View
3
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Poltekkes Kemenkes Padang
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN OKSIGENASI PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)
DI RUANG VI RUMAH SAKIT TK III Dr. REKSODIWIRYO PADANG
KARYA TULIS ILMIAH
NIA ANGRAINI PUTRI 143110258
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2017
Poltekkes Kemenkes Padang
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN OKSIGENASI PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)
DI RUANG VI RUMAH SAKIT TK III Dr. REKSODIWIRYO PADANG
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan ke Program Studi D-III Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Ahli Madya Keperawatan
NIA ANGRAINI PUTRI 143110258
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2017
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT, yang dengan Nama-Nya bumi
dihamparkan yang dengan Namanya langit ditinggikan. Segala puji bagi Allah
SWT Sang Maha Cahaya Penguak Hidayah yang semua jiwa digenggam-Nya.
kasih sayang-Mu yang mulia, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan
Oksigenasi Pada Pasien PPOK di Ruang VI Paru Rumah Sakit TK III Dr.
Reksodiwiryo Padang”.
Dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini peneliti mendapatkan banyak
bantuan dan masukan dari berbagai pihak, dan pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak H.Sunardi,SKM.,M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI Padang.
2. Ibu Hj. Murniati Muchtar,SKM.,M.Biomed, selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Padang.
3. Ibu Ns. Idrawati Bahar,S.Kep,M.Kep selaku Ketua Program Studi
Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang.
4. Ibu Ns. Yessi Fadriyanti,S.Kep,M.Kep selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan, arahan dan petunjuk sehingga peneliti dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Ibu Herwati,SKM,M.Biomed selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan, arahan dan petunjuk sehingga peneliti dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Poltekkes Kemenkes Padang
6. Seluruh Staf Dosen Jurusan Keperawatan yang telah membantu dalam proses
penyusunan Karya Tulis Ilmiah.
7. Kepada “Mama dan Papa” tersayang yang telah memberikan dorongan,
semangat, do’a restu dan kasih sayang. Tiada kata yang dapat Ananda
utarakan selain do’a semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan
karunia-Nya kepada kita semua.
8. Teman-temanku yang senasip dan seperjuangan Mahasiswa Politeknik
Kemenkes RI Padang Program Studi D-III Keperawatan Tahun 2014. Terima
kasih atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan.
Peneliti menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu peneliti mengharapkan
saran dan masukannya untuk perbaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Akhirnya kepada-Nya jualah kita berserah diri. Semoga Karya Tulis
Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khusunya profesi keperawatan.
Padang, Juni 2017
Peneliti
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………… i LEMBARAN PENGESAHAN……………………………………………… ii KATA PENGANTAR……………………………………………………….. iii LEMBARAN ORINSINALITAS…………………………………………… v LEMBARAN PERSETUJUAN……………………………………………… vi ABSTRAK…………………………………………………………………… vii DAFTAR ISI………………………………………………………………… viii DAFTAR GAMBAR………………………………………………………… x DAFTAR TABEL…………………………………………………………… xi DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……………………………………………................ 1 B. Rumusan Masalah…………………………………………………… 6 C. Tujuan Penelitian……………………………………………………. 6 D. Manfaat Penelitian…………………………………………………… 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kebutuhan Dasar
1. Pengertian konsep dasar manusia………………………………. 9 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan dasar manusia..... 9
B. Konsep dasar gangguan pemenuhan oksigenasi pada pasien PPOK 1. Pengertian oksigenasi…………………………………………… 10 2. Proses oksigenasi………………………………………………… 11 3. Terapi oksigenasi………………………………………………… 13 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi pernafasan…………. 16 5. Pemenuhan kebutuhan oksigenasi……………………………… 19 6. Penatalaksanaan oksigenasi pada pasien PPOK
a. Pengertian PPOK……………………………………………. 21 b. Etiologi PPOK………………………………………………. 22 c. Manifestasi klinis PPOK……………………………………. 23 d. Patofisiologis PPOK………………………………………… 24 e. Klasifikasi PPOK……………………………………………. 25 f. Komplikasi PPOK…………………………………………… 25
C. Konsep asuhan keperawatan gangguan pemenuhan oksigenasi pada pasien PPOK 1. Pengkajian……………………………………………………….. 28 2. Diagnosa Keperawatan…………………………………………... 32 3. Intervensi Keperawatan…………………………………………. 34
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain penelitian…………………………………………………….. 40 B. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………….. 40 C. Populasi dan Sampel………………………………………………… 40
Poltekkes Kemenkes Padang
D. Alat dan Instrumen Pengumpulan Data……………………………. . 41 E. Cara Pengumpulan Data…………………………………………….. 43 F. Jenis-jenis Data……………………………………………………… 44 G. Cara Pemilihan Responden………………………………………….. 44 H. Rencana Analisa……………………………………………………... 44
BAB IV DESKRIPSI KASUS DAN PEMBAHASAN
A. DESKRIPSI KASUS 1. Hasil Pengkajian………………………………………………… 46 2. Rumusan Masalah Keperawatan………………………………... 50 3. Rencana Keperawatan…………………………………………… 52 4. Implementasi Keperawatan……………………………………... 54 5. Evaluasi Keperawatan…………………………………………… 56
B. PEMBAHASAN KASUS 1. Pengkajian……………………………………………………….. 58 2. Diagnosa Keperawatan………………………………………….. 63 3. Rencana Keperawatan…………………………………………… 65 4. Implementasi Keperawatan……………………………………… 67 5. Evaluasi Keperawatan…………………………………………… 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………………………………………………………….. 71 B. Saran…………………………………………………………………. 72
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pathway Gangguan Pemenuhan Oksigenasi pada PPOK ………. 27
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan NANDA, NIC-NOC ............................... 34
Tabel 4.1 Pengkajian Deskripsi Kasus .......................................................... 50
Tabel 4.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................. 53
Tabel 4.3 Intervensi Keperawatan.................................................................. 55
Tabel 4.4 Implementasi Keperawatan............................................................ 57
Tabel 4.5 Evaluasi Keperawatan.................................................................... 59
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 2 : Informed Consent
Lampiran 3 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 4 : Surat Selesai Melakukan Penelitian
Lampiran 5 : Ganchart
Lampiran 6 : Jadwal Bimbingan Pembimbing 1
Lampiran 7 : Jadwal Bimbingan Pembimbing 2
Lampiran 8 : Asuhan Keperawatan Pasien PPOK
Poltekkes Kemenkes Padang
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh
manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun
psikologis yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan hidup dan
kesehatan. Teori hirarki kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan
Abraham Maslow mengembangkan bahwa setiap manusia memiliki lima
kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis (oksigen, cairan, nutrisi,
keseimbangan tubuh, eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan tidur, serta
kebutuhan seksual), kebutuhan rasa aman dan perlindungan terhadap
ancaman, kebutuhan rasa cinta serta rasa memiliki dan dimiliki, kebutuhan
aktualisasi diri (Alimul Hidayat, 2009).
Kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan
oksigen. Oksigen (O2) merupakan gas yang sangat vital dalam
kelangsungan hidup sel dan jaringan tubuh karena oksigenasi diperlukan
untuk proses metabolism tubuh secara terus-menerus. Oksigen diperoleh
dari atmosfer melalui proses bernafas (Tarwoto dan Wartonah, 2015).
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung (oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak
mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh
(Syaifuddin,2009)
Kebutuhan oksigenasi adalah kebutuhan dasar manusia dalam pemenuhan
oksigenasi yang digunakan untuk kelangsungan metabolism sel tubuh,
mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel (Potter dan
Perry, 2009). Oksigenasi (O2) merupakan gas yang sangat vital dalam
kelangsungan hidup sel dan jaringan tubuh karena oksigen diperlukan
untuk proses metabolism tubuh secara terus-menerus. Oksigenasi
Poltekkes Kemenkes Padang
diperoleh dari atmosfer melalui proses pernafasan. Pada atmosfer, gas
selain oksigen juga terdapat karbon dioksida (CO), nitrogen (N), dan
unsure-unsur lain seperti argon dan helium (Tarwoto dan Wartonah, 2015).
Pemenuhan kebutuhan oksigen dapat terganggu apibala adanya masalah
pada saluran pernafasan yaitu penyakit PPOK (penyakit paru obstruksi
kronis) adalah PPOK derajat berat menggunakan terapi oksigen di rumah
pada waktu aktivitas atau terus-menerus selama 15 jam terutama pada
waktu tidur (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI, 2011).
Data prevalensi PPOK yang terkait dengan usia dan merokok bervariasi
pada setiap negara di seluruh dunia. Berdasarkan pada kriteria yang
ditetapkan oleh British Thoracic Society (BTS) prevalensi PPOK sebesar
7,6%, sedangkan menurut Europe Respiratory Society (ERS) dan Global
Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) prevalensinya
berkisar antara 14% sampai 14,1%. Menurut WHO 2015, PPOK yang saat
ini merupakan penyebab kematian ke-5 di seluruh dunia dan diperkirakan
akan menjadi penyebab kematian ke-3 pada tahun 2020 (Murray, 2010).
World Health Organization (WHO) tahun 2015 memperkirakan, 65 juta
orang di dunia menderita PPOK. Global Initiative for Chronic Obstructive
Lung Disease (GOLD) menuliskan bahwa prevalensi PPOK berdasarkan
meta-analisis yang dilakukan di 28 negara mendapatkan bukti bahwa
prevalensi PPOK cukup tinggi pada perokok dan mantan perokok (3-11%)
daripada mereka yang bukan perokok. Prevalensi juga meningkat pada
usia diatas 40 tahun daripada mereka yang berusia dibawah 40 tahun, dan
lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. (GOLD,
2013). Prevalensi PPOK diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan
peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia, pergeseran pola dari
penyakit infeksi ke penyakit degeneratif serta meningkatnya kebiasaan
merokok dan polusi udara (Santoso, 2010). Prevalensi terjadinya kematian
Poltekkes Kemenkes Padang
akibat rokok pada penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) pada tahun 2010
sebanyak 80-90 %. (Kasanah, 2011).
