View
220
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
1. Aktualitas
Gemah ripah loh jinawi kalimat yang menggambarkan kehebatan dan
kesuburan nusantara1 sebagai negara agraris tempo dulu. Negara yang digadang
karena kekayaan potensi alamnya seharusnya tidak memiliki persoalan mengenai
pangan, namun pada kenyataannya justru persoalan pangan menjadi akar masalah
dan mendominasi sebagian besar permasalahan yang menyelimuti negara. Daya
tahan suatu negara sangat ditentukan oleh sistem pangannya, sehingga pangan
sarat akan muatan politik yang dapat mengancam stabilitas negara, terlebih ketika
pangan berada dalam dimensi global.Pembahasan tentangsistem pangan tidak
terlepas dari persoalan pembangunan sektor pertanian. Menurut data BPS, pada
triwulan I tahun 2013 PDB sektor pertanian berada diperingkat kedua setelah
sektor industri pengolahan non migas dengan kontribusi sebesar 15,04%
(Kementrian Pertanian-Sekretariat Jendral 2013). Kedudukan sektor pertanian
pada peringkat kedua menunjukan pentingnya peran sektor pertanian dalam
menyumbang pembangunan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu persoalan
pertanian merupakan persoalan yang harus segera ditemukan solusinya.
1 Nusantara berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu nusayang artinya pulau dan antarayang artinya luar.
Dalam kitab Pararaton, istilah nusantara didapat dari sumpah Palapa Patih Gajah Mada dalam upacara penobatannya menjadi Patih Amangkubhumi Kerajaan Majapahit (1258 Saka/ 1336 Masehi) untuk menyebut kepulauan di sekitar Majapahit (Jawa). Sebutan Nusantara pernah dihidupkan oleh Ki Hajar Dewantara untuk menggantikan nama Hindia Belanda, namun setelah Kongres Pemuda tahun 1928 sebutan Nusantara digunakan sebagai sinonim untuk menyebut kepulauan Indonesia.
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
Semakin bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia tidak serta merta
mengurangi permasalahan pertanian dalam negeri, justru hal ini menimbulkan
masalah baru. Menurut sensus penduduk tahun 2010 jumlah penduduk di
Indonesia mencapai 237.641.326 jiwa sedangkan pada tahun 2012 mengalami
peningkatan menjadi 257.516.167 jiwa dan diproyeksikan angka tersebut akan
terus mengalami peningkatan. Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk
tentunya juga akan menambah persoalan baru utamanya mengenai alih fungsi
lahan pertanian. Seperti pendapat Thomas Robert Malthus bahwa manusia untuk
hidup memerlukan bahan makanan, sedangkan laju pertumbuhan bahan makanan
lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk sehingga manusia
akan kekurangan bahan makanan (Mantra 2000). Hal ini dikarenakan semakin
padat jumlah penduduk secara otomatis akan dibarengi dengan kebutuhan dan
keinginan manusia yang tak terbatas, misalnya saja permintaan akan lahan
permukiman, perkantoran, bangunan mall, tempat hiburan dan bangunan lainnya
yang akan mengurangi luas lahan pertanian.Tidak hanya persoalan lahan, berbagai
kebijakan pemerintah sangat berperan besar dalam menciptakan kondisi sistem
pertanian di Indonesia.
Pada pertengahan 2013, pemberitaan mengenai impor dalam negeri tidak
ada habisnya mewarnai layar tv, mulai dari melonjaknya harga cabai, bawang
putih, bawang merah, hingga kasus impor sapi dan impor kedelai. Banyak sumber
mengatakan bahwa negara harus melakukan impor karena persediaan dalam
negeri tidak mampu memenuhi permintaan pasar, akibat adanya penurunan
produktivitas pertanian yang disebabkan perubahan iklim yang tidak menentu.
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3
Untuk beberapa daerah yang secara geografis sangat terpengaruh iklim dan masih
menggunakan sistem pertanian yang menggunakan pupuk dan pestisida kimia
pernyataan tersebut menjadi benar. Namun peneliti menemukan jawaban yang
berbeda ketika menanyakan langsung kepada petani di Bantul selaku orang yang
berperan langsung. Masalah impor tidak selalu dikarenakan produksi yang
menurun akibat iklim yang tidak menentu, namun karena adanya sistem ekonomi
yang menjadikan harga melambung. Beberapa petani menyimpulkan bahwa
masalah impor adalah bagian dari proyek para birokrat pembuat kebijakan. Justru
dengan adanya kebijakan impor yang tidak terkontrol semakin memarginalkan
petani lokal.
Tidak hanya tentang impor, nampaknya pertanian dalam negeri seolah
sengaja digiring dalam persimpangan jalan, dimana petani mengalami
ketergantungan terhadap subsidi, kurang berfungsinya organisasi lokal,
infrastruktur pertanian yang terabaikan. Tentunya hal ini tidak bisa lepas dari
sejarah panjang pemerintahan di Indonesia dengan berbagai kebijakan yang telah
dibuat dan dilaksanakan. Globalisasi dan perdagangan bebas internasional
memiliki andil besar dalam menciptakan kondisi pertanian dalam negeri saat ini,
utamanya pasca diterapkannya kebijakan program green revolution atau revolusi
hijau2.
2 Istilah Revolusi Hijau konon sebuah jargon politik yang diusulkan pada tahun 1968 oleh William S.
Gaud, seorang administrator USAID, untuk menandai derap Revolusi Merah dari Komunisme. Secara ekonomi Revolusi Hijau adalah modernisasi pertanian khususnya pertanian pangan yang mengandalkan asupan kimiawi dan biologi. Modernisasi juga meliputi penggunaan bibit unggul dan teknologi mekanik untuk menghemat waktu. Baca Francis Wahono, “Revolusi Hijau: Dari Perangkap Involusi ke Perangkap Globalisasi”; Wacana No. IV 1999 hal. 9
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4
Menyadari kondisi tersebut kini banyak petani di Bantul yang berusaha
untuk keluar dari ketergantungan yang telah lama diciptakan semenjak
dilaksanakannya program revolusi hijau, dan berusaha melepaskan diri agar tidak
terjebak dalam permainan pasar bebas internasional. Adapun cara yang digunakan
salah satunya dengan mengembangkan sistem pertanian organik. Maraknya
pembicaraan mengenai pertanian organik mendorong peneliti untuk mengkaji
lebih dalam seperti apa pertanian organik yang dipahami dan ditekuni. Oleh
karena alasan tersebut, dalam penelitian ini diberi judul ―Dialektika Petani dalam
Memilih Melakukan Pertanian Organik, Fenomena Romantisme Pertanian di
Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul‖.
