View
217
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Bank sebagai salah satu lembaga keuangan yang memiliki fungsi
penghimpunan dana masyarakat. Dana yang telah terhimpun, kemudian disalurkan
kembali kepada masyarakat. Kegiatan bank mengumpulkan dana disebut dengan
kegiatan funding. Sementara, kegiatan menyalurkan dana kepada masyarakat oleh
bank disebut kegiatan financing atau lending. Menurut Rahmadi Usman (2001:59)
bank adalah lembaga keunagan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan
jasa-jasa dalam lalulitas pembayaran dan predaran uang.
Berdasarkan perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi
tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank Muamalat sebagai salah
satu bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya yang telah
lebih dahulu menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional.
Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998, telah menenggelamkan bank-bank
konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan sistem bunganya.
Sementara perbankan yang menerapkan sistem syariah dapat tetap eksis dan mampu
bertahan. Hal tersebut terjadi karena sistem yang dianut atau digunakan bank
berbeda, untuk bank konvensional mengandalkan sistem bunga sebagai alat untuk
mengatur stabilitas bank sementara bank syariah menganut sistem bagi hasil (profit
and loss sharing) yang bermakna untung dan rugi ditanggung bersama yaitu bank
dan nasabahnya, oleh karena itu diperkirakan dampak kepada pembiayaan karena
setiap pembiyaan yang diberikan oleh bank syariah harus terdapat underlying
transaction dibelakangnya.
Inflasi menjadi salah satu indikator makroekonomi yangpenting dalam
perekonomian indonesia. Inflasi sangat mempengaruhi aktifitas pelaku ekonomi
baik itu disektor rill maupun disektor rmoneter. Inflasi adalah suatu keadaan yang
mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin
merosotnya nilai riil mata uang suatu negara. (Khalwaty, 2001: 5). Inflasi
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 2
menimbulkan dampak yang cukup besar terhadap seluruh sektor perekonomian,
sehingga nilai rupiah mengalami penurunan terhadap valuta asing yang diperkirakan
mempengaruhi likuiditas dan profitabilitas bank syariah di Indonesia.
Likuiditas adalah rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya dan memenuhi permohonan kredit atau pembiayaan
dengan cepat. Sedangkan Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah perbandingan antara
kredit yang diberikan dengan dana pihak ketiga (Giro, Tabungan, Deposito dan
kewajiban jangka pendek lainnya). Hampir sama pengertian LDR dengan Financing
to Deposit Ratio (FDR) diartikan sebagai perbandingan antara total pembiayaan
yang diberikan dengan dana yang berhasil dihimpun oleh bank yang terdiri dari dana
pihak ketiga (DPK) Ditambah dengan ekuitas (Lisa Narulia & Suryadi H.S,2006
dalam penelitian Dedi Sutomo, 2009).
Rasio merupakan alat yang dinyatakan dalam aritmatika yang digunakan
untuk menjelaskan hubungan antara dua atau lebih data keuangan (Lisa Narulia &
Suryadi H.S, 2006 dalam penelitian Dedi Sutomo, 2009). Dari rasio itulah yang akan
dijadikan sumber informasi dan pedoman prosedur kerja oleh pihak bank serta
menjadi dasar pengambilan keputusan oleh pihak lain yang berkepentingan terhadap
bank tersebut. Salah satu rasio yang digunakan sebagai sumber informasi dan
analisis adalah rasio likuiditas atau lebih spesifiknya Loan to Deposit Ratio (LDR)
dan dalam bank syariah sendiri rasio ini lebih sering dikenal dengan istilah
Financing to Deposit Ratio (FDR), dimana jika dilihat secara rumus adalah total
pembiayaan dibagi Dana Pihak Ketiga (DPK) yang terdiri dari tabungan, deposito,
dan giro. Sisi pendanaan perbankan syariah mengalami peningkatan cukup
tinggi yang berasal dari nasabah korporasi, dimana pada tahun 2009 DPK
mengalami pertumbuhan sebesar 41,84% dibandingkan tahun 2008 dengan
pertumbuhan DPK 31,56%,. Penyebab meningkatnya DPK salah satunya
disebabkan oleh imbal hasil perbankan syariah relatif lebih menguntungkan
dibandingkan imbal hasil perbankan konvensional, selain itu kegiatan
sosialisasi yang memperkenalkan produk perbankan syariah yang banyak
ragamnya mampu menarik perhatian para nasabah (Kajian Stabilitas Bank
Indonesia, 2009).
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 3
Penyaluran pembiayaan oleh perbankan syariah selama tahun 2009 telah
mencapai nilai Rp 46,9 triliun, bertumbuh 22,74% year on year (yoy)
mengalami perlambatan dibandingkan dengan pertumbuhan pembiayaan tahun
2008 sebesar 36,70%. Walaupun demikian pertumbuhan penyaluran
pembiayaan bank syariah masih lebih baik dibandingkan penyaluran kredit
oleh bank konvensional nasional yang hanya bertumbuh 9,96%. Penurunan
penyaluran dana tersebut terjadi karena dipengaruhi oleh masih lemahnya
permintaan ekspor dan penurunan harga berbagai komoditas, belum pulihnya daya
beli masyarakat, biaya ekonomi tinggi yang berdampak pada adanya
pembatasan ekspansi usaha dan pengurangan konsumsi. (Kajian Stabilitas Bank
Indonesia, 2009).
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa bank berfungsi sebagai
lembaga penghimpun dan penyalur bagi pengguna dana ini dalam aktifitasnya
sangat besar sehingga dapat mengalami kekurangan atau kelebihan likuditas.
Kekurangan likuditas dapat terjadi ketika adanya perbedaan jangka waktu
antara penerimaan dan penanaman dana, sedangkan kelebihan likuditas terjadi
ketika dana yang terhimpun belum disalurkan kepada pihak-pihak yang
membutuhkan.
Untuk mengatasi hal tersebut dan mengendalikan uang yang beredar,
Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan moneter dengan melakukan Operasi Pasar
Terbuka (OPT) berdasarkan prinsip syariah, dalam bentuk Sertifikat Wadiah
Bank Indonesia (SWBI) yang saat ini telah digantikan dengan instrumen Sertifikat
Bank Indonesia Syariah (SBIS). SBIS merupakan instrumen yang dibutuhkan
oleh bank syariah sebagai sarana investasi sehingga diperkirakan akan
mempengaruhi tingkat likuditas serta tingkat profitabilitas Bank Syariah.
Profitabilitas merupakan indikator yang paling tepat untuk mengukur
kinerja suatu bank. Ukuran profitabilitas yang digunakan adalah Return on
Equity (ROE) untuk perusahaan pada umumnya dan Return on Asset (ROA) pada
industri perbankan. Keduanya dapat digunakan dalam mengukur besarnya
kinerja keuangan pada industri perbankan. ROA memfokuskan kemampuan
perusahaan untuk memperoleh earning dalam operasi perusahaan, sedangkan
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 4
ROE hanya mengukur return yang diperoleh dari investasi pemilik perusahaan
dalam bisnis tersebut (Siamat, 2002 dalam penelitian Budi Ponco, 2008).
Dalam penelitian ini ROA digunakan sebagai ukuran kinerja perbankan dan
mengukur efektifitas perusahaan didalam menghasilkan keuntungan dengan
memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Dalam hal ini ROA merupakan rasio
antara laba sebelum pajak terhadap total asset. Semakin besar ROA
menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik, karena tingkat pengembalian
(return) semakin besar. Apabila ROA meningkat, berarti profitabilitas
perusahaan meningkat, sehingga dampak akhirnya adalah peningkatan
profitabilitas yang dinikmati oleh pemegang saham.
B. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana pengaruh variable Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
dan Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) terhadap Financing To Deposit
Ratio (FDR) ?
2. Bagaimana variabel Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Pasar
Uang Antar bank Syariah (PUAS) berpengaruh terhadap Return On Assets
(ROA) ?
3. Bagaimana pengaruh total secara langsung dan tidak langsung variable Inflasi,
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Pasar Uang Antar bank Syariah
(PUAS) dan Financing to Deposit Ratio (FDR) terhadap Return On Assets (ROA)
?
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 5
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bank Syariah
Bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada
bunga, dalam lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya
dikembangkan berdasarkan pada Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Atau dengan
kata lain Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran
uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah Islam. (Muhammad,
2005:13)
Menurut Veithzal Rivai dkk (2007:733) Bank Syariah adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip islam, yaitu aturan perjanjian
(akad) antara bank dengan pihak lain (nasabah) berdasarkan hukum islam.
1. Falsafah Operasional Bank Syariah dan Kegitan Bank
Setiap lembaga keuangan syariah, mempunyai falsafah mencari
keridhaan Allah SWT untuk memperoleh kebajikan di dunia dan akhirat. Oleh
karena itu, setiap kegiatan lembaga keuangan yang dikhawatirkan menyimpang
dari tuntunan agama, harus dihindari, diantaranya menjauhkan diri dari unsur riba,
caranya:
a. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka secara pasti
keberhasilan suatu usaha (QS. Luqman :34).
b. Menghindar penggunaan sistem prosentasi untuk pembebanan biaya terhadap
hutang atau pemberian imbalan terhadap simpanan yang mengandung unsur
melipatgandakan secara otomatis hutang/simpanan tersebut hanya karena
berjalannya waktu. (QS. Ali Imran :130).
c. Menghindari penggunaan sistem perdagangan/penyewaan barang ribawi
dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan memperoleh kelebihan baik
kuantitas maupun kualitas. (HR. Muslim, Bab Riba No. 1551 s/d 1567).
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 6
d. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka tambahan atas
hutang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai hutang secara sukarela.
(HR. Muslim, Bab Riba No. 1569 s/d 1572).
e. Menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan, dengan mengacu pada QS.
Al Baqarah ayat 275 dan QS. An Nisa ayat 29, maka setiap transaksi
kelembagaan syariah harus dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan
perdagangan atau transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang
dengan barang. Akibatnya pada kegiatan muamalah berlaku prinsip ada
barang/jasa uang dengan barang, sehingga akan mendorong produksi
barang/jasa, mendorong kelancaran arus barang/jasa, dapat dihindari adanya
penyalahgunaan kredit, spekulasi dan inflasi. (Muhammad, 2005:75)
B. Manajemen Aset dan Likuiditas Bank Syariah
Menurut Muhammad (2005:262) manajemen asset adalah upaya yang dilakukan
oleh bank syariah dalam mengelola atau mengatur posisi dana yang diterima dari
aktivitas funding untuk disalurkan kepada aktivitas financing, dengan harapan bank
bersangkutan mampu memenuhi kriteria-kriteria likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas.
Menurut Zainul Arifin (2003:144) sebagaimana bank konvensional, bank
syariah pun merupakan lembaga itermediasi antara penabung dan investor.
Perbedaan pokoknya terletak pada prinsip bagi hasil dan berbagi risiko yang melandasi
sistem operasionalnya. Hal ini antara lain tercemin pada karakteristik berikut:
1. Berbeda dengan bank konvensional, bank Islam hanya menjamin pembayaran
kembali nilai nominal simpanan giro dan tabungan (wadi’ah), tetapi tidak
menjamin pembayaran kembali nilai nominal dari deposito (investment
Deposit/mudharabah Deposit). Bank Islam juga tidak menjamin keuntungan atas
deposito pada bank syariah tergantung kinerja bank, tidak sebagaimana bank
konvensional yang menjamin pembayaran keuntungan atas deposito berdasarkan
tingkat bunga tertentu dengan mengabaikan performance-nya.
