View
235
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
26
BAB II
ANALISIS DATA
Berdasarkan permasalah dalam penelitian ini, maka yang akan
dideskripsikan dalam analisis data meliputi bentuk, makna leksikal dan makna
kultural dan fungsi yang terkandung dalam sesaji pada rangkaian upacara tradisi
dhekahan dhusun di Dusun Mangurejo Desa Guli Kecamataan Nogosari
Kabupaten Boyolali. Adapun uraiannya sebagai berikut.
A. Bentuk Istilah Perlengkapan Sesaji dalam Tradisi Dhekahan Dhusun
di Dusun Mangurejo Desa Guli Kecamatan Nogosari Kabupaten
Boyolali
Berdasarkan hasil analisis data ditemukan bentuk Istilah
Perlengkapan Sesaji dalam Tradisi Dhekahan Dhusun di Dusun
Mangurejo Desa Guli Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali, berupa
monomorfemis, polimorfemis, dan frasa. Bentuk sesaji meliputi semua
sesaji yang digunakan dalam upacara tradisi dhekahan dhusun. Uraiannya
sebagai berikut.
1. Monomorfemis
Monomorfemis adalah kata bermorfem satu, tidak dibagi atas
bagian yang lebih kecil, dan merupakan satuan bahasa terkecil. Istilah
sesaji yang termasuk monomorfemis adalah sebagai berikut:
26
27
1) Ambeng [amb|G]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
Ambeng ‘nasi yang dibentuk seperti gunungan’, ambeng
berkategori nomina (N).
2) Ampyang [ampyaG]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
ampyang ‘makanan yang terbuat dari gula jawa dan kacang
tanah’, ampyang berkategori nomina (N).
3) Apem [ap|m]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
28
apem ‘makanan yang terbuat dari tepung beras’, apem
berkategori nomina (N).
4) Bawang [bawaG]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
bawang ‘bawang putih’, bawang berkategori nomina (N).
5) Bongkrek [boGkrE?]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
bongkrek ‘lauk pauk yang terbuat dari sari kedelai’, bongkrek
berkategori nomina (N).
6) Brambang [brambaG]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
29
brambang ‘bawang merah’, brambang berkategori nomina (N).
7) Jadah [jadah]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
jadah ‘makanan yang terbuat dari beras ketan’, jadah
berkategori nomina (N).
8) Jungkat [juGkat]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
jungkat ‘sisir’, jungkat berkategori nomina (N).
9) Kinang [kinaG]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
kinang ‘terdiri dari daun sirih, gambir, tembakau, dan enjet’,
kinang berkategori nomina (N).
10) Krupuk [krupU?]
30
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
krupuk ‘kerupuk’, krupuk berkategori nomina (N).
11) Lombok [lOmbO?]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
lombok ‘cabai’, lombok berkategori nomina (N).
12) Peyek [pEyE?]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
peyek ‘sejenis kerupuk yang terbuat dari tepung beras dan
kacang tanah’, peyek berkategori nomina (N).
13) Rengginan [r|Gginan]
31
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
rengginan ‘makanan sejenis kerupuk yang terbuat dari beras
ketan’, rengginan berkategori nomina (N).
14) Tahu [tahu]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
tahu ‘lauk-pauk yang terbuat dari kedelai’, tahu berkategori
nomina (N).
15) Takir [takIr]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
takir ‘wadah yang dalamnya berisi sesaji’, takir berkategori
nomina (N).
32
16) Tampah [tampah]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
tampah ‘anyaman bambu yang berbentuk lingkaran, dijadikan
tempat sesaji’, tampah berkategori nomina (N).
17) Tape [tape]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
tape ‘makanan yang terbuat dari beras ketan’, tape berkategori
nomina (N).
18) Tempe [tempe]
33
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
tempe ‘makanan yang terbuat dari kedelai’, tempe berkategori
nomina (N).
19) Panggang [paGgaG]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
panggang ‘ayam yang dipanggang’panggang berkategori
nomina (N).
20) Wajib [wajIb]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
wajib ‘pemberian seikhlasnya berupa uang’, wajib berkategori
nomina (N).
34
2. Polimorfemis
Polimorfemis merupakan kata yang telah mengalami proses
morfologis, yang meliputi pengimbuhan/afiksasi,
pengulangan/reduplikasi, pemajemukan/komposisi. Adapun istilah
sesaji yang termasuk dalam polimorfemis adalah sebagai berikut.
2.1 Pengimbuhan atau afiksasi
21) Gudhangan [guDaGan]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
gudhangan
gudhang -an (sufiks)
gudhang [guDaG] ‘beberapa macam dedaunan yang dimasak’
gudhangan [guDaGan] ‘makanan yang terbuat dari beberapa
dedauan biasanya daun bayam dan daun kacang panjang yang
dikasih bumbu’.
gudhangan merupakan Nomina.
22) Ngilon [GilOn]
35
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
ngilon
ngilo -an (sufiks)
ngilo [Gilo] ‘melihat wujudnya di kaca atau cermin’
ngilon [GilOn] ‘cermin atau kaca digunakan untuk melihat
wujud bayangan dirinya’.
ngilon merupakan Nomina.
23) Sonthongan [sonToGan]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
sonthongan
sonthong -an (sufiks)
sonthong [sOnTOG] ‘daun pisang yang dibentuk seperti wadah
yang dipincuk kedua pinggirnya mengunakan lidi’
36
sonthongan [sOnTOGan] ‘suatu wadah yang terbuat dari daun
pisang yang berisi berbagai macam makanan yang diletakkan
di atas tampah’.
sonthongan merupakan Nomina.
2.2 Pemajemukan atau komposisi
24) Gedhang raja [g|DaG rOjO]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
gedhang raja
gedhang raja
Merupakan pemajemukan dari kata gedhang ‘pisang’ dan raja
gedhang raja ‘jenis pisang yang rasanya paling enak dan
bentuknya tidak terlalu panjang.’
gedhang raja merupakan kategori Nomina.
25) Jenang sengkala [j|naG s|GkOlO]
37
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
jenang sengkala
jenang sengkala
Merupakan pemajemukan dari kata jenang ‘sejenis bubur yang
terbuat dari tepung beras ’ dan sengkala ‘marabahaya’ jenang
sengkala ‘sejenis bubur yang berwarna putih dan merah.’
jenang sengkala merupakan kategori Nomina.
26) Kembang setaman [k|mbaG s|taman]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
kembang setaman
kembang setaman
Merupakan pemajemukan dari kata kembang ‘bunga’ dan
setaman ‘ada beberapa macam’ kembang setaman ‘bunga
38
yang terdiri dari empat macam yaitu bunga mawar, bunga
melati, bunga kantil, dan bunga kenanga.’
kembang setaman merupakan kategori Nomina.
27) Sambel goreng [samb|l gorEG]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
sambel goreng
sambel goreng
Merupakan pemajemukan dari kata sambel ‘sambal yang
terbuat dari cabe rawit’ dan goreng ‘memasak menggunakan
minyak’ sambel goreng ‘sejenis sayuran yang bersantan dan
rasanya pedas.’
sambel goreng merupakan kategori Nomina.
28) Sega asahan [s|gO asahan]
39
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
sega asahan
sega asahan
Merupakan pemajemukan dari kata sega ‘nasi’ dan asahan
‘nasi yang dibentuk gunungan atau setengah lingkaran’ sega
asahan ‘nasi yang ditaruh di atas tampah lengkap dengan lauk
pauknya, digunakan untuk kenduri.’
sega asahan merupakan kategori Nomina.
29) Sega golong [s|gO gOlOG]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
sega golong
sega golong
40
Merupakan pemajemukan dari kata sega’nasi’ dan golong
‘berbentuk lingkaran’ sega golong ‘nasi yang dibentuk bulan
untuk kenduri dan biasanya jumlahnya ganjil.’
sega golong merupakan kategori Nomina.
30) Endhog jawa [|nDOg jOwO]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
endhog jawa
endhog jawa
Merupakan pemajemukan dari kata endhog ‘telur’ dan jawa
‘nama pulau’ endhog jawa ‘telur ayam kampung.’
Endhog jawa merupakan kategori Nomina.
31) Palawija [pOlOwijO]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
41
palawija
pala wija
Merupakan pemajemukan dari kata pala dan wija
palawija ‘hasil bumi berupa umbi-umbian’
palawija merupakan kategori Nomina.
32) Dhuwit receh [DuwIt rEcEh]
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
dhuwit receh
dhuwit receh
Merupakan pemajemukan dari kata dhuwit dan receh
dhuwit receh ‘uang koin/logam yang jumlahnya lebiah dari
satu’
dhuwit receh merupakan Nomina.
33) Jajan pasar [jajan pasar]
42
(dokumen Lina, 07 Agustus 2015)
Jajan pasar
Jajan pasar
Merupakan pemajemukan dari kata jajan dan pasar
Jajan pasar ‘makanan yang dibeli di pasar’
jajan pasar merupakan Nomina.
B. Makna Leksikal dan Makna Kultural Bentuk Istilah Sesaji dalam
Tradisi Dhekahan Dhusun di Dusun Mangurejo Desa Guli Kecamatan
Nogosari Kabupaten Boyolali
1. Makna Leksikal
1.1 Monomorfemis
1) Ambeng [amb|G]
Makna leksikal ambeng adalah sega sarampadane kang dikepoeng
ing nalikane slametan (Poerwadarminta, 1939:8) ‘nasi seisinya
yang dikepung ketika selamatan.’
2) Ampyang [ampyaG]
43
Makna leksikal ampyang adalah panganan (katjang ditjampoer
goela) (Poerwadarminta, 1939:10)‘makanan kacang dicampur
gula.’
3) Apem [ap|m]
Makna leksikal apem adalah srabi legi (dianggo slametan)
(Poerwadarminta, 1939:17) ‘serabi manis untuk selamatan.’
4) Bawang [bawaG]
Makna leksikal bawang adalahbrambang roepane poetih
(Poerwadarminta, 1939:34) ‘bawang berwarna putih.’
5) Bongkrek [boGkrE?]
Makna leksikal bongkrek adalah tempe gembus.
6) Brambang [brambaG]
Makna leksikal brambang adalah bawang roepane abang
(Poerwadarminta, 1939:59) ‘bawang berwarna merah.’
7) Jadah [jadah]
Makna leksikal jadah adalah jadah.
8) Jungkat [juGkat]
Makna leksikal jungkat adalah sisir.
9) Kinang [kinaG]
44
Makna leksikal kinang adalah soeroeh saadoene (dianggo ngabang
lambe) (Poerwadarminta, 1939:223) ‘daun sirih saadune untuk
membuat bibir merah.’
10) Krupuk [krupU?]
Makna leksikal krupuk adalah lawoeh gorengan (kang digawe
glepoeng ditjampoer bleng, oerang) (Poerwadarminta, 1939:252)
‘lauk yang digoreng terbuat dari tepung campur bleng, udang.’
11) Lombok [lOmbO?]
Makna leksikal lombok adalah tetoewoehan wohe rasane pedes
dianggo njambel (Poerwadarminta, 1939:282) ‘tumbuhan buahnya
rasanya pedas untuk membuat sambal.’
12) Panggang [paGgaG]
Makna leksikal panggang adalah panggang.
13) Peyek [pEyE?]
Makna leksikal peyek adalah rempeyek.
14) Rengginan [r|Gginan]
Makna leksikal rengginan adalah panganan sing digawe ketan
(Poerwadarminta, 1939:528) ‘makanan yang dibuat dari ketan.’
15) Tahu [tahu]
Makna leksikal tahu adalah lelawoehan sing digawe dele poetih
digiling (Poerwadarminta, 1939:585) ‘lauk pauk terbuat dari
kedelai putih yang digiling.’
16) Takir [takIr]
45
Makna leksikal takir adalah takir.
17) Tampah [tampah]
Makna leksikal tampah adalah tambir (tebok) gede
(Poerwadarminta 1939:588) nampan besar.’
18) Tape [tape]
Makna leksikal tape adalah panganan sing digawe ketan, ketela,
diragi (Poerwadarminta, 1939:593) ‘makanan terbuat dari ketan,
ketela, diragi.’
19) Tempe [tempe]
Makna leksikal tempe adalah lawoeh sing digawe kedele, diragi
(Poerwadarminta, 1939:596) ‘lauk yang dibuat dari kedelai,
diragi.’
20) Wajib [wajIb]
Makna leksikal wajib adalah wajib.
1.2 Polimorfemis
2.1 Pengimbuhan atau afiksasi
21) Gudhangan [guDaGan]
Makna leksikal gudhang adalah gudhang.
Makna leksikal gudhangan adalah djanganan sing diolah dikrawoe
krambil (Poerwadarminta, 1939:153) ‘sayuran yang dimasak
dicurap dengan kelapa.’
22) Ngilon [GilOn]
46
Makna leksikal ngilo adalah nonton woedjoede ing pangilon
(Poerwadarminta, 1939: 401) ‘melihat wujudnya di cermin atau
kaca.’
Makna leksikal ngilon adalah cermin atau kaca.
23) Sonthongan [sonToGan]
Makna leksikal sonthong adalah sonthong.
Makna leksikal sonthongan adalah sonthongan.
2.2 Pemajemukan atau komposisi
24) Dhuwit receh [DuwIt rEcEh]
Makna leksikal dhuwit adalah sarananing oeroep-oeroepan kang
diwoedjoedi ing tjitakan tembaga, slaka (Poerwadarminta,
1939:110) ‘sarana jual-beli yang berwujud cetakan tembaga atau
kertas.’
Makna leksikal receh adalah receh.
Makna leksikal dhuwit receh adalah uang receh.
25) Endhog jawa [|nDOg jOwO]
Makna leksikal endhog adalah djasad oerip kang kaboentel ing
kendangan , tjangkok bakal dadi kewan (Poerwadarminta,
1939:122) ‘jasad hidup yang berada di cangkang, nantinya bakal
jadi hewan.’
Makna leksikal jawa adalah djawa (Poerwadarminta, 1939:176)
‘jawa.’
Makna leksikal endhog jawa adalah telur ayam kampung.
26) Gedhang raja [g|DaG rOjO]
47
Makna leksikal gedhang adalah wit sarta wohe, djenenge warna-
warna (Poerwadarminta, 1939:139) ‘pohon beserta buahnya,
namanya berbeda-beda.’
Makna leksikal raja adalah raja.
Makna leksikal gedhang raja adalah pisang raja.
27) Jajan pasar [jajan pasar]
Makna leksikal jajan adalah membeli.
Makna leksikal pasar adalah papan kang dianggo dol tinoekoe
barang-barang (Poerwadarminta, 1939:474) ‘tempat yang
digunakan untuk jual-beli barang.’
Makna leksikal jajan pasar adalah makanan yang dibeli dipasar.
28) Jenang sengkala [j|naG s|GkOlO]
Makna leksikal jenang adalah jenang.
Makna leksikal sengkala adalah sengkala.
Makna leksikal jenang sengkala adalah jenang merah dan putih.
29) Kembang setaman [k|mbaG s|taman]
Makna leksikal kembang adalah bunga.
Makna leksikal setaman adalah setaman.
Makna leksikal kembang setaman addalah bunga setaman.
30) Palawija [pOlOwijO]
Makna leksikal pala adalah pala.
Makna leksikal wija adalah wija.
Makna leksikal palawija adalah umbi-umbian.
31) Sambel goreng [samb|l gorEG]
48
Makna leksikal sambel adalah lelawoehan sing digawe lombok
diboemboni warna-warna digawe sambel (Poerwadarminta,
1939:541) ‘lauk-pauk yang dibuat dari cabai dikasih bumbu
macam-macam dibuat sambal.’
Makna leksikal goreng adalah sing dikongseng, diratengi ing lenga
(Poerwadarminta, 1939:160) ‘yang digoreng, dimatangkan
menggunakan minyak.’
Makna leksikal sambel goreng adalah sambal goreng.
32) Sega asahan [s|gO asahan]
Makna leksikal sega adalah beras sing wis mateng (diliwet,
diedang) (Poerwadarminta, 1939:552) ‘beras yang sudah matang.’
Makna leksikal asahan adalah asahan.
Makna leksikal sega asahan adalah nasi asahan.
33) Sega golong [s|gO gOlOG]
Makna leksikal sega adalah beras sing wis mateng (diliwet,
diedang) (Poerwadarminta, 1939:552) ‘beras yang sudah matang.’
Makna leksikal golong adalah wis noenggal (koempoel) dadi sidji,
gloendoengane gede (Poerwadarminta, 1939:159) ‘sudah
berkumpul menjadi satu, bentuknya bulat besar.’
Makna leksikal sega golong adalahsega diglindingi dianggo
slametan (Poerwadarminta, 1939:552)‘sega dibentuk bulat untuk
selamatan.’
2. Makna kultural
49
1) Ambeng [amb|G]
Makna kultural ambeng adalah nasi yang berbentuk gunungan atau
setengah lingkaran yang ditaruh diatas tampah. Bagi masyarakat
Dusun Mangurejo ambeng sebagai simbol kerukunan antar warga
Dusun Mangurejo, amberng berasal dari kata pambeng
‘hambatan’. Hambatan bisa dilalui dengan adanya gotong royong
dan kebersamaan tanpa membedakan pangkat, usia, kekayaan
sehingga terjalinlah suatu kerukunan, kesejahteraan, persatuan
antar warga Dusun Mangurejo dan dan warga bisa makan bersama-
sama yang dirangkum dalam tradisi dhekahan dhusun. Kerukunan,
kesejahteraan, persatuan antar warga Dusun Mangurejo
digambarkan seperti nasi yang nglumpuk dadi siji ‘berkumpul
menjadi satu’ tanpa membedakan status sosial.
(Informan bapak Wakidi (Rabu, 05 Agustus 2015))
2) Ampyang [ampyaG]
Makna kultural ampyang adalah makanan tradisional khas Jawa
yang terbuat dari gula jawa dan kacang tanah, rasanya manis
bentuknya bundar pipih. Bagi masyarakat Dusun Mangurejo
ampyang sebagai simbol agar kehidupan warga Dusun mangurejo
selalu bahagia, damai, dan tentram yang digambarkan seperti rasa
ampyang yaitu manis. Dengan demikian, masyarakat berharap
kehidupan warga Dusun Mangurejo akan terus terikat maksudnya
selalu bermusyawarah dalam mengambil keputusan, bersatu
maksudnya selalu bergotong royong dalam segala hal, dan tidak
50
lepas maksudnya selalu bersama-sama menjaga kerukunan dan
keharmonisan antara warga Dusun Mangurejo.
(Informan bapak Wakidi (Rabu, 05 Agustus 2015))
3) Apem [ap|m]
Makna kultural apem adalah makanan yang terbuat dari tepung
beras yang didiamkan semalam dengan mencampurkan telur,
santan, gula, dan tape serta sedikit garam kemudian dibakar atau
dikukus dalam cetakan, bentuknya mirip serabi namun lebih tebal.
Bagi masyarakat Dusun Mangurejo apem sebagai simbol
memohonkan ampunan untuk arwah leluhurnya yang sudah
meninggal supaya diterima disisiNya. Apem menurut masyarakat
setempat sebagai seperangkat sesaji secara simbolis sebagai
pernyataan saling memaafkan maksudnya kita sebagai manusia
diharapkan selalu bisa memberi maaf atau memaafkan kesalahan-
kesalahan orang lain. Dengan demikian warga masyarakat Dusun
Mangurejo hidup rukun.
(Informan bapak Samlani (Selasa, 04 Agustus 2015))
4) Bawang [bawaG]
Makna kultural bawang adalah sejenis umbi yang bisa digunakan
sebagai salah satu bahan rempah utama dalam berbagai masakan.
Bagi masyarakat Dusun Mangurejo bawang dijadikan simbol
sebagai bumbu dalam kehidupan agar tidak hambar, dalam
menjalani kehidupan pasti ada suka maupun duka. Warna putih
dalam bawang melambangkan kebaikan dalam hidup. Secara
51
kultural bawang juga dimaksudkan bahwa warga Dusun
Mangurejo agar dapat melakukan hidup gotong royong.
Terangkum dalam ekspresi bawang dipahami sebagai akronim dari
bahwang ‘gelem obah, bergaul, gotong royong, dan suka
membantu.
(Informan bapak Jumadi (Rabu, 05 Agustus 2015))
5) Bongkrek [boGkrE?]
Makna kultural bongkrek adalah sejenis lauk pauk yang terbuat
dari ampas kedelai atau ampas tahu dan ampas kelapa yang sudah
diambil minyaknya.
(Informan ibu Wartini (Selasa, 04 Agustus 2015))
6) Brambang [brambaG]
Makna kultural brambang adalah bawang merah yang digunakan
sebagai bumbu untuk memasak, jika diiris bisa membuat mata
pedih. Bagi masyarakat Dusun Mangurejo bramban sebagai simbol
bumbu dalam kehidupan agar tidak hambar. Warna merah pada
brambang sebagai lambang bahwa dalam menjalani hidup
dibutuhkan keberanian untuk menghadapi gangguan.
(Informan bapak Jumadi (Rabu, 05 Agustus 2015))
7) Dhuwit receh [DuwIt rEcEh]
Makna kultural dhuwit receh adalah alat untuk transaksi jual beli
dalam bentuk koin dan jumlahnya lebih dari satu. Dhuwit receh
biasanya sebagai isi takir. Bagi masyarakat Dusun Mangurejo
dhuwit receh sebagai simbol agar saat panen padi yang dihasilkan
52
banyak seperti dhuwit receh yang jumlahnya lebih dari satu. Hasil
panennya bagus tidak banyak yang gabug ‘tidak berisi’ dan tidak
diserang hama yang dapat merusak padi.
(Informan bapak Suyatno (Selasa, 04 Agustus 2015))
8) Endhog jawa [|nDOg jOwO]
Makna kultural endhog jawa adalah telur yang bentuknya lebih
kecil dari telur pada umumnya, berwarna putih, berasal dari ayam
kampung. Bagi masyarakat Dusun Mangurejo endhog jawa sebagai
simbol kanggo ngedhemake ‘untuk mendinginkan’ maksudnya
agar dalam pelaksanaan tradisi dhekahan dhusun suasananya tetap
dingin dan emosi-emosi dapat terkontrol dengan baik, dapat
menerima pendapat/masukan dari orang lain pada saat sedang
bermusyawarah bersama sepanjang pelaksanaan dhekahan
dhususn.
(Informan bapak Suyatno (Selasa, 04 Agustus 2015))
9) Gedhang raja [g|DaG rOjO]
Makna kultural gedhang raja adalah jenis pisang yang sering
digunakan dalam sesajian. Pisang raja ini berwarna kuning dan
rasanya paling enak diantara pisang yang lain bentuknya tidak
terlalu panjang. Bagi masyarakat Dusun Mangurejo adalah sebagai
simbol agar pemimpin (raja) didukung oleh seluruh rakyatnya.
Suatu masyarakat akan hidup tentram dan bahagia jika antara
pemimpin dan rakyatnya akan saling mendukung dan saling
melengkapi. Pemimpin (raja) tidak semena-mena pada rakyatnya
53
tetapi ngayomi pada rakyatnya, sehingga kehidupan akan tentram,
makmur, dan bahagia tanpa membedakan status sosial.
(Informan bapak Samlani (Selasa, 04 Agustus 2015))
10) Gudhangan [guDaGan]
Makna kultural gudhangan adalah beberapa macam sayuran yang
direbus dan disajikan dengan menggunakan bumbu sambal kelapa
parut. Bagi masyarakat Dusun Mangurejo gudhangan sebagai
simbol kesegaran dalam sayuran melambangkan kesegaran jasmani
dan rohani. Kesegaran jasmani diharapkan akan selalu diberikan
kesehatan, sedangkan kesegaran rohani diharapkan akan selalu
berpikir jernih (berbuat baik) sehingga terhindar dari sifat jelek.
Sayur sebagai simbol perbedaan agama, sosial, dan pendidikan
tetapi disatukan dengan diurap ‘dicampur’ sebagai simbol
bersatunya perbedaan yang ada dengan satu tujuan tercipta suasana
aman, tenteram, dan penuh kekeluargaan. Gudhangan biasanya
terdiri dari bayem, kacang lanjaran, dan bumbu ‘bayam, kacang
panjang dan bumbu.’Bayem mempunyai makna supaya hidupnya
ayem ‘tenteram’ yaitu selalu rukun, saling tolong menolong.
Kacang lanjaran mempunyai makna dalam menjalani hidup harus
sabar narima ‘sabar menerima’ selalu bersyukur dengan apa yang
dimiliki. Bumbu mempunyai makna karena terasa pedas jadi dalam
menjalani hidup kadang terasa manis dan pedas ‘suka maupun
duka.’
(Informan bapak Wakidi (Rabu, 05 Agustus 2015))
54
11) Jadah [jadah]
Makna kultural jadah adalah sejenis makanan yang terbuat dari
beras ketan yang di masak dengan cara ‘diadang’ yang dicampur
dengan parutan kelapa dan garam kemudian ditumbuk sampai
halus, rasanya gurih dan biasanya ditaruh dijajan pasar. Jadah
bagi masyarakat Dusun Mangurejo mempunyai simbol sebagai
lambang kebenaran dan kesucian untuk menjauhkan diri dari
gangguan alam gaib dengan cara selalu mendekatkan diri kepada
Tuhan Yang Mahaesa dan selalu berada dijalan Allah. Lambang
kebenaran dan kesucian diambil dari warna jadah yang putih.
Makna sesuai cara membuatnya yaitu dalam menumbuk harus
sungguh-sungguh supaya hasilnya lembut, begitu pula dalam
memohon sesuatu keinginan harus mantap ‘madhep mantep’ dan
dalam memohon harus bersungguh-sungguh supaya keinginan
dapat terkabulkan dan harus disertai dengan usaha, karena dengan
berdoa saja tidak akan cukup.
(Informan bapak Wakidi (Rabu, 05 Agustus 2015))
12) Jajan pasar [jajan pasar]
Makna kultural jajan pasar adalah beberapa jenis makanan atau
buah-buahan yang dibeli dipasar untuk perlengkapan sesaji. Bagi
masyarakat Dusun Mangurejo Jajan pasar memiliki simbol
anggota masyarakat yang terdiri dari berbagai macam latar
belakang sosial, sehingga sebagai masyarakat harus bisa
menyesuaikan sedemikian rupa agar dapat diterima masyarakat
55
sekitarnya. Masyarakat akan harmonis jika setiap komponen
masyarakat bisa rukun, kompak, mau bergotong royong, dan saling
membantu satu sama lain.
(Informan ibu Semi (Rabu, 05 Agustus 2015))
13) Jenang sengkala [j|naG s|GkOlO]
Makna kultural jenang sengkala adalah jenang yang berwarna
merah dan putih yang terbuat dari tepung beras, santan dan gula
jawa, rasanya gurih dan manis. Bagi masyarakat Dusun Mangurejo
jenang sengkala mempunyai simbol sebagai penolak bala menolak
marabahaya baik dari hal-hal ghaib ataupun manusia yang
mungkin akan datang dan merusak jalannya upacara tadisi
dhekahan dhusun.
(Informan bapak Sutar (Rabu, 05 Agustus 2015))
14) Jungkat [juGkat]
Makna kultural jungkat adalah sebuah alat yang terbuat dari
plastik, biasanya berbentuk pipih, bergigi, dan digunakan untuk
menata rambut. Bagi masyarakat Dusun Mangurejo jungkat
mempunyai simbol sebagai penyisir biji-biji padi yang keluar
supaya tidak banyak yang gabug ‘tidak berisi.
(Informan ibu Wartini (Selasa, 04 Agustus 2015))
15) Kembang setaman [k|mbaG s|taman]
Makna kultural kembang setaman adalah bunga yang digunakan
untuk sesaji yang terdiri dari bunga mawar, bunga melati, bunga
kanthil. Bagi masyarakat Dusun Mangurejo kembang setaman
56
mempunyai arti bunga melati sabagai simbol kesucian, bunga
kanthil berwarna kuning sebagai simbol kehidupan, bunga mawar
sebagai simbol manusia yang berasal dari perpaduan antara darah
merah dan darah putih. Kembang setaman secara keseluruhan
merupakan simbol trimurti antara pencipta, makhluk dan alam
semesta atau antara Tuhan, manusia, dan kehidupan. Selain makna
tersebut kembang setaman juga mempunyai makna salah satu
simbol untuk mencapai tujuan utama yaitu keselamatan warga desa
dari kejahatan baik kejahatan manusia maupun kejahatan ghaib.
(Informan bapak Samlani (Selasa, 04 Agustus 2015))
16) Kinang [kinaG]
Makna kultural kinang adalah suruh atau daun sirih yang dikasih
enjet, dan gambir yang biasanya digunakan para nenek untuk
‘nginang’ dengan cara dikunyah. Bagi masyarakat Dusun
Mangurejo kinang sebagai simbol penghormatan kepada roh nenek
moyang. Karena pada jaman dahulu banyak nenek moyang yang
suka nginang.
(Informan bapak Suyatno (Selasa, 04 Agustus 2015))
17) Krupuk [krupU?]
Makna kultural krupuk adalah makanan ringan yang pada
umumnya terbuat dari adonan tepung tapioka yang dicampur
dengan bumbu. Kerupuk dibuat dengan mengukus adonan sampai
matang, kemudian dipotong tipis-tipis, dikeringkan dibawah sinar
matahari sampai kering dan digoreng dengan minyak goreng yang
57
banyak. Dalam sesaji ini, krupuk yang digunakan adalah krupuk
merah. Bagi masyarakat Dusun Mangurejo krupuk melambangkan
dalam menjalani kehidupan jangan mudah putus asa/patah (krupuk
jangan mlempem ‘lembek’ harus renyah), harus semangat, dan
pantang menyerah. Selain itu krupuk juga mempunyai makna
simbolis agar masyarakat Dusun Mangurejo selalu diberi
keringanan/diringankan oleh Tuhan Yang Mahaesa dalam
menghadapi suatu masalah-masalah dalam kehidupan.
(Informan bapak Wakidi (Rabu, 05 Agustus 2015))
18) Lombok [lOmbO?]
Makna kultural lombok adalah tanaman perdu yang buahnya
berbentuk bulat panjang dengan ujung meruncing, apabila sudah
tua berwarna merah atau hujau tua, berisi banyak biji dan rasanya
pedas. Bagi masyarakat Dusun Mangurejo lombok mempunyai
simbol salah satu bumbu dalam hidup manusia agar tidak hambar.
Pedas yang dihasilkan lombok sebagi lambang rintangan yang
biasanya berup masalah-masalah yang harus dihadapi dalam
kedidupan, tetapi dalam menghadapi masalah harus dengan kepala
dingin, jangan emosi, dan harus sabar. Karena setiap masalah pasti
ada jalan keluarnya.
(Informan bapak Wakidi (Rabu, 05 Agustus 2015))
19) Ngilon [GilOn]
58
Makna kultural ngilon adalah sebuah benda dengan permukaan
yang dapat memantulkan bayangan benda dengan sempurna. Bagi
masyarakat Dusun Mangurejo kaca mempunyai simbol sebagai
instrofeksi diri agar terjalin kerukunan dan tidak membeda bedakan
status sosial.
(Informan bapak Sutar (Rabu, 05 Agustus 2015))
20) Palawija [pOlOwijO]
Makna kultural palawija adalah tanaman selain padi biasanya
ditanam di sawah atau di ladang. Bagi masyarakat Dusun
Mangurejo palawija mempunyai simbol warna-warni sikap dan
sifat manusia dalam hidup seperti halnya umbi-umbian yang
banyak macamnya. Karena dalam kehidupan sifat manusia tidak
selalu sama, ada yang baik dan ada yang buruk. Tetapi dalam hal
ini yang diharapkan adalah agar masyarakat Dusun Mangurejo
mempunyai sifat yang baik.
(Informan bapak Samlani (Selasa, 04 Agustus 2015))
21) Panggang [paGgaG]
Makna kultural panggang adalah satu ekor ayam yang disembelih
dan dibersihkan bulunya serta kotoran yang ada didalamnya,
bagian dada ayam dibelah kemudian bagian tengahnya ditusuk
menggunakan kayu. Setelah itu dipanggang diatas mawa tanpa
dikasih bumbu. Bagi masyarakat Dusun Mangurejo adalah sebagai
simbol rasa syukur kepada Tuhan karena telah memberi
perlindungan dan kemakmuran bagi masyarakat dusun. Dengan
59
kata lain panggang digunakan sebagai persembahan pada Tuhan
yang telah memberikan perlindungan dan kemakmuran selama
hidup bermasyarakat. Masyarakat percaya dengan memberikan
sesaji panggang akan jauh dari marabahaya dan musibah.
Panggang iku ngalap gegadhuhipun raja kaya maksudnya
panggang itu sebagi korban persembahan kepada Tuhan Yang
Mahaesa. Panggang juga menjadi simbol bagi orang Jawa yakni
dalam menjalani kehidupan kita harus pasrah, selalu bersyukur
pada saat keadaan di atas maupun di bawah.
(Informan bapak Wakidi (Rabu, 05 Agustus 2015))
22) Peyek [pEyE?]
Makna kultural peyek adalah sejenis kerupuk yang terbuat dari
tepung beras yang dicampur dengan air hingga membentuk adonan
kental, diberi bumbu dan biasanya dicampur dengan kacang,
masaknya dengan cara digoreng tipis-tipis sampai kering berwarna
kuning kecoklatan. Bagi Dusun Mangurejo peyek mempunyai
simbol sebagai lambang bersatunya kebudayaan dan masyarakat
dalam mencapai tujuan bersama, dalam hal ini supaya terlaksana
dengan baik dalam upacara dhekahan dhusun. Terlihat dari adonan
peyek yang diberi kacang tanah, adonan sebagai simbol kehidupan,
kacang tanah sebagai simbol kebudayaan artinya meskipun
mempunyai budaya yang berbeda tetapi mempunyai tujuan yang
sama yaitu hidup tentram, bahagia, terikat, tidak goyah, dan
bersatu.
60
(Informan bapak Wakidi (Rabu, 05 Agustus 2015))
23) Rengginan [r|Gginan]
Makna kultural rengginan adalah makanan sejenis kerupuk yang
ditaruh disesaji jajan pasar terbuat dari beras ketan dan santan,
kemudian dikukus, setelah itu dicetak menjadi bundar pipih dan
dijemur sampai kering. Memasaknya dengan cara digoreng
menggunakan minyak yang banyak. Bagi Dusun Mangurejo
rengginan mempunyai simbol berbentuk bundar gepeng ‘pipih’
menyerupai bunga, sehingga diharapkan warga Dusun Mangurejo
dalam menjalani hidup selalu harmonis, bahagia, bersatu, dan
saling gotong royong untuk menjalin suatu kerukunan.
(Informan bapak Suyatno (Selasa, 04 Agustus 2015))
24) Sambel goreng [samb|l gorEG]
Makna kultural sambel goreng adalah makanan sejenis sayuran
bersantan rasanya pedas yang terbuat dari sambal, santan, jepan,
brabasan atau krecek kulit dan diberi bumbu. Memasaknya dengan
cara sambal dan bumbu ditumis dengan menggunakan sedikit
minyak lalu dicampur dengan kentang yang dipotong kecil-kecil
berbentuk dadu, brabasan atau krecek kulit, santan dan diaduk jadi
satu dibiarkan sampai santannya habis. Bagi masyarakat Dusun
Mangurejo sambel gorang sebagai simbol dalam berjuang butuh
keberanian dan persatuan. Keberanian digambarkan dengan bumbu
dengan cabe merah, sedangkan persatuan digambarkan dengan
61
bersatunya jepan, krecek kulit dan santan. Dalam persatuan tidak
membedakan status sosial antarwarga Dusun Mangurejo.
(Informan bapak Suyatno (Selasa, 04 Agustus 2015))
25) Sega asahan [s|gO asahan]
Makna kultural sega asahan adalah nasi yang dibentuk seperti
gunungan atau setengah lingkaran yang ditahur diatas tampah yang
dilengkapi dengan lauk pauk, digunakan untuk kenduri. Sega
asahan sebagai simbol dari semua harapan yang telah selesai (sah)
atau telah terlaksana tidah ada hal-hal yang kurang dan diharapkan
semua warga masyarakat selalu mendapat berkah dari Tuhan
dengan kehidupan yang tenteram. Selain itu sega asahan juga
mempunyai makna lambang kebersamaan dan kerukunan antar
warga. Dapat dilihat dari nasi yang ditata lengkap dengan lauk
paiknya menjadi satu rapat padat.
(Informan bapak Wakidi (Rabu, 05 Agustus 2015))
26) Sega golong [s|gO gOlOG]
Makna kultural sega golong adalah nasi yang dibentuk lingkaran
yang ditaruh diatas tampah dan digunakan untuk kenduri. Bagi
masyarakat Dusun Mangurejo sega golong sebagai simbol bahwa
masyarakat Dusun Mangurejo harus mempunyai tekad yang bulat
(golong) sehingga apa yang dicita-citakan akan terwujud dan
komponen masyarakat merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan seperti halnya sega golong yang dikepal sampai benar-
benar menyatu.
62
(Informan bapak Samlani (Selasa, 04 Agustus 2015))
27) Sonthongan [sonToGan]
Makna kultural sonthongan adalah tempat atau wadah yang
digunana untuk tempat sesaji, terbuat dari daun pisang. Bagi
masyarakat Dusun Mangurejo sonthongan sebagai simbol kanggo
nylameti kabeh sing anan ing desa ‘untuk selamatan keseluruhan
yang ada di Dusun Mangurejo, baik masyarakat maupun alamnya.’
(Informan bapak Semi (Rabu, 05 Agustus 2015))
28) Tahu [tahu]
Makna kultural tahu adalah lauk pauk yang ada dalam sesaji,
terbuat dari kedelai yang sudah dihaluskan dan ambil sarinya,
memasaknya dengan cara digoreng dengan minyak yang banyak.
Tahu hanya sebagai pelengkap lauk pauk.
(Informan bapak Sutar (Rabu, 05 Agustus 2015))
29) Takir [takIr]
Makna kultural takir adalah suatu tempat atau wadah yang
didalamnya, cabai, bawang putih, bawang merah, uang logam/koin
dan telur ayam kampung. Bagi masyarakat Dusun Mangurejo takir
mempunyai simbol kerukunan antara warga yang satu dengan yang
lainya yang digambarkan melalui beberapa macam sesaji yang
berbeda-beda yang ada didalam takir.
(Informan ibu Wartini (Selasa, 04 Agustus 2015))
30) Tampah [tampah]
63
Makna kultural tampah adalah wadah atau tempat yang terbuat dari
anyaman bambu bentuk bulat, dijadikan tempat sesaji dan untuk
kenduri. Bagi masyarakat Dusun Mangurejo tampah sebagai
simbol untuk menggambarkan keadaan Dusun Mangurejo sebagai
tempat hidup masyarakat yang mempunyai bermacam-macam
karakter dan juga memiliki kekayaan alam yang beraneka ragam.
Keanekaragaman tersebut digambarkan melalui tampah sebagai
tempat untuk segala macam makanan didalamnya sebagai
penggambaran keanekaragaman masyarakat dan alam Dusun
Mangurejo.
(Informan bapak Wakidi (Rabu, 05 Agustus 2015))
31) Tape [tape]
Makna kultural tape adalah makanan yang terbuat dari beras ketan
yang sudah dikukus dan dicampur dengan ragi, dibungkus
menggunakan daun pisang, