View
218
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Gambaran Umum Perusahaan
1. Sejarah Berdirinya Perusahaan
PD BPR Bank Salatiga adalah lembaga keuangan perbankan
milik Pemerintah Kota Salatiga. Keberadaannya merupakan salah satu
alat kelengkapan otonomi daerah dalam bidang keuangan yang
menjalankan usahanya sebagai bank perkreditan rakyat sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. PD BPR Bank Salatiga
didirikan pada tanggal atau dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota
Kecil Salatiga Nomor 50 tanggal 30 Maret 1953 tentang Bank Pasar yang
diundangkan dalam Lembaran Propinsi Jawa Tengah tanggal 30
Nopember 1953 (Tambahan Seri B Nomor 15) Jo. Peraturan Daerah
Kotamadya Salatiga tanggal 25 Januari 1973 tentang Peraturan Daerah
Bank Pasar yang telah disahkan oleh Gubernur Kepala Daerah Propinsi
Jateng tanggal 5 Nopember 1973 Nomor Hukum G.6/ 2/ 20 dan
diundangkan dalam Lembaran Daerah Jateng Seri B Nomor 30 tahun
1973 dan diperbarui dengan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah
Tingkat II Salatiga Nomor 4 Tahun 1989.
Pada tahun 2009 PD BPR Kota Salatiga mengganti namanya
menjadi PD BPR Bank Salatiga, sesuai dengan Keputusan Pemimpin
Bank Indonesia Nomor 11/ 4/ Kep. PBI/ Sm/ 2009 tanggal 12 Agustus
2009 tentang Persetujuan Penetapan Penggunaan Izin Usaha Perusahaan
2
Daerah BPR Kota Salatiga menjadi Perusahaan Daerah BPR Bank
Salatiga. Perubahan tersebut juga disetujui Bank Indonesia lewat surat
No.11/ 1452/ DKBU/ Idad/ SM tanggal 28 Agustus 2009. Pelaksanaan
operasional PD BPR Bank Salatiga dimulai sejak tanggal 11 Juni 1997.
PD BPR Bank Salatiga dalam operasionalnya memprioritaskan pada
pemberdayaan potensi masyarakat Salatiga, dalam bentuk penggalangan
dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali untuk mendorong
kesejahteraan masyarakat. Didukung dengan karyawan dan karyawati
yang ramah, siap melayani nasabah dari hari Senin sampai dengan hari
Jumat (Jam 8.00 WIB-15.00 WIB) dan hari Sabtu (Jam 8.00 WIB-12.00
WIB).
2. Tujuan Operasi PD BPR Bank Salatiga
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan dan
deposito.
b. Memberikan kredit dan melakukan pembinaan khususnya terhadap
pengusaha golongan kecil dan menengah mikro.
c. Melakukan kerjasama dengan BPR dan lembaga perbankan atau
keuangan lainnya.
d. Melaksanakan usaha-usaha perbankan lainnya sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3
3. Visi dan Misi
a. Visi
Menjadikan PD BPR Bank Salatiga sebagai lembaga keuangan
yang terpercaya, dengan selalu mengutamakan pelayanan terbaik
sebagai perwujudan PD BPR Bank Salatiga menjadi “Mitra Usaha
Sejati Nasabah”.
b. Misi
1) Menghimpun dana dari masyarakat.
2) Mengembangkan usaha bagi pedagang kecil dan menengah serta
melakukan pembinaan kepada debitur pengelolaan modal kerja.
3) Memberi kontribusi pembangunan Kota Salatiga dengan menjadi
sumber Pendapatan Asli Daerah yang diandalkan.
4) Membantu perkembangan ekonomi di Salatiga dan sekitarnya.
4. Lokasi PD BPR Bank Salatiga
Lokasi PD BPR Bank Salatiga terletak di Jalan Diponegoro
Nomor 10 Salatiga, dengan berlokasi di pusat bisnis Kota Salatiga
dimaksudkan untuk dapat mempermudah akses nasabah maupun calon
nasabah PD BPR Bank Salatiga dan meningkatkan kualitas pelayanan
pada nasabah karena berada dalam lingkup kawasan industri perbankan.
Dengan demikian, secara kualitas PD BPR Bank Salatiga dapat
disejajarkan dengan perbankan nasional lainnya. PD BPR Bank Salatiga
telah mengembangkan usahanya dengan membuka cabang yang terletak
di lokasi yang strategis tepatnya di Jalan Soekarno Hatta, Ruko Harjosari,
4
No. 8, Bawen dan Kantor Kas yang terletak di Jalan Letjen Sukowati
No. 51 Salatiga.
5. Spesifikasi Produk
PD BPR Bank Salatiga berkomitmen tinggi pada pemberdayaan
pelaku ekonomi menengah ke bawah. Berbagai fasilitas dan produk
perbankan disediakan untuk mengakomodasikan kebutuhan seluruh
lapisan masyarakat. Saat ini PD BPR Bank Salatiga melayani para
pedagang pasar tradisional, para pegawai, perorangan, dan kelompok
usaha kecil dalam masyarakat. Produk perbankan yang disediakan adalah
tabungan, deposito, dan kredit. Seluruh layanan perbankan PD BPR Bank
Salatiga dapat dilayani di kantor yang terletak di lokasi yang strategis.
a. Tabungan
Dana masyarakat yang berupa tabungan ini merupakan sumber
dana yang relatif murah, dapat diusahakan, dan dihimpun dari
berbagai kelompok masyarakat baik itu masyarakat umum, pelajar
atau siswa, maupun pedagang eceran yang berjualan di pasar-pasar
lokal dan para debitur (melalui tabungan wajib).
Pelaksanaan dari penghimpunan dana tabungan ini sebagian
besar menggunakan “sistem jemput bola” (petugas BPR langsung
melayani nasabah tabungan tersebut ke rumah atau lokasi penabung
itu sendiri). Berdasarkan jenis produknya, tabungan pada PD BPR
Bank Salatiga dapat dibedakan menjadi 6 (enam) macam, yaitu:
5
1) Tabungan Masa Depan (Tamasdep)
Tabungan ini diluncurkan sejak BPR berdiri. Tabungan
Masa Depan merupakan salah satu pilihan tabungan yang fleksibel,
dapat diambil sewaktu–waktu pada jam kerja, dan di akhir tahun
diadakan undian dengan hadiah yang menarik, diantaranya hadiah
utama sebuah mobil Xenia dan puluhan hadiah lainnya. Tabungan
ini diberlakukan suku bunga sebesar maksimal 7% per tahun
(penetapan tingkat suku bunga disesuaikan dengan kebutuhan
pasar).
2) Tabungan Wajib
Tabungan ini diluncurkan sejak pertama BPR berdiri yang
diperuntukan bagi masyarakat umum sebagai pendukung produk
kredit. Tabungan Wajib diperoleh dari 1% dari plafon kredit yang
diberikan kepada nasabah, dan bunga yang berlaku sebesar
maksimal 5% per tahun. Tabungan ini belum bisa dicairkan oleh
nasabah apabila kredit dari nasabah tersebut belum lunas.
3) Tabungan Teladan
Tabungan ini diluncurkan khusus untuk para pelajar. PD
BPR Bank Salatiga ikut serta dalam menggalakkan gemar
menabung dan hidup hemat dari usia dini, yang juga bermanfaat
bagi para pelajar sebagai simpanan dan persiapan biaya ketika telah
menamatkan sekolah dan akan melanjutkan kepada tingkat yang
lebih tinggi. Produk Tabungan Teladan PD BPR Bank Salatiga
6
memberikan suku bunga maksimal sebesar 10% per tahun. Jenis
tabungan ini merupakan tabungan berjangka. Pengambilan dana
nasabah dapat dilakukan setelah masa jatuh tempo. Apabila
sebelum jatuh tempo dana nasabah telah diambil, maka nasabah
akan dikenakan penalti berupa pengurangan jumlah bunga sebesar
50% dari yang seharusnya diterima.
4) Tabungan Tahapan
Tabungan Tahapan adalah tabungan berjangka yang
diluncurkan pada pertengahan tahun 2008 diperuntukan bagi
seluruh masyarakat umum yang memiliki rencana pada masa yang
akan datang dengan jangka waktu dan jumlah setoran setiap
bulannya dapat disesuaikan dengan kemampuan serta kesanggupan
nasabahnya. Persiapan mewujudkan impian di masa depan.
Tabungan Tahapan ini juga dapat dikombinasikan dengan kredit
bagi para pegawai yang diangsur dengan jumlah angsuran kredit,
paket yang diambil senilai kredit yang diterimanya. Pada akhir
periode debitur dapat menikmati jumlah simpanan yang telah
diangsurnya dan fasilitas kredit yang diterima sebelumnya dengan
bunga kredit yang cukup ringan.
Produk Tabungan Tahapan PD BPR Bank Salatiga
memberikan suka bunga sebesar 5% per tahun, selain pemberian
bunga nasabah juga akan mendapatkan hadiah sesuai dengan yang
telah ditetapkan oleh PD BPR Bank Salatiga. Produk tabungan ini
7
merupakan tabungan berjangka, ketentuan yang berlaku sama
dengan tabungan teladan.
5) Tabungan Arisan
Produk tabungan ini tidak memberikan bunga kepada
nasabah, karena dalam produk ini nasabah akan diberikan hadiah
pada akhir jangka waktu. Produk ini merupakan tabungan
berjangka dengan nominal setoran yang tetap setiap bulannya.
Tabungan ini memberikan nilai lebih berupa hadiah yang
jumlahnya variatif melalui proses undian. Setiap pemenang undian
akan keluar dari kelompok peserta dan secara otomatis terjadi
penutupan rekening.
6) Tabungan Tamasdep Premium
Tabungan ini merupakan pengembangan dari Tamasdep.
Jenis tabungan ini menawarkan tingkat suku bunga yang variatif
antara 3% sampai dengan 8% per tahun dan atau berbagai macam
hadiah yang dapat diperoleh secara langsung oleh nasabah.
Ketentuan yang berlaku adalah simpanan nasabah tersebut
mengendap dalam jangka waktu dan nominal tertentu yang akan
diperhitungkan pada awal penempatan dana. Sasaran dari produk
ini adalah nasabah yang mempunyai dana cukup besar dan bukan
merupakan modal kerja sehingga simpanan mereka adalah salah
satu bentuk investasi yang menguntungkan. Minimal saldo
tabungan pada jenis produk ini adalah Rp50.000.000,00
8
(lima puluh juta rupiah), sedangkan jenis hadiah disesuaikan
dengan jangka waktu dan suku bunga tabungannya.
b. Deposito Berjangka
Deposito berjangka adalah simpanan pihak ketiga kepada bank
yang penarikannya dapat dilakukan setelah jangka waktu tertentu,
sesuai dengan perjanjian antara bank dengan deposan dan
diperuntukkan untuk perorangan dan lembaga. Dibandingkan dengan
sumber dana tabungan, dana deposito ini merupakan dana masyarakat
yang relatif mahal, sehingga perlu dikelola secara baik, agar dapat
memberi profit bagi bank.
c. Kredit
Produk layanan ini disamping memberikan kontribusi positif
bagi pengembangan usaha skala kecil, juga membantu para pelaku
usaha dan pegawai dalam mengoptimalkan pendapatannya. Beberapa
jenis layanan kredit yang disediakan antara lain:
1) Kredit Umum
Kredit Umum adalah layanan kredit yang ditawarkan
kepada seluruh masyarakat umum, khususnya golongan ekonomi
lemah. Kredit umum yang ditawarkan antara lain kredit investasi,
modal kerja, dan UKM. Sebagai jaminannya adalah sertifikat atas
nama sendiri, BPKB, Kartu Dasar untuk Berdagang.