2. Orisinalitas
Pertanian selalu menjadi topik menarik untuk dikaji karena menyangkut
hidup orang banyak dan mencerminkan ketahanan suatu negara. Banyak orang
mengkaji atau melakukan penelitian tentang pertanian dengan sudut pandang yang
berbeda, mulai dari aspek ekonomi, sosial, politik, hingga budaya. Misalnya saja
dalam buku:
a. Involusi Pertanian karya Clifford Geertz merupakan kerja proyek
interdisipliner (Economic and Political Development Program)dengan
Massachusetts Institute of Technology, Center for International
Studies(1952-1959) yang dilakukan di Indonesia. Buku ini menjelaskan
sejarah sosial ekonomi di Pulau Jawa pada masa kesulitan-kesulitan
pemerintah Indonesia yang saat itu memasuki fase mulai lepas landas ke
arah pertumbuhan ekonomi berlanjut (sustained economic growth). Fokus
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5
pengamatan Clifford Geertz dalam Involusi Pertanian adalah perubahan
ekonomi yang disebabkan ledakan penduduk dan masuknya sistem ekonomi
kapitalis sehingga memunculkan kemiskinan masal atau lebih dikenal dalam
istilah asing sebagai shared poverty(Geertz 1983).
b. Revolusi Jerami, karya Masanobu Fukuoka. Buku ini ditulis dari
keprihatinan terhadap terjadinya degenerasi tanah dan kondisi masyarakat
Jepang, dimana pada saat itu orang-orang Jepang meniru secara langsung
model pembangunan ekonomi dan Industri di Amerika sehingga Fukuoka
bertekad untuk tidak meninggalkan bertani secara alami. Dalam buku ini
Fukuoka tidak hanya berbicara mengenai pertanian alamiahnya, namun juga
berbicara mengenai falsafah hidupnya yang mendasarkan pada
keseimbangan alam di tempatnya berada(Fukuoka 2012).
c. Musim Bunga yang Bisu, karya Rachel Carson. Buku ini
menggambarkan romantisme alam masa lalu, dimana buku ini
mengungkapkan kepekaan dan keprihatinan terhadap lingkungan tempat ia
tinggal. Musim bunga yang seharusnya menggambarkan awal kelahiran
kembali putik bunga yang tumbuh menjadi bunga yang cantik, tumbuhnya
tunas-tunas tanaman dan kicauan burung yang menambah kecerian pada
musim bunga tinggal kenangan akibat penggunaan bahan kimia yang
melampaui batas-batas yang dapat ditoleransi sehingga mencemari
lingkungan yang berpengaruh pada ekosistem. Inti pada buku ini ingin
mengajak orang diseluruh dunia untuk membuka hati dan pikiran dengan
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6
mengulas dampak bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan bahan
kimia(Carson 1990).
Selain buku yang telah disebutkan di atas juga terdapat beberapa penelitian
ilmiah ilmu sosial yang membahas mengenai pertanian, diantaranya adalah:
a. Pertanian Organik: Pemberdayaan Masyarakat Petani di Kecamatan
Sawangan Kabupaten Magelang. Judul tersebut merupakan penelitian
skripsi yang dilakukan oleh mahasiswa Sosiatri yang bernama M.M
Kriscahyaningsih yang dilakukan pada tahun 2005. Penelitian ini
memfokuskan pada pelaksanaan pemberdayaan masyarakat melalui media
pertanian organik di Kecamatan Sawangan dengan melihat siapa saja yang
menjadi pelaku pemberdayaan, institusi lokal yang mewadahi serta
bagaimana jaringan kemitraan yang dibangun untuk mendukung
pelaksanaan proses pemberdayaan tersebut(Kriscahyaningsih 2005).
b. Analisis Keberlanjutan Praktik Pertanian Organik di Kalangan Petani
(Kasus: Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang,
Provinsi Jawa Tengah) oleh Aero Widiarta mahasiswa Institut Pertanian
Bogor tahun 2011. Penelitiannya memfokuskan pada keberlanjutan praktik
pertanian organik di kalangan petani dengan menguji pengaruh praktik
pertanian organik terhadap keberlanjutan ekonomi petani; membandingkan
tingkat kompleksitas praktik pertanian organik dan konvensional menurut
persepsi petani,serta mengidentifikasi kendala atau faktor penyebab kurang
berkembangnyapraktik pertanian organik di kalangan petani yang dilakukan
dengan metode kuantitatif(Widiarta 2011).
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7
c. Pemberdayaan Masyarakat dalam mendukung Ketahanan Pangan (Studi
mengenai Pemberdayaan dan Motivasi Pemanfaatan Umbi – Umbian oleh
Anggota Kelompok Swadaya Masyarakat Tri Manunggal, Kecamatan
Semanu Kabupaten Gunung Kidul). Penelitian ini merupakan penelitian
skripsi yang ditulis oleh mahasiswa Sosiatri yang bernama Marisatul Ula
yang dilakukan pada tahun 2010 yang lebih memfokuskan pada
pemanfaatan umbi-umbian sebagai panganan lokal kaitanya untuk
mendukung Ketahanan Pangan di wilayah Gunung Kidul(Ula 2010).
Seperti yang telah dijelaskan di atas banyak penelitian tentang pertanian
dengan berbagai perspektif. Bedanya penelitian ini dengan penelitian lainnya
adalah dalam penelitian ini, fokus pada proses dialektika petani dalam memilih
kegiatan pertanian organik di wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul. Penelitian ini
dapat dikatakan orisinal karena secara gagasan belum pernah dilakukan penelitian
serupa di wilayah tersebut.
3. Relevansi
Kehidupan bersifat dinamis, bergerak dari suatu kondisi ke kondisi yang
lain. Pergerakan akan memunculkan perubahan, dan perubahan yang terjadi
tentunya mempengaruhi pola pembangunan yang ada di masyarakat. Tidak
selamanya pembangunan membawa ke arah yang lebih baik meskipun tujuan
awalnya memang diarahkan untuk perbaikan.
Sebagai ilmu pengetahuan, Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan
mempelajari tentang pembangunan masyarakat utamanya mengenai aspek sosial.
Untuk memudahkan dalam memahaminya, Ilmu Pembangunan Sosial dan
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8
Kesejahteraan dibagi dalam tiga konsentrasi, yakni mengenai: Social Policy,
Community Development serta Coorporate Social Responcibility. Meskipun
dibagi dalam tiga konsentrasi, tidak menghilangkan core keilmuan yang tetap
mengarah pada permasalahan kesejahteraan sosial.
Apabila dikaitkan dengan ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan,
penelitian yang berjudul ―Dialektika Petani dalam Memilih Pertanian Organik,
Fenomena Romantisme Pertanian di Wilayah Ganjuran Kabupaten Bantul‖,
memiliki relevansi karena penelitian ini bertolak dari pembahasan perubahan
sosial masyarakat petani yang merupakan agenda pembangunan sosial yang
menyangkut kesejahteraan petani. Pembangumnan adalah upaya untuk
menciptakan hubungan yang seimbang antara kebutuhan hidup manusia (needs)
dengan sumber pemenuhan kebutuhan (resources) yang terdapat disuatu daerah
sehingga tercapainya kesejahteraan bagi setiap warga masyarakat. Penjelasan
tersebut telah menggambarkan bahwa penelitian ini memiliki relevansi dengan
ilmu yang dikaji pada Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan.
B. Latar Belakang
Dialektika manusia terhadap realitas di tempatnya berada telah
mengantarkan manusia pada proses panjang kehidupan, dari berburu hingga
meramu, dari nomadenmenjadi menetap. Pertanian yang dimulai sejak zaman
Neolithikum3 telah banyak membawa perubahan dalam sistem tatanan hidup
manusia. Sebagaimana yang dituliskan Susan George dan Nigel Paige bahwa
3 Istilah Neolithikumadalah istilah yang digunakan untuk menyebut zaman batu, dimana manusia
purba menggunakan batu sebagai alat dalam melakukan aktivitasnya.
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9
sistem pertanian telah menjadikan manusia hidup dalam masyarakat yang lebih
besar dan stabil, dapat melakukan berbagai jenis pekerjaan, dapat berpikir tentang
hal lain di luar makanan sehari-hari, mengenal pembagian kekayaan (tanah dan
bahan makanan) yang tidak merata, dan mulai mengenal pembagian masyarakat
menjadi kelas penguasa dan yang dikuasai(George dan Paige 2007, 8-12).
