View
226
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
6
Bab 2
Tinjauan Pustaka
2.1 Sistem Perpipaan
Sistem perpipaan merupakan sistem transportasi yang digunakan manusia
untuk mengalirkan fluida baik itu berupa fasa cair ataupun fasa gas dari suatu
tempat ke tempat lain untuk memenuhi kebutuhan hidup. Penggunaan sistem
perpipaan dimulai sejak 2700 tahun sebelum masehi untuk mengalirkan air dari
sumber mata air ke perkotaan. Pada saat itu material yang digunakan berasal dari
material nonmetal dengan sambungan antar pipa (joint) menggunakan asphalt.
Baru pada 2400 SM di Mesir diperkenalkan penggunaan pipa-pipa dengan
material metal yaitu tembaga.
Sejarah pengguanaan sistem perpipaan pada zaman lampau, yang paling
terkenal adalah penggunaan sistem perpipaan oleh bangsa Romawi untuk
mengalirkan air yang sering disebut sebagai aquaduct. Diperkirakan perpipaan
yang digunakan sepanjang 250 mil dan telah menggunakan valve dan stopcock
untuk mengatur aliran air. Kebanyakan pipa dibuat dari material timah yang
mengalami proses manufaktur seperti rolling dan pengelasan. Valve dan elemen
lain dari pipa dibuat dari perunggu. Adalah Julius Frontinus seorang Romawi yang
membuat Standar dimensi dan material pipa untuk digunakan pada saat itu.
Pipe name (Latin)
Pipe diameter, mm
Pipe diameter, in.
Quinaria 23 0.9 Senaria 28 1.1 Octonaria 37 1.4 Denaria 46 1.8 Duodenaria 55 2.1 Vicenaria 92 3.6
Gambar 2.1 Standar dimensi pipa Romawi(4)
Perkembangan sistem perpipaan mulai berkembang pesat pada tahun 1800-
an. Saat itu di London ketika orang mulai mengunakan gas untuk pengisi bola
7
lampu dan munculnya mesin-mesin uap yang menandai adanya revolusi industri.
Hingga saat ini, teknologi sistem perpipaan masih berkembang baik itu dari sisi
proses pembuatannya maupun penggunaanya. Pada masa sekarang penggunaan
pipa dengan beragam material penyusun telah tersebar luas di industri migas
maupun industri proses.
Pipa yang berada pada sebuah kawasan industri tertentu biasa disebut
sebagai piping. Pada suatu plant, piping biasanya digunakan sebagai transportasi
fluida proses dari satu equipment ke equipment lain, misalnya dari wellhead ke
separator, atau dari separator ke vessel scrubber dan lain-lain. Dari segi
dimensinya, piping berukuran relatif pendek dan berdiameter kecil (<18”). Pada
umumnya piping terpasang berbelok-belok dan terdapat banyak elemen sepanjang
dimensinya, seperti valve, flange, gasket, support, bend/elbow, tee/branch dan
berbagai macam instrumen elektronik.
2.2 Sistem Perpipaan pada Topside Platform
Pada topside platform terdapat sistem perpipaan yang sangat komplek, yang
terdiri dari pipa dan segala komponen sistem perpipaan serta beberapa equipment
yang dihubungkan, untuk menjalankan fungsi operasi. Segala peralatan perpipaan
pada topside platform tersebut memiliki fungsi yang hampir sama dengan fungsi
peralatan perpipaan pada lokasi onshore seperti pada plant. Adapun beberapa
peralatan yang pada umumnya berada di topside platform yaitu:
• Piping berfungsi mengalirkan fluida proses dari beberapa equipment di atas
platform dan dapat juga berfungsi untuk mengalirkan fluida proses dari satu
platform ke platform lain yang relatif saling berdekatan.
• Separator merupakan pressure vessel berfungsi untuk memisahkan fluida
proses berdasarkan jenis fasanya, misalkan fasa cair, gas dan padat.
• Scrubber merupakan pressure vessel berfungsi untuk menyaring fluida proses
berfasa gas dari padatan-padatan pengotor. Terkadang equipment ini tidak di-
install pada platform, karena proses penyaringan fasa gas biasanya dilakukan
pada lokasi plant di onshore.
8
• Wellhead merupakan ujung atas dari sumur minyak dan gas bumi, biasanya
dipasang PSV (Pressure Safety Valve) untuk menjaga platform dari bahaya
ledakan akibat tekanan berlebih dari dalam sumur.
• Flare merupakan alat pembakaran fluida proses yang dianggap berlebihan dan
memiliki sifat beracun pada kesehatan manusia.
• Bridge merupakan sistem perpipaan berbentuk seperti jembatan yang
menghubungkan platform satu dengan platform lain yang berdekatan.
• Crane merupakan alat berat yang berfungsi sebagai pengangkat barang-barang
yang berat dari platform ke kapal pengangkut atau sebaliknya.
• Riser merupakan bagian dari pipeline di bawah laut yang muncul ke atas
permukaan laut, untuk disambungkan pada piping di platform melalui tie-in.
• Portakem sebagai tempat operator tinggal ataupun tempat monitoring terhadap
kondisi operasi semua peralatan di platform.
Pada platform, piping berada pada bagian atas platform atau disebut topside
platform, berfungsi mengalirkan fluida proses dari beberapa equipment di atas
platform dan dapat juga berfungsi untuk mengalirkan fluida proses dari satu
platform ke platform lain yang relatif saling berdekatan. Piping yang
menghubungkan platform satu ke platform lain selain untuk mengalirkan fluida
proses dapat juga berfungsi sebagai jembatan tranportasi bagi operator untuk
melakukan inspeksi terhadap proses operasi.
Gambar 2.2 Piping pada topside platform(1)
9
2.2.1 Standar dan Code Perancangan Sistem Perpipaan
Sistem perpipaan harus memperhatikan kelayakan rancangan baik itu dari
segi teknis maupun segi ekonomis. Kelayakan rancangan sistem perpipaan dari
segi mekanik dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis seperti
penentuan tebal dinding pipa, analisis hidrolik, analisis tegangan pipa, dan analisis
fleksibilitas pipa. Sedangkan dari segi ekonomis, kelayakan rancangan sistem
perpipaan sangat tergantung pada kebijakan finansial dari perusahaan atau industri
dengan tetap didasari oleh kelayakan segi mekanik yang telah diatur dalam Code
dan Standar guna menjamin keamanan rancangan sistem perpipaan saat
dioperasikan bagi keselamatan segala makhluk hidup di sekitarnya.
Perancangan sistem perpipaan dapat menggunakan aturan-aturan yang
terdapat dalam Standard dan Code perancangan sistem perpipaan yang telah ada.