2. Sistem operasional bank syariah berdasarkan pada sistem equity dimana setiap
modal adalah berisiko. Oleh karena itu hubungan kerjasama antar bank Islam
dengan nasabahnya adalah berdasarkan prinsip bagi hasil dan berbagi risiko Proft
and Loss Sharing (PLS).
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 7
3. Dalam melakukan kegiatan pembiayaan (financing) bank Islam menggunakan
model pembiayaan syariah (Islamic models of financing) yaitu PLS dan non-PLS.
sehubungan dengan itu bank Islam melakukan pooling dana-dana nasabah dan
berkewajiban menyediakan manajemen investasi yang profesional.
Berdasarkan karakteristik tersebut, maka risiko yang dihadapi oleh bank
syariah lebih terfokus pada risiko likuditas dan risiko kredit dan tidak akan pernah
mengalami risiko fluktuasi tingkat bunga. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
manajemen asset/liabilitas itu akan bertemu di suatu kondisi yang sinkron untuk
memenuhi kebutuhan likuiditas, bank syariah harus menempatkan dana yang telah
dihimpun lalu menyalurkan ke instrumen-instrumen likuiditas.
Likuiditas pada umumnya adalah mengenai posisi uang kas suatu perusahaan
dan kemampuannya untuk memenuhi kewajiban (membayar utang) yang jatuh
tempo tepat pada waktunya. Apabila dikaitkan dengan lembaga bank, berarti
kemampuan bank setiap waktu untuk membayar utang jangka pendeknya apabila tiba-
tiba ditagih oleh nasabah atau pihak-pihak terkait. Jadi yang dimaksud likuiditas di
sini adalah kemudahan mengubah asset menjadi uang tunai dari masing-masing
bank yang bersangkutan. Dalam pengelolaan dana, bank akan mengalami salah satu
dari tiga hal di bawah ini:
1. posisi seimbang (squere), di mana persediaan dana sama dengan kebutuhan
dana yang tersedia.
2. posisi lebih (long), di mana persediaan dana lebih dari kebutuhan dana yang
tersedia.
3. posisi kurang (short), di mana persediaan dana kurang dari kebutuhan dana.
Dalam kegiatan operasional, bank dapat mengalami kelebihan atau kekurangan
likuiditas. Apabila terjadi kelebihan, maka hal itu dianggap sebagai keuntungan bank.
Sedangkan jika terjadi kekurangan likuiditas, maka bank memerlukan sarana untuk
menutupi kekurangan tersebut. (Wirdyaningsih dkk., 2005:140)
Menurut Zainul Arifin (2005:164) salah satu kendala operasional yang
dihadapi oleh perbankan islam adalah kesulitan dalam mengelola likuiditasnya secara
efisien. Hal itu terlihat pada beberapa gejala, antara lain:
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 8
1. Tidak tersedianya kesempatan investasi segera atas dana-dana yang diterimanya.
Dana-dana tersebut terakumulasi dan menganggur untuk beberapa hari sehingga
mengurangi rata-rata pendapatan mereka.
2. kesulitan mencairkan dana investasi yang sedang berjalan, pada saat ada
penarikan dana dalam situasi krisis.
Memenuhi kebutuhan likuiditas seringkali sama kompleksnya dengan
mengestimasikan kebutuhan likuiditas itu sendiri, tetapi tidak ada cukup kebijakan
dan prosudur untuk memenuhinya. Pada prinsipnya likuiditas adalah kemudahan
mengubah asset menjadi uang tunai dengan sedikit atau tanpa berkurang nilainya.
C. Financing to Deposit Ratio (FDR)
Pada perbankan syariah tidak mengenal kredit (loan) dalam penyaluran
dana yang dihimpunnya. Oleh karena itu, aktifitas penyaluran dana yang dilakukan
bank syariah lebih mengarah kepada pembiayaan (financing). Hutang merupakan
sesuatu yang harus dihindari dalam perbankan syariah. Rumus perhitungan likuiditas
ini dikonversi karena masih dalam terminologi yang sama yaitu fungsi intermediasi
perbankan, terutama dalam aspek penyaluran dana yang telah dihimpunnya untuk
mendapatkan gain profit.
FDR adalah suatu pengukuran tradisional yang menunjukkan deposito
berjangka, giro, tabungan dan lain-lain yang digunakan dalam memenuhi
permohonan pinjaman (loan requests) nasabahnya. Rasio ini menggambarkan sejauh
mana simpanan digunakan untuk pemberian pinjaman. Rasio ini juga dapat mengukur
tingkat likuiditas. FDR disebut juga rasio kredit terhadap total dana pihak ketiga
yang digunakan untuk mengukur dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk
kredit. Tinggi rendahnya rasio ini menunjukkan tingkat likuditas bank tersebut.
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993,
besarnya FDR ditetapkan oleh Bank Indonesia tidak boleh melebihi 110%. Yang
berarti bank boleh memberikan kredit atau pembiayaan melebihi jumlah dana pihak
ketiga yang berhasil dihimpun asalkan tidak melebihi 110% (Muhammad, 2005:55).
Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi semakin rendah
kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah
dana yang diperlukan untuk membiayai kredit semakin besar. Rasio yang tinggi
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 9
menunjukkan bahwa suatu bank meminjamkan seluruh dananya (loan-up) atau relatif
tidak likuid (illiquid). Sebaliknya rasio yang rendah menunjukkan bank yang likuid
dengan kelebihan kapasitas dana yang siap untuk dipinjamkan. Oleh karena itu,
rasio ini juga dapat memberi isyarat apakah suatu pinjaman masih dapat mengalami
ekspansi atau sebaliknya harus dibatasi.
Sebagai tindak lanjut pengembangan perbankan syariah, Bank Indonesia (BI)
telah mengelurkan beberapa ketentuan yang berkaitan dengan perbankan syariah:
1. Giro Wajib Minimum (GWM)
Giro wajib minimum adalah simpanan minimum bank umum dalam giro
pada Bank Indonesia (BI) yang besarnya ditetapkan oleh bank indonesia
berdasarkan persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Giro minimum
ini merupakan kewajiban bank dalam rangka mendukung pelaksanaan prisnsip
kehati-hatian bank dan berperan pula sebagi insrumen moneter untuk
mengendalikan uang beredar (Muhammad 2005:377).
2. Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS)
Menurut Muhammad Syafi’i Antonio (2001:183) Pasar uang (money
market) adalah di mana diperdagangkan surat-surat berharga jangka pendek. Pasar
valuta asing (foregign exchange market) adalah pasar di mana diperdagangkan
surat-surat berharga dalam satu mata uang dengan melibatkan mata uang lain.
Sedangkan, menurut Herman Darmawi (2006:98) pasar uang antar bank atau
sering disebut interbank call money market merupakan salah satu sarana untuk
memenuhi likuiditas bank-bank karena kalah kliring. Pasar uang antar bank
pada dasarnya adalah kegiatan pinjam-meminjam dana antar satu bank dengan
bank lainnya. Transaksinya bisa dilakukan secara langsung melalui telepon atau
lembaga kliring.
a. Mekanisme Pasar Uang
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 10
Mekanisme pasar uang berbeda dengan pasar modal yang tradingnya
dilakukan melalui Bursa atau Stock Exchange. Sesuai dengan karakteristiknya
maka pasar uang ini bersifat abstrak, tidak ada tempat khusus seperti halnya
pada pasar modal. Transaksi pasar uang secara over the counter market
(OTC), dilakukan oleh setiap peserta melalui desk atau dealing room masing-
masing peserta.
Sarana yang digunakan dalam melakukan transaksi pasar uang dapat
berupa:
1) Reuters monitor dealing screen (RDMS)
2) Telex
3) Telepon
4) Fax
5) Sarana telekomunikasi lain yang diperkenankan untuk transaksi
b. Transaksi Pasar Uang Antarbank Syariah
Menurut Veithzal Rivai dkk (2007:859) PUAB adalah sarana pinjam
meminjam yang dilakukan antarbank dengan menggunakan telepon atau
melalui Ruter. Setiap bank yang meminjam akan menerbitkan promes,
sedangkan bank pemberi akan menerbitkan nota kredit. Sedangkan PUAS
adalah kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antarpeserta pasar
berdasarkan prinsip mudharabah.
Menurut Fatwa DSN MUI No. 37/DSN-MUI/2002, pengertian
PUAS adalah kegiatan transaksi keuangan jangka pendek antarpeserta pasar
berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Menurut Pasal 1 butir (4) Peraturan Bank Indonesia No.
2/8/PBI/2000, yang telah diubah menjadi No. 7/26/PBI/2005 pengertian
PUAS adalah kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antarpeserta
pasar berdasarkan prinsip Mudharabah. (Wirdyaningsih dkk, 2005:142)
c. Mekanisme Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) dan Penyelesaian Transaksi
Mekanisme perdagangan surat-surat berharga berbasis syariah harus
tetap berkaitan dan berada dalam batas-batas toleransi dan ketentuan-ketentun
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 11
berdasarkan syariah, untuk memahami mekanisme Pasar Uang Antarbank
Syariah (PUAS) dapat digambarkan sebagai berikut :
Skema Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah
(Sumber: Muhammad, 2005:39)
1) Bank penanam dana pada sertifikat IMA melakukan pembayaran kepada bank
penerbit dengan menggunakan nota kredit melalui kliring, bilyet giro
Bank Indonesia atau transfer dana secara elektronis, disertai tembusan
sertifikat IMA.
2) Pemindahan sertifikat IMA hanya dapat dilakukan oleh bank penanam
dana pertama, sedangkan dana kedua tidak diperkenankan lagi
memindahtangankan kepada bank lain sampai berakhirnya jangka waktu.
Agar bank penerbit sertifikat wajib memberitahukan kepemilikan sertifikat
tersebut kepada bank penerbit.
3) Pada saat sertifikat IMA jatuh waktu, penyelesain transaksi dilakukan oleh
bank penerbit dengan melakukan pembayaran kepada pemegang sertifikat
terakhir sebesar nilai nominal investasi (face value), sedangkan imbalan
dibayar pada awal bulan berikutnya. pembayaran tersebut dapat dilakukan
dengan mengguanakan nota kredit melalui kliring, bilyet giro Bank
Indonesia atau transfer dana secara elektronis.
d. Perhitungan Imbalan
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 12
Besarnya imbalan sertifikat IMA yang dibayarkan pada awal bulan
dihitung atas dasar tingkat realisasi imbalan deposito investasi mudharabah
pada bank penerbit imbalan dimaksud sesuai dengan jangka waktu deposito
investasi mudharabah seperti terlihat pada tabel berikut:
Tabel Perhitungan Imbalan Berdasarkan Jangka Waktu
(Sumber: Muhammad, 2005: 394)
Rumus perhitungan imbalan Sertifikat IMA adalah sebagai berikut:
X = P x R x t/360 x k
Keterangan :
X = Besarnya imbalan yang diterbitkan kepada bank penenanam dana
P = Nilai nominal investasi
R = Tingkat realisasi imbalan deposito investasi mudharabah (sebelum di
distribusikan)
t = Jangka waktu investasi
k = Nisbah bagi hasil untuk bank penanam dana
e. Perbandingan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) Dengan Pasar Uang
Antarbank Konvensional (PUAK)
Dari keseluruhan uraian tentang PUAS di atas, maka dapat kita tarik
perbandingan antara Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS)
dengan Pasar Uang Antarbank Konvensional (PUAK/PUAB). Dalam
perbandingan ini dapat kita lihat persamaan dan perbedaan antara keduanya.