9
2) Kredit Pegawai
Kredit Pegawai adalah kredit yang ditujukan untuk para
pegawai, antara lain PNS (Pegawai Negeri Sipil), POLRI, ABRI,
dengan angsuran bulanan dengan sistem potong gaji melalui
bendahara instansi. Sebagai jaminannya adalah SK Terakhir, Kartu
Taspen, Kartu Pegawai, Kartu Jamsostek.
Dari kedua jenis layanan kredit yang ditawarkan tersebut,
kredit yang paling banyak diminati oleh masyarakat adalah kredit
pegawai, karena syarat yang mudah dan tingkat bunga yang rendah.
d. Jenis Produk Lainnya
Pembayaran Listrik Online merupakan salah satu jenis produk
lainnya yang dimiliki PD BPR Bank Salatiga. Layanan ini bertujuan
untuk memberi kemudahan kepada nasabah PLN pada umumnya dan
nasabah PD BPR Bank Salatiga pada khususnya untuk membayar
listrik. Pembayaran listrik dapat dilakukan secara online dalam
jangkauan wilayah seluruh pulau Jawa. Sistem pembayaran listrik
online melalui teller ataupun autodebet bagi nasabah yang mempunyai
tabungan di PD BPR Bank Salatiga.
6. Struktur Organisasi
Berhasil tidaknya suatu perusahaan sangat ditentukan oleh
organisasi, pembagian tugas, kedudukan, wewenang, dan tanggung
jawab, serta penetapan sistem koordinasi dan komunikasi. Dengan
demikian, organisasi dapat dipandang sebagai alat untuk mencapai
10
tujuan. Adapun struktur organisasi PD BPR Bank Salatiga dapat dilihat
pada gambar berikut ini:
Sumber: Sistem Operasional Pengelolaan PD BPR Bank Salatiga Gambar 1.1 Struktur Organisasi PD BPR Bank Salatiga 7. Deskripsi Tugas dan Tanggung Jawab:
a. Dewan Pengawas
Dewan Pengawas mempunyai tugas menetapkan kebijaksanaan
umum yang digariskan oleh Walikota, melaksanakan pengawasan,
pemeriksaan dan pembinaan terhadap PD BPR Bank Salatiga.
DEWAN PENGAWAS
KA.BAG PEMASARAN
DIREKTUR UTAMA
DIREKTUR
SPI
KASUBAG KAS &
PEMBUKUAN
KA.BAGIAN OPERASIONAL
KEPALA CABANG
KASUBAG UMUM
&PERSONALIA
KASUBAG KREDIT
KASUBAG DANA
11
Untuk melaksanakan tugas tersebut Dewan Pengawas harus
melaksanakan tugas sebagai berikut:
1) Penyusunan tata cara pengawasan terhadap pengelolaan dan
pengurusan BPR.
2) Penetapan kebijakan penyusunan anggaran dan keuangan PD BPR
Bank Salatiga.
3) Pembinaan dan pengembangan PD BPR Bank Salatiga.
b. Direksi
Direksi mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
1) Melaksanakan manajemen bank berdasarkan kebijaksanaan umum
Walikota yang ditetapkan Dewan Pengawas.
2) Menetapkan kebijaksanaan untuk melaksanakan pengurusan dan
pengelolaan Bank berdasarkan kebijaksanaan umum Walikota yang
ditetapkan Dewan Pengawas.
3) Melaksanakan rencana kerja dan perubahannya.
4) Menyusun dan menyampaikan Rencana Kerja dan Anggaran
beserta perubahannya kepada Walikota melalui Dewan Pengawas.
5) Bertanggung jawab dalam penyusunan dan penyampaian Laporan
Bulanan, Laporan Keuangan Tahunan dan laporan-laporan lainnya
kepada Walikota dan Bank Indonesia.
6) Bertanggung jawab dalam penyusunan dan mengumumkan
Laporan Keuangan Publikasi dan melaporkannya kepada Walikota
dan Bank Indonesia.
12
7) Menyusun dan mengumumkan laporan pertanggungjawaban
kepada Walikota.
8) Menyusun dan menyampaikan Laporan Akhir Masa Jabatan
kepada Walikota.
9) Menjaga setiap kerahasiaan perusahaan dan memegang teguh kode
etik perbankan yang berlaku.
c. Satuan Pengawas Intern (SPI)
Satuan Pengawas Internal mempunyai tugas dan tanggung jawab
sebagai berikut:
1) Melakukan penilaian yang bersifat independen atas setiap kegiatan
yang bertujuan untuk mendorong dipatuhinya setiap ketentuan
yang ditetapkan oleh manajemen bank.
2) Mendorong dan memberdayakan seluruh komponen perusahaan
untuk lebih berfungsinya pengawasan dengan memberikan saran-
saran yang membangun dan melindungi agar sasaran perusahaan
dapat tercapai.
3) Mengidentifikasi segala kelemahan dan kekuatan perusahaan untuk
dapat memperbaiki dan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber
daya dan dana serta meningkatkan kegiatan yang ada.
4) Menjaga setiap kerahasiaan perusahaan dan memegang teguh kode
etik perbankan yang berlaku.
13
d. Kepala Kantor Cabang
Kepala Kantor Cabang memiliki tugas dan tanggung jawab:
1) Memimpin kepala bagian, subbagian dan seksi berdasarkan asas
keseimbangan dan keserasian.
2) Melaksanakan manajemen kantor cabang sesuai dengan kebijakan
yang telah ditetapkan oleh Direksi.
3) Memberikan laporan secara periodik kepada kantor pusat tentang
hasil kinerja kantor cabang.
4) Bertanggung jawab atas kinerja dan seluruh kegiatan operasional
kantor cabang.
5) Menjaga setiap kerahasiaan perusahaan dan memegang teguh kode
etik perbankan yang berlaku.
e. Kepala Bagian Operasional
Kepala Bagian Operasional mempunyai tugas dan tanggung
jawab sebagai berikut:
1) Menyusun perencanaan kegiatan operasional perusahaan.
2) Melaksanakan koordinasi kegiatan operasional perusahaan dengan
kepala subbagian beserta staf operasional.
3) Bertanggung jawab atas semua pelaksanaan kegiatan operasional
perusahaan.
4) Melakukan koordinasi dengan bagian lain dalam usaha mencapai
tujuan perusahanan secara optimal.
14
5) Menjaga setiap kerahasiaan perusahaan dan memegang teguh kode
etik perbankan yang berlaku.
f. Kepala Subbagian Umum atau Personalia
Kepala Subbagian Umum dan Personalia memiliki tugas dan
tanggung jawab sebagai berikut:
1) Mengagendakan dan mendistribusikan surat masuk dan surat
keluar.
2) Menyimpan secara aman (dan rahasia), berkas-berkas dan dokumen
pendirian BPR (akte notaris dengan segala perubahannya), notulen
hasil RUPS atau Peraturan Walikota, Rapat Dewan Pengawas dan
lain-lain.
3) Perencanaan kebutuhan pegawai dan pendidikan pegawai.
4) Pengadaan peralatan dan perlengkapan kantor.
g. Kepala Subbagian Kas dan Pembukuan
Kepala Subbagian Kas dan Pembukuan memiliki tugas dan
tanggung jawab sebagai berikut:
1) Mencatat (posting) segala transaksi keuangan BPR.
2) Membuat Laporan Posisi Harian untuk keperluan pimpinan.
3) Membuat Laporan Perhitungan Rugi/ Laba Bulanan.
4) Membuat Laporan-laporan:
a) Neraca (Sandi) Bulanan ke Bank Indonesia
b) Neraca Publikasi Triwulan ke Bank Indonesia
15
c) Konsep Laporan Dewan Pengawas (per akhir semester) ke Bank
Indonesia.
5) Menyusun Laporan Keuangan Akhir Tahun (Neraca dan
Perhitungan Rugi/ Laba beserta penjelasannya) yang akan diaudit
oleh akuntan publik.
6) Menyusun daftar-daftar yang menjadi kelengkapan neraca tiap
akhir bulan.
7) Menyusun Daftar Rekonsiliasi Rekening Antarbank Aktiva cq
Rekening Tabungan atau Deposito yang ditempatkan BPR di bank
lain.
8) Pembayaran dan pelaporan PPh Pasal 25 bulanan ke Kantor
Pelayanan Pajak setempat.
9) Perhitungan pajak akhir tahun serta pengisian dan penyampaian
SPT akhir PPh Pasal 25 ke Kantor Pelayanan Pajak setempat secara
tepat waktu.
10) Mengelola arsip-arsip pembukuan.
h. Kepala Bagian Pemasaran
Kepala Bagian Pemasaran memiliki tugas dan tanggung jawab
sebagai berikut:
1) Menyusun perencanaan di bidang pemasaran.
2) Melakukan koordinasi terhadap subbagian kredit dan subbagian
dana.
3) Melakukan evaluasi kinerja subbagian kredit dan subbagian dana.
16
4) Bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemasaran baik di
bidang kredit maupun di bidang dana.
5) Melakukan koordinasi dengan bagian lain dalam usaha mencapai
tujuan perusahanan secara optimal.
6) Menjaga setiap kerahasiaan perusahaan dan memegang teguh kode
etik perbankan yang berlaku.
i. Kepala Subbagian Dana
Kepala Subbagian Dana memiliki tugas dan tanggung jawab
sebagai berikut:
1) Melakukan koordinasi dengan bagian lain dalam usaha mencapai
tujuan perusahanan secara optimal.
2) Melakukan koordinasi dengan kepala pemasaran dalam
menjalankan rencana pemasaran berkaitan dengan penghimpunan
dana.
3) Menjaga setiap kerahasiaan perusahaan dan memegang teguh kode
etik perbankan yang berlaku.
j. Kepala Subbagian Kredit
Kepala Subbagian Kredit memiliki tugas dan tanggung jawab
sebagai berikut:
1) Melakukan koordinasi dengan kepala pemasaran dalam
menjalankan rencana pemasaran berkaitan dengan penyaluran
kredit.
17
2) Melakukan koordinasi dengan bagian lain dalam usaha mencapai
tujuan perusahanan secara optimal.
3) Bertanggung jawab terhadap kelancaran proses penyaluran kredit,
baik analisa atau survey, pencairan, penagihan serta pengarsipan
data atau agunan.
4) Menjaga setiap kerahasiaan perusahaan dan memegang teguh kode
etik perbankan yang berlaku.
k. Staf
Staf memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
1) Melakukan pelayanan nasabah secara optimal.
2) Melayani penghimpunan dana masyarakat dan melayani jasa
perbankan lainnya.
3) Menjabarkan dan melaksanakan kebijakan direksi.
4) Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan langsung.
5) Bertanggung jawab terhadap atasan langsung atas semua kegiatan
yang dilaksanakan.
6) Menjaga setiap kerahasiaan perusahaan dan memegang teguh kode
etik perbankan yang berlaku.
l. Kasir
Kasir memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
1) Mengatur dan mengamankan uang tunai dan surat berharga yang
dititipkan.
