View
216
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelompok merupakan suatu kesatuan sosial yang terdiri atas atau dua
lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan
teratur sehingga diantara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur,
dan norma-norma tertentu yang khas bagi kesatuan sosial tersebut.
Menjadi sebuah keniscayaan Interaksi sosial yang dinamis sebagai balikan
antara anggota kelompok menjadi bagian penting dalam kegiatan bimbingan
khususnya konseling kelompok. Membentuk struktur kelompok, menggugah
solidaritas, menanamkan keyakinan norma, dan internalisasi norma-norma dalam
kelompok adalah aspek-aspek pencapaian yang dilakukan seorang konselor.
Sehingga dapat dijelaskan bahwa dinamika kelompok merupakan analisis dari
hubungan-hubungan kelompok sosial yang berdasarkan prinsip bahwa tingkah
laku dalam kelompok adalah hasil interaksi yang dinamis antara individu-individu
dalam situasi sosial.
Kelompok, dengan dinamikanya, memiliki struktur kompleks, yang
terbangun secara sistematis, sehingga perlu pemahaman mendasar. Pembentukan
pondasi pemahaman akan dinamika kelompok, menjadi dasar pemikiran utama
penulisan makalah.
B. Tujuan
Membangun pondasi dasar terkait aspek sejarah, pola interaksi dasar, dan
isu-isu etik yang turut berkembang seiring dengan berbagai kajian “kelompok
C. Sistematika Makalah
Makalah ini tersusun atas tiga bab, meliputi :
Bab I berisi pendahuluan, yang membahas tentang latar belakang dan
tujuan pembuatan makalah beserta sistematika makalah.
Bab II berisi tentang pembahasan yang meliputi,
Bab III berisi tentang kesimpulan dan rekomendasi.
2
BAB II
KONSEP DASAR, SEJARAH, MODEL DAN ISU ETIK KELOMPOK
(Relasi Bimbingan Dengan Dinamika Kelompok)
A. Sejarah Kerja Kelompok
Berbagai pendekatan penelitian dikembangkan oleh para ahli untuk
memahami “kelompok” dengan segala kekomplek-annya. Para ahli begitu tertarik
dengan keberdayaan kelompok, sebagai bagian penting dalam perkembangan
sejarah manusia. Sejak manusia pertama tercipta dengan pasangannya (Nabi
Adam dan Siti Hawa), kelompok telah lahir dan terus beregenerasi turun temurun,
berkembang menjadi sebuah kekuatan peradaban. Sebagai bagian dari
keistimewaan manusia yang memiliki kepribadian dan memerlukan interaksi
social, kelompok menjadi tongak awal budaya, melalui pembentukan norma
norma anggota-anggotanya.
Proses pemberian bantuan adalah bentuk lain dari proses pengolahan dan
pembelajaran pada manusia. Hal tersebut berguna untuk memikirkan tentang
pemberian bantuan sebagaimana proses pembelajaran atau pembelajaran kembali.
Kita tertolong saat kita mengikat seseorang dalam suatu proses pembelajaran yang
membimbing mereka dan mencegah terjadinya masalah (bimbingan dan konseling
perkembangan). Dalam konseling kelompok proses ini memiliki spesifikasi yang
rentan bagi sebagaian indvidu. Aktivitas dalam kelompok ini menjadi media
interaksi sosial terutama dalam membangun kompetensi : (a) memiliki dan
diterima; (b) disahkan melalui proses umpan-balik; (c) bertukar pengalaman
bersama dengan yang lain; dan (d) kesempatan bekerja dengan orang lain tentang
tugas-tugas umum (Anderson & Carter, 1984: 115).
Definisi dinamika kelompok menurut Cartwright dan Zander (1968)
didapat dari penelitian mereka untuk mendeskripsikan dinamika kelompok
sebagai lahan penyelidikan (inquiry) “Dedikasi untuk pengetahuan tentang sifat
dasar kelompok, hukum dalam perkembangan, hubungan timbal balik dengan
individu lain, hubungan dengan kelompok lain, dan institusi secara lebih luas”.
Definisi singkat dinamiaka kelompok dikemukakan oleh Jacobs, Harvill dan
3
Manson (1994); dinamika kelompok adalah kekuatan yang saling mempengaruhi
hubungan timbal balik kelompok dengan interaksi yang terjadi antara anggota
kelompok dengan pemimpin yang diberi pengaruh kuat pada perkembangan
kelompok.
Jadi, dapat disimpulkan hal utama dalam kelompok adalah :
1. Kekuatan atau pengaruh dalam kelompok
2. Hal yang penting dalam proses kelompok adalah interaksi antar anggota
kelompok
The Association for Specialists in Group Work (ASGW, 1990)
mengungkapkan secara khusus , bahwa kerja kelompok diartikan sebagai suatu
praktek professional yang luas, yang mengarah kepada pemberian bantuan atau
penyelesaian tugas-tugas dalam suatu adegan (setting) kelompok.
Kerja kelompok telah berkembang melaui pertumbuhan sejarah yang
berbeda. Di Inggris, pertengahan tahun 1800-an muncul suatu gerakan yang
disebut terapi moral (moral therapy) yang menyembuhkan pasien gangguan
mental melalui perlakuan di dalam adegan pedesaan untuk menghirup udara segar,
melukis, serta dirawat secara manusiawi.
Selama permulaan tahun 1900-an, kelompok dibentuk dan digunakan
dengan penekanan pada fungsionalitas dan penataran pragmatis. Perkembangan
keompok selepas tahun 1800-an menunjukkan suatu gerakan yang dinamis,
dikarenakan disumbang oleh kemunculan disiplin-disiplin psikologi, sosiologi,
filsafat, dan pendidikan. Jane Addams bereksperimen yang terfokus pada para
imigran dan yang miskin di Hull House, Chicago. Dia mengorganisasikan
indivisu-individu kepada budaya Amerika Baru atau diasingkan darinya, dengan
maksud dan memberdayakan kelompok melalui keikutsertaan mereka dalam
membaca, kerajinan tangan, dan aktivitas-aktivitas keompok. Focus dari Hull
House terutama pada hubungan timbal-balik yang mendorong “keterarahan-diri
dan kehormatan-diri individu”. Model kerja kelompok yang dirancang Addams
menekankan pada “masayarakat sosial yang luas” yang di dalamnya anggota
kelompok memiliki asal-usul, tujuan-tujuan, dan kebutuhan yang sama.
Masih pada tahap awal tahun 1900-an, tepatnya tahun 1905 di Rumah
Sakit Umum Massachusetts, Boston. Joseph Hersey Pratt merupkan orang
4
pertama yang menggunakan kelompok yang tidak berorientasi pada kerja/tugas
atau tidak mengutamakan pendidikan-psikologis (psychoeducational). Dia
memulai psikoterapi kelompok untuk pasien-pasien bekas pengidap turbeculosis
(TBC) yang berada dalam kondisi kronis dan depresi. Pratt merupakan orang
pertama yang menulis tentang dinamika yang terjadi di dalam adegan kelompok,
dan karyanya dipersiapkan sebagai suatu model pemimpin-pemimpin lain
mengeksplorasi ke dalam kelompok mereka. Dia menggunakan kelompok untuk
mengajar pasien cara-cara merawat diri mereka sendiri, melalui penalaran-
penalaran yang ekonomis dan ramah (manusiawi).
Jesse B. Davis, kepala sekolah Grand Rapids High School di Michigan,
pada tahun 1907 mengarahkan kelas berbahasa Inggris setiap minggu yang
dicurahkan kepada “Bimbingan Moral dan Jabatan”. Dia tidak menekankan pada
dinamika dan proses kelompok, melainkan pada fungsionalitas suatu kelompok
sebagai lingkungan belajar keterampilan hidup dan nilai-nilai.
Awal kemajuan kerja terapeutik kelompok mengalami kelambatan dari
tahun 1910-1919. Pada masa tersebut Perang Dunia I terjadi, kelompok digunakan
dengan keras untuk kepentingan yang bermanfaat. Para tentara ditugaskan dalam
kelompok-kelompok perang. Selama masa itu dikembangkan tes-tes psikologis
kelompok, seperti Army Apha and Beta (tes inteligensi). Kelompok juga
digunakan dalam suatu cara yang terbatas untuk merawat para tentara yang
kelelahan bertempur. Dengan demikian, selama perang kerja tim ditekankan baik
pada personil sipil maupun militer.
Barulah pada tahun 1920-an-1930-an, hakikat kelompok-kelompok diteliti
secara lebih terbuka. Teori utama yang muncul di dalam gerakan kelompok adalah
dari J. L. Moreno. Ia menerbitkan makalah filosofis tentang metode-metode
kelompok, yang ditulis di bawah nama J. M. Levy. Seperti halnya di Eropa,
pandangan Moreno kemudian berpengaruh terhadap perkembangan teori dan
praktek kelompok di Amerika Serikat. Karya-karya tulisnya ditekankan pada
psikoanalitik dan perspektif psikologis psikodrama merumuskan “Theatre of
Spontaneity”. Ide Moreno kemudian mempengaruhi para ahli lain, seperti Fritz
Perls yang menemukan teknologi Gestalt; dan William Schutz yang membentuk
teknik-teknik pertemuan.
5
Bimbingan dan konseling kelompok menawali babakan bentuk baru.
Bentuk konseling kelompok merujuk kepada collective counseling dari Alfred
Adler, yang dilaporkan dan dipergunakan awal tahun 1922. Selama tahun 1920-an
banyak pula dilakukan investigasi terhadap fenomena kelompok kecil oleh para
ilmuwan sosial. Allport (1924) meneliti tipe interaksi dan norma yang berlaku
dalam adegan kelompok kecil, serta bagaimana individu dipengaruhi oleh
kelompok. Penilaian tampilan kelompok melawan individu dilakukan oleh
Gordon (1924) dan Watson (1928).
Pada tahun 1930-an sejarah kerja kelompok tercatat dalam lima peristiwa
penting. Pertama, peningkatan publikasi dan praktek pendidikan psikologis dan
bimbingan kelompok. Kedua, J. L. Moreno melanjutkan menulis dan presentasi
kreatifnya. Ia memperkenalkan istilah terapi kelompok dan psikoterapi kelompok
ke dalam perbendaharaan profesi bantuan (1930: 1932). Moreno juga membentuk
perlakuan kelompok yang disebut Psikodrama. Ketiga, studi lapangan dilakukan
oleh para sosiolog, seperti Muzafer Sherif (1936), Theodore Newcomb dan W. F.
Whyte yang masing-masing hasil karya studi selama 3,5 tahun tentang sistem
sosial yang luas melalui pergerakan ke dalam daerah kumuh di Boston. Dia
menemukan gang, klub, dan organisasi politik yang berdampak dramatis terhadap
kehidupan individu. Keempat, selama decade tersebut pertama ditemukan tentang
kelompok bantuan-diri (self-help group) di Amerika dan alkoholik tanpa nama
(Alcoholics Anonymous). Terakhir, adalah fenomena pergerakan perlakuan
psikoanalitik terhadap matra kelompok.
Perang Dunia II dan tahun 1940-an dipandang sebagai periode awal kerja
kelompok modern. Dua arahan utama di dalam perkembangan resmi dari
kelompok selama masa ini, yaitu: (1) penulisan teori dan praktek dari Kurt Lewin
dan Wilfred Bion; dan (2) pematapan organisasi-organisasi kelompok. Iklim kerja
kelompok dikembangkan selama masa ini, yang merefleksikan reaksi perlawanan
masyarakat Amerika dan Inggris terhadap keotoriteran dan kediktatoran, dalam
kerangka mempertunjukkan kepedulian dan mendorong demokrasi.
Dekade 1950-an ditandai oleh perbaikan yang meningkat dalam
keseluruhan aspek kerja kelompok. Bales (1950) mencatat peran-peran stereotip
dari banyak kelompok yang kelebihan waktu yang gawat. Pada waktu yang
6
sama,Karen Horney, Harry Stack Sullivan dan Carl Rogers mengembangkan
perspektif teori yang berbeda terhadap “adegan klinis yang berbeda untuk tipe
permasalahan klinis yang berbeda pula”.
Selama 1950-an prosedur kelompok mulai diterapkan pada praktek
konseling keluarga, yang antara lain dipelopori oleh Rudolph Dreikurs; yang pada
awalnya bekerja dengan kelompok orang tua. Konsep baru tentang kelompok pun
berkembang pada masa ini. Istilah kelompok perkembangan (developmental
group) awalnya digunkan oleh Richard Blake dan Jane Mouton. Buku teks
pertama tentang kerja kelompok diterbitkan tahun 1958, yang berjudul Counseling
and Learning through Discussion oleh Helen I. Driver. Terminologi kerja dengan
kelompok menjamur pada decade 1950-an. Sejumlah tipe baru kelompok yang
disebut “kelompok mutu/quality groups” diimplementasikan oleh orang Jepang di
bawah pengarahan ahli kelompok tugas/kerja W. Edwards Deming. Tipe-tipe
kelompok ini selanjutnya mempengeruhi industry Amerika pada dekade 1980-an.
Kerja kelompok, secara khusus konseling dan psikoterapi kelompok
terkenal di tahun 1960-an. Para praktisi kelompok mempopulerkannya pada The
New York Times yang merancang tahun 1968 sebagai tahun kelompok. Dua
kelompok yang poupler dengan sebutan Marathon groups (George Bach dan Fred
Stoller, 1964) dan basic encounter group atau encounter group (kelompok
pertemuan) dikembangkan oleh Carl Rogers (1967) dari teoti konseling
individual. Berbagai peristiwa penting dari periode ini patut pula dicatat,
khususnya dalam perkembangan teori dan praktek kelompok. Para pakar teori
sekaligus praktisi yang berorientasi eksistensial-humanistik, yang dikenal pada
decade ini, antara lain Fritz Perls (1967); Eric Berne (1964;1966); William C.
Schutz (1967); Jack Gibb (1961); George Bach (1967) dam Carl Rogers.
Penelitian kelompok kerja dan pertumbuhan kelompok bantuan-diri
diperhalus selama decade 1970-an dan 1980-an. Kelompok kerja/tugas menjadi
lebih penting dan berpengaruh dari tahun 1970-an hingga kini. Kelompok
pendidikan psikologis dimunculkan kembali selam periode penting 1980-an dan
1990-an. Etika dan standar professional untuk pemimpin kelompok diadopsi pada
masa 90-an, serta organisasi-organisasi kelompok mulai melanjutkan
pertumbuhannya dengan subur.
7
Berkaitan dengan kilasan sejarah kelompok di atas, George M. Gazda
(1984) memetakan garis waktu historis tentang prosedur-prosedur kelompok, yang
didukung oleh fakta yang komprehensif.
Kilasan sejarah perkambangan kelompok yang terpaparkan di atas berasal
dan bersumber dari belahan dunia Barat, khususnya di Indonesia, untuk meninjau
perkembangan konsep dan praksis konseling kelompok, tampaknya tidak dapat
dipisahkan dari garis historis perkembangan pendidikan. Rochman Natawidjaja
dalam hal ini mengisyaratkan perspektif pemikiran dan praksis kependidikan yang
konsisten dalam mengembangkan bimbingan pada umumnya, dan konseling
kelompok pada khususnya.
Menurut Rochman (1987), jauh sebelum masyarakat Indonesia
bersentuhan dengan budaya Amerika Serikat, Ki Hajar Dewantara telah
menciptakan sistem pendidikan yang pada gilirannya diambil sebagai dasar
pengembangan pendidikan nasional, termasuk konsep dasar bimbingan.
Namun untuk memperoleh fakta empirik yang menggambarkan sejarah
perkembangan bimbingan dalam keseluruhan adegan pendidikan, diperlukan
suatu penelitian yang terpadu dan komprehensif dari kalangan yang
mempedulikannya. Hasil dari penelitian yang dimaksud, pada gilirannya akan
memperkaya khazanah pemikiran dan dapat dijadikan bahan masukan untuk
memprediksi kecenderungan arah bimbingan pada masa-masa mendatang.
C. Model-model Utama Kerja Kelompok
Struktur kelompok berarti suatu badan yang berupa susunan dalam sebuah
kelompok yang didalamnya berlangsung interaksi diantara tiap anggota kelompok
dalam hubungannya dengan kelompok itu sendiri sebagai sebuah keseluruhan.
Kedua jenis bentuk itu berpengaruh terhadap bagaimana kelompok itu akan
berhasil atau sesuai dan apakah setiap individu atau kelompok secara objektif
akan menerima semua itu.
Bentuk susunan dalam anggota kelompok adalah faktor pertama dalam
menyelenggarakan aktivitas kelompok. jika setiap anggota kelompok merasakan
mereka berada dalam kelompok itu berpindah dari sebuah kelompok dan mereka
8
adalah pusatnya maka mereka akan melakukan sesuatu setelah adanya suatu
penyesuaian.
Jaringan komunikasi serta interaksi yang berkembang dalam sebuah
kelompok menentukan terhdap berjalannya dan tercapainya suatu maksud dan
tujuan dari kelompok tersebut. Komunikasi antara seorang pemimpin sebagai
pengambil keputusan serta hubungan yang efektif diantara anggota kelompok
yang lainnya juga antara seorang pemimpin dengan anggotanya merupaka aspek
yang dapat menjadi hambatan atau berlangsungnya distribusi informasi yang
semakin baik sehingga tujuan akan tercapai secara efektif dan efisien. sistem
jaringan komunikasi itu berlangsung secara keseluruhan membentuk jaringan
lingkaran yang berhubungan antara anggota satu sama lainnya dimana setiap
orang menempati peran dan posisinya masing-masing. Jaringan lingkaran ini
memberikan kepada setiap orang untuk bertindak secara demokratis dan
menunjukkan serta membentuk tim kerja kelompok yang solid dan memberikan
kesempatan yang sama kepada setiap anggota kelompok untuk berperan dan
bergerak bersama-sama. Dalam hal ini dituntut seorang pemimpin yang aktif dan
secara langsung berhubungan komunikasi yang baik antara anggota kelompok
yang lainnya.
Leavitt (1951) menunjukkan sebuah penelitian dan ternyata kelompok itu
terdiri dari 3 bentuk Susunan kelompok, yaitu :
1. Rantai
Jaringan komunikasi yang berlangsung dalam sebuah kelompok ini
berbentuk sebuah rantai dimana orang-orang diposisikan atau ditempatkan
sepanjang garis-garis yang merupakan dan tersusun menurut tingkatan peran
mereka dalam sebuah kelompok. komunikasi berjalan dan berlangsung
melalui satu orang keorang lainnya arah jaringannya menurut bentuk rantai.
Salah satu kelemahan dari bentuk rantai ini adalah ketidaksalancaran dalam
hubungan komunkasi dengan anggota yang lainnya sehingga menimbulkan
kesalahpahaman dinatara anggotanya yaitu jika dilihat dalam gambar terlihat
adanya komunikasi yang terputus pada salah satu anggota kelompok itu.
2. Roda
9
Cara yang lain dalam susunan kelompok adalah bentuk roda, dalam hal
ini terdapat satu pembicara atau agen utama yaitu seorang pemimpin, dimana
semua pesan dari anggota kelompok itu akan ditampung oleh pemimpin
tersebut. Anggota kelompok itu berinteraksi langsung dengan seorang
pemimpin sedangkan hubungan antara anggota peserta kelompok dengan
dengan kelompok yang lainnya tidak berlangsung. Sehingga tidak terjalinnya
komunisai itu mengakkibatkan terputusnya komunikasi antara anggota
kelompok yang lainnya dan tak jarang menimbulkan kesalahpaman diantara
elemen-elemen kelompok itu.
3. Bentuk Y
bentuk kelompok menurut penelitian Leavitt adalah berbentuk y. Bentuk
ini adalah gabungan antara bentuk roda dan bentuk rantai. Dalam bentuk ini
cenderung melibatkan seorang pemimpin. Bentuk ini terdapat hanya 2 bagian
yang berperan dan berhubungan langsung menyampaikan informasi kepada
pemimpin itu. Seperti dalam bentuk rantai ternyata Y juga memiliki hambatan
komunikasi dalam hal hubungannnya dengan anggota kelompok lainnya dimana
mereka mengharapkan terjalalinnya hubungan komunikasi langsung dan
komunikasi diantara anggota kelompok lainnya sehingga dalam bentuk ini
informasi tidak secara sama diterima dan disebartkan.
Dalam banyak kelompok-kelompok terdapat hal yang berguna dari
struktur yang telah terbentuk itu akan menyesuaikan dengan berbagai macam jenis
yang mereka pergunakan. Seperti dalam psikologi pendidikan atau bimbingan
kelompok anggota memungkinkan disusun dalam struktur yang lainnya dimana
mereka ditempatkan dalam garis dan panah. Jika psikoterapi kelompok berjalan
sebagaimana mestinya dan berlangsung secara efektif maka setiap anggota
kelompok dapat dengan mudah berinteraksi dengan satu sama lain secara
langsung. Dinamika yang positif terjadi jika beberapa kelompok akan
menyalurkan dan melibatkan lebih banyak peran tingkatan sehingga dapat
bergerak secara merata dalam hierarki tersebut dan pergerakannya menurut arah
lingkaran sehingga informasi dapat tersalurkan dengan efesien dan
efektifTerdapat empat model dasar kelompok, yang mana memiliki perbedaan
10
dari segi arah dan kinerja kerja. Empat model ini didasarkan kepada Glading
(1995).
1. Dari perspektif ini, suatu kelompok dipandang sebagai perangkat
organisme tunggal yang umumnya disebut anggota, yang lebih satu
periode waktu atau periode-penyelaan ganda, bertalian tatap muka satu
sama lain, memproses materi-energi dan informasi. Dalam model
sistematik ini, anggota kelompok yang selalu menentukan antara
kebutuhan-kebutuhan untuk membedakan mereka sendiri dan memadukan
dengan yang lain. Dalam cara ini, mereka mirip satu keluarga. Dari
perspektif sistem, pimpinan kelompok harus mengubah upaya-upaya
mereka dalam anggota bantuan dan kelompok sebagai suatu keseluruhan
yang mencapai keseimbangan dari kebutuhan-kebutuhannya. Pimpinan,
dengan demikian sebagai pengembang kelompok.
Kepercayaan utama dari model sistem umum adalah kesehatan kelompok
itu sendiri. Kelompok mungkin bekerja di dalam suatu cara yang
fungsional atau disfungsional bergantung pada banyak factor, antara lain
pertalian antar pribadi, kesehatan mental individu yang terlibat, dan
keterampilan pemimpin kelompok.
