View
5
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
JIWA
Citation preview
BAB II
ISI
Kepribadian ganda disebut dengan istilah Dissociative identity disorder
(DID) atau biasa juga disebut dengan multiple personality disorder. DID adalah
bentuk parah dari sebuah proses mental yang terbelah dan menghasilkan
kurangnya koneksi dalam pikiran seseorang, ingatan, perasaan, tindakan atau
identitas. Penyebab umum DID adalah karena trauma parah selama usia dini pada
anak. Trauma tersebut biasanya sangat ekstrem seperti kekerasan fisik, seksual
atau kekerasan emosional secara berulang. Penderita MPD seringkali bingung
secara tak terduga diantara berbagai kepribadian, dimana penderita MPD tidak
dapat mengontrol hal tersebut (3).
A. DEFINISI
Gangguan kepribadian ganda adalah gangguan mental yang
diklasifikasikan sebagai salah satu gangguan disosiatif dalam edisi keempat
Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders (DSM-IV). Telah berganti
nama menjadi gangguan identitas disosiatif (DID). MPD atau DID didefinisikan
sebagai suatu kondisi di mana "dua atau lebih identitas atau kepribadian yang
berbeda menyatakan" alternatif dalam mengendalikan kesadaran dan perilaku
pasien. Catatan: "Split personality" bukan istilah yang akurat untuk DID dan tidak
boleh digunakan sebagai sinonim untuk skizofrenia (3).
Menurut Fiona Angelina (2007), Dissociative Identity Disorder adalah
kelainan mental di mana seorang individu memiliki lebih dari satu kepribadian
4
berbeda. Sebelumnya Dissociative Identity Disorder diberi nama Multiple
Personality Disorder. Penderita Dissociative Identity Disorder memiliki
kepribadian lebih dari satu dan berbeda. Masing-masing kepribadian ini bisa
saling mengenal, bisa juga tidak saling mengenal. Kepribadian ini memiliki latar
belakang dan sifat masing-masing (3).
Menurut American Textbooks, Dissosiative Identity Disorder adalah suatu
mekanisme pertahanan diri oleh seseorang dengan cara memisahkan diri. Salah
satu bentuk kronis dari gejala tersebut adalah berpisahnya kepribadian seseorang
menjadi beberapa kepribadian yang berbeda. Hal tersebut didorong oleh
ketidakmampuan, penolakan dan sebagai pertahanan diri oleh otak terhadap
masalah yang diterima dalam tingkat stres yang tinggi (3).
B. DESKRIPSI
Sifat yang tepat dari MPD serta hubungannya dengan gangguan mental
lainnya masih menjadi subyek perdebatan. Beberapa peneliti berpikir bahwa MPD
mungkin perkembangan yang relatif baru di masyarakat barat. MPD sebuah
sindrom budaya khusus yang ditemukan di masyarakat barat, terutama disebabkan
oleh penyalahgunaan masa kanak-kanak dan perubahan jangka panjang bagi
masyarakat yang tidak ditentukan. Tidak seperti depresi atau gangguan kecemasan
yang telah diakui dalam beberapa bentuk selama berabad-abad, kasus-kasus awal
dari orang-orang yang melaporkan gejala MPD tidak dicatat sampai 1790-an.
Sebagian besar dianggap keanehan medis atau keingintahuan sampai akhir 1970-
an, ketika peningkatan jumlah kasus yang dilaporkan di Amerika Serikat psikiater
masih memperdebatkan apakah MPD sebelumnya didiagnosa dan dilaporkan, atau
5
apakah itu hanya overdiagnosis. Karena trauma masa kanak-kanak merupakan
faktor dalam pengembangan MPD, beberapa dokter berpikir mungkin variasi dari
gangguan stres pasca -trauma ( PTSD ). MPD dan PTSD adalah kondisi di mana
disosiasi adalah mekanisme menonjol. Perempuan terhadap laki-laki untuk MPD
adalah sekitar 9:10 , tetapi alasan untuk ketidakseimbangan gender tidak jelas.
Beberapa telah dikaitkan ketidakseimbangan dalam kasus yang dilaporkan kepada
tingkat yang lebih tinggi dari penyalahgunaan anak-anak perempuan, dan
beberapa kemungkinan bahwa pria dengan MPD yang dilaporkan karena mereka
mungkin di penjara untuk kejahatan kekerasan (4).
Tanda yang paling khas dari MPD adalah pembentukan dan munculnya
satu kepribadian alternatif, atau "alter." Pasien dengan MPD mengalami alter
mereka sebagai individu yang berbeda memiliki nama yang berbeda, sejarah, dan
kepribadian. Hal ini tidak biasa bagi pasien MPD memiliki alter dari jenis kelamin
yang berbeda, orientasi seksual, usia, atau kebangsaan. Beberapa pasien telah
dilaporkan dengan alter yang bahkan bukan manusia; alter berupa hewan, atau
bahkan alien dari luar angkasa. Rata-rata pasien MPD memiliki antara dua sampai
10 alter, tetapi beberapa telah dilaporkan dengan lebih dari seratus (4).
C. PENYEBAB
Menurut DSM IV-TR disebutkan bahwa terdapat fluktuasi usia penderita
dalam penelitian psikiatri. Sehingga sangat dimungkinkan penelitian terkini akan
menghasilkan angka yang berbeda. Namun, sampai tahun 2000, angka usia rata-
rata munculnya gejala pertama MPD adalah 6 sampai 7 tahun. Gangguan ini
6
mungkin akan berkurang intesitasnya pada usia 40an, tetapi bisa muncul kembali
sepanjang episode trauma atau dengan mengalami penganiayaan (4).
1. Biologis
Seperti pada PTSD, di mana bukti-buktinya lebih solid, hampir dapat
dipastikan adanya kerentanan biologis tertentu dalam Dissociative identity
disorder, tetapi sulit untuk dipastikan. Sebagai contoh, dalam sebuah studi besar
terhadap orang-orang kembar tidak ada varians atau faktor hereditas atau
keturunan semuanya bersifat lingkungan. Ciri-ciri keturunan seperti ketegangan
dan responsivitas terhadap stres akan mungkin meningkatkan kerentanan. Pada
beberapa observasi tentang aktivitas otak selama terjadinya disosiasi, individu
dengan gangguan neurologis tertentu, terutama gangguan seizure mengalami
banyak gejala dissosiatif. Devinsky, Feldman, et.al melaporkan bahwa sekitar 6%
pasien dengan epilepsy lobus temporal melaporkan pengalaman “out of body”
(keluar dari tubuh). Sekitar 50% kelompok pasien lain yang menderita epilepsi
lobus temporal menyebabkan gejala-gejala dissosiatif tertentu (3).
Untuk membedakan orang yang mengalami MPD dengan orang yang
hanya berpura-pura mengalaminya dapat dilakukan dengan menggunakan
prosedur magnetic resonance imaging (MRI) mutakhir, perubahan perubahan
dalam fungsi otak seorang pasien ketika berpindah dari satu kepribadian ke
kepribadian lain dapat diobservasi. Secara spesifik, pasien ini menunjukkan
perubahan pada aktivitas hipokampus dan medial-temporal setelah perubahan
terjadi.
7
Sedangkan dalam penelitian Bethesda Nimh, seorang di bidang clinical
Psychopsychology, ditemukan bahwa hipokampus penderita MPD (yang juga
memilki trauma pada masa kanak-kanak) mengecil akibat semburan hormon
berulang kali sehingga mengakibatkan memori yang terpecah, tertekan bahkan
terpisah (3).
2. PsikoSosial
Keadaan-keadaan yang mendorong berkembangnya MPD tampak cukup
jelas jika dilihat dari satu hal. Hampir setiap pasien yang menunjukkan gangguan
ini melaporkan bahwa pada masa kanak-kanak mereka mengalami penganiayaan
berat yang sering kali tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Pasien terlalu belia
untuk melarikan diri, atau untuk meminta tolong kepada yang berwajib. Meskipun
sakitnya tak tertahankan, pasien sama sekali tidak tahu bahwa hal itu bukan
sesuatu yang tidak lazim atau sesuatu yang salah. Satu-satunya hal yang dpat
dilakukan adalah melarikan diri dan masuk ke alam khayalan. Di sana pasien
dapat menjadi siapa pun, yang bukan dirinya sendiri. Jika tindakan ini dapat
mengalihkan penderitaan fisik maupun emosional untuk satu menit saja atau dapat
membuat satu jam berikutnya dapat dilewati dengan ringan, kemunginan besar
pasien akan lari lagi. Sebagian besar survey melaporkan angka trauma masa
kanak-kanak yang tinggi pada masa kasus Dissociative Identity Disorder (3).
