLAMBOYAN
RSUD SUKOHARJO
Disusun Oleh:
Dewi Sartika J230155012
Asih Dwi Aprianti J230155016
Anan Piharianto J230155034
Aditia Indriani J230155035
Alfan Pramiputra J230155037
Maria Agustin J230155039
PROGRAM PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
iii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Asuhan
Keperawatan berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M DENGAN GANGGUAN
ELIMINASI URINE,GANGGUAN KENYAMANAN: NYERI, DAN GANGGUAN TIDUR
PADA PRE OP BPH DI BANGSAL FLAMBOYAN RSUD SUKOHARJO”.
Adapun Asuhan Keperawatan ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan
tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan Asuhan
Keperawatan ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan bayak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan Asuhan Keperawatan ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadar sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan
lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin
memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki Asuhan
Keperawatan ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari Asuhan Keperawatan ini dapat
bermanfaat bagi penyusun maupun pembaca.
Sukoharjo, 11 Februari 2015
Penyusun,
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul........................................................................................................... i
Kata Pengantar........................................................................................................... ii
A. TINJAUAN TEORI
1. Laporan Pendahuluan Eliminasi.............................................................. 1
a. Definisi............................................................................................... 1
b. Fisiologi............................................................................................. 2
c. Nilai-Nilai Normal............................................................................. 5
d. Faktor Yang Mempengaruhi.............................................................. 6
e. Pengkajian.......................................................................................... 7
f. Komposisi Urine................................................................................ 8
2. Laporan Pendahuluan Benigna Prostat Hiperplasi.................................. 9
a. Definisi............................................................................................... 9
b. Etiologi............................................................................................... 9
c. Patofisiologi....................................................................................... 9
d. Manifestasi Klinik.............................................................................. 10
e. Pathway.............................................................................................. 12
f. Pemeriksaan Penunjang..................................................................... 13
g. Penatalaksanaan................................................................................. 14
h. Asuhan Keperawatan......................................................................... 16
3. Laporan Pendahuluan Kebutuhan Istirahat dan Tidur…………………. 20
a. Konsep Dasar Teori........................................................................... 20
b. Konsep Asuhan Keperawatan............................................................ 27
4. Laporan Pendahuluan Nyeri……………………………………………. 36
a. Definisi............................................................................................... 36
b. Klasifikasi………………………………………………………….. 36
c. Fisiologi…………………………………………………………….. 38
d. Nilai-Nilai Normal…………………………………………………. 40
e. Pengkajian………………………………………………………….. 41
f. Pemenuhan KDM…………………………………………………... 43
iii
g. Diagnosa…………………………………………………………… 45
h. Intervensi…………………………………………………………… 47
B. ASUHAN KEPERAWATAN ...................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA
iv
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN ELIMINASI URINE
A. DEFINISI
Eliminasi adalah pengeluaran hasil ekskresi tubuh. Eliminasi adalah
proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses).
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi.
Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah
ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah
utama yaitu : Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di
dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah
kedua yaitu timbul reflex saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih)
yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-
tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih (Wahid, 2008).
Meskipun reflex miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks
ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang
otak. Kandung kemih dipersarafi araf saraf sakral (S-2) dan (S-3). Saraf sensori
dari kandung kemih dikirim ke medula spinalis (S-2) sampai (S4) kemudian
diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksimengirim signal
pada kandung kemih untuk berkontraksi. Pada saat destrusor berkontraksi
spinter interna berelaksasi dan spinter eksternal dibawah kontol kesadaran akan
berperan, apakah mau miksi atau ditahan. Pada saat miksi abdominal
berkontraksi meningkatkan kontraksi otot kandung kemih, biasanya tidak lebih
10 ml urine tersisa dalam kandung kemih yang disebut urine residu.
Pada eliminasi urine normal sangat tergantung pada individu, biasanya
miksi setelah bekerja, makan atau bangun tidur. Normal miksi sehari 5 kali.
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini jugadisebut
bowel movement. Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari
beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga
1
bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltic mendorong feses kedalam
kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu
menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi. Eliminasi yang teratur dari
sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang normal. Perubahan pada
eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh
yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor,
pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda (Hidayat, 2005).
Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara
kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka
sesuai dengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai
kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal; lingkungan
rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas,
perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah
eliminasi klien, perawata harus mengerti proses eliminasi yang normal dan
faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi.
B. Fisiologi Sistem perkemihan Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan
oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat
yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin.
Susunan sistem perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal yang menghasilkan urin, b)
dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria, c) satu vesika
urinaria tempat urin dikumpulkan, dan d) satu uretra urin dikeluarkan dari vesika
urinaria (Tarwoto, Wartonah. 2006).
1. Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior di belakang peritoneum pada
kedua sisi vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk
2
ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri,
karena adanya lobus hepatis dextra yang besar (Tarwoto, Wartonah. 2006).
2. Fungsi ginjal
Fungsi ginjal adalah memegang peranan penting dalam pengeluaran
zat-zat toksis atau racun, mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan
amoniak (Tarwoto, Wartonah. 2006).
3. Fascia renalis
Fascia renalis terdiri dari: a) fascia (fascia renalis), b) jaringan lemak
perirenal, dan c) kapsula yang sebenarnya (kapsula fibrosa), meliputi dan
melekat dengan erat pada permukaan luar ginjal.
4. Struktur Ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula
fibrosa, terdapat korteks renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap,
medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang
dibandingkan korteks. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut
piramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari
lubang-lubang kecil yang disebut papilla renalis (Tarwoto, Wartonah. 2006).
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu
masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis
berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi
menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan
bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores. Struktur halus ginjal
terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal.
Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari:
glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius
(Tarwoto, Wartonah. 2006).
5. Proses pembentukan urin
3
Tahap pembentukan urin
a. Proses filtrasi, di glomerulus.
Terjadi penyerapan darah yang tersaring adalah bagian cairan darah
kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen
yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll,
diteruskan ke tubulus ginjal. Cairan yang disaring disebut filtrat
glomerulus (Tarwoto, Wartonah. 2006).
b. Proses reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari
glukosa, sodium, klorida fosfat dan beberapa ion bikarbonat.
Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus
proximal. Sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan
sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi
secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla
renalis (Tarwoto, Wartonah. 2006).
c. Proses sekresi
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke
papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar (Tarwoto, Wartonah.
2006).
6. Pendarahan
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai
percabangan arteri renalis, arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis
bercabang menjadi arteri interlobularis kemudian menjadi arteri akuarta.
Arteri interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang manjadi arteriole
aferen glomerulus yang masuk ke gromerulus. Kapiler darah yang
meninggalkan gromerulus disebut arteriole eferen gromerulus yang kemudian
menjadi vena renalis masuk ke vena cava inferior (Barry, 201l).
7. Persarafan ginjal.
4
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf
ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf
ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal (Barry,
2011).
8. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke
vesika urinaria. Panjangnya ±25-34 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter
sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga
pelvis. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang
mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.
9. Vesika urinaria (kandung kemih)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk
seperti buah pir (kendi). Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga
panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon
karet.
10. Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang
berfungsi menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki-laki panjangnya kira-kira
13,7-16,2 cm, terdiri dari:
a. Uretra pars prostatika
b. Uretra pars membranosa
c. Uretra pars spongiosa.
C. NILAI-NILAI NORMAL
Komponen dan karakteristik urin
a. Warna : kuning transparan atau jernih
b. Bau : aroma khas
c. Berat jenis : 1,010 – 1, 025
5
d. Kejernihan: Normal urine terang dan transparan
e. PH : 4,5-8
f. Protein : molekul-molekul protein yang besar seperti : albumin,
fibrinogen, globulin, tidak tersaring melalui ginjal.
g. Darah : normal tidak ada
h. Glukosa : bersifat sementara: normal
Bersifat menetap : DM
i. Keton : normal tidak ada
D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Faktor – faktor yang mempengaruhi eliminasi menurut Basuki (2011) :
1. Respon keinginan awal untuk berkemih atau defekasi.
Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan respon awal
untuk berkemih atau defekasi. Akibatnya urine banyak tertahan di kandung
kemih. Begitu pula dengan feses menjadi mengeras karena terlalu lama di
rectum dan terjadi reabsorbsi cairan.
2. Gaya hidup
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi
urine dan defekasi. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat
mempengaruhi frekuensi eliminasi dan defekasi. Praktek eliminasi
keluargadapat mempengaruhi tingkah laku.
3. Stress psikologi
Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan meningkatnya
frekuensi keinginan berkemih, hal ini karena meningkatnya sensitif untuk
keinginan berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine yang diproduksi.
4. Tingkat perkembangan.
6
Tingkat perkembangan juga akan mempengaruhi pola berkemih. Pada
wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena adanya tekanan
dari fetusatau adanya lebih sering berkemih. Pada usia tua terjadi penurunan
tonus otot kandung kemih dan penurunan gerakan peristaltic intestinal
5. Kondisi Patologis
Demam dapat menurunkan produksi urine (jumlah & karakter).
6. Obat-obatan Diuretiik
Dapat meningkatkan output urine. Analgetik dapat terjadi retensi
urine.
7. Diit dan pemasukan cairan
Frekuensi cairan atau makan yang masuk dapat mempengaruhi
banyaknya produksi urine dan fekal yang keluar.
E. Pengkajian
2. Pola berkemih
Bersifat individual
3. Frekuensi
Kebiasaan dan kesempatan (biasanya bangun tidur, sebelum tidur dan
dalam kondisi stress)
4. Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi
- Apakah ada penonjolan pada atas pubis
- Pasien :ekspresi kesakitan, gelisah
b) Perkusi
- Jika bledder kosong tympani
7
- Jika berisi redup
c) Palpasi
- Normal bledder tidak teraba
- Abnormal teraba adanya masa
F. Komposisi urin
Urin terutama tersusun dari air. Individu yang normal akan
memgkonsumsi kurang lebih 1-2 liter air per hari, dan dalam keadaan normal
seluruh asupan cairan ini akan diekskresikan keluar termasuk 400 hingga 500 ml
yang diekskresikan kedalam urin. Sisanya akan diekskresikan lewat kulit, paru-
paru pada saat bernafas, dan feses. Elektrolit yang mencakup natrium, kalium,
klorida, bikarbonat dan ion-ion yang lain yang jumlahnya lebih sedikit juga
diekskresikan melalui ginjal.
Kelompok ketiga substansi yang muncul kedalam urin terbentuk dari
berbagai produk akhir metabolism protein. Produk akhir yang utama adalah
ureum, dengan jumlah sekitar 25 g, diproduksi dan diekskresikan setiap harinya.
Produk lain yang harus diekskresikan adalah kreaatinin, fosfat, dan sulfat. Asam
urat yang terbentuk sebagai prodek metabolism asam nukleat juga dieliminasi
kedalam urin.
8
BENIGNA PROSTAT HYPERPLASIA (BPH)
A. DEFINISI
Dahulu disebut juga sebagai hipertropi prostat jinak (BPH). Istilah
hipertropi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah hiperplasia
kelenjar yang mendesak jaringan prostat yang aslimke perifer dan menjadi
simpai bedah (Wahid, 2008).
Pembesaran non-kanker dari kelenjar prostat yang dapat membatasi aliran
urin dari kandung kemih (Carpenito, 2000)
Pembesaran glandula dan organ selular kelenjar prostat yang
berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan
(Donges, 2002).
B. ETIOLOGI
Etiologi BPH belum jelas namun terdapat faktor resiko umur dan hormon
androgen. Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40
tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang akan terjadi perubahan
patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar
50%, usia 80 tahun sekitar 80%, dan usia 90 tahun 100% (Rumahorbo, et all
1999)
C. PATOFISIOLOGI
Proses pembesaan prostat terjadi perlahan – lahan sehingga perubahan
pada salran kemih juga terjadi secara perlahan – lahan.