Standar dan Code yang umum dipakai dalam perancangan sistem perpipaan, yaitu:
a. ASME B31.1 Power Piping
b. ASME B31.2 Fuel Gas Piping
c. ASME B31.3 Process Piping on Petroleum Refineries, Chemical,
Pharmaceutical, Textile, Papper, Semiconductor,
and Crycogenic Plant.
d. ASME B31.4 Liquid-petroleum transportation piping system
e. ASME B31.5 Refrigeration Piping
f. ASME B31.7 Nuclear Power Piping
g. ASME B31.8 Gas Transmission & Distribution Piping
h. ASME B31.9 Building Services Piping
i. API 5L Spesification of Line Pipe Material
j. API 576 Pipeline Coating
k. DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems
l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines
m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine Pipeline
n. ANSI B16.5 Pipe Flange and Flange Fitting
o. Keputusan Menteri Migas Rule 300K
10
2.2.2 Beban-Beban pada Sistem Perpipaan
Sistem perpipaan dalam operasinya menerima beban yang sangat banyak
dan kompleks, yaitu meliputi beban sustain, beban occasional, dan beban
ekspansi. Masing-masing beban yang terjadi pada sistem perpipaan tersebut
diakibatkan oleh jenis input pembebanan yang berbeda-beda yang mungkin akibat
dari kondisi operasi sistem perpipaan sendiri maupun dari lingkungan sekitar
sistem perpipaan. Untuk memperoleh hasil rancangan sistem perpipaan yang
aman, tiap komponen beban baik akibat kondisi operasi maupun akibat
lingkungan harus diperhatikan pada saat melakukan analisis perancangan sistem
perpipaan dengan melakukan perhitungan tegangan yang terjadi.
Analisis tegangan pada sistem perpipaan dilakukan dengan maksud untuk
menjamin keamanan operasi sistem perpipaan dengan verifikasi integritas struktur
yang mendapat berbagai kondisi pembebanan. Selain itu, analisis tegangan juga
bertanggungjawab pada penentuan beban-beban tumpuan pipa sehingga sistem
perpipaan dapat ditumpu dengan baik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
melakukan perhitungan dan perbandingan parameter berikut terhadap harga-harga
yang diijinkan, antara lain:
a. Tegangan yang terjadi pada dinding pipa
b. Perpindahan akibat ekspansi pipa
c. Beban-beban pada nozzle
d. Frekuensi pribadi sistem
Penggolongan pembebanan pada sistem perpipaan berdasarkan pada jenis
beban-beban yang terjadi berasal, secara umum dapat diklasifikasi secara
sederhana meliputi beban sustain, beban occasional, dan beban ekspansi termal
seperti diuraikan sebagai berikut:
2.2.2.1 Beban Sustain (Sustained Load)(2)
Beban sustain adalah beban yang dialami oleh instalasi sistem pipa secara
terus-menerus. Beban ini merupakan kombinasi beban yang diakibatkan oleh
11
tekanan internal dan beban berat. Pada semua sistem perpipaan, perancangan pipa
yang dibuat haruslah dirancang mampu untuk menahan beba berat fluida, isolasi,
komponen-komponen dan struktur pipa itu sendiri. Semua beban berat tersebut
kemudian diteruskan ke komponen tumpuan (support), sehingga harus dilakukan
pula perancangan tumpuan pada sistem perpipaan yang mampu menahan beban-
beban tersebut. Metode sederhana untuk menghitung tegangan dan beban pada
tumpuan adalah dengan memodelkan pipa sebagai beam dengan distribusi beban
yang merata sepanjang dimensi pipa.
Pemodelan jenis tumpuan untuk menahan beban berat sistem perpipaan
merupakan bagian dari analisis tegangan pada sistem perpipaan. Pada umumnya
terdapat dua jenis model tumpuan pipa yang digunakan dalam analisis tegangan
pada perpipaan, yaitu jenis tumpuan simpel dan tumpuan fixed. Akan tetapi dalam
kenyataan, kondisi tumpuan pada umumnya adalah tumpuan simpel yang ditahan
(fixed) pada salah satu bagiannya, sehingga tegangan maksimum yang terjadi
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.1(2) sebagai berikut:
(2.1)
Dimana: σ = tegangan (Pa)
W = berat sistem perpipaan (Newton)
L = panjang pipa (m)
Z = inersia penampang pipa (m4)
Beban berat yang dialami oleh sistem perpipaan dapat digolongkan menjadi
dua jenis antara lain meliputi:
• Live Load(2)
Live Load meliputi beban fluida yang mengalir melalui sistem perpipaan
atau fluida lain yang digunakan untuk pengujian sistem perpipaan tersebut.
• Dead Load(2)
Dead Load meliputi berat komponen-komponen sistem perpipaan, berat
isolator, dan berat permanen yang bekerja pada sistem perpipaan tersebut.
12
Sistem perpipaan pada umumnya mendapat beban tekanan internal dari
fluida yang mengalir di dalamnya. Dari tekanan internal tersebut akan dilakukan
perhitungan tegangan yang terjadi. Beban tekanan lebih berpengaruh pada
tegangan yang terjadi pada dinding pipa dibandingkan dengan tegangan yang
terjadi pada tumpuan. Hal tersebut diakibatkan karena beban akibat tekanan
dinetralisasi oleh tegangan pada dinding pipa.
2.2.2.2 Beban Occasional (Occasional Load) (2)
Beban occasional adalah beban yang terjadi “kadang-kadang” pada sistem
perpipaan selama operasi normal. Beban occasional dapat diartikan pula sebagai
beban pada sistem perpipaan yang terjadi dalam periode sebagian saja dari total
periode operasi sistem perpipaan, misalnya 1 sampai dengan 10% dari periode
operasi sistem perpipaan. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan timbulnya
beban occasional, yaitu:
• Salju, terjadi pada sistem perpipaan yang terletak pada bagian bumi yang
mengalami musim salju. Konsentrasi penumpukan salju yang sangat tebal
pada bagian tertentu sepanjang pipa akan menimbulkan pembebanan berat
yang belebih yang harus ditahan oleh pipa.
• Fenomena alam, seperti angin topan dan gempa bumi akan menimbulkan gaya
eksitasi terhadap pipa yang bersifat dinamik. Analisis dinamik pada sistem
perpipaan diperlukan untuk mendapatkan distribusi tegangan yang diakibatkan
oleh beban dinamik yang terjadi pada sistem perpipaan.
• Unusual plant operation, merupakan kesalahan yang terjadi pada kondisi
operasi yang dimungkinkan oleh adanya kelalaian operator ataupun kesalahan
prosedur dalam mengoperasikan sistem perpipaan.
• Postulate plant accident, merupakan terjadinya kecelakaan pada sistem
perpipaan yang timbul oleh sebab-sebab tertentu baik itu berasal dari operator
ataupun dari pihak ketiga (third party damage).
13
Pada pembebanan yang disebabkan oleh adanya tiupan angin terhadap
penampang pipa, nilai gaya yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan 2.2(2). Besaran utama dari beban angin adalah akibat dari memontum
angin yang mengenai pipa. Beban angin ini dimodelkan sebagai gaya uniform
yang searah dengan arah angin sepanjang pipa. Gaya angin yang terjadi dapat
dihitung dengan menggunakan penurunan dari persamaan Bernoulli(2).