Angka penderita PPOK di Indonesia sangat tinggi, berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 mencakup informasi prevalensi
asma dan PPOK, di Indonesia tahun 2013 masing-masing 4,5 persen, 3,7
persen. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (7,8%),
diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), DIY (6,9%), dan Sulawesi Selatan
(6,7%). Prevalensi PPOK tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur
(10,0%), diikuti Sulawesi Tengah (8,0%), Sulawesi Barat, dan Sulawesi
Selatan masing-masing 6,7 persen. Provinsi Sumatera Barat berada pada
urutan ke-23 berdasarkan jumlah penderita PPOK di Indonesia dengan
prevalensi PPOK di Sumatera Barat adalah (3,0%).
Angka kesakitan penderita PPOK berdasarkan hasil survey penyakit tidak
menular oleh direktorat jenderal PPM & PL tahun 2004 menunjukkan
PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%),
diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%) (PDPI,
2011). Berdasarkan jumlah kunjungan pasien dengan PPOK di RSUP DR.
M.Djamil Padang memiliki jumlah penderita PPOK cukup banyak, jumlah
kunjungan pasien PPOK rawat jalan di Poliklinik Paru non infeksi RSUP
Dr. M. Djamil Padang pada bulan Juli hingga November 2015 sebanyak
226 dari 943 kunjungan (Astika, 2016).
Dampak yang terjadi dengan kekurangan oksigenasi pada pasien PPOK
menurut penelitian Kusyati 2006 mengalami batuk-batuk, sesak nafas akan
mengganggu proses oksigenasi secara kronis dan menahun diakibatkan
oleh tumpukan mucus yang kental dan mengendap menyebabkan obstruksi
jalan nafas, sehingga asupan oksigen yang tidak adekuat. Menurut
penelitian Agustina (2009) keluhan yang paling banyak yang dirasakan
pasien PPOK adalah pemenuhan kebutuhan oksigenasi.
Poltekkes Kemenkes Padang
Pengkajian pada pasien dengan masalah PPOK ditemukan tanda dan gejala
yang timbul diantaranya dispnea, batuk kronik, meningkatnya produksi
sputum (GOLD, 2015). Pada asuhan keperawatan pasien dengan diagnosa
PPOK akan muncul salah satu masalah yaitu ketidakefektifan bersihan
jalan napas yang berhubungan dengan : Lingkungan; perokok, perokok
pasif, terpajan asap, Obstruksi jalan napas; eksudat dalam alveoli, mucus
belebihan, sekresi yang tertahan, spasme jalan napas, fisiologis; asma,
infeksi, jalan napas alergik (NANDA, 2015).
Intervensi keperawatan yang dilaksanakan pada pasien penyakit paru
obstruksi kronis untuk meningkatkan dan mempertahankan oksigenasi
tercakup dalam domain keperawatan, yaitu pemberian dan pemantauan
intervensi serta program yang terapeutik. Hal ini meliputi tindakan
keperawatan mandiri, seperti perilaku peningkatan kesehatan dan upaya
pencegahan, pengaturan posisi fowler atau semifowler, teknik batuk
efektif, dan intervensi tidak mandiri, seperti pengisapan lendir (suction),
fisioterapi dada, hidrasi, dan inhalasi serta terapi oksigen (Potter dan Perry,
2006).
Pemberian terapi oksigen dalam asuhan keperawatan, memerlukan dasar
pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya oksigen
dari atmosfir hingga sampai ke tingkat sel melalui alveoli paru dalam
proses respirasi. Perawat harus memahami indikasi pemberian oksigen,
metode pemberian oksigen dan bahaya-bahaya pemberian oksigen
(Harahap, 2005). Perawat melakukan pengamatan dan penilaian yang tepat
selama terapi oksigen agar cedera pada pasien dapat dicegah. Perawat
harus terus memantau kebutuhan oksigen dan menilai berapa persen
oksigen harus diberikan, tujuannya adalah untuk menghindari hiperoksia
atau hipoksia, dan fluktuasi (Solberg, 2010).
Terapi oksigen diberikan pada pasien dengan masalah PPOK dengan
indikasi terjadi perubahan frekuensi atau pola nafas, perubahan atau
Poltekkes Kemenkes Padang
gangguan pertukaran gas, menurunnya kerja nafas. (Tarwoto dan
Wartonah, 2015). Terapi oksigen pada pasien dengan masalah PPOK
dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan PPOK derajat berat. Pada
PPOK derajat sedang oksigen hanya digunakan bila timbul sesak yang
disebabkan pertambahan aktivitas, pada PPOK derajat berat yaitu terapi
oksigen di rumah pada waktu aktivitas atau terus menerus selama 15 jam
terutama pada waktu tidur, dosis oksigen yang diberikan pada pasien
PPOK tidak lebih dari 2 liter (Hudoyo, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agustina, Dewi, dan
Dini dalam Jurnal Ilmiah Keperawatan (2009), tentang tingkat kepatuhan
perawat dalam pemberian oksigen melalui nasal kanul sesuai SOP
oksigenasi di ruang rawat inap RSUD Dr. Ramelan Surabaya. Hasil
penelitiannya mengungkapkan bahwa tingkat kepatuhan perawat dalam
pemberian oksigen melalui nasal kanul sesuai SOP oksigenasi sebagian
besar tidak mematuhi protap sesuai SOP oksigenasi, dari 35 responden
(100%) didapatkan semua responden dinyatakan tidak patuh dalam
pemberian oksigen melalui nasal kanul. (Agustina Dewi dan Dini dalam
jurnal ilmiah keperawatan, 2009).
Berdasarkan hasil survey awal di ruang inap paru RSUP Dr.M.Djamil
Padang yang dilakukan pada tanggal 12 Januari 2017 terdapat enam orang
pasien PPOK dari sepuluh orang pasien dengan diagnosa medis PPOK,
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada
pemenuhan kebutuhan oksigenasi tidak ditemukan perawat memberikan
terapi oksigen sesuai dengan protapnya, misalnya dalam pemberian
oksigen melalui nasal kanul tidak sesuai konsentrasi aliran yang
ditentukan yaitu 1-6 liter/menit. Dalam memberikan terapi oksigen kepada
pasien perawat tidak menilai terlebih dahulu tingkat sesak yang dialami
pasien dan indikasinya. Setelah memberikan terapi oksigen, perawat tidak
melakukan evaluasi terhadap tingkat sesak napas pasien setelah diberikan
terapi oksigen. Dapat dilihat disini, bahwa peran perawat sebagai pemberi
Poltekkes Kemenkes Padang
asuhan keperawatan dalam pemenuhan oksigenasi belum sepenuhnya
diterapkan.
Berdasarkan uraian diatas, semakin meningkatnya angka kesakitan dan
kematian pada penderita PPOK, dan perlunya pengobatan serta pentingnya
perawatan pemantauan terapi oksigen yang optimal, maka peneliti
melakukan studi kasus mengenai “Asuhan Keperawatan Gangguan
Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada pasien dengan PPOK (Penyakit
Paru Obstruktif Kronis) di Ruang VI Paru R umah Sakit TK III Dr.
Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan
Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada pasien dengan Penyakit Paru
Obstruktif Kronis di Ruang VI Paru Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo
Padang Tahun 2017”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pemenuhan oksigenasi
pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis di Ruang VI Paru
Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan PPOK di Ruang VI Paru
Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017.
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan
pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan PPOK di
Poltekkes Kemenkes Padang
Ruang VI Paru Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo Padang
Tahun 2017.
c. Mampu mendeskripsikanrencanaan keperawatan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan PPOK di Ruang VI Paru
Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017.
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan PPOK di Ruang VI Paru
Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017.
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan PPOK di Ruang VI Paru
Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017.
D. Manfaat Penelitian
1. Aplikatif
a. Bagi Lahan/ Rumah Sakit
Laporan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pikiran bagi perawat dalam meningkatkan pelayanan
terhadap “Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Oksigenasi
pada Pasien PPOK di Ruang VI Paru Rumah Sakit TK III Dr.
Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”.
b. Bagi Peneliti
Kegiatan penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti untuk
menambah pengetahuan dan wawasan dalam melakukan asuhan
keperawatan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan
PPOK serta dalam menulis karya tulis ilmiah.
Poltekkes Kemenkes Padang
2. Pengembangan Keilmuan
a. Bagi Institusi
Data dan hasil yang diperoleh dari laporan karya tulis ilmiah ini
dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dan pembelajaran di
jurusan Keperawatan Padang khususnya mengenai penerapan
asuhan keperawatan gangguan pemenuhan oksigenasi pada pasien
PPOK.
c. Bagi Penelitian
Selanjutnya Hasil penelitian laporan karya tulis ilmiah ini dapat
memberikan masukan bagi penelitian berikutnya untuk menambah
pengetahuan dan data dasar dalam penelitian selanjutnya.
Poltekkes Kemenkes Padang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Asuhan Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien PPOK
1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
a. Konsep Dasar Manusia
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan
oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun
psikologis yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan hidup dan
kesehatan. Teori hirarki kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan
Abraham Maslow mengembangkan bahwa setiap manusia memiliki
lima kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis (oksigen, cairan,
nutrisi, keseimbangan tubuh, eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan
tidur, serta kebutuhan seksual), kebutuhan rasa aman dan perlindungan
terhadap ancaman, kebutuhan rasa cinta serta rasa memiliki dan
dimiliki, kebutuhan aktualisasi diri (Alimul Hidayat, 2009).