Kurang atau tidak adanya dukungan sosial juga berpengaruh. Sebuah studi
terhadap 428 remaja kembar menunjukkan bahwa 33% sampai 50% varians dalam
8
pengalaman disosiatif dapat diartibusikan pada keluarga yang penuh perselisihan
dan tidak saling mendukung. Varians sisanya berhubungan dengan faktor-faktor
kepribadian (3).
3. Spiritual
Dalam perspektif islam, pada hakikatnya setiap manusia memiliki nafs
yang menghasilkan tingkah laku. Dalam pandangan Al Quran, nafs diciptakan
Allah Swt dakam keadaan sempurna untuk menampung serta mendorong manusia
berbuat kebaikan dan keburukan. Al Quran menganjurkan untuk memberi
perhatian lebih besar (3).
D. PERSPEKTIF ALIRAN – ALIRAN
1. Sudut Pandang Psikoanalitik.
Perspektif psikoanalisa sempat tidak mempercayai gangguan ini karena
Freud tidak pernah mendiagnosa MPD. Kemudian pada tahun 1970 kasus Sybil
menjadi sorotan karena masyarakat saat itu mulai menyadari adanya
penganiayaan pada anak. Para terapis psikoanalisa meyakini gangguan ini
merupakan produk dari salah satu mekanisme pertahanan diri yaitu represi yang
terjadi pada masa anak-anak dan terus dikembangkan saat dia tumbuh sehingga
membentuk suatu figur yang nyata bagi penderita yang akhirnya menjadi salah
satu alternya (5).
2. Sudut Pandang Belajar.
Teori ini mengatakan bahwa Dissosiative Identity Disorder disebabkan
oleh pembelajaran reaksi dan cara berfikir yang tidak rasional pada masa anak-
9
anak, dengan cara mengimitasi orang tua yang juga memiliki masalah emosional
yang signifikan (5).
3. Sudut Pandang Vulnerability Stress
Kasus dissosiative identity disorder biasanya selalu terkait dengan adanya
trauma berat di masa anak-anak. Sebagai contoh, pada sebuah survey yang
dilakukan oleh seorang terapis pada kliennya yang mengalami gangguan ini, 80%
kliennya mengalami penyiksaan fisik semasa anak-anak dan 70% diantaranya
mengalami incest. Sebagian besar individu, cenderung memilih hidup dalam
repres dari pada harus terus menerus mengalami pengalaman yang traumatik dan
menyakitkan. Lama-kelamaan fantasi tersebut menjadi kenyataan bagi mereka
karena mereka merasa hal tersebut dapat membantunya menghindari pengalaman
yang menyakitkan dan menakutkan, hal tersebutlah yang memperkuat munculnya
gejala yang nampak pada gangguan ini (5).
4. Sudut Pandang tentang Keluarga
Dissosiative Identity Disorder disebabkan oleh hubungan keluarga yang
patologis, yang secara signifikan meningkatkan stres emosional. Hubungan
patologis ini antara lain dapat berupa (5):
a. Double-Bind : yaitu keluarga dimana anak menerima pesan yang bertolak
belakang dari orang tua berkaitan dengan perilaku, sikap, maupun
perasaannya.
10
b. Schisms and Skewed Families. Schisms yaitu perpecahan yang jelas
antara orang tua sehingga salah satu orang tua menjadi sangat dekat
dengan anak yang berbeda jenis kelamin. Sedangkan Skewed yaitu kelurga
dimana terjadi perebutan kekuasaan dan dominasi dari salah satu orang
tua.
c. Pseudomutual and Pseudohostile Families, yaitu keluarga dimana terjadi
suppress ekspresi emosi dengan menggunakan komunikasi verbal yang
bias makna dan sarat permusuhan.
d. Emotion Expression, yaitu sikap terlalu banyak mengkritik, kejam, dan
sangat ingin ikut campur urusan anak.
