View
217
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karakterisasi senyawa adalah usaha mengenali sifat kimia dan fisika dari
suatu senyawa baru untuk menyediakan informasi penting yang berguna dalam
prediksi parameter farmakokinetik dan efek biologis. Sejak akhir tahun 90-an
seiring dengan pengembangan ilmu autobiografi, telah banyak usaha dilakukan
dalam penemuan senyawa beraktivitas biologis sebagai pengembangan penemuan
obat baru yang diharapkan lebih baik dalam segi aktivitas dan aman bagi tubuh.
Dalam era modern, pengembangan obat lebih bersifat optimasi dibanding
pencarian seiring dengan pengembangan ilmu kimia molekuler, dan senyawa yang
telah ditemukan di alam dimodifikasi gugusnya membentuk senyawa baru yang
diharapkan memiliki manfaat yang lebih optimal dan aman. Hal tersebut
membutuhkan karakterisasi sebagai langkah awal dalam pengembangan obat
(Volgyi, 2007).
Usaha karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penentuan
nilai konstanta disosiasi (pKa). Senyawa yang akan ditentukan nilai pKa-nya
adalah senyawa Gamavuton-0 (GVT-0) atau 1,5-bis(4’-hidroksi-3’-metoksifenil)-
1,4-pentadien-3-on), yang merupakan analog kurkumin. Struktur GVT-0 dan
kurkumin memiliki kemiripan, yaitu ada gugus hidroksi dan metoksi pada rantai
aromatiknya. Perbedaannya ada pada kerangka 1,5 difenil-1,4-pentadien-3-on
2
2
pada GVT-0, dan 1,7-difenil-1,6-heptadien-3,5-dion yang dimiliki kurkumin.
GVT-0 terbukti memiliki aktivitas antitumor, antioksidan, dan antiinflamasi,
namun memiliki sifat yang sukar larut dalam air (Zendrato, 2005; Ravindranath
dan Chandrasekha, 1981). GVT-0 sebagai senyawa baru yang memiliki potensi
manfaat yang baik, memerlukan data karakteristik sebagai langkah awal dalam
pengembangannya agar dapat dibuat sediaan terapetik yang efektif dan optimal.
Konstanta disosiasi (pKa) adalah konstanta yang menunjukkan
kesetimbangan spesifik dari peristiwa yang reversible, yaitu peristiwa molekul
yang berdisosiasi menjadi bentuk utuh atau ion dalam suatu medium. Nilai ini
merupakan informasi karakteristik yang menggambarkan status dari suatu
senyawa apakah dalam bentuk utuh atau terion, dalam suatu kondisi pH
lingkungan (Zhou et al, 2008). Konstanta ionisasi sangat membantu dalam
orientasi senyawa obat dari sifat biofarmasetik seperti lokasi absorbsi, distribusi
dalam tubuh dan ekskresi, serta dari segi formulasi sebagai informasi kestabilan
senyawa (Ravichandiran et al, 2011).
Ada beberapa metode dalam menentukan nilai pKa suatu senyawa, seperti
potensiometri, spektrofotometri, partisi, kromatografi cair, dan elektroforesis
kapiler. Prosedur dengan potensiometri memiliki keterbatasan pada molekul yang
memiliki solubilitas dalam air yang baik seperti GVT-0, sehingga dalam
penelitian ini dipilih metode spektrofotometri dengan bantuan kosolven serta
metode partisi karena dapat menganalisis senyawa yang memiliki solubilitas
dalam air yang kurang (Babic et al, 2007).
3
Penelitian ini dilakukan dengan metode spektrofotometri terbantu
kosolven dan partisi, untuk menentukan perbandingan jumlah spesi utuh dan spesi
terion dalam larutan dengan seri pH yang disesuaikan. Berdasarkan persamaan
Henderson-Hasselbach, dengan pH sebagai variabel terkontrol, nilai pKa dapat
dicari berdasarkan data perbandingan jumlah spesi utuh dan spesi terion. Data
jumlah spesi-spesi ini ditentukan dari serapan spektra tiap spesi, berdasarkan
hukum Lambert-Beer (Martin et al, 1990).
Spektrofotometri menjadi teknik analisis yang dipakai karena selain dapat
menganalisis senyawa yang kurang larut dan sampel kecil, spektrofotometri
memiliki sensitivitas yang tinggi dengan kadar yang dapat disesuaikan.