Kebutuhan oksigenasi adalah kebutuhan dasar manusia dalam
pemenuhan oksigenasi yang digunakan untuk kelangsungan
metabolism sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai
organ atau sel (Potter dan Perry, 2009). Oksigenasi (O2) merupakan
gas yang sangat vital dalam kelangsungan hidup sel dan jaringan tubuh
karena oksigen diperlukan untuk proses metabolism tubuh secara
terus-menerus. Oksigenasi diperoleh dari atmosfer melalui proses
pernafasan. Pada atmosfer, gas selain oksigen juga terdapat karbon
dioksida (CO), nitrogen (N), dan unsure-unsur lain seperti argon dan
helium (Tarwoto dan Wartonah, 2015).
b. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan dasar manusia
Menurut Alimul Hidayat 2009 kebutuhan dasar manusia dipengaruhi
oleh berbagai faktor berikut:
Poltekkes Kemenkes Padang
1) Penyakit : adanya penyakit dalam tubuh dapat menyebabkan
perubahan kebutuhan, baik secara fisiologis maupun psikologis,
karena beberapa fungsi organ tubuh memerlukan pemenuhan
kebutuhan lebih besar dari biasanya.
2) Hubungan keluarga : hubungan keluarga yang dapat meningkatkan
pemenuhan kebutuhan dasar karena adanya saling percaya,
merasakan kesenangan hidup tidak ada rasa curiga dan lai-lain.
3) Konsep diri : konsep diri manusia memiliki peran dalam
pemenuhan kebutuhan dasar. Konsep diri yang positif memberikan
makna dan keutuhan (Wholeness) bagi seseorang. Konsep diri yang
sehat menghasilkan perasaan positif terhadap diri. Orang yang
merasa positif tentang dirinya akan mudah berubah, mudah
mengenali kebutuhan dan mengembangan cara hidup yang sehat,
sehingga mudah memenuhi kebutuhan dasarnya.
4) Tahap perkembangan : sejalan dengan meningkatkan usia, manusia
mengalami perkembangan. Setiap tahap perkembangan tersebut
memiliki kebutuhan yang berbeda, baik kebutuhan psikologis,
social, maupun spiritual, mengingat berbagai fungsi organ tubuh
juga mengalami proses kematangan dengan aktivitas yang berbeda.
2. Konsep Oksigenasi
a. Pengertian Oksigenasi
Oksigen merupakan gas yang sangat vital dalam kelangsungan hidup
sel dan jaringan tubuh karena oksigen diperlukan untuk proses
metabolisme tubuh secara terus menerus. Oksigen diperoleh dari
atmosfer melalui proses bernapas. Di atmosfer, gas selain oksigen juga
terdapat karbon dioksida, nitrogen, dan unsur-unsur lain seperti argon
dan helium (Tarwoto & Wartonah, 2015).
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi tubuh sangat ditentukan oleh
adekuatnya system pernafasan, system kardiovaskuler, dan system
hematologi. System pernafasan atau respirasi berperan dalam
Poltekkes Kemenkes Padang
menjamin ketersediaan oksigen untuk kelangsungan metabolism sel-
sel tubuh dan pertukaran gas. System kardiovaskuler berperan dalam
proses transportasi oksigen melalui aliran darah dan system hematologi
yaitu sel darah merah yang sangat berperan dalam oksigenasi karena di
dalamnya terdapat hemoglobin yang mampu mengikat oksigen
(Tarwoto & Wartonah, 2015).
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang
digunakan untuk kelangsungan metabolism sel tubuh,
mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel (Alimul,
2009). Kebutuhan tubuh terhadap oksigen merupakan kebutuhan yang
sangat mendasar dan mendesak. Tanpa oksigen dalam waktu tertentu,
sel tubuh akan mengalami kerusakan yang menetap dan menimbulkan
kematian. Otak merupakan organ yang sangat sensitif terhadap
kekurangan oksigen. Otak masih mampu menoleransi kekurangan
oksigen antara tiga sampai lima menit. Apabila kekurangan oksigen
berlangsung lebih dari lima menit, dapat terjadi kerusakan sel otak
secara permanen (Kozier dan Erb dalam Asmadi 2008).
b. Proses Oksigenasi
Menurut Alimul Hidayat 2009 mengatakan proses pemenuhan
kebutuhan oksigenasi tubuh terdiri atas tiga tahap, yaitu ventilasi,
difusi gas, dan transportasi gas.
1) Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari
atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses
ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:
a) Adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru,
semakin tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah,
demikian sebaliknya, semakin rendah tempat tekanan udara
semakin tinggi.
Poltekkes Kemenkes Padang
b) Adanya kemampuan toraks dan paru pada alveoli dalam
melaksanakan ekspansi atau kembang kempis.
c) Adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli
yang terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat
dipengaruhi oleh sistem saraf otonom (terjadinya rangsangan
simpatis dapat menyebabkan relaksasi sehingga vasodilatasi
dapat terjadi, kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan
kontraksi sehingga vasokontriksi atau proses penyempitan
dapat terjadi).
d) Refleks batuk dan muntah
e) Adanya peran mukus siliaris sebagai barier atau penangkal
benda asing yang mengandung interveron dan dapat mengikat
virus. Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah complience
dan recoil. Complience merupakan kemampuan paru untuk
mengembang. Kemampuan ini dipengaruhi oleh berbagai
faktor, yaitu adanya surfaktan yang terdapat pada lapisan
alveoli yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan
adanya sisa udara yang menyebabkan tidak terjadinya kolaps
serta gangguan toraks. Surfaktan diproduksi saat terjadi
peregangan sel alveoli dan disekresi saat kita menarik napas,
sedangkan recoil adalah kemampuan mengeluarkan CO2 atau
kontraksi menyempitnya paru. Apabila complience baik namun
recoil terganggu, maka CO2 tidak dapat keluar secara
maksimal. Pusat pernapasan, yaitu medula oblongata dan pons,
dapat memengaruhi proses ventilasi, karena CO2 memiliki
kemampuan merangsang pusat pernapasan. Peningkatan CO2
dalam batas 60 mmHg dapat merangsang pusat pernapasan dan
bila pCO2 kurang dari sama dengan 80 mmHg dapat
menyebabkan depresi pusat pernapasan.
2) Difusi Gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan
kapiler paru dan CO2 di kapiler alveoli. Proses pertukaran ini
Poltekkes Kemenkes Padang
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luasnya permukaan paru,
tebal membran respirasi/ permeabilitas yang terdiri atas epitel
alveoli dan interstitial (keduanya dapat memengaruhi proses difusi
apabila terjadi proses penebalan), perbedaan tekanan dan
konsentrasi O2 (hal ini sebagaimana O2 dari alveoli masuk ke
dalam darah oleh karena tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih
tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis masuk dalam
darah secara difusi), pCO2 dalam arteri pulmonalis akan berdifusi
ke dalam alveoli, dan afinitas gas (kemampuan menembus dan
saling mengikat hemoglobin).
3) Transportasi Gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke
jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses
transportasi, O2 akan berikatan dengan Hb membentuk
oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%), sedangkan
CO2 akan berikatan dengan Hb membentuk karbominohemoglobin
(30%), larut dalam plasma (5%), dan sebagian menjadi HCO3
yang berada dalam darah (65%). Transportasi gas dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah jantung (cardiac
output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise), perbandingan
sel darah dengan darah secara keseluruhan (hematokrit), serta
eritrosit dan kadar Hb. (Alimul Hidayat, 2009).
c. Terapi Oksigenasi
Terapi oksigen pertama kali dipakai dalam bidang kedokteran pada
tahun 1800 oleh Thomas Beddoes, kemudian dikembangkan oleh
Alvan Barach pada tahun 1920 untuk pasien dengan hipoksemia dan
penyakit paru obstrukif kronik. Terapi oksigen adalah pemberian
oksigen lebih dari udara atmosfer atau FiO2 > 21%. Tujuan terapi
oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan mencegah
asidosis respiratorik, mencegah hipoksia jaringan, menurunkan kerja
Poltekkes Kemenkes Padang
napas dan kerja otot jantung, serta memperthankan PaO2 > 60 mmHg
atau SaO2 > 90%. (Tarwoto & Wartonah, 2015).
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), Pemberian oksigen atau terapi
oksigen dapat dilakukan melalui metode berikut ini :
1) Sistem aliran rendah
Pemberian oksigen dengan mengggunakan system ini ditujukan
pada pasien yang membuthkan oksigen tetapi masih mampu
bernapas normal. Contih pemberian oksigen dengan aliran rendah
adalah sebagai berikut :
a) Nasal kanula, diberikan dengan kontinu aliran 1-6 liter/menit
dengan konsentrasi oksigen 24-44%.
(1) Keuntungan : toleransi klien baik, pemasangannya mudah,
klien bebas untuk makan dan minum, harga lebih murah
(Asmadi, 2008).
(2) Kerugian : mudah lepas, tidak dapat memberikan
konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen
berkurang bila klien bernapas dari mulut, mengiritasi
selaput lender, nyeri sinus (Asmadi, 2008).
b) Sungkup muka sederhana (simple mask), diberikan kontinu atau
selang-seling 5-10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40-
60%.
(1) Keuntungan : konsentrasi oksigen yang diperoleh lebih
tinggi dari nasal kanula, system humidifikasi dapat
ditingkatkan (Asmadi, 2008).
(2) Kerugian : umumnya tidak nyaman bagi klien, membuat
rasa panas, sehingga mengiritasi mulut dan pipi, aktivitas
makan dan bicara terganggu, dapat menyebabkan mual dan
muntah sehingga dapat menyebabkan aspirasi, jika aliran
rendah dapat menyebabkan penumoukan karbondioksida
(Asmadi, 2008).
Poltekkes Kemenkes Padang
c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing. Sungkup ini
memiliki kantong yang terus mengembang baik pada saat
inspirasi dan ekspirasi. Pada saat pasien inspirasi, oksigen
masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup dan
kantong reservoir, ditambah oksigen dari udara kamar yang
masuk dalam lubang ekpirasi pada kantong. Aliran oksigen 8-
12 liter/menit, dengan konsentrasi 60- 80%.
(1) Keuntungan : konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup
muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lender
(Asmadi, 2008).