(2.2)
Dimana: F = beban angin (N/m)
Cd = koefisien drag
D = diameter luar pipa (termasuk isolasi) (mm)
q = tekanan dinamik (N/m2)
Beban occasional yang terjadi pada sistem perpipaan pada kasus tertentu
akan memiliki sifat sama dengan beban sustain. Oleh karena itu, analisis tegangan
tehadap tumpuan menjadi hal yang sangat penting untuk mendapatkan distribusi
tegangan pipa. Akan tetapi, posisi tumpuan yang optimal untuk menahan beban
occasional tidak selalu sama dengan posisi tumpuan untuk beban sustain. Dalam
proses perancangan diperlukan kompromi sehingga tumpuan dapat menahan
kedua jenis beban baik sustain maupun occasional, misalnya tumpuan bersifat
rigid baik digunakan untuk menahan beban dinamik, akan tetapi tumpuan rigid
akan menurunkan fleksibilitas pipa sehingga perlu digunakan jenis tumpuan yang
lain. Jenis tumpuan snuber adalah solusi pemilihan jenis tumpuan yang umum
digunakan untuk menahan kedua jenis pembebanan tersebut.
2.2.2.3 Beban Ekspansi Termal (Expansion Load) (2)
Beban ekspansi termal adalah beban yang timbul sebagai akibat adanya
ekspansi termal pada sistem perpipaan. Beban ekspansi termal dapat dibagi
menjadi:
• Beban ekspansi termal akibat pembatasan gerak oleh tumpuan saat pipa
mengalami ekspansi.
14
• Beban termal akibat perbedaan temperatur yang besar dan sangat cepat
dalam dinding pipa sehingga mampu menimbulkan tegangan.
• Beban akibat perbedaan koefisien ekspansi pipa yang tersusun dari dua
atau lebih material logam yang berbeda.
Tumpuan pipa dipasang sepanjang sistem perpipaan untuk menahan beban
sustain dan beban occasional. Namun apabila kenaikan temperatur terjadi pada
sistem perpipaan saat kondisi operasi, maka pipa akan mengalami ekspansi
sehingga menimbulkan tegangan yang tinggi pada daerah fitting maupun pada titik
dimana pipa ditumpu dengan jenis tumpuan yang bersifat rigid. Pada kondisi ini,
sebaiknya dilakukan perancangan letak dan jenis tumpuan pada sistem perpipaan
untuk mendapatkan analisis tegangan yang optimum pada kondisi operasi.
Penggunaan expansion loop saat perancangan merupakan alternative cara untuk
dapat mengatasi adanya ekspansi termal yang besar.
Secara umum analisis perhitungan beban termal pada tumpuan
menggunakan metode guide cantilever, dimana pipa dimodelkan sebagai batang
yang dipegang secara rigid pada salah satu ujung, dan pada titik tertentu diberikan
tumpuan sehingga dapat dihitung besarnya tegangan pada titik tumpuan tersebut.
Gaya dan momen yang terjadi pada tumpuan pipa akibat adanya ekspansi termal
berurutan ditunjukan pada persamaan 2.3(2) dan 2.4(2) sebagai berikut:
∆ (2.3)
∆ (2.4)
Dimana: P = gaya-gaya pada tumpuan (N)
M = momen pada tumpuan (N/m)
E = modulus elastisistas (Pa)
I = momen inersia penampang (m4)
Δ = pertambahan panjang akibat ekspansi termal (m)
L = panjang pipa (m)
15
2.2.3 Tegangan-Tegangan pada Sistem Perpipaan
Teori tegangan pada sistem perpipaan secara umum merupakan
pengembangan dari teori tegangan yang telah dikembangkan dalam mekanika.
Definisi-definisi yang digunakan seperti gaya, momen, tegangan, regangan, dan
lain-lain adalah sama dengan definisi-definisi yang digunakan dalam mekanika.
Tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan bisa disebabkan oleh tekanan
internal pipa dari fluida proses, tekanan eksternal pipa dari fluida di luar pipa,
beban berat dari sistem perpipaan, dan beban ekspansi akibat perbedaan
temperatur. Pada analisis tegangan baik dalam mekanika maupun sistem
perpipaan dikenal adanya beberapa istilah tegangan berdasar pada arahnya, yaitu:
a. Tegangan longitudinal, merupakan tegangan dengan arah sejajar sepanjang
sumbu pipa.
b. Tegangan circumferensial (hoop stress), merupakan tegangan dengan arah
melingkar searah dengan lingkaran dinding pipa.
c. Tegangan radial, merupakan tegangan dengan arah sejajar dengan garis lurus
yang berjalan dari sumbu pipa keluar menembus dinding pipa.
Tegangan-tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan tersebut akan
dijumlahkan dan dianalisis untuk diambil nilai tegangan yang paling besar dan
dominan untuk digunakan sebagai input untuk analisis tegangan pada sistem
perpipaan. Berdasar pada persamaan tegangan, dari ketiga jenis tegangan di atas,
tegangan radial memiliki nilai yang relatif kecil sehingga terkadang nilainya dapat
diabaikan. Sedangkan tegangan longitudinal memiliki nilai yang paling dominan,
sehingga dapat dimasukkan sebagai input pada analisis tegangan. Analisis
tegangan ini dilakukan pada semua titik sepanjang pipa supaya dapat dihasilkan
distribusi nilai tegangan yang terjadi di sepanjang pipa.
Secara umum, untuk mengetahui kekuatan suatu bahan terhadap beban yang
dialaminya, diperlukan analisis terhadap tegangan yang terjadi, karena tegangan
yang terjadi pada suatu bahan merupakan parameter penting kekuatan bahan. Hal
ini dapat dialami pada diagram hubungan tegangan-regangan pada suatu
pengujian kekuatan material tertentu. Secara umum dikenal dua jenis diagram
16
tegangan-regangan yaitu diagram tegangan-regangan untuk baja lunak dan untuk
baja getas. Gambar kedua jenis diagram ini dapat dilihat pada gambar 2.3.
(a) (b)
Gambar 2.3 Diagram tegangan-regangan baja lunak (a) dan baja getas (b) (6)
Pada kedua diagram di atas, terdapat profil garis lurus pada awal
pembebanan yang menunjukan adanya fenomena deformasi elastic pada material
baja. Titik akhir garis lurus ini disebut sebagai titik luluh (yield point). Fenomena
deformasi plastis diawali oleh adanya lekukan pada kurva yang lebih dikenal
dengan sebutan ludders band. Titik paling tinggi pada diagram tegangan-
regangan menunjukan kekuatan ultimate material, yaitu nilai tegangan yang
dimiliki oleh material baja saat mulai mengalami fenomena necking. Titik batas
akhir diagram menunjukan titik kegagalan penuh material yaitu menunjukan harga
tegangan pada saat material patah.
Terdapat perbedaan karakteristik kurva baja lunak dan baja getas. Hal ini
terpengaruh oleh sifat kedua jenis material tersebut, yaitu baja lunak cenderung
memiliki regangan yang relatif panjang baik pada daerah elastis maupun daerah
plastis, sedangkan pada baja getas cenderung memiliki regangan yang lebih
pendek dan sudang mengalami patah pada regangan yang relatif pendek. Dalam
sistem perpipaan, hal tersebut digunakan sebagai dasar pemilihan material untuk
mendapatkan performa pipa yang optimal dengan kondisi operasi yang sesuai
dengan karakteristik material pipa.