Tabel Perbedaan PUAS dengan PUAK atau PUAB
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 13
(Sumber: Wirdyaningsih dkk, 2005: 148)
D. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Sebelumnya SBIS dikenal sebagai Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
Syariah (SWBI). Menurut Wirdyaningsih dkk (2005:149) SWBI merupakan instrumen
kebijakan moneter yang bertujuan untuk mengatasi kesulitan kelebihan likuiditas
pada bank yang beroperasi dengan prinsip syariah.
Selanjutnya perubahan perundang–undangan tentang pencabutan SWBI menjadi
SBIS, berdasarkan PBI Nomor 10/11/PBI/2008, SBIS adalah surat berharga berdasarkan
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 14
prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan
oleh Bank Indonesia. SBIS diterbitkan sebagai salah satu insrumen operasi pasar
terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah
dengan menggunakan akad ju’alah (Peraturan Bank Indonesia 2008).
Ju’alah adalah suatu kontrak dimana pihak pertama menjanjikan imbalan
tertentu kepada kepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas atau pelayanan
yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama (Zainul Arifin,
2009:36). Instrumen ini menjadi masukan yang positif bagi perbankan syariah.
Pasalnya, sebelum diterbitkannya SBIS ini sebelumnya menggunakan Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dimana jika dibandingkan dengan SBI
konvensional memiliki perbedaan bonus atau return yang sangat berbeda. Untuk itu
bank Indonesia menerbitkan SBIS sebagai ganti SWBI setelah mendapat izin dari
Dewan Syraiah Nasional (DSN). Dalam peraturan Bank Indonesia SBI Syariah
diterbitkan melalui mekanisme lelang. Pihak yang berhak mengikuti lelang adalah Bank
Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) baru dapat mengikuti lelang
SBIS jika memenuhi persyaratan Financngl to Deposit Ratio (FDR) yang telah
ditetapkan oleh bank indonesia sebagaimana terdapat pada pasal 7 ayat (1) : BUS atau
UUS dapat memiliki SBIS melalui penjualan pembelian SBIS secara langsung atau
melalui perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing.
1. Karakteristik Sertifikat Bank Indonesia Syaraiah :
a. Menggunakan akad Ju’alah.
b. Satuan unit sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
c. Berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan.
d. Diterbitkan tanpa warkat.
e. Dapat digunakan pada bank indonesia
f. Tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
2. Mekanisme dan Penyelesaian Transaksi SBIS
Dalam transaksi SBIS yang mengunakan akad Ju’alah terdapat
mekanisme-mekanisme yang harus diikuti dan dipatuhi oleh Bank Umum Syariah
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 15
(BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) di dalam menjalankan mekanisme lelang
SBIS, adapun mekanisme yang harus dijalankan sebagai berikut:
a. Mekanisme Lelang SBIS
1) Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SBIS paling lambat pada 1
(satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang SBIS, antara lain meliputi :
a) BUS dan UUS yang dapat mengikuti lelang SBIS (FDR > 80% dan tidak
sedang dikenakan sanksi pemberhentian sementara untuk mengikuti lelang
SBIS);
b) Jangka waktu SBIS;
c) Tingkat imbal, yang mengacu kepada tingkat diskonto hasil lelang
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berjangka waktu sama yang ditebitkan
bersama dengan penerbitan SBIS dengan ketentuan sebagai berikut :
i. Dalam hal lelang SBI mengunakan metode fixed rate tender, maka
imbal SBIS ditetapkan sama dengan rata-rata tertimbang tingkat diskonto
hasil lelang SBI.
ii. Dalam hal lelang SBI mengunakan metode variabel rate tender, maka
imbalan SBIS ditetapkan sama dengan rata-rata tertimbang tingkat
diskonto hasil lelang SBI.
d) Tanggal transaksi,
e) Tanggal setelmen.
2) Pada hari pelaksanaan lelang SBIS (hari Rabu pukul 10.00 – 12.00), BUS, UUS,
Pialang mengajukan penawaran kuantitas SBIS yang dibeli kepada Bank
Indonesia cq Derektorat Pengawasan Moneter kepada Biro Operasional
Moneter (BI cq. DPM–BopM) melalui BI–SSSS.
3) BI cq DPM–BopM mengumumkan hasil lelang SBIS setelah window time
SBIS ditutup pada hari pelaksanaan lelang, secara individual kepada
pemegang lelang melalui BI–SSSS dan secara keseluruhan melalui BI–
SSSS dan sistem Laporan Harian Bank Umum (LHBU).
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 16
4) BI menetapkan kualitas pemegang lelang SBIS berdasarkan jumlah penawaran
kualitas yang diterima atau berdasarkan perhitungan kualitas secara proposional
5) BI cq. DPM–PTPM melakukan penyelesain hasil lelang SBIS pada hari kerja
yang sama dengan hari pelaksanaan lelang SBIS, dengan cara sebagi berikut:
a) Mendebet rekening giro pemenang lelang dalam rangka penyelsaian dana;
dan
b) Mengkredit rekening surat berharga pemenang lelang dalam rangka
penyelesaian surat berharga; masing-masing sebesar hasil nominal SBIS
yang dimenangkan.
6) Dalam hal BUS atau UUS tidak memiliki saldo rekening giro yang mencukupi
untuk menutup seluruh kewajiban penyelesain dana sebagimana dimaksud
pada butir 1.a sampai dengan cut-off warning Sistem BI–RTGS, maka hasil
lelang SBIS yang dimenangkan BUS atau UUS yang bersangkutan diyatakan
batal.
7) BI juga dapat membatalkan hasil lelang SBIS antara lain dalam hal penawaran
yang masuk dinilai berada di luar kewajaran dari pemikiran potensi
likuditas. Pembataln tersebut diumumkan oleh BI setelah window time ditutup
pada pada hari pelaksanaan lelang melalui BI–SSSS dan secara keseluruhan
melalui BI-SSSS dan sistem LHBU.
Adapun pengertian BI-SSSS adalah Bank Indonesia – Scripless Securities
Settlement Sistem yaitu sistem yang menghubungkan secara langsung secara
elektronik antara peserta, penyelengara dan sistem Bank Indonesia, sedangkan
BI-RTGS adalah Real Time Gross Settlement menurut PBI Nomor 10/6/PBI/2008
tentang RTGS ialah suatu sistem transfer dana elektronik antara peserta dalam
mata uang rupiah yang penyelesainnya dilakukan secara seketika per transaksi
secara inividu.
BUS dan UUS akan dikenakan sanksi jika transaksi SBIS oleh BUS atau
UUS dinyatakan batal karena dua hal. Pertama, tidak memiliki saldo rekening giro
yang cukup untuk memenuhi kewajiban penyelesaian transaksi pembelin SBIS.
Yang kedua, tidak memiliki rekening surat berharga dan saldo rekening giro
yang cukup untuk menyelesaikan transaksi pembelian SBIS. Sanksi yang akan
dikenakan adalah sebagai berikut:
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 17
1) Terdapat pembatalan hasil lelang SBIS karena saldo rekening giro yang
tidak mencukupi, BUS dan UUS dikenakan sanksi berupa teguran tertulis
dan kewajiban membayar sebesar 1/1000 (satu per seribu) dari nominal
SBIS yang dibatalkan atau paling banyak sebesar Rp. 1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah) untuk setiap pembatalan.
2) Apabila dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, BUS dan UUS telah
mendapatkan teguran tertulis sebanyak 3 (tiga) kali, maka selain
mendapatkan sanksi teguran tertulis dan kewajiban membayar, BUS dan UUS
juga dikenakan sanksi pemberhentian sementara untuk mengikuti lelang SBIS
sampai dengan lelang minggu berikutnya danlarangan mengajukan Repo SBIS
selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut (Peraturan Bank Indonesia, 2008)
b. Mekanisme Repo SBIS
Selain mekanisme lelang SBIS juga terdapat mekanisme Repo SBIS dimana
BUS dan UUS dapat merepokan SBIS miliknya kepada Bank Indonesia dengan
terlebih dahulu menandatangani perjanjian penggunaan SBIS dalam rangka Repo
SBIS. Terdapat Repo SBIS, Bank Indonesia akan mengenakan biaya kepada
BUS atau UUS. Adapun mekanisme Repo SBIS adalah sebagai berikut:
1) Bank Indonesia (BI) cq. DPM-Bop mengumumkan biaya Repo SBIS dan jangka
waktu Repo.
2) BUS dan UUS yang sebelumnya telah menandatangani Perjanjian Pengunaan
SBIS dalam tangka Repo dan tidak sedang dalam pengenaan sanksi.
3) Terhadap Repo SBIS, dikenakan Biaya repo SBIS.
4) BI cq. DPM–PTPM melakukan penyelesaaian Surat Berharga dan penyelsain
dalam rangka Repo SBIS yaitu pada waktu pelaksanaannya (Bank Indonesia,
2008).
3. Perbedaan Antara Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dan Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS)
Sebagaimana peraturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam
Peraturan Bank Indonesia No. 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 18
Syariah (SBIS) menggantikan kebijakan peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Bank
Indonesia No. 6/7/PBI/2004 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI).
SBIS dalam prakteknya menggunakan akad ju’alah yaitu mekanismenya dalam
bentuk lelang, dan lelang tersebut akan dimenangkan oleh salah satu BUS dan UUS
yang yang mengkikuti lelang dan tidak sedang kena sanksi. Sedangkan Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia memakai akad wadiah yang berarti titipan yang
bonusnya ditetapkan oleh Bank Indonesia (Bank Indonesia, 2008).
E. Inflasi
1. Definisi Inflasi
Secara umum, inflasi berarti kenaikan harga barang/komoditas dan jasa
dalam periode waktu tertentu. Inflasi dapat dianggap sebagai fenomena moneter
karena terjadinya penurunan nilai unit penghitungan moneter terhadap suatu
komoditas. (Adiwarman A. Karim, 2002:63).
2. Jenis-jenis Inflasi
Menurut Paul A. Samuelson dalam Adiwarman Azwar Karim (200:65)
berdasarkan tingkat keparahannya inflasi dapat digolongkan dalam tiga jenis inflasi
berikut:
a. Moderate inflation, adalah inflasi dengan karakteristik terjadinya kenaikan harga
secara lambat.
b. Galloping inflasion, yaitu inflasi yang terjadi pada tingkat 20% sampai dengan
200% per tahun.
c. Hyper inflasion, yaitu inflasi dengan tingkat sangat tinggi, berkisar antara
jutaan sampai triliunan per tahun.
3. Efek-efek Buruk Inflasi
Menurut Sukirno (2004:338), efek-efek buruk dari inflasi yaitu sebagai berikut
:
a. Inflasi dan Perkembangan Ekonomi
Inflasi yang tinggi tingakatnya akan menggalakkan perkembangan ekonomi.
Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 19
menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya
untuk tujuan spekulasi. Investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan
ekonomi akan menurun. Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran akan
terwujud. Kenaikan harga-harga juga menimbulkan efek buruk pula ke atas
perdagangan. Kenaikan harga menyebabkan barang-barang negara itu tidak
dapat bersaing di pasaran internasional, selanjutnya ekspor akan menurun.
Sebaliknya, harga-harga produksi dalam negeri yang semakin tinggi sebagai
akibat inflasi menyebabkan barang-barang impor relatif murah, maka lebih
banyak impor yang dilakukan. Ekspor yang menurun dan diikuti oleh impor
yang bertambah menyebabkan ketidakseimbangan dalam aliran mata uang
asing. Kedudukan neraca pembayaran akan memburuk.
b. Inflasi dan Kemakmuran Rakyat
Disamping menimbulkan efek buruk, kegiatan ekonomi negara akan
mengalami inflasi dan menimbulkan efek terhadap individu dan masyarakat.
c. Inflasi akan menurunkan pendapatan riil orang-orang yang berpendapatan tetap.
Pada umumnya kenaikan upah tidaklah secepat kenaikan harga- harga.
Maka inflasi akan menurunkan upah riil individu-individu yang berpendapatan
tetap. Sehingga daya beli masyarakat juga akan menurun.
d. Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang.
Sebagian kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang. Simpanan
di bank, simpanan tunai dan simpanan dalam institusi-institusi keuangan lain
yang merupakan simpanan keuangan. Nilai riinya akan menurun apabila inflasi
berlaku.
e. Memperburuk pembagian kekayaan
Telah ditunjukkan bahwa penerima pendapatan tetap akan menghadapi
kemorosotan dalam nilai riil pandapatannya, dan pemilik kekayaan bersifat
keuangan akan mengalami penurunan dalam nilai riil kekayaannya.
Penjual/pedagang dapat mempertahankan nilai riil pendapatannya. Dengan
demikian inflasi menyebabkan pembagian pendapatan diantara golongan
berpendapatan tetap dengan pemilik-pemilik harta tetap dan penjual/pedagang
akan menjadi semakin tidak merata.
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 20
Menurut para ekonomi islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi
perekonomian karena empat hal berikut:
a. Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap fungsi tabungan
(nilai simpan).
b. Melemahkan masyarakat untuk menabung.
c. Meningkatkan kecenderungan berbelanja, terutama untuk barang-barang nonprimer
dan mewah.
d. Mengarahkan investasi kepada hal-hal tidak produktif seperti penumpukan
kekayaan berupa tanah, bagunan, logam mulia, dan mata uang asing serta
mengorbankan investasi produktif seperti pertanian, industri, perdagangan dan
tranportasi (Adiwarman A. Karim, 2002:67)
4. Kebijakan untuk Mengatasi Inflasi
Kebijakan yang mungkin dilakukan pemerintah untuk mengatasi inflasi yaitu:
a. Kebijakan fiskal, yaitu dengan menambah pajak dan mengurangi pengeluaran
pemerintah.
b. Kebijakan moneter, yaitu dengan menaikkan suku bunga dan membatasi kredit.
c. Dari segi penawaran yaitu dengan melakukan langkah yang dapat mengurangi
biaya produksi dan menstabilkan harga seperti mengurangi pajak impor dan pajak
atas pajak atas bahan mentah, melakukan penetapan harga, menggalakkan
pertambahan produksi dan perkembangan teknologi.
F. Return On Assets (ROA)
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam
hubungannya dengan penjualan, tolal aktiva maupun modal sendiri (Agus Sartono,
2001:122). Rentabilitas adalah ukuran kemampuan bank untuk mendapatkan laba atas
penepatan asset kepada aktiva produktif yang dimiliki bank, untuk mengukur
profitabilitas bank maka dapat digunakan dengan mengunakan pendekatan yaitu
antara lain adalah dengan rasio Retrun On Asset (ROA). Retrun On Asset (ROA)
merupakan rasio keuangan yang digunakan untuk menilai kondisi keuangan dari
suatu perusahaan dengan mengunakan skala tertentu atau suatu alat untuk menilai
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 21
apakah seluruh asset yang dimiliki perusahaan sudah dipergunakan semaksimal
mungkin untuk mendapatkan keuntungan (Andy Porman T, 2007:147).
ROA adalah salah satu metode penilaian yang digunakan untuk mengukur tingkat
rentabilitas sebuah bank, yaitu tingkat keuntungan yang dicapai oleh sebuah bank
dengan seluruh dana yang ada di bank. ROA membandingkan laba terhadap total
aset, yang dapat dicari dengan rumus berikut. (Bank Indonesia, 2006).
Dapat dikatakan ROA berfungsi unuk mengukur efektifitas perusahaan dalam
mengelola asset yang dimilikinya kemudian menempatkan kepada aktiva produktif
segingga mendapatkan keuntungan, atas pegelolaan yang baik maka akan
menikatkan laba. ketika laba menigkat akan mearik para investor (nasabah) karena
perusahaan memiliki tingat pengembalian yang baik.
G. Kerangka Berpikir
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 22
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 23
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Temuan dan Pembahasan
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan menggunakan bantuan
Microsoft Excel 2003, SPSS 17.0 dan Software Amos 18 untuk dapat
mengolah data dan memperoleh hasil dari variabel-variabel yang diteliti, yaitu
terdiri dari variabel eksogen yaitu Inflasi, Sartifikat Wadiah Bank Indonesia
(SBIS) atau Sartifikat Bank Syariah Indonesia (SBIS) dan Pasar Uang
Antarbank Syariah. Sedangkan variabel endogen yaitu Financing to Deposit
Ratio (FDR) dan Return on Assets (ROA). Penjelasan lebih lanjut sebagai
berikut.
1). Analisis Deskriptif Variabel
a). Analisis Deskriptif Variabel Inflasi
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara
umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi
masyarakat yang meningkat atau adanya ketidak lancaran distribusi
barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya
nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu
peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga
yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi dianggap
terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus
dan saling pengaruh-mempengaruhi. Inflasi dapat digolongkan menjadi
empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi.
Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka
10% setahun; inflasi sedang antara 10% -30% setahun; berat antara
30% - 100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi
apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun. Data Inflasi yang
digunakan adalah tingkat Inflasi yang terjadi di Indonesia periode
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 24
November 2005 – Oktober 2010. Data tersebut diperoleh dari statistik
moneter pada situs www.bi.go.id.
Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif data tersebut
dapat kita lihat melalui grafik sebagai berikut :
Gambar 4.1
Grafik Inflasi
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 25
Tabel 4.1 menunjukkan perkembangan tingkat Inflasi di Indonesia
periode November 2004 – Oktober 2010. Pada masa penelitian ini
tingkat inflasi terendah terjadi pada bulan November 2009 yaitu
sebesar 0.002 atau 0.2%, inflasi pada tahun 2009 terbilang rendah,
terjadinya inflasi ini didukung faktor internal yaitu pemerintah tidak
menaikan tarif dasar listrik dan pada Bahan Bakar Minyak (BBM) dan
diperkirakan laju pertumbuhan ekonomi pada sektor rill meningkat
pada tahun 2009 yang mengakibatkan harga makanan tidak mengalami
kenaikan sehingga berimbas pada stabilnya daya beli masyrakat,
dengan setabilnya daya beli masyarakat perbankan lebih banyak
menghimpun uang dari masyarakat dan stabilnya peyarun dan untuk
masyarkat yang membutuhkannya. Sedangkan tingkat inflasi tertinggi
terjadi pada bulan Oktober 2005 yaitu sebesar 0,015 atau 0,15% jika
diperhatikan pada grafik 4.1 infalsi meningakat pada Priode Juli 2005
sampai akhir tahun mengalami peningkatan yang paling tinggi,
kenaikan ini disebabkan karena naiknya harga bensin dari Rp 2.200-
an ke angka Rp 4.000an pengeluaran masyarakat otomatis menjadi
meningakat 40% (detik.com), meningakatnya harga bensin berdampak
pada terganggunya biaya produksi menjadi meningkat sehingga
mengakibatkan kenaikan pada harga makan dan berimbas pada daya
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 26
beli masyarakat yang melemah, daya beli masyarakat yang merelemah
mengakibatkan porsi saving lebih kecil dibandingkan dengan porsi
konsumsi.
b) Analisis Deskriptif Variabel Sartifikat Wadiah Bank Indonesia
(SWBI) atau Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Menurut (Wirdyaningsih dkk, 2005:149) SWBI merupakan
insrumen kebijakan moneter yang bertujuan untuk mengatasi kesulitan
kelebihan likuiditas pada bank yang beroperasi dengan prinsip syariah.
SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu
pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia. SBIS diterbitkan sebagai salah satu insrumen oprasi pasar
terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan
berdasarkan prinsip syarih dengan mengunakan akad ju’alah (Bank
Indonesia 2008).
SBIS merupakan salah satu mekanisme yang digunakan oleh bank
Indonesia dalam mengatur likuditas Bank Umum (BUS) dan Unit
Usaha Syariah (UUS) dalam menyediakan media untuk mengelola
likuditas bank dengan mengunakan akad ju’alah. Data posisi SBIS yang
digunakan adalah perkembangan posisi SBIS 1 bulan periode November
2004 – Oktober 2010. Data tersebut diperoleh dari situs www.bi.go.id.
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 27
Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat
kita lihat melalui grafik sebagai berikut :
Tabel 4.2 menunjukkan fluktuasi Sartifikat Wadiah Bank Indonesia
(SBIS) pada periode November 2004 – Maret 2008. Posisi SWBI
mulai melemah sejak Januari 2005 terendah terjadi pada bulan Oktober
2005 yaitu sebesar Rp. 317.000 Juta, jika dilihat nominal Financing to
Deposit (FDR) pada Priode Oktober 2005 adalah sebesar 111,31%.
Artinya, jumlah FDR diatas 80% yaitu posisi ideal yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia (BI) tetapi hal tersebut tidak medorong posisi
SWBI meningkat karena Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha
Syariah (UUS) menempatkan dananya tersebut pada pembiayaan
tercatat porsi pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah pada
bulan Oktober 2005 sebesar Rp 15.121.483 Juta, jumlah pembiayaan
meningkat dari bulan sebelumnya yaitu sebesar Rp 14.753.299 Juta
(Setatistik Perbankan Syariah, 2005). posisi tersebut disebabkan
karena sektor rill mengalami peningkatan yang mengakibatkan
perbankan lebih memilih menyalurkan dana tersebut pada sektor
pembiayaan walaupun risiko yang akan dihadapi cukup besar
dibanding penempatan pada bonus SWBI tetapi keutungan yang
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 28
didapat lebih besar dibandingkan dengan bonus SWBI begitu juga
sebaliknya.
