View
30
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemiskinan dan kesejahteraan merupakan hal yang bertentangan. Negara
yang miskin akan sangat sulit untuk menyejahterakan rakyatnya. Hal ini pula
yang terjadi di Indonesia. Kemiskinan memiliki definisi yang berbeda di tiap
negara jika dikaitkan dengan pendapatan perkapita suatu negara, namun ada
juga definisi kemiskinan secara internasional yang menjadi batas standar
setiap negara untuk menjadi kategori miskin atau tidak miskin. Begitu pula
dengan kesejahteraan. Pendefinisian yang berbeda ini terkait dengan berbagai
faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhinya cukup banyak, seperti, letak
geografis, status negara, pendapatan penduduk, kesehatan, dan banyak hal
lainnya. Jika kemiskinan menunjukan nilai yang kecil, maka untuk
menyatakan kesejahteraan berarti memiliki nilai yang besar. Sehingga sering
timbul kalimat peningkatan kesejahteraan yang tidak pernah lepas dari
pasangannya pengentasan kemiskinan.
Untuk meningkatkan kesejahteraan yang sekaligus berarti mengurangi
tingkat kemiskinan, perlu dilakukan berbagai metode pendekatan. Karena hal
ini sangat berkaitan erat dengan sosial masyarakat. Dimana akan sangat sulit
untuk memasukkan berbagai ide baru yang diharapkan dapat meningkat
kesejahteraan dan dapat mengurangi kemiskinan, jika cara penyampaian
idenya salah. Hal ini sudah dibuktikan dengan berbagai macam program
permerintah yang gagal.
Jika menghitung banyaknya biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk
meningkatkan kesejahteraan mungkin masih sedikit jika dibandingkan dengan
yang dikorupsi para koruptor, namun setidaknya ada banyak program yang
dapat dinikmati masyarakat meski sebagian besarnya tidak membuahkan hasil
seperti yang diharapakan. Kita sebut saja BLT ( Bantuan langsung Tunai),
dimaksudkan untuk membantu masyarakat miskin, namun kebanyakan salah
1
sasaran. Namun ada beberapa yang cukup membuahkan hasil meski tidak
dapat dibilang sukses, seperti peningkatan kesejahteraan dibidang pendidikan.
Dengan adanya sekolah gratis, bantuan biaya sekolah, bahkan biaya kuliah
yang dibayar penuh bagi yang kurang mampu tapi berpotensi. Tapi, disisi lain
terutama bidang kesehatan, masyarakat miskin semakin sulit mendapat
pelayanan kesehatan yang memadai. Padahal, orang-orang yang bermasalah
dengan kesehatan kebanyakan orang-orang yang tidak mampu secara
finansial.
Indonesia adalah negara kaya, hanya saja masih terlalu banyak orang
individualis yang hanya memikirkan diri sendiri, sementara setaiap tahun
semakin banyak rakyat yang menderita.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas , maka kita dapat merumuskan masalah sebagai
berikut:
Apakah pengertian dari kemiskinan dan kesejahteraan dan apa saja batasan
antara kemiskinan dan kesejahteraan?
Apa saja faktor pendorong kesejahteraan dan penyebab kemiskinan?
Bagaimana cara pendekatan peningkatan kesejahteraan dan pengentasan
kemiskinan?
Adakah program pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat miskin?
1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui pengertian dari
kemiskinan dan kesejahteraan , batasan antara kemiskinana dan kesejahteraan,
hal-hal yang menjadi faktor pendorong kesejahteraan dan pengentasan
kemiskinan, serta mengetahui ada tidaknya program pemerintah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian kemiskinan dan kesejahteraan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung,
pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan
alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan
dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang
memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang
lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi
memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya
mencakup:
Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan
pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-
barang dan pelayanan dasar.
Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial,
ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam
masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan
sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup
masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang
ekonomi.
Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang
memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi
bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
3
Arthur Dunham dalam Dwi Heru Sukoco (1991) mendefinisikan
kesejahteraan sosial sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisasi dengan
tujuan meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial melalui pemberian
bantuan kepada orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di dalam
beberapa bidang seperti kehidupan keluarga dan anak, kesehatan,penyesuaian
sosial, waktu senggang, standar-standar kehidupan, dan hubungan-hubungan
sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial memberi perhatian utama terhadap
individu-individu, kelompok-kelompok, komunitas-komunitas, dan kesatuan-
kesatuan penduduk yang lebih luas; pelayanan ini mencakup pemeliharaan
atau perawatan, penyembuhan dan pencegahan.
Pendapat lain tentang kesejahteraan sosial diungkapkan pula oleh
Friedlander dalam Dwi Heru Sukoco (1991) :
“Social welfare Is the organized system of social services and
institutions,designed to aid individuals and grous to attain satisfying
standards of life and health, and personal and social relationships which
permit them to develop their full capacities and to promote their well-being in
harmony with the needs of their families and the community”
Yang diartikan bahwa kesejahteraan sosial merupakan suatu sistem yang
terorganisasi dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga, yang
bermaksud untuk membantu individu-individu dan kelompok agar mencapai
standar kehidupan dan kesehatan yang memuaskan, serta hubungan
perorangan dan sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan segenap
kemampuan dan meningkatkan kesejahteraan mereka selaras dengan
kebutuhan-kebutuhan keluarga maupun masyarakat.
Definisi diatas menunjukkan konsep kesejahteraan sosial sebagai suatu
sistem yang berintikan lembaga-lembaga dan pelayanan sosial. Tujuan sistem
adalah untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera dalam arti tingkat
kebutuhan pokok dan juga relasi-relasi sosial dengan lingkungannya. Tujuan
tersebut dapat dicapai dengan cara meningkatkan kemampuan individu baik
dalam memecahkan masalah maupun dalam memenuhi kebutuhannya, untuk
itu pengertian kesejahteraan sosial adalah suatu aktifitas yang terorganisasi
4
yang ditujukan untuk membantu tercapainya suatu penyesuaian timbal balik
antara individu dengan lingkungan sosialnya. Pekerjaan sosial sendiri berada
diposisi sebagai profesi yang bertugas menyelenggarakan serta membantu
manusia menggunakan program-program/pelayanan-pelayanan kesejahteraan
sosial.
2.2 Batasan Kesejahteraan dan Kemiskinan
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian:
1. Kemiskinan absolut. Seseorang termasuk golongan miskin absolut
apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak
cukup untak memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang,
kesehatan, papan, pendidikan.
2. Kemiskinan relatif. Seseorang yang tergolong miskin relatif
sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada
di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya.
3. Kemiskinan kultural. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan
sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha
memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari fihak lain
yang membantunya.
Sesungguhnya kemiskinan bukan diukur dari pendapatan atau tingginya
angka pengangguran atau tidak bekerja sama sekali. Sebab orang yang
bekerja bukan berarti dia tidak miskin. Orang yang berpendapatan Rp
750.000,00/bulan bisa saja memenuhi kebutuhan minimalnya berupa
pembelian beras, makanan berprotein dan bergizi, membayar biaya sekolah,
sanitasi dan air bersih, membeli obat-obatan, sampai kepada kepemilikan
rumah dengan standar sehat.
Kemiskinan dan kesejahteraan ibarat dua sisi mata uang yang tidak
terlepas di mana pun diletakkan.
5
2.3 Faktor Pendorong Kesejahteraan dan Penyebab Kemiskinan
1. Faktor Pendorong Kesejahteraan
Kesejahteraan akan timbul ketika adanya upaya peningkatan kualitas
hidup, yaitu:
a. kependudukan,
b. kesehatan dan gizi,
c. pendidikan,
d. ketenagakerjaan,
e. taraf dan pola konsumsi,
f. perumahan, serta sosial lainnya.
2. Faktor Penyebab Kemiskinan
BPS melaporkan, faktor utama penyebab kemiskinan adalah :
1. Kemampuan penduduk dalam menyediakan makanan. Faktor
makanan berkontribusi 73,57 persen pada daya beli penduduk miskin.
Akibatnya, ketika harga besar stabil, garis kemiskinan pun tidak
bergerak signifikan.