17
2.2.4 Tegangan-Tegangan pada Perpipaan Akibat Beban yang Bekerja
Beban-beban yang bekerja pada sistem perpipaan akan menyebabkan
timbulnya tegangan pada dinding pipa. Besarnya tegangan akibat beban operasi
tekanan internal, dapat diturunkan dari persamaan-persamaan mekanika untuk
bejana berdinding tipis. Tinjau sebuah bejana tekan silindris pada gambar 2.4
Gambar 2.4 Diagram analisis bejana tekan silindris (6)
Sebuah segmen dipisahkan dari silinder dengan membuat dua bidang tegak
lurus terhadap sumbu silinder seperti pada gambar 2.4(b). Tegangan yang terjadi
pada irisan silinder ini adalah tegangan-tegangan normal σ1 dan σ2. Tekanan
dalam yang bekerja p dan radius dalam silinder ri. Gaya pada suatu luas kecil tak
berhingga (Lridθ) bekerja akibat tekanan dalam yang bekerja tegaklurus adalah
pLridθ (gambar 2.4(c)). Komponen gaya yang bekerja dalam arah mendatar
adalah (pLridθ)cos θ jadi dengan dengan menerapkan kesetimbangan statik
diperoleh:
∫ ==2/
02cos22
πθ LprdpLrP ri ( 2.5 )
σ1σ2
L
(a)
L
σ1
σ2
2ri
(b)
θdθ
rip
pLri
P
P(c)
pσ
σ(f)
P
P(e)
σ1A = P
σ1A = P
pA1 = 2Pro
ri
(d)
18
Cara lain yang lebih sederhana, yaitu dengan memandang kedua gaya P
melawan gaya akibat tekanan dalam p pada luas proyeksi A1 (gambar 2.4(d)).
Luas ini adalah 2riL, jadi 2P = A1p = 2riLP. Gaya ini mendapat perlawanan dari
gaya-gaya yang terbentuk dalam bahan dalam potongan membujur, karena radius
luar silinder adalah ro, maka luas kedua potongan membujur adalah 2A = 2L(ro –
ri). Selanjutnya, jika tegangan normal rata-rata yang bekerja pada potongan yang
membujur adalah σ1, maka gaya yang mendapat perlawanan dari dinding silinder
adalah 2L(ro – ri)σ1, dengan menyamakan kedua gaya, dan menerapkan harga
tebal dinding silinder t = ro – ri maka 2riLp = 2L(ro – ri)σ1 atau:
t
pri=1σ ( 2.6 )
Tegangan yang diberikan oleh persamaan 2.6 ini dikenal dengan tegangan gelung
atau dapat juga disebut hoop stress.
Tegangan normal lain (σ2) bekerja secara longitudinal/membujur (gambar
2.4(b)), dan dapat dipecahkan dengan persoalan gaya aksial sederhana. Dari
gambar 2.4(f) gaya yang dibentuk oleh tekanan dalam p adalah pπri2 dan gaya
yang dibentuk oleh tegangan normal σ2 adalah σ2(pπro2 - pπri
2). Dengan
menyamakan kedua gaya dan memecahkannya untuk σ2 diperoleh:
( )( )ioio
i
io
i
rrrrpr
rrpr
−+=
−=
2
22
2
2σ ( 2.7 )
karena t = ro – ri dan ro ≈ ri ≈ r, maka:
t
pr22 =σ ( 2.8 )
Tegangan yang timbul pada sistem perpipaan dapat juga disebabkan oleh
gaya dan momen yang bekerja pada sistem tersebut pada saat beroperasi. Gaya
dan momen ini timbul akibat berbagai bentuk pembebanan pada sistem, seperti
ekspansi termal, beban berat, dan lain-lain. Tegangan bending dan puntir
(torsional) dapat dihitung menggunakan harga momen bending inplane dan
outplane (Mi dan Mo). Definisi kedua momen ini yaitu jika Mi diaplikasikan,
19
belokan atau sambungan percabangan akan tetap pada bidang asalnya, tetapi jika
Mo diaplikasikan maka belokan atau sambungan percabangan akan keluar dari
bidang asalnya. Penjelasan ini dapat dilihat pada gambar 2.5 dan 2.6.
Gambar 2.5 Momen inplane dan outplane pada belokan (7)
Gambar 2.6 Momen inplane dan outplane pada sambungan percabangan (7)
Dengan menggunakan harga Mi dan Mo tegangan yang terjadi dapat dihitung
menggunakan persamaan 2.9 (untuk belokan), 2.10 dan 2.11 (untuk sambungan
percabangan). Untuk belokan:
( ) ( )
ZMiMi
S ooiib
22 += (2.9)
20
dimana,
ii = Faktor intensifikasi tegangan bending inplane (Appendix D ASME
B31.3)
io = Faktor intensifikasi tegangan bending outplane (Appendix D ASME
B31.3)
Z = Modulus sectional
Gambar 2.7 Cuplikan Appendix D ASME B31.3(7)
Sedangkan untuk sambungan percabangan, dibedakan untuk header dan
pipa cabang (branch). Untuk header:
( ) ( )
ZMiMi
S ooiib
22 += (2.10)
Untuk pipa cabang:
( ) ( )
e
ooiib Z
MiMiS
22 += (2.11)
dimana,
Ze = Modulus sectional efektif = πrm2 ts
21
Tegangan akibat momen puntir (torsional) dapat dihitung dari harga momen
puntir Mt, dengan menggunakan persamaan 2.8.
Z
MS tt 2= (2.12)
Kedua harga tegangan ini kemudian dikombinasikan dengan persamaan 2.9
untuk memberikan harga displacement stress range SE yang tidak boleh melebihi
harga tegangan yang diijinkan.
22 4 tbE SSS += (2.13)
Tegangan–tegangan yang dirumuskan di atas adalah tegangan fleksibilitas
(tegangan ekspansi) yaitu tegangan yang timbul akibat ekspansi termal. Dalam hal
ini tebal dinding pipa tidak memiliki pengaruh yang terlalu besar. Harga ketebalan
dinding pipa ini berbanding lurus dengan gaya dan momen ujung pipa, sehingga
tegangan yang berlebih (overstress) tidak dapat diatasi dengan menambah
ketebalan dinding pipa karena cenderung akan memperbesar gaya dan momen.
Pada semua persamaan tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan di atas,
kemudian dapat digabungkan untuk mendapatkan nilai tegangan maksimum yang
terjadi berdasarkan jenis-jenis pembebanan pada pipa. Dalam perhitungan jenis-
jenis pembebanan pipa, hanya diambil tegangan yang memiliki nilai maksimum
untuk mendapatkan hasil analisis tegangan yang akurat dan dapat diketahui
apakah sistem perpipaan berada pada kondisi operasi yang aman atau tidak aman.
Berikut merupakan persamaan tegangan berdasar jenis-jenis pembebanan yang
terjadi pada sistem perpipaan:
1. Beban Sustain
Tegangan pada beban sustain = Tegangan Longitudinal akibat internal
pressure + Tegangan akibat gaya berat
sistem perpipaan.