(2) Kerugian : kantong oksigen bisa terlipat, menyebabkan
penumpukan oksigen jika aliran lebih rendah (Asmadi,
2008).
d) Sungkup muka dengan kantong non-rebreathing. Sungkup ini
mempunyai 2 katup; 1 katup terbuka pada saat inspirasi dan
tertutup pada saat ekspirasi, dan 1 katup yang fungsinya
mencegah udara kamar masuk pada saat inspirasi dan akan
membuka pada saat ekspirasi. Pemberian oksigen dengan aliran
10-12 liter/menit, konsentrasi oksigen 80-100%.
(1) Keuntungan : konsentrasi oksigen yang diperoleh hampir
100% karena adanya katup satu arah antara kantong dan
sungkup sehingga kantong mengandung konsentrasi
oksigen yang tinggi dan tidak tercampur dengan udara
ekspirasi, dan tidak mengeringkan selaput lender (Asmadi,
2008).
(2) Kerugian : kantong oksigen bisa terlipat, berisiko untuk
terjadinya keracunan oksigen, serta tidak nyaman bagi klien
(Asmadi, 2008).
2) Sistem Aliran Tinggi
Sistem ini memungkinkan pemberian oksigen dengan FiO2 lebih
stabil dan tidak terpengaruh oleh tipe pernapasan, sehingga dapat
menambah konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur.
Poltekkes Kemenkes Padang
Contoh dari system aliran tinggi adalah dengan ventury mask atau
sungkup muka dengan ventury dengan aliran sekitar 2-15
liter/menit. Prinsip pemberian oksigen dengan ventury adalah
oksigen yang menuju sungkup diatur dengan alat yang
memungkinkan konsentrasi dapat diatur sesuai dengan warna alat,
misalnya: warna biru 24%, putih 28%, jingga 31%, kuning 35%,
merah 40%, dan hijau 60%. (Tarwoto & Wartonah, 2015).
d. Faktor – faktor yang mempengaruhi fungsi pernafasan
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) banyak faktor yang
mempengaruhi fungsi pernafasan misalnya yang berkaitan dengan
kemampuan ekspansi paru dan diafragma, kemampuan transportasi
atau perfusi. Faktor – faktor tersebut diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Posisi tubuh
Pada keadaan duduk atau berdiri pengembangan paru dan
pergerakan diafragma lebih baik dari pada posisi datar atau
tengkurap sehingga pernafasan lebih mudah. Ibu hamil atau tumor
abdomen dan makan sampai kenyang akan menekan diafragma ke
atas sehingga pernafasan lebih cepat.
2. Lingkungan
Oksigen di atmosfer sekitar 21 %, namun keadaan ini tergantung
dari tempat atau lingkungannya, contohnya : pada tempat yang
tinggi, dataran tinggi, dan daerah kutub akan membuat kadar
oksigen menjadi kurang, maka tubuh akan berkompentensasi
dengan meningkatkan jumlah pernafasan. Lingkungan yang panas
juga akan meningkatkan pengeluaran oksigen.
3. Polusi udara
Polusi udara yang terjadi baik karena industry maupun kendaraan
bermotor berpengaruh terhadap kesehatan paru-paru dan kadar
oksigen karena mengandung karbon monoksida yang dapat
merusak ikatan oksigen dengan hemoglobin.
Poltekkes Kemenkes Padang
4. Zat allergen
Beberapa zat allergen dapar mempengaruhi fungsi pernafasan,
seperti makanan, zat kimia, atau benda sekitar yang kemudian
merangsang membrane mukosa saluran pernafasan sehingga
mengakibatkan vasokontriksi atau vasodilatasi pembuluh darah,
seperti pada pasien asma.
5. Gaya hidup dan kebiasaan
Kebiasaan merokok dapat menyebabkan penyakit pernafasan
seperti emfisema, bronchitis, kanker, dan infeksi paru lainnya.
Penggunaan alcohol dan obat-obatan mempengaruhi susunan saraf
pusat yang akan mendepresi pernafasan sehingga menyebabkan
frekwensi pernafasan menurun.
6. Nutrisi
Nutrisi mengandung unsure nutrient sehingga sumber energy dan
untuk memperbaiki sel-sel yang rusak. Protein berperan dalam
pembentukan hemoglobin yang berfungsi mengikat oksigen untuk
disebarkan ke seluruh tubuh. Jika hemoglobin berkurang atau
anemia, maka pernafasan akan lebih cepat sebagai kompensasi
untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
7. Peningkatan aktivitas tubuh
Aktivitas tubuh membutuhkan metabolism untuk menghasilkan
energy. Metabolism membutuhkan oksigen sehingga peningkatan
metabolism akan meningkat kebutuhan lebih banyak oksigen.
8. Gangguan pergerakan paru
Kemampuan pengembangan paru juga berpengaruh terhadap
kemampuan kapasitas dan volume paru. Penyakit yang
mengakibatkan gangguan pengembangan paru di antaranya adalah
pneumotoraks dan penyakit infeksi paru menahun.
9. Obstruksi saluran pernafasan
Obstruksi saluran pernafasan seperti pada penyakit asma dapat
menghambat aliran udara masuk ke paru-paru
Poltekkes Kemenkes Padang
Menurut Alimul Hidayat (2009) mengatakan faktor – faktor yang
mempengaruhi kebutuhan oksigenasi sebagai berikut:
1. Saraf otonomik
Rangsangan meningeal dan parasimpatik dari saraf otonomis dapat
mempengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan konstruksi. Hal ini
dapat terlihat simpatis maupun parasimpatis. Ketika terjadi
rangsangan, ujung saraf dapat mengeluarkan neurotransmitter
(untuk simpais dapat mengeluarkan noradrenalin yang berpengaruh
pada bronkodilatasi dan untuk parasimpatis mengeluarkan
asetikolin yang berpengaruh pada bronkhokontriksi). Karena pada
saluran pernafasan terdapat reseptor adrenergic dan reseptor
koligenik.
2. Hormone dan obat
Semua hormone termasuk derivate catecholamise dapat
melebarkan saluran pernafasan. Obat yang tergolong parasimpatis,
seperti sulfas atropine dan ekstrak belladonna, dapat melebarkan
saluran pernafasan. Sedangkan obat yang menghambat adregenik
tipe beta (khususnya beta-2), seperti obat yang tergolong penyakat
beta nonselektif, dapat memepersempit saluran pernafasan
(Bronkhokontriksi).
3. Alergi pada saluran pernafasan
Banyak faktor yang dapat menimbulkan alergi, antara lain debu
yang terdapat dalam hawa pernafasan, bulu binatang, serbuk
benang sari bunga, kapuk, makanan, dan lain-lain. Faktor – faktor
ini menyebabkan bensin bila terdapat rangsangan di daerah nasal:
batuk bila di saluran pernafasan bagian atas, bronkhokotriksi pada
asma bronkhiale dan rhinitis bila terdapat di saluran pernafasan
bagian bawah.
4. Perkembanga
Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan
oksigenasi, karena usia organ dalam tubuh berkembang seiring usia
perkembangan. Hal ini dapat terlihat pada bayi usia premature,
Poltekkes Kemenkes Padang
yaitu adanya kecenderungan kekurangan pembentukan surfaktan.
Setelah anak tumbuh dewasa, kemampuan kematangan organ juga
berkembang seiring bertambahnya usia.
5. Lingkungan
Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen
seperti faktor alergi, ketinggian tanah, dan suhu. Kondisi tersebut
mempengaruhi kemampuan adaptasi.
6. Perilaku
e. Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada pasien PPOK
Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan
secara rawat jalan atau rawat inap, unit gawat darurat, atau ruang ICU
(PDPI, 2009).
1) Bronkodilator : Albuaterol (proventil, ventolin), isoetarin
(bronkosol, bronkometer)
2) Terapi Oksigen : Sesuai indikasi hasil AGD dan toleransi klien.
Terapi oksigen dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat.
a) Pada PPOK derajat sedang oksigen hanya digunakan bila timbul
sesak yang disebabkan pertambahan aktivitas.
b) Pada PPOK derajat berat yaitu terapi oksigen di rumah pada waktu
aktivitas atau terus menerus selama 15 jam terutama pada waktu tidur,
dosis oksigen yang diberikan tidak lebih dari 2 liter/menit.
3) Ventilasi Mekanik
4) Bantu pengobatan pernafasan (Fisioterapi dada)
Menurut Alimul Aziz (2009) Fisioterapi dada merupakan tindakan
keperawatan yang dilakukan dengan cara postural drainase, clapping,
dan vibrating pada pasien dengan gangguan system pernapasan.
Poltekkes Kemenkes Padang
Tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pola pernapasan
dan membersihkan jalan napas.
a) Postural drainase : tindakan memiringkan tubuh pasien ke arah kiri
dan ke arah kanan untuk membersihkan paru bagian kiri dan kanan.
Memiringkan tubuh pasien ke kiri dan tubuh bagian belakang
kanan disokong dengan satu bantal untuk membersihkan bagian
lobus tengah. Tindakan postural drainase dilakukan kurang lebih
10-15 menit dan observasi tanda vital selama prosedur.
b) Clapping : clapping dilakukan dengan cara kedua tangan menepuk
punggung pasien secara bergantian untuk merangsang terjadinya
batuk. Apabila pasien batuk, anjurkan untuk menampung lender
pada pot sputum, clapping dilakukan dengan hingga lendir bersih.
c) Vibrating : vibrating dilakukan dengan cara anjurkan pasien untuk
menarik napas dalam dan mengeluarkannya secara perlahan.
Kedua tangan perawat diletakkan dibagian atas samping depan
cekungan iga, kemudian digetarkan secara perlahan, dan lakukan
berkali-kali hingga pasien terbatuk. Bila pasien terbatuk hentikan
sebentar dan anjurkan pasien mengeluarkan lendir dan
manmpungnya di pot sputum, vibrating dilakukan sampai lendir
bersih.