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli
– buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan merenggang
sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase
kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi. Sehingga
9
terjadi retensi urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan
disfungsi saluran kemih atas (Basuki, 2011).
Adapun patofisiologi dari masing – masing gejala adalah :
Penururnan kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan resistensi uretra
adalah gambaran awal dan menetap dari BPH.
Hesitancy terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat
melawan resistensi uretra.
Intermittency, terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra
sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi
terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam buli – buli.
Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada
tiap miksi sehingga inteval antar miksi lebih pendek.
Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan
normal dari korteks berkurang dan tunus sfingter dan uretra berkurang selama
tidur.
Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada, disebabkan oleh ketidakstabilan
detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.
Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya
penyakit urin keluar sedikit – sedikit secara berkala karena setelah buli – buli
mencapai compliance maksimum, tekanan dalam buli – buli akan cepat naik
melebihi tekanan sfingter.
D. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Samsuhidajat (2005) terbagi menjadi 4 grade yaitu :
1. Grade 1 ( congestic )
Mula –mula pasien berbulan atau beberapa tahun susah berkemih dan
mulai mengejan.
Kalau miksi merasa puas
Urine keluar menetes dan pancaran lemah
Nocturia
10
Urin keluar pada malam hari lebih dari normal
Ereksi lebih lama dari normal dan libido lebih dari normal
Pada cytoscopy kelihatan hyperemia dari orificium uretra interna.
Lambat laun terjadi varices akhirnya bisa terjadi perdarahan.
2. Grade 2 ( residual )
Bila miksi terasa panas
Dysuri nocturi bertambah berat
Tidak bisa buang kecil (berkemih tidak puas)
Bisa terjadi infeksi karena sisa air kemih
Terjadi panas tinggi dan bisa menggigil
Nyeri pada daerah pinggang (menjalar ke ginjal)
3. Grade 3 ( retensi urin )
Ishuria paradosal
Incontinensia paradosal
4. Grade 4
Kandung kemih penuh
Penderita merasa kesakitan
Air kemih menetes secara periodik yang disebut over flow incontinensia
Pada pemeriksaan fisik yaitu palpasi abdomen untuk meraba ada tumor,
karena bendungan yang hebat
Dengan adanya infeksi penderita bisa menggigil dan panas tinggi sekitar
40C Selanjutnya penderita bisa coma
11
E. PATHWAY
12
Aksis Sel Stroma
Reduksi
Dehidro
Testoteron
Jaringan Prostat Miksi,
Ejakulasi,Infasi
Mikro trauma
Pembesaran Prostat Jinak
Gangguan Rasa Nyaman: Nyeri
Pembesaran prostat dan resistensi pada leher buli – buli dan daerah
prostat meningkat
Otot Destrusor menebal
Sakulasi / Divertikel
Penebalan Destrusor
Dekompensasi dan tidak mampu lagi berkontraksi
FAKTOR USIASEL LEYDING
H. ANDROGEN
Disfungsi saluan kemih
Gangguan pola eliminasi
Risiko tinggi infeksi
Hidronefrotis
TURP Lumbal Anastesi Citoscope
UretraBladder
Retensi Urin
Solution
Surgical Loop
Meremove bgn yg membesar.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Anamnesa yang baik
2. Pemeriksaan Fisik
Dapat dilakukan dengan pemeriksaan rectal toucher, dimana pada
pembesaran prostat jinak akan teraba adanya massa pada dinding depan
rectum yang konsistensinya kenyal, yang kalau belum terlalu besar masih
dapat dicapai, batas atasnya dengan ujung jari. Sedang apabila batas atasnya
sudah tidak teraba biasanya jaringan prostat sudah lebih dari 60 gr.
3. Pemeriksaan Sisa Kemih
4. Pemeriksaan Ultra Sonogrphy (USG)
Dapat dilakukan dari supra pubic atau transrectal ( trans rectal ultra
sonography : TRUS ) untuk keperluan klinik supra pubic cukup untuk
memperkirakan besarnya dan anatomi prostat, sedangkan TRUS biasanya
diperlukan untuk mendeteksi keganasan.
5. Pemeriksaan Endoskopy
Bila pada pemeriksaan rectal toucher, tidak terlalu menonjol tetapi
gejala prostatimus sangat jelas atau untuk mengetahui besarnya prostat yang
menonjol ke dalam lumen.
6. Pemeriksaan Radiologi
Dengan pemeriksaan radiologi seperti foto polos perut dan pyelografi
intravena yang sering disebut IVP ( intra Vena Pyelografi ) dan BNO ( buich
niet oversich ). Pada pemeriksaan lain pembesaran prostat dapat dilihat
sebagai lesi defek irisan kontras pada dasar kandung kemih dan ujung distal
ureter membelok ke atas bebrbentuk seperti mata kail/ pancing fisa hook
apparance ).
7. Pemeriksaan CT-Scan dan MRI
CT-Scan dapat memberikan gambaran adanya pembesaran prostat,
sedangkan Magnetic Resonance Imagging (MRI) dapat memberikan
gambaran prostat pada bidang transversal maupun sagital pada berbagai
13
bidang irisan, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan karena mahal
biayanya.
8. Pemeriksaan Sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesa ditemukan hematuria atau pada
pemeriksaan urin ditemukan mikrohematuria. Pemeriksaan ini dapat memberi
gambaran kemungkinan tumor didalam kandung kemih atau sumber
perdarahan dari atas apabila darah datang dari muara ureter atau batu
radiolusen di dalam vesica. Selain itu sistoscopi dapat juga memberi
keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang uretra pars
prostatica dan melihat penonjolan prostat ke dalam urethra.
9. Pemeriksaan Lain
Secara spesifik untuk pemeriksaan pembesaran prostat jinak belum
ada, yang ada ialah pemeriksaan penanda adanya tumor untuk karsinoma
prostat yaitu pemeriksaan prostatic spesifik antigen (PSA), angka penggal
PSA ialah 4 nanogram/ml.
G. PENATALAKSANAAN
Menurut mansjoer (2000) penatalaksanaan keperawatan BPH :
1. Observasi (watchfull waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan (skor modsen
iversen- <9). Nasehat yang diberikan ialah mengurangi minum setelah makan
malam untuk mengurangi nokturin. Menghindari obat – obat dekongestan
(parasimpatolik). Mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum
alkohol agar tidak selalu sering miksi.
2. Terapi Medika Mentosa
a. Penghambat Adrenergika
Obat – obat yang sering dipakai adalah prozosin, doxazosin,
terazosin, ofluzosin atau yang lebih selektif 1a (tansulosin). Dosis dimulai
1 mg/hari sedangkan dosis tansulosin adalah 0,2-0,4 mg/hari. Biasanya
14
pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2 minggu
setelah mulai memakai obat. Efek samping yang mungkin timbul adalah
pusing, capek, sumbatan hidung dan rasa lemah.
b. Penghambat Enzim 5-a-reduktase
Obat yang dipakai adalah finasterida (proscar) dengan dosis 1x5
mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT
sehingga prostat yang membesa akan mengecil. Salah satu efek samping
obat ini adalah melemahkan libido, ginekosmastia, dan dapat menurunkan
nilai PSA.
c. Fitoterapi
Pengobatan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain Evi Prostat.
3. Terapi Bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya
gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi bedah yaitu :
Retensi urin berulang
Hematuria
Tanda penurunan fungsi ginjal
Infeksi saluran kemih berulang
Ada batu disaluran kemih
Tanda – tanda obstruksi berat yaitu divertikel, hidro ureter dan hidro
nefrosis.
4. Terapi Invasif Minimal
Transurethral microwave thermotherapy (TUMT)
Dilatasi balon transurethral (TUBD)
High intensity focused ultrasound
Ablasi jarum transurethral (TUNA)
Stent prostat
5. Tindakan Prostatektomi (TURP)
15
6. TUIP (transurethral incission prostatektomy), yang dilakukan bila besar
kelenjar tak terlalu besar (<20 gr).
7. Pada grade 4 segera dipasang kateter darurat untuk menjamin aliran urin dan
mengistirahatkan otot dinding buli – buli, kemudian beri Antibiotik dan
roboransia bilakesadaran menurun segera pasang infus. (handout kuliah, 2008).
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Data Dasar
a. Sirkulasi
Tanda : peningkatan tekanan darah (efek pembesaran ginjal).
b. Eliminasi
Gejala : penurunan kekuatan / dorongan aliran urine, keraguan berkemih
awal, ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih, ISK berulang,
riwayat batu, konstipasi.
Tanda : massa padat dibawah kandung kemih (distensi kandung kemih),
nyeri tekan kandung kemih, hernia inguinalis, hemoroid (mengakibatkan
peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan pengosongan kandung
kemih.
c. Makanan / Cairan
Gejala : anoreksia, mual / muntah, penurunan BB.
d. Nyeri . Kenyamanan
Gejala : nyeri supra pubic pinggul / tajam kuat (prostatitis akut), nyeri
pinggul bawah.
e. Keamanan
Gejala : demam.
f. Seksualitas
Gejala : masalah tentang efek kondisi / tetap pada keamanan seksual takut
inkontinensia urin / menetes selama hub. Intim terjadi penurunan kekuatan
kontraksi prostat.
g. Penyuluhan
16
Gejala : riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal.
2. Fokus Intervensi
a. Gangguan eliminasi : BAK berhubungan dengan obstruksi mekanik,
bekuan darah, edema, trauma, prosedur bedah ditandai dengan frekuensi,
urgensi, keragu-raguan, dyspneu, inkontinensia, retensi.
Tujuan : berkemih dengan jumlah yang cukup/normal, distensi kandung
kemih tidak teraba.
Intervensi : - kaji karakteristik urine
- Kaji TTV
- Dorong dan berikan kateter dan perawatan perineal
- Berikan posisi yang nyaman
- Kolaborasi pemberian obat spasmatik
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kencing
reflekspasme otot, sehubungan prosedur bedah ditandai dengan keluhan
nyeri spasme kandung kemih, wajah meringis, gelisah.
Tujuan : nyeri hilang / terkontrol
Intervensi : - Kaji karakteristik nyeri (PQRST)
- Berikan tindakan kenyamanan
- Dorong penggunaan tehnik relaksasi
- Kolaborasi dalam pemberian analgetik.
c. Resti infeksi berhubungan dengan prosedur invasive kateter, iritasi
kandung kemih, seringnya trauma jaringan.
Tujuan : tidak terjadi infeksi.
Intervensi : - Awasi adanya tanda – tanda infeksi
- Ajarkan / pertahankan sistem kateterisasi steril
- Lakukan perawatan kateter setiap hari
- Monitoring TTV
17
- Kolaborasi dalam pemberian Antibiotik
d. Gangguan eliminasi BAB (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi
Tujuan : gangguan eliminasi BAB dapat teratasi
Intervensi : - Observasi KU pasien
- Kaji faktor penyebab sulitnya BAB
- Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian makan tinggi
serat.
- Kolaborasi dalam pemberian obat supposituria.
e. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungn dengan
kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan pemasukan pre operasi, area
bedah vaskuler.
Tujuan : gangguan kekurangan volume cairan dapat teratasi.
Intervensi : - Hindari manipulasi berlebihan pada kateter
- Awasi pemasukan dan pemgeluaran
- Observasi drainase kateter, perhatikan adanya perdarahan
- Evaluasi warna konsistensi urine
- Awasi tanda peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan
tekanan darah, disforesis pucat, perlambatan pengisian
kapiler, membran mukosa kering
- Kolaborasi dalam mengawasi pemeriksaan laboratorium
seperti Hb dll.
f. Cemas berhubungan dengan prosedur operasi dan berada pada lingkungan
baru / dampak hospitalisasi
Tujuan : keceasan berkurang / hilang
Intervensi : - Orientasikan pasien dan keluarga terhadap ruang, perawat /
tim kesehatan lain, serta pasien sekamar
- Jelaskan tentang penyakitnya, mengapa harus operasi
- Berikan kesempatan pada pasien dan keluarga untuk
bertanya
18
- Anjurkan keluarga untuk mengalihkan pikiran pasien agar
tidak cemas
g. Gangguan personal hygiene berhubungan dengan imobilisasi
Tujuan : pasien mampu memaksimalkan dalam memenuhi perawatan
dirinya
Intervensi : - Kaji tingkat kemandirian pasien
- Ubah posisi sesering mungkin
- Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
- Bantu pasien memenuhi kebutuhannya yang benar – benar
dibutuhkan dan tidak mampu dilakukan sendiri
h. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang
informasi tentang penyakitnya.