Kesadaran manusia terhadap realitas ditempatnya berada mendorong
manusia pada suatu kehendak. Sama halnya dengan penjajahan yang awalnya
hanya didasari rasa ingin tahu untuk menemukan sesuatu yang baru, kemudian
kesadaran objektifnya telah menggiring untuk melakukan hal produktif yang
tanpa disadarinya membawa pada rasa ingin berkuasa. Lewat realitas pertanian
kemudian menjadi awal mula penjajahan di Nusantara, dimulai dari kedatangan
bangsa Portugis dengan tujuan mencari rempah-rempah untuk memenuhi
kebutuhan musim dingin di Eropa (Ricklefs 2007, 32). Sejarah nusantara
menunjukan, bahwa petani di Indonesia tidak pernah menjadi penguasa atas diri
mereka sendiri, yang lebih ironis justru petani penghasil pangan manusia menjadi
kelompok pertama penderita kelaparan. Pasca era tanam paksa, perekonomian
Hindia Belanda yang dijarah VOC mengalami keruntuhan yang ditandai oleh
zaman malaise4 yang membawa penderitaan bagi rakyat. Ketika itu Soekarno
sangat yakin kaum marhendi desa dimiskinkan oleh sistem kolonial, bukan sistem
pertuantanahan secara feodal (Kuntowijoyo 1993).
Pasca kemerdekaan Indonesia tatanan lama warisan kolonial dirombak
menjadi tatanan baru dalam pembangunan. Presiden Soekarno (1952) menegaskan
4 Periode kelesuan ekonomi dan pengangguran secara besar-besaran ditahun 1929-1935. Baca
Kuntowijoyo. Radikalisasi Petani. Yogyakarta: Bentang Budaya 1993.
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
10
komitmen politiknya dalam kesempatan peletakan batu pertama Gedung Fakultas
Pertanian di Bogor dengan menyatakan bahwa urusan pangan dan pertanian
adalah soal hidup atau mati(Maksum 2006). Setelah itu Soekarno mencanangkan
program swasembada beras selama periode 1952-19565
. Program tersebut
diwujudkan melalui program Kesejahteraan Kasimo dengan didirikannya Yayasan
Bahan Makanan (BAMA). Di tahun 1960, pemerintah menyadari jika
pembangunan dilakukan tanpa melakukan reformasi sosial hanya akan
meproduksi ketimpangan dan kepincangan struktural dalam bentuk baru, maka
pembangunan dimulai dengan reformasi sosial melalui UU No. 2 Tahun 1960
tentang Perjanjian Bagi Hasil, UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok Agraria dan UU Landreform Tahun 1960 yang dalam praktiknya UU
tersebut tidak terimplementasi dengan baik karena gejolak politik yang akhirnya
dicap sebagai produk ideologi kiri (Khudori 2008, 31). Tidak hanya reformasi
sosial, era Soekarno diversifikasi tanaman pangan sudah dipikirkan. Untuk keluar
dari ketergantungan tanaman padi, pada tahun 1963, jagung dimasukkan sebagai
bahan pangan pengganti beras. Pada masa ini pola kebijakan menitik beratkan
pada jenis tanaman lokal sebagai komoditi utama. Tahun 1964 diterapkan Panca
Usaha Tani yang disesuaikan dengan kultur bercocok tanam petani. Selanjutnya
pada tanggal 14 Mei 1967 dibentuk badan penyangga pangan yang disebut Badan
Urusan Logistik atau Bulog. Bulog memiliki tugas sebagai agen pembeli beras
tunggal. Sejak awal tujuan berdirinya Bulog diproyeksikan menjadi lumbung
nasional untuk menjaga supply komoditi pangan dan menjaga stabilitas harga
5Kondisi saat itu masyarakat telah ketergantungan mengkonsumsi beras sebagai sumber karbohidrat
dan terdapat kecenderungan orang Jawa yang enggan untuk meningkatkan produksi di atas kebutuhan subsistennya
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
11
tanaman pangan utama. Pada era Soekarno dapat dilihat bahwa orientasi
pemerintah bertujuan untuk memfokuskan pada kepentingan rakyat dengan
memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan hasil produksi sendiri. Melalui prinsip
berdikarinya, Soekarno dengan tegas menolak keberadaan campur tangan asing
dalam pembangunan ekonomi negara. Namun realitasnya, tidak seindah yang
telah direncanakan. Ego orientasi politik yang berlebihan telah menjadikan sektor
ekonomi tidak terurus dengan baik dan ekonomi desa jatuh, terlebih pada masa
Demokrasi Terpimpin, perekonomian Indonesia carut marut, pendapatan per
kapita sepanjang 1958-1965 merosot tajam, inflansi di atas 100% (Khudori 2008,
31-32) sehingga menjadikan kemiskinan meningkat, harga kebutuhan pokok
melambung, dan akibatnya terjadi krisis pangan.
Akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an dengan tujuan untuk
mengatasi krisis pangan, pemerintah berusaha meningkatkan produktivitas sektor
pertanian. Ditangan pemerintahan Soeharto program pembangunan pertanian
dirombak dengan menghadirkan program Revolusi Hijau atau pada masyarakat
petani lebih akrab disebut dengan nama program Bimbingan Masal (BIMAS)
yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian melalui paket
pertanian modern. Inti program BIMAS adalah penerapan inovasi pertanian yang
dikenal dengan ―panca usaha tani yang mencakup pembangunan fasilitas dan
sistem irigrasi; penyediaan bibit varietas unggul; penggunaan pupuk kimia;
penggunaan pestisida; penanaman dengan cara tanam larikan dan sejajar
(Soemarjan 1993). Program BIMAS telah berhasil mengubah sikap petani dari
―anti teknologi‖ menjadi sikap yang mau memanfaatkan teknologi modern yang
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12
lebih efektif dan efisien, mengubah mindset pertanian subsisten menjadi pertanian
yang berorientasi ekonomi. Perubahan sikap ini mengantarkan Indonesia pada
pencapaian swasembada beras di tahun1984. Keberhasilan pencapaian
produktivitas pertanian, secara akademis telah menggugat kemapanan teori
Malthus, teori dualisme J. Boeke dan teori involusi Geertz. Namun pencapain ini
tidak bertahan lama.
Setelah mengalami swasembada, produktivitas terus mengalami penurunan
hingga pada tahun 1994-1998 terjadi minus 1,408 %, dikarenakan pada periode
pelita pertama lahan masih mampu menerima teknologi pertanian dengan
menggunakan bibit varietas, pupuk dan pestisida kimia, namun pada akhir Pelita
(1994-1988) lahan mengalami kejenuhan terhadap penggunaan bahan
kimia(Amrullah 2003). Selain itu program revolusi hijau menyebabkan sistem
subsektor tanaman pangan rentan terhadap hama dan penyakit akibat uniformitas
bibit padi.
Pada tahun 1999, peneliti independen meneliti bahwa tanaman transgenik
(produk pertanian modern) telah gagal membuktikan janjinya untuk memberikan
keuntungan peningkatan produksi dan pengurangan pestisida serta herbisida
secara signifikan, malahan tanaman transgenik memiliki dampak yang sangat
besar bagi kesehatan dan ekologi. Dijelaskan pula bahwa tanaman transgenik
mengandung bahaya:
1. Adanya kandungan racun Bt (Bacillus thuringiensis) yang menyebabkan
nekrosis (kematian jaringan) berat pada manusia dan dapat membunuh
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
13
tikus dalam waktu delapan jam. Tanaman transgenik mengeluarkan racun
melalui akar ke dalam tanah yang berpotensi merusak kesuburan tanah;
2. Gen bunuh diri, yang membuat tanaman bersifat mandul jantan,
berpotensi menimbulkan kerusakan pada keanekaragaman hayati alami
dan pertanian;
3. Adanya kandungan glufosinat ammonium yang dikaitkan dengan
keracunan neurologis, pernapasasn, kelahiran cacat pada manusia dan
hewan;
4. Transfer gen horizontal yang dapat menimbulkan kanker dan penciptaan
virus baru (Ho dan Ching 2006, 11-49).