2. Memfokuskan pada tujuan kelompok, malahan pada dinamika-dinamika
mereka sebagaimana dalam teori sistem umum di atas. Tiga kelompok
kontak utama yang dijelaskan dalam model ini, yaitu: bimbingan
kelompok, konseling kelompok, dan psikoterapi kelompok. Di dalam
beberapa kasus, sulit membedakan ketiga kelompok tersebut. Menurut
Ohlsen (1977) letak perbedaan antara konseling kelompok dengan
psikoterapi kelompok adalah lebih pada hasil dari keterlibatan orang, alih-
alih pada proses itu sendiri. Perbedaan antara ketiga kelompok tersebut
menurut Mahler (1971) terletak pada: (1) pembatasan awal tujuan
kelompok; (2) ukuran kelompok; (3) pengelolaan isi; (4) lamanya
kehidupan kelompok; (5) tanggung jawab pemimpin; (6) kepelikan
masalah; (7) kompetensi pemimpin.
Gazda (1984: 1989) dan Rochman Natawidjaja (1987) mengukur
perbedaan dan persamaan ketiga tipe kelompok yang dimaksud dalam
11
suatu cara yang kontinum. Dalam hal ini tampak tujuan-tujuan yang
tumpang tindih, kompetensi professional dan kekhasan masing-masing,
seperti tergambar sebagai berikut.
Pencegahan dan
kemudahan Pertumbuhan
Pencegahan-kemudahan
dan penyembuhan Penyembuhan
Bimbingan kelompok
Kelompok latihan
keterampilan hidup
(keterampilan sosial)
Koseling kelompok
Kelompok-latihan
Kelompok latihan
kepekaan
Kelompok perkembangan
organisasional
Kelomok pertemuan
Kelompok berstruktur
(termasuk latihan
keterampilan hidup)
Psikoterapi kelompok
Kelompok latihan
Keterampilan hidup
(keterampilan sosial)
Gambar 1.1 hubungan antara Proses-proses Kelompok
Sumber: Diramu dari George M. Gazda (1984: 1989); Rochman Natawidjaja
(1987); dan Samuel T. Gladding (1995).
3. TRAC (tasking/penugasan; relating/pertalian; acquiring/perolehan; dan
contacting/hubungan kontak). Tiap-tiap tulisan tersebut menampilkan
suatu area di dalam gambaran total kerja kelompok, yang dipetakan dalam
gambar2.1 berikut.
12
Gambar 2.1. Peta Proses dan Manajemen Kelompok TRAC
Sumber: Samuel T. Gladding (1995: 18)
Gambar 2.1 menunjukkan bahwa kelompok penugasan difokuskan pada
pencapian tugas; sementara dalam kelompok pertalian tujuan dicapai untuk
meningkatkan pilihan-pilihan bagi pergerakan ke dalam kehidupan tiap pribadi;
sedangkan kelompok perolehan diarahkan kepada hasil belajar anggota yang dapat
diterapkan kepada yang lain. Akhirnya kelompok hubungan-kontak difokuskan
pada pertumbuhan individual para anggota.
4. Model kelompok standar/spesial
kelompok dibatasi menurut tujuan, fokus, dan kompetensi yang
dibutuhkan mereka. ASGW (1990) mengembangkan standar untuk setiap
kelompok ke dalam empat tipe, yaitu:
a. Bimbingan/pendidikan psikologis;
b. Konseling/pemecahan masalah antar pribadi;
c. Psikoterapi/rekonstruksi kepribadian; dan
d. Tugas/kerja.
13
Keempat kelompok standar tersebut memerlukan keterampilan-
keterampilan ini yang mirip, seperti keterampilan bekerja untuk
membangun kekompakan dan memecahkan konflik; serta keterampilan
khusus untuk kepentingan yang khusus pula, seperti pengetahuan
menggemakan pengajaran, dan teknik-teknik praktis dalam kelompok
pendidikan psikologis.
D. Persoalan Etik dan Legal Kerja Kelompok
Konselor sebagai pemimpin kerja kelompok selalu dituntut untuk membuat
keputusan yang tepat dan bijaksana, yang menunjukkan kinerja profesionalnya.
Setiap keputusan yang dihasilkannya didasarkan atas pedoman etik organisasi
profesional yang telah disepakati, baik pada tingkat lokal (daerah) maupun tingkat
nasional. Para praktisi kerja kelompok terkadang dibingungkan disaat harus
mengambil keputusan; apakah berlandaskan pedoman etik, standar-standar legal,
atau keduanya. Etik dan hukum tidaklah satu dan sama. Namun para konselor di
dalam pembuatan keputusan yang terbaik dan bijaksana, seyogianya
menggunakan pelbagai informasi dan sumber yagn terandalkan
Informasi yang sekadarnya tidaklah cukup. Pengetahuan tentang etik itu
sendiri bukanlah jaminan berperilaku etik sebagaimana mestinya. Pimpinan atau
konselor dan anggota kelompok harus selalu mempraktekkan apa yang mereka
pelajari. Hanya dengan praktek, keterampilan bernalar mereka yang bekerja dalam
kelompok menjadi tajam serta melandasi perilaku dengan segala konsekuensinya.
Oleh karena itu, pengambilan keputusan etik dan legal adalah suatu aktivitas
dinamis yang membutuhkan perhatian hati-hati, bila konselor kelompok ingin
tetap bertahan dan bertindak searah dengan minat para anggota kelompok. Hal
tersebut menjadi tanggung jawab setiap pimpinan kelompok untuk berusaha
berpikir secara etik dan bertindak secara pprofesional.