Tujuan : pasien mengerti tentang penyakitnya
Inervensi : - Kaji tingkat pengetahuan pasien
- Beri penjelasan tentang penyakit yang diderita
- Tekankan perlunya nutrisi yang baik
- Diskusikan pembatasan aktivitas awal
- Dorong kesinambungan latihan perineal
- Instruksikan perawatan kateter urine
- Beri kesempatan pasien untuk bertanya
- Motivasi keluarga untuk tetap tenang.
(Nanda, 2013)
19
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR
A. KONSEP DASAR TEORI
1. DEFINISI ISTIRAHAT DAN TIDUR
Istirahat merupakan keadaan rileks dan tenang tanpa ada tekanan
emosional. Jadi, istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur dan
tidak melakukan aktifitas apapun. Tidur merupakan kondisi ketika
seseorang tidak sadar, tetapi dapat dibangunkan oleh stimulus atau sensoris
yang sesuai. Kondisi ini ditandai dengan aktifitas fisik yang minim, tingkat
kesadaran bervariasi, terjadi perubahan proses fisiologis, dan terjadi
penurunan respons terhadap stimulus eksternal (Perry & Potter, 2006)
2. FISIOLOGI TIDUR
Aktifitas tidur berhubungan dengan mekanisme serebral yang secara
bergantian mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan
bangun. Bagian otak yang mengendalikan aktifitas tidur adalah batang
otak, tepatnya pada sistem pengaktifan retikularis atau Reticular Activating
System (RAS) dan Bulbar Synchronizing Regional (BSR). RAS dapat
memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan serta
dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi
dan proses berpikir. Pada saat sadar, RAS melepaskan katekolamin untuk
mempertahankan kewaspadaan dan agar tetap terjaga. Pengeluaran
serotonin dari BSR menimbulkan rasa kantuk yang selanjutnya
menyebabkan tidur. Terbangun dan terjaganya seseorang tergantung pada
keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak dan sistem limbic (Perry
& Potter, 2006).
3. TAHAPAN TIDUR
Tidur dapat dibagi menjadi dua tahapan, yaitu non-rapid eye
movement (NREM) dan rapid eye movement (REM).
20
a. Tidur NREM
Tidur Nrem disebabkan oleh penurunan kegiatan dalam sistem
pengaktifan retikularis. Tahapan tidur ini juga disebut tidur gelombang
lambat , karena gelombang otak bergerak dengan sangat lambat. Tidur
NREM ditandai dengan penurunan sejumlah fungsi fisiologis tubuh
termasuk juga metabolisme, kerja otot dan tanda-tanda vital. Hal lain
yang terjadi pada saat tidur NREM adalah pergerakan bola mata
melambat.
Tidur NREM terbagi menjadi empat tahapan, yaitu sebagai berikut:
1) Tahap I
Tahap I merupakan tahapan paling dangkal dari tidur dan
merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur. Tahap ini
ditandai dengan individu yang cenderung rileks, masih sadar
dengan lingkungannya, merasa mengantuk, bola mata bergerak
dari samping ke samping, frekuensi nadi dan napas sedikit
menurun, serta mudah dibangunkan. Tahap I normalnya
berlangsung sekitar 5 menit atau sekitar 5% dari total tidur.
2) Tahap II
Tahap II merupakan tahap ketika individu masuk pada tahap tidur,
tetapi masih dapat bangun dengan mudah. Tahap I dan II ini
termasuk dalam tahap tidur ringan. Pada tahap II, otot mulai
relaksasi, mata pada umumnya menetap, dan proses-proses di
dalam tubuh terus menurun. Ditandai dengan penurunan denyut
jantung, frekuensi napas, suhu tubuh, dan metabolisme. Pada tahap
II normalnya berlangsung selama 10-20 menit dan merupakan 50-
55 % dari total tidur.
3) tahap III
tahap III merupakan awal ari tahap tidur dalam atau tidur nyenyak.
Tahap ini dicirikan dengan relaksasi otot menyeluruh serta
21
pelambatan denyut nadi, frekuensi napas, dan proses tubuh yang
lain. Pelambatan tersebut disebabkan oleh dominasi sistem saraf
parasimpatis. Pada tahap III, individu cenderung sulit
dibangunkan. Tahap III berlangsung selama 15-30 menit dan
merupakan 10 % dari total tidur.
4) Tahap IV
Pada tahap ini, individu tidur semakin dalam, tahap IV
ditandai dengan perubahan fisiologis, yaitu EEG gelombang otak
melemah serta penurunan denyut jantung, tekanan darah, tonus
otot, metabolisme dan suhu tubuh.
Pada tahap ini individu jarang bergerak dan sulit
dibangunkan. Tahap ini berlangsung selama 15-30 menit dan
merupakan 10 % dari total tidur (Perry & Potter, 2006).
b. Tidur REM
Tidur REM disebut juga tidur paradoks. Tahapan ini biasanya
terjadi rata-rata 90 menit dan berlangsung selama 5-20 menit. Tidur
REM tidak senyenyak tidur NREM dan biasanya sebagian besar
mimpi terjadi pada tahap ini. tidur REM penting untuk keseimbangan
mental dan emosi. Selain itu, tahapan tidur ini juga berperan dalam
proses belajar, memori dan adaptasi.
Tidur REM ditandai dengan :
1) Lebih sulit dibangunkan atau dapat bangun dengan tiba-tiba
2) Sekresi lambung meningkat
3) Tonus otot menurun
4) Frekuensi denyut jantung dan pernapasan sering kali menjadi tidak
teratur
5) Mata cepat tertutup dan terbuka
6) Metabolisme meningkat
22
4. SIKLUS TIDUR
Selama tidur, individu mengalami siklus tidur yang di dalamnya
terdapat pergantian antara tahap tidur NREM dan REM secara berulang.
Siklusnya sebagai berikut :
a. Pergeseran dari tidur NREM tahap I-III selama 30 menit
b. Pergeseran dari tidur NREM tahap III ke IV. Tahap IV ini
berlangsung selama 20 menit
c. Individu kembali mengalami tidur NREM tahap III dan tahap II yang
berlangsung selama 20 menit
d. Pergeseran dari tidur NREM tahap II ke tidur REM. Tidur REM ini
berlangsung selama 10 menit
e. Pergeseran dari tidur REM ke tidur NREM tahap II
f. Siklus tidur pun dimulai, tidur NREM terjadi bergantian dengan tidur
REM. Siklus ini normalnya berlangsung selama 1,5 jam dan setiap
orang umumnya melalui 4-5 siklus selama 7-8 jam tidur
5. KEBUTUHAN TIDUR PADA SETIAP TAHAP PERKEMBANGAN
Usia dan tingkat
perkembangan
Jumlah
kebutuhan
tidur
(jam/hari)
Pola tidur normal
0-1 bulan
1-12 bulan
1-3 tahun
14-18
12-14
10-12
50% tidur REM, berlangsung
selama 45-60 menit
20-30% tidur REM, tidur
sepanjang malam
25 % tidur REM , tidur pada siang
23
3-6 tahun
6-12 tahun
12-18 tahun
18-40 tahun
40-60 tahun
>60 tahun
11
10
7-8,5
7-8
7-8
6
hari dan sepanjang malam
20% tidur REM
18,5% tidur REM
20% tidur REM
20-25% tidur REM
20% tidur REM, mengalami
insomnia
20-25% tidur REM, sering terjaga
sewaktu tidur, mengalami
insomnia, dan tahap IV NREM
menurun, bahkan tidak ada
6. ETIOLOGI
Faktor yang Memengaruhi Kebutuhan Tidur
a. Penyakit
Sebagian penyakit menyebabkan penderita kesulitan untuk
tidur, misalnya penyakit yang menyebabkan nyeri atau distres fisik.
b. Kelelahan
Kelelahan akibat aktifitas yang tinggi umumnya memerlukan
lebih banyak tidur untuk memulihkan kondisi tubuh. Makin lelah
sesorang, makin pendek siklus REM yang dilaluinya. Setelah
beristirahat, biasanya siklus REM akan kembali memanjang.
24
c. Lingkungan
Ada atau tidaknya stimulus tertentu dari lingkungan dapat
menghambat upaya tidur, contohnya suhu yang tidak nyaman,
ventilasi yang buruk, atau suara-suara tertentu.
d. Stres psikologis
Stres psikologis pada seseorang dapat menyebabkan ansietas
atau ketegangan dan depresi. Akibatnya pola tidur, dapat terganggu.
Ansietas dan depresi dapat meningkatkan kadar norepinefrin pada
darah melaui stimulasi sistem saraf simpatis, akibatnya terjadi
pengurangan siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta
seringnya terjaga pada saat tidur.
e. Gaya Hidup
Rutinitas seseorang dapat memengaruhi pola tidur. Contohnya
individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur aktivitasnya
agar bisa tidur pada waktu yang tepat.
f. Motivasi
Motivasi dapat mendorong untuk tidur sehingga memengaruhi proses
tidur, misalnya seseorang ingin tidur lebih cepat agar keesokan
harinya tidak terlambat ke sekolah.
g. Stimulan, alkohol, dan obat-obatan
Contoh stimulan yang paling umum ditemukan adalah kafein dan
nikotin. Kafein dapat merangsang sistem saraf pusat sehingga
menyebabkan kesulitan untuk tidur.
h. Diet dan nutrisi
Asupan nutrisi yang adekuat dapat mempercepat proses tidur,
misalnya asupan protein. Asupan protein yang tinggi dapat
mempercepat proses tidur karena adanya triptofan (asam amino) hasil
pencernaan protein yang dapat mempermudah proses tidur.
7. GANGGUAN MASALAH KEBUTUHAN TIDUR
25
a. Insomnia
Insomnia adalah kesukaran dalam memulai dan mempertahankan
tidur sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan tidur yang adekuat.
Insomnia dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Insomnia inisial : ketidakmampuan untuk memulai tidur
2) Insomnia intermiten : ketidakmampuan untuk tetap tertidur karena
terlalu sering terbangun
3) Insomnia terminal : ketidak mampuan untuk tidur kembali setelah
terbangun pada malam hari
b. Hipersomnia
Hipersomnia merupakan gangguan tidur yang ditandai dengan tidur
berlebihan, terutama pada siang hari, walaupun sudah mendapatkan
tidur yang cukup. Gangguan ini dapat disebabkan oleh kondisi medis
tertentu, misalnya gangguan pada sistem saraf, hati, atau ginjal, dan
masalah psikologis.
c. Parasomnia
Parasomnia merupakan perilaku yang dapat mengganggu tidur
atau perilaku yang muncul pada saat seseorang tertidur. Gangguan ini
umumnya terjadi pada anak-anak. Beberapa turunan parasomnia antara
lain adalah sering terjaga misalnya tidur berjalan, gangguan transisi
bangun tidur misalnya mengigau, parasomnia yang berkaitan dengan
tidur REM misalnya mimpi buruk.
d. Narkolepsi
Narkolepsi merupakan gelombang kantuk yang tak tertahankan yang
muncul secara tiba-tiba pada siang hari. Gangguan ini disebut serangan
tidur. Narkolepsis diduga merupakan suatu gangguan neurologis yang
disebabkan oleh kerusakan genetik sistem saraf pusat yang disebabkan
oleh kerusakan genetik sistem saraf pusat yang menyebabkan tidak
terkendalinya periode tidur REM.