2. Faktor pertumbuhan penduduk
3. Pengaruh faktor pendidikan yang rendah
4. Ketimpangan kepemilikan lahan dan modal pertanian
5. Ketidakmerataan investasi di sektor industri dan pertanian
6. Terbatasnya kemampuan dalam pengelolaan sumberdaya alam
7. Arus urbanisasi tinggi (mendorong orang desa ke kota), dll.
Petani Indonesia yang sebagian besar tergolong miskin, memiliki ciri-ciri
umum, yaitu:
(1) Penguasaan lahan garapan kurang dari 1 ha bahkan kurang dari 0,5 ha,
sehingga sering mereka disebut petani gurem,
(2) Lemah pengetahuan dan informasi tentang kemajuan pertanian,
(3) Lemah modal ketika mengawali proses produksi di lahan usahataninya,
(4) Lemah teknologi, karena kurangnya informasi dan modal,
6
(5) Lemah atau kurang akses kredit, karena jauhnya lembaga-lembaga
keuangan formal dari tempat tinggalnya, tiadanya agunan yang
dimiliki seperti dipersyaratkan oleh perbankan, dan awamnya terhadap
prosedur pengamprahan kredit,
(6) Kurangnya perhatian pemerintah terhadap mereka, apalagi di era
reformasi benar-benar petani dan pertanian Indonesia mengalami
stagnasi kalau tidak ingin disebut kemunduran, dan
(7) Harga-harga produk petani sangat fluktuatif dan tidak bernah beranjak
dari sekitar itu-itu saja.
Menurut Dawam Raharjo (1995) dalam kesimpulannya tentang penyebab
kemiskinan di Indonesia, menyebutkan ada tujuh faktor penyebab kemiskinan
di Indonesia;
Pertama, kemiskinan disebabkan oleh kesempatan kerja (miskin karena
menganggur atau tidak mempunyai kesempatan kerja);
Kedua, upah gaji dibawah standar minimum;
Ketiga, produktiitas kerja yang rendah;
Keempat, ketiadaan aset (misalnya petani miskin karena tidak memiliki
lahan, dan tidak mempunyai kesempatan untuk mengolah lahan);
Kelima, diskriminasi, misalnya diskriminasi karena jenis kelamin dan
kelas sosial masyarakat;
Keenam, tekanan harga (biasanya berlangsung pada petani kecil atau
pengrajin dalam industri rumah tangga; dan
Ketujuh, penjualan tanah (tanah yang potensi untuk masa depan kehidupan
keluarga telah habis dijual).
7
2.4 Empat Macam Kegiatan Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Sosial yang sedang
dibahas DPR RI disebutkan bahwa ada 4 (empat) macam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial, yakni:
Rehabilitasi Sosial
Perlindungan Sosial
Pemberdayaan Sosial
Jaminan Sosial
1. Rehabilitasi Sosial
RUU Kesejahteraan sosial memberikan definisi Rehabilitasi Sosial
adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan
seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan
masyarakat secara social.
Cara pelaksanaan rehabilitasi sosial:
1. persuasif
2. motivatif
3. koersif
Lingkup pelaksanaan rehabilitasi sosial:
1. keluarga
2. masyarakat
3. panti sosial
Bentuk rehabilitasi sosial:
1. motivasi dan diagnosis psikososial
2. perawatan dan pengasuhan
3. pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan
4. bimbingan mental spiritual
5. bimbingan fisik
6. bimbingan sosial dan konseling psikososial
8
7. pelayanan aksesibilitas
8. bantuan dan asistensi sosial
9. bimbingan resosialisasi
10. bimbingan lanjut
11. rujukan
2. Perlindungan Sosial
Perlindungan Sosial adalah salah satu dari 4 (empat) macam
kegiatan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dicantumkan dalam
UU Kesejahteraan Sosial.
Definisi perlindungan sosial adalah semua upaya yang diarahkan
untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan
sosial.
Maksud perlindungan sosial adalah mencegah dan menangani risiko
dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompok atau
masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan
kebutuhan dasar minimal.
Cara pelaksanaan perlindungan sosial:
1. Bantuan Sosial
2. Advokasi Sosial
3. Bantuan Hukum
Bantuan sosial adalah bantuan sementara atau berkelanjutan yang
diberikan agar seseorang, keluarga,kelompok, masyarakat yang
mengalami guncangan dan kerentanan sosial tetap dapat hidup wajar.
Bentuk bantuan sosial :
1. Bantuan langsung
2. Penyediaan aksesabilitas
3. Penguatan kelembagaan
9
Advokasi sosial adalah perlindungan sosial yang diberikan untuk
melindungi/membela seseorang, keluarga,kelompok, masyarakat yang
dilanggar haknya. Bentuk advokasi sosial berupa penyadaran hak dan
kewajiban, pembelaan dan pemenuhan hak.
Bantuan hukum adalah perlindungan sosial yang diselenggarakan
untuk mewakili kepentingan warga negara yang menghadapi masalah
hukum dalam pembelaan atas hak, baik di dalam maupun di luar
pengadilan.
3. Pemberdayaan Sosial
Pemberdayaan sosial adalah salah satu dari 4(empat) macam
kegiatan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dimaksud dalam
RUU Kesejahteraan Sosial.
Definisi pemberdayaan sosial menurut RUU Kesejahteraan Sosial
adalah semua upaya yang diarahkan untuk menjadikan warga negara yang
mengalami masalah sosial mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi
kebutuhan dasarnya.
Maksud pemberdayaan sosial:
a. Meningkatkan kemandirian masyarakat, keluarga, kelompok,
perseorangan yang mengalami masalah sosial dalam memenuhi
kebutuhannya dengan cara memberdayakan perseorangan, keluarga,
kelompok dan masyarakat itu.
b. Meningkatkan peran serta perseorangan/lembaga sebagai potensi dan
sumber dalam penyelenggaraan pemberdayaan sosial.
Cara melakukan pemberdayaan sosial:
1. Peningkatan kemauan dan kemampuan
2. Penggalian potensi dan sumber daya
3. Penggalian nilai-nilai dasar
4. Pemberian akses
5. Pemberian bantuan usaha.
10
Bentuk-bentuk pemberdayaan sosial dalam meningkatkan kemandirian
sosial :
1. Diagnosis dan pemberian motivasi
2. Pelatihan keterampilan
3. Pendampingan
4. Pemberian stimulan modal, peralatan usaha, dan tempat usaha
5. Peningkatan akses pemasaran hasil usaha
6. Supervisi dan advokasi sosial
7. Penguatan keserasian sosial
8. Penataan lingkungan
9. Bimbingan lanjut
Bentuk-bentuk pemberdayaan sosial dalam meningkatkan peran serta
sosial:
1. Diagnosis dan pemberian motivasi
2. Penguatan kelembagaan masyarakat
3. Kemitraan dan penggalangan dana
4. Pemberian stimulant
4. Jaminan Sosial
Jaminan Sosial adalah salah satu dari 4 (empat) macam kegiatan
penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang disebutkan dalam UU
Kesejahteraan Sosial.
Definisi Jaminan Sosial dalam RUU Kesejahteraan Sosial adalah
skema yang melembaga untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya yang layak.
Maksud jaminan sosial:
a. Menjamin fakir miskin, anak yatim piatu terlantar, lanjut usia
terlantar, penyandang cacat dan eks penderita penyakit kronis yang
11
mengalami masalah ketidakmampuan sosioekonomis dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya.
b. Menghargai pejuang,perintis kemerdekaan dan keluarganya.
Bentuk jaminan sosial:
a. Asuransi kesejahteraan sosial dalam bentuk bantuan iuran oleh
pemerintah kepada fakir miskin, orang terlantar, penyandang cacat
dan eks penderita penyakit kronis untuk melindungi warga negara
yang tidak mampu membayar premi agar mampu memelihara dan
mempertahankan taraf kesejahteraan sosialnya.
b. Bantuan langsung berkelanjutan bagi fakir miskin, orang terlantar,
penyandang cacat fisik dan mental dan eks penderita penyakit kronis.
c. Tunjangan berkelanjutan bagi pejuang, perintis kemerdekaan dan
keluarganya.