3. Konsep PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)
a. Pengertian PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) adalah penyakit kronik yang
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat
progresif nonreversible atau reversible parsial. PPOK (Penyakit Paru
Poltekkes Kemenkes Padang
Obstruksi Kronik) terdiri dari Bronkitis kronis dan emfisema atau
gabungan keduanya (PDPI 2011)
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) telah
merumuskan definisi dari PPOK yaitu penyakit yang dapat diobati dan
dicegah, ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang
biasanya progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi jalan nafas
dan paru-paru akibat partikel berbahaya atau gas (GOLD, 2015).
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)adalah penyakit yang ditandai
dengan hambatan aliran udara di saluran pernafasan yang tidak
sepenuhnya reversible. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan
berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
beracun atau berbahaya (KEMENKES RI No. 1022/menkes/sk/xi/2008
tentang pedoman pengendalian penyakit paru obstruksi kronis, 2008).
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) adalah penyakit kronis saluran
pernafasan yang ditandai dengan hambatan aliran udara khusunya
ekspirasi dan bersifat progresif lambat. Semakin lambat (semakin lama
dan semakin memburuk). Disebabkan oleh pejanan resiko seperti merokok
dan polusi usdara di dalam maupun di luar ruangan.
Penyakit paru-paru obstrutif kronis/PPOK merupakan suatu istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung
lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Irman, 2009).
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan satu kelompok
penyakit paru yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten
dari jalan napas di dalam paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah :
bronchitis, emfisema paru, asma terutama yang menahun, bronkiektasis
(Murwani, 2011).
Poltekkes Kemenkes Padang
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah jumlah gangguan yang
mempengaruhi pergerakan udara dan keluar paru. Gangguan yang penting
adalah bronchitis obstruktif, efisema dan asma bronchial (Arif Muttaqin,
2008).
b. Etiologi PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)
Menurut GOLD (2014), Faktor resiko penyakit paru obstruktif kronis
sebagai berikut :
a. Pajanan dari Partikel
1) Merokok : merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95%
kasus) di Negara berkembang. Perokok aktif dapat mengalami
hipersekresi mucus dan obstruksi jalan napas kronik. Perokok pasif
juga menyumbang symptom saluran napas dan PPOK dengan
peningkatan kerusakan paru-paru akibat menghisap partikel dan
gas-gas berbahaya.
2) Polusi; Indoor, polutan indoor yang penting anatara lain SO2 NO2
dan CO yang dihasilkan dari memasak dan kegiatan pemanasan,
zat-zat organic yang menguap dari cat, karpet, bahan percetakan
dan alergi dari gas dan hewan peliharaan.
3) Polusi; Outdoor, peningkatan kendaraan sepeda motor di jalan raya
meneyebabkan peningkatan polusi udara yang dapat memicu
terjadinya PPOK b. Genetik Defisiensi Alpha 1-antitrypsin, factor
resiko dari genetic memberikan konstribusi 1-3% pada pasien
PPOK. c. Riwayat infeksi saluran pernapasan berulang
c. Manifestasi Klinis PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)
Menurut GOLD (2015), mengatakan manifestasi klinis penyakit paru
obstruktif kronis sebagai berikut :
a. Dyspnea
Poltekkes Kemenkes Padang
Dyspnea gejala kardinal PPOK, merupakan penyebab utama kecacatan
dan kecemasan terkait dengan penyakit klien PPOK yang khas
menggambarkan dyspnea mereka sebagai rasa peningkatan usaha
bernapas, berat, kelaparan udara, atau terengah-engah.
b. Batuk
Batuk kronis seringkali gejala pertama dari PPOK, sebagai
konsekuensi dari merokok atau paparan lingkungan. Awalnya, batuk
mungkin intermiten, tetapi kemudian hadir setiap hari, sering
sepanjang hari. Batuk kronis pada PPOK dapat menjadi produktif.
c. Produksi Sputum
Klien PPOK umumnya meningkatkan jumlah kecil dari sputum setelah
serangan batuk. Produksi reguler dari sputum selama 3 bulan atau
lebih dalam 2 tahun berturut-turut. Produksi sputum seringkali sulit
untuk mengevaluasi karena pasien mungkin menelan dahak daripada
meludahkan. Kehadiran sputum purulen mencerminkan peningkatan
mediator inflamasi, dan perkembangannya dapat mengidentifikasi
timbulnya eksaserbasi bakteri.
d. Mengi dan Dada Sesak
Mengi dan sesak dada adalah gejala tidak spesifik yang mungkin
berbeda antara hari, dan selama satu hari. Mengi terdengar mungkin
timbul pada tingkat laring dan tidak perlu disertai kelainan auskultasi.
Atau, inspirasi luas atau mengi ekspirasi dapat hadir dengan
mendengarkan dada. Dada sesak sering mengikuti tenaga, berotot
dalam karakter, dan mungkin timbul dari kontraksi isometrik otot
interkostal. Tidak adanya mengi atau sesak dada tidak mengecualikan
diagnosis PPOK, juga tidak adanya gejala ini mengkonfirmasikan
diagnosis asma.
e. Fitur tambahan di Penyakit berat
Kelelahan, penurunan berat badan dan anoreksia adalah masalah
umum pada pasien dengan PPOK berat dan sangat berat.
Poltekkes Kemenkes Padang
d. Patofisiologi PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)
Obstruksi jalan napas menyebabkan reduksi aliran udara yang beragam
bergantung pada penyakit. Penyakit bronchitis kronis dan bronkhiolitis,
terjadi penumpukan lendir dan sekresi yang sangat banyak sehingga
menyumbat jalan napas. Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran
oksigen dan karbon dioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang
disebabkan oleh overekstensi ruang udara dalam paru. Pada asma jalan
napas bronchial menyempit dan membatasi jumlah udara yang mengalir ke
dalam paru.
Penyakit paru obstruktif kronis dianggap sebagai penyakit yang
berhubungan dengan interaksi genetik dengan lingkungan. Merokok,
polusi udara dan paparan di tempat kerja (terhadap batu bara, kapas, dan
padi-padian) merupakan faktor resiko penting yang menunjang terjadinya
penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20-30 tahun.
Penyakit paru obstruktif kronis juga ditemukan terjadi pada individu yang
tidak mempunyai enzim yang normal untuk mencegah penghancuran
jaringan paru oleh enzim tertentu.
Penyakit paru obstruktif kronis merupakan kelainan dengan kemajuan
lambat yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menujukkan
awitan (onset) gejala klinisnya seperti kerusakan fungsi paru. Penyakit
paru obstruktif kronis dapat dapat memperburuk perubahan fisiologi yang
berkaitan dengan penuaan dan mengakibatkan obstruksi jalan napas
misalnya pada bronchitis serta kehilangan daya pengembangan (elastisitas)
paru misalnya pada emfisema. Oleh karena itu terdapat perubahan
tambahan dalam rasio ventilasi perfusi pada klien lansia dengan penyakit
paru obstruktif kronis (Arif Muttaqin, 2008).
e. Klasifikasi PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2014, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut.
Poltekkes Kemenkes Padang
a. Derajat 0 (berisiko)
Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi
sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko. Spirometri :
Normal
b. Derajat I (PPOK ringan)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi
sputum. Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1. Spirometri
: FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%.
c. Derajat II (PPOK sedang)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi
sputum, sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas).
Spirometri : FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%.
d. Derajat III (PPOK berat)
Gejala klinis : Sesak napas derajat sesak 3 dan 4, Eksaserbasi lebih
sering terjadi. Spirometri : FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%.
e. Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik disertai
komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan. Spirometri
FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%.
f. Komplikasi PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)
Menurut Irman (2009), komplikasi yang ditimbulkan pada klien dengan
penyakit paru obstruktif kronis sebagai berikut :
a. Hipoksemia
Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan
konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut akan timbul
sianosis.
b. Asidosis Respiratori
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnea). Tanda
yang muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, latergi, dizziness, dan
takipnea.
Poltekkes Kemenkes Padang
c. Infeksi respiratori
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi
mukus dan rangsangan otot polos bronchial serta edema mukosa.
Terbatasanya aliran udara akan menyebabkan peningkatan kerja napas
dan timbulnya dispnea.
d. Gagal jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru),
harus diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat.
e. Kardiak disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau
asidosis respiratori.
f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan,
dan sering kali tidak berespon terhadap terapi yang diberikan.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan
Oksigenasi Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis
1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Alimul Hidayat (2009) dan Arif Muttaqin (2008) pengkajian
keperawatan pada gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi adalah
sebagai berikut:
a. Riwayat Pengkajian
Pengkajian riwayat keperawatan pada masalah kebutuhan oksigen pada
pasien PPOK meliputi:
1) Ada tidaknya riwayat merokok dan riwayat batok kronis.
Bertempat tinggal atau bekerja diarea dengan polusi udara berat.
2) Adanya riwayat atau factor pencetus eksaserbasi yang meliputi
allergen, stress emosional, peningkatan aktifitas fisik yang
berlebihan, serta infeksi saluran pernafasan.
3) Pada pengkajian ditemukan pasien anoreksia, penurunan berat
badan, dan kelemahan adalah hal yang umum terjadi.
Poltekkes Kemenkes Padang
4) Pada tahap pengkajian lanjut ditemukan pasien sesak nafas,
didapatkan kadar oksigen rendah (hipoksemia) dan karbon
dioksida yang tinggi (hiperkapnea). Pasien rentan terhadap reaksi
inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan sekresi. Setelah infeksi
terjadi, pasien mengalami mengi yang berkepanjangan saat
ekspirasi.
b. Pola Batuk dan Produksi Spontan
Pengkajian pada pola batuk dilakukan dengan cara menilai batuk
termasuk batuk kering, keras, dan kuat dengan suara mendesing.