26
e. Apnea saat tidur
Apnea saat tidur merupakan kondisi ketika napas terhenti secara
periodik pada saat tidur.
f. Somnabulisme
Somnabulisme merupakan keadaan ketika tengah tertidur, tetapi
melakukan kegiatan orang yang tidak tidur. Penderita sering kali
melakukan tindakan motorik
g. Enuresa
Enuresa atau mengompol merupakan kegiatan buang air kecil
yang tidak disengaja pada waktu tidur. enuresa dapat dibagi menjadi
dua, yaitu enuresa nokturnal dan diurnal. Enuresa nokturnal
merupakan keadaan mengompol pada saat tidur dan
umumnya terjadi karena ada gangguan pada tidur NREM.
Enuresa diurnal merupakan keadaan mengompol pada saat bangun
tidur.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian keperawatan pada masalah kebutuhan istirahat dan tidur
meliputi riwayat tidur serta pemeriksaan fisik
a. Riwayat tidur
1) Pola tidur, seperti jam berapa klien masuk kamar untuk tidur, jam
berapa biasa bangun tidur, dan keteraturan pota tidur klien;
2) Kebiasaan yang dilakukan klien menjelang tidur, seperti membaca
buku, buang air kecil, dan lain-lain;
3) Gangguan tidur yang sering dialami klien dan cara mengatasinya;
4) Kebiasaan tidur siang;
27
5) lingkungan tidur klien. Bagaimana kondisi lingkungan tidur
apakah kondisinva bising, gelap, atau suhunya dingin? dan lain
lain;
6) Peristiwa yang baru dialami klien dalam hidup. Perawat
mempelajari apakah peristiwa, yang dialami klien, yang
menyebabkan klien mengalami gangguan tidur.
7) Status emosi dan mental klien. Status emosi dan mental
memengaruhi terhadap kemampuan klien untuk istirahat dan tidur.
Perawat perlu mengkaji mengenai status emosional dan mental
klien, misalnya apakah klien mengalami stres emosional atau
ansietas?, juga dikaji sumber stres yang dialami klien.
8) Perilaku deprivasi tidur yaitu manifestasi fisik dan perilaku yang
timbul sebagai akibat gangguan istirahat tidur, seperti:
a) Penampilan wajah, misalnya adakah area gelap di sekitar
mata, bengkak di kclopak mata, konjungtiva kemerahan, atau
mata yang terlihat cekung;
b) Perilaku yang terkait dengan gangguan istirabat tidur,
misalnya apakah klien mudah tersinggung, selalu menguap,
kurang konsentrasi, atau terlihat bingung;
c) Kelelahan, misalnya apakah klien tampak lelah, letih, atau
lesu.
b. Gejala Klinis
Gejala klinis yang mungkin muncul: perasaan lelah, gelisah,
emosi, apetis, adanya kehitaman di daerah sekitar mata bengkak,
konjungtiva merah dan mata perih, perhatian tidak fokus, sakit kepala.
c. Penyimpangan Tidur
Kaji penyimpangan tidur seperti insomnia, somnambulisme,
enuresis, narkolepsi, night terrors, mendengkur, dll.
d. Pemeriksaan fisik
28
1) Tingkat energy, seperti terlihat kelelahan, kelemahan fisik, terlihat
lesu
2) Ciri-ciri diwajah, seperti mata sipit, kelopak mata sembab, mata
merah, semangat
3) Ciri-ciri tingkah laku, seperti oleng/ sempoyongan, menggosok-
gosok mata, bicara lambat, sikap loyo
4) Data penunjang yang menyebabkan adanya masalah potensial,
seperti obesitas, deviasi septum, TD rendah, RR dangkal dan
dalam
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan menurut Doenges (1999):
Gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor internal: penyakit, stress
psikologis, ketidakaktifan; faktor eksternal: perubahan lingkungan, rutinitas
fasilitas.
Diagnosa menurut Saputra, Lyndon (2013):
a. Gangguan pola tidur, berhubungan dengan :
1) Sering terjaga pada malam hari
2) Tidur berlebihan pada siang hari
3) Nyeri
4) Lingkungan yang mengganggu
b. Kecemasan, berhubungan dengan ketidakmampuan untuk tidur
c. Koping individu tidak efektif, berhubungan dengan insomnia
d. Gangguan pertukaran gas, berhubungan dengan apnea saat tidur
3. INTERVENSI
Intervensi menurut Doenges (1999):
DIAGNOSA KEPERAWATAN GANGGUAN POLA TIDUR
29
Dapat dihubungkan dengan
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
Faktor internal: Penyakit, stress
psikologis, ketidakaktifan.
Faktor eksternal: Perubahan
lingkungan, rutinitas fasilitas
Perubahan pada
perilaku/penampilan yang
meningkatkan peka rangsang,
malas.
Melaporkan perbaikan dalam pola
tidur/istirahat.
Mengungkapkan peningkatan rasa
sejahtera dan segar.
TIDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan
perubahan yang terjadi.
Berikan tempat tidur yang nyaman dan
beberapa milik pribadi, mis., bantal,
guling.
Buat rutinitas tidur baru yang
dimasukan dalam pola laa dan
lingkungan baru.
Cocokan dengan teman sekamar yang
mempinyai pola tidur serupa dan
kebutuhan malam hari
Dorong beberapa aktivitas fisik ringan
selama siang hari. Jamin pasien
Mengkaji perlunya dan
mengidentifikasi intervensi yang tepat.
Meningkatkan kenyamanan tidur
serta dukungan fisiologis/psikologis.
Bila rutinitas baru mengandung
aspek sebanyak kebiasaan lama, sterss
dan ansietas yang berhubungan dapat
berkurang.
Menurunkan kemungkinan bahwa
teman sekamar yang “burung hantu”
dapat menunda pasien untuk terlelap atau
menyebabkan terbangun.
Aktivitas siang hari dapat
30
berhenti beraktivitas beberapa jam
sebelum tidur.
Tingkatkan regimen kenyamanan
waktu tidur, mis., mandi hangat atau
masase, segelas susu hangat, anggur
atau brandi pada waktu tidur.
Instruksikan tindakan relaksasi.
Kurangi kebisingan dan lampu
Dorong posisi nyaman, bantu dalam
mengubah posisi
Gunakan pagar tempat tidur sesuai
indikasi; rendahkan tempat tidur bila
mungkin.
membantu pasien menggunakan energi
dan sikap untuk tidur malam hari.
Namun, kelanjutan aktivitas yang dekat
dengan waktu tidur dapat bertindak
sebagai stimulan, yang memperlambat
tidur.
Meningkatkan efek relaksasi.
Catatan: Susu mempunyai kualitas
soporifik, meningkatkan sintesis
serotonin, neurotransmiter yang
membantu pasien tertidur dan tidur lebih
lama.
Membantu menginduksi tidur.
Memberikan situasi kondusif.
Perubahan posisi mengubah area
tekanan dan meningkatkan istirahat.
Dapat merasa takut jatuh karena
perubahan ukuran dan tinggi tempat
tidur. Pagar tempat tidur memberi
keamanan dan dapat digunakan untuk
membantu mengubah posisi. Catatan:
Beberapa orang lebih baik tidak
menggunakan pagar tempat tidur dan
cenderung jatuh bila melompati pagar
tempat tidur.
Tidur tanpa gangguan lebih
menimbulkan rasa segar, dan pasien
mungkin tidak mampu kembali tidur bila
31
Hindari mengganggu bila mungkin
(mis., membangunkan untuk obat
atau terapi).
Kolaborasi
Berikan sedatif, hipnotik, sesuai
indikasi.
terbangun.
Mungkin diberikan untuk
membantu pasien tidur/istirahat selama
periode transisi dari rumah ke lingkungan
baru. Catatan: hindari penggunaan
kebiasaan, karena obat ini menurunkan
waktu tidur REM.
Intervensi menurut Saputra, Lindon (2013):
Intervensi Rasional
1. Kaji kembali faktor yang
menyebabkan gangguan tidur
2. Bantu pasien untuk memicu
tidur, seperti :
a. Anjurkan pasien mandi
sebelum tidur.
b. Anjurkan pasien minum
susu hangat.
c. Anjurkan pasien
membaca buku.
d. Anjurkan pasien
1. untuk mengetahui kebutuhan
istirahat dan tidur pasien normal.
2. untuk membantu pasien dalam
memenuhi kebutuhan istirahat
dan tidur pasien.
32
menonton televisi.
e. Anjurkan pasien
menggosok gigi sebelum
tidur.
f. Anjurkan pasien
embersihkan muka
sebelum tidur.
g. Anjurkan pasien
membersuihkan tempat
tidur.
3. Kurangi kemungkinan cedera
selama tidur dengan cara :
a. Gunakan cahaya lampu
malam.
b. Posisikan tempat tidur
yang rendah.
c. Letakkan bel dekat
pasien.
d. Ajarkan pasien untuk
meminta bantuan.
e. Gantungkan selang
drainase di tempat tidur
dan cara
memindahkannya bila
pasien memakainnya.
4. Berikan pendidikan kesehatan
seperti:
3. untuk menciptakan lingkungan
yang nyaman untuk pasien
dalam memenuhi kebutuhan
istirahat dan tidur.
4. keluarga dan pasien mengetahui
pentingnya kebutuhan istirahat
dan tidur.
33
a. Ajarkan rutinitas jadwal
tidur di rumah.
b. Ajarkan pentingkan
latihan reguler ± ½ jam.
c. Penerangan tentang efek
samping obat hipnotik.
5. Tanyakan atau evaluasi
perasaan pasien setelah
dilakukan tindakan
5. mengetahui keberhasilan
tindakan
4. IMPLEMENTASI
a. Mengkaji kembali faktor yang menyebabkan gangguan tidur.
b. Membantu pasien untuk memicu tidur, seperti :
1) Menganjurkan pasien mandi sebelum tidur.
2) Menganjurkan pasien minum susu hangat.
3) Menganjurkan pasien membaca buku.
4) Menganjurkan pasien menonton televisi.
5) Menganjurkan pasien menggosok gigi sebelum tidur.
6) Menganjurkan pasien embersihkan muka sebelum tidur.
7) Menganjurkan pasien membersuihkan tempat tidur.
c. Mengurangi kemungkinan cedera selama tidur dengan cara :
1) Menggunakan cahaya lampu malam.
2) Memberikan Posisi tempat tidur yang rendah.
3) Meletakkan bel dekat pasien.
4) Mengajarkan pasien untuk meminta bantuan.
34
5) Menggantungkan selang drainase di tempat tidur dan cara
memindahkannya bila pasien memakainnya.
d. Memberikan pendidikan kesehatan seperti:
1) Mengajarkan rutinitas jadwal tidur di rumah.
2) Mengajarkan pentingkan latihan reguler ± ½ jam.
3) Memberikan Penerangan tentang efek samping obat hipnotik.
e. Tanyakan atau evaluasi perasaan pasien setelah dilakukan tindakan
5. EVALUASI
Evaluasi terhadap masalah kebutuhan istirahat dan tidur dapat
dinilai dari kemampuan dalam memenuhi kebutuhan tidur, baik
kuantitatif maupun kualitatif
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
35
A. NYERI
1. Definisi
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial.
(Smeltzer & Bare, 2001)
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subyektif dan
hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi
perasaan tersebut. Secara umum nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan
tidak nyaman, baik ringan maupun sedang ( Iqbal, 2007).
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal
yang disebabkan oleh stimulus tertentu (Potter&Perry, 2005).
Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah
perasaaan tidak nyaman yang disebabkan stimulus.