E. TANDA DAN GEJALA
Kriteria Diagnosis (3):
Kemampuan bawaan untuk memisahkan diri dengan mudah
Episode berulang dari kekerasan fisik atau seksual yang parah di masa kecil
Kurangnya orang yang mendukung atau menghibur untuk melawan tindakan
kasar yang relatif
Pengaruh kerabat lainnya dengan gejala disosiatif atau gangguan disosiatif
Seseorang dengan dissociative identity disorder akan mengalami simptoms
berikut (Dalam DSM-IV-TR) (4):
1. Muncul gejala Posttraumatic seperti mimpi buruk, kilasan-kilasan
kejadian (flashback) yang tidak nyaman, dan respon-respon yang
berlebihan.
11
2. Mutilasi diri, percobaan bunuh diri dan berlaku agresif pada diri sendiri,
dan orang lain mungkin muncul.
3. Memilki pola hubungan yang melibatkan penganiayaan fisik dan seksual.
4. Mungkin mengalami konversi fisik seperti menjadi tahan terhadap sakit.
5. Muncul gejala-gejala serupa dengan gangguan mood, kecemasan, tidur,
makan, dan seksual.
6. Menjadi impulsive
7. Intensitas yang tinggi dalam perubahan menjalin hubungan.
Hubungan gangguan disosiatif tindakan kasar pada masa kanak-kanak
telah menyebabkan kontroversi intens dan tuntutan hukum mengenai keakuratan
kenangan masa kecil. Ingatan otak, pencarian, dan interpretasi kenangan masa
kecil yang masih belum sepenuhnya dipahami. Gejala disosiatif utama yang
dialami oleh MPD pasien amnesia, depersonalisasi, derealisasi, dan gangguan
identitas (3).
a) Amnesia
Amnesia pada MPD ditandai dengan kesenjangan dalam memori pasien
untuk jangka waktu masa lalu mereka, dalam beberapa kasus, seluruh masa kecil
mereka. Kebanyakan pasien mengalami amnesia MPD, atau "kehilangan waktu,"
untuk periode ketika kepribadian lain "keluar". Mereka dapat melaporkan
menemukan barang-barang di rumah mereka yang mereka tidak bisa ingat bahwa
barang tersebut pernah dibeli, menemukan catatan yang ditulis dengan tulisan
tangan yang berbeda, atau bukti lain kegiatan yang tidak dapat dijelaskan (1).
b) Depersonalisasi
12
Depersonalisasi adalah gejala disosiatif di mana pasien merasa bahwa
tubuhnya tidak nyata, berubah, atau terlarutkan. Beberapa pasien MPD
mengalami depersonalisasi sebagai perasaan berada di luar tubuh mereka, atau
seperti menonton film dari diri mereka sendiri (1).
c) Derelisasi
Derealisasi adalah gejala disosiatif di mana pasien merasakan lingkungan
eksternal seperti nyata. Pasien mungkin melihat dinding, bangunan, atau benda
lain sebagai perubahan dalam bentuk, ukuran, atau warna. Pasien MPD mungkin
gagal untuk mengenali keluarga atau teman dekat (1).
d) Gangguan Identitas
Gangguan identitas pada MPD adalah hasil setelah memisahkan diri dari
seluruh ciri-ciri atau karakteristik kepribadian pasien serta kenangan. Ketika
pengalaman stres atau trauma memicu timbulnya kembali bagian-bagian yang
dipisahkan, pasien biasanya akan berubah dalam hitungan detik ke kepribadian
alternatif. Beberapa pasien memiliki sejarah kinerja yang tidak menentu di
sekolah atau dalam pekerjaan mereka yang disebabkan oleh munculnya
kepribadian alternatif selama pemeriksaan atau situasi stres lainnya. Pasien
bervariasi berkaitan dengan kesadaran alter mereka dari satu sama lain (1).
F. DIAGNOSIS
13
Terdapat beberapa jenis alat ukur, skala atau instrumen yang dapat
digunakan untuk pemeriksaan psikologis bagi penderita MPD, yaitu (2):
1. Dissociative Experiences Scale (DES). Instrumen DES ini terdiri dari 28
aitem yang berupa self report mengenai frequensi dari beberapa
pengalaman disosiatif penderita. Skor dalam instrumen ini bergerak dari 0
hingga 100. Reliabilitas dan validitas dari instrument ini telah diakui oleh
masyarakat luas.