Kerja kelompok merupakan merupakan suatu proses yang kompleks,
sehingga mereka yang terlibat di dalamnya harus mempertimbangkan pelbagai
segi. Oleh karena itu, pada bagian berikut dikupas tentang hakikat dan persoalan
etis serta peraturan-peraturan legal yang berpengaruh terhadap bidang kerja
kelompok.
14
E. Hakikat dan Persoalan Etis Kerja Kelompok
Dalam kerja kelompok, etis didefinisikan sebgai aturan-aturan tingkah laku
berdasarkan atas seperangkat nilai-nilai professional. Berperilaku etis adalah
bertindak di dalam suatu cara yang diterima secara professional berdasarkan atas
nilai-nilai. Perlakuan etis, dengan demikian merupakan penarikan kesimpulan
yang benar dan tepat berdasarkan atas nilai-nilai.
Adapun persoalan pokok (issues) yang berkaitan dengan kode etik
professional dan seyogianya diperhatikan dalam penyelenggaraan kerja kelompok,
yaitu mencakup: (1) Latihan pimpinan kelompok; (2) Penyaringan anggota
kelompok; (3) Hak anggota kelompok; (4) Kerahasiaan; (5) Hubungan pribadi
antara anggota dengan pimpinan kelompok; (6) Hubungan rangkap; (7) Hubungan
pribadi antar anggota; (8) Penggunaan teknik-teknik kelompok; (9) Nilai-nilai
pimpinan; (10) Rujukan; dan (11) Pengakhiran dan tindak lanjut.
1. Latihan Pimpinan Kelompok
Ciri-ciri atau karakteristik pimpinan kelompok merupakan hal yang vital
dalam kerja kelompok. Ciri-ciri yang dimaksudkan mencakup kualitas
kesadaran diri, ketulusan, kemampuan untuk membentuk kehangatan,
memelihara hubungan, kepekaan dan pemahaman, kepercayaan-diri, rasa
humor, fleksibilitas perilaku dan kemauan untuk menilai-diri. Tanpa ciri-
ciri tersebut, para pimpinan kelompok atau konselor berpotensi untuk tidak
efektif dan mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan antar pribadi.
2. Penyaringan Anggota Kelompok Potensial
Penyaringan anggota kelompok potensial merupakan persoalan pokok
yang kedua di dalam kerja kelompok. Proses ini lebih sulit daripada yang
diduga, dan menjadi peristiwa yang lebih kompleks manakala kelompok
terdiri dari anggota tidak sukarela (nonvolunteers).
3. Hak-hak Anggota Kelompok
Anggota kelompok memiliki hak yang harus dihormati dan dilindungi ,
apabila kelompok ingin berlangsung baik. Hak-hak yang dimaksud
seimbang dengan hak-hak pengguna layanan professional.
4. Kerahasiaan
15
Kerahasiaan adalah hak anggota kelompok. Setiap anggota berhak untuk
menyatakan pemikiran-pemikiran pribadi, perasaan-perasaan, dan
menginformasikan kepada pimpinan dan anggota kelompok yang lain serta
mengharapkan, bahwa tiada jalan bagi yang bukan anggota kelompok
untuk mempelajari hal-hal tersebut. Apabila anggota kelompok tidak
sanggup memelihara rahasia, maka kehancuran proses kelompok yang
akan terjadi. Landasan pemeliharaan rahasia adalah materi kepercayaan.
Kelompok yang berkeinginan produktif, mensyaratkan anggotanya saling
percaya satu sama lain.
5. Hubungan pribadi antara anggota dengan pimpinan kelompok
Ragam dan jenis hubungan anggota kelompok dengan pimpinan akan
bervariasi dari kelompok satu ke kelompok lainnya. Dalam kelompok
tugas/kerja, kontak kebetulan antara anggota dengan pemimpin kelompok
biasanya tidak dapat dihindari dan mungkin produktif. Bagaimanapun
dalam kelompok terapeutik, setiap kontak adalah mungkin menjadi tidak
pantas dan dapat destruktif untuk keterlibatan pribadi sebagaimana
keterlibatan kelompok secara keseluruhan. Hal ini adalah lebih mungkin,
bahwa hubungan antara anggota dengan pemimmpin kelompok akan
mengganggu terhadap kelompok sebagai keseluruhan, jika mereka tidak
menangani secara hati-hati.
6. Hubungan pribadi antar anggota kelompok
Jika kontak antar anggita di luar kelompok mengahsilkan bagian kelompok
dan menjadi gangguan, maka pimpinan kelompok hendaknya menangani
hal itu. Secara keseluruhan, fokus fokus dari kelompok harus menjadi
hubungan yang terbuka ke dalam adegan kelompok. Hal ini merupakan
harga dan saling mempengaruhi yang halus antara anggota kelompok
dengan lingkungan kelompok, dan saat tiap anggota membentuk dan
merespons terhadap kehidupan sosial mereka. Interaksi yang lebih
spontan, lebih bervariasi akan menjadi lingkungan dan meningkatkan
kemungkinan bahwa persoalan seluruh anggota akan menjadi
bersinggungan.
7. Penggunaan teknik-teknik kelompok
16
Tekni-teknik atau latihan cara-cara yang terstruktur menggerakan para
anggota untuk berinteraksi satu sama lain. Mereka dapat memiliki suatu
kekuatan yang berpengaruh terhadap anggota kelompok dan terhadap
perubahan serta kerja sama mereka. Mereka juga dapat mencegah pasang-
surut alamiah dari kelompok dan mungkin diragukan secara etis.
Terdapat teknik-teknik khusus untuk situasi dan tahapan yang berbeda
dalam suatu kelompok. Corey (1990) mengakui bahwa latihan terstruktur
adalah baik ketika mereka difokuskan pada pencapaian tujuan-tujuan
kelompok dan atau anggota kelompok. Pimpinan kelompok berhadapan
dengan persoalan etis ketika dirinya kekurangan keterampilan atau
kepekaan untuk menggunakan latihan sebagaimana mestinya.