Adanya dampak berbahaya yang ditimbulkan tanaman trangenik,
menunjukan bahwa pertanian modern tidak menganut prinsip sustainable yang
merupakan prinsip utama dalam melakukan pertanian. Pembangunan pertanian ke
arah kebijakan moderninasasi pertanian, mengindikasikan adanya hegemoni yang
mengarah pada gejala erosi ideologi, dimana Pancasila tidak dijadikan dasar
pertimbangan yang matang dalam menentukan kebijakan. Pembangunan yang
berorientasi peningkatan ekonomi menempatkan fungsi alam sebagai objek yang
dieksploitasi. Terjadinya erosi ideologi telah menjadikan kemunduran dalam
pembangunan masyarakat. Belum lagi kondisi ini diperparah oleh kondisi politik
global yang dimenangkan aliran liberalis, yang menjadikan Indonesia tergabung
dalam persaingan pasar bebas dengan berorientasi pada ekonomi pasar. Proses
liberalisasi sektor pertanian di Indonesia dilakukan baik secara Multiteral,
Regional dan Unilateral. Liberalisasi yang berpengaruh besar bagi pembangunan
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14
pertanian Indonesia adalah keikutsertaan dalam World Trade Organization
(WTO)dan International Monetary Fund (IMF). Liberalisasi pertanian dengan
keikutsertaan dalam WTO termasuk dalam kerangka Agreement on Agriculture
(AoA)6(Hadi, Daeng, et al., 141-142). Secara singkat AoA menyepakati 5 hal,
yakni,
1. Tarifikasi hambatan non tarif untuk mengurangi distorsi yang
menghambat perdagangan produk pertanian;
2. Penurunan tarif 36% dari tingkat sebelumnya dalam jangka 6 tahun
untuk negara maju dan 24% dalam jangka 10 tahun untuk nrgara
berkembang;
3. Pengurangan subsidi domestik sebesar 20% dalam jangka 6 tahun untuk
negara maju dan 13% dalam jangka 10 tahun untuk negara berkembang;
4. Pengurangan subsidi ekspor, baik penurunan nilai subsidi maupun
volume subsidi;
5. Sanitari and Phitosanitary (SPS) Regulations yang bertujuan
melindungi kehidupan dan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan
(Jhamtani dan Hanim 1999, 62-63).
Kebijakan ini tidak menguntungkan bagi negara berkembang karena harga
impor pangan yang harus ditanggung negara berkembang semakin meningkat.
Sedangkan adanya SPS menjadikan penahanan terhadap sejumlah produk ekspor
dari Indonesia yang disinyalir mengandung bahan kimia yang berbahaya bagi
kesehatan.
6merupakan perangkat aturan liberalisasi pertanian yang bersifat multiteral yang
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
15
Selain WTO, liberalisasi sektor pertanian tidak lepas dari peran IMF7. Pada
akhir 1997 ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi akibat tekanan politik dari
dalam dan luar negri, IMF berhasil memperdaya pemerintah untuk melakukan
kesepakatan mengenai kebijakan pertanian melalui Washington Consensus, yang
menyepakati penghapusan monopoli Bulog sebagai lembaga pengatur distribusi
pangan dan impor, deregulasi pertanian termasuk penurunan tarif dan pencabutan
subsidi domestik, liberalisasi perdagangan dan investasi asing (Hadi, Daeng, et al.
2012, 146-147).
Liberalisasi tidak berhenti pada era Orde Baru, era reformasi kembali
melanjutkan sejumlah poin kesepakatan Indonesia dengan IMF. Tahun 1999
melalui UU No. 23 Tahun 1999 dilakukan penghapusan fasilitas pemberian Kredit
Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) kepada Bulog untuk membeli kelebihan
produksi beras yang dihasilkan petani. Era kepemimpinan Megawati, peran Bulog
dihidupkan kembali melalui Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2003. Bulog
diarahkan menjadi pemasok program raskin. Selain itu, kebijakan harga dasar
diganti kebijakan harga pembelian pemerintah (procurement price) melalui Inpres
No. 9 Tahun 2002. Kebijakan ini tidak mampu menahan kerentanan terhadap
gejolak harga yang bersumber dari luar (impor beras). Pada masa kepemimpinan
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) liberalisasi semakin diperluas di sejumlah
komoditi.
Pada akhirnya perkembangan ilmu pengetahuan telah membawa manusia
pada perubahan besar dalam kehidupan berbangsa hingga pada tatanan pangan.
7yang merupakan proses liberalisasi unilateral.
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
16
Melalui berbagai kebijakan terlihat jelas bahwa dalam kehidupan berbangsa kita
telah terjadi ketegangan antara ideologi-ideologi yang dibawa penguasa besar
dunia yang seolah ingin berkompetisi merebutkan kemudi globalisasi untuk
menguasai dunia. Sebagaimana yang dikatakan Anthony Giddens, bahwa proyek
besar globalisasi yang membawa semangat modernisasi telah mampu merambah
hampir seluruh jantung kehidupan, membawa pada tatanan baru yang menjadikan
manusia sebagai roda-roda kecil dalam mesin sosial ekonomi yang besar (Giddens
2001). Menurut Michael R. Dove, modernisasi dibidang pertanian tidak luput dari
tiga hal, yakni:
1. Pembangunan dan modernisasi menimbulkan dampak negatif, misalnya
saja kegiatan perusakan
2. Upaya memperkenalkan suatu aktivitas baru akan menggeser aktivitas
tradisional
3. Potensi adaptasi dari suatu populasi amat terbatas (Dove 1985, 320)
Sesuai yang dikatakan Michael R. Dove modernisasi dibidang pertanian
melalui berbagai kebijakannya bukan malah membawa pertanian ke arah yang
lebih baik malahan menciptakan kebijakan yang tidak pro petani. Akibatnya,
penderitaan menyelimuti petani kecil dengan tergerusnya ideologi lokal,
degenerasi tanah yang menjadikan kualitas produksi menurun, nilai beli hasil
produksi rendah yang diikuti rendahnya daya beli untuk kebutuhan konsumsi,
sulitnya akses permodalan untuk kebutuhan produksi, harga pupuk yang
dipermainkan belum lagi resiko kegagalan panen. Hal tersebut seolah merupakan
bentuk-bentuk ketergantungan yang sengaja diciptakan dalam pembangunan
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
17
negara berkembang. Hal ini juga menunjukan betapa lemahnya bargaining
position negara di dalam pergaulan politik global.
Kegagalan pemerintah dalam mewujudkan cita-cita kesejahteraan rakyat
menunjukan adanya erosi ideologi, disebabkan ego ―akal‖ yang terlalu besar yang
mementingkan kepentingan kapitalis sehingga rakyat kecil hanya menjadi kedok
dalam pembentukan regulasi. Merosotnya moral homo economicus yang
membawa pada kemunduran peradaban telah membangkitkan semangat perasaan
tertindas untuk melakukan perlawanan.
Di wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul, perlawanan terhadap kebijakan
revolusi hijau telah terjadi semenjak diterapkannya program tersebut. Hal ini tidak
terlepas dari keberadaan beberapa tokoh dari Gereja Ganjuran, khususnya setelah
dilakukan Deklarasi Ganjuran yang sedikit banyak telah membawa pengaruh bagi
petani dalam membuka kesadaran petani agar tetap mempertahankan pertanian
tradisional. Namun pada waktu itu adanya paksaan dari pemerintah melalui
ABRI8
telah menjadikansebagian besar petani tidak terkecuali di wilayah
Ganjuran terpaksa mengikuti sistem penanaman menggunakan paket revolusi
hijau. Seiring berjalannya waktu, tidak sedikit petani yang terjerat dalam
romatisme pertanian organik dengan berbagai makna yang dipahami. Keadaan
demikianlah yang kemudian melatarbelakangi dilakukannya penelitian ini.