Pengkajian juga dilakukan klien mengalami sakit pada tenggorokan
saat batuk kronis dan produktif serta saat dimana klien sedang makan,
merokok, atau saat malam hari. Pengkajian terhadap lingkungan,
tempat tinggal klien (berdebu, penuh asap, dan adanya kecendrungan
mengakibatkan alergi) perlu dilakukan. pengkajian sputum dilakukan
dengan cara memeriksa warna, kejernihan, dan apakah bercampur
darah terhadap sputum yang dikeluarkan oleh klien.
c. Pengkajian fisik
Menurut Arif Muttaqin (2009) mengatakan sebagai berikut :
1) Inspeksi
Menetukan tipe jalan nafas, seperti menilai nafas spontan melalui
hidung, mulut, oral, nasal, kemudian menentukan status kondisi
seperti kebersihan, ada atau tidaknya secret, perdarahan, bengkak
atau obstruksi mekanik.
a. Menentukan tipe jalan napas, seperti menilai napas spontan
melalui hidung, mulut, oral, nasal, kemudian menentukan
status kondisi seperti kebersihan, ada atau tidaknya secret,
perdarahan, bengkak, atau obstruksi mekanik.
b. Penghitungan frekuensi pernapasan; frekuensi pernapasan
dalam waktu satu menit. Pada pasien PPOK terlihat adanya
usaha dan peningkatan frekuensi pernapasan.
c. Pemeriksaan sifat pernapasan. Pasien PPOK terlihat
penggunaan otot bantu napas (sternokleidomastoid).
Poltekkes Kemenkes Padang
d. Pengkajian irama pernapasan. Pada pasien PPOK terlihat
bentuk dada barrel chest akibat udara yang terperangkap,
penipisan masa otot, bernapas dengan bibir yang dirapatkan,
dan pernapasan abnormal yang tidak efektif.
e. Pengkajian terhadap dalam/dangkalnya pernapasan. Pasien
PPOK ditemukan adanya dispnea terjadi saat beraktivitas
bahkan pada saat aktivitas kehidupan sehari-hari
2) Palpasi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi kelainan seperti nyeri
tekan yang dapat timbul akibat luka, peradangan setempat,
metastasis tumor ganas, pleuritis, atau pembengkakan dan benjolan
pada dada. Melalui palpasi dapat diteliti gerakan dinding thoraks
pada saat inspirasi dan ekspirasi terjadi. Palpasi pada pasien
dengan PPOK yaitu ekspansi meningkat dan taktil fremitus
biasanya menurun.
3) Perkusi
Pengkajian ini bertujuan untuk menilai normal atau tidaknya suara
perkusi paru. Terdapat beberapa suara perkusi sebagai berikut:
a) Sonor, bunyinya seperti kata “dug-dug”.
b) Redup, dianggap sebagai suara tidak normal
c) Pekak, adalah suara yang terdengar seperti memperkusi paha,
terdapat pada rongga pleura yang berisi nanah, tumor pada
permukaan paru.
d) Hipersonor, bunyi perkusi apabila udara relative lebih padat,
ditemukan pada emfisema dan pneumonotoraks.
e) Timpani, bunyinya seperti ucapan “dang-dang”. Suara ini
menunjukkan bahwa di bawah tempat yang diperkusi terdapat
penimbunan udara, seperti pada pneumonotoraks.
Perkusi pada pasien PPOK didapatkan suara normal sampai
hipersonor sedangkan diafragma mendatar atau menurun.
Poltekkes Kemenkes Padang
4) Auskultasi
Pengkajian ini untuk menilai adanya suara napas, di antaranya
adalah suara napas dasar dan suara napas tambahan.
1) Suara napas dasar
Merupakan suara napas pada orang dengan paru yang sehat,
seperti :
a) Vesikuler, adalah ketika suara inspirasi lebih keras dan lebih
tinggi nadanya. Suara vesikuler dapat didengar pada
sebagian paru.
b) Bronkhial, suara yang didengar pada waktu inspirasi dan
ekspirasi, bunyinya bisa sama atau lebih panjang, antara
inspirasi dan ekspirasi terdengar jarak pause yang jelas.
Suara bronchial terdengar di daerah trakea dekat bronkus,
dalam keadaan tidak normal bisa terdengar seluruh daerah
paru.
c) Bronkovaskular, suara yang terdengar antara vesikuler dan
bronchial, ketika ekspirasi menjadi lebih panjang, hingga
hampir menyamai inspirasi. Suara ini lebih jelas terdengar
pada manubrium sterni. Pada keadaan tidak normal juga
terdengar pada daerah lain dari paru.
2) Suara napas tambahan
Merupakan suara yang terdengar pada dinding thoraks berasal
dari kelainan
dalam paru, termasuk bronkus, alveoli, dan pleura. Suara
tambahan seperti :
a) Ronkhi, yaitu suara yang terjadi dalam bronchi karena
penyempitan lumen bronkus.
b) Mengi (wheezing), yaitu ronkhi kering yang tinggi, terputus
nadanya, dan panjang, terjadi pada asma.
c) Ronkhi basah, yaitu suara berisik yang terputus akibat
aliran udara yang melewati cairan (ronkhi basah, halus,
Poltekkes Kemenkes Padang
sedang, atau kasar tergantung pada besarnya bronkus yang
terkena dan umumnya terdengar pada inspirasi).
d) Krepitasi, adalah suara seperti hujan rintik-rintikyang
berasal dari bronkus, alveoli, atau kavitasi yang
mengandung cairan.
a) Krepitasi halus menandai adanya eksudat dalam alveoli
yang membuat alveoli saling berlekatan.
b) Krepitasi kasar, terdengar seperti suara yang timbul bila
meniup dalam air. Suara ini terdengar selama inspirasi
dan ekspirasi. Gejala ini dijumpai pada bronchitis.
Pada pasien PPOK sering didapatkan adanya bunyi napas
ronkhi dan wheezing sesuai tingkat keparahan obstruksi pada
bronkiolus.
d. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium seperti Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit
(Ht) meningkat. Jumlah eritrosit meningkat, eosinofil dan total IgE
serum meningkat. Pulse Oksimetri, SaO2 oksigenasi menurun.
e. Pemeriksaan diagnostic
1) Radiologi Thoraks foto (AP dan lateral)
Menunjukkan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung, dan
bendungan area paru. Pada emfisema paru didapatkan diafragma
dengan letak yang rendah dan mendatar.
2) Bronkografi
Menunjukkan dilatasi bronkus, kolap bronkhiale pada ekspirasi
kuat.
3) Pengukuran Fungsi Paru
Kapasitas inspirasi menurun, volume residu meningkat pada
emfisema, bronchitis, dan asma.
4) Analisa Gas Darah
PaO2 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada asma.
Nilai pH normal, asidosis, alkalosis, respiratorik ringan sekunder.
Poltekkes Kemenkes Padang
5) Angiografi
Pemeriksaan ini untuk membantu menegakkan diagnosis tentang
keadaan paru, emboli atau tumor paru, aneurisma, emfisema,
kelainan congenital.
6) Radio Isotop
Bertujuan untuk menilai lobus paru, melihat adanya emboli paru.
Ventilasi scanning untuk mendeteksi ketidaknormalan ventilasi,
misalnya pada emfisema.
2. Kemungkinan Diagnosa keperawatan pada pasien PPOK
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan peyakit paru obstruktif kronis
menurut NANDA (2015) adalah sebagai berikut :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan :
1) Lingkungan: perokok, perokok pasif, terpajan asap.
2) Obstruksi jalan napas: adanya jalan napas buatan, benda asing
dalam jalan napas, eksudat dalam alveoli, mucus belebihan,
penyakit paru obstruktif kronis, sekresi yang tertahan, spasme jalan
napas.
3) Fisiologis: asma, infeksi, jalan napas alergik.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi perfusi, perubahan membrane alveolar-kapiler.
c. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi,
keletihan otot pernapasan, sindrom hipoventilas.