Selanjutnya SWBI cenderung bergerak fluktuasi dari bulan ke
bulan, tingkat SWBI tertinggi terjadi pada Januari 2008 yaitu sebesar
3.189.000 Juta, jika pada Priode Febuari 2007 mengalami penikatan
maka hal tersebut dapat diprediksikan bahwa sektor rill yaitu bagi hasil
kurang memberikan keuntungan dan risikonya terlalu besar terhadap
perbankan sehingga Bank Umum Syariah (BUS) dan (Unit Usaha
Syariah) lebih baik menepatkan dananya pada insurumen likuditas
antara lain SWBI. Pada bulan April 2008 Bank Indonesia
menerbitkan instrumen likuiditas untuk bank syariah yaitu Sertifikat
Bank Indonesia Syariah sebagaimana Peraturan Bank Indonesia No.
10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Pada
periode April 2008 – Oktober 2010, posisi SBIS terendah terjadi pada
September 2008 yaitu sebesar Rp. 413.000 Juta, pada Priode
Septembar 2008 Financing to Deposit (FDR) mengalami peningakatan
yang yaitu Priode sebelumnya 111,3 % menurun dari bulan
sebelumnya 112,2 %. Artinnya, bank syariah lebih banyak
menempatkan dananya pada pembiayaan, tercataat pada Priode
sebelumnya Rp 36.571.761 Juta meningkat menjadi 37.680.587 Juta.
Artinya, perbankan syariah lebih banyak menempatkan dananya pada
pembiayaan ini diperkirakan pertumbuhan ekonomi pada sektor rill
meningakat (Setatistik Perbankan Indonesia, 2008). posisi SBIS
cenderung bergerak fluktuatif dari bulan ke bulan, SBIS tertinggi
terjadi pada Febuari 2008 yaitu sebesar Rp. 3.717.000 juta, pada
kondisi ini SBIS lebih menarik dibandigkan menepatkan dananya pada
sektor rill.
c) Analisis Deskriptif Variabel Pasar Uang Antarbank Syariah
(PUAS)
Menurut Pasal 1 butir (4) Peraturan Bank Indonesia No.
2/8/PBI/2000, yang telah diubah menjadi No. 7/26/PBI/2005 pengertian
PUAS adalah kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 29
antarpeserta pasar berdasarkan prinsip Mudharabah. Sedangkan
penegrtian mudharabah pada Pasal 1 butir (5) PBI tersebut adalah
”perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan
kegiatan usaha guna memperoleh keuntungan, dan keuntungan tersebut
akan dibagikan kepada kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang
telah disepakati sebelumnya. (Wirdyaningsih dkk, 2005:142). Data PUAS
yang digunakan adalah volume transaksi antar bank berdasarkan prinsip
syaria yang digunakan periode yaitu November 2004 – Oktober 2010.
Data tersebut diperoleh dari situs www.bi.go.id.
Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif data tersebut dapat
kita lihat melalui grafik sebagai berikut :
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 30
Pada tabel 4.3 jika dilihat secara keseluruan terjadi
peningkatan dari tahun ketahun yang artinya perbakan syariah
menempatkan dana yang mengagur untuk mendapatkn keuntungan
atas penempatan dananya pada insumen pasar uang syriah dimana akad
yang digunakan mengunakan akad mudharabah sehingga lebih aman
dan memberi keutungan bagi bank.
d) Analisis Deskriptif Financing to Deposit Ratio (FDR)
FDR disebut juga rasio pembiayaan terhadap total dana pihak
ketiga yang digunakan untuk mengukur dana pihak ketiga yang
disalurkan dalam bentuk pembiayaan. Penyaluran pembiayaan
merupakan kegiatan utama bank, oleh karena itu sumber pendapatan
utama bank berasal dari kegiatan ini. Semakin besarnya penyaluran
dana dalam bentuk kredit relatif bila dibandingkan dengan deposit
atau simpanan masyarakat pada suatu bank membawa konsekuensi
semakin besarnya risiko yang ditanggung oleh bank yang
bersangkutan. Sehingga FDR dapat dirumuskan dengan :
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 31
Data Financing to Deposit Ratio yang digunakan adalah
perkembangan FDR pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah yaitu periode November 2004 – Oktober 2010. Data
tersebut diperoleh dari situs www.bi.go.id.
Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat kita
lihat melalui grafik sebagai berikut :
Perkembangan Financing to Deposit Ratio (FDR) pada Bank
Umum Syariah (BUS) Dan Unit Usaha Syariah (UUS) Indonesia
periode November 2004 - Oktober 2010. Pada masa penelitian ini
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 32
jumlah FDR terendah terjadi pada bulan Januari 2010 yaitu sebesar 89,1
% atau 0,891, hal ini disebabkan karena total pembiayaan yang
disalurkan lebih kecil dibandingkan dengan Dana Pihak Ketiga
(DPK) yang terhimpuan, untuk total pembiayaan adalah sebesar Rp
47.140 Milyar. Sementara DPK yang terhimpun dari nasabah sebesar Rp
53.163 Milyar. Artinya, pada kondisi ini BUS dan UUS lebih berhati-hati
menempatkan dananya pada sektor rill dan lebih tertarik untuk
menempakan dananya pada insumen likuditas salah satunya adalah
SBIS, dengan DPK sebesar Rp 53.163 Milyar BUS dan UUS
menempatkan dana pada SBIS sebesar Rp 3.373.000 Juta meningkat
dari Priode sebelumnya yaitu Rp 3.076.000 Juta (Setatistik Bank
Indonesia, 2010). Sedangkan jumlah FDR tertinggi terjadi pada
bulan Agustus 2008 yaitu sebesar 113% atau 1,130. Hal ini terjadi karena
total pembiayaan yang disalurkan lebih besar dari pada DPK yang
terhimpun, untuk total pembiayaan adalah sebesar Rp 38.528.984
Juta. Sementara DPK yang terhimpun dari nasabah sebesar Rp
34.422.283 Juta. Artinya, BUS dan UUS lebih tertarik penyaluaran
pada sektor rill, pada kondisi ini terbukti posisi SBIS yaitu Rp
1.820.000 Juta, lebih besar dibandingkan Priode sebelumnya yaitu
sebesar 2.557.000 Juta (Setatistik Perbankan, 2008). Secara
keseluruhan pergerakan FDR bergerak pada kisaran 90% samapai
dengan 100% ini berarti bank syariah masih berhati-hati menjaga
likuditasnya selain itu agar untuk menarik nasabah.
e) Analisis Deskriptif Return On Assets (ROA)
ROA adalah salah satu metode penilaian yang digunakan
untuk mengukur tingkat rentabilitas sebuah bank, yaitu tingkat
keuntungan yang dicapai oleh sebuah bank dengan seluruh dana yang
ada di bank. return on assets membandingkan laba terhadap total aset,
yang dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 33
Data digunakan adalah perkembangan Return On Assets (ROA)
yang terjadi pada Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha
Syariah (UUS) periode November 2004 -Oktober 2010. Data
tersebut diperoleh dari situs www.bi.go.id.
Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat kita
lihat melalui grafik sebagai berikut :
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 34
Perkembangan Return On Assets (ROA) pada Bank Umum
Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) periode Oktober
2004 - Oktober 2010. Pada masa penelitian ini ROA semakin menurun
sejak Priode April 2005 sampai Priode Juni 2005 yaitu sebesar
0,0014 atau 0,14% hal ini disebabkan karena pada Priode 2005
terjadi krisis ekonomi sehingga sektor pembankan mengalami
gocangan dan berdampak pada profitabilitas perbankan sedangkan
ROA tertinggi terjadi pada Priode April 2009 yaitu 0,0229 atau
2,29 % ini sebabkan karna laba yang didapatkan lebih besar daripada
total assets.
2). Analisis Jalur Pengaruh Inflasi, Sartifikat Wadiah Bank Indonesia
(SBIS) dan Pasar Uang Atarbank Syariah (PUAS) Terhadap Financing
to Deposit Ratio (FDR) Serta Implikasinya Kepada Return On Assets (ROA)
Bank Syariah di Indonesia. Analisis jalur ini dibagi menjadi dua
substruktur. Substruktur yang pertama menganalisis pengaruh Inflasi, SBIS
dan PUAS sebagai variabel eksogen terhadap FDR sebagai variabel endogen.
Substruktur yang kedua menganalisis pengaruh Inflasi, SBIS, PUAS dan
FDR sebagai variabel eksogen terhadap ROA sebagai variabel endogen. Dari
hasil perhitungan dengan menggunakan AMOS 18, maka dapat digambarkan
diagram jalur sebagai berikut :
a) Analisis Korelasi
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 35
Korelasi antara Inflasi, SBIS dan PUAS. Dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut :
1) Analisis Korelasi
Untuk menafsirkan angka tersebut digunakan kriteria sebagai
berikut:
0 – 0,25 : Korelasi sangat lemah (dianggap tidak ada)
0,25 – 0,5 : Korelasi cukup kuat
0,5 – 0,75 : Korelasi kuat
0,75 – 1 : Korelasi sangat kuat
Untuk pengujian lebih lanjut, maka diajukan hipotesis:
Ho : Tidak ada hubungan (korelasi) yang signifikan antara dua
variabel.
Ha : Ada hubungan (korelasi) yang signifikan antara dua
variabel
Pengujian berdasarkan signifikan:
Jika probabilitas penelitian < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha
diterima.
Jika probabilitas penelitian > 0,05 maka H0 diterima dan Ha
ditolak.
(a) Korelasi Inflasi dengan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Berdasarkan perhitungan diperoleh angka korelasi antara
variabel Inflasi dan SBIS sebesar -0,354 mempunyai maksud
hubungan antara variabel Inflasi dan SBIS cukup kuat dan
berlawanan. berlawanan artinya apabila terjadi kenaikan Inflasi,
maka nilai SBIS akan mengalami penurunan, dan sebaliknya.
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 36
Korelasi dua variabel tersebut mempunyai probabilitas sebesar
0,005 < 0,05 maka telah cukup bukti untuk menolak Ho dan
menerima Ha sehingga korelasi signifikan.
(b) Korelasi Sertifikat Bank Indonesia Syarih (SBIS) dengan PUAS
Berdasarkan perhitungan diperoleh angka korelasi antara
variabel SBIS dan PUAS sebesar 0,426 mempunyai maksud
hubungan antara variabel SBIS dan PUAS sangat kuat. Korelasi
dua variabel tersebut mempunyai probabilitas sebesar 0,000 < 0,05
maka telah cukup bukti untuk menolak Ho dan menerima Ha
sehingga korelasi signifikan.
(c) Korelasi Inflasi dengan PUAS
Berdasarkan perhitungan diperoleh angka korelasi antara
variabel Inflasi dan PUAS sebesar -0,196 mempunyai maksud
hubungan cukup kuat. Korelasi dua variabel tersebut mempunyai
probabilitas sebesar 0,104 > 0,05 maka tidak cukup bukti untuk
menolak Ho dan menerima Ha sehingga korelasi tidak signifikan.
2) Analsis Jalur Pengaruh Inflasi, Sartifikat Bank Indonesia Syariah
(SBIS) dan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) terhadap
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Untuk gambar hasil analisis diagram jalur sub struktur pertama
adalah sebagai berikut :
Gambar 4.7
Diagram Jalur Substruktur I
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 37
(Sumber : Output AMOS 18)
Analisis jalur sub struktur yang pertama adalah menganalisis
pengaruh Inflasi, SBIS dan PUAS terhadap FDR baik secara simultan
maupun secara parsial. Untuk melihat besarnya pengaruh secara simultan
dapat terlihat pada kolom estimasi pada tabel Square Multiple
Correlation. Besarnya pengaruh antara variabel secara individu dapat
terlihat dari besarnya angka estimasi pada tabel Standardized
Regression Weight. Sedangkan untuk melihat signifikansi pengaruh
antar variabel dapat terlihat pada angka di tabel Regression Weight
kolom Probability. (Lihat Lampiran).