8. Nilai-nilai pimpinan
Pemimpin atau konselor kelompok memiliki nilai-nilai yang baik dn
buruk, yang mempengaruhi tujuan, metode, dan puncak keberhasilan kerja
dan konseling kelompok. Pemimpin yang berusaha untuk
menyembunyikan nilai-nilainya dalam situasi tertentu mungkin secara
nyata melakukan kesalahan alih-alih kebaikan. Bagaimanapun pemimpin
harus hati-hati tidak memaksakan nilai-nilainya pada anggota kelompok.
9. Rujukan
Proses membuat rujukan meliputi pengukuran nilai-nilai yang sewajarnya
dan keterbatasan pimpinan kelompok. Tahapan dalam proses rujukan
mencaup: (1) pengidentifikasian kebutuhan untuk merujuk; (2) penilaian
sumber rujukan yang potensial; (3) mempersiapkan klien untuk rujukan;
dan (4) mengkoordinasikan pengalihan.
10. Pengakhiran dan tindak lanjut
Pengakhiran dan tindak lanjut menjadi persoalan pokok etis dikarenakan
kesalahan kelalaian daripada kesalahan kepanitiaan. Kelompok
membutuhkan tindakan berbentuk pembukaan sebelum pengakhiran.
Persoalan pokoknua berkaitan dengan kelekatan dan pelepasan yang
terutama pada saat pengakhiran. Dalam hal ini, pimpinan kelompok
hendaknya menginformasikan kepada anggota tentang tahapan-tahapan
yang bakal ditempuh di antara sesi-sesi konsultasi bersama; kapan mulai
17
aktivitas dan kapan berakhir suatu kelompok. Di antara tahapan atau sesi-
sesi yang dimaksud, diinformasikan pula kemajuan serta dampak yang
diperoleh dari kerja kelompok berikut kelanjutannya. Di samping itu,
tindak lanjut setelah pengakhiran juga menguntungkan konselor serta
membantu menilai keefektifan apa yang dilakukan di dalam dan
mengembangkan gaya kepemimpinan kelompok. Boleh jadi, sebagian
besar materi penilaian yang lebih bermakna dapat menguntungkan
konselor selama 30 hari atau lebih setelah kelompok berakhir. Pada waktu
itu para anggota kelompok lebih mandiri dari pimpinan dan mungkin dapat
menjadi lebih jujur.
Kode Etik lahir karena Latar belakang, diantaranya adalah :
1. Bahwa seorang konselor akan berinteraksi dengan klien.
2. Konselor sebagai pribadi yang membantu kilen .
3. Konselor sebagai professional (keterampilan, kode etik, kondensasi).
Kode etik adalah Pola aturan, tata cara, pedoman etis dan berperilaku.
Dalam kata lain Represents the professional values of a profession into standards
of conduct for the membership (Gibson & Mitchael, 1995). ada Asas etis (Chung,
1981) yang memberikan sebuah gambaran seperti apa Kode Etik itu, yaitu:
1. Menghargai hakikat kamusiaan (Respect for the dignity of persons).
2. Responsible caring (adanya tanggung jawab).
3. Integrity in relationships.responsibility to society.
Adapun kegunaan atau Fungsi kode etik menurut Blocher (1986) adalah :
1. Melindungi profesi dari campur tangan pemerintah (protect a profession
from government interference).
2. Menjaga ketidaksesuaian profesi ( prevent internal disagreement within a
profession).
3. Menjaga konselor dari masalah malpraktik ( protect practitioners in cases
of alleged malpraktic).
Sedangkan jika kita tinjau kembali kekuatan dan eksistensi suatu profesi
muncul dari kepercayaan publik. Masyarakat percaya bahwa layanan yang
diperlukan hanya dapat diperoleh dari orang yang dipersepsikannya sebagai orang
yang berkompeten untuk memberi layanan.
18
Kode Etik suatu profesi muncul sebagai Self Regulation dari profesi itu,
hal ini harus dikembangkan secara fair karena hal ini merupakan sebuah aturan
yang melindungi praktisi (konselor)dan pengguna(konseli). Kode Etik
menyiapkan sebuah acuan atau pedoman bagi konselor berkenaan dengan
parameter atau tolok ukur etik profesi dilingkungan masyarakat.
Hal yang mendasar diperhatikan adalah nilai-nilai antara konselor dan
konseli dalam proses konseling yang mempengaruhi satu sama lain dan jangan
sampai terlalu mendominasi dalam proses pemberian layanan yang nantinya
memberikan beberapa batasan dalam hal nilai, masalah kepercayaan, budaya ,
pribadi, sosial, dan lain sebagainya.
Hal ini memberikan sebuah pemikiran bahwa seorang konselor haruslah
dapat mampu melihat kelebihan yang ada didalam dirinya dan juga sadar akan
segala kekurangannya, dalam hal ini harus seimbang tapi jangan terlalu optimis
atau terlalu pesimis terhadap kemampuan yang dimiliki. Konselor harus bersifat
terbuka dan menerima segala yang ada pada dirinya.
Untuk mendorong dan mengimplementasikan pedoman etis dalam kerja
kelompok dapat ditempuh melalui dua tahapan, yaitu pelatihan dan praktik. Kedua
tahapan tersebut merupakan peluang atau kesempatan yang disediakan dalam
adegan pendidikan, yang berupaya mempersiapkan para pimpinan kelompok yang
menguasai pengetahuan dan menghayati etik profesionalnya.