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
3. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.1
Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas Definisi: Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dan saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas. Batasan Karakteristik: a) Batuk yang tidak
efektif b) Dispnea c) Gelisah d) Ortopnea e) Penurunan bunyi
napas f) Perubahan frekuensi
napas g) Perubahan pola
napas h) Sianosis i) Sputum dalam
jumlah yang berlebihan
j) Suara napas tambahan
k) Tidak ada batuk
Faktor yang Berhubungan:
a) Lingkungan 1) Perokok 2) Perokok pasif 3) Terpajan asap
b) Obstruksi jalan napas
1) Adanya jalan napas buatan
NOC: Respiratory status: ventilation Setelah dilakukan asuhan keperawatan diapatkan Kriteria Hasil: a. Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara napas ang bersih, tidak ada sianosi dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
b. Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama napas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara napas abnormal)
c. Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang menghambat jalan napas
NIC a) Airway
Suctioning a. Pastikan
kebutuhan oral/ trakeal suctioning
b. Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah suction
c. Informasikan ke pasien dan keluarga tentang suction
d. Gunakan universal precaution/ prinsip steril: sarung tangan, kacamata dan masker
e. Instruksikan ke pasien beberapa napas dalam sebelum suction
f. Bila terjadi hiperoksigenasi sampai 100%, gunakan ventilator atau resusitasi manual
g. Lakukan alat-alat disposibel yang steril pada saat melakukan
Poltekkes Kemenkes Padang
2) Benda asing dalam jalan napas
3) Mucus berlebihan
4) Sekresi yang tertahan
5) Spasme jalan napas
c) Fisiologis 1) Disfungsi
neuromuscular 2) Infeksi 3) 3) Jalan napas
alergik
prosedur suction
h. Anjurkan napas dalam dan istirahat
i. Hentikan suction bila bradikardi, peningkatan saturasi oksigen
j. Gunakan durasi singkat pada saat menghisap sekret dan respon
b) Airway Management
a) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b) Lakukan fisioterapi dada bila perlu
c) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
d) Auskultasi suara napas, catat bila ada suara tambahan
e) Berikan bronkodilator bila perlu Poltekkes Kemenkes Padang
f) Monitor status respirasi dan status O2
c) Respiratory Monitoring
Poltekkes Kemenkes Padang
a. Monitor pola napas, irama, kedalaman dan usaha napas
b. Perhatikan gerakan dan kesimetrisan, menggunakan otot bantu, dan adanya retraksi otot intercostals dan supraclavicular
c. Monitor bunyi napas, misalnya mendengkur
d. Monitor pola napas
e. Catat lokasi trakea
f. Auskultasi bunyi napas, catat peningkatan ventilasi
g. Monitor saturasi oksigen
h. Monitor kemampuan pasien dalam batuk efektif
2. Gangguan pertukaran gas Definisi: kelebihan atau defisit oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolar-kapiler. Batasan Karakteristik:
a. Dispnea b. Gas darah arteri
abnormal
NOC Respiratory status: gas exchange Setelah dilakukan asuhan keperawatan didapatkan Kriteria Hasil: a. Mendemonstrasikan
peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Respiratory status:
NIC Respiratory Monitoring a. Monitor pola
napas, irama, kedalaman dan usaha napas
b. Perhatikan gerakan dan kesimetrisan, menggunakan otot bantu, dan adanya retraksi
Poltekkes Kemenkes Padang
c. Gelisah d. Hiperkapnia e. Hipoksemia f. Hipoksia g. Napas cuping
hidung h. Penurunan
karbondioksida i. pH arteri abnormal j. Pola pernapasan
abnormal (mis; kecepatan, irama, kedalaman)
k. Sianosis l. Takikardia
Faktor yang berhubungan:
g) Ketidakseimbangan ventilasi perfusi
h) Perubahan membrane alveolar kapiler
ventilation Kriteria Hasil: a. Memelihara
kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda-tanda distress pernapasan
b. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada sianosis dan dypsneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Vital sign status Tanda-tanda vital dalam normal
otot intercostals dan supraclavicular
c. Monitor bunyi napas, misalnya mendengkur
d. Monitor pola napas
e. Catat lokasi trakea
f. Auskultasi bunyi napas, catat peningkatan ventilasi
g. Monitor saturasi oksigen
h. Monitor kemampuan pasien dalam batuk efektif
Oxygen Therapy
a) Periksa mulut, hidung, dan sekret trakea b) Pertahankan jalan napas yang paten c) Atur peralatan oksigenasi d) Monitor aliran oksigen
c) Vital Sign Monitoring Respiratory Monitoring a. Monitor TD,
nadi, suhu, dan RR
b. Monitor vital sign saat pasien berbaring, duduk, dan berdiri
c. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
Poltekkes Kemenkes Padang
d. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
e. Monitor kualitas dari nadi
f. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
g. Monitor pola pernapasan abnormal
h. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
i. Monitor sianosis perifer
j. Monitor adanya cushling triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
k. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign Ketid
3. Ketidakefektifan pola napas Definisi: inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak member ventilasi adekuat. Batasan karakteristik: a. Bradipnea b. Dispnea c. Fase ekspirasi
memanjang d. Ortopnea e. Penggunaan otot
bahu pernapasan f. Penurunan tekanan
NOC: Respiratory status: Ventilation Setelah dilakukan tindakan keperawatan didapatkan Kriteria Hasil: a. Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan
NIC Oxygen Therapy a. Periksa mulut,
hidung, dan sekret trakea
b. Pertahankan jalan napas yang paten
c. Atur peralatan oksigenasi
d. Monitor aliran oksigen
e. Pertahankan posisi pasien
f. Observasi tanda-tanda
Poltekkes Kemenkes Padang
ekspirasi g. Penurunan tekanan
inspirasi h. Pernapasan bibir i. Pernapasan cuping
hidung j. Pola napas
abnormal (mis; irama, frekuensi, kedalaman)
k. Takipnea faktor yang Berhubungan: a. Hiperventilasi b. Keletihan otot
pernapasan c. Sindrom
hipoventilasi
mudah, tidak ada pursed lips)
Respiratory status: Airway patency a. Menunjukkan jalan
napas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama napas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara napas abnormal)
Vital Sign Status a. Tanda-tanda vital
dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernapasan)
hipoventilasi g. Monitor adanya
kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital Sign Status a. Monitor TD,
nadi, suhu, dan RR
b. Monitor vital sign saat
Sumber : NANDA Internasional, 2015, Nurharif dan Khusuma, 2015
Poltekkes Kemenkes Padang
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Desain
penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan
tujuan utama untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan objektif. Metode
penelitian deskriptif digunakan untuk memecahkan atau menjawab
permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang (Setiadi,2007).
Desain Penelitian deskriptif dilakukan pada satu kasus yaitu penerapan asuhan
keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan
Penyakit Paru Obstruktif Kronis di Ruang VI Paru Rumah Sakit TK III Dr.
Reksodiwiryo Padang Tahun 2017.
B. Tempat Dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di Ruang VI Paru R umah Sakit TK III Dr.
Reksodiwiryo Padang Tahun 2017. Waktu penelitian dilakukan pada tanggal
03 Juni sampai 07 Juni 2017. Penelitian akan dilakukan selama 5 hari.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek yang diteliti atau subjek yang diteliti.
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien dengan PPOK di Ruang
VI Paru Rumah Sakit TK III Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017.
2. Sampel
Sampel terdiri dari bagian populasi yang dapat dipergunakan sebagai
subjek penelitian melalui sampling. Sampling adalah proses menyeleksi
porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada. Adapun
sampel terdiri dari dua pasien dengan kriteria sebagai berikut:
Adapun kritreria sampel dalam penelitian sebagai berikut :
1. Kriteria inklusif
a. Pasien bersedia menjadi responden
Poltekkes Kemenkes Padang
b. Pasien dengan masalah gangguan oksigenasi
c. Pasien dengan diagnose penyakit paru obstruksi kronis
2. Kriteria ekslusif
a. Keluarga pasien tidak bersedia pasien menjadi responden
b. Pasien dirawat kurang dari 5 hari
D. Alat dan Instrumen Pengumpulan Data
Alat atau instrument pengumpulan data yang digunakan adalah format tahapan
proses keperawatan klien mulai dari pengkajian sampai evaluasi. Cara
pengumpulan data dimulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan studi
dokumentasi.
Proses keperawatan meliputi:
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan ketika pasien baru masuk pertama kalinya di fasilitas
kesehatan (rumah sakit). Bentuk yang umumnya dipakai dalam format
pengkajian sebagai berikut:
a. Format anamnesa
Format Tanya jawab biasanya pertanyaan-pertanyan yang bersifat
bersifat umum (identitas pasien seperti nama, nama orang tua,
pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua ataupun riwayat kesehatan
pasien seperti penyakit yang pernah di derita pasien), ataupun yang
lebih pribadi (seperti status keuangan, spiritual dan seksual orang tua).
b. Pengkajian lanjutan
Pengkajian lanjutan dilakukan secara terus menerus selama proses
keperawatan diberikan, sehingga data ini adalah data yang up to date.
Data ini dapat dicatat dalam format tertentu yang disebut dengan flow
sheet. Contoh dalam pengkajian lanjutan adalah pengkajian tanda-
tanda vital yang diambil dalam periode tertentu. Format flow sheet
memungkinkan perawatan untuk melihat apakah terdapat perubuhan
pada kondisi pasien periode yang berbeda.
c. Pengkajian ulang
Pengkajian ulang dilakukan setelah intervensi dilakukan. Pengkajian
ini dapat ditulis dalam format catatan keperawatan (Format terlampir).
Poltekkes Kemenkes Padang
2. Diagnose keperawatan
Diagnose keperawatan dapat ditegakkan jiak data-data yang telah ada di
analisa. Kegiatan pendokumentasian diagnose keperawatan sebagai
berikut:
a. Analisa data
Dalam analisa data mencangkup data pasien, masalah dan
penyebabnya. Data pasein terdiri atas data subjektif yaitu data yang
didapatkan saat interaksi dengan pasien, biasanya apa yang dikeluhkan
oleh pasien, dan data objektif yaitu data yang diperoleh perawat dari
hasil pengamatan dan pemeriksaan fisik.
b. Menegakkan diagnose
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menegakkan diagnose adalah
PES (Problem+Etiologi+System) dan menggunakan istilah diagnose
keperawatan yang di buat dari daftar NANDA.
3. Intervensi
Rencana keperawatan terdiri dari beberapa komponen sebagai berikut:
a. Diagnose yang diprioritaskan
b. Tujuan dan criteria hasil
c. intervensi
4. Implementasi
Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen :
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan
b. Diagnose keperawatan
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan
d. Tanda tangan perawat pelaksana
5. Evaluasi
Evaluasi ekperawatan terdiri dari beberapa komponen :
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan
b. Diagnose keperawatan
c. Evaluasi keperawatan
Poltekkes Kemenkes Padang
E. Cara pengumpulan data
Teknik pengumpulan data menggunakan multi sumber bukti (Triangulasi)
artinya teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai
teknik data dan sumber data yang telah ada. Triagulasi teknik berarti
penelitian menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda. Untuk
mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti akan menggunakan
observasi, pengukuran, wawancara mendalam, dan dokumnetasi untuk sumber
data yang sama secara serompok (Sugriyono 2014).
1. Observasi
Dalam observasi ini, peneliti mengobservasi atau melihat kondisi darai
pasien, seperti keadaan umum pasien dan keadaan pasien, selain itu juga
mengobservasi tindakan apa saja yang telah dilakukan pada pasien,
misalnya pasien terpasang infuse.
2. Pengukuran
Pengukuran yaitu melakukan pemantauan kondisi pasien dengan metode
mengukur dengan menggunakan alat ukur pemeriksa, seperti melakukan
pengkuruan suhu, menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan.
3. Wawancara
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk menukar informasi dan ide
melalui Tanya jawab, sehingga dikonsentrasikan makna dalam suatu topic
tertentu. Wawancara digunakan apabila peneliti ingin melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang diteliti, tetapi juga
apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal respon lebih mendalam
(Sugiyono 2014).
Dalam peneliotian ini wawancara dilakukan dengan menggunakan
pedoman wawancara bebas terpimpin. Wawancara jenis ini merupakan
kombinasi dari wawancara tidak terpimpin dan wawancara terpimpin.