2. Dissociative Disorder Interview Schedule (DDIS). Intrumen ini terdiri dari
131 aitem mengenai jadwal interview yang terstruktur yang dihubungkan
dengan DSM-III yang memungkinkan untuk dilakukan diagnosis pada
kelima gangguan disosiatif dan depresi mayor, penyalahgunaan obat dan
BPD.
3. Brief Symptom Inventory (BSI). Intrumen BSI erdiri dari 53 item yang
berbenuk self report inventory yang di desain untuk melakukan diagnosis
terhadap simptom psikologis dari pasien medis dan psikologis.
4. Childhood Trauma Questionnaire (CTQ). CTQ didapat dengan
mengembangkan 70 aitem instrumen self report secara mendalam untuk
melihat pengalaman pelecehan pada masa anak-anak dan juga penolakan
yang diterima.
5. Tellegen Absorption Scale (TAS). Instrumen ini terdiri dari 34 item self
report, skala benar-salah. Semakin tinggi skor yang didapat pada
instrumen ini dikorelasikan dengan kapasitas untuk pengalaman self
altering.
14
6. The Rorschach Test. Instrumen ini digunakan untuk melakukan diagnosis
persepsi, kognitif dan karakteristik emosional yang mempengaruhi
kepribadian dan fungsi sosial penderita.
7. Dissociative-Content Rorschach Scoring System. Intrumen ini digunakan
untuk membedakan antara MPD dengan bukan MPD.
Ketika dokter mengevaluasi pasien untuk MPD, pertama akan
mengesampingkan kondisi fisik yang kadang-kadang menghasilkan amnesia,
depersonalisasi atau derealisasi. Kondisi ini termasuk cedera kepala, penyakit
otak, terutama gangguan kejang, efek samping dari obat, penyalahgunaan zat atau
keracunan, demensia atau periode terakhir dari stres fisik yang ekstrim dan sulit
tidur. Dalam beberapa kasus, dokter mungkin memeriksa pasien dengan
electroencephalograph ( EEG ) untuk mengecualikan epilepsi atau gangguan
kejang lainnya. Dokter juga harus mempertimbangkan apakah pasien berpura-
pura sakit dan atau menawarkan keluhan fiktif (1).
Jika pasien tampak secara fisik normal, dokter berikutnya akan
mengesampingkan gangguan psikotik, termasuk schizophrenia. Banyak pasien
dengan MPD yang salah didiagnosis sebagai skizofrenia karena mereka mungkin
"mendengar" alter mereka "berbicara" di dalam kepala mereka. Jika dokter curiga
pasien tersangka MPD, ia dapat menggunakan tes skrining yang disebut
Pengalaman disosiatif Skala (DES). Jika pasien memiliki skor tinggi pada tes ini,
ia dapat dievaluasi lebih lanjut dengan Dissociative Disorders Interview Schedule
(DDIS) atau Structured Clinical Interview untuk DSM-IV Gangguan disosiatif
15
(SCID-D). Dokter mungkin juga menggunakan Hypnotic Induction Profile (HIP)
atau tes serupa hypnotizability pasien (4).
G. TERAPI
Pengobatan MPD dapat berlangsung selama lima sampai tujuh tahun pada
orang dewasa dan biasanya membutuhkan beberapa metode pengobatan yang
berbeda (3).
Terapi MPD Terintegrasi, terapi ini menggunakan modal pendekatan
kompreherensif dengan 9 tahapan yang harus dilakukan pada terapi ini yaitu (1):
1. Tahap Psikoterapi
2. Intervensi Preliminary (mendiagnosis alter)
3. Pengumpulan informasi detail mengenai latar belakang masalah klien
4. Menganalis trauma yang dialami klien
5. Analisis resolusi
6. Integrasi resolusi
7. Mempelajari alternatif kemampuan menghadapi masalah
8. Tindak lanjut terapi
9. Follow up
1) Psikoterapi
Idealnya, pasien dengan MPD harus ditangani oleh terapis dengan
pelatihan khusus dalam disosiasi. Pelatihan khusus ini penting karena perubahan
kepribadian pasien dapat membingungkan atau mengejutkan. Selain itu, banyak
pasien dengan MPD memiliki kepribadian alter bermusuhan atau bunuh diri.