2.5 Pendekatan Peningkatan Kesejahteraan dan Pengentasan Kemiskinan
a) Pendekatan peningkatan kesejahteran
Menurut Midgley, terdapat empat pendekatan dalam
mengupayakan kesejahteraan sosial :
1. Filantropi sosial
2. Pekerja sosial
3. Administrasi sosial
4. Pembangunan sosial
b) Pendekatan Pengentasan Kemiskinan
Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan rencana jangka
panjang (Tahun 2004–2015) untuk mengatasi kemiskinan. Sesuai
dengan kebijakan pemerintah, Komite Penanggulangan Kemiskinan
(KPK) telah merumuskan dua cara pendekatan utama menuju
pengurangan kemiskinan, yaitu:
• Menambah pendapatan masyarakat miskin dengan cara meningkatkan
produktivitas dan kemampuan manajerialnya serta membantu
12
mereka memperoleh peluang dan perlindungan sosial yang lebih baik
agar dapat mencapai status sosial, ekonomi, dan politik yang lebih
baik; dan
• Mengurangi pembiayaan kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat
miskin—seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur—agar
dapat menunjang kegiatan-kegiatan sosial dan ekonomi.
Suatu strategi atau paradigma baru pengentasan kemiskinan petani dan buruh
tani yang telah berhasil diimplementasikan oleh negara-negara yang sekarang
ini termasuk negara industri baru (New Industrial Country), seperti Korea
Selatan, Jepang, Taiwan, Israel, melalui beberapa tahapan, yaitu:
(1) Reformasi agraria, dapat berupa pengalihan pemilikan (landreform)
ataupun pengalihan pengusahaan (sakap, sewa, gadai, pinjam,
kerjasama/kemitraan), sehingga luas garapan petani memenuhi skala
usaha, misal untuk petani di Jawa 2 ha per kk dan luar Jawa 5 ha per kk.
Tahapan pertama dan utama Ini dimaksudkan untuk memeratakan
pemilikan atau pengusahaan aset-aset produktif yang paling dasar bagi
seorang petani;
(2) Meningkatkan produktivitas lahan pertanian. Hal ini dapat dilakukan
melalui: (a) Perubahan teknologi dan inovasi, yang meliputi: (i) Inovasi
kimia-biologis (penggunaan bibit atau benih unggul, penggunaan pupuk
buatan/alam, penggunaan pestisida/insektisida bila diperlukan), (ii)
Pengenalan mekanisasi pertanian sebagai pengganti TK manusia.
Misalnya, penggunaan traktor untuk mengolah lahan di sawah,
penggunaan mesin potong rumput sebaga pengganti sabit, sistem irigasi
tetes atau springkler irigation, rumah plastik untuk menyiasati musim
sehingga dapat bertanam sepanjang tahun, dll, (iii) Konservasi lahan
pertanian, dimaksudkan agar lahan pertanian secara berkesinambungan
mampu mmpertahankan bahkan meningkatkan produktivitasnya; (b)
Kebijakan ekonomi, meliputi: (i) subsidi sarana produksi (bibit/benih,
pupuk, pestisida), (ii) perbaikan harga produksi pertanian melalui
13
kebijakan harga output pertanian, (iii) penyediaan kredit berbunga
rendah kepada petani lemah modal; (c) Perbaikan sistem kelembagaan,
meliputi: (i) kelembagaan ekonomi (pendirian dan pembenahan
koperasi, perbankan dan pasar bagi komoditi pertanian), (ii)
Kelembagaan sosial, yakni pembentukan dan penyempurnaan kelompok-
kelompok tani sebagai media tukar-menukar informasi dan teknologi
pertanian bagi para petani kecil.
(3) Investasi dalam sumberdaya manusia (human resources) melalui
pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan petani, sehingga lebih responsif terhadap kemajuan
teknologi pertanian. Jadi jika ingin memajukan pertanian dan
mengentaskan kemiskinan yang membelenggu petani, maka semua
tahapan ini harus diikuti secara berurut dan peniadaan salah satu tahapan
akan memiliki konsekuensi terhadap hasil pembangunan. Jika tahapan
pertama dihindari, walau pembangunan pertanian berhasil, maka
kemungkinan akan terjadi ketimpangan dalam distribusi pendapatan atau
sebagian pertumbuhan di sektor pertanian akan dinikmati oleh tuan-tuan
tanah kaya.
2.6 Indikator Kesejahteraan vs Akar Kemiskinan
Adapun indikator tersebut diantaranya adalah :
1. Jumlah dan pemerataan pendapatan.
2. Pendidikan yang semakin mudah untuk dijangkau.
3. Kualitas kesehatan yang semakin meningkat dan merata.
Inilah tiga indikator tentang kesejahteraan rakyat. Inidikator ini akan
menjadi faktor penentu dalam usaha-usaha yang dilakukan oleh semua pihak
dalam mencapai kesejahteraan. Ketiga hal ini diyakini merupakan puncak
dari gunung es kesejahteraan yang didambakan oleh semua orang karena
sebenarnya indikator ini merupakan penghayatan dari akar kemiskinan.
14
2.7 Program Peningkatan Pendapatan Petani dan nelayan Kecil (P4K)
Pemerintah telah melaksanakan beberapa program dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin, baik dari pedesaan maupun
perkotaan. Program penanggulangan kemiskinan telah menjangkau seluruh
plosok tanah air dan menghasilkan perkembangan positif. Namun demikian,
masih banyak penduduk miskin yang belum dapat di tetntaskan dari belenggu
kemiskinan. Hal ini antara lain karena terlalu banyaknya penduduk miskin
dan terbatas nya kemampuan pemerintah. Salah satu program pengentasan
kemiskinan yang telah cukup lama adalah Proyek Peningkatan Pendapatan
Petani dan Nelayan Kecil. Proyek ini di laksanakan sejak tahun 1979 dan
direncanakan berakhir tahun 2005. Sasaran proyek ini adalah petani dan
nelayan kecil (PNK) miskin yang tinggal di daerah pedesaan. Proyek ini
bertujuan mengembang sistem partisipatif dan bertujuan membantu keluarga
miskin pedesaan dan meningkatkan taraf hidup kesejahteraannya. Sistem ini
dimaksudkan untuk memberlakukan suatu mekanisme bagi upaya
pengentasan kemiskinan melalui pengembangan kelompok kelompok
swadaya dari rumah tangga-rumah tangga miskin di pedesaan dan usaha
usaha mikro yang mampu meningkatkan pendapatan keluarga.
Pendekatan yang diterapkan dalam pelaksanaan program P4K adalah
pemberdayaan masyarakat. Anggota masyarakat miskin didorong untuk
meningkatkan kemampuannya memperoleh penghasilan melaluai usaha
usaha yang produktif, akses terhadap informasi, pasar dan lembaga lembaga
keuangan baik bank maupun non bank. Progaran P4K di laksanakan oleh
managemen P4K tingkat kabupaten, Petugas pelaksana tingkat kabupaten
(PPTK), Kordinator Penyluh Pertanian (KPP), Penyuluh Pertanian (PP).
1. Pendampingan P4K
Sampai dengan tahun 2001 pelatihan pelatihan yang diselenggarakan
oleh P4K baik tingkat pusat maupun daerah masih belum menujukan hasil
yang diharapkan. Masih banyak Kelompok Petani Kecil (KPK) yang masih
15
belum mampu menyusun Rencana Usaha Bersama (RUB), masih lemah
dalam pengembangan kelompok dan belum memulai tabungan yang cukup
berarti untuk memulai usaha.
Hasil penelusuran tahun 2001 oleh tim MTR IFAD menunjukan bahwa
50 % pengurus KPK dan 72 % anggota KPK tidak mengetahui manfaat dari
berorganisasi, manfaat tabungan, manfaat cacatan, cara pengajuan kredit, dan
pengembangan usaha.
Atas dasar penemuan tersebut , tim MTR merekomendasikan agar
diadakan penguatan KPK melalui mekanisme internal dan melibatkan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pelibatan LSM sebagai mitra kerja
dalam pemberdayaan KPK di mulai sejak tahun 2002 dan berlanjut dalam
pendampingan P4K tahun 2004.