8 ABRI adalah istilah penyatuan angkatan militer dan kepolisian kedalam satu wadah melalui sebuah
Surat Keputusan Presiden No. 225/Plt Tahun 1962 pada masa orde baru. Baca Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI: Zaman Jepang dan Republik Indonesia, Balai Pustaka.
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
18
C. Rumusan Masalah
Berbagai kebijakan pertanian yang belum pro petani kecil, mahalnya sarana
produksi pertanian dan desakan kebutuhan keluarga petani telah menjadikan
dilema bagi petani kecil sehingga banyak petani yang mengalami romantisme
pertanian masa lalu sehingga tak sedikit dari mereka yang melakukan
pemberontakan pada sistem pemerintah dan memilih melakukan kegiatan
pertanian organik secara mandiri. Perkembangan pertanian organik di wilayah
Bantul mendapat momentum ketika gempa bumi meluluh lantahkan hampir
sebagian besar wilayah Bantul, tak terelakkan sendi perekonomianpun ikut luluh
lantah. Satu satunya sektor perekonomian yang dapat bertahan adalah pertanian
organik. Sehingga pasca terjadinya gempa bumi tahun 2006 banyak petani yang
mulai menekuni pertanian organik. Namun dalam prosesnya, pertanian organik
yang ditekuni antara petani yang satu dengan yang lainnya berbeda. Fenomena
tersebut menjadikan landasan pertanyaan dalam penelitian ini yang
mempertanyakan “Bagaimana proses dialektika yang dilakukan petani dalam
memilih melakukan pertanian organik (dilihat dari makna dan tindakan
petani) ?"
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Tujuan penelitian ini secara substansial untuk mengetahui proses
dialektika petani sehingga petanidi wilayah Ganjuran, memilih
melakukan pertanian organik dilihat dari makna dan tindakan petani.
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
19
2. Manfaat Penelitian
a. Memberikan gambaran mengenai proses dialektika beberapa petani di
wilayah Ganjuran
b. Memberikan pemahaman tentang pertanian organik yang bukan hanya
sekedar kontruksi kesehatan sehingga dapat membuka kesadaran
bersama mengenai makna organik yang memuat prinsip kedaulatan
c. Menjadi refrensi bagi penelitian selanjutnya.
E. Kerangka Konseptual
Interaksi individu menjadi fokus yang menarik dalam penelitian sosial,
karena dari interaksi yang dilakukan membawa dampak pada perubahan, baik
perubahan alam maupun perubahan masyarakat. Dalam Ilmu Pengetahuan, hukum
yang paling umum yang mengatur perkembangan alam, masyarakat dan
pemikiran dikenal dengan istilah dialektika.
1. Dialektika
Istilah kata dialektika diadopsi dari bahasa Yunani yang memiliki makna
pertentangan dan telah digunakan dalam filsafat Herakleitos (tahun 500 SM) yang
mendasarkan pada pertentangan-pertentangan(Ramly 2000). Di tangan Socrates
istilah dialektika mendapat bentuksederhana dengan pemahaman manusia akan
hakikat kenyataan secara bertahap dalam tinjauan kritis (Bagus 2000, 163).
Setelah Socrates filsafat dialektika berkembang melalui beberapa pemikir seperti
Plato, Aristoteles, Descartes, Immanuel Kant hingga pada pemikir zaman modern
Georg Wilhelm Friedrich Hegel. Hegel menempatkan dialektika pada posisi
ontologis, bahwa proses gerak pemikiran adalah sama dengan proses gerak
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
20
kenyataan. Pemikiran Hegel menjadikan dialektika sebagai perjalanan ide menuju
pada kesempurnaan melalui proses dialektis. Bagi Hegel, dunia tidak diciptakan
oleh struktur statis melainkan secara dinamis oleh proses dialektika yang
menekankan pentingnya proses, hubungan, dinamika, konflik dan kontradiksi
(Ritzer dan Goodman 2009, 21). Dalam pemikiran dialektis setiap unsur empiris
saling berkontradiksi mempunyai potensi kebenaran tertentu. Sebagaimana yang
dituliskan Romo Sindhunata, bahwa berpikir secara dialektis salah satu aspeknya
adalah totalitas, dalam artian bahwa kehidupan memiliki unsur-unsur yang saling
bernegasi (mengingkari dan diingkari), saling berkontradiksi (melawan dan
dilawan) dan saling bermediasi (memperantarai dan diperantarai) (Sindhunata
1983, 33).
Pada perkembangannya, dialektika Hegel memberikan sumbangan besar
pada pemikiran modern. Namun Idealisme Hegel meletakkan segala tekanan pada
subyektivitas dengan menghadirkan Roh Absolut sebagai kenyataan dan menjadi
self-sufficientsehingga menganggap yang nyata adalah sama dengan yang
dipikirkan (Bakker 1984, 100). Pemikiran Hegel tersebut seolah menjadikannya
berjalan menggunakan kepalanya. Selanjutnya, ditangan Karl Marx struktur
pemikiran dialektika ditancapkan pada materialisme sebagai pondasi dasar yang
kemudian pemikiran tersebut lebih dikenal dengan istilah Materialisme Dialektik.
Dialektika menjelaskan alam suatu materi (benda) dengan mempelajari
fenomena akan 'pergerakan' dan 'interrelasi' sebagai prinsip yang saling berkaitan.
Sebagaimana tulisan Tan Malaka, bahwa pemikaran dialektika Marx merupakan
pengetahuan berdasarkan hukum pergerakan materi (Malaka 1951) dengan
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
21
mengambil konsepsi materialis dari Epicurus, bahwa kita memahami alam lewat
indera kita. Jadi ―gerakan bebas materi‖ adalah bagian dari kognisi kita, seperti
kita adalah bagian dari alam dan memahaminya secara inderawi yang kemudian
diabstraksikan melalui persepsi indera. Maka logika dialektis dapat dilihat sebagai
elemen yang dibutuhkan dalam kognisi kita bangkit dari karakter kemunculan
(emergent), transisi atas realitas yang kita pahami (Foster 2013, 244). Poin yang
hakiki dari pemikiran dialektik melihat gerak dan perubahan sebagai satu gejala
yang didasarkan pada kontradiksi. Lebih lanjut, Marx menandaskan bahwa hukum
dialektika terjadi dalam dunia kebendaan (dunia materi) dan setiap benda atau
keadaan (phenomenon) memiliki segi yang berlawanan dan saling bertentangan
atau sering disebut dengan istilah kontradiksi (Budiardjo 2008, 142). Dalam Anti-
Duhring juga dijelaskan bahwa gerak adalah suatu kontradiksi, keasal muasalan
dan pemecahan kontradiksi justru pada gerak itu sendiri (Engels 2007).
Konsep 'interelasi' adalah prinsip umum untuk menerangkan tentang
perkembangan dan fungsi suatu materi. Semua yang nampak di dunia ini
merupakan rangkaian dari satu materi. Misalnya, perbedaan fenomena alam atau
sosial, saling bergantung dengan perbedaan alam atau masyarakatnya.Dari
Feuerbach, Marx sepakat bahwa manusia harus dipandang sebagai Gattung,
sebagai makhluk alamiah yang berbeda dengan binatang sebab manusia adalah
makhluk yang bermasyarakat, yang terlibat dalam proses produksi, hubungan
kerja dan hubungan milik sehingga hubungan manusia dengan alam luarnya
melalui kerja sosial menentukan cara hidup manusia (Hardiman 2009, 110).
Manusia mentransformasi hubungan terhadap dunia dan melampaui keterasingan
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
22
dari dunia-menciptakan relasi manusia-alam secara jelas-dengan aksi, lewat
praksis material kita (John Bellamy Foster halaman 5).