2. Klasifikasi Nyeri
- Menurut bentuknya
a. Nyeri akut, nyeri yang berlangsung tidak melebihi enam bulan, serangan
mendadak dari sebab yang sudah diketahui dan daerah nyeri biasanya
sudah diketahui, nyeri akut ditandai dengan ketegangan otot, cemas yang
keduanya akan meningkatkan persepsi nyeri.
b. Nyeri kronis, nyeri yang berlangsung enam bulan atau lebih, sumber nyeri
tidak diketahui dan tidak bisa ditentukan lokasinya. Sifat nyeri hilang dan
timbul pada periode tertentu nyeri menetap
36
- Menurut jenisnya:
a. Nyeri perifer
Nyeri superficial, yakni rasa nyeri yang muncul akibat
rangsangan pada kulit dan mukosa
Nyeri viseral, rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi
pada reseptor nyeri di rongga abdomen, cranium, dan toraks
Nyeri alih, nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang
jauh dari jaringan penyebab nyeri
b. Nyeri sentral
Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis,
batang otak, dan thalamus
c. Nyeri psikogenik
37
Nyeri Kronis
Klien menjadi mudah tersinggung dan mengalami insomnia
Kecemasan
meningkat
Klien mundur dari interaksi sosial
Kurang perhatian dan isolasi sosial
Putus asa
Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan
kata lain nyeri ini timbul akibat pikiran si penderita sendiri. Seringkali,
nyeri ini muncul karena factor psikologis, bukan fisiologis.
3. Fisiologi Nyeri
Bagaimana nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu masih
belum sepenuhnya dimengerti. Akan tetapi, bisa tidaknya nyeri dirasakan dan
hingga mana derajat nyeri tersebut mengganggu dipengaruhi oleh interaksi
antara system algesia tubuh dan transmisi system saraf serta transmisi system
saraf serta interprestasi stimulus.
- Nosisepsi
System saraf perifer terdiri atas saraf sensorik primer yang khusus
bertugas mendeteksi kerusakan jaringan dan membangkitkan sensasi
sentuhan, panas, dingin, nyeri, dan tekanan. Reseptor yang bertugas
merambatkan sensasi nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor merupakan
ujung-ujung saraf perifer yang bebas dan tidak bermielin atau sedikit
bermielin. Reseptor nyeri tersebut dapat dirangsang oleh stimulus mekanis,
suhu, atau kimiawi. Sedangkan proses fisiologis terkait nyeri disebut
nosisepsi. Proses tersebut terdiri atas empat fase, yakni :
a. Transduksi
Pada fase transduksi, stimulus atau rangsangan yang
membahayakan (mis: bahan kimia, suhu, listrik, atau mekanis ) memicu
pelepasan mediator biokimia (mis: prostaglandin, bradikinin, histamine,
substansi P ) yang mensensitisasi nosiseptor.
b. Transmisi
Fase transmisi nyeri terbagi atas 3 bagian. Pada bagian pertama
nyeri merambat dari serabut saraf perifer ke medulla spinali. Dua jenis
serabut nosiseptor yang terlibat dalam proses tersebut adalah serabut C,
yang mentransmisikan nyeri tumpul dan menyakitkan, serta serabut A-
Delta yang mentransmisikan nyeri yang tajam dan terlolokalisasi.
38
Bagian kedua adalah transmisi neri dari medulla spinalis menuju batang
otak dan thalamus melalui jaras spinotalamikus (spinothalamic tract
{STT}). STT merupakan suatu system diskriminatif yang membawa
informasi mengenai sifat dan lokasi melalui stimulus dan thalamus.
Selanjutnya pada bagian ketiga, sinyal trsebut diteruskan ke korteks
sensori somatic-
c. Persepsi
Pada fase ini individu mulai menyadari adanya nyeri.
Tampaknya persepsi nyeri tersebut terjadi di stuktur korteks sehingga
memungkinkan munculnya berbagai strategi perilaku kognitif untuk
mengurangi komponen sensorik dan afektif nyeri
(McCaffery&Pasero,1999).
d. Modulasi
Fase ini disebut juga system desenden. Pada fase ini neuron di
batang otak mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke medulla spinalis.
Serabut desenden tersebut melepaskan substansi seperti opioid,
serotonin, dan norepineprin yang akan menghambat impuls asenden
yang membahayakan dibagian dorsal medulla spinalis.
- Teori Gate Control
Banyak teori yang menjelaskan fisiologi nyeri, namun yang paling
sederhanan adalah teori Gate Control yang dikemukakan oleh Melzack dan
Well (1965). Dalam teorinya kedua orang ahli ini menjelaskan bahwa
substansi gelatinosa (SG) pada medulla spinalis bekerja layaknya pintu
gerbang yang memungkinkan atau menghalangi masuknya impuls nyeri
menuju otak. Pada mekanisme nyeri, stimulus nyeri ditransmisikan
melalui serabut saraf berdiameter kecil melewati gerbang. Akan tetapi,
serabut saraf berdiameter besar yang juga melewati gerbang tersebut dapat
menghambat transmisi impuls nyeri dengan cara menutup gerbang itu.
Impuls yang berkonduksi pada serabut berdiameter besar bukan sekedar
39
menutup gerbang, tetapi juga merambat langsung ke korteks agar dapat
diidentifikasi dengan cepar (Long,1996).
- Pengalaman nyeri
Pengalaman nyeri seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni :
arti nyeri bagi idividu, persepsi nyeri individu, toleransi nyeri, dan reaksi
individu terhadap nyeri.
4. Nilai-nilai Normal
a. Menurut Hayward
Hayward (1975), mengembangkan sebuah alat ukur nyeri
(painometer) dengan skala longitudinal, yang pada salah satu
ujungnyatercantum nilai 0 (untuk keadaan tanpa nyeri) dan ujung lainnya
nilai 10 (untuk kondisi nyeri paling hebat). Untuk mengukurnya, penderita
memilih salah satu bilangan yang yang menurutnya paling menggambarkan
pengalaman nyeri yang terakhir kali ia rasakan, dan nilai ini dapat dicatat
pada sebuah grafik yang dibuat menurut waktu. Intensitas nyeri ini sifatnya
subjektif dan dipengaruhi banyak hal, seperti tingkat kesadaran,
konsentrasi, jumlah distraksi, tingkat aktivitas, dan harapan keluarga.
Intensitas nyeri dapat dijabarkan dalam sebuah skala nyeri dengan
beberapa kategori.
0 = tidak nyeri
1-3 = nyeri ringan
4-6 = nyeri sedang
7-9 = sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol dengan aktivitas yang bisa
dilakukan
10 = sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol
b. Deskriptif
40
tidak nyeri nyeri nyeri nyeri
nyeri ringan sedang berat yang tidak
tertahankan
c. Skala FACES
Menurut Wong-Baker FACES Rating Scale, skala ini ditujukan
untuk klien yang tidak mampu menyatakan intensitas nyerinya melalui
skala angka. Ini termasuk anak-anak yang tidak mampu berkomunikasi
secara verbal dan lansia yang mengalami gangguan kognisi dan
komunikasi.
Skala wajah nyeri
5. Pengkajian
- Kaji karakteristik PQRST
a. Palliative : aktivitas yang membuat nyeri makin parah
b. Qualitas : Bagaimana nyeri yang dirasakan, apakah terasa tajam, tumpul
seperti terbakar, tertindih benda berat, tertusuk, menjalar.
c. Region : Di lokasi mana nyeri dirasakan ?
d. Severity : Intensitas nyeri
e. Time : kapn nyerei mulai dirasakan ?
41
- Kaji riwayat nyeri
a. Lokasi, untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien
menunjukkan area nyerinya
b. Intensitas nyeri
c. Kualitas nyeri, terkadang nyeri bisa terasa seperti dipukul-pukul atau
ditusuk-tusuk.
d. Pola, pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kekambuhan atau
interval nyeri
e. Faktor presipitasi, factor pencetus timbulnya nyeri.
f. Gejala yang menyertai, meliputi mual, muntah, pusing dan diare
g. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari.
h. Sumber koping, setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda
dalam menghadapi nyeri
i. Respon afektif, respon klien bergantung pada situasi, derajat, dan durasi
nyeri, intepretasi tentang nyeri, dan faktor
- Kaji tanda-tanda vital tekanan darah, nadi, respiratory rate, suhu tubuh.
- Kaji respon perilaku dan fisiologis
a. Respon non verbal: ekspresi wajah, misal menutup mata rapat-rapat
atau membuka mata lebar-lebar, menggigit bibir bawah, dan seringai
wajah.
b. Respon perilaku: menendang-nendang, membalik-balikkan tubuh di
atas kasur, dll.
c. Respon fisiologis: nyeri akut misalnya peningkatan tekanan darah,
nadi, dan pernafasan, diaphoresis, dilatasi pupil akibat terstimulasinya
system saraf simpatis.
6. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia
42
- Mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri, misalnya
ketidakpercayaan, kesalahpahaman, ketakutan, kelelahan dan kebosanan
- Non farmakologi (mandiri)
a. Sentuhan terapeutik
Teori ini mengatakan bahwa individu yang sehat mempunyai
keseimbangan energi antara tubuh dengan lingku;ngan luar. Orang sakit
berarti ada ketidakseimbangan energi, dengan memberikan sentuhan
pada klien, diharapkan ada transfer energi dari perawat ke klien.
b. Akuplesur
Pemberian penekanan pada pusat-pusat nyeri
c. Guided imagery
Meminta klien berimajinasi membayangkan hal-hal yang
menyenangkan, tindakan ini memerlukan suasana dan ruangan yang
tenang serta konsentrasi dari klien. Apabila klien mengalami
kegelisahan, tindakan harus dihentikan. Tindakan ini dilakukan pada
saat klien merasa nyaman dan tidak sedang nyeri akut.
d. Distraksi
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan
sampai sedang. Distraksi visual (melihat TV atau pertandingan bola),
distraksi audio (mendengar musik), distraksi sentuhan (massase,
memegang mainan), distraksi intelektual (merangkai puzzle, main
catur)
e. Anticipatory guidance
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri.
Contoh tindakan: sebelum klien menjalani prosedur pembedahan,
perawat memberikan penjelasan/informasi pada klien tentang
pembedahan, dengan begitu klien sudah punya gambaran dan akan
lebih siap menghadapi nyeri.
f. Hipnotis
43
Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti
positif.
g. Biofeedback
Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu informasi
tentang respon nyeri fisiologis dan cara untuk melatih kontrol volunter
terhadap respon tersebut. Terapi ini efektif untuk mengatasi ketegangan
otot dan migren, dengan cara memasang elektroda pada pelipis.
h. Stimulasi kutaneus
Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran
adalah cara ini bisa melepaskan endorfin, sehingga bisa memblok
stimulasi nyeri. Bisa dilakukan dengan massase, mandi air hangat,
kompres dengan kantong es dan stimulasi saraf elektrik transkutan
(TENS/ transcutaneus electrical nerve stimulation). TENS merupakan
stimulasi pada kulit dengan menggunakan arus listrik ringan yang
dihantarkan melalui elektroda luar.
7. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen injuri (fisik, biologis, dan psikologi)
b. Cemas b.d perubahan status kesehatan
c. Gangguan mobilitas fisik b.d tidak nyaman, nyeri
d. Defisit self care b.d kelemahan dan kelelahan, nyeri
8. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)
Tujuan : nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan
Kriteria hasil :
- Skala nyeri berkurang
- Pasian tampak rileks
- Tanda-tanda vital normal
Intervensi:
44
1. Kaji tingkat nyeri dan lokasi nyeri yang dirasakan klien
R/ membsntu tingkat dan lokasi nyeri yang dirasakan klien
sehingga memudahkan intervensi selanjutnya.
2. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab nyeri yang terjadi.
R/ Klien dan keluarga dapat lebih kooperatif terhadap tindakan
keperawatan
yang dilakukan.
3. Observasi TTV dan tanda-tanda nyeri.
R/ tanda-tanda vital dapat berubah akibat rasa nyeri dan merupakan
indicator untuk menilai perkembangan penyakit
4. Ajarkan klien untuk nafas dalam secara teratur dan perlahan- lahan bila
nyeri muncul
R/ Penarikan nafas dalam secara perlahan- lahan dapat terjadi
suatu relaksasi dan melancarkan aktivitas suplai O2 ke jantung sehingga
nyeri berkurang
5. Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi pada klien.
R/ Tekhnik distraksi dan relaksasi adalah tekhnik untuk mengalihkan
perhatian dan merilekskan klien sehingga mekanisme koping klien
terhadap
nyeri meningkat.
6. Kolaborasi pemberian obat-obatan analgesik.
R/ Analgesik dapat mengontrol pusat rangsang nyeri, sehingga nyeri
dapat berkurang atau terkontrol
b. Cemas b.d perubahan status kesehatan
Tujuan : cemas pasien hilang atau berkurang
45
KH :
- Pasien mampu mengungkapkan cara mengatasi cemas
- Pasien mengerti tentang proses penyakit yang dialami
Intervensi
1. Bina hubungan. saling percaya
R/ Mempermudah melakukan intervensi
2. Libatkan keluarga dalam proses tindakan
R/ dengan melibatksn keluarga dapat mengurangi kecemasan
3. Jelaskan semua prosedur tindakan yang akan dilakukan
R/ dengan mengetahui prosedur tindakan maka dapat
mengurangi kecemasan
4. Anjurkan pasien mengungkapkan kecemasannya
R/ mengetahui sebab dan tingkat kecemasan yang dialami
pasien
5. Berikan motivasi pada pasien
R/ motivasi akan mengurangi kecemasan
c. Gangguan mobilitas fisik b.d tidak nyaman, nyeri
Tujuan : pasien mengungkapkan bertambahnya kekuatan dan daya tahan
ekstremitas
KH :
- Aktifitas fisik meningkat
- ROM normal
- Melaporkan perasaan peningkatan kekuatan,
kemampuan dalam bergerak
46
- Klien bisa melakukan aktifitas walaupun dengan
dibantu
Intervensi
1. Kaji faktor penyebab (trauma, prosedur pembedahan, penyakit)
R/ mengetahui sebab pasien mengalami kerusakan mobilitas
sehingga dapat diketahui cara penanganan yang sesuai
2. Tingkatkan mobilitas dan pergerakan yang optimal
R/ Immobilitas yang lama dan gangguan fungsi neurosensorik
dapat menyebebkan kontraktur permanen
3. Lakukan latihan ROM yang sesuai untuk pasien (pasif, aktif, aktif
asistif, aktif resistif)
R/ ROM aktif meningkatkan massa otot, tonus otot, dan
kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan. ROM
pasif meningkatkan mobilitas sendi dan sirkulasi
4. Posisikan tubuh sejajar untuk mencegah komplikasi
R/ untuk mencegah terjadinya dikubitus
5. Lakukan mobilitas yang progresif
R/ latihan fisik meningkatkan kemandirian seseorang
d. Defisit self care b.d kelemahan dan kelelahan, nyeri
Tujuan : Agar klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri
KH :
- Agar klien mampu melakukan ADL secara mandiri,
seperti toileting, personal hygiene, dll
Intervensi :
47
1. Pantau kemampuan klien untuk melakukan perawatan diri secara mandiri
R/ Untuk melihat kemampuan klien dalam ADL secara mandiri
2. Pantau kebutuhan klien untuk penyesuaikan pengguanaan alat untuk
personal hygiene, toileting, dan makan
R/ Untuk memantau kebutuhan klien dalam menggunakan alat
untuk memenuhi kebutuhannya
3. Sediakan barang – barang yang dibutuhkan klien, seperti deodorant,
sabun mandi, sikat gigi, dll
4. R/ Mempermudah klien dalam memenuhi kebutuhannya
5. Sediakan bantuan hingga klien dapat melakukan perawatan pribadi secara
penuh
R/ Membantu dalam perawatan pribadi
6. Bantu klien dalam penerimaan ketergantuangan terhadap orang lain
dalam memenuhi kebutuhannya
R/ Bantu klien dalam ketergantuan ADL dengan orang lain
7. Dorong klien untuk ADL sesuai dengan tingkat kemampuan
R/ Untuk mengetahui perkembangan ADL klien
48
PENGKAJIAN DATA
I. Identitas Diri Klien
Nama : Tn. M
Tempat/ Tanggal lahir : Sukoharjo, 31 Desember 1947
Umur : 67 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Menjing Kayuaprak, Sukoharjo
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : -
Pekerjaan : Petani
No. CM : 26253
Tanggal masuk RS : 20 Desember 2015 jam 08.35 WIB
Tanggal Pengkajian : 20-23 Desember 2015, Jam 10.00 WIB
II. Status Kesehatan Saat Ini
1. Alasan dirawat
Pasien datang ke RSUD Sukoharjo karena klien mengeluh susah BAK,
tidak lancar, nyeri pada perut bagian bawah dan terasa panas ketika BAK
49
dan keluhan tersebut dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Oleh keluarga,
pasien di bawa ke poliklinik RSUD Sukoharjo. Dan dokter menyarankan
untuk dilakukan operasi karena hasil USG didapatkan pembesaran pada
prostat klien. Sehingga klien pada tanggal 19 Januari dirawat diruang
Flamboyan dan perencanaan operasi dilakukan pada hari Sabtu tanggal 24
Januari 2015.
2. Keluhan utama
Pasien mengatakan susah BAK dan terasa panas saat BAK.
3. Faktor pencetus
Pasien mengeluh susah BAK dan terasa panas saat BAK karena terjadi
pembesaran pada prostat pasien.
4. Lama keluhan
Pasien merasakan keluhan ini ± selama 1 bulan.
5. Timbul keluhan
Pasien pertama kali merasakan keluhan sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan
dirasakan ketika BAK.
6. Faktor yang memperberat
Klien mengatakan akan semakin nyeri saat klien mengejan
7. Upaya yang dilakukan untuk membuat rasa sakit/ keluhannya berkurang
Pasien mengatakan sejak awal timbulnya keluhan nyeri BAK dan BAK
tidak lancar, pasien tidak melakukan upaya-upaya tertentu karena
menganggap hanya keluhan sementara.
8. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan sebelum klien dirawat
Tidak ada pemeriksaan sebelum klien dirawat
9. Diagnosa medik : BPH (benigna prostat hiperplasi)
50
BPH67 th
III. Riwayat Kesehatan Lalu
1. Penyakit, kecelakaan, operassi, rawat inap yang pernah dialami
Pasien mengatakan pernah dirawat sebelumnya di RSUD Sukoharjo
sekitar 3 bulan yang lalu dengan Hernia inguinalis dan telah dioperasi.
Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit DM, hipertensi
maupun asma.
2. Alergi
Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi makanan maupun
obat
3. Kebiasaan
Pasien mempunyai riwayat merokok sejak pasien masih SMA, dan sudah
berhenti sejak 10 tahun terakhir, klien biasa minum kopi atau teh tiap pagi
hari.
4. Penggunaan obat- obatan
Klien mengatakan tidak menggunakan obat- obatan tertentu sebelum sakit
IV. Riwayat Keluarga
Genogram
Keterangan:
: Laki- laki
51
: Perempuan
: Meninggal
: Garis keturunan
: Klien
: Tinggal dalam satu rumah
V. Pengkajian Basic Promoting Physiology Of Health
1. Oksigenasi
Sesak nafas : Tidak ( √ )
Frekuensi : -
Kapan terjadi : -
Kemungkinan faktor pencetus : -
Faktor yang memperberat : -
Faktor yang meringankan : -
Batuk : -
Sputum : -
Nyeri dada : -
Hal yang dilakukan untuk meringankan nyeri dada:
Riwayat penyakit : Asma ( - )
52
TB ( - )
Batuk darah ( - )
Chest sugery/ trauma dada ( - )
Paparan dengan penderita TBC ( - )
Riwayat merokok : klien sudah berhenti merokok sejak 10 tahun yang lalu
Masalah keperawatan: tidak ada
2. Aktivitas dan latihan
Pekerjaan : Pasien mengatakan biasanya pergi ke ladang setiap pagi.
Olahraga rutin : Pasien mengatakan tidak pernah berolahraga.
Alat bantu : Walker ( - )
Kruk ( - )
Kursi roda ( - )
Tongkat ( - )
Terapi : Traksi ( - ) di : -
Gips ( - ) di : -
Kemampuan melakukan ROM : Aktif
Kemampuan ambulasi : Mandiri
Kemampuan perawatan diriSebelum sakit Saat pengkajian
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
Makan/ minum √ √
Mandi √ √
Toileting √ √
Berpakaian √ √
Mobilitas di tempat tidur √ √
Berpindah √ √
53
Ambulasi/ ROM √ √
Keterangan: 0 : mandiri
1: alat bantu
2: dibantu orang lain
3: dibantu orang lain dan alat
4: tergantung total
Masalah keperawatan: tidak ada
3. Pola nutrisi
a. Program diit RS: Nasi
b. BB sebelum sakit: 55 kg
c. BB dalam 1 buan terkhir: tetap, karena klien tidak mengalami
gangguan dalam makan seperti mual, muntah dan nyeri telan.
d. BB saat pengkajian: 55 kg
e. TB: 160 cm
f. IMT dan interpretasi:
IMT : 55 kg/ (1.6)² = 21.48
(normal, 18.5 – 22.9)
g. Intake makanan:
Sebelum sakit Saat pengkajian
Menu makanan setiap
hari
Nasi lauk pauk dan
gorengan tempe dan
tahu
Nasi lauk puuk dan buah
Frekuensi makan perhari3 kali sehari 3 kali sehari
Nafsu makan Baik Baik
Porsi yang di habiskan 1 porsi makan habis 1 porsi habis
Keluhan yang dirasakanTidak ada keluhan Tidak ada keluhan
Makanan yang disukai: sayur sop
54
Makanan pantangan: tidak ada makanan pantangan
Masalah keperawatan: tidak ada
4. Pola eliminasi bowel dan bladder
a. Bowel/ Buang Air Besar (BAB)
Sebelum sakit Saat pengkajian
Frekuensi perhari 1-2 kali sehari 1 kali sehari
Kebiasaan waktu BAB Tidak ada Tida ada
Konsistensi Lembek Lembek
Bau Khas Khas
Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan
Keluhan: konstipasi,
diare, inkontinensia
bowel
Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan
Penggunaan obat
pencahar
Tidak ada penggunaan
obat pencahar
Tidak ada penggunaan
obat pencahar
Masalah keperawatan: tidak ada
b. Bladder/ Buang Air Kecil (BAK)
Sebelum sakit Saat pengkajianFrekuensi 6-7 kali sehari 4-5 kai sehariPancaran Kuat Lemah
Bau Khas KhasWarna Kuning jernih Kuning jernih
Darah dalam urine Tidak ada Tidak adaPemakaian kateter Tidak menggunakan
kateterTidak menggunakan
kateterKeluhan saat BAK:
neri saat BAK, Burning Sensation,
Bladder terasa
Tidak ada keluhan Klien mengatakan nyeri saat berkemih, urine keluar hanya sedikit,
terasa tidak tuntas
55
penuh setelah BAK, perasaan tidak puas
setelah BAK, bladder terasa penuh setelah
BAKUrine tampung total - -
Masalah keperawatan: Gangguan Eliminasi Urine : Retensi urine
5. Cairan dan elektrolit
a. Jumlah kebutuhan cairan perhari: 1500-2000 ml perhari
b. Intake minuman: 4-5 gelas perhari (1000 ml)
Sebelum sakit Saat pengkajian
Jenis minuman Air putih dan teh Air putih dan teh
Frekuensi minum per
hari
6-7 gelas per hari 4-5 gelas per hari
Jumlah minum (ml)
dalam 24 jam
1400 ml per hari 1000 ml per hari
Keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan
c. Support iv line: klien tidak terpasang infus
d. Jumlah cairan infus yang masuk: -
e. Turgor kulit, mukosa bibir: turgor kulit baik, kembali <3 detik, mukosa
bibir lembab
f. Perhitungan IWL: 10 x BB x Jam perhitungan
24 jam’
= 10 x 55 24
24
= 550cc
g. Balance Cairan: Dihitung dari tgl 20-01-15 jam 10.00 s/d 21-01-15
jam 10.00.