2) Menerima setoran dan membayarkan bukti pengeluaran kas.
18
3) Menjaga kerahasiaan keuangan nasabah dan hal lain yang wajib
dirahasiakan.
4) Menghitung dan membuat rincian kas sesuai dengan nominal uang.
5) Melaporkan kepada atasan langsung apabila terjadi selisih lebih
atau kurang.
6) Menjaga setiap kerahasiaan perusahaan dan memegang teguh kode
etik perbankan yang berlaku.
8. Sumber Daya Manusia (SDM)
PD BPR Bank Salatiga dalam sistem operasionalnya didukung
oleh tenaga kerja profesional di bidangnya. Keseluruhan tenaga kerja
tersebut terdiri dari 35 staf, 2 dewan pengawas, 2 sekretaris dewan
pengawas, dan 2 direksi. Penempatan karyawan dengan rincian untuk
kantor pusat 26 orang dan 11 orang untuk kantor cabang dengan latar
belakang pendidikan sebagai berikut:
Tabel I.1. Daftar Tenaga Kerja dengan Latar Belakang Pendidikan
Sampai Dengan Tahun 2010
Pendidikan Jumlah Sarjana S2 3 orang Sarjana S1 18 orang Ahli Madya (Diploma) 5 orang
Sumber: Laporan RAT PD BPR Bank Salatiga Tahun 2011
Tabel I.1. Daftar Tenaga Kerja dengan Latar Belakang Pendidikan
Sampai Tahun 2010 (Lanjutan)
Pendidikan Jumlah SMA 8 orang SMP 1 orang
Sumber: Laporan RAT PD BPR Bank Salatiga Tahun 2011
19
Tabel I.2 Daftar Staf Kepegawaian PDBPR Bank Salatiga
Sampai Dengan Tahun 2010
Status Pegawai Jumlah Pegawai Tetap 20 orang Kontrak 15 orang
Sumber: Laporan RAT PD BPR Bank Salatiga Tahun 2011
B. Latar Belakang Masalah
Perbankan memiliki peranan yang sangat penting dalam menunjang
perekonomian dan pembangunan bangsa Indonesia. Peran penting bank
tersebut tercermin pada fungsi utamanya yaitu sebagai wahana yang mampu
menghimpun dan meyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien ke
arah peningkatan taraf hidup rakyat. Selain itu, bank merupakan lembaga
perantara keuangan sekaligus prasarana pendukung yang amat vital bagi
kelancaran perekonomian bangsa.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang telah
diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang
Perbankan, menurut jenisnya bank terdiri dari Bank Umum dan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR). Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang
menjalankan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran (Peraturan Bank Indonesia: 2006).
BPR memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam berpartisipasi
mengembangkan perekonomian Indonesia khususnya di sektor Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UMKM), umumnya usaha mikro yang mendapat
20
pelayanan keuangan dalam bentuk bantuan permodalan, pendapatannya
meningkat. Sebagai lembaga Financial Intermediary (lembaga perantara),
BPR memiliki salah satu fungsi pokok yaitu menyalurkan dana kepada
masyarakat dalam bentuk kredit.
Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 (pasal 1, butir 11), kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu, dengan pemberian bunga.
PD BPR Bank Salatiga selalu mengembangkan produk-produknya
terutama kredit, salah satunya pembiayaan kepada kelompok Usaha Mikro
Kecil Menengah, pedagang kaki lima dan bekerjasama dengan perusahaan
swasta serta instansi lainnya. Hal tersebut dilakukan karena wilayah pasar
terutama pengusaha kecil masih banyak yang harus dibiayai dalam memenuhi
kebutuhan modal. Selain itu, penyaluran dana dalam bentuk kredit ini
merupakan usaha pokok yang memberikan kelangsungan hidup dan
perkembangan usaha perbankan itu sendiri.
Walaupun usaha perkreditan merupakan sumber utama penghasilan
BPR namun untuk usaha ini dibutuhkan metode tersendiri dalam
pengelolaannya. Dalam menyalurkan dana atau kredit, BPR memiliki
jangkauan yang cukup luas bagi sendi-sendi kehidupan masyarakat luas.
Bukan hanya menyangkut segi-segi sosial namun juga menyangkut
kesejahteraan masyarakat.
21
Selama tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 kualitas kredit PD BPR
Bank Salatiga mengalami peningkatan, dengan tingkat kesehatan bank dalam
kategori cukup sehat. Hal tersebut diproyeksikan akan terus mengalami
peningkatan di tahun-tahun selanjutnya.
Agar proyeksi tersebut dapat tercapai, maka penyaluran kredit harus
dilakukan secara aman dan sehat, tanpa mengesampingkan prinsip pemberian
kredit yang benar. Untuk dapat melaksanakan kegiatan perkreditan tersebut
sebelum menyalurkan kredit pada masyarakat atau calon debitur diperlukan
adanya manajemen kinerja kredit yang baik. Manajemen kinerja kredit dapat
berjalan dengan baik bila didukung dengan sumber daya manusia yang
handal, organisasi yang baik, kebijakan, pengawasan kredit, dan kegiatan
analisis kredit yang cermat.
Analisis kredit akan menjadi suatu pedoman yang penting karena
menyangkut dengan jalannya prosedur kegiatan perkreditan yang dijalankan
oleh bank setiap harinya yaitu dengan melakukan penilaian kredit dalam
segala aspek, baik keuangan maupun non-keuangan untuk mengetahui
kemungkinan dapat atau tidak dapat dipertimbangkan suatu permohonan
kredit, sehingga timbulnya kredit bermasalah dapat dicegah (Suyatno, dkk,
1995: 70).
Risiko yang dihadapi bank dalam pemberian kredit adalah timbulnya
kredit bermasalah atau kredit macet, yaitu suatu keadaan dimana debitur tidak
dapat memenuhi kewajiban atas pembayaran bunga dan pokok pinjaman atas
kredit yang mereka peroleh. Kredit macet merupakan masalah yang harus
22
memperoleh perhatian khusus karena tidak hanya dapat merugikan BPR
tetapi juga dapat membuat BPR dilikuidasi. Hal ini sangat memberikan
dampak buruk, sehingga perlu dilakukan upaya penanganan kredit macet
yang serius oleh BPR. Upaya yang dapat dilakukan BPR untuk menjaga
kualitas kreditnya dengan cara pelaksanaan kinerja kredit yang baik, karena
kinerja kredit dapat menentukan tingkat kesehatan bank tersebut.
Bahkan pemerintah telah menegaskan pentingnya penilaian tingkat
kesehatan bank yang dituangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 1998, pasal 29 ayat 2, yang menyatakan bahwa bank wajib
memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan
modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas,
dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan
kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Sebuah predikat kinerja suatu bank berdasarkan hasil identifikasi
tingkat kesehatan bank merupakan tolok ukur bagi manajemen bank dalam
menilai prestasi atas pengelolaan usahanya. Bank Indonesia menegaskan
pentingnya tingkat kesehatan bank karena dijadikan sebagai dasar dalam
menetapkan arah pembinaan dan pengembangan bank. Teridentifikasinya
tingkat kesehatan suatu bank sangat berarti bagi pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap bank, baik bagi pemilik dan pengelola bank, bagi
masyarakat sebagai pengguna jasa bank dan juga bagi Bank Indonesia.
Motivasi penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi kesehatan PD
BPR Bank Salatiga berdasar kinerja kredit, apabila dianalisis dengan faktor
23
likuiditas dan kualitas aset, yang menggunakan rasio Loan to Deposit Rate
(LDR), Non Performing Loan (NPL), Kualitas Aset Produktif (KAP), dan
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), sesuai dengan pendekatan
Peraturan Bank Indonesia No. 9/ 17/ PBI/ 2007 tentang Tata Cara Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Surat Keputusan Direksi
Bank Indonesia No. 30/ 12/ KEP/ DIR, Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI)
No. 30/ 3/ UPPB, dan Peraturan Bank Indonesia No. 8/ 19/ PBI/ 2006 tentang
Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif
Bank Perkreditan Rakyat.
Perbankan diharapkan selalu dalam kondisi sehat, sehingga bank tidak
akan merugikan masyarakat yang berhubungan dengan perbankan. Bank yang
beroperasi dan berhubungan dengan masyarakat diharapkan hanya bank yang
betul-betul sehat. Aturan tentang kesehatan bank yang diterapkan oleh Bank
Indonesia mencakup berbagai aspek dalam kegiatan bank mulai dari
penghimpunan dana sampai dengan penggunaan dan penyaluran dana
(Peraturan Bank Indonesia: 2007).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian pada PD BPR Bank Salatiga dengan judul penelitian “ANALISIS
TINGKAT KESEHATAN PD BPR BANK SALATIGA BERDASAR
KINERJA KREDIT TAHUN 2007-2011”.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka perumusan
masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah “bagaimana tingkat
24
kesehatan bank pada PD BPR Bank Salatiga berdasarkan kinerja kredit pada
tahun 2007-2011?”
D. Tujuan Penelitian
Bedasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui tingkat kesehatan bank
PD BPR Bank Salatiga berdasar analisis kinerja kredit pada tahun 2007-2011.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi pengelola bank
Hasil penelitian dari penulis diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan pengambilan keputusan dan masukan dalam penyusunan
kebijakan yang berkaitan dengan analisis kinerja kredit, sehingga
perusahaan BPR dapat mencapai tingkat kesehatan dengan kategori yang
sehat.
2. Bagi nasabah
Bagi nasabah dapat melihat bagaimana pengaruh penyaluran kredit
dan keamanan nasabah dengan melihat risiko usaha dan kredit.
3. Bagi kalangan akademis
Sebagai referensi, informasi, pembanding hasil penelitian yang
berkaitan dengan analisis kinerja kredit, dan landasan penelitian
selanjutnya yang bersifat ilmiah guna mendukung upaya menjadikan
generasi berikutnya yang kritis dalam menganalisis masalah.
25
BAB II
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Kredit
a. Pengertian Kredit
Menurut Martono (2004: 52) kredit adalah pemberian prestasi
(berupa barang atau uang) dengan kontraprestasi yang akan terjadi pada
waktu yang akan datang.
Berdasarkan UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang
dimaksud dengan kredit adalah penyedia uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasar persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka
waktu dengan pemberian bunga.
Jadi, kredit merupakan pemindahan dana kepada para debitur
pemohon kredit untuk mendapatkan keuntungan atas jasa yang
diberikan kepada peminjam, didasarkan pada kepercayaan dan
persetujuan kedua belah pihak atas pinjaman setelah jangka waktu
tertentu dengan jumlah bunga yang telah disepakati.
b. Unsur-unsur Kredit
Menurut Martono (2004: 53) unsur-unsur yang terkandung
dalam pemberian fasilitas kredit adalah sebagai berikut:
1) Kepercayaan
26
Kepercayaan merupakan keyakinan pemberi kredit (bank)
bahwa kredit yang diberikan baik berupa uang, atau jasa akan benar-
benar diterima kembali di masa tertentu, di masa datang.
2) Kesepakatan
Kesepakatan dituangkan dalam suatu perjanjian yang masing-
masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-
masing.