Spektrofotometri memberikan presisi yang baik, namun dalam analisis pKa
dibutuhkan karakterisasi spektra yang berbeda untuk spesies molekul spesi utuh
dan terion yang secara prosedural dilakukan dengan multi-wavelength scanning
(Babic et al, 2007).
Dalam era modern, belakangan telah dikembangkan metode komputasi
dalam penentuan profil kimia dari suatu senyawa. Metode komputasi semakin
berkembang seiring dengan perkembangan teknologi komputer dan pemrograman.
Metode komputasi dibuat berdasar dari pemrograman, disusun dari logika
algoritma yang dibangun dari data-data eksperimental. Dalam perkembangannya,
metode komputasi kini dapat dipercaya untuk memperkirakan nilai karakteristik
dari senyawa, dan telah banyak digunakan dalam literatur sebagai perbandingan
dengan metode eksperimental.
4
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan penjabaran latar belakang, rumusan masalah yang dapat
diambil dari penelitian ini adalah berapakah nilai pKa dari GVT-0 yang
merupakan analog kurkumin, serta bagaimana hubungan dari hasil metode-
metode pada penelitian ini berdasarkan perbandingannya ?
C. Pentingnya Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan diperoleh nilai pKa dari
senyawa GVT-0 yang berguna dalam pengembangannya sebagai sediaan
terapetik, sehingga arah dan strategi pengembangan senyawa dapat dilakukan
dengan tepat dan progresif.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapakah nilai pKa dari GVT-0
dan perbandingannya dengan kurkumin, serta mengetahui hubungan dari
perbandingan hasil metode yang berbeda agar diperoleh kesimpulan yang berguna
dalam pengembangan metode penentuan nilai pKa yang akurat.
5
E. Tinjauan Pustaka
1. Gamavuton-0
Gamavuton-0 atau [1,5-bis(4’-hidroksi-3’-metoksifenil)-1,4-pentadien-3-
on] merupakan senyawa analog kurkumin, senyawa yang banyak terkandung
dalam rimpang Curcuma domestica (Masuda et al, 1993). Nama Gamavuton-0
berasal dari kata “Gama” dari Gadjah Mada, “vu” dari Vrije Universieit, dan
“ton” menunjukan gugus keton pada tengah molekulnya (Patent No: US 6,777,
447 B2, Date of Patent : Aug. 17, 2004; Reksohadiprodjo, 2004). Vrije
Universiteit adalah institusi di Belanda yang bekerjasama dengan Fakultas
Farmasi UGM dalam pengembangan struktur kurkumin. Senyawa GVT-0
memiliki aktivitas antioksidan dan antiinflamasi (Masuda et al, 1993; Sardjiman,
2000; Nugroho et al, 2004). Senyawa ini juga diteliti memiliki aktivitas antitumor
(Youssef dan El-Sherbeny, 2005).
Strukur molekul GVT-0 mirip dengan struktur molekul kurkumin, dimana
kedua senyawa tersebut memiliki bagian hidroksi dan metoksi pada cincin
aromatiknya. Perbedaan struktur ada pada bagian tengah, yaitu kurkumin
memiliki 1,7-difenil-1,6-heptadien-3,5-dion, sedangkan analognya GVT-0
memiliki 1,5-difenil-1,4-pentadien-3-on. GVT-0 memiliki struktur dasar diena
yang simetris pada bagian tengah yang menghubungkan dua cincin aromatik.
Senyawa GVT-0 dapat disintesis dengan mereaksikan vanilin dan aseton dengan
katalis asam. Mekanisme reaksinya melalui reaksi kondensasi Cleisen-Schmidt.
6
(a)
(b)
Gambar 1. Struktur kurkumin [1,7-bis-(4’-hidroksi-3’-metoksifenil)-1,6-heptadiena-3,5-
dion] (a) dan Gamavuton-0 (GVT-0) [1,5-bis(4’-hidroksi-3’-metoksifenil)-1,4-pentadien-3-
on] (b)
Penggunan kurkumin dibatasi oleh ketidakstabilannya yang dipengaruhi
oleh cahaya dan pH. Ketidakstabilan kurkumin pada pH alkali disebabkan oleh
bagian metilen yang aktif. Degradasi kurkumin juga bisa terjadi oleh pemaparan
cahaya, yaitu suatu proses yang dimediasi oleh bagian metilen yang aktif
(Tonnesen dan Karlsen, 1985; Goot, 1997). Senyawa GVT-0 yang kurang
memiliki bagian metilen dan bagian satu karbonil dari kurkumin, memperlihatkan
peningkatan kestabilan. Modifikasi pada bagian tengah kurkumin menghasilkan
1,4-pentadien-3-on masih mempertahankan gugus hidroksi pada cincin aromatik
yang bertanggung jawab untuk aktivitas biologisnya (Sardjiman, 2000). Senyawa
GVT-0 ini memiliki kelarutan yang rendah dalam air, hal ini menyebabkan
7
bioavaibilitasnya yang rendah seperti yang terjadi pada kurkumin karena
strukturnya yang mirip (Zendrato, 2005; Ravindranath dan Chandrasekha, 1981).
2. pKa
Pengetahuan nilai pKa atau konstanta ionisasi/disosiasi sangat penting
dalam mengetahui kestabilan dan kelarutan optimum dari suatu senyawa. (Shargel
et al, 2005). Istilah ionisasi sering digunakan untuk reaksi penguraian senyawa
ionik menjadi ion-ionnya, sedangkan disosiasi digunakan untuk penguraian semua
zat menjadi zat yang lebih sederhana. Tidak hanya senyawa elektrolit, tetapi
senyawa non elektrolit juga dapat menghasilkan ion ketika bereaksi dengan air
membentuk elektrolit. Karena hal inilah, istilah disosiasi memiliki arti yang lebih
luas dan lebih sering dipakai tanpa membedakan pengionan dari senyawa
elektrolit maupun non elektrolit. Untuk menunjukkan kekuatan elektrolit
digunakan derajat ionisasi (α) yaitu jumlah ion bebas yang dihasilkan oleh suatu
larutan. Derajat ionisasi (α) didapat dari perbandingan antara jumlah zat yang
terion dengan jumlah zat yang dilarutkan. Makin besar harga α maka makin kuat
sifat elektrolit larutan tersebut. Kekuatan ionisasi suatu larutan diukur dengan
derajat ionisasi dan dapat disederhanakan dalam persamaan dibawah ini:
(1)
Suatu senyawa kimia dapat diklasifikasikan berdasar pada sifat yang
dialaminya pada suatu sistem larutan, apakah dia terionisasi seluruhnya atau
hanya sebagian. Sistem klasifikasi ini diketahui sebagai sifat asam dan basa dari
senyawa. Kedua sifat itu terbagi dalam skala lemah atau kuat berdasar pula pada
8
spesi terion dan sifat yang dimiliki spesi tersebut dalam menanggapi proton (H+)
(Niebergall, 1990).
Ionisasi sempurna yang terjadi pada asam dapat digambarkan pada
persamaan reaksi berikut:
HA + H2O ↔ H3O+ + A
- (2)
HA adalah molekul asam dan A- adalah anionnya, dapat disebut sebagai konjugat
basa dari asam, dan H +
adalah ion hidrogen atau proton. Dengan berdasar pada
hukum kekekalan masa, maka persamaan reaksi diatas dapat dituliskan dengan
persamaan berikut, dengan konsentrasi A- dan H30
+ dalam ekuilibrium saat
konsentrasi asam tetap:
[
][ ]
[ ][ ] (3)
Ka adalah konstanta ionisasi atau disosiasi. Konsentrasi molar air (55,3 mol/liter
pada 25°C) jauh lebih besar dari nilai yang lainnya dan relatif konstan selama
reaksi, maka persamaan tersebut dapat ditulis:
[ ] [
][ ]
[ ] (4)
[ ]
[ ]
[ ] (5)
[ ]
[ ] (6)
9
Persamaan (6) dikenal dengan persamaan Henderson-Hasselbach,
menunjukkan hubungan pH, pKa, dan perbandingan spesi. Secara definitif,
konstanta disosiasi (Ka) adalah ukuran kuantitatif dari kekuatan asam dalam
larutan. Konstanta ini sering digunakan dalam bentuk logaritmiknya sebagai pKa,
yang didapat dari –log Ka. Berdasarkan persamaan Henderson-Hasselbach, untuk
senyawa asam lemah, semakin besar nilai pKa, maka semakin kecil disosiasi yang
terjadi dalam berbagai pH (pH dibawah pKa), dan semakin lemah
kecenderungannya untuk terion (Wade, 2003).
Dapar atau larutan penyangga adalah larutan campuran senyawa yang
dapat mempertahankan pH dari penambahan senyawa asam atau basa. Jika suatu
asam atau basa ditambahkan pada dapar, maka pH tidak berubah secara
signifikan. Dapar biasa digunakan sebagai medium jika dibutuhkan suatu kondisi
dengan pH yang terjaga. Komponen dapar dapat berupa senyawa asam lemah
dengan basa konjugasinya atau basa lemah dengan asam konjugasinya (Martin et
al, 1990). Cara kerja dapar adalah ketika ion hidrogen ditambahkan pada larutan
penyangga sebagai asam, ion tersebut akan ternetralisasi oleh basa, dan ion
hidroksida juga ternetralisasi oleh asam di dalam dapar asam. Reaksi netralisasi
ini tidak memberikan pengaruh yang banyak terhadap pH dapar.
Reaksi penetralan pada dapar tergantung dari beberapa faktor, seperti
konstanta disosiasi (pKa), konsentrasi, dan suhu (Martin et al, 1990). Kekuatan
dapar dalam mempertahankan pH ditunjukkan dengan parameter efesiensi atau
kapasitas dapar. Kapasitas dapar ditentukan berdasarkan persamaan Van Slyke.
10
β = 2,303 C x [
]
[ ] (7)
Dengan β adalah kapasitas dapar dan C adalah jumlah molar asam/basa dan garam
konjugasinya.
Dari persamaan dapat dilihat pengaruh konsentrasi dan konstanta disosiasi
dari dapar. Berdasarkan persamaan Van Slyke, kapasitas dapar akan maksimum
jika pH sama dengan nilai pKa dari dapar. Ketika spesi asam/basa dan garam
konjugasinya dalam jumlah yang sama banyak atau kesetimbangan, maka reaksi
netralisasi untuk mempertahankan pH akan optimal (Martin et al, 1990). Nilai
kapasitas dapar β juga akan meningkat bila konsentrasi komposisi dapar (C) juga
meningkat. Pengaruh suhu berpengaruh pada nilai Kw, yaitu konstanta disosiasi
molekul air.
Dapar Fosfat
Dapar fosfat adalah dapar anorganik yang terdiri dari campuran
monobasik dan dibasik monohidrogen fosfat dalam perbandingan yang dapat
disesuaikan untuk mendapatkan kapasitas dan konsentrasi dapar yang diinginkan.
Dapar fosfat dibuat dari monosodium fosfat (NaH2PO4) dan basa konjugatnya
yaitu disodium fosfat (Na2HPO4), atau dari bentuk garamnya dengan kalium.
Sistem dapar fosfat serupa dengan sistem dapar bikarbonat, memiliki kapasitas
dapar yang tinggi dan dapat terlarut dalam air dengan baik. Garam natrium dari
dihidrogen fosfat dan monohidrogen fosfat masing-masing akan berperan sebagai
asam lemah dan basa lemah.
11
Dapar fosfat memiliki tiga variasi pKa yang mempengaruhi kekuatan dan
keefektifannya dalam menjaga pH sistem. Variasi pKa dapar fosfat pada suhu
25°C dapat dilihat pada tabel I:
Tabel I. Variasi pKa dapar fosfat
Rentang pH efektif pKa (25°C)
1,70-2,90 2,12
5,80-8,00 7,21
9,70-11,20 12,67
Reaksi pada sistem dapar fosfat adalah sebagai berikut:
H3PO4 ↔ H2PO4-1
+ H+ ↔ HPO4
-2 + H
+ ↔ PO4
-3 + H
+
pKa1 2,12 pKa2 7,21 pKa3 12,67
3. Metode Penentuan pKa
Banyaknya penemuan senyawa obat baru telah membawa suatu kebutuhan
dalam evaluasi dari sifat fisiko-kimia senyawa baru. Telah banyak usaha dalam
mengembangkan metode untuk didapat suatu metode yang cepat dan akurat.
Beberapa contoh metode dalam penentuan pKa yaitu metode kelarutan, titrasi
potensiometri, spekrofotometri, HPLC, dan elektroforesis kapiler (Shalaeva et al,
2007).
GVT-0 memiliki kelarutan yang rendah dalam air, sehingga pemilihan
metode harus mempertimbangkan syarat dan keterbatasan kemampuan alat dan
prinsip kerja dari metode tersebut. Dalam penelitian ini dipilih metode
peningkatan pelarutan dengan kosolven dan metode partisi cair-cair, serta metode
komputasi menggunakan program ChemAxon Marvin Sketch.
12
a. Metode Kosolven
Metode kosolven sering digunakan dalam penentuan pKa dari
senyawa yang tidak larut air. Kelarutan dari molekul dapat ditingkatkan
dengan mencampurkan pelarut seperti alkohol, dioksan, asetonitril dalam
air, atau sistem kombinasi campuran dari pelarut-pelarut tersebut. Prinsip
metode ini adalah persamaan Henderson-Hasselbach dengan data yang
dianalisis dari spektra serapan tiap spesi (Reijenga et al, 2013).
b. Metode Partisi
Metode partisi berdasar pada prinsip kelarutan total dan kelarutan
sebagian dan pengaruh pH didalamnya. Sistem dua pelarut yang tidak
saling campur akan memisahkan spesi utuh dan terion yang selanjutnya
dapat diukur absorbansinya dengan spektrofotometer.. Pendekatan yang
digunakan adalah persamaan Henderson-Hasselbach yang diturunkan dari
persamaan kesetimbangan pada sistem pelarutan senyawa (Reijenga et al,
2013).
c. Metode Komputasi Dengan ChemAxon Marvin Sketch
Marvin Sketch adalah program dari pengembang ChemAxon yang
berspesialisasi di pengembangan program aplikasi untuk informasi kimia
dan penelitian dalam bidang kimia dan kesehatan. Marvin Sketch telah
digunakan sebagai dasar referensi penyediaan informasi kimia dan obat
seperti pada situs DrugBank (www.drugbank.ca).
13
4. Spektrofotometri
Spektrofotometri adalah sebuah proses aplikasi radiasi elektromagnetik
(sinar) untuk mengukur konsentrasi dari analit. Sinar atau foton, adalah bentuk
energi, dan nilai kekuatan energi dalam tiap foton dapat ditentukan dari panjang
gelombangnya. Semakin pendek panjang gelombangnya, semakin besar energi
pada fotonnya. Dalam spektrofotometri UV-Vis, panjang gelombang yang biasa
digunakan adalah pada rentang 200–700 nm dalam menentukan konsentrasi
senyawa. Panjang gelombang di bawah 400 nm merupakan rentang ultraviolet dan
sinar-x, sedangkan diatas 700 nm merupakan rentang infrared (Smith, 2002).
Spektrofotometri merupakan aplikasi dari energi dalam mengukur jumlah
senyawa dalam medium. Maka poin kritis yang mempengaruhi dalam analisis
spektrofotometer adalah molekul itu sendiri. Semua molekul memiliki energi
berupa energi tranlasional, energi vibrasional, energi rotasional, dan energi
elektronik yang berhubungan erat dengan bentuk molekul yang spesifik. Dengan
prinsip mekanika kuantum, maka molekul dapat melepaskan atau menyerap
energi tergantung pada tingkatan energi yang dikenakan pada molekul. Untuk
perubahan dari kondisi awal ke kondisi energi rendah, maka molekul akan
melepaskan energi dalam bentuk radiasi. Sedangkan bila terjadi perubahan dari
kondisi awal ke kondisi energi lebih tinggi, maka molekul akan menyerap
(absorbsi) energi. Proses perpindahan tingkat energi ini disebut transisi. Dengan
prinsip kerja mengukur energi yang diserap oleh molekul, dan transisi yang
dibolehkan pada tiap molekul adalah spesifik terhadap struktur molekulnya, maka
molekul dapat diketahui karakteristiknya secara kualitatif. Banyaknya sinar yang
14
diabsorbsi pada tingkatan energi tertentu (ditentukan dari panjang gelombang)
setara dengan banyaknya molekul yang menyerap energi, sehingga spektra
absorbsi dapat digunakan sebagai analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman,
2007).
Penyerapan Sinar UV dan Sinar Tampak Oleh Molekul
Penyerapan radiasi sinar ultraviolet dan sinar tampak oleh molekul
merupakan proses transisi 2 langkah, yaitu eksitasi dan relaksasi yang
digambarkan dengan persaman berikut:
M + hυ → M*
(eksitasi)
M* → M + panas (relaksasi)
Hasil reaksi M dengan foton (hυ) adalah molekul yang tereksitasi secara
elektronik M*, dan keadaannya diakhiri dengan berbagai macam proses relaksasi.
Saat relaksasi, molekul tereksitasi akan kembali ke kondisi awal dengan
melepaskan energi foton atau dikenal dengan emisi radiasi kembali fluorosensi
dan fosforesensi.
Penyerapan (absorbsi) sinar UV dan sinar tampak dihasilkan dari eksitasi
elektron-elektron ikatan, dan panjang gelombang yang diabsorbsi dapat
dihubungkan dengan ikatan yang mungkin ada dalam suatu molekul. Sistem
(gugus atom) yang menyebabkan terjadinya absorbsi cahaya disebut kromofor.
Kromofor yang menyebabkan terjadinya transisi σ→σ* , ialah sistem yang
mempunyai elektron pada orbital molekul σ , seperti ikatan C-C dan C-H.
15
Kromofor yang menyebabkan terjadinya transisi n→σ*, ialah sistem yang
mempunyai elektron pada orbital molekul tak mengikat (n) dan σ, seperti ikatan
C-O, C-S, C-N dan C-Cl. Kromofor yang menyebabkan terjadinya transisi π→π*,
ialah sistem yang mempunyai elektron pada orbital molekul π, seperti ikatan C=C.
Energi transisi spektrum UV berbanding terbalik dengan panjang
gelombang. Penyerapan dari spektrum UV akan bergeser ke panjang gelombang
yang lebih panjang jika energi transisi yang diperlukan untuk transisi elektron
makin rendah. Bila suatu molekul mempunyai sistem konjugasi, maka energi yang
diperlukan untuk transisi elektron makin rendah. Akibatnya, penyerapan akan
bergeser kepanjang gelombang yang lebih panjang (Pavia et al, 2009). Transisi
elektronik yang mungkin terjadi secara teoritis diberikan pada gambar (Gandjar
dan Rohman, 2007).
Gambar 2. Transisi elektronik berdasarkan jenis ikatan (Gandjar dan Rohman 2007)
Selain penyerapan karena ikatan, suatu molekul dapat menyerap sinar UV
dan sinar tampak dari proses perpindahan muatan yang terjadi dalam molekul,
16
atau lebih dikenal terjadi pada senyawa kompleks, yaitu kompleks perpindahan
muatan (charge-transfer complexes). Perpindahan muatan ini memiliki
absorptivitas molar yang besar (ε > 10.000 liter.cm-1
.mol-1
) sehingga memiliki
sensitivitas yang tinggi. Agar suatu kompleks menunjukkan spektrum
perpindahan muatan, salah satu komponen kompleks harus memiliki sifat
pendonor elektron, dan komponen yang lain memiliki sifat akseptor elektron.
Perpindahan elektron dari donor ke akseptor mengakibatkan penyerapan radiasi
dan keadaan tereksitasi merupakan hasil dari reaksi oksidasi-reduksi. Berbeda
dengan kromofor organik yaitu elektron yang tereksitasi berada dalam orbital
molekuler dua atom atau lebih (Gandjar dan Rohman, 2007).
Instrumen Spektrofotometer
Spektrofotometer UV-Vis adalah gabungan antara spektrofotometer UV
dan visibel, menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda atau berkas ganda
yaitu sumber cahaya UV dan visibel. Blangko (reference cell) dan sampel
dimasukkan dan disinari secara bersamaan pada spektrofotometer ini.
Spektrofotometer hanya menggunakan satu lampu photodiode sebagai sumber
cahaya yang telah dilengkapi dengan monokromator. Monokromator berfungsi
sebagai pengatur cahaya dari lampu untuk menghasilkan cahaya dengan satu jenis
panjang gelombang.
17
Gambar 3. Instrumen pokok spektrofotometri
Spektrofotometer menghasilkan sinar monokromatik dengan intensitas
terukur. Komponen utama dari kebanyakan spektrofotometer terdiri dari sumber
sinar, monokromator, pemegang wadah sampel, detektor cahaya, dan pengukur.
Dalam banyak instrumentasi, sumber sinar yang digunakan adalah lampu tungsten
untuk menghasilkan rentang sinar tampak, sedangkan sebagai sumber sinar UV
menggunakan lampu gas H2 atau D2 bertekanan tinggi. Sinar monokromatik yang
dihasilkan disesuaikan dan diarahkan dalam satuan komponen monokromator
yang terdiri dari kristal prisma, gradien pendifraksi, dan slit pemilah. Sinar
monokromatik dengan intensitas yang diketahui akan terproyeksi melalui sampel
dan selanjutnya diukur oleh detektor cahaya yang berupa tabung multifikasi
cahaya (photomultiplier tube). Tabung multifikasi cahaya ini merubah energi
foton menjadi elektron, dan tegangan yang dihasilkan dari elektron-elektron
tersebut diukur dengan sebuah pengukur, dan terkonversi menjadi nilai serapan
(absorbansi) (Smith, 2002).
5. Oktanol
Oktanol adalah senyawa kimia yang biasa dikenal dengan lemak alkohol
(oktil alkohol), merupakan bahan dalam banyak produk minyak esensial dan biasa
dibuat dengan sintesis. Wujud senyawa berupa cairan bening tak berwarna, tidak
18
campur dengan air, memiliki aroma yang kuat dan menusuk. Oktanol biasa
digunakan sebagai agen pengontrol busa dan biasa digunakan dalam pembuatan
ester sebagai pembuat aroma dalam industri parfum untuk membuat berbagai tipe
rasa dan aroma buatan. (Haskins, 2013)
HO
Gambar 4. Struktur kimia oktanol
Oktanol dan air tidak dapat campur. Distribusi bentuk senyawa antara air
dan oktanol dapat digunakan untuk menentukan koefisien partisi (log P), yang
dapat diaplikasikan juga dalam menentukan perpisahan spesi ion dan utuh dalam
sistem lingkungan pH terkontrol untuk senyawa utuh yang tidak larut dalam air.
Salah satu fungsi oktanol dalam kesehatan yang pernah diteliti adalah
pemakaiannya dalam perawatan tremor neurologis. Walau masih eksperimental,
namun beberapa hasil menjanjikan telah diperoleh. Beberapa jenis alkohol seperti
etanol dapat meringankan gejala tremor ini, dan oktanol diharapkan dapat
memberikan efek yang lebih baik dan menghindari adanya efek samping dari
pemakaian alkohol (Haskins, 2013).
Lemak alkohol cair sebaiknya tidak masuk dalam tubuh dalam jumlah
yang besar karena dapat menyebabkan efek merugikan. Oktanol dapat
menyebabkan iritasi pada kulit dan mata, menimbulkan rasa panas dan
kemerahan, dan disarankan untuk memakai sarung tangan beserta kaca mata
keselamatan dalam aktivitas menggunakan oktanol. Penghirupan berlebih dari
19
oktanol akan menyebabkan iritasi pada jalur pernafasan dan dapat mempengaruhi
sistem syaraf pusat, menyebabkan rasa pusing hingga kehilangan kesadaran.
Penanganan bagi yang terkena kontak dengan oktanol adalah dicuci dengan
banyak air dan sabun, serta dibawa pada ruangan terbuka bagi yang menghirupnya
(Haskins, 2013).
F. Landasan Teori
Penentuan pKa GVT-0 berprinsip pada pengukuran konsentrasi spesi
berdasarkan persamaan Henderson-Hasselbach. Dengan mengetahui konsentrasi
spesi utuh dan terion dalam pH tertentu, maka nilai dari pKa dari suatu senyawa
dapat ditentukan. Konsentrasi spesi utuh atau terion ditentukan dengan
spektrofotometer, dan dengan metode ini terdapat batasan dari kriteria yang
dibutuhkan didalamnya yaitu sampel harus terlarut sempurna. Penggunaan
kosolven dapat meningkatkan kelarutan GVT-0 dalam air, sehingga analisis
dengan spektrofotometri dapat dilakukan (Shalaeva et al, 2007).
Metode partisi juga dilakukan dengan suatu prinsip perlakuan senyawa uji
yang berbeda. Kelarutan yang berbeda dari dua spesi utuh dan terion dapat diteliti
dengan pendekatan sifat partisinya berdasar pada kelarutan total dan kelarutan
intrinsik spesi utuh dalam air (Hasegawa et al, 1984). Persamaan Henderson-
Hasselbach dapat diaplikasikan dalam perbandingan kelarutan total dan kelarutan
spesi terion dari partisi yang dipengaruhi oleh pH (Martin et al, 1990).
20
21
G. Hipotesis
1. Senyawa GVT-0 diperkirakan memiliki pKa yang tidak jauh dari
analognya yaitu kurkumin dengan pKa mendekati 9,88 dilihat dari pola
ionisasi yang hampir sama.
2. Penentuan pKa dari GVT-0 dengan metode spektrofotometri, partisi, dan
komputasi menghasilkan nilai pKa yang dekat atau berbeda tidak
signifikan
Recommended