Tujuan Pendampingan P4K tahun 2004 adalah :
1. Membantu managemen P4K meningkatkan kemampuan Pertugas
Pelaksana Tingkat Kabupaten (PPTK), kordinator PP dan PP dalam
pengolahan teknis P4K yang mencakup aspek perencanaan ,
pelaksanaan , pengendalian serta monitoring dan evaluasi, penguatan
kapasitas KPK dan pengembangan usaha anggota KPK dan usaha
bersama Kelompok Petani Kecil (KPK). Kegiatan ini dapat diharapkan
meningkatkan kemampuan PPTK dan kordinator.
2. Meningkatkan kemampuan koordinator PP dan PP dalam memfasilitasi
penguatan kapasitas KPK.
3. Meningkatkan kemampuan PPTK, koordinator PP dan PP dalam
memfasilitasi pengembangan usaha anggota KPK dan Usaha Bersama
KPK.
Melalui program ini pada gilirannya diharapkan masyarakat ekonomi
lemah yang didampingi mampu meningkatkan pendapatan, mampu
mengakses permodalan, mampu mengembangkan kelompok dan mampu
mengatasi masalah yang di hadapi.
16
2. Metodologi P4K
Kegiatan pemberdayaan KPK dan PNK pada P4K mengacu kepada
Metodologi Pemberdayaan Proyek Peningkatan Pendapatan Petani-Nelayan
Kecil (selanjutnya disebut Metodologi P4K). Prinsip dasar Metodologi P4K
adalah :
(1) Pendekatan kelompok,
(2) Kemitraan (keserasian, kepemimpinan dari mereka sendiri),
(3) Keswadayaan,
(4) Kesatuan keluarga, dan
(5) Belajar menemukan sendiri (Discoveri learning).
Dalam metodologi tersebut, ruang lingkup penumbuhan dan pemberdayaan
KPK adalah:
(1) Pengembangan sumberdaya manusia yang berkualitas,
(2) Pengembangan sumber permodalan,
(3) Penumbuhan dan pengembangan kelembagaan PNK,
(4) Pengembangan pasar dan teknologi tepat guna (Widayati, 2002).
Memperhatikan lima prinsip dasar dan empat ruang lingkup
penumbuhan dan pemberdayaan, terlihat bahwa Metodologi P4K berupaya
mengubah paradigm pemberdayaan masyarakat yang bersifat top down
menjadi paradigma pemberdayaan partisipatif . Paradigma lama
menempatkan kelompok-kelompok petani dan masyarakat pedesaan hanya
sebagai obyek program-program pembangunan oleh aparatur pemerintahan.
Metodologi P4K telah menyadari bahwa kelompok bukanlah hanya sekedar
menjadi instrumen untuk implementasi kebijakan, tetapi merupakan wadah
pemberdayaan masyarakat perdesaan. Proses pembangunan sekarang ini telah
sampai pada kondisi yang mensyaratkan adanya partisipasi yang lebih besar
dari seluruh lapisan masyarakat agar tujuan pembangunan untuk
mensejahterakan kehidupan masyarakat dapat tercapai serta agar
pembangunan dapat berlangsung secara berkelanjutan (sustainability).
Paradigma baru pemberdayaan masyarakat tersebut sesuai dengan visi
17
Proyek P4K yaitu : “Petani kecil berdaya lepas dari lingkungan kemiskinan”.