3) Jangka Waktu
Jangka waktu mencakup masa pengembalian kredit yang
telah disepakati. Jangka waktu tersebut merupakan batas
pengembalian kredit yang diberikan sesuai yang telah disepakati.
4) Resiko
Suatu resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya
jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan
kontra prestasi yang akan diterima di kemudian hari. Semakin lama
kredit yang diberikan semakin tinggi pula tingkat resikonya.
c. Fungsi dan Tujuan Kredit Perbankan dalam Perekonomian,
Perdagangan, dan Keuangan
Menurut Suyatno, dkk (1995: 16), fungsi kredit perbankan
adalah
1) Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang
2) Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
3) Kredit dapat meningkatkan daya guna dan peredaran barang
27
4) Kredit sebagai salah satu stabilitas ekonomi
5) Kredit menimbulkan kegairahan berusaha masyarakat
6) Kredit adalah jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional
7) Kredit sebagai alat hubungan ekonomi internasional
Adanya pemberian fasilitas kredit oleh suatu bank mempunyai
tujuan-tujuan tertentu. Tujuan pemberian kredit menurut Martono
(2004: 52) adalah:
1) Mencari keuntungan
Tujuan utama pemberian kredit adalah untuk memperoleh
keuntungan. Hasil keuntungan yang diperoleh berupa bunga yang
akan diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi
kredit yang dibebankan kepada nasabah. Keuntungan ini penting
untuk kelangsungan hidup bank.
2) Membantu usaha nasabah
Untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik
dana untuk investasi maupun untuk modal kerja. Dengan dana
tersebut debitur dapat mengembangkan dan memperluas usahanya.
3) Membantu pemerintah
Semakin banyak kredit yang disalurkan berupa dana kepada
masyarakat dalam rangka peningkatan pembangunan khususnya di
sektor riil. Keuntungan bagi pemerintah yaitu penerimaan pajak yang
diperoleh dari nasabah bank, membuka kesempatan kerja, dan
meningkatkan jumlah barang dan jasa.
28
d. Jenis Kredit
Jenis kredit yang diberikan oleh perbankan dapat dibedakan dari
berbagai macam sudut pandang yaitu sifat penggunaan, keperluan,
jangka waktu, dan jaminan atas kredit yang diberikan bank. Menurut
Martono (2004: 53) jenis-jenis kredit tersebut antara lain:
1) Kredit menurut tujuannya dibedakan menjadi dua, yaitu:
a) Kredit Konsumtif
Kredit yang digunakan untuk membiayai pembelian barang-
barang atau jasa-jasa yang dapat memberikan kepuasan langsung
terhadap kebutuhan manusia.
b) Kredit Produktif
Peranan kredit produktif digunakan untuk peningkatan
usaha, baik usaha-usaha produktif, perdagangan maupun
investasi.
2) Kredit menurut kegunaannya dibedakan menjadi dua, yaitu:
a) Kredit Investasi
Kredit yang biasa digunakan untuk keperluan perluasan
usaha atau membangun proyek atau pabrik baru yang masa
pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama.
b) Kredit Modal Kerja
Kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan
produksi dalam operasionalnya.
29
3) Jenis kredit menurut jangka waktunya dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a) Kredit Jangka Pendek
Kredit jangka pendek yaitu kredit yang berjangka waktu
maksimal satu tahun. Misalnya, kredit modal kerja.
b) Kredit Jangka Menengah
Kredit jangka menengah yaitu kredit yang berjangka waktu
antara satu tahun hingga tiga tahun. Misalnya, kredit investasi
yang relatif memiliki jumlah yang tidak terlalu besar.
c) Kredit Jangka Panjang
Kredit jangka panjang yaitu kredit yang berjangka waktu
lebih dari tiga tahun. Misalnya, kredit investasi seperti pembelian
mesin-mesin berat, pembangunan gedung, pabrik, kredit
pemilikan rumah (KPR).
4) Kredit menurut sumber dananya dibedakan menjadi dua, yaitu:
a) Kredit yang Berasal dari Tabungan Masyarakat
Kredit yang berasal dari tabungan masyarakat yaitu
pemberian kredit karena adanya kelebihan pendapatan masyarakat
yang dikumpulkan dalam bentuk tabungan.
b) Kredit yang Berasal dari Penciptaan Uang Baru
Kredit yang berasal dari penciptaan uang baru yaitu
pemberian kredit yang dananya dibiayai oleh penambahan uang
yang beredar yang telah ada.
30
5) Kredit menurut jaminannya dibedakan menjadi dua, yaitu:
a) Kredit Dengan Jaminan
Kredit dengan jaminan yang diberikan dengan suatu
jaminan tertentu, dapat berbentuk barang berwujud atau tidak
berwujud.
b) Kredit Tanpa Jaminan
Kredit tanpa jaminan yang diberikan tanpa jaminan barang
atau orang tertentu. Penyerahan persediaan barang sebagai agunan
dilakukan dengan akses kepercayaan, sehingga barang itu sendiri
tetap berada dalam perusahaan.
6) Kredit menurut sektor usaha
Kredit menurut sektor usaha meliputi kredit pertanian,
perkebunan, industri, perdagangan, pariwisata, pendidikan
(pembangunan prasarana gedung), dan kredit profesi (guru, dosen,
pengacara, dokter).
e. Tingkat Kesehatan Bank BPR
Penilaian kesehatan suatu bank perkreditan rakyat (BPR) dapat
dilihat dari berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan
perkembangan suatu BPR. Menurut Susilo, dkk (2000: 22) mangartikan
kesehatan suatu bank merupakan kemampuan suatu bank untuk
melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu
memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang
sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.
31
Pemerintah telah menegaskan pentingnya penilaian tingkat
kesehatan bank yang dituangkan dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 1998, 10 November 1998 pasal 29 ayat 2,
yang menyatakan bahwa bank wajib memelihara tingkat kesehatan
bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas
manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang
berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha
sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Hal-hal yang terkait dengan penilaian tingkat kesehatan bank
menurut Latumaerisa (2011: 309) antara lain:
1) Hasil penilaian ditetapkan dalam empat predikat yaitu: Sehat, Cukup
Sehat, Kurang Sehat, dan Tidak Sehat.
2) Bobot setiap faktor CAMEL adalah Permodalan 30%, Kualitas Aset
Produktif 30%, Manajemen 20%, Rentabilitas 10%, Likuiditas 10%.
3) Pelaksanaan ketentuan yang sanksinya dikaitkan dengan penilaian
tingkat kesehatan BPR meliputi pelanggaran dan atau pelampauan
teradap ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK),
pelanggaran ketentuan Penerapan Mengenal Nasabah (KYC),
pelanggaran ketentuan transparansi informasi produk BPR, dan
penggunaan data pribadi nasabah.
4) Faktor-faktor yang dapat menggugurkan penilaian tingkat kesehatan
BPR menjadi kategori “Tidak Sehat”, yaitu perselisihan internal,
campur tangan pihak di luar manajemen BPR, window dressing,
32
praktik bank dalam bank, kesulitan keuangan, dan praktik perbankan
lain yang dapat membahayakan kelangsungan usaha BPR.
2. Analisis Kredit
Menurut Suyatno, dkk (1995: 70), analisis kredit merupakan suatu
pedoman yang penting karena menyangkut dengan jalannya prosedur
kegiatan perkreditan yang dijalankan oleh bank setiap harinya yaitu
dengan melakukan penilaian kredit dalam segala aspek, baik keuangan
maupun non-keuangan untuk mengetahui kemungkinan dapat atau tidak
dapat dipertimbangkan suatu permohonan kredit sehingga timbulnya
kredit macet dapat dicegah.
Adapun tujuan dari analisis kredit menurut Sunarti (2007: 14)
adalah:
a. Menilai kelayakan calon debitur yang akan memperoleh dana bank.
b. Untuk menekan resiko atau memperoleh keyakinan bahwa kredit yang
diberikan akan dibayar kembali sesuai dengan perjanjian.
c. Untuk menentukan jumlah pinjaman yang sesuai dengan kebutuhan
peminjam.
3. Prinsip Penilaian Kredit
Penilaian kredit dengan The Five’s C’S of Credit Analysis
(penjelasan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan) adalah sebagai
berikut:
33
a. Character, adalah kepribadian dan moral calon debitur yang selalu
harus diteliti secara seksama, terutama dalam menghadapi calon debitur
yang baru.
b. Capacity, adalah kemampuan calon nasabah dalam membayar kredit
yang dihubungkan dengan kemampuannya mengelola bisnis serta
kemampuannya mencari laba.
c. Capital, adalah sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki nasabah
terhadap usaha yang akan dibiayai oleh bank.
d. Collateral, adalah jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang
bersifat fisik maupun non fisik.
e. Condition, adalah kondisi ekonomi sekarang dan yang akan datang
sesuai sektor masing-masing.
Prinsip-prinsip penilaian kredit menurut Martono (2004: 57-59),
yaitu:
a. Personality, merupakan penilaian dari segi kepribadiannya atau tingkah
lakunya sehari-hari maupun masa lalunya.
b. Party, merupakan pengklasifikasian calon debitur berdasarkan variabel
tertentu seperti modal, loyalitas, dan karakternya.
c. Purpose, merupakan penilaian terhadap tujuan nasabah dalam
mengambil kredit, termasuk jenis yang diinginkan nasabah.
d. Prospect, merupakan penilaian usaha nasabah di masa yang akan
datang apakah menguntungkan atau tidak.
34
e. Payment, merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan
kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja untuk
pengembalian kredit yang diperolehnya.
f. Profitability, merupakan penilaian kemampuan calon debitur dalam
mencari laba.
g. Protection, merupakan analisis kredit yang bertujuan menjaga kredit
yang akan disalurkan dengan melalui suatu perlindungan tertentu
seperti jaminan kebendaan, jaminan orang atau asuransi.
Penilaian kredit dengan prinsip 3R untuk kredit berskala besar
menurut Yuliantin (2010: 26) adalah sebagai berikut:
a. Return, merupakan penilaian kemampuan perusahaan calon debitur
untuk memperoleh hasil atas kredit yang akan ditanamkannya.
b. Repayment Capacity, adalah penganalisaan kemampuan membayar
kembali kredit beserta bunganya dan kesesuaian dengan schedule
pembayaran kembali kredit yang akan diterimanya.
c. Risk Bearing Ability, merupakan penganalisaan kemampuan suatu
proyek mengahadapi dan menanggung resiko beserta bunganya.
4. Kualitas Kredit
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/ 18/ PBI/ 2006
tentang Kualitas Aktiva Produktif Bank Perkreditan Rakyat, maka kualitas
kredit untuk BPR digolongkan ke beberapa keadaan yaitu:
a. Lancar (L), berarti tidak terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga.
35
b. Kurang Lancar (KL), berarti ada keterlambatan dalam pembayaran
angsuran pokok dan bunga, tetapi debitur masih membayar dan dapat
ditoleransi.
c. Diragukan (D), berarti selalu terlambat cukup lama dalam pembayaran
angsuran pokok dan bunga, tetapi debitur masih membayar dan sulit
ditoleransi.
d. Macet (M), berarti menunggak dan tidak lagi membayar angsuran dan
bunga.