Tegangan longitudinal akibat internal pressure memiliki nilai maksimum
dibanding nilai hoop stress maupun tegangan radial. Nilai tegangan
longitudinal ini merupakan resultan tegangan longitudinal akibat tekanan
22
internal fluida proses, momen bending dan gaya aksial yang terjadi pada pipa
seperti ditunjukan pada persamaan 2.12 berikut:
(2.14)
Sedangkan tegangan yang terjadi akibat gaya berat sistem perpipaan dihitung
melalui persamaan 2.1, dimana tegangan yang timbul hanya diakibatkan oleh
berat sistem perpipaan itu sendiri seperti berat fluida proses, isolasi,
komponen-komponen dan berat pipa itu sendiri.
2. Beban Occasional
Tegangan pada beban occasional = Tegangan akibat beban sustain +
Tegangan akibat gaya-gaya
occasional.
Tegangan akibat gaya-gaya occasional merupakan tegangan yang ditimbulkan
akibat gaya eksternal yang terjadi dan bersifat “kadang-kadang”, misalnya
akibat gaya angin (persamaan 2.2), gaya dinamik gempa bumi, gaya berat
akibat kejatuhan benda, dan gaya-gaya lain dalam beban occasional.
3. Beban Ekspansi
Tegangan yang terjadi pada beban ekspansi merupakan tegangan normal
maupun tegangan geser yang diakibatkan oleh adanya ekspansi material pipa
akibat perbedaan temperatur pipa dengan temperatur lingkungan sekitar.
Momen dan gaya akibat ekspansi termal (persamaan 2.3 dan 2.4) yang telah
diketahui dapat digunakan sebagai salah satu parameter dalam analisis
tegangan akibat beban ekspansi pada sistem perpipaan.
2.2.5 Analisis Fleksibilitas Sistem Perpipaan (2)
Analisis fleksibilitas pipa merupakan analisis terhadap kemampuan pipa
untuk mengalami perubahan panjang atau berdeformasi secara elastis terhadap
kondisi operasi yang memiliki beban akibat temperatur yang tinggi. Sistem
perpipaan harus cukup fleksibel sehingga ekspansi termal, kontraksi atau
perpindahan tumpuan ataupun titik ujung pipa tidak akan menyebabkan
terjadinya:
23
1. Kegagalan pipa dan tumpuan pipa akibat tegangan berlebih.
2. Kebocoran pada sambungan las pipa.
3. Tegangan yang merusak atau distorsi pada pipa atau peralatan yang
terhubung dengan pipa seperti pompa, atau katup yang disebabkan oleh
gaya dorong atau momen berlebih dalam pipa.
Sehingga sebuah sistem perpipaan dikatakan mempunyai fleksibilitas yang cukup
atau baik, apabila sistem perpipaan tersebut dapat mengalami perubahan panjang
akibat ekspansi atau kontraksi termal dan mampu kembali ke panjang awal
apabila beban akibat ekspansi atau kontraksi tersebut dihilangkan.
Pada Code ASME B31.3 analisis fleksibilitas pipa diatur pada paragraf
319.4 Flesibility Analisys. Dalam Code ASME B31.3 terdapat persyaratan khusus
yang dicantumkan tentang fleksibilitas yang harus dipenuhi oleh sistem perpipaan,
yaitu meliputi:
a. Range tegangan hasil perhitungan, SE (persamaan 2.9) di setiap titik sistem
perpipaan akibat perpindahan titik acuan tertentu tidak boleh melebihi daerah
tegangan yang diijinkan (the allowable stress range, SA).
b. Gaya reaksi hasil perhitungan tidak merusak titik tumpu sistem perpipaan atau
peralatan yang tersambung dengan sistem perpipaan.
c. Perpindahan sistem perpipaan hasil perhitungan haruslah berada dalam batas-
batas yang telah ditentukan pada Code ASME B31.3.
Dalam analisis fleksibilitas sistem perpipaan pada Code ASME B31.3,
terdapat suatu aturan dimana suatu sistem perpipaan memerlukan analisis formal
atau tidak formal. Suatu sistem perpipaan dikatakan tidak memerlukan analisis
formal apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Sistem perpipaan yang merupakan duplikat sistem perpipaan yang sudah ada,
yang dalam operasi menunjukan kinerja yang memuaskan.
b. Sistem perpipaan yang dengan mudah dapat dinilai mempunyai fleksibilitas
yang cukup bila dibandingkan dengan sistem perpipaan yang fleksibilitasnya
telah dianalisis sebelumnya.
24
c. Sistem perpipaan dengan ukuran seragam, yang ditumpu dengan hanya dua
tumpuan tanpa ada titik restraint diantara keduanya, dan memenuhi persamaan
empirik 2.15(2) sebagai berikut:
( ) 1K
2U-L
yD≤
(2.15)
dimana: D = outside diameter of pipe, mm(inch)
y = resultant of total displacement strain to be absorbed by the piping system, mm
L = developed length of pipe between anchor, m
U = anchor distance, straight line between anchor, m
K1 = 208000 SA /Ea (mm/m)2
SA = allowable displacement stress range, MPa
Ea = reference modulus of elasticity at 210 C (700 F) MPa (ksi)
Sedangkan suatu sistem perpipaan dikatakan memerlukan analisis
fleksibilitas formal apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Sistem perpipaan yang tidak memenuhi salah satu dari ketiga persyaratan
diatas haruslah dianalisis dengan salah satu cara analisis berikut yaitu, metode
analisis sederhana, metode analisis pendekatan (approximate analysis) atau
metode analisis komprehensif.
b. Metode analisis komprehensif yang dapat diterima meliputi metode analitik
dan metode yang memakai charts, yang dapat menghitung gaya, momen dan
tegangan-tegangan yang ditimbulkan oleh displacement strains.
c. Pada analisis komprehensif, faktor-faktor intensitas tegangan pada komponen
perpipaan selain pipa lurus haruslah diperhitungkan. Komponen tersebut
mempunyai kelebihan fleksibilitas.
d. Pada analisis fleksibilitas, maka semua komponen perpipaan yang terletak
antara dua anchor points haruslah diperlakukan secara keseluruhan.
25
2.2.6 Tegangan yang Diijinkan Berdasarkan ASME B31.3
Tegangan ijin material yang digunakan merupakan salah satu parameter
penting dalam analisis tegangan sistem perpipaan. Tegangan yang dialami oleh
sistem perpipaan tidak boleh melebihi tegangan yang diijinkan berdasar pada
Code dan Standar material yang dipakai. Dalam analisis tegangan pada umumnya
digunakan rasio tegangan, yaitu perbandingan antara tegangan actual yang dialami
sistem perpipaan dengan tegangan ijin berdasarkan Code dan Standar.