Adapun hasil perhitungan dengan menggunakan Software
AMOS 18 adalah sebagai berikut :
Tabel 4.7
Pengaruh antara Inflasi, SBIS dan PUAS terhadap FDR
(Sumber : data diolah)
Untuk melihat pengaruh Inflasi, SBIS dan PUAS secara
gabungan terhadap FDR, kita dapat melihat hasil perhitungan pada tabel 4.7
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 38
khususnya angka R square. Besarnya angka R square (r2) adalah 0,764.
Angka tersebut digunakan untuk melihat besarnya pengaruh variabel
Inflasi, SBIS dan PUAS secara gabungan terhadap FDR dengan cara
menghitung koefisien determinasi (KD) dengan menggunakan rumus
berikut:
KD = r2 x 100%
KD = 0,724 x 100%
KD = 72,4%
Angka tersebut mempunyai maksud bahwa pengaruh variabel
Inflasi, SBIS dan PUAS terhadap FDR secara gabungan adalah 72,4%,
sedangkan sisanya sebesar 27,6% (100%-72,4%) dipengaruhi oleh
faktor lain. Dengan kata lain, variabilitas pengaruh yang dapat
diterangkan dengan menggunakan variabel Inflasi, SBIS dan PUAS adalah
sebesar 72,4%, sementara pengaruh yang disebabkan oleh variabel-
variebel lain di luar model ini adalah sebesar 27,6%.
Untuk melihat besarnya pengaruh inflasi, SBIS dan PUAS
terhadap FDR secara parsial, digunakan kolom estimasi pada tabel 4.8,
sedangkan untuk melihat signifikansi digunakan kolom probabilitas.
1) Pengaruh antara variabel Inflasi dengan FDR
Untuk melihat apakah ada hubungan linier antara variabel Inflasi
dengan FDR, dapat melakukan langkah-langkah analisis sebagai berikut:
Ketentuan Hipotesis:
Ho : Tidak ada hubungan linier antara inflasi dengan FDR.
Ha : Ada hubungan linier antara inflasi dengan FDR.
Dengan kriteria sebagai berikut:
Jika probabilitas penelitian < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha
diterima.
Jika probabilitas penelitian > 0,05 maka H0 diterima = dan Ha
ditolak.
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 > 0,05. Maka telah
cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 39
linier antara variabel inflasi dengan FDR. Besarnya pengaruh inflasi
dengan FDR sebesar 0,405 atau 40,5%.
Inflasi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
FDR. Artinya, apabila inflasi mengalami kenaikan, maka jumlah
FDR khususnya pembiayaan akan mengalami kenaikan, begitu juga
sebaliknya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ari
Cahyono (2009) bahwa inflasi memiliki pengaruh positif dan
signifikan. Setiap kenaikan pada inflasi akan meningkatkan
pembiayaan. Bila inflasi naik, maka konsep perbankan syariah adalah
bagi hasil.
Dengan konsep ini, sesungguhnya bank dan nasabah melakukan
pengikatan dalam suatu ikatan investasi bersama, dimana laba dan
rugi akan ditanggung bersama, sehingga konsep ini jelas lebih adil
dan memberi ketenangan bagi nasabah. Sedangkan dalam kondisi
inflasi turun, maka bank syariah kurang menjadi pilihan, karena
nasabah biasanya lebih memilih bank konvensional, sebab
pendapatan atau laba perusahaan akan cendrung tinggi. Namun,
sesungguhnya konsep berbagi yang diterapkan bank syariah lebih
adil dan menguntungkan kedua belah pihak dalam berbagai kondisi.
2) Pengaruh antara Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR)
Untuk melihat apakah ada hubungan linier antara SBIS
terhadap FDR, dapat melakukan langkah-langkah analisis sebagai
berikut:
Ketentuan Hipotesis:
Ho : Tidak ada hubungan linier antara SBIS terhadap FDR.
Ha : Ada hubungan linier antara SBIS terhadap FDR.
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 > 0,05. Maka telah
cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada
hubungan linier antara SBIS terhadap FDR. Besarnya pengaruh
SBIS terhadap FDR sebesar atau -0,630 atau -6,3%. SBIS memiliki
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 40
pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap penyaluran FDR.
Artinya, apabila terjadi kenaikan SBIS, maka FDR akan mengalami
penurunan, begitu juga sebaliknya. Hal ini sesuai dengan teori yang
dinyatakan oleh Muhammad (2005:399), SWBI atau SBIS dapat
dijadikan sarana penitipan dana jngka pendek khususnya bagi bank yang
mengalami kelebihan likuditas. Dan sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Indah Nurfitri Adi (2006) bahwa SBIS memiliki
pengaruh negatif dan signifikan. Dalam perkembangannya, perbankan
syariah kesuliatan untuk segera menyalurkan Dana Pihak Ketiga
(DPK) dalam bentukpembiayaan karena bank syariah sebagaimana
bank konvensional harus berhati-hati untuk menyalurkan DPK
melalui pembiayaan, sehingga dana yang dimilikinya lebih mudah
jika disalurkan dalam bentuk pembiayaan. Dalam hal ini, return
yang lebih pasti yaitu SBIS. Dapat disimpulkan bahwa
meningkatnya posisi SBIS akan menurunkan tingkat FDR.
2) Pengaruh antara PUAS dengan Financing to Deposit Ratio
(FDR)
Untuk melihat apakah ada hubungan linier antara variabel PUAS
dengan FDR, dapat melakukan langkah-langkah analisis sebagai berikut:
Ketentuan Hipotesis:
Ho : Tidak ada hubungan linier antara PUAS dengan FDR.
Ha : Ada hubungan linier antara PUAS dengan FDR.
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,067 > 0,05. Maka tidak
cukup bukti untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, tidak
ada hubungan linier antara variabel PUAS dengan FDR. Besarnya
pengaruh PUAS dengan FDR sebesar -0,126 atau 12,6 %.
PUAS memiliki pengaruh yang positif dan tidak signifikan
terhadap FDR Artinya, apabila terjadi kenaikan PUAS, maka jumlah
FDR akan menurun, begitu juga sebaliknya.
Gambar 4.8
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 41
Diagram Jalur Substruktur II
(Sumber : Output AMOS 18)
Analisis jalur sub struktur yang kedua adalah menganalisis
pengaruh inflasi, SBIS, PUAS dan Financing to Deposit Ratio
(FDR) pada Return on Assets (ROA) baik secara simultan maupun
secara parsial. Untuk melihat besarnya pengaruh secara simultan
dapat terlihat pada kolom estimasi pada tabel Square Multiple
Correlation. Besarnya pengaruh antara variabel secara individu
dapat terlihat dari besarnya angka estimasi pada tabel Standardized
Regression Weight. Sedangkan untuk melihat signifikansi pengaruh
antar variabel dapat terlihat pada angka di tabel Regression Weight
kolom Probability. Untuk melihat besarnya pengaruh Ketiga tabel
tersebut dapat dilihat pada lampiran. Adapun Ringkasan hasil
perhitungan dengan menggunakan Software AMOS 18 adalah sebagai
berikut :
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 42
Untuk melihat besarnya pengaruh inflasi, SBIS dan PUAS terhadap
FDR secara parsial, digunakan kolom estimasi pada tabel 4.8, sedangkan
untuk melihat signifikansi digunakan kolom probabilitas.
1) Pengaruh antara variabel Inflasi dengan Return on Assets (ROA).
Untuk melihat apakah ada hubungan linier antara variabel PUAS
dengan ROA, dapat melakukan langkah-langkah analisis sebagai
berikut:
Ketentuan Hipotesis:
Ho : Tidak ada hubungan linier antara inflasi dengan ROA.
Ha : Ada hubungan linier antara inflasi dengan ROA.
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,012 < 0,05. Maka telah
cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada
hubungan linier antara variabel inflasi dengan ROA. Besarnya
pengaruh inflasi dengan ROA sebesar -0, 288 atau -28,8%. Inflasi
memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan pada ROA.
Artinya, apabila terjadi kenaikan inflasi, maka ROA akan
mengalami penurunan, begitu juga sebaliknya. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Epos, Mardika (2010)
bahwa inflasi memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan
terhadap ROA. Menyatakan bahwa inflasi merupakan variabel
yang signifikan dalam mempengaruhi ROA. Inflasi mempengaruhi
profit margin perbankan, ketika inflasi naik secara terus menerus
nasabah secara bersama-sama menarik uang mereka pada bank.
2) Pengaruh antara variabel Sartifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
dengan Return on Assets (ROA).
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 43
Untuk melihat apakah ada hubungan linier antara variabel
SBIS dengan ROA dapat melakukan langkah- langkah analisis
sebagai berikut:
Ketentuan Hipotesis:
Ho : Tidak ada hubungan linier SBIS dengan ROA.
Ha : Ada hubungan linier antara SBIS dengan ROA.
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka telah
cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada
hubungan linier antara variabel nilai tukar rupiah dengan ROA.
Besarnya pengaruh SBIS dengan ROA sebesar 0,548 atau 54,8%.
SBIS memiliki pengaruh yang positif dan signifikan pada ROA.
Artinya, apabila terjadi kenaikan SBIS, maka ROA akan
mengalami kenaikan, begitu juga sebaliknya. Hal ini sesuai dengan
teori menurut Tomas Suyanto, dkk (1997:123) Aktiva produktif
adalah semua aktiva dalam rupiah maupun dalam valuta asing
yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk memperoleh
penghasilan sesuai dengan fungsinya meliputi kredit yang
diberikan, surat-surat berharga dan penempatan dana pada bank
lain dalam negri maupun luar negri.
3) Pengaruh antara variabel PUAS dengan Return on Assets (ROA).
Untuk melihat apakah ada hubungan linier antara variabel PUAS
dengan ROA, dapat melakukan langkah-langkah analisis sebagai
berikut:
Ketentuan Hipotesis:
Ho: Tidak ada hubungan linier antara PUAS dengan ROA.
Ha: Ada hubungan linier antara PUAS dengan ROA.
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka telah
cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada
hubungan linier antara variabel PUAS dengan ROA. Besarnya
pengaruh PUAS dengan ROA sebesar 0,405 atau 40,5%. Bagi hasil
PUAS memiliki pengaruh yang positif dan signifikan pada ROA.
Artinya, apabila terjadi kenaikan bagi hasil pada deposit maka
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 44
ROA juga menglami peningkatan, begitu juga sebaliknya. Ini
sesuai dengan teori Muhammad (2005:392) piranti yang dalam
PUAS adalah Sertifikat IMA. Serttifikat ini digunakan sebagai
sarana investasi bagi bank yang kelebihan dana untuk mendapat
keuntungan. Artinya ketika bank kelebihan dana bank memilih
pasar uang untuk mendapatkan keuntungan atas investasinya.
4) Pengaruh antara variabel Financing to Deposit Ratio (FDR) dengan
Return on Assets (ROA).