Kelompok sasaran Proyek P4K adalah petani-nelayan kecil beserta
keluarganya yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan yaitu di bawah
320 kg setara beras per orang per tahun. Mereka adalah para petani pemilik,
pengelola lahan sempit, penggarap/penyakap, buruh tani, buruh
nelayan/pendega, nelayan dengan peralatan sederhana, peternak kecik,
pengrajin kecil, dan sebagainya. Proyek P4K Fase III/RIGP secara tegas
menyatakan bahwa penerima manfaat proyek adalah bagian terbesar dari
penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan, yakni mereka yang
memerlukan pengembangan keterampilan yang sesuai, pelatihan dan
dukungan (termasuk pelayanan keuangan mikro) guna mengubah status
sosial ekonomi mereka secara berkelanjutan. Untuk menyediakan dukungan
yang diperlukan tersebut, P4K akan : (1) Menemukenali penduduk yang
hidup di bawah garis kemiskinan, (2) Membantu pembentukan kelompok
swadaya (KPK), (3) Menyediakan pengembangan keterampilan dan pelatihan
dalam berbagai aktivitas peningkatan pendapatan serta menemukenali
peluang-peluang usaha yang tersedia, khususnya bagi kaum perempuan, (4)
Membantu kelompok swadaya menyusun rencana usaha, (5) Menyediakan
akses kepada fasilitas-fasilitas tabungan dan kredit, dan (6) Menyediakan
nasehat, pelatihan, dan dukungan lainnya sesuai perkembangan kelompok
swadaya (Widayati, 2002). Pendampingan dan pemantauan penggunaan
kredit dilakukan oleh Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), Account Officer
BRI (AO BRI), dan Petugas Pengelola Proyek P4K Tingkat Kabupaten/Kota
(PPTK). Pendampingan dilakukan sejak penumbuhan dan pembinaan KPK,
penyusunan rencana usaha bersama (RUB) oleh PPL, PPTK dan pada saat
penilaian kelayakan RUB oleh AO BRI. Pemantauan selanjutnya dilakukan
melalui bimbingan pengelolaan usaha bersama dan monitoring pengembalian
kredit serta pembinaan-pembinaan lainnya sesuai dengan metodologi
pemberdayaan PNK (Melta, 2002).
18
3. Implementasi Metodologi P4K
Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan Proyek P4K dimulai dengan
menentukan lokasi-lokasi proyek yang didasarkan atas kosentrasi masyarakat
miskin dan potensi sumberdaya lainnya. Kegiatan berikutnya adalah
menentukan calon warga binaan (PNK), yang kemudian difasilitasi untuk
membentuk kelompok yang disebut Kelompok Petani-nelayan Kecil (KPK),
dengan jumlah anggota 8-16 orang pada suatu lokasi yang berdekatan.
Setelah KPK terbentuk, dilakukan survey rumah tangga PNK anggota KPK
untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi keluarga PNK. Selanjutnya
difasilitasi kursus/bimbingan, baik mengenai penyusunan rencana usaha
bersama, pengelolaan usaha bersama (RUB), keterampilan, kerjasama antar
KPK, dan sebagainya. Dengan adanya RUB, maka KPK difasilitasi untuk
mendapatkan akses pelayanan perbankan (BRI). Selanjutnya KPK-KPK
diperkenalkan dengan fasilitas/kemudahan pembangunan yang ada di
sekitarnya untuk dapat dimanfaatkan, seperti bank, lembaga keuangan
(formal dan non formal), KUD, PPL, SPP, BIPP, BPP, LSM, Dinas/Instansi
teknis terkait, pengusaha dan sebagainya. Upaya-upaya pendampingan
tersebut dilaksanakan secara langsung dan terus-menerus oleh PPL sebagai
petugas pembina P4K di lapangan.
19
20
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung,
pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinandapat dibagi menjadi tiga bagian
yaitu kemiskinan absolut, relatif, dan kultural. Faktor pendorong
kesejahteraan diantaranya kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan,
ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi, dan penyebab kemiskinan
diantaranya faktor makanan, faktor pertumbuhan penduduk, pengaruh faktor
pendidikan yang rendah, ketimpangan kepemilikan lahan dan modal
pertanian, terbatasnya kemampuan dalam pengelolaan sumberdaya alam,
ketidakmerataan investasi di sektor industri dan pertanian, serta arus
urbanisasi tinggi , ada 4 (empat) macam penyelenggaraan kesejahteraan
sosial, yakni: rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, pemberdayaan sosial,
dan jaminan sosial. Ada juga program untuk peningkatan kesejahteraan dari
pemerintah yaitu program peningkatan pendapatan petani dan nelayan kecil
(p4k) .
22
DAFTAR PUSTAKA
http://andist.wordpress.com/2008/03/21/pengertian-kemiskinan/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan
http://erfins.wordpress.com/category/5-kebijakan-penyebab-kemiskinan/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/penyebab-kemiskinan-di-indonesia/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/solusi-mengatasi-kemiskinan-di-
indonesia/
http://ichwanmuis.com/?p=210
http://wiki.ghobro.com/3/post/2011/12/4-empat-macam-kegiatan-
penyelenggaraan-kesejahteraan-sosial.html
23
Recommended