Pelatihan tentang persoalan-persoalan pokok etis bagi para pimpinan
kelompok merupakan suatu proses multidimensional. Dikatakan sebagai
multidimensional, karena proses pelatihan berlangsung melalui beberapa tahapan
sebagai berikut. Tahap pertama, para pimpinan kelompok harus mengenal akrab
kode etik dan peratutan-peraturan. Tahap kedua, mereka harus menjadi akrab
dengan etika dan nilai-nilai yang mereka miliki. Tahap ketiga, mereka harus
menguasai praktik kemelut-kemelut dan pembuatan keputusan etis. Tahap
terakhir, mereka seyogianya menyadari akan perkembangan pembuatan keputusan
etis yang membutuhkan jam terbang lebih banyak sebagai praktikan.
Ada beberapa faktor yang sering menjadi kumpulan gagasan sebagi
variabel kelompok yang positif, diantaranya: komitmen anggota, kesiapan anggota
untuk menerima pengalaman kelompok, keatraktifan anggota dalam kelompok,
19
hal yang menjadi bagian perasaan, penerimaan dan keamanan serta komunikasi
yang bersih. Misalnya, jika anggota kelompok mengatakan “kedudukan saya”,
maka setiap orang dalam kelompok harus dapat merespon dengan baik dan
mengatakan apa yang seharusnya. Kekuatan yang positif diantara kelompok
adalah ketika kepercayaan digunakan untuk memimpin kelompok agar kooperatif
dan altruistik (McClure, 1990).
Yalom (1985), mengemukakan bahwa untuk konseling dan psikoterapi
kelompok, harus memperhatikan faktor terapeutik, diantaranya:
1. Instillation of Hope. Yaitu pernyataan tentang treatment keinginan.
2. Universality. Yaitu apa- apa yang terlihat unik dan sering kali identik
dengan pengalaman kelompok satu sama lain.
3. Imparting of Information. Yaitu instruksi tentang kesehatan mental, sakit
mental, dan bagaimana mengemukakan permasalahan hidup melalui
diskusi kelompok.
4. Altruism. Yaitu sharing pengalaman dan berfikir satu sama lain, menolong
yang lainnya dengan memberi keyakinan serta melakukan pekerjaan
dengan baik untuk kepentingan umum.
5. Corrective Recapitulation of the Primary Family Group (rekapitulasi
perbaikan kesalahan dari kelomp[ok keluarga dasar. Yaitu meringankan
konflik keluarga, memeriksanya dan memecahkannya.
6. Development of Socializing Techniques (perkembangan teknik sosialisasi).
Yaitu pembelajaran berbasic keterampilan sosial.
7. Imitative Behavior. Yaitu model tindakan positif diantara anggota
kelompok.
8. Interpersonal Learning. Yaitu tambahan wawasan dan kumpulan
pekerjaan melalui pengalaman yang telah lalu.
9. Group Cohesiveness. Yaitu hubungan terapeutik yang pantas diantara
anggota kelompok, anggota kelompok dengan pemimpin dan kelompok
seluruhnya.
10. Catharsis. Yaitu pengalaman dan ekspresi perasaan.
20
11. Existensial Factor. Yaitu menerima tanggung jawab untuk kehidupan
dalam basic mengisolasi dari yang lainnya, pengenalan kembali masing-
masing mortalitas dan perubahan eksistensi.
Dalam upaya mempersiapan dan mengembangkan para konselor kerja
kelompo yang memiliki kesadaran akan kode etik profesional, tampaknya
diperlukan kerja sama yang terpadu antara pengambil kebijakan, lembaga
pendidikan dan dengan organisasi profesi bimbingan dan konseling. Kerja sama
demikian sangat mendesak dan penting untuk diselenggarakan, mengingat
kecenderungan ke depan memperhadapkan konselor pada tantangan profesional
dalam setiap dimensi pelayanannya.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kelompok merupakan bagian atau kumpulan yang terdiri orang-orang
yang mempunyai tujuan yang sama. Kelompok diartikan atau dasumsikan sebagai
sebuah keluarga yang didalamnya terdapat peran dan karakteristik yang berbeda-
beda. Adanya perbedaan itu menimbulkan sebuah dinamika yang terjadi
didalamnya dan membentuk sebuah kontribusi yang positif dan negatif terhadap
keberlangsungan kelompok itu maka peran dan komitmen dari para anggotanya
dapat menyebabkan terjadinya suatu hubungan yang baik berupa keberhasilan
kelompok dimana tujuannya tercapai atau bisa jadi mengakibatkan terpecahnya
sebuah kelompok yang akhirnya dapat menyebabkan konflik dan pencapaian
kebutuhan tidak akan tercapai secara efektif
Adanya kelompok sering digunakan dalam implementasi dari salah satu layanan
bimbingan kelompok yaitu psikoterapi untuk menyelesaikan masalah individu.
Dimana tekniknya melibatkan semua anggota kelompok dan semua anggota
kelompok dapat menyelesaikan permasalahan tersebut berdasarkan karakteristik
serta masalah yang dialaminya.
B. Rekomendasi
Kontribusi yang positif didasarkan pada keberadaan adanya dinamika
kelompok adalah dalam menyelesaikan masalah-masalah yang melibatkan
individu-individu dalam lingkungan sosial yaitu melalui adanya layanan
bimbingan kelompok peserta-peserta dalam kelompok merupakan subjek utama
yang berperan dalam proses pemecahan masalah. Orang-orang yang bekrja dalam
kelompok akan memiliki rasa solidaritas dan akan mengerti mengenai kebutuhan-
kebutuhan para anggotanya masing-masing dalam perannya (fungsinya) pada
kelompok itu. Saling pengertian dan saling merasakan keperluan-keperluan
anggota lainnya menjadi syarat penting agara terjalin kerjasama yang produktif
antara para anggota .
Cara berpikir
22
Tindakan
Kebiasaan
Penampilan
Keberhasilan
Nilai dan Keyakinan
Norma
Interaksi & komunikasi
Recommended