Untuk melihat apakah ada hubungan linier antara variabel FDR
dengan ROA, dapat melakukan langkah-langkah analisis sebagai
berikut:
Ketentuan Hipotesis:
Ho : Tidak ada hubungan linier antara FDR dengan ROA.
Ha : Ada hubungan linier antara FDR dengan ROA.
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,010 < 0,05. Maka
telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada
hubungan linier antara variabel FDR dengan ROA. Besarnya
pengaruh FDR dengan ROA sebesar 0,411 atau 41,1%.
FDR memiliki pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap ROA. Artinya, apabila terjadi kenaikan FDR, maka ROA
juga akan mengalami kenaikan. penelitian yang dilakukan oleh
Anisyah Harahap (2006) dan Adi Stiawan (2009) menyatakan
bahwa penyaluran kredit lebih besar dari dana yang disimpan oleh
nasabah, sehingga dengan hal ini bank disatu sisi akan
memperoleh bagi hasil yang cukup besar dari debitur daripada bagi
hasil yang diberikan kepada nasabah yang menyimpan dananya di
bank syariah. Namun tentunya ini juga mengandung risiko kredit
yang cukup besar karena semakin besarnya dana pembiayaan yang
disalurkan. Rangkuman seluruh pengujian pengaruh antar variabel
eksogen dan endogen dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 45
d. Uji Kesesuain Model (Goodness of Fit)
Setelah menguji dengan Amos 18 dengan melihat tabel
estimasi, maka diketahui varibel yang memiliki hubungan yang
sangat kecil atau dianggap tidak berhubungan dan memiliki
probabilitas yang tidak signifikan langkah selanjutnya adalah
menguji dengan kesesuain model dengan Goodness of Fit untuk
mengatuhi apakah model yang akan di uji sudah sesuai atau
belum sesuai dengan model yang digunakan, adalah sebagi berikut :
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 46
Hasil uji Goodness of Fit tersebut masih ada variabel
yang melebihi batas ketentun yang sudah di tentukan maka hasil
tersebut dianggap kurang Fit. Hal ini disebabkan dalam model
tersebut masih ada pengaruh variabel yang tidak signifikan.
Langkah selanjutnya ilah peneliti melakukan analisis jalur model
trimming. Analisis jalur Model Trimming adalah model yang
digunakan untuk memperbaiki suatu model struktur bila koefisien
betanya (eksogen) tidak signifikan. Dalam hal ini peneliti
menghilangkan salah satu jalur (panah) yang memiliki koefisien
betanya tidak signifikan dan memiliki probabilitas terbesar.
Rangkuman hasil triming model dapat dilihat pada tabel berikut :
Pada trimming, jalur (panah) PUAS pada FDR
dihilangkan karena memiliki probabilitas 0,070 > 0,05 (tidak
signifikan). Dari hasil trimming dihasilkan indeks kesesuain yang
cukup baik dan sudah tidak menujukan probabilitas yang lebih 0,05.
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 47
Dari hasil trimming dapat diperoleh hasil perhitungan dalam tabel
sebagi berikut :
Penelitian ini terjadi beberapa triming bagi jalur yang tidak
signifikan, maka penelitian selanjutnya bertujuan sebagai berikut :
1. Untuk menganalisis pengaruh Inflasi dan Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS) terhadap Financing to Deposit Ratio
(FDR).
2. Untuk menganalisis pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS), Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) dan
Financing to Deposit Ratio (FDR) terhadap Return On Assets
(ROA).
3. Analisis Jalur Setelah Trimming
Pengujian analisis jalur setelah rimming terdiri dari 2 (dua) sub
struktur, yaitu :
• Pengaruh variabel antara Inflasi dan Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS) terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR)
baik secara simultan maupun secara parsial.
• Pengaruh variabel antara Inflasi, Sertifikat bank Indononesia
Syariah (SBIS), Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) dan
Financing to Deposit Ratio (FDR) terhadap Return On Assets
(ROA) baik secara simultan maupun secara parsial.
Dari hasil penghitungan setelah trimming dengan mengunakan
Amos 18, maka dapat digambarkan diagram jalur setelah
trimming sebagai berikut :
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 48
Agar lebih jelas diagram jalur tersebut disajikan dalam bentuk
ringkasn tabel sebagai berikut :
Korelasi antara variabel Inflasi, Pasar Uang Atarbank Syariah
(PUAS) dan SBIS tidak ada perubahan setelah dilakukan Trimming.
a. Analisis Jalur Pengaruh Inflasi dan Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS) terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) Secara
simultan dan parsial. Adapun gambar hasil analisis diagram jalur
sub struktur pertama adalah sebagia berikut :
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 49
Agar lebih jelas diagram jalur tersebut disajikan dalam bentuk
ringkasn tabel sebgai berikut :
Besarnya pengaruh variabel Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia
(SBIS),dan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) terhadap
Financing to Deposit Ratio (FDR) secara simultan adalah 71,1 %
sedangkan sisanya sebesar 28,9 (100% - 71,1) dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak dimasukan dalam penelitia. Besarnya
pengaruh masing-masing variabel secara simultan antra lain,
Inflasi terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) sebesar 0,442
atau 44,2% dan pengaruh SBIS terhadap FDR sebesar -0,579 atau
-57,9%.
b. Anlisis Jalur pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah
(SBIS), Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) dan Financing to
Deposit Ratio (FDR) pada Return On Assets (ROA) Secara Simultan
dan Parsial.
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 50
Agar lebih jelas diagram jalur tersebut disajikan dalam bentuk
ringkasan tabel sebgai berikut :
Besarnya pengaruh variabel Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah
(SBIS) Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) dan Financing to
Deposit Ratio (FDR) pada Return On Assets (ROA) secara simultan
sebesar 48,4% sedangkan slisihnya sebesar 51,6% (100% -
48,4%) dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukan
dalam penelitian. Besarnya penagruh masing – masing variabel
secara parsial antara lain, Inflasi terhadap ROA sebesar -0,293 atau -
29,3%, pengaruh SBIS terhadap ROA sebesar 0,558 atau 55,8%,
PUAS terhadap ROA sebesar 0,412 atau 41,2%, sedangkan FDR
terhadap ROA sebesar 0,418 atau 41,8%.
1) Pengaruh antara variabel Inflasi dengan Return On Asset (ROA).
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 51
Hasil menujukkan angka sebesar 0,011 > 0,05. Maka telah cukup
data untuk menolak H0 dan meneriama Ha. Artinya, ada hubungan
linier antara variabel inflasi dengan ROA. Besarnya pengaruh
inflasi dengan ROA sebesar -0,293 atau -29,3%. Inflasi memiliki
pengaruh yang negatif dan signifikan pada ROA. Artinya, apabila
terjadi kenaikan pada inflasi maka ROA akan mengalami penurunan,
begitu juga sebaliknya. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Epos
Mardika (2010), terjadinya inflasi yang terus menerus
mengakibatkan ROA akan menurun.
2) Pengaruh variabel Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
dengan Return On Assets (ROA).
Hasil menujukkan angka sebesar 0,000 > 0,05. Maka telah cukup
data untuk menolak H0 dan meneriama Ha. Artinya, ada hubungan
linier antara variabel SBIS dengan ROA. Besarnya pengaruh
SBIS dengan ROA sebesar 0,558 atau -55,8%. Posisi SBIS
mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan pada ROA.
Artinya, apabila terjadi keanikan posisi SBIS, maka ROA akan
mengalami kenaikan, begitu juga sebaliknya. Hal ini sesuai
dengan teori Menurut Tomas Suyanto, dkk (1997:123) Aktiva
produktif adalah semua aktiva dalam rupiah maupun valuta asing
yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk memperoleh
penghasilan sesuai dengan fungsinya yang meliputi kredit yang
diberikan, surat-surat berharga dan penempatan pada bank lain baik
dalam negeri maupun luar negeri.
3) Pengaruh antara variabel Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS)
dengan Return On Assets (ROA)
Hasil perhitungan menunjukan angka 0,000 < 0,05. Maka telah cukup
data untuk menolak H0 dan menerima Ha. Artinya, ada
hubungan linier antara variabel PUAS denagan ROA sebesar 0,366
atau 36,6%.
PUAS mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap ROA.
Artinya, apabila terjadi kenaikan pada PUAS, maka ROA juga
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 52
mengalami kenaikan, begitu juga sebaliknya. Hal ini sesui dengan
teori Muhammad (2005:392). Piranti yang digunakan dalam PUAS
adalah Sertifikat IMA, sertifikat ini digunakan sebagai sarana
investasi bagi bank yang kelebihan dana untuk mendapat
keuntungan, permodalan yang tinggi bank dapat leluasa untuk
menempatkan dananya dalam investasi yang menguntungkan, hal
tersebut mampu meningkatkan kepercayaan nasabah karna
memungkinkan bank memperoleh laba sangat tinggi dan
kemungkinan bank tersebut terlikudasi juga kecil.
4) Pengaruh antara variabel Financing to Deposit Ratio (FDR)
dengan Return On Assets (ROA).
Hasil perhitungan menunjukan angka 0,008 < 0,05. Maka telah cukup
data untuk menolak H0 dan menerima Ha. Artinya, ada
hubungan linier antara variabel FDR denagan ROA sebesar 0,418
atau 41,8%. FDR mempunyai pengaruh positif dan signifikan
terhadap ROA. Artinya, apabila terjadi kenaikan FDR maka ROA
juga mengalami kenaiakan, begitu juga sebaliknya. Hal ini sesuai
dengan penelitian Aisyah Harahap (2006) dan Adi Setiawan (2009).
Hal ini ini terjadi ketika kinerja bank dalam menempatkan dananya
berupa pembiayaan semakin baik sehingga laba yang diperoleh bank
semakin meningkat.
c. Uji Kesesuaian Model (Goodness of Fit) setelah Trimming.
Untuk mengetahui apakah model tersebut sudah sesui atau
belum, maka dilakukan uji kesesuain model (Goodness of Fit) sebagai
berikut :
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 53
Dilihat dari nilai chi-square sebesar 3,276 denagan probabilitas
0,070 yang jauh diatas 0,05 bahwa data empiris sesuai dengan model.
Begitu juga bila dilihat ukuran Fit lainnya seperti CMIN / DF ( 2 χ
/df) sebesar 3,276 yang dapat disimpulkan model sangat kurang baik
karena berada dibawah 2 (dua). Begitu juga bila dilihat dari ukuran Fit
lainnya seperti GFI, TLI, NFI, AGFI, yang berada diatas 0.90 dapat
dikatakan model sangat baik. Nilai PNFI dan PGFI masih relatif kecil
yang menujukan tidak ada perbedaan model yang signifikan. Menurut
Imam Ghojali (2008) apabila salah satu kreteria tidak Fit maka dapat
melihat kreteria Fit lainnya.
d. Hubungan Langsung dan Tidak Langsung
Pengaruh langsung dan tidak langsung (melalui Financing to deposit Ratio,
Return On Asset) serta pengaruh total Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS), Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) dan
Financing to Deposit Ratio pada Return On Assets (ROA) dapat
dilihat pada tabel dan uraian sebagai berikut:
1) Pengaruh antara variabel Inflasi terhadap Financing to Deposit Ratio
(FDR).