Manusia hidup dari alam, artinya alam adalah tubuhnya dan dia
harus mempertahankan dialog dengan alam jika tidak ingin mati.
Dengan menyebut bahwa fisik manusia dan keehidupan mental
terhubung dengan alam, arti sederhananya adalah alam itu sendiri
berhubungan dengan dirinya sendiri, karena manusia adalah bagian
dari alam (Marx, Early Writings, 328 dalam John Bellamy Foster hal
76)
Materi pada mulanya dipandang secara umum bahwa materi (indrawi)
adalah hakikat dari realitas. Bagi Marx pandangan umum mengenai materi benar
untuk materialisme klasik hingga abad ke-18. Dalam tesis pertamanya mengenai
Feuerbach, Marx mengemukakan pengertian baru materialisme:
“Kekeliruan mendasar dari materialisme yang ada sampai saat ini-
termasuk juga Feuerbach-adalah bahwa benda (Gegenstand),
realitas, keindrawian, dimengerti hanya dalam bentuk obyek atau
kontemplasi tetapi tidak sebagai aktivitas indrawi manusia, praktik,
tidak secara subyektif” (Karl Marx, theses on Feuerbach dalam Karl
Marx dan Frederick engels, selected works: vol II (Moscow: Foreign
Languages Publishing House), 1958 halaman 403 dalam Martin
Suryajaya)
Konsep materialisme membawa kesadaran individu tidak lahir dari pikiran
melainkan dari melihat, mengamati, dan juga dalam proses aktivitasnya.
Sebagaimana pemikiran Tan Malaka yang menganggap materialisme dialektika
merupakan cara mendapatkan pengetahuan yang tidak menghilangkan kenyataan
yang hadir pada indra. Berger menjelaskan bahwa pemikiran manusia didasarkan
atas kegiatan manusia dan atas hubungan-hubungan sosial yang ditimbulkan dari
kegiatan yang dilakukan (Berger dan Luckmann 1990, 8). Dari kegiatan manusia
dan hubungan sosialnya tersebut kemudian kesadaran manusia terbentuk.
Kesadaran selalu intensional, kesadaran berbicara tentang sesuatu yang terarah
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
23
kepada obyek(Berger dan Luckmann 1990, 30). Kesadaran intensional juga
merupakan analisis fenomenologi dalam melihat fenomena-fenomena yang hadir
di tengah masyarakat. Fenomenologi melihat hubungan manusia dengan dunia
kehidupannya selalu dalam proses dialektis, antara individu dan dunia sosio-
kultural sehingga membentuk tatanan sosial (Bertens 2002, 109-110). Prinsip
dialektika pada dasarnya melihat corak kehidupan manusia selalu dinamis dan
berkembang. Van Peursen menjelaskan hubungan manusia dengan alam dan
hubungan dengan sesamanya selalu bersifat imanen (serba terkurung) dan
trensenden (yang mengatasi sesuatu berdiri di luar sesuatu). Terjadinya
ketegangan antara imanensi dan trensendensi dari penilaian kritis manusia
terhadap realitas menjadikan kehidupan dan kebudayaan manusia selalu
berkembang. Hidup manusia berlangsung di tengah-tengah arus proses-proses
kehidupan (imanensi) tetapi selalu juga muncul dari arus alam raya untuk menilai
alamnya sendiri dan mengubahnya (transendensi) (Peursen 1988, 15).
Dalam konteks penelitian ini. Dialektika yang dilakukan petani
mengantarkan pada kesadaran akan perubahan dimana dialektika tidak sekedar
memahami fenomena pertanian yang sedang berkembang. Lebih dari sekedar
memahami realitas, dialektika digunakan petani sebagai senjata untuk melawan
segala penindasan kapitalis menuju suatu perubahan dalam mencapai
kesejahteraan keluarga petani.
2. Pertanian dan Pertanian Organik
Secara etimologi pertanian berasal dari kata Agriculture, ager berarti lahan
atau tanah dan cultura memiliki arti memelihara atau menggarap. Pertanian dan
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
24
pertanian organik merupakan suatu hal yang sama, hanya saja pertanian organik
merupakan istilah yang berkembang setelah revolusi hijau menuai kementokan.
Bagi setiap orang atau institusi, pertanian organik memiliki definisi yang berbeda-
beda. Agus Andoko, menjelaskan pertanian organik menurut pengertiannya
merupakan kegiatan bercocok tanam yang akrab dengan lingkungan, yang
berusaha meminimalkan dampak negatif bagi alam sekitar dan ciri utamanya
adalah penggunaan pupuk organik dan pestisida organik (Andoko 2008, 8).
Menurut Dede Sulaeman, pertanian organik adalah sistem produksi pertanian
yang holistik dan terpadu, yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas
agro-ekosistem secara alami, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat
yang cukup, berkualitas dan berkelanjutan (Sulaeman 2008). Lebih lanjut
dijelaskan bahwa dalam praktek pertanian organik dilakukan dengan cara
menghindari penggunaan:
1. Benih/bibit hasil rekayasa genetika (Genetically Modified Organisms)
2. Pestisida kimia sintetis. Pengendalian gulma, hama dan penyakit
dilakukan dengan cara mekanis, biologis dan rotasi tanaman.
3. Zat pengatur tumbuh (growth regulator) dan pupuk kimia sintetis.
4. Hormon tumbuh dan bahan aditif sintetis dalam rangka makanan ternak.
Dari penjelasan tersebut, telah menjelaskan arti pertanian organik menurut
cara pengolahan yang dipahaminya. Namun ada beberapa orang yang memberikan
arti pada pertanian organik tidak sekedar dari cara, tapi juga melibatkan aspek
lain. Pertanian organik merupakan sistem produksi penanaman yang berazaskan
pada daur ulang hara secara hayati dengan memuat ―hukum pengembalian (law of
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
25
retun)‖ yang berarti suatu sistem pengembalian semua jenis bahan organik ke
dalam tanah, baik dalam bentuk residu, limbah pertanaman maupun ternak dengan
memuat filosofi memberi makanan pada tanah yang selanjutnya tanah
menyediakan makanan untuk tanaman (feeding the soil that feeds the
plants)(Rachman 2002).Pertanian organik dalam versi lain, yaitu merupakan
sistem pertanian yang mempromosikan aspek lingkungan, sosial, ekonomi,
dengan memproduksi pangan dan serat (Rosenow, Soltysiak dan Verschuur
1996). Dalam Panel Ilmu Independen (Ho dan Ching 2006)dijelaskan bahwa
banyak istilah yang digunakan dalam pertanian yang memiliki prinsip
berkelanjutan, misalnya saja ada yang menyebut sebagai agroekologi, pertanian
berkelanjutan, pertanian organik, pertanian ekologis, dan pertanian biologis.
Meskipun memiliki istilah yang berbeda pada dasarnya memiliki prinsip yang
sama, yakni ramah lingkungan, layak secara ekonomi, adil secara sosial, tepat
secara budaya, manusiawi dan berdasarkan pendekatan holistik.
Kegunaan budidaya organik pada dasarnya mengajak manusia kembali ke
alam, dengan tetap meningkatkan produktivitas hasil tani melalui perbaikan
kualitas tanah. Pertanian organik menghargai kedaulatan dan otonomi petani
berdasarkan nilai-nilai lokalartinya terdapat kebebasan petani lokal untuk
menentukan tanaman apa yang akan mereka tanam serta bagaimana cara untuk
meningkatkan hasil panen. Sistem ini memperhatikan kesuburan tanah sebagai
dasar kapasitas produksi dan sifat alami tanaman, hewan, biofisik, landskap,
sehingga mampu mengoptimalkan kualitas semua faktor-faktor yang saling
terintegrasi atau tergantung tersebut. Pertanian organik menekankan praktik rotasi
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
26
tanaman, daur ulang limbah-limbah organik secara alami tanpa input kimia.