Aktiva Produktif dalam bentuk kredit diklasifikasikan menjadi 3
(tiga) jenis sebagai berikut (Peraturan Bank Indonesia, 2006):
a. Kredit dengan angsuran, diluar Kredit Pemilikan Rumah, dengan masa
angsuran: Kurang dari 1 (satu) bulan,1 (satu) bulan atau lebih.
b. Kredit dengan angsuran, untuk Kredit Pemilikan Rumah.
c. Kredit tanpa angsuran.
Penilaian terhadap kualitas kredit dilakukan berdasarkan ketepatan
membayar dan atau kemampuan membayar kewajiban oleh debitur dengan
kriteria sebagai berikut:
a. Kualitas kredit dengan masa angsuran kurang dari 1 (satu) bulan
ditetapkan sebagai berikut:
1.) Lancar dengan kriteria sebagai berikut:
a) Tidak terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga.
b) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga tidak lebih
dari 1 (satu) bulan dan kredit belum jatuh tempo.
36
2.) Kurang Lancar dengan kriteria sebagai berikut:
a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari 1
(satu) bulan tetapi tidak lebih dari 3 (tiga) bulan.
b) Kredit telah jatuh tempo tidak lebih dari 1 (satu) bulan.
3.) Diragukan dengan kriteria sebagai berikut:
a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari 3
(tiga) bulan tetapi tidak lebih dari 6 (enam) bulan.
b) Kredit telah jatuh tempo lebih dari 1 (satu) bulan tetapi tidak
lebih dari 2 (dua) bulan.
4.) Macet dengan kriteria sebagai berikut:
a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari 6
(enam) bulan.
b) Kredit telah jatuh tempo lebih dari 2 (dua) bulan.
c) Kredit telah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang Negara
(BUPN)
d) Kredit telah diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan
asuransi kredit.
b. Kualitas kredit dengan masa angsuran 1 (satu) bulan atau lebih
ditetapkan sebagai berikut:
1.) Lancar dengan kriteria sebagai berikut:
a) Tidak terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga.
b) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga tidak lebih
dari 3 (tiga) kali angsuran dan kredit belum jatuh tempo.
37
2.) Kurang Lancar dengan kriteria sebagai berikut:
a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari 3
(tiga) kali angsuran tetapi tidak lebih dari 6 (enam) kali
angsuran.
b) Kredit telah jatuh tempo tidak lebih dari 1 (satu) bulan.
3.) Diragukan dengan kriteria sebagai berikut:
a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari 6
(enam) kali angsuran tetapi tidak lebih dari 12 (dua belas) kali
angsuran.
b) Kredit telah jatuh tempo lebih dari 1 (satu) bulan tetapi tidak
lebih dari 2 (dua) bulan.
4.) Macet dengan kriteria sebagai berikut:
a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari
12 (dua belas) kali angsuran.
b) Kredit telah jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) kali angsuran.
c) Kredit telah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang Negara
(BUPN)
d) Kredit telah diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan
asuransi kredit.
c. Kualitas kredit dengan angsuran, untuk Kredit Kepemilikan Rumah
ditetapkan sebagai berikut:
1.) Lancar dengan kriteria sebagai berikut:
a) Tidak terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga.
38
b) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga tidak lebih
dari 6 (enam) kali angsuran dan kredit belum jatuh tempo.
2.) Kurang Lancar dengan kriteria sebagai berikut:
a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari 6
(enam) kali angsuran tetapi tidak lebih dari 9 (sembilan) kali
angsuran.
b) Kredit telah jatuh tempo tidak lebih dari 1 (satu) bulan.
3.) Diragukan dengan kriteria sebagai berikut:
a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari 9
(sembilan) kali angsuran tetapi tidak lebih dari 30 (tiga puluh)
kali angsuran.
b) Kredit telah jatuh tempo lebih dari 1 (satu) bulan tetapi tidak
lebih dari 2 (dua) bulan.
4.) Macet dengan kriteria sebagai berikut:
a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari
30 (tiga puluh) kali angsuran.
b) Kredit telah jatuh tempo lebih dari 2 (dua) bulan.
c) Kredit telah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang Negara
(BUPN)
d) Kredit telah diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan
asuransi kredit.
d. Kualitas kredit tanpa angsuran ditetapkan sebagai berikut :
1.) Lancar dengan kriteria sebagai berikut:
39
a) Tidak terdapat tunggakan angsuran bunga.
b) Terdapat tunggakan angsuran bunga tidak lebih dari 3 (tiga)
kali angsuran dan kredit belum jatuh tempo.
2.) Kurang Lancar dengan kriteria sebagai berikut:
a) Terdapat tunggakan angsuran bunga lebih dari 3 (tiga) kali
angsuran tetapi tidak lebih dari 6 (enam) kali angsuran.
b) Kredit telah jatuh tempo tidak lebih dari 1 (satu) bulan.
3.) Diragukan dengan kriteria sebagai berikut:
a) Terdapat tunggakan angsuran bunga lebih dari 6 (enam) kali
angsuran tetapi tidak lebih dari 12 (dua belas) kali angsuran.
b) Kredit telah jatuh tempo lebih dari 1 (satu) bulan tetapi tidak
lebih dari 2 (dua) bulan.
4.) Macet dengan kriteria sebagai berikut:
a) Terdapat tunggakan angsuran bunga lebih dari 12 (dua belas)
kali angsuran.
b) Kredit telah jatuh tempo lebih dari 2 (dua) bulan.
c) Kredit telah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang Negara
(BUPN)
d) Kredit telah diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan
asuransi kredit.
5. Kinerja Perkreditan
Kinerja kredit adalah penilaian yang digunakan untuk mengukur
apakah tujuan perkreditan dapat tecapai atau tidak. Apakah terdapat
40
peningkatan terhadap kinerja keuangan bank atau tidak (Muljono, 1995:
23). Kinerja keuangan yang kurang baik dapat menjadikan perusahaan
bangkrut atau bahkan dapat terancam akan likuidasi.
Dalam mengukur kinerja perkreditan apakah tujuannya dapat
dicapai atau tidak, dapat digunakan analisis dengan rasio yang meliputi
rasio Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan’s (NPL),
Kualitas Aktiva Produktif (KAP), dan Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif (PPAP). Rasio-rasio tersebut harus diukur menurut standar atau
tolok ukur yang sesuai. Tolok ukur yang paling sederhana adalah
membandingkan rasio-rasio suatu bank terhadap rasio-rasio untuk periode
terdahulu (Sunarti, 2007: 24; Martono, 2004: 92). Ukuran yang dipakai
untuk mengukur kinerja perkreditan adalah:
a. Loan to Deposit Ratio (LDR)
LDR merupakan rasio yang mengukur tingkat kesehatan bank
ditinjau dari aspek likuiditas. Jika dibandingkan dengan beberapa rasio
aspek likuiditas yang lain, pada dasarnya rasio likuiditas
membandingkan antara aktiva dengan pasiva, namun berbeda dalam
interpretasi. Jika LDR semakin besar persentasenya, maka semakin
rawan (buruk) likuiditasnya, dan jika rasio likuiditas yang lain semakin
besar persentasenya, maka likuiditasnya semakin baik. LDR merupakan
satu-satunya rasio dengan faktor pembentuk utama adalah kredit yang
diberikan, walaupun termasuk aset, tetapi tidak bisa dijadikan sebagai
41
aset lancar, karena kredit berasal dari piutang bank dan memiliki jangka
waktu pengembalian tertentu.
LDR mengukur kemampuan bank dalam mengelola dana
dengan membandingkan besarnya pinjaman yang diberikan oleh bank
dengan besarnya simpanan (Budisantoso dan Sigit, 2006: 54). Besarnya
LDR dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kredit sebagaimana yang dimaksud dalam perhitungan ini
meliputi:
1) Kredit yang diberikan kepada masyarakat dikurangi dengan bagian
sindikasi yang dibiayai oleh bank lain.
2) Penanaman kepada bank lain, dalam bentuk kredit yang diberikan
dengan jangka waktu lebih dari tiga bulan.
3) Penanaman kepada bank lain, dalam bentuk kredit dalam rangka
kredit sindikasi.
Dana yang dimaksud dalam perhitungan tersebut meliputi:
1) Deposito dan tabungan masyarakat.
2) Pinjaman bukan dari bank lain dengan jangka waktu lebih dari 3
bulan.
3) Modal Inti.
4) Modal Pinjaman.
Rasio tersebut untuk mengetahui kemampuan bank dalam
membayar kembali kewajiban kepada para nasabahnya dengan menarik
42
kembali kredit-kredit yang telah diberikan kepada debiturnya.
Formulasi ini menjadi nilai kredit (NK), yaitu rasio 115% atau lebih
mendapat nilai 0, dan untuk setiap penurunan 1% mulai dari 115%
maka nilai kredit ditambah dengan 4, maksimum 100 (perhitungan NK
Murni=(115-Rasio LDR)×4); perhitungan NK Limit: Maksimal 100
dari NK Murni (SK DIR BI No 30/ 12/ KEP/ DIR).
Tabel II.1 Hasil Penilaian LDR menurut Ketentuan Bank Indonesia
Kategori Hasil Penilaian
Sehat Cukup Sehat Kurang Sehat Tidak Sehat
≤ 94,75% > 94,75% - ≤ 98,50% > 98,50% - ≤ 102,25%
> 102,25% Sumber: SK DIR BI No 30/ 12/ KEP/ DIR
b. Non Performing Loan’s (NPL)
NPL merupakan rasio yang mengukur tingkat kesehatan bank
ditinjau dari aspek kualitas aset. Dengan mengunakan rasio NPL maka
dapat diketahui risiko kredit yang terjadi. Nilai NPL mencerminkan
risiko kredit, semakin kecil NPL maka semakin kecil pula risiko kredit
yang ditanggung oleh bank. Semakin tinggi NPL, maka semakin
menurun kinerja atau profitabilitas bank tersebut, karena dengan
tingginya NPL maka kredit bermasalah yang dialami oleh bank juga
semakin tinggi dibandingkan dengan aktiva produktifnya. Sehingga
akan berakibat pada perolehan pendapatan dari kredit yang diberikan,
yang berpengaruh langsung pada menurunnya laba dan profitabilitas
bank tersebut (Budi Santoso dan Sigit, 2006: 55).
43
Rasio NPL digunakan untuk mengukur sejauh mana kredit yang
bermasalah (dalam kolektibilitas Kurang Lancar (KL), Diragukan (D),
dan Macet (M)) yang ada dapat dipenuhi dengan aktiva produktif yang
dimiliki oleh suatu bank.
Rumus yang digunakan untuk mengukur NPL adalah sebagai
berikut:
NPL = × 100%
Tabel II.2 Hasil Penilaian NPL menurut Ketentuan Bank Indonesia
Kategori Hasil Penilaian
Sehat Cukup Sehat Kurang Sehat Tidak Sehat
≤ 5% > 5% - ≤ 10%
> 10% s/d ≤ 20% > 20%
Sumber: SK DIR BI No 30/ 12/ KEP/ DIR
c. Kualitas Aktiva Produktif (KAP)
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/ 19/ PBI/ 2006
tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Aktiva
Produktif Bank Perkreditan Rakyat, disebutkan bahwa:
Kinerja dan kelangsungan usaha Bank Perkreditan Rakyat dipengaruhi oleh kualitas penyediaan dana pada aktiva produktif, termasuk kesiapan untuk menghadapi resiko kerugian dari penyediaan dana tersebut. Dalam rangka mengembangkan usaha dan mengelola risiko, pengurus Bank Perkreditan Rakyat wajib menjaga kualitas aktiva produktif dan membentuk penyisihan penghapusan aktiva produktif.
Menurut Peraturan Bank Indonesia (2006), aktiva produktif
adalah penyedia dana BPR dalam Rupiah untuk memperoleh
pengasilan, dalam bentuk kredit, Sertifikat Bank Indonesia dan
44
Penempatan Dana Antar Bank. Untuk dapat menjaga kualitas aktiva
produktif, maka digunakan rasio KAP untuk dapat mengetahui kualitas
aset sehubungan dengan risiko kredit dan investasi dana antar bank
pada portofolio yang berbeda. Salah satu komponen penghitungan rasio
KAP adalah aktiva produktif yang diklasifikasikan, yaitu aktiva
produktif baik yang sudah maupun yang mengandung potensi tidak
memberikan penghasilan atau menimbulkan kerugian bagi bank
(Peraturan Bank Indonesia, 2006). Adapun cara pengklasifikasian ini
mengikuti cara penilaian kolektibilitas yang diatur dalam SE BI No.23/
12/ BPPP tanggal 28 Desember 1991:
1) 0% dari aktiva produktif yang tergolong lancar.
2) 50% dari aktiva produktif yang tergolong kurang lancar.
3) 75% dari aktiva produktif yang tergolong diragukan.
4) 100% dari aktiva produktif yang tergolong macet.
Rasio KAP dapat dihitung dengan rumus (Sunarti, 2007:29):
KAP =
Perhitungan NK Murni:
Tabel II.3 Hasil Penilaian KAP menurut Ketentuan Bank Indonesia
Kategori Hasil Penilaian
Sehat Cukup Sehat Kurang Sehat Tidak Sehat
≤ 10,35% > 10,35% - ≤ 12,60% > 12, 60% - ≤ 14, 85%
> 14, 85% Sumber: SK DIR BI No 30/ 12/ KEP/ DIR; PBI No 8/ 19/ PBI/ 2006
45
d. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
PPAP merupakan penyisihan yang wajib dibentuk oleh BPR
sebesar persentase tertentu dari baki debet berdasarkan penggolongan
kualitas aktiva produktif, untuk menutup resiko kerugian, yang
tergolong dalam penilaian kualitas aset (Latumaerisa, 2011: 308).
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/ 19/ PBI/
2006 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan PPAP adalah
sebagai berikut:
1) 0,5 × Aktiva Produktif Lancar
2) 10% × (Aktiva Produktif Kurang Lancar – Nilai Agunan)
3) 50% × (Aktiva Produktif Diragukan – Nilai Agunan)
4) 100% × (Aktiva Produktif Macet – Nilai Agunan)
Nilai agunan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam
pembentukan PPAP diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor:
8/ 19/ PBI/ 2006, pasal 12 ayat 3, ditetapkan sebagai berikut:
1) 100% dari agunan yang bersifat likuid, berupa Sertifikat Bank
Indonesia, tabungan, dan deposito yang diblokir pada bank yang
bersangkutan disertai dengan surat kuasa pencairan emas dan logam
mulia;
2) 80% dari nilai hak tanggungan untuk agunan berupa tanah,
bangunan, dan rumah bersertifikat hak milik (SHM), atau hak guna
bangunan (SHGB) yang diikat dengan hak tanggungan;
46
3) 60% dari nilai jual objek pajak untuk agunan berupa tanah,
bangunan, dan rumah bersertifikat hak milik (SHM) atau hak guna
bangunan (SHGB), hak pakai tanpa tanggungan;
4) 50% dari nilai jual objek pajak untuk agunan berupa tanah dengan
bukti kepemilikan berupa Surat Girik (Letter C) yang dilampiri surat
pemberitahuan pajak terutang (SPPT) terakhir;
5) 50% dari nilai pasar untuk agunan berupa kendaraan bermotor yang
disertai bukti kepemilikan dan diikat sesuai ketentuan yang berlaku.
PPAP dapat dihitung dengan rumus:
PPAP =
Perhitungan: Rasio PPAP × 1 (maksimal 100)
Tabel II.4 Hasil Penilaian PPAP menurut Ketentuan Bank Indonesia
Kategori Hasil Penilaian
Sehat Cukup Sehat Kurang Sehat Tidak Sehat
≥ 81,00% ≥ 66,00% - < 81,00% ≥ 51,00% - < 66,00%
< 51,00% Sumber: SK DIR BI No 30/ 12/ KEP/ DIR; PBI No 8/ 19/ PBI/ 2006
B. Pembahasan
Cara mengukur tingkat kesehatan bank berdasar kinerja kredit
didasarkan pada Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (Surat Keputusan
Dirjen BI) No. 30/ 12/ KEP/ DIR, Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI)
No. 30/ 3/ UPPB, dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/ 19/ PBI/ 2006
yang mengatur tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan
Penyisihan Aktiva Produktif Bank Perkreditan Rakyat.
47
Dalam penelitian ini, penilaian tingkat kesehatan PD BPR Bank
Salatiga berdasarkan kinerja kredit menggunakan beberapa rasio (LDR, NPL,
KAP, dan PPAP) yang didasarkan pada neraca dan rekapitulasi nominatif
kredit dari PD BPR Bank Salatiga tahun 2007 sampai dengan tahun 2011.
1. Loan to Deposit Ratio (LDR)
LDR merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
perbandingan antara jumlah kredit yang diberikan dengan dana yang
diterima oleh bank. Dengan analisis rasio ini PD BPR Bank Salatiga akan
mengetahui seberapa besar efisiensi penggunaan dana yang diterima oleh
bank untuk membiayai permohonan kredit oleh debitur.
Rasio LDR yang digunakan penulis dalam mengukur tingkat
kesehatan bank ditinjau dari aspek likuiditas akan menjelaskan tentang
kesehatan rasio LDR tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 serta trend
pertumbuhan tingkat kesehatan LDR. Hal tersebut dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui sejauh mana ketergantungan PD BPR Bank
Salatiga terhadap penarikan kembali kredit yang telah diberikan untuk
membayar kembali kewajiban kepada para deposannya. Berdasarkan data
yang diperoleh, LDR PD BPR Bank Salatiga selama tahun 2007 sampai
dengan tahun 2011 ditunjukan dengan tabel di bawah ini.
48
Tabel II.5 Perhitungan Loan to Deposit Rate (LDR) PD BPR Bank Salatiga
Tahun 2007-2011
Tahun Kredit yang Diberikan Dana yang Diterima LDR Predikat
(a) (b) (c) (d) (e) 2007
Rp38.288.155.000,00 Rp75.317.356.000,00 50,
84% Sehat
2008 Rp41.830.046.068,00 Rp77.671.135.192,00
53, 86% Sehat
2009 Rp58.950.539.000,00 Rp4.032.769.500,00
62, 69% Sehat
2010 Rp79.294.647.000,00
Rp106.805.429.000,00
74, 24% Sehat
2011 Rp86.713.286.000,00 Rp98.896.502.000,00
87, 68% Sehat
Sumber: Data sekunder yang telah diolah Keterangan:
LDR: (Kredit yang Diberikan÷ Dana yang Diterima)×100
Tabel II.6 Rekapitulasi Perhitungan Tingkat Kesehatan LDR PD BPR Bank
Salatiga Tahun 2007-2011
Tahun LDR Tingkat Kesehatan LDR
NK Murni
NK Limit
Predikat
2007 50,84% 0,00% 256,64 100 Sehat 2008 53,86% 5,94% 244,56 100 Sehat 2009 62,69% 16,39% 209,24 100 Sehat 2010 74,42% 18,71% 162,32 100 Sehat 2011 87,68% 17,82% 109,28 100 Sehat Rata 65,90% 11,77% 196,41 100 Sehat
Sumber: Data sekunder yang telah diolah Keterangan:
a. Perhitungan Pertumbuhan Tingkat Kesehatan LDR: Tahun 2008: ((53,86-50,84): 50,84) × 100 = 5, 94 Tahun 2009: ((62,69-53,86): 53,86) × 100 = 16,39 Tahun 2010: ((74,42-62,69): 62,69 )× 100 = 18,71 Tahun 2011: ((87,68-74,42): 74,42) × 100 = 17,82
b. Perhitungan NK Murni: ( c. NK Limit: Maksimal 100 dari NK Murni
49
Sumber: Data sekunder yang telah diolah Gambar 2.1 Grafik Perkembangan LDR PD BPR Bank Salatiga Tahun 2007-2011
Bersumber dari perhitungan yang ditunjukkan dalam Tabel II.5 PD
BPR Bank Salatiga dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 terus
mengalami kenaikan. Hasil perolehan LDR pada tahun 2007 sebesar
50,84%, tahun 2008 sebesar 53,86%, tahun 2009 sebesar 62,69%, tahun
2010 sebesar 74,42% dan tahun 2011 juga mengalami kenaikan menjadi
sebesar 87,68%. Kenaikan LDR yang terjadi dari tahun ke tahun tersebut
dikarenakan jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi
semakin besar.
Dari Tabel II.6 terlihat bahwa kondisi kesehatan rasio LDR selama
5 tahun dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 menunjukkan kondisi
sehat, dengan perolehan nilai kredit murni masing-masing pada tahun 2007
sebesar 256,64 angka kredit, tahun 2008 sebesar 244,56 angka kredit,
tahun 2009 sebesar 209,24 angka kredit, tahun 2010 sebesar 162,32 angka
kredit, dan tahun 2011 menurun namun masih di atas batas maksimal
menjadi sebesar 109,28 angka kredit.
50
Kondisi LDR secara umum baik yang ditunjukkan dengan rata-rata
nilai kredit limit sebesar 100 angka kredit. Hal ini berarti PD BPR Bank
Salatiga memiliki kemampuan untuk membayar kembali kewajiban
kepada para deposannya.
Selama 5 tahun terakhir dari tahun 2007 sampai tahun 2011
pertumbuhan tingkat kesehatan LDR cenderung mengalami kenaikan
dengan rata-rata peningkatan sebesar 11,77%. Kenaikan yang terjadi
tersebut disebabkan jumlah dana yang diterima meningkat lebih pesat
dibandingkan dengan kredit yang diberikan.
2. Non Performing Loan (NPL)
Dengan analisis NPL ini PD BPR Bank Salatiga dapat mengukur
dan mengetahui sejauh mana kredit bermasalah yang ada dan keberhasilan
PD BPR Bank Salatiga dalam menekan terjadinya kredit bermasalah.
Kredit yang bermasalah dikategorikan dalam kolektibilitas Kurang Lancar
(KL), Diragukan (D), dan Macet (M). Salah satu risiko yang muncul akibat
semakin kompleksnya kegiatan perbankan adalah munculnya NPL yang
semakin besar. Atau dengan kata lain, semakin besar skala operasi suatu
bank, maka aspek pengawasan semakain menurun, sehingga NPL semakin
besar atau risiko kredit semakin besar.
NPL mencerminkan risiko kredit, namun NPL juga menunjukkan
kemampuan bank dalam menghasilkan keuntungan melalui penyaluran
kredit.
25
Tabel II. 7 Tabel Perhitungan Non Performing Loan (NPL) PD. BPR Bank Salatiga Tahun 2007-2011
Tahun Kredit yg diberikan (Rp)
Kolektibilitas (dalam Rupiah) NPL PREDIKAT
Lancar Kurang Lancar Diragukan Macet
2007 38.288.155.000
35.038.155.000
1.295.000.000
1.027.500.000
927.500.000 8,49% Cukup Sehat
2008 41.830.046.068
39.280.046.068
1.250.000.000
628.000.000
672.000.000 6,10% Cukup Sehat
2009 58.950.539.000
55.552.145.125
493.239.940
282.370.450
2.622.783.485 5,76% Cukup Sehat
2010 79.294.647.000
76.077.554.000
1.477.190.000
510.973.000
1.228.930.000 4,06% Sehat
2011 86.713.286.000
83.266.946.000
905.818.000
891.776.000
1.648.746.000 3,97% Sehat
Rata-rata
61.015.334.614
57.842.969.239
1.084.249.588
668.123.890
1.419.991.897 5,68% Cukup Sehat
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah
Keterangan:
Perhitungan NPL = (
51
52
Tabel II.8 Rekapitulasi Perhitungan Tingkat Pertumbuhan Non Performing
Loan (NPL) PD BPR Bank Salatiga Tahun 2007-2011
Tahun NPL (%) Naik/ Turun NPL (%) 2007 8,49% 0,00% 2008 6,10% -28,15% 2009 5,76% -5,57% 2010 4,06% -29,51% 2011 3,97% -2,22%
Rata-rata 5,68% -13,09% Sumber: Data sekunder yang telah diolah
Keterangan : Perhitungan Pertumbuhan Tingkat Kesehatan NPL:
Tahun 2008: ((6,10 - 8,49) ÷ 8,49)× 100 = - 28,15 Tahun 2009: ((5,76 - 6,10) ÷ 6,10) × 100 = -5,57 Tahun 2010: ((4,06 - 5,76) ÷ 5,76) × 100 = -29,51 Tahun 2011: ((3,97 -4,06)÷ 4,06) × 100 = -2,22
Sumber: Data sekunder yang telah diolah Gambar 2.2 Grafik Perkembangan NPL PD BPR Bank Salatiga Tahun 2007-2011
Bersumber dari perhitungan yang ditunjukkan dalam Tabel II.7 di
atas dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun NPL PD BPR Bank Salatiga
mengalami penurunan, dari tahun 2007 sebesar 8,49%, tahun 2008 sebesar
52
53
6,10%, tahun 2009 sebesar 5,76%, tahun 2010 sebesar 4,06% dan tahun
2011 menjadi sebesar 3,97%. Meskipun mengalami penurunan, kondisi
kesehatan NPL selama 5 tahun terakhir menunjukkan kondisi cukup sehat
dengan NPL rata-rata sebesar 5,68%.
Dari Tabel II.8 dan Grafik 2.1 di atas dapat dilihat bahwa selama 5
tahun terakhir pertumbuhan tingkat NPL PD BPR Bank Salatiga
cenderung mengalami penurunan dengan rata-rata sebesar 13,09%.
Dengan adanya penurunan ini menunjukkan bahwa PD BPR Bank Salatiga
mampu menekan terjadinya kredit bermasalah.
3. Kualitas Aktiva Produktif (KAP)
Rasio ini digunakan oleh PD BPR Bank Salatiga untuk
menganalisis kinerja dan kelangsungan usaha, yang dipengaruhi oleh
kualitas penyediaan dana pada aktiva produktif. Hal ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui kemampuan dan persentase kerugian yang terjadi
pada PD BPR Bank Salatiga dari jumlah aktiva produktif yang telah
ditanamkan baik dalam bentuk kredit maupun bentuk penanaman dana
lainnya dalam usaha untuk meningkatkan keuntungan.
Penulis menggunakan rasio KAP karena kualitas aktiva produktif
menunjukkan produktivitas pengelolaan bank, karena menjadi sumber
penghasilan utama bagi BPR, namun juga memiliki risiko yang paling
tinggi diatara faktor-faktor lainnya. Penilaian KAP ini didasarkan pada
penggolongan kolektibilitas (Lancar, Kurang Lancar, Diragukan, atau
Macet).
54
Tabel II.9 Perhitungan Rasio KAP PD BPR Bank Salatiga Tahun 2007-2011
Tahun Jml AP yg
Diklasifikasikan Jumlah AP Rasio KAP
NK Murni Predikat
2007 Rp2.345.625.000,00 Rp38.288.155.000,00 6,13% 109,13 SEHAT 2008 Rp1.768.000.000,00 Rp41.830.046.068,00 4,23% 121,80 SEHAT 2009 Rp2.021.078.034,00 Rp58.950.539.000,00 3,43% 127,13 SEHAT 2010 Rp2.350.754.750,00 Rp83.392.148.000,00 2,82% 131,20 SEHAT 2011 Rp2.770.487.000,00 Rp90.092.585.000,00 3,08% 129,47 SEHAT Rata Rp2.251.188.957,00 Rp62.510.694.614 3,94% 123,75 SEHAT
Sumber: Data sekunder yang telah diolah Keterangan:
a. AP: Aktiva Produktif b. Rasio KAP: Jumlah Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan ÷ Jumlah
Aktiva Produktif)×100 c. NK Murni: (22,5– Rasio KAP) ÷ 0,15
Tabel II.9 di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2007 PD BPR
Bank Salatiga mempunyai kualitas aktiva produktif sebesar 6,13%, pada
tahun 2008 hingga tahun 2010 mengalami penurunan kualitas aktiva
produktif masing-masing menjadi sebesar 4,23% pada tahun 2008, 3,43%
pada tahun 2009, dan 2,82% pada tahun 2010, sedangkan pada tahun 2011
mengalami kenaikan dengan perolehan rasio KAP sebesar 3,08%. Hasil
perhitungan rasio KAP yang mangalami penurunan pada tahun 2008
sampai dengan tahun 2010 tersebut disebabkan oleh kenaikan aktiva
produktif dan kenaikan aktiva produktif yang diklasifikasikan. Pada tahun
2011 perolehan KAP naik dari tahun sebelumnya yang disebabkan oleh
kenaikan yang terjadi pada aktiva produktif dan aktiva produktif yang
diklasifikasikan namun tidak signifikan.
Selama 5 tahun terakhir (2007-2011) menunjukkan hasil yang
memuaskan yakni rasio kualitas produktif dengan angka rata-rata sebesar
55
3,94% dengan capaian nilai rata-rata kredit murni sebesar 123,75 angka
kredit.
Tabel II.10 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio KAP PD BPR Bank Salatiga
Tahun 2007-2011
Tahun Rasio KAP NK Murni KAP NK Limit Predikat
2007 6,13% 109,13 0,00 100 SEHAT 2008 4,23% 121,80 -31,00 100 SEHAT 2009 3,43% 127,13 -18,91 100 SEHAT 2010 2,82% 131,20 -17,78 100 SEHAT 2011 3,08% 129,47 9,22 100 SEHAT Rata 3,94% 123,75 -11,69 100 SEHAT
Sumber: Data sekunder yang telah diolah Keterangan: a. Perhitungan Tingkat Kesehatan KAP:
Tahun 2008 = ((4,23-6,13) ÷ 6,13) × 100 = -31,00 Tahun 2009 = ((3,43-4,23) ÷ 4,23) × 100 = -18,91 Tahun 2010 = ((2,82-3,43) ÷ 3,43) × 100 = -17,78 Tahun 2011 = ((3,08-2,82) ÷ 2,82) × 100 = 9,22
b. NK Limit: Maksimal 100
Sumber: Data sekunder yang telah diolah
56
Gambar 2.3 Grafik Perkembangan Rasio KAP PD BPR Bank Salatiga Tahun 2007-2011
Dari Tabel II.10 dan Grafik di atas menunjukkan kondisi kesehatan
bank berdasarkan perhitungan rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP) PD
BPR Bank Salatiga dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 dalam
kondisi sehat. Dilihat dari pertumbuhan tingkat kesehatan rasio KAP dari
tahun 2007 sampai dengan tahun 2011, tingkat kesehatan berdasarkan
rasio KAP dari tahun ke tahun mengalami penurunan rata-rata sebesar
11,69 %.
4. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Rasio ini digunakan oleh PD BPR Bank Salatiga untuk mengukur
pemenuhan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang telah
dibentuk oleh bank terhadap Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
yang wajib dibentuk oleh bank (PPAWD). PPAP yang diperhitungkan
telah disesuaikan dengan Peraturan Bank Indonesia No. 8/ 19/ PBI/ 2006
tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan PPAP
Tabel II.11 Perhitungan Rasio PPAP PD BPR Bank Salatiga Tahun 2007-2011
Thn PPAP yang Telah
Dibentuk PPAP WD Rasio PPAP
NK Murni Predikat
2007 Rp986.426.000,00 Rp1.075.207.575,00 91,74% 91,74 SEHAT
2008 Rp543.711.427,00 Rp764.911.330,00 71,08% 71,08 CUKUP SEHAT
2009 Rp503.353.000,00 Rp931.742.822,00 54,02% 54,02 KURANG
SEHAT
2010
Rp1.027.606.000,00 Rp1.412.957.675,00 72,73% 72,73 CUKUP SEHAT
2011
Rp1.510.957.000,00 Rp1.795.816.925,00 84,14% 84,14 SEHAT
Rata Rp914.410.685,00 Rp1.196.127.265,00 74,74% 74,74 CUKUP SEHAT
Sumber: Data sekunder yang telah diolah
57
Keterangan: a. Rasio PPAP: (Jumlah PPAP yang telah dibentuk ÷ Jumlah PPAPWD) ×
100 b. NK Murni: rasio PPAP × 1
Tabel II.12 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Tingkat Kesehatan Rasio PPAP PD
BPR Bank Salatiga Tahun 2007-2011
Thn Rasio PPAP (%)
NK Murni
Pert. Tkt Kesehatan PPAP
NK Limit Predikat
2007 91,74 91,74 0,00 0,00 SEHAT
2008 71,08 71,08 -22,52 71,08 CUKUP SEHAT
2009 54,02 54,02 -24,00 54,02 KURANG SEHAT
2010 72,73 72,73 34,64 72,73 CUKUP SEHAT
2011 84,14 84,14 15,69 84,14 SEHAT
Rata 74,74 74,74 0,76 56,39 CUKUP SEHAT
Sumber: Data sekunder yang telah diolah
Keterangan: a. Perhitungan Pertumbuhan Tingkat Kesehatan PPAP:
Tahun 2008: ((71,08-91,74)÷91,74)×100=-22,52 Tahun 2009: ((54,02-71,08)÷71,08)×100= -24,00 Tahun 2010: ((72,73-54,02)÷54,02)×100= 34,64 Tahun 2011: ((84,14-72,73)÷72,73)×100= 15,69
b. NK Murni: Rasio PPAP × 1
Sumber: Data sekunder yang telah diolah Gambar 2.4 Grafik Perkembangan Rasio PPAP PD BPR Bank Salatiga Tahun 2007-2011
58
Berdasarkan Lampiran V, Tabel II.11, Tabel II.12, dan
Grafik pada Gambar 2.3 di atas dapat dilihat bahwa pada tahun
2007 PD BPR Bank Salatiga mempunyai PPAP sebesar 91,74%,
pada tahun-tahun berikutnya mengalami penurunan PPAP sebesar
71,08% pada tahun 2008 dan 54,02% pada tahun 2009. Penurunan
yang terjadi tersebut disebabkan oleh turunnya PPAP yang telah
dibentuk dan naiknya PPAPWD. Pada tahun 2010 mengalami
kenaikan dengan hasil perhitungan PPAP sebesar 72,73% dan
tahun 2011 juga mengalami kenaikan dengan hasil perhitungan
PPAP sebesar 84,14%. Kenaikan yang terjadi tersebut disebabkan
oleh naiknya PPAP yang telah dibentuk dan naiknya PPAPWD.