Besarnya tegangan yang diijinkan berbeda untuk setiap Code sistem
perpipaan yang digunakan. Untuk Code ASME B31.3, suatu material pipa dapat
dinyatakan dalam kondisi aman apabila tegangan-tegangan yang dialami material
tersebut memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Beban Sustain(7)
• Resultan tegangan longitudinal SL dalam setiap komponen sitem perpipaan
akibat beban sustain, seperti tekanan internal pipa dan berat sistem
perpipaan, tidak boleh melebihi nilai perkalian antara Sh dan W. Sh
merupakan tegangan ijin material pipa pada saat temperatur maximum
kondisi operasi. Sedangkan W merupakan reduction factor dari sambungan
las pada proses manufaktur material pipa. W memiliki harga sama dengan
1.0 apabila jenis sambungan longitudinal digunakan utuk proses
manufaktur pipa.
• Displacement stress range SE, pada sistem perpipaan tidak boleh melebihi
nilai allowable displacement stress range SA. allowable displacement
stress range SA dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.14
sebagai berikut:
SA = f(1.25 SC +0.25 Sh) (2.16)
Dimana:
f = stress range factor
SC = tegangan ijin material pipa pada temperatur operasi minimum
Sh = tegangan ijin material pipa pada temperatur operasi maksimum
26
2. Beban Occasional(7)
Resultan tegangan longitudinal akibat beban sustain dan segala tegangan yang
diakibatkan oleh pembebanan occasional, seperti beban angin dan beban akibat
gempa bumi, tidak boleh melebihi nilai dari 1.33 kali tegangan ijin material
pipa pada temperatur operasi maksimum, Sh. Untuk pipa material casting, nilai
Sh harus dikali dengan faktor kualitas casting Ec. Pembebanan akibat angin dan
gempa bumi pada umumnya tidak terjadi secara bersamaan, sehingga dalam
analisis tegangan hanya dilakuka perhitungan untuk salah satu jenis
pembebanan tersebut sesuai dengan kondisi lingkungan.
3. Beban Ekspansi(7)
Tegangan yang terjadi akibat pembebanan ekspansi termal merupakan range
tegangan dari resultan tegangan bending dan tegangan torsional akibat ekspansi
termal. Range tegangan ekspansi ini tidak boleh melebihi nilai tegangan ijin SA,
sesuai pada persamaan 2.15 berikut ini:
)h0.25Scf(1.25S2t4S2
bSES +≤+= (2.17)
Dimana harga Sb dan St berurutan adalah tegangan bending dan tegangan tegangan
torsional yang nilainya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.10 dan
2.12 pada pembahasan sebelumnya.
2.3 Pemilihan Material Pipa
Material logam mulai digunakan untuk sistem perpipaan secara reguler
dimulai pada tahun 1950-an, seiring pemberlakuan Code API 5L tentang
pemilihan material baja untuk sistem perpipaan. Pada akhir tahun 1980-an
terdapat berbagai macam jenis material baja untuk pipa berdasar pada grade yang
ditetapkan oleh API, diantaranya Grade A25, A, B, X42, X46, X52, X56, X60,
X65, X70, dan X80. Pada masing-masing grade tersebut terdapat perbedaan sifat-
sifat mekanik yang bergantung pada kandungan kimia dari material penyusunnya.
Secara umum spesifikasi dalam manufaktur material baja untuk sistem perpipaan
27
mengacu pada komposisi kimia, kekuatan material dan toleransi terhadap proses
manufaktur yang digunakan untuk pembentukan pipa.
Untuk mendapatkan material pipa yang benar dan sesuai dengan
perancangan sistem perpipaan, terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan
dalam analisis pemilihan material pipa, antara lain:
1. Sifat-sifat mekanik, meliputi:
• strength yaitu kekuatan material pipa terhadap beban statik.
• toughness yaitu ketangguhan material pipa terhadap beban dinamik.
• ductility yaitu keuletan yang dimiliki oleh material pipa, dimana
berhubungan dengan proses intalasi sistem perpipaan.
2. Weld ability yaitu kemampuan material pipa untuk mudah dilas pada proses
penyambungan dalam proses intalasi.
3. Corrosion resintance yaitu ketahanan material pipa terhadap adanya korosi
4. Cost , berhubungan dengan harga material pipa yang akan dipakai.
5. Availability, berhubungan dengan ketersediaan material pipa di pasaran dalam
jumlah yang banyak. Hal ini perlu dianalisis untuk menghindari adanya
special order yang memungkinkan adanya pengeluaran biaya yang besar.
Pada operasinya sistem perpipaan akan menerima berbagai beban yang
berasal dari kondisi operasi maupun dari lingkungan sekitar. Pemilihan material
pipa yang tepat dan sesuai dengan kondisi operasi dan lingkungan akan menjadi
jaminan awal tidak akan terjadi kegagalan pada sistem perpipaan pada saat
dioperasikan. Beberapa informasi utama yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi pemilihan material pipa supaya dicapai kondisi aman pada saat pipa
dioperasikan diantaranya:
1. Tekanan operasi maksimum yang bekerja pada sistem perpipaan.
2. Perhitungan untuk menentukan diameter pipa dan tebal dinding pipa.
3. Kekuatan material yang dibutuhkan untuk menahan berat dari fluida yang
terkantung didalamnya, berat komponen perpipaan, isolasi, dan berat pipa
sendiri.
28
4. Maksimum dan minimum temperatur operasi yang terjadi.
5. Metode produksi pipa pada kondisi khusus (special order)
6. Komposisi dari fluida proses yang mengalir di dalamnya, baik itu fasa gas
maupun liquid.
7. Masalah erosi, misalnya erosi dinding pipa akibat aliran pasir yang ikut
terbawa fluida proses.
8. Media korosif, yaitu media yang berpotensi menimbulkan korosi pada pipa,
misalnya H2S, CO2, O2 dan lain-lain.
9. Perancangan umur pipa, yaitu masa operasi sistem perpipaan sampai tidak
digunakan lagi.
Dalam sistem perpipaan dikenal istilah SMYS (Specific Minimum Yield
Strength) dan SMTS (Specific Minimum Ultimate Tensile Strength) dimana
masing-masing menujukan kekuatan luluh dan kekuatan tarik dari material pipa.
Penamaan grade dalam Code API 5L, pada beberapa jenis material pipa
dikelompokan berdasarkan pada besar SMYS supaya lebih memudahkan dalam
analisis pemilihan material pipa. Tetapi pada grade material pipa yang lain, sistem
penamaannya tidak tergantung pada besar SMYS yang dimiliki. Table 2.1 berikut
memberikan beberapa material pipa yang terdapat pada Code API 5L, dimana
penamaan grade-nya sesuai dengan besar SMYS yang dimiliki. Table 2.1 Standar API untuk material pipa grade 5LX(8)
Specification Allowable
Stress (psi)*
SMYS
(psi)
Poisson
Ratio
Density
(lb/ft3)
Modulus Elasty
(106psi)
API 5L X42 20.000 42.000 0.3 489 29.5000
API 5L X46 21.000 46.000 0.3 489 29.5000
API 5L X52 22.000 52.000 0.3 489 29.5000
API 5L X56 23.700 56.000 0.3 489 29.5000
API 5L X60 25.000 60.000 0.3 489 29.5000
API 5L X65 25.700 65.000 0.3 489 29.5000
API 5L X70 27.300 70.000 0.3 489 29.5000
API 5L X80 30.000 80.000 0.3 489 29.5000
*Berdasarkan Code ASME B31.3
29
2.4 Teori Subsidence
Subsidence merupakan peristiwa penurunan permukaan tanah terhadap
permukaan laut yang terjadi secara terus menerus dan dengan kecepatan
penurunan tertentu. Subsidence merupakan salah satu jenis geohazard yang dapat
menimbulkan resiko kegagalan pada sistem perpipaan. Kegagalan yang
ditimbulkan akibat subsidence pada sistem perpipaan terjadi secara perlahan dan
terus-menerus, mulai dari kegagalan ringan hingga lama-kelamaan akan
menimbulkan kegagalan yang berskala besar.
Geohazard merupakan resiko pada sistem perpipaan yang disebabkan oleh
fenomena geoteknik dan hidroteknik. Fenomena geoteknik merupakan penyebab
terjadinya geohazard yang dipengaruhi oleh pergerakan lapisan tanah di dalam
bumi, sedangkan fenomena hidroteknik dipengaruhi oleh adanya lapisan air tanah
di dalam atau di luar perut bumi. Baik fenomena geoteknik maupun hidroteknik
akan menimbulkan resiko yang sangat besar bila terjadi pada kawasan sistem
perpipaan dengan tanpa adanya perlakuan assessment terhadap sistem perpipaan
secara teratur dan terjadwal untuk mengurangi besar resiko yang terjadi.
Ada beberapa jenis geohazard yang disebabkan oleh fenomena geoteknik
dan hidroteknik antara lain, landslide, soil erosion, collaps, dan subsidence.
Landslide merupakan penurunan permukaan tanah dengan sudut elevasi tertentu
dan membentuk sebuah patahan-patahan. Soil erosion merupakan peristiwa
terkikisnya lapisan permukaan tanah oleh adanya arus air yang mengalir begitu
deras sehingga membawa sebagian lapisan permukaan tanah. Collaps merupakan
peristiwa turunnya permukaan tanah secara cepat dan bersifat lokal atau dengan
radius yang relatif kecil, sebagai akibat dari keluarnya material di dalam perut
bumi secara terus menerus dengan debit aliran yang relafif besar. Peristiwa
landslide, soil erosion, dan collaps berurutan ditunjukan pada gambar 2.8, 2.9 dan
pada gambar 2.10 sebagai berikut:
30
Gambar 2.8 Landslide(11)
Gambar 2.9 Soil erosion(11)
Gambar 2.10 Collaps(11)
2.5 Fakto
Pada
bumi, teta
mengalam
biasanya
menyebab
Gambar 2
mempenga
Berd
penyebab
perbuatan
lain sebag
1. Ekstra
batu-b
ekstrak
2. Faultin
dalam
terjadi
r-Faktor y
a umumnya
api hanya
mi pergerak
berada pa
bkan lapisan
2.10 menu
aruhi kedala
Ga
dasar pada
terjadinya
manusia da
ai berikut:
aksi sumber
batuan dan
ksi berlangs
ng merupak
arah verti
i di dalam la
ang Memp
subsidence
pada lapisa
an. Lapisan
da kedalam
n tanah di
unjukan lap
aman lapisa
ambar 2.11 L
ilmu geot
subsidenc
an faktor ak
r daya alam
material l
sung.
kan bentuk
ikal sebaga
apisan-lapis
31
pengaruhi T
e terjadi tida
an tanah te
n tanah ya
man ratusa
atasnya ik
pisan tanah
an-lapisan ta
Lapisan tanah y
teknik, terd
ce. Faktor-f
kibat fenom
m dari dalam
lain-lain ya
k penurunan
ai akibat da
san tanah.
Terjadinya
ak pada selu
ertentu yan
ang berpote
an meter d
kut mengala
h yang m
anah di atas
yang mengala
dapat bebe
fator terseb
mena alam. F
m bumi, sep
ang ikut te
n permukaa
ari adanya
Subsidence
uruh lapisan
ng memilik
ensi menga
dari permu
ami perger
mengalami
snya.
ami subsidenc
rapa faktor
but melipu
Faktor-fakto
perti gas, m
erbawa kel
an tanah be
tegangan
e
n tanah di d
ki potensi u
lami subsid
ukaan dan
rakan ke ba
subsidence
ce(12)
r yang me
uti faktor a
or tersebut a
minyak, air t
luar saat p
erbentuk pa
diferensial
dalam
untuk
dence
akan
awah.
e dan
enjadi
akibat
antara
tanah,
proses
atahan
yang
32
3. Isostatic rebound merupakan teori dari pergeseran lempeng bumi dari satu
posisi ke posisi lain yang mampu menimbulkan terjadinya tekanan terhadap
lapisan tanah dalam arah vertikal bawah.
4. Cavities collaps merupakan penurunan permukaan tanah yang disebabkan oleh
adanya rongga pada lapisan bawah tanah yang kemudian cenderung untuk
menimbulkan penurunan lapisan tanah diatasnya.
2.6 Subsidence pada Lapisan Tanah di Bawah Laut
Fenomena terjadinya subsidence di lapisan tanah bawah laut pada umumnya
sama dengan yang terjadi di daratan. Informasi tentang adanya subsidence di
lapisan tanah bawah laut dapat di ketahui dari data bathymetric pada area laut
yang berhubungan, dimana data bathymetric ini diambil dari kegiatan scanning
dan sampling terhadap kondisi permukaan tanah di bawah laut. Dari data
bathymetric ini dapat diketahui kontur permukaan tanah bawah laut baik dalam
bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi. Melalui kontur tersebut akan dilakukan
analisis tentang adanya subsidence pada suatu area tertentu. Untuk mendapatkan
data yang akurat tentang terjadinya subsidence di lapisan tanah bawah laut,
teknologi GPS (Global Positioning System) digunakan, dimana kondisi
permukaan tanah akan selalu dipantau setiap interval waktu dua menit dan
direkam dengan menggunakan hand-held GPS. Gambar 2.11 dan 2.12 berikut
merupakan contoh data bathymetric pada suatu permukaan tanah bawah laut yang
ditampilka dalam gambar dua dimensi dan tiga dimensi.
33
Gambar 2.12 Bathymetric 2D(12)
Gambar 2.13 Bathymetric 3D(12)
Metode lain dalam melakukan pengambilan data subsiden di lapisan tanah
bawah laut adalah dengan menggunakan multi-beam sonar yang melakukan
proses scanning terhadap permukaan laut, sehingga didapat gambar profil
permukaan tanah di bawah laut (seabed) termasuk profil subsidence yang terjadi.
Gambar 2.13 berikut menunjukan data profil permukaan tanah di bawah laut yang
dihasilkan melalui metode multi-beam sonar.
34
Gambar 2.14 Profil seabed dari multi-beam sonar(13)
Subsidence yang terjadi di lapisan tanah bawah laut dapat disebabkan oleh
ekstraksi sumber daya alam seperti minyak, gas, dan batu-batuan, faulting,
isostatic rebound, dan cavities collaps. Ekstaraksi sumber daya alam pada lapisan
tanah dibawah permukaan laut menjadi faktor penyebab yang utama terjadinya
subsidence di seabed. Hal ini dikarenakan frekuensi proses ekstaraksi ini
dilakukan setiap waktu dan mengakibatkan banyak komposisi tanah dari dalam
bumi yang ikut terbawa ke atas. Komposisi tanah yang biasanya ikut terbawanya
sebagian besar oleh karena adanya proses ekstraksi sumber daya alam minyak dan
gas bumi antara lain batu-batuan, pasir, dan air. Akibat proses ekstraksi ini akan
mengakibatkan timbulnya rongga pada lapisan tanah, sehingga memungkinkan
untuk terjadi subsidence akibat lapisan tanah di atasnya turun. Akan tetapi pada
aplikasinya, selalu dilakukan proses injeksi kembali fluida cair atau gas, misalnya
air dan gas bertekanan, ke dalam perut bumi kembali untuk menetralisasi kondisi
tidak stabil lapisan tanah akibat proses ekstraksi. Proses reinjection ini dipercaya
bisa mengurangi resiko terjadinya subsidence akibat hilangnya komposisi tanah
akibat proses ekstraksi. Walaupun demikian fenomena subsidence kemungkinan
besar akan tetap terjadi karena tekanan lapisan tanah yang telah terekstrak tidak
akan mampu dikembalikan pada kondisi semula hanya dengan melakukan proses
reinjection pada lapisan tanah tertentu.
35
Diketahui bahwa subsidence merupakan proses kompaksi dari semua massa
pada lapisan tanah tertentu, yang mengakibatkan turunnya lapisan tanah yang
berada di atasnya. Pada instalasi well (sumur pengeboran minyak dan gas bumi) di
lapisan tanah bawah laut, terjadinya subsidence akan mengakibatkan tertariknya
tube (pipa yang masuk ke dalam tanah) dan akan mempengaruhi kondisi sistem
perpipaan pada topside akibat ikut tertarik ke bawah. Gambar 2.14 berikut
menunjukan gambaran posisi tube pada lapisan tanah di bawah laut.
Gambar 2.15 Tube pada lapisan-lapisan tanah di bawah laut(10)
36
2.7 Pemodelan Sistem Perpipaan Dengan Menggunakan AutoPIPE 2004
AutoPIPE 2004 adalah program komputer yang dapat digunakan untuk
melakukan perhitungan tegangan dan displacement pada sistem perpipaan, yang
dibuat oleh Bentley System Incorporated. Sistem perpipaan dimodelkan pada
AutoPIPE 2004 dengan menggambarkan jalur pipa dan komponen-komponennya.
Hal ini dilakukan dengan memasukkan koordinat setiap titik tertentu komponen.
Selain menentukan posisi komponen tersebut, pada pemodelan ini juga dilakukan
tahap penentuan spesifikasi komponen.
Pada AutoPIPE 2004, pipa dimodelkan sebagai elemen batang untuk
mempermudah dalam melakukan perhitungan tegangan yang terjadi. Pemodelan
sistem perpipaan dengan menggunakan AutoPIPE 2004 memerlukan beberapa
data perancangan dan data operasi pipa seperti rute pipa, tekanan dan temperatur
desain, tekanan dan temperatur operasi, diameter pipa, tebal dinding pipa, jenis
fluida proses, material pipa, Code yang digunakan dan lain-lain. Untuk lebih
detail, gambar 2.15 dan 2.16 menunjukan beberapa input data yang dibutuhkan
dalam melakukan pemodelan sistem perpipaan dengan software AutoPIPE 2004.
Gambar 2.16 Kotak piping input I
37
Gambar 2.17 Kotak piping input II
Pada kotak piping input diatas terdapat kolom-kolom isian yang harus diisi
mengenai parameter-parameter yang berhubungan dengan kondisi operasi sistem
perpipaan, seperti diamenter nominal pipa, schedule pipa yang digunakan, tebal
corrosion allowance, tebal dinding dan material insulasi yang digunakan, tebal
dan massa jenis material untuk linning, faktor koreksi sambungan las, specific
gravity dari fluida proses yang mengalir di dalam pipa, dan material pipa yang
digunakan. Setelah data-data pada kotak piping input diatas terisi dengan benar,
maka proses pemodelan dapat diteruskan dengan tahap pembuatan rute pipa sesuai
dengan gambar isometrik atau gambar alignment pipa yang akan dimodelkan.
Pada tahap pembuatan rute pipa ini akan membutuhkan banyak data masukan
tentang spesifikasi elemen-elemen pipa seperti jenis katup, kelas katup, jenis
flange, jenis tumpuan, radius belokan dan lain-lain yang akan mempengaruhi
keakuratan model pipa dengan kondisi actual pipa. Gambar 2.17 menunjukan
halaman pemodelan pada AutoPIPE 2004.
38
Gambar 2.18 Halaman pemodelan
Hasil pemodelan yang didapat dari hasil pengisian kotak piping input dan
halaman pemodelan diatas adalah sistem perpipaan yang terinstal diatas
permukaan tanah (above ground) atau lebih tepatnya diatas permukaan topside
platform dan ditumpu oleh berbagai jenis tumpuan pipa agar pipa kokoh terinstal.
Beban akibat fenomena subsidence pada AutoPIPE 2004 dimodelkan
sebagai beban displacement dalam arah vertikal ke bawah. Besar nilai
displacement dinyatakan dalam besaran panjang (meter/inch) tergantung harga
yang di dapat dari hasil pengukuran subsidence di lapangan. Beban displacement
ini pada AutoPIPE 2004 digolongkan dalam beban eksternal yang bekerja pada
pipa. Akibat beban ini pipa dimodelkan sebagai elemen batang yang dipaksa
mengalami perpindahan posisi terhadap suatu permukaan datar melalui titik-titik
dimana terdapat tumpuan pipa. Gambar 2.18 menunjukan pemodelan beban
displacement akibat fenomena subsidence.
39
Gambar 2.19 Pemodelan subsidence
Setelah semua data masukan telah diisikan dengan benar pada proses
pemodelan, maka tahap selanjutnya adalah melakukan proses running untuk
mendapatkan tegangan akibat beban-beban yang bekerja melalui iterasi
perhitungan sebanyak maksimal tiga puluh kali iterasi. Apabila terdapat
kekeliruan dalam proses pemodelan pipa, maka proses running tidak dapat
dilakukan sehingga harus dilakukan koreksi lagi terhadap data-data input model
pipa sebagaimana langkah proses pemodelan rute pipa di atas. Kotak informasi
bahwa telah terjadi kesalahan dapat digunakan untuk mengetahui jenis kesalahan
masukan data dan tempat kesalahan pada pemodelan.
Analisis statik digunakan untuk melakukan proses perhitungan akibat beban-
beban statik yang terjadi pada sistem perpipaan misalnya, akibat pembebanan oleh
tekanan operasi, temperatur operasi, berat mati dari sistem pipa maupun akibat
gaya-gaya eksternal yang bekerja secara statik. Sedangkan analisis dinamik
digunakan untuk melakukan perhitungan akibat pembebanan akibat gaya yang
bersifat dinamik seperti adanya gampa bumi atau getaran mesin di lokasi plant.
Recommended