- Input
Minum : 1000ccMakan kuah sayur : 150cc (3 kali dalam sehari)
56
Jumlah input : 1000cc + 150cc = 1150cc
- Output
BAK : 250cc (BAK 5 kali dalam sehari)
IWL : 10 x BB x Jam perhitungan
24 jam’
= 10 x 55 24
24
= 550cc
Jumlah output : 250cc + 550cc = 800cc
Balance cairan = Input – Output = 1150cc – 800cc
= +350cc
Penghitungan balance cairan kurang akurat karena urine tidak ditampung dan hanya menggunakan perkiraan.
Masalah keperawatan: -
6. Pola tidur dan istirahat
Sebelum sakit Saat pengkajian
Jumlah jam tidur siang Klien tidak tidur siang Klien tidak tidur siang
Jumlah jam tidur malam 7 jam per hari ±6 jam per hari
Kebiasaan pengantar
tidur
Tidak ada kebiasaan
tertentu saat akan tidur
Tidak ada kebiasaan
tertentu saat akan tidur
Penggunaan obat tidur Klien tidak
mengkonsumsi obat
tidur
Klien tidak
mengkonsumsi obat
tidur
Kesulitan tidur: Tdak ada keluhan Klien mengatakan sering
57
menjelang tidur,
mudah/ sering
terbangun, merasa
tidak segar saat
bangun tidur
terbangun pada malam
hari, karena rasa nyeri
di bagian perut bagian
bawah. Klien
mengatkan tidur tidak
nyenyak, dan saat
bangun badan tidak
terasa segar.
Gangguan lingkungan Tidak ada gangguan
lingkungan
Klien mengatakan
lingkungan tidak
nyaman
Masalah keperawatan: Gangguan pola tidur
7. Kenyamanan dan nyeri
Nyeri : Pasien mengatakan nyeri ketika BAK
Paliatif/ provokatif : Pembesaran Prostat
Qualitas : Terasa panas
Region : Kandung kemih
Severity : Skala 5
Time : Hilang timbul
Nyeri bertambah jika pasien mengejan saat BAK.
Ambulasi di tempat tidur : Mandiri
Masalah Keperawatan : Nyeri
58
8. Sensori, persepsi dan kognitif
Gangguan penglihatan : Tidak
Gangguan pendengaran : Tidak
Gangguan penciuman : Tidak
Gangguan sensasi taktil : Tidak
Gangguan pengecapan : Tidak
Riwayat penyakit : Eye surgery ( - )
Otitis meara ( - )
Luka sulit sembuh ( - )
Masalah Keperawatan : tidak ada
VI. Pengkajian Fisik
1. Kepala: Bentuk mesocephal, Kulit kepala bersih, rambut tidak rontok,
tidak terdapat benjolan pada kepala, rambut warna hitam beruban dan
tidak ada nyeri tekan.
Mata: Bentuk : Simetris kanan dan kiri
Ukuran pupil : diameter 3mm
Reaksi cahaya : mengecil bila terkena cahaya
Akomodasi : Baik
Konjungtiva : Tidak Anemis
Fungsi penglihatan : Baik,
Sklera : tidak ikterik
59
Alat bantu : Tidak menggunakan alat bantu penglihatan
Tanda-tanda radang : -
Pemeriksaan mata terakhir: -
Operasi : Belum pernah dilakukan operasi
Tampak terdapat kantong mata
2. Hidung: Bentuk simetris, tidak ada pernapasan cupping hidung.
Reaksi alergi : Tidak terjadi alergi, tidak ada polip.
Frekuensi influenza : Jarang influenza
Sinus : -
Pendarahan : -
3. Telinga: Bersih, tidak ada serumen, letak pina simetris kanan kiri
4. Mulut dan tenggorokan: Mukosa bibir lembab, lidah bersih
Kesulitan berbicara : tidak ada kesulitan
Kesulitan menelan : tidak ada kesulitan
5. Leher: tidak ada lesi, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
6. Dada :
Paru- paru: Inspeksi: Pergerakan dada kanan dan kiri sama
simetris, tidak ada lesi,tidak ada retraksi
dinding dada, RR: 22x/menit, tidak
menggunakan otot bantu pernapasan.
Palpasi: Vokal Fremitus sama getarannya pada paru
kanan dan kiri, tidak ada nyeri tekan, ekspansi
paru sama antara kanan dan kiri.
60
Perkusi: Sonor
Auskultasi: Vesikuler, tidak ada suara wheezing dan
Ronchi.
Jantung: Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi: Ictus cordis kuat teraba di ICS 5
Perkusi: Redup, tidak ada cardiomegali
Auskultasi: Bunyi SI dan S II reguler
Nadi perifer: 88x/menit
Capilarry refill : < 3 detik
Nyeri dada :Tidak ada
Edema: tidak ada
Clubbing finger: tidak ada
Keadaan ekstremitas :Tidak ada deformitas,
ekstremitas dapat bergerak bebas
Syncope : tidak terjadi
7. Abdomen: Inspeksi: Tidak ada lesi, permukaan perut cembung,
daerah supra pubik tampak menonjol
Auskultasi: Peristaltik usus 10 x/menit
Perkusi: Tympani
Palpasi: Tidak teraba skibala, tidak ada nyeri tekan, vesika
urinari teraba penuh, terdapat nyeri tekan di daerah
supra pubik
8. Reproduksi: Genetalia bersih, klien tidak terpasang kateter, tidak ada
pembesaran skrotum, tidak ada warna kemerahan pada daerha supra
pubik, palpasi daerah supra pubis teraba penuh dan terdapat nyeri tekan.
9. Neurosis : Tingkat kesadaran: composmentis GCS = E4V6M5
Disorientasi : Tidak ada gangguan dalam
penerimaan informasi
Tingkat laku menyimpang : Pasien tidak mengalami
61
tingkah laku menyimpang
Riwayat epilepsy/kejang, parkison : -
10. Ekstrremitas
Reflek : Baik
Kekuatan menggenggam : kuat
Pergerakan ekstremitas : Pergerakan ekstremitas dapat
bergerak bebas.
5 5
5 5
11. Muskuloskeletal :
Nyeri : Tidak ada
Kemampuan latihan gerak : Normal (kekuatan otot 5)
5 5
5 5
12. Kulit
warna : Sawo matang
Intregitas : Baik, tidak ada lesi, terdapat bekas luka bakar di ujung kaki
dan tangan
Turgor : Baik, kembali < 3detik
VII. Pengobatan
Tgl 23-01-2015
- Infus RL 20tpm
62
- Asam traneksamat 500 mg/ 12jam
- Injeksi ketorolac 30mg/8jam
- Injeksi Cefotaxim 1 gr/8jam
VIII.
63
ANALISIS DATA
No DATA PROBLEM ETIOLOGI
1.
2.
DS: Pasien mengatakan BAK 4-5 x / hari,
pasien mengatakan urine bewarna
kuning, urine yang keluar hanya
sedikt dan terasa tidak tuntas. Pasien
mengatakan nyeri saat BAK, dan
terasa panas.
DO: - Tidak terpasang kateter
- Palpasi: vesika urinari teraba penuh.
- Hasil USG : Terdapat Pembesaan Prostat.
- Daerah supra pubik tampak menonjol dan terdapat nyeri tekan
DS: Provokes: Distensi kandung kemih
Qualitas : Terasa panas
Region : Kandung kemih
Severity : Skala 5
Time : Hilang timbul
- Pasien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah dan terasa panas ketika BAK. Pasien mengatakan nyeri bertambah jika mengejan saat BAK.
Gangguan Eliminasi: Retensi Urine
Nyeri
Pembesaran Prostat
Obstruksi karena Pembesaran Prostat
64
3.
DO: TD = 150/ 90 mmHg
N = 80x/ mnt
RR = 22x/mnt
S = 36,5
- Ekspresi wajah tampak menahan
Nyeri
- Hasil USG : Terdapat Pembesaan Prostat.
DS: Pasien mengatakan tidur ±6 jam/hari, pasien mengalami gangguan pola tidur yaitu sering terbangun pada malam hari karena nyeri yang dirasakan diperut bawah dan lingkungan RS yang tidak nyaman, pasien mengatakan kualitas tidur tidak nyenyak, dan ketika bangun badan terasa tidak segar.
DO: TD = 150/ 90 mmHgN = 80x/ mnt- Tampak kantong mata berwarna
kehitaman- Frekuensi tidur :
Malam: ±6 jam/hariSiang: -
- Tidak mengkonsumsi obat tidur
Gangguan Pola Tidur
Hospitalisasi
65
PRIORITAS MASALAH
1. Retensi urin berhubungan dengan pembesaran prostat
2. Nyeri berhubungan dengan obstruksi/pembesaran prostat
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hospitalisasi
66
RENCANA KEPERAWATAN
N Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi Rasional
1 Retensi urun berhubungan dengan pembesaran prostat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien dapat berkemih dengan kriteria hasil
1. Tidak ada nyeri saat berkemih
2. Urin dapat keluar dengan lancar
3. Tidak ada spasme kandung kemih
4. Balance cairan seimbang
1. K a j i t a n d a -t a n d a v i t a l
2. Lakukan penilaian kemih yang berfokus pada inkontinensia (output urin, dan pola berkemih)
3. Monitor derajat distensi bladder
4. Anjurkan klien untuk berkemih saat terasa sensasi untuk berkemih.
5. Monitor tanda gejala ISK (panas)
6. Kolaborasi dalam pemasangan kateter
1. Mengetahui perkembangan secara umum klien, meminimalkan distensi yang berlebihan pada kandung kemih.
2. Mengetahui jumlah urin yang keluar
3. Mengetahui keseimbangan cairan perhari klien
4. Untuk mengosongkan/ mengurangi urine di kandung kemih
5. Mengetahui ada tidaknya tanda gejala ISK pada klien
6. Untuk mengeluarkan urine yang ada di kandung kemih
2. Nyeri akut berhubungan
Setelah dilakukan tindakan
M a n a g e m e n n y e r i :
67
dengan agen injury fisik (spasme kandung kemih)
keperawatan selama 3x24 jam klien dapat berkemih dengan kriteria hasil:
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan managemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi)
4. Mengatakan nyaman setelah BAK.
1. Berikan pengertian tentang penyebab nyeri
2. Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi dan kualitas nyeri (P, Q, R, S, T)
3. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan nyeri
4. Anjurkan klien dalam posisi yang nyaman
5. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi/kontrol nyeri (relaksasi, distraksi dan nafas dalam)
Pemberian analgetic:6. Kolaborasikan
pemberian analgesik7. Evaluasi efektifitas
analgetik
1. Memberikan informasi dan memungkinkan keluarga dan klien untuk lebih kooperatif
2. Megetahui tingkat dan lokasi nyeri
3. Mengetahui respon nyeri pada klien
4. Posisi nyaman dapat memberikan rasa rilesk pada klien
5. Teknik kontrol nyeri dapat dilakukan secara mandiri oleh klien saat merasakan sensasi nyeri
68
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan lingkungan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien dapat berkemih dengan kriteria hasil
1. Pasien tidur dengan nyenyak dan tidak sering terbangun
2. Pola dan kualitas tidur normal
3. Perasaan segar setelah bangun
1. Kaji frekuensi dan kualitas tidur pasien
2. Ciptakan lingkungan yang nyaman.
3. Batasi pengunjung
4. Ajarkan relaksasi
5. Berikan informasi tentang pentingnya istirahat tidur
1. Mengetahui data subjektif dari pasien
2. Lingkungan yang kondusif akan mempermudah untuk tidur
3. Pembatasan pengunjung akan mengurangi kebisingan
4. Relaksasi dapet menambah kenyamanan
5. Menambah informasi tentang kebutuhan istirahat tidur
69
CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal No. Dx Jam Implementasi Respon Paraf 21/1/2015 1
1
1
05.00
08.00
10.00
Mengobservasi KU Mengkaji TTV
Menganjurkan klien untuk berkemih saat terasa sensasi untuk berkemih.