Tingkat persediaan optimal bahan-bahan organik tersebut dibutuhkan untuk
mencapai siklus nutrisi unsur hara dalam tanah. Oleh karena itu, pertanian organik
bisa dikatakan sebagai dasar produksi hasil pertanian, dasar untuk peternakan
hewan, dasar untuk keseimbangan ekologi secara alami. Pertanian organik tidak
berarti hanya meninggalkan praktek pemberian bahan non organik, tetapi juga
harus memperhatikan cara-cara budidaya lain, misalnya pengendalian erosi,
penyiapan pemupukan, pengendalian hama dengan bahan-bahan organik atau non
organik yang diizinkan. Dari segi sosial ekonomi, keuntungan yang diperoleh dan
produksi pertanian organik hendaknya dirasakan secara adil oleh produsen,
pedagang dan konsumen.
Menurut IFOAM dalam melakukan pertanian organik harus memuat
(1)Prinsip Kesehatan manusia dan lingkungan; (2)Prinsip Ekologi, artinya dalam
melakukan pertanian organik perlu memelihara dan memperhatikan siklus ekologi
agar dapat menjadikan keberlanjutan; (3)Prinsip Keadilan, harus mampu
menciptakan hubungan yang memperhatikan keadilan lingkungan dan kesempatan
hidup bersama; (4)Prinsip Kepedulian, harus dilakukan secara hati-hati dan
bertanggungjawab dengan melihat aspek aspek yang telah disebutkan sebelumnya
agar mampu mendatangkan kesejahteraan bagi generasi mendatang.
Di Indonesia, istilah pertanian organik baru dikenal awal tahun 1990-an,
padahal sebenarnya pertanian organik bukanlah hal baru. Sudah sejak lama para
leluhur bercocok tanam secara alami memanfaatkan alam disekitarnya, tanpa
menggunakan pupuk buatan pabrik maupun pestisida pembunuh hama. Pertanian
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
27
organik semakin menemukan momentumnya seiring munculnya krisis ekonomi di
tahun 1997 yang melambungkan harga saprotan (sarana produksi pertanian)
seperti pupuk kimia dan pestisida kimia. Hal tersebut memicu petani untuk
kembali menggunakan pupuk kandang atau kompos.
Di Bantul, khususnya di Gereja Ganjuran, pada tanggal 16 Oktober 1990
telah diadakan Deklarasi Ganjuran yang isinya mengajak masyarakat untuk
membangun pertanian dan pedesaan yang lestari, berwawasan lingkungan, murah
secara ekonomis, sesuai dengan dan berakar dalam kebudayaan setempat dan
berkeadilan sosial. Meskipun sistem pertanian organik dengan segala aspeknya
jelas memberikan keuntungan banyak kepada pembangunan pertanian rakyat dan
penjagaan lingkungan hidup, termasuk konservasi sumber daya lahan, namun
penerapannya tidak mudah dan menghadapi banyak kendala. Faktor-faktor
kebijakan umum dan sosio-politik sangat menentukan arah pengembangan sistem
pertanian sebagai unsur pengembangan ekonomi.
Perkembangan pertanian organik awalnya merupakan perlawanan terhadap
paket pertanian modern yang tidak menyertakan keharmonisan alam. Namun
semenjak selogan ―hidup sehat‖ yang memuat isu kesehatan dan ekologi telah
melembaga secara internasional, produk-produk pertanian disyaratkan memiliki
atribut jaminan mutu aman konsumsi (food safety attributes), memiliki kandungan
nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labeling
attributes). Menurut IFOAM, suatu produk dapat diakui sebagai produk organik
apabila telah melalui proses sertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi resmi yang telah
terdaftar pada IFOAM. Lembaga-lembaga standarisasi yang telah diakui adalah
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
28
IFOAM dan Codex Alimentarius.Di Indonesia masalah pangan organik diatur
dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6729-2002 tentang Sistem Pangan
Organik. SNI diadopsi dari seluruh materi dalam dokumen standar CAC/GL 32-
1999, Guidelines for the production, processing, labeling and marketing of
organically produced foods dan dimodifikasi sesuai dengan kondisi Indonesia.
Tujuan pengaturan SNI 01-6729-2002, untuk:
a. Melindungi konsumen dari manipulasi bahan tanaman/benih/bibit ternak
dan produk pangan yang diakui sebagai produk organik di pasar;
b. Melindungi produsen pangan organik dari penipuan bahan tanaman
benih/bibit ternak dan produk pertanian lainnya yang diakui sebagai produk
organik;
c. Memberikan pedoman dan acuan kepada pedagang/pengecer bahan
tanaman benih/bibit ternak dan produk pangan organik dari produsen
kepada konsumen;
d. Memberikan jaminan bahwa seluruh tahapan produksi, penyiapan,
penyimpanan, pengangkutan dan pemasaran dapat diperiksa dan sesuai
dengan standar ini;
e. Harmonisasi dalam pengaturan sistem produksi, sertifikasi, identifikasi
dan pelabelan produk pangan organik;
f. Menyediakan standar pangan organik yang diakui secara nasional dan
juga berlaku untuk tujuan ekspor;
g. Memelihara serta mengembangkan sistem pertanian orgnaik di Indonesia
sehingga menyumbang terhadap pelestarian ekologi lokal dan global.
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
29
3. Romantisme
Arti kata romantisisme menurut kamus ilmiah serapan yakni merupakan: (1)
aliran dalam seni dan karya seni (drama) yang menekankan pada imajinasi, emosi,
dan sentiment idealism; (2) ajaran yang lebih mengutamakan perasaan daripada
bentuk dalam estetika dan etika, sehingga sifatnya individualistis, pluralistis, dan
kadang-kadang anarkistis; (3) kecenderungan sikap dan perasaan yang
menganggap masa lalu jauh lebih indah dan baik daripada masa sekarang, yang
disertai dengan singkap menyesal terhadap situasi atau kondisi perkembangan
masyarakat modern sekarang ini; (4) haluan kesusastraan di Eropa pada akhir
abad ke-18 yang terutama menekankan pada perasaan, pikiran, dan tindakan
spontanitas (Kamarulzaman dan Barry 2005).
Bila ditelisik dari sejarah barat, melalui tulisan Franz Magnis Suseno (2005,
59), dijelaskan bahwa romantisme adalah suasana perlawanan bagi rasionalisme
dan pencerahan yang terjadi dari akhir abad ke-18 hingga menjelang pertengahan
abad ke-19 dimana pencerahan berusaha meninggalkan tradisi dan otoritas yang
menduduki peran sentral dalam masyarakat Eropa saat itu. Romantik identik
dengan Rousseau yang menghayati jiwa alam, menjunjung tinggi perasaan serta
melihat keindahan dan misteri alam yang dicarinya dalam sumber-sumber
kejiwaan masa lampau. Hal ini sebagaimana yang dituliskan Joestin Gaarder
dalam Novel Filsafatnya yang berjudul ―Dunia Sophie‖. Gaarder menceritakan
bahwa Romantisme adalah pendekatan umum terakhir di Eropa yang merupakan
reaksi terhadap tekanan Pencerahan yang sangat kuat pada akal. ―Perasaan,
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
30
imajinasi, pengalaman, kerinduan‖ menjadi slogan kaum Romantik sebagai
perlawanan(Gaarder 2013).