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 54
Inflasi memiliki pengaruh langsung terhadap FDR sebesar 0,442.
2) Pengaruh anatara variabel Inflasi pada Return On Assets (ROA).
Inflasi memiliki pengaruh langsung terhadap ROA sebesar -
0,293. Pengaruh tidak langsung inflasi pada ROA melalui FDR sebesar
0,185 (0,442 x 0,418). Pengaruh total inflasi pada ROA sebesar -
0,108 (0,185 + (-0,293)).
3) Pengaruh antara variabel Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
pada Financing to Deposit Ratio (FDR). SBIS memiliki pengaruh
langsung pada FDR sebesar -0,579.
4) Pengaruh antara variabel Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
pada Return On Assets (ROA).
SBIS memiliki pengaruh tidak langsung pada ROA sebesar 0,558.
Pengaruh tidak langsung SBIS melalui FDR sebesar -0,242 (-0,558 x
0,418). Pengaruh total SBIS pada ROA sebesar -0,316 (0,558 + (-
0,242)).
5) Pengaruh antara variabel PUAS terhadap Return On Assets (ROA).
PUAS memiliki pengaruh langsung terhadap ROA sebesar 0,412
6) Pengaruh antara variabel Financing to Deposit Ratio (FDR) pada
Return On Assets (ROA).
FDR mempunyai pengaruh langsung pada ROA sebesar 0,418.
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 55
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disusun persamaan path
analysis setelah trimming sebagai berikut :
1. Persamaan Sub Struktur I
FDR = 0,442 (Inflasi) + -0,579 (SBIS) 1 ε ; R square = 0,711
2. Persamaan Sub Struktur II
ROA = -293 (inflasi) + 0,558 (SBIS) + 0,412 (PUAS) + 0,418
(FDR) 1 ε ; R square = 0,484
C. Interpretasi Hasil
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disusun persamaan path
analysis setelah trimming sebagai berikut :
1. Persamaan Sub Struktur I
FDR = 0,442 (Inflasi) + -0,579 (SBIS) 1 ε ; R square = 0,711
Hasil pengujian setelah trimming secara simultan, diketahui
variabel Inflasi dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
berpengaruh signifikan terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) pada
Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha syariah (UUS). Hasil
pengujian secara parsial, diketahui variabel Inflasi memiliki pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap FDR. Artinya, apabila terjadi
kenaikan Inflasi, maka jumlah FDR khususnya pembiayaan juga
mengalami kenaikan. Hal ini sesuai dengan penelitian Ari Cahyo (2009),
bahwa inflasi memiliki pengaruh positif pada pembiayaan, bila inflasi naik
maka konsep perbankan syariah adalah bagi hasil. Dengan konsep ini,
sesungguhnya bank bank dan nasabah melakukan pengikatan dalam
satu ikatan investasi bersama, dimana laba dan rugi ditanggung
bersama sehingga konsep ini jelas lebih adil dan ketengan bagi nasabah.
Hasil pengujian secara parsial, diketahui variabel SBIS
memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan tehadap FDR khusnya
pada penyaluran dana pembiayaan. Artinya, apabila terjadi peningkatan
penempatan dana pada SWBI atau SBIS, maka jumlah penyaluran
dana pada pembiayaan akan mengalami penurunan. Secara teori
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 56
menurut Muhammad (2005:399) SWBI atau SBIS dapat dijadikan
penitipan dana jangka pendek khususnya bagi bank yang mengalami
kelebihan likuditas. Menurut penelitian sebelumnya yaitu Indah Nurfitri
Adi (2006) bahwa semakin banyak unag yang dihimpun oleh perbankan
syariah dalam SWBI atau SBIS maka jumlah pembiayaan yang
disalurkan perbankan syariah juga akan berkurang. Sedangkan jumlah
pembiayaan adalah bagian dari Financing to deposit ratio (FDR) yang
mencerminkan pembiayaan kepada masyarakat dan menjadi ukuran
likuditas perbankan syariah dalam menjalankan fungsi intermediasinya.
2. Persamaan Sub Struktur II
ROA = -293 (inflasi) + 0,558 (SBIS) + 0,412(PUAS) + 0,418 (FDR) 1 ε ;
R square = 0,484
Hasil pengujian setelah trimming secara simultan, diketahui
variabel Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Pasar Uang
Antarbank Syariah dan Financing to Deposit Ratio (FDR) berpengaruh
signifikan pada Return On Asset (ROA) pada Bank Umum Syariah (BUS)
dan Unit Usaha Syariah (UUS).
Hasil pengujian secara parsial, diketahui variabel inflasi
memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan pada Return On Assets
(ROA). Artinya, apabila terjadi kenaikan inflasi, maka ROA akan
mengalami penurunan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan
penelitian Epos Mahardika (2010) yang meneliti tentang hubungan
tingkat inflasi, nilai tukar rupiah, suku bunga terhadap profitabilitas
bank yaitu ketika inflasi meningkat maka pendapatan bank akan berkurang
ditandainya terjadinnya inflasi yang terus menerus.
Hasil pengujian secara parsial, diketahui variabel Sertifikat
Bank Indonesia Syariah (SBIS) memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan pada Return On Asset (ROA). Artinya, apabila terjadi
kenaikan penempatan dana pada SBIS, maka ROA akan mengalami
peningkatan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini sesuai teori menurut Tomas
Suyanto, dkk (1997:123), aktiva produktif adalah semua aktiva dalam
rupiah maupun valuta asing yang dimiliki oleh bank dengan maksud
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 57
untuk memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya yang meliputi
kredit yang diberikan, surat-surat berharga dan penempatan dana pada
bank lain baik dalam negeri maupun luar negeri.
Hasil pengujian secara parsial, diketahui variabel Pasar Uang
Antarbank Syariah (PUAS) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Return On Assets (ROA). Artinya, apabila terjadi kenaikan pada Pasar
Uang Antarbank Syariah, maka ROA akan mengalami peningkatan, begitu
juga sebaliknya hasil ini sesuai dengan teori Muhammad (2005:392) yang
menyatakan bahwa piranti yang digunakan dalam PUAS adalah Sertifikat
IMA. Sertifikat ini digunakan sebagai sarana investasi bagi bank yang
kelebihan dana untuk mendapat keuntungan, artinya dengan
permodalan yang tinggi bank dapat leluasa untuk mendapatkan dananya
kedalam investasi yang menguntungkan, hal tersebut mampu
meningkatkan kepercayaan nasabah karena kemungkinan bank
memperoleh laba sangat tinggi dan kemungkinan bank tersebut terlikudasi
juga kecil.
Hasil pengujian secara parsial, diketahui variabe l Financing
to Deposit Ratio (FDR) berpengaruh positif dan signifiakan terhadap Return
On Assets (ROA). Artinya, apabila terjadi kenaikan pada FDR, maka ROA
akan mengalami peningkatan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini sesuai
dengan penelitian Anisyah Harahap (2006) dan Adi Setiawan (2009),
menyatakan bahwa peyaluran kredit syariah dari bank-bank syariah cukup
baik artinya penyaluran kredit lebih besar daripada dana yang
disimpan oleh nasabah. Sehingga dalam hal ini bank disatusisi akan
memperoleh bagi hasil yang cukup besar dari debitur, dari pada bagi
hasil yang diberikan kepada nasabah yang menyimpan dananya di
Bank Syariah. Namun tentunya ini juga mengandung risiko kredit yang
cukup besar karena semakin besarnya dana pembiayaan yang disalurkan.
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 58
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil pengujian pada sub struktur I setelah trimming, diketahui variabel
Inflasi dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) memiliki pengaruh
secara bersama-sama (simultan) terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR)
sebesar 0,711. Hasil pengujian secara parsial, diketahui variabel inflasi
memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap FDR sedangakan variabel
SBIS memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap FDR pada Bank
Syariah di Indonesia.
2. Hasil pengujian pada sub struktur II setelah trimming, diketahui variabel
inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Pasar Uang Antarbank Syariah
(PUAS) dan Financing to Deposit (FDR) memiliki pengaruh secara bersama-
sama (simultan) terhadap Return On Asset (ROA) sebesar 0.484. Hasil
pengujian secara parsial, diketahui bahwa variabel SBIS, PUAS dan FDR
memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap ROA sedangkan
inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA Bank Syariah di
Indonesia.
3. Hasil pengujian sub struktur I dan II, diketahui pengaruh langsung dan tidak
langsung, yaitu variabel inflasi memiliki pengaruh langsung terhadap
Financing to Deposit Ratio (FDR) sebesar 0,442. Inflasi memiliki
pengaruh langsung pada ROA sebesar -0,242. Pengaruh tidak langsung
inflasi pada ROA melalui FDR sebesar 0,108 dan pengaruh totalnya adalah
-0,108. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) memiliki pengaruh
langsung terhadap FDR sebesar -0,579, pengaruh langsung SBIS terhadap
ROA sebesar 0,558. Pengaruh tidak langsung SBIS melalui FDR sebesar
0,242 dan pengaruh totanya sebesar 0,316. PUAS memiliki pengaruh
langsung terhadap ROA sebesar 0,412 dan FDR memiliki pengaruh
langsung terhadap ROA sebesar 0,418.
Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah | 59
B. Implikasi
Implikasi pada penelitian ini, peneliti menganalisis 3 (tiga) variabel
eksogen yaitu inflasi, Sertifikat Bnk Indonesi (SBIS) dan Pasar Uang Antar
Bank Syariah (PUAS) terhadap variabel endogen yaitu Financing to Deposit Ratio
(FDR) dan Return On Assets (ROA) pada Bank Syariah di Indonesia Priode
November 2004 sampai Oktober 2010. Agar dapat memperoleh gambaran
yang lebih mendalam serta komprehensif maka penulis menyarankan beberapa
hal sebagai berikut:
1. Kepada Peneliti
a. Penelitian berikutnya diharapkan menggunakan data yang lebih akurat
dengan jumlah yang lebih banyak dan dengan rentang waktu yang lebih
panjang. Penggunaan data yang lebih akuran dan dengan rentang waktu
yang lebih panjang memungkinkan hasil penelitian lebih baik.
b. Penelitian berikutnya diharapkan menggunakan metode dan alat uji yang
terbaru dan akurat sehingga diperoleh kesimpulan yang lebih valid.
2. Kepada Pemerintah
Dengan adanya korelasi yang kuat antara bank syariah dan sektor riil, maka
sudah seharusnya bahwa otoritas moneter dan pemerintah memberikan
kesempatan yang luas kepada bank syariah untuk berkembang. Dukungan
tersebut bisa dilakukan dengan dikeluarkannya undang-undang yang
mendukung bank syariah.
3. Kepada Perbankan Syariah
Terjadinya inflasi seharusnya menjadi perhatian yang serius oleh
perbankan karena berpengaruh pada sektor rill sehingga memberikan
dampak pada sistem bagi hasil, serta penelitian ini memberiakan gamaran
likuditas untuk lebih berhati - hati menempatkan dananya pada sektor rill atau
maupun pada insrumen likuditas sehingga mendorong Bank Umum
Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) untuk menjalankan prinsip
syariah agar nantinya bank syariah dapat dijadikan alternatif dalam sistem
perbankan nasional.
Recommended