Mengkaji balance cairan 24 jam
S: pasien mengatakan susah untuk BAK, dan merasa panas, seperti ada sisa pipis didalam.
O: TD: 150/90 mmHgRR: 22x/menitS: 36,5N: 80 x/menit- Pasien tampak bolak balik ke toilet.- palpasi perut bagian bawah teraba
penuh
S: klien mengatakan bersdia untuk berkemih setiap 2-4 jam dan saat terasa sensasi
O: klien mengerti dengan apa yang di anjurkan
S : Minum : 1000ccMakan Kuah sayur : 150ccIWL : 550ccBAK : 250cc
O : Balance cairan: input-output = 1150cc - 800cc= +350cc (kelebihan cairan)
S: P: agen injuri fisik (spasme
Asih
Anan, Alfan
Anan, Alfan
70
2
2
3
1,2,3
1,2
1,2,3
3
10.30
11.00
13.00
14.00
16.00
17.00
20.00
Mengkaji nyeri
Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Mengkaji Pola tidur,frekuensi,dan kualitas tidur pasien
Operan Jaga
Mengobservasi KU Mengkaji TTV
Menganjurkan pasien untuk nafas dalam saat nyeri
Menciptakan suasana nyaman dan menganjurkan untuk membatasi pengunjung saat pasien istirahat
kandung kemih) Q: seperti di tusuk-tusuk R: abdomen bagian bawah S: 5
T: hilang timbul, terutama saat berkemih
O: ekspresi wajah klien terlihat menahan nyeri
S: pasien mengatakan paham dengan relaksasi yang diajarkan
O: pasien mengikuti nafas dalam dengan benar
S: pasien mengatakan tidur malam ±6 jam, sering terbangun karena suasana RS yang tidak nyaman, dan bangun tidur tidak terasa segar
O: mata pasien tampak sayu, seperti kurang tidur.
S: Pasien mengatakan pipis tidak lancar, terasa panas dan nyeri saat pipisO: TD:140/80 mmHg N: 88X/menit RR: 20x/menit S : 36,7 C
S: Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan lebih dapat di kontrol dengan nafas dalam.O: Skala nyeri 5
S: Pasien mengatakan sudah cukup nyaman dengan lingkungan istirahatnya.
O: Pasien tidak tampak gelisah di tempat tidurnya, tempat tidur tertata rapi.
Maria,
Aditia
Anan
Aditia
Dewi
Dewi
Dewi
71
1,2,3
3
21.00
22.00
Operan jaga
Mengkaji tidur pasien dan kualitas tidur pasien
S: Pasien mengatakan tidur ±6 jam, bangun tidur kurang terasa segar
O: tampak terlihat kantong mata pasien
Asih
22/1/2015 1,2,3
2
3
05.00
07.00
08.30
12.15
14.00
Mengobservasi KU Mengkaji TTV
Operan jaga
Mengobservasi nyeri
Menjelaskan pentingnya istirahat tidur
Operan jaga
S: pasien mengatakan masih sulit untuk BAK dan terasa sakitPasien mengatakan tidur lebih nyaman
O: TD: 140/80 mmHgRR: 20x/menitS: 36,5N: 82 x/menit- Palpasi perut bagian bawah teraba
penuh (vesica urinary).
S: pasien mengatakan nyeri masih terasa saat BAKPasien mengatakan sudah mencoba teknik relaksasi dan dapat mengontrol rasa nyeri
O: nyeri skala 5Pasien telah mengikuti anjuran perawat
S: pasien mengatakan mengerti tentang penjelasan yang disampaikan perawat
O: pasien tampak memperhatikan dan paham dengan apa yang telah dijelaskan
Asih
Anan
Alfan
72
1, 2, 3
1, 2, 3
3
3
16.00
20.15
20.45
21.00
22.00
Mengobsevasi KU dan TTV
Melakukan teknik relaksasi nafas dalam
Menganjurkan keluarga untuk membatasi pengunjung
operan jaga
Mengobservasi tidur pasien
S: pasien mengatakan masih merasakan nyeri dan panas saat BAK, pasien mengatakan bisa tidur siang selama 1,5 jam
O: pasien tampak tidak lemasTD: 130/80 mmHg
RR: 24x/menitS: 36,5
N: 80 x/menit
S: pasien mengatakan nyaman setelah melakukan nafas dalam
O: pasien tampak rileks
S: keluarga mengatakan mengerti dengan anjuran perawat
O: tidak tampak banyak pengunjung di kamar pasien
S: keluarga pasien mengatakan pasien telah tidur sejak jam 21.00
O: pasien tampak tidur nyenyak
Aditia
Aditia
Aditia
Maria
23/1/2015 1,2,3 05.00
10.30
Mengobservasi KU Mengkaji TTV
Memasang infus
S: - pasien mengatakan dapat tidur dengan nyenyak dan tidak terbangun- Pasien mengatakan nyeri masih terasa saat pipis
O: pasien tampak lebih segar, tidak terlihat kantung mataTD: 120/70 mmHg
RR: 20x/menitS: 36,5
N: 72 x/menit
S: pasien mengatakan ssakit pada area penusukan infus
O: infus terpasang di tangan kanan,
Maria
AnanAlfan
73
14.00 Operan jaga
dengan 20 tetes per menit
EVALUASI
N Tgl/jam Diagnosa Evaluasi Ttd
1 21 januari 2015
08.00 wib
1
2
S: Pasien mengatakan masih nyeri saat buang air kecil, tidak lancar dalam buang air kecil.
O: TD: 150/90 mmHgRR: 22x/menitS: 36,5N: 80 x/menit
- palpasi perut bagian bawah teraba penuh
(vesica urinary)
- Urin keluar tidak lancar
- Balance cairan tidak seimbang(kelebihan
cairan) +350
A: Masalah retensi urin belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
1. Kaji KU dan TTV
2. Kaji pola dan frekuensi bak
3. Observasi balance cairan
S: Pasien mengatakan masih merasa nyeri, nyeri bertambah saat mengejan, tidak nyaman saat bak
Anan
Alfan
Aditia
Maria
74
3
O: P: agen injuri fisik (spasme kandung kemih) Q: seperti di tusuk-tusuk R: abdomen bagian bawah S: 5
T: hilang timbul, terutama saat berkemih
- Ekspresi wajah tampak menahan nyeri- Pasien masih mengeluh nyeri dan belum
mampu mengontrol nyeriA: Masalah nyeri belum teratasiP : Lanjutkan intervensi managemen nyeri
S: Pasien belum bisa tidur dengan nyenyak selama
dirumah sakit karena lingkungannya tidak nyaman,
tidur kurang lebih 6 jam perhari, sering terbangun,
bangun tidur tidak terasa segar.
O: Mata pasien tampak sayu,terlihat kantung mata,
tampak tidak segar
A: Masalah gangguan tidur belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
Asih,
Dewi
2 22 januari 2015
08.00 wib
1 S: Pasien mengatakan masih nyeri saat buang air kecil, tidak lancar dalam buang air kecil
O: TD: 140/80 mmHgRR: 20x/menitS: 36,5N: 80 x/menit
- palpasi perut bagian bawah teraba penuh
(vesica urinary)
- Urin keluar belum lancar
- Balance cairan tidak seimbang = +350cc
(kelebihan cairan)
A: Masalah retensi urin belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
1. Kaji pola dan frekuensi bak
2. Observasi balance cairan
Aditi
a
Asih
75
2
3
3. Lakukan pemasangan kateter
S: Pasien mengatakan masih merasa nyeri,Pasien mengatakan sudah mencoba teknik relaksasi dan dapat mengontrol rasa nyeri
O: TD: 140/80 mmHgRR: 20x/menitS: 36,5N: 82 x/menit- pasien telah dapat mengontrol rasa nyeri- keluhan nyeri berkurang- nyeri skala 5A: masalah nyeri teratasi sebagian untuk kriteria
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri)
.P: lanjutkan intervensi managemen nyeri
- Observasi nyeri- Anjurkan untuk melakukan relaksasi nafas dalam
saat nyeri
S: Pasien mengatakan tidur sudah agak lebih nyenyak dari sebelumnya, tidak sering terbangun pada malam hari
O: TD:140/80mmHg, N: 84x/menitPasien tampak lebih segar,frekuensi terbangun sudah berkurang.Tidur malam ±7jam
A: masalah teratasi sebagianP: lanjutkan intervensi managemen gangguan tidur
Dewi
Alfan
Anan
Maria
3 23 januari 2015
08.00 wib
1 S: Pasien mengatakan masih nyeri saat buang air kecil, tidak lancar dalam buang air kecil,
O: TD: 140/80 mmHgRR: 18x/menitS: 36,5N: 80 x/menit
- palpasi perut bagian bawah teraba penuh
(vesica urinary)
Alfan
Aditi
a
76
2
3
- Urin keluar belum lancar
- Balance cairan tidak seimbang(kelebihan
cairan)
A: Masalah retensi urin belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
1. Observasi balance cairan
2. Kaji pola dan frekuensi bak
3. Lakukan pemasangan kateter
S: pasien mengatakan masih merasa nyeri,Pasien mengatakan sudah dapat mengontrol rasa nyeri dengan nafas dalam
O: TD: 140/80 mmHgRR: 18x/menitS: 36,5N: 80 x/menit- pasien sudah dapat mengontrol rasa nyeri- keluhan nyeri berkurang- nyeri skala 5A: masalah nyeri berkurang atau teratasi untuk
kriteria1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi atau mengontrol rasa nyeri)
P: lanjutkan intervensi managemen nyeri
S: - pasien mengatakan dapat tidur dengan nyenyak dan tidak terbangun, bangun tidur terasa lebih segar dari sebelumnya.
O: pasien tampak lebih segar, tidak terlihat kantong mata lagiTD: 120/80 mmHg
RR: 20x/menitS: 36,5
N: 72 x/menitA: masalah gangguan tidur telah teratasi
klien tidak mengalami gangguan
Maria
,
Dewi
Asih
Anan
77
tidur
P: lanjutkan intervensi1. Observasi KU dan TTV
DAFTAR PUSTAKA
Alimul , A. Aziz. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Buku 2. Jakarta :
Salemba Medika.
Basuki, Purnomo. (2000). Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI, Katalog
Dalam Terbitan (KTD): Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
Jakarta:EGC
Doengos.E.Maryln, dkk. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC
Hardjowidjoto, S. (2000). Benigna Prostat Hiperplasi. Airlangga University Press:
Surabaya
Hidayat, A. Aziz., Musrifatul. 2005. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta: EGC.
78
Iqbal, Wahid. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:EGC
Long, Barbara C. (2006). Perawatan Medikal Bedah. Volume 1. (terjemahan).
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran: Bandung.
Nanda NIC NOC. 2013. Nursing Diagnosis: Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis. Edisi Revisi Jilid I. Yogyakarta.
Perry & Potter. 2006. Buku Ajar Fundamental/ Keperawatan Konsep, Proses, dan
Praktek Edisi IV. Alih Bahasa Monica Ester, Dewi Yulianti dan Intan
Parulih. Jakarta: EGC.
Purnomo, Basuki. 2011. Dasar – dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto
Rumahorbo, Hotma; Asih, Yasmin. 1999. Asuhan keperawatan klien dengan
gangguan sistem endokrin. Jakarta: EGC
Saputra, Lyndon. 2013. Penghantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Binarupa
Aksra Publisher
Schwartz, dkk, (2000). Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Editor : G. Tom Shires
dkk, EGC: Jakarta.
Sjamsuhidayat, (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8 Vol 2. Jakarta : EGC.
Soeparman. (2000). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. FKUI: Jakarta
Tarwoto, Wartonah. 2006. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
79
Recommended