Sains dan teknologi modernisasi memang terbukti mampu membebaskan
manusia dari problem kelangkaan ekonomi, namun di sisi lain modernisasi
membawa masyarakat ke dalam tragedi besar dimana manusia terbelenggu oleh
rasionalitasnya(Sindhunata 1983, 69). Sebagaimana definisi Jacques Ellul,
rasionalitas instrumental menjadikan modernitas sebagai sarana yang terus-
menerus diperbaiki bagi tujuan yang tidak dirumuskan dengan jelas (Hardiman
2000, 73-74). Terjadinya pergeseran dari akal budi objektif ke akal budi
instrumental menurut Horkheimer menyebabkan polarisasi atau keretakan
kesadaran sehingga manusia bukan lagi memahami realitas sebagai suatu
keutuhan yang bernilai pada dirinya, melainkan dengan cara distansi yang
menjadikan realitas serpihan-serpihan yang berjarak satu sama lain(Sindhunata
1983, 98).
Tekanan pada rasionalitas yang berlebihan telah membangkitkan semangat
romantisme. Pada saat itu dengan optimis akan kemajuan ilmiah, filusuf
pencerahan telah membawa gerakan modernisasi Eropa dengan rasionalitasnya
yang mensivilisasikan berbagai bidang kehidupan, sehingga masyarakat modern
lama kelamaan menjadi masyarakat industrial teknologis yang serba artifisial
(Hardiman 2007). Karena terlalu mendewakan rasionalitas yang semula dianggap
memberi otonomi dan kebebasan, manusia modern justru terperangkap dalam
jaring teknologi dan birokrasi yang menyebabkan ia kehilangan makna sebagai
makhluk yang bermartabat (Berger dan Kellner 1985, 166). Lebih lanjut, Budi
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
31
Hardiman menjelaskan bahwa Romantisme justru ingin menggali kembali nilai-
nilai tradisional dan otoritas yang dikritik oleh Pencerahan, baginya Gerakan
romantik justru mengkritik tendensi sivilisasi dan disiplinisasi ala modernisasi
sebagai pembusukan. Seperti yang dikemukakan Spengler yang pada waktu itu
cukup populer karena sesuai dengan kesadaran diri orang Eropa setelah Perang
Dunia 1, bahwa kebudayaan Barat sudah berada pada akhir masanya karena sudah
masuk ke dalam masa ―sivilisasi‖ dimana kecanggihan hidup yang energinya
terarah ke luar, tidak lagi ke dalam, oleh karena itu dinilai sudah dalam tahap
menurun (Suseno 2005, 137).
Kebudayaan modern telah membawa pada peralihan paradigma, dari
theosentris menjadi anthroposentris. Pandangan yang melihat segala-galanya dari
pandangan mengenai Allah ke pandangan yang melihat segala-galanya dari sudut
manusia. Perubahan paradigma sekaligus membawa pada pergeseran dari budaya
ekspresif dimana nilai-nilai religius, estetik dan komunal digantikan oleh budaya
progresif dengan dominasi nilai-nilai rasionalitas dan ekonomi. Dijelaskan pula
dari pandangan Sutan Takdir Alisjahbana bahwa modernitas melahirkan gaya
pemikiran yang berbeda. Pertama pikiran modern ditandai oleh rasionalitas,
materialisme dan individualisme yang menolak segala wewenang tradisional,
mendasar pada realitas indrawi yang tak terbantah daripada sekedar spekulasi
spiritual yang merupakan pelarian dari realitas serta bersifat individualistik atas
dorongan kemauan untuk berubah dan maju mendahului kelompok. Kedua
peluasan gaya berpikir disebabkan pertukaran komunikasi internasional yang
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
32
semakin padat sehingga orang dapat berinteraksi dengan dunia luar dengan
budaya dan gagasan yang saling mempengaruhi(Suseno 2005, 140).
Belajar dari sejarah Eropa, Romantisme dengan semangat harmonisasi alam
merupakan kerinduan akan masa lalu dimana kebudayaan manusia masih selaras
dengan harmonisasi alam. Romantisme identik dengan fenomena kota yang telah
banyak mengalami perubahan dan perkembangan menjadi kebudayaan
metropolitan. Sehingga romantisme muncul sebagai usaha perlawanan dan protes
terhadap perkembangan modernisasi yang telah membawa perubahan besar
terhadap kondisi sosial, budaya, politik, dan ekonomi masyarakat yang saat ini
dikendalikan oleh industrialisasi kapitalis.
Romantisme dalam konteks penelitian ini, muncul karena terjadinya
perubahan akibat modernisasi yang menggeser masyarakat agraris menjadi
masyarakat industri. Terjadinya pergeseran ini telah menjadikan kebanyakan
manusia berorientasi ekonomi. Romantisme tidak hanya terjadi di kota tapi juga
telah menyerang pedesaan yang mana telah mendapat pengaruh besar dari
pembangunan ekonomi yang berusaha mengadopsi model Rostow, namun gagal
dalam menapaki fasenya. Pembangunan telah membawa perubahan dalam corak
masyarakat desa khususnya bagi petani. Perubahan tersebut diantaranya
menyangkut perubahan pola kerja yang mengarah pada sifat individualis sehingga
perlahan mengikis modal sosial masyarakat, struktur kelas yang mencolok
mengakibatkan kesenjangan sosial, standar hidup, kekuatan yang tak berimbang
yang mengakibatkan petani kecil semakin termarginal, iklim global yang tak
menentu menjadikan petani harus menanggung resiko selama masa tanam.
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
33
Penelitian ini menggunakan kerangka materialisme dialektik sebagaimana
yang telah dijelaskan di atas. Kondisi masa lalu yang pernah dialami petani dan
kondisi saat ini telah membuka dialog dalam diri petani atas realitas yang ada.
Pemikiran petani yang pernah merasakan kehidupan masa lalu lebih baik
dibandingkan kondisi sekarang memunculkan pertentangan dalam dirinya yang
membawa petani pada kondisi romantisme hingga akhirnya mengantarkan pada
refleksi pemikiran, salah satunya kembali pada pertanian organik. Romantisme
adalah hasil dari proses dialektika petani yang merindukan masa lalunya dimana
modernisasi belum menjajah dan mendistraksi petani dalam segala aspek yang
membawa pada ketergantungan sehingga ada keinginan petani untuk
menghadirkan kembali kenangan masa lalu yang dialaminya. Sedangkan
pertanian organik adalah refleksi dari proses dialektika yang dilakukan petani.
Sebenarnya pertanian organik bukanlah hal yang baru, penggunaan istilah
pertanian organik baru muncul setelah diberlakukannya sistem pertanian modern.
Istilah pertanian organik yang berkembang saat ini dikatakan refleksi dari proses
dialektika petani dikarenakan penerapan sistem pertanian organik yang dilakukan
saat ini telah mengalami proses adaptasi dengan situasi yang ada sehingga
pertanian organik yang dilakukan tidak sama persis dengan yang dilakukan petani
jaman dulu, meskipun konsepnya memang berprinsip pada keseimbangan alam
dengan menggunakan pupuk dan pestisida alami serta bibit lokal. Pembahasan
lebih mendalam mengenai dialektika petani terhadap pertanian organik dibahas
pada bab selanjutnya.
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
34
Gambar1.1 Skema Kerangka Pemikiran Penelitian
Pertanian Tradisional
Pertanian Modern
Membawa perubahan:
Pola kerja
Struktur kelas
Standar hidup
Iklim Global
PERTANIAN ORGANIK
ROMANTISME
DIALEKTIKA
Kesejahteraan Petani (Kebijakan yg tidak pro petani
lokal, dilema pemenuhan
kebutuhan ―saprotan‖ yang
meningkat dan desakan
kebutuhan ekonomi keluarga)
PROSES DIALEKTIKA ?
Kapitalis
Labelling
DIALEKTIKA PETANI DALAM MEMILIH MELAKUKAN PERTANIAN ORGANIK (Fenomena Romantisme Pertanian Di Wilayah Ganjuran, Kabupaten Bantul)RIZKA KHOIRULIKAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Recommended