Meskipun dapat unsure kebebasan, tapi ada pengaruh pembicara secara
tegas dan megarah. Jadi wawancara ini mempunyai cirri yang fleksibelitas
(keluwesan) tapi arahnya yang jelas. Artinya pewawancara diberi
kebebasan yang diharapkan dan respon secara bebas dapat memperikan
informasi selengkap mungkin. Contoh wawancara ini seperti ingin tahu
Poltekkes Kemenkes Padang
kenapa pasien masuk rumah sakit, penyakit yang diderita sebelumnya dan
sebagian.
4. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar atau kerya-karya monumental
dari seseorang. Dalam penelitian yang akan dilakukan. Contoh data
pemeriksaan labor, data pemeriksaan diagnostic dan data pengobatan.
F. Jenis-jenis data
1. Data primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari pasien seperti
pengkajian kepada pasien meliputi : identitas pasien, riwayat kesehatan
pasien, pola aktifitas pasien sehari-hari dirumah dan pemeriksaan fisik
etrhadap pasien.
2. Data sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh langsung
dari rekam medic, serta dari dokumentasi di ruang Inap Paru RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Data sekunder umumnya berupa bukti, data penunjang,
catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip yang tidak
dipublikasikan.
G. Cara Pemilihan Responden
Pemilihan responden merujuk pada teknik non random sampling dengan
teknik purposive sampling, dimana subjek penelitian dipilih berdasarkan
pertimbangan dari peneliti itu sendiri (Nursalam, 2011).
H. Rencana Analisis
Rencana analisa yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis
semua teman pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan konsep
dan teori keperawatan pada pasein dengan PPOK (Penyakit Paru Obstruksi
Kronis). Data yang telah didapatkan dari hasil melakukan asuhan keperawatan
melalui dari pengkajian, penegakan diagnose, merencakan tindakan,
Poltekkes Kemenkes Padang
melakukan tindakan sampai mengevaluasi hasil tindakan akan dinarasi dan
dibandingkan dengan teori asuhan keperawatan dengan kasus Gangguan
pemenuhan oksigenasi pada pasein PPOK. Analisa yang dilakukan adalah
untuk menentukan apakah ada kesesuaian antara teori yang ada dengan
kondisi pasien.
Data didapatkan berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan dengan metode
pengumpulan data dengan teknik wawancara. Analisa data dilakukan
berdasarkan data-data yang telah diperoleh kemudian dikelompokkan menjadi
data subjektif dan objektif. Hasil analisa data tersebut kemudian dirumuskan
menjadi diagnosis keperawatan sesuai dengan panduan Nursing American
Diagnisis (NANDA), dilanjutkan dengan menyusun intervensi keperawatan,
melaksanakan implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Setelah
didapatkan hasil pengkajian, perumusan diagnosis dan intervensi, serta
pelaksanaan implementasi dan evaluasi, peneliti kemudian membandingkan
hasil tersebut dengan konsep asuhan keperawatan teoritis
Poltekkes Kemenkes Padang
BAB IV
DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS
A. Deskripsi Kasus
1. Pengkajian
Tn.M (Partisipan 1) berumur 67 tahun datang ke IGD RS TK. III Dr.
Reksodiwiryo Padang pada tanggal 2 Juni 2017 pukul 17.30 WIB melalui
IGD dengan keluhan sesak nafas(+) sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit, demam (+). Pasien datang ke Rumah Sakit dengan anaknya, dengan
tanda-tanda vital TD : 110/80 mmHg, nadi : 88 x/menit, pernafasan: 23
x/menit, suhu :37,3 0C. pasien di diagnose dengan penyakit PPOK. Pada
saat dilakukan pengkajian pada tanggal 3 Juni 2017, pasien tampak lemah,
pasien tidak tampak terpasang oksigen, pasien mengatakan nafasnya terasa
sesak dan sesak akan bertambah saat melakukan aktivitas dan saat tidur,
pasien juga mengatakan batuk.
Tn.S (Partisipan 2) berumur 67 tahun datang ke IGD RS TK. III Dr.
Reksodiwiryo Padang pada tanggal 2 Juni 2017 pukul 17.35 WIB melalui
IGD rujuakan puskesmas lubuk kilangan dengan keluhan Sesak nafas
lebih kurang 2 jam sebelum dibawa ke rumah sakit, bunyi menciut (+),
batuk (+) Sudah 3 hari yang lalu, pilek (-), serta nyeri di ulu hati (+).Pasien
datang ke Rumah Sakit dengan anaknya, dengan tanda-tanda vital TD :
120/70 mmHg, nadi : 93 x/menit, pernafasan: 24 x/menit, suhu : 36,6 0C.
pasien di diagnose dengan penyakit PPOK. Pada saat dilakukan
pengkajian pada tanggal 3 Juni 2017, pasien tampak lemah, pasien tidak
tampak terpasang oksigen, pasien mengatakan nafasnya terasa sesak dan
Poltekkes Kemenkes Padang
sesak akan bertambah saat melakukan aktivitas dan saat tidur, pasien juga
mengatakan batuk dan juga berdahak. Metode penelitian ini yaitu dengan
wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan melihat hasil laboratorium.
Setelah dilakukan penelitian didapatkan data sebagai berikut :
Tabel 4.1 Pengkajian Deskripsi Kasus
Asuhan
keperawatan
Partisipan 1 Partisipan 2
Identitas
Pasien
Tn. M Laki-laki berusia 67 tahun datang dibawa anaknya ke RS Reksodiwiryo Padang pada tanggal 2 Juni 2017 pukul 17.30 WIB melalui IGD dengan keluhan sesak nafas(+), demam (+)
Tn.S laki-laki berusia 66 tahun datang dibawa anaknya ke RS Reksodiwiryo Padang pada tanggal 2 juni 2017 pukul 17.35 WIB melalui IGD rujukan dari Puskesmas Lubuk Kilangan dengan keluhan Sesak nafas lebih kyrang 2 jam sebelum dibawa kerumah sakit, bunyi menciut (+), batuk (+)Sudah 3 hari yang lalu, pilek (-), serta nyeri di ulu hati (+).
Riwayat
Kesehatan
Sekarang
Pasien mengatakan bahwa pasien sesak nafas sebelum masuk rumah sakit, disertai dengan bunyi menciut (+), disertai dengan demam (+). Pasien dirawat diruang VI Paru Rumah Sakit Reksodiwiryo padang dengan diagnosa medis PPOK. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 03 Juni 2017 pasien mengatakan nafasnya masih terasa sesak (+) dan pasien
Pasien mengatakan bahwa pasien sesak nafas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, disertai dengan bunyi menciut (+),batuk (+), nyeri di ulu hati. Pasien dirawat diruang VI Paru Rumah Sakit Reksodiwiryo padang dengan diagnosa medis PPOK. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 03 Juni 2017 pasien mengatakan masih sesak nafas(+) disertai dengan batuk (+)dan nyeri
Poltekkes Kemenkes Padang
demam (+) dan juga masih batuk
dibagian ulu hati pasien. Pasien juga mengatakan pasien juga memiliki riwayat ASMA sebelumnya.
Riwayat
Kesehatan
Dahulu
Klien mengatakan pernah dirawat sebelumnya pada tahun 2016 dengan penyakit yang sama dengan pasien sekarang yaitu PPOK.
Klien mengatakan memiliki riwayat ASMA ± 3 Tahun yang lalu dan juga pernah dirawat pada tahun 2013 dengan sakit yang sama dengaan pasien sekarang yaitu PPOK..
Riwayat
Kesehatan
Keluarga
Klien mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga klien yang menderita sakit yang sama dengan klien. tidak ada keluarga yang menderita penyakit keturunan seperti hipertensi, diabetes mellitus, jantung koroner serta tidak ada keluarga yang menderita penyakit menular.
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang menderita sakit yang sama dengan klien. tidak ada keluarga yang menderita penyakit keturunan seperti hipertensi, diabetes mellitus, jantung koroner serta tidak ada keluarga yang menderita penyakit menular.
ADL Tn,M memiliki kebiasaan makan 3 kali sehari. Konsistensi makanan biasa, rata-rata menu setiap harinya adalah nasi,lauk dan sayur. Jenis minuman Jenis minuman air putih, frekuensi minum dirumah lebih dari 7 gelas sehari. Pola tidur siang teratur dengan lama tidur lebih kurang 2 jam, pola tidur malam teratur dengan jumlah jam tidur 6-7 jam, Kebiasaan BAK lebih dari 3 kali sehari dengan jumlah lebih kurang 1500-2000 cc, sedangkan kebiasaan BAB 1 kali sehari, jumlah tidak dapat ditentukan, warma normal dan bau khas.
Tn,S memiliki kebiasaan makan 3 kali sehari. Konsistensi makanan biasa, rata-rata menu setiap harinya adalah nasi,lauk dan sayur. Jenis minuman Jenis minuman air putih, frekuensi minum dirumah lebih dari 7 gelas sehari. Pola tidur siang teratur dengan lama tidur lebih kurang 1 jam, pola tidur malam teratur dengan jumlah jam tidur 6-7 jam, Kebiasaan BAK lebih dari 2 kali sehari dengan jumlah lebih kurang 1500-2000 cc, sedangkan kebiasaan BAB 1 kali sehari, jumlah tidak dapat ditentukan, warma normal dan bau khas.
Pemeriksaan Saat dilakukan pemeriksaan fisik,
Saat dilakukan pemeriksaan fisik, keadaan
Poltekkes Kemenkes Padang
Fisik keadaan umum pasien Compos Mentis (GCS : 4-5-6), suhu 37,50C, nadi 86 kali permenit, pernafasan 22 kali permenit mata simetris kiri dan kanan, reflek cahaya positif pada mata kiri dan kanan , konjungtiva negatif anemis pada mata kiri dan kanan, sklera negatif ikterik pada mata kiri dan kanan, reflek pupil positif isokor pada mata kiri dan kanan, udema palpebra negatif, pernafasan cupping hidung. Pada inspeksi bibir tidak sianosis, mukosa mulut dan bibir lembab, P
Recommended