Kebanyakan terapis yang merawat pasien MPD memiliki aturan atau kontrak
16
untuk perawatan yang mencakup isu-isu seperti tanggung jawab pasien untuk
keselamatannya. Psikoterapi untuk pasien MPD biasanya memiliki beberapa
tahap: tahap awal untuk mengungkap dan "pemetaan" alter pasien, sebuah fase
mengobati kenangan traumatis dan "sekering" alter, dan fase konsolidasi
kepribadian baru yang terintegrasi pasien (1).
Kebanyakan terapis yang merawat pasien MPD, merekomendasikan
perawatan lebih lanjut setelah integrasi kepribadian, dengan alasan bahwa pasien
tidak belajar keterampilan sosial yang kebanyakan orang dapatkan pada masa
remaja dan usia dewasa muda. Selain itu, terapi keluarga sering dianjurkan untuk
membantu keluarga pasien memahami MPD dan perubahan yang terjadi selama
reintegrasi kepribadian (1).
Banyak pasien MPD dibantu oleh kelompok serta perawatan individu,
asalkan kelompok terbatas pada orang dengan gangguan disosiatif. Pasien MPD
kadang-kadang mengalami kemunduran dalam kelompok terapi campuran karena
pasien lain terganggu atau takut dengan perubahan kepribadian mereka (1).
2) Obat
Beberapa dokter akan meresepkan obat penenang atau antidepresan untuk
pasien MPD karena kepribadian alter mereka mungkin memiliki gangguan
kecemasan atau suasana hati. Namun, terapis lain yang merawat pasien MPD
lebih memilih untuk menjaga obat minimum karena pasien ini dapat dengan
mudah menjadi secara psikologis tergantung pada obat-obatan. Selain itu, banyak
pasien MPD memiliki setidaknya satu mengubah yang menyalahgunakan obat-
17
obatan atau alkohol, zat-zat yang berbahaya dalam kombinasi dengan obat
penenang (1).
3) Hipnotis
Meskipun tidak selalu diperlukan, hipnosis adalah metode standar
pengobatan untuk pasien MPD. Hypnosis dapat membantu pasien memulihkan ide
direpresi dan kenangan. Selanjutnya, hipnosis juga dapat digunakan untuk
mengontrol perilaku bermasalah banyak pasien MPD, seperti melukai diri sendiri,
atau gangguan makan seperti bulimia nervosa. Pada stadium akhir pengobatan,
terapis dapat menggunakan hipnotis untuk "sekering" alter sebagai bagian dari
proses (1).
4) Pengobatan Alternatif
Pengobatan alternatif yang membantu untuk rileks tubuh sering
direkomendasikan untuk pasien MPD sebagai tambahan untuk psikoterapi dan /
atau obat-obatan. Perawatan ini termasuk hydrotherapy, obat botani (terutama
herbal yang membantu sistem saraf), terapi pijat, dan yoga. Pengobatan
homeopati juga bisa efektif untuk beberapa orang. Terapi seni sering
direkomendasikan sebagai cara bahwa pasien dapat mengintegrasikan masa lalu
mereka ke dalam kehidupan mereka saat ini. Meditasi biasanya dianjurkan sampai
kepribadian pasien telah reintegrasi (1).
H. PROGNOSIS
Beberapa terapis percaya bahwa prognosis untuk pemulihan yang sangat
baik untuk anak-anak dan baik untuk kebanyakan orang dewasa. Walaupun
pengobatan memakan waktu beberapa tahun, sering akhirnya efektif. Sebagai
18
aturan umum, sebelumnya pasien didiagnosis dan diobati, semakin baik prognosis
(1)
I. PENCEGAHAN
Pencegahan MPD memerlukan intervensi dalam keluarga yang biasanya
perlakuannya kasar dan memperlakukan anak-anak dengan gejala disosiatif sedini
mungkin dengan baik. Bila sudah ada gejala, segera bawa ke psikiater (1).
19
Recommended