Selama tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 kondisi
kesehatan PD BPR Bank Salatiga berdasarkan rasio PPAP dalam
kondisi cukup sehat. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata nilai
kredit murni selama 5 tahun terakhir (2007-2011) sebesar 74,74%
dengan pertumbuhan tingkat kesehatan rasio PPAP yang
mengalami kenaikan sebesar 0,76 %.
59
BAB III
TEMUAN
Berikut ini hasil rangkuman dari perhitungan analisis tingkat kesehatan
bank berdasarkan kinerja kredit dengan rasio Loan to Deposit Rate (LDR), Non
Performing Loan (NPL), Kualitas Aktiva Produktif (KAP), dan Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) pada PD BPR Bank Salatiga untuk periode
2007-2011.
Tabel III.1 Rangkuman Hasil Perhitungan Rasio LDR, NPL, KAP, dan PPAP PD BPR
Bank Salatiga Periode 2007-2011
Keterangan Tahun Rata-
rata Predika
t 2007 2008 2009 2010 2011
Rasio LDR 50,84% 53,86
% 62,69% 74,42% 87,68% 65,90
% SEHAT
Rasio NPL 8,49% 6,10% 5,76% 4,06% 3,97% 5,68% CUKU
P SEHAT
Rasio KAP 6,13% 4,23% 3,43% 2,82% 3,08% 3,94% SEHAT
Rasio PPAP
91,74% 71,08%
54,02% 72,73% 84,14% 74,74%
CUKUP
SEHAT Sumber: Data sekunder yang telah diolah
A. Ditinjau dari Rasio Loan to Deposit Rate (LDR)
Loan to Deposit Rate (LDR) selama periode tahun 2007 sampai
dengan tahun 2011 mengalami kenaikan dari tahun ke tahun dengan rata-rata
perolehan LDR sebesar 65,90%, dan rata-rata peningkatan sebesar 11,77%
setiap tahunnya. Kenaikan yang terjadi selama 5 tahun berturut-turut tersebut
disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit
60
menjadi semakin besar. Padahal, pembiayaan bukanlah aktiva yang paling
likuid, bila sewaktu-waktu nasabah hendak mencairkan dana depositonya
maka bisa jadi penyimpan dana tidak bisa segera mencairkan rekening
simpanannya, karena dananya tertanam dalam pembiayaan yang belum jatuh
tempo. Oleh karena itu, meskipun rata-rata rasio LDR selama periode 2007
sampai dengan tahun 2011 dalam predikat sehat, bank harus lebih berhati-hati
dalam menyalurkan dana kepada masyarakat.
B. Ditinjau dari Rasio Non Performing Loan (NPL)
Non Performing Loan (NPL) selama periode tahun 2007 sampai
dengan tahun 2011 mengalami penurunan rata-rata sebesar 13,09% dengan
perolehan rata-rata NPL sebesar 5,68%. Penurunan rasio NPL yang terjadi
tersebut dikarenakan fluktuasi nilai kredit dalam kolektibilitas kurang lancar,
diragukan, dan macet yang cenderung mengalami penurunan. Penurunan NPL
yang terjadi dapat diartikan bahwa kinerja dan profitabilitas bank yang
semakin meningkat karena terjadinya kredit bermasalah dapat ditekan.
C. Ditinjau dari Rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP)
Kualitas Aktiva Produktif (KAP) selama periode tahun 2007 sampai
dengan tahun 2011 mengalami penurunan rata-rata sebesar 11,69% dengan
perolehan rata-rata KAP sebesar 3,94%, hal tersebut dapat diartikan bahwa
setiap Rp100,00 penanaman dana aktiva produktif mengandung potensi
kerugian rata-rata sebesar 3,94%. Penurunan rata-rata rasio KAP yang terjadi
tersebut disebabkan oleh kenaikan aktiva produktif dan kenaikan aktiva
produktif yang diklasifikasikan.
61
D. Ditinjau dari Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) selama periode
tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 mengalami kenaikan rata-rata sebesar
0,76% dengan perolehan rata-rata PPAP sebesar 74,74%. Kenaikan tersebut
disebabkan oleh PPAP yang telah dibentuk mengalami kenaikan dan
PPAPWD yang juga mengalami kenaikan. Hal tersebut berarti setiap
Rp100,00, kewajiban untuk memenuhi PPAPWD guna menutup terjadinya
resiko kerugian atas penanam dalam aktiva produktif yang sudah dibentuk
dengan rata-rata sebesar Rp74,74.
62
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis tingkat kesehatan PD BPR Bank Salatiga
berdasar kinerja kredit pada tahun 2007-2011, dengan menggunakan rasio
Loan to Deposit Rate (LDR), Non Performing Loan (NPL), Kualitas Aktiva
Produktif (KAP) dan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP),
maka tingkat kesehatan PD BPR Bank Salatiga dalam kondisi cukup sehat.
Hal tersebut dikarenakan PD BPR Bank Salatiga mampu untuk menjaga
keseimbangan kinerja kredit jika ditinjau dari rasio LDR, NPL, KAP, dan
PPAP. Selain itu, kinerja kredit yang mengalami peningkatan yang
ditunjukkan dengan jumlah kredit yang disalurkan dengan kolektibilitas
lancar terus meningkat dari tahun ke tahun yang diimbangi dengan
peningkatan jumlah dana yang diterima oleh bank. Kinerja kredit PD BPR
Bank Salatiga pada tahun 2011 merupakan kinerja yang paling baik
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, hal ini terlihat dari hasil
perhitungan keempat rasio tersebut yang menunjukkan predikat sehat.
Berdasarkan pembahasan analisis kinerja kredit PD BPR. Bank
Salatiga dan temuan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Loan to Deposit Rate (LDR)
Tingkat kesehatan LDR pada PD BPR Bank Salatiga periode
tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 sesuai dengan Surat Keputusan
63
Dirjen BI No. 30/ 12/ KEP/ DIR dalam kondisi sehat. Dengan demikian,
secara umum hasil perolehan LDR di PD BPR Bank Salatiga dengan
kategori memuaskan yang ditunjukkan dengan rata-rata nilai kredit limit
LDR sebesar 100 angka kredit. Ini berarti penggunaan dana yang
diterima oleh bank untuk membiayai permohonan kredit yang diajukan
oleh debitur sudah efisien dan bank mampu membayar kembali
kewajiban kepada para deposannya. Hal tersebut ditunjukkan dengan
jumlah dana yang diterima oleh bank lebih besar dibandingkan dengan
jumlah kredit yang diberikan.
2. Non Performing Loan (NPL)
Tingkat kesehatan NPL pada PD BPR Bank Salatiga periode
tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 sesuai dengan Surat Keputusan
Dirjen BI No. 30/ 12/ KEP/ DIR dalam kondisi cukup sehat, dengan NPL
rata-rata sebesar 5,68%. Dari tahun ke tahun hasil perhitungan NPL di
PD BPR Bank Salatiga mengalami penurunan, hal tersebut menunjukkan
bahwa PD BPR Bank Salatiga berhasil menekan terjadinya kredit
bermasalah.
3. Kualitas Aktiva Produktif (KAP)
Tingkat kesehatan KAP pada PD BPR Bank Salatiga periode
tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 sesuai dengan Surat Keputusan
Dirjen BI No. 30/ 12/ KEP/ DIR dan PBI No. 8/ 19/ PBI/ 2006 dalam
kondisi sehat, dengan hasil perhitungan rata-rata KAP sebesar 3,94%.
Hal tersebut menunjukkan bahwa PD BPR Bank Salatiga memiliki
64
kemampuan untuk mengatasi resiko usaha yang terkandung dalam
komponen kredit yang diberikan apabila debitur gagal mengembalikan
sebagian atau seluruh kredit yang telah diterima bank.
4. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Tingkat kesehatan PPAP pada PD BPR Bank Salatiga periode
tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 sesuai dengan Surat Keputusan
Dirjen BI No.30/ 12/ KEP/ DIR dan PBI No. 8/ 19/ PBI/ 2006 dalam
kondisi cukup sehat, dengan hasil perhitungan rata-rata PPAP sebesar
74,74%. Hal ini berarti pembentukan PPAP yang dilakukan oleh PD BPR
Bank Salatiga cukup sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia, sehingga
PPAP yang dibentuk dapat digunakan untuk mengatasi resiko usaha yang
timbul atas kredit yang diberikan.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis, temuan-temuan, dan simpulan di atas,
maka penulis dapat memberikan beberapa saran untuk meningkatkan
perkembangan PD BPR Bank Salatiga sebagai berikut:
1. Meskipun selama periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 LDR
yang diperoleh PD BPR Bank Salatiga dalam kondisi sehat, akan tetapi
bank sebaiknya lebih cermat dalam menyalurkan kredit atau pelepasan
dana yang dihimpun kepada masyarakat, mengingat pengembalian dana
dari kredit masih sangat diandalkan oleh bank untuk mengembalikan
dana yang telah diterima oleh bank.
65
2. Sehubungan dengan kondisi NPL pada PD BPR Bank Salatiga selama
tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 dalam kondisi cukup sehat,
hendaknya PD BPR Bank Salatiga harus lebih cermat dan berhati-hati
dalam menyalurkan kredit yang disesuaikan dengan prosedur dan
peraturan yang berlaku, sehingga dapat menekan timbulnya kredit
bermasalah, serta segera melakukan penanganan dan penagihan secara
intensif ketika terjadi kredit bermasalah.
3. Melihat perkembangan rasio untuk komponen kualitas aktiva produktif
yang terus menurun dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 dan
mengalami kenaikan yang tidak signifikan pada tahun 2011, sebaiknya PD
BPR Bank Salatiga lebih ketat dalam melakukan analisis terhadap calon
nasabah baru dan melakukan upaya penanggulangan kredit non lancar
seperti pembentukan tim pemantau yang kompetitif dalam penanganan
kredit bermasalah serta mengelola dan menjaga kualitas aktiva produktif,
khususnya dalam penyaluran kredit kategori lancar. Dengan upaya
tersebut kredit yang berkategori non lancar dapat dikurangi dan dapat
menurunkan kredit yang diklasifikasikan.
4. Sehubungan dengan kondisi PPAP pada PD BPR Bank Salatiga selama
tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 dalam kondisi cukup sehat,
hendaknya PD BPR Bank Salatiga harus memperhatikan pembentukan
PPAP yang disesuaikan dengan ketentuan Bank Indonesia yaitu Peraturan
Bank Indonesia No.8/ 19/ PBI/ 2006 untuk mengantisipasi resiko usaha
(bermasalah) yang sewaktu-waktu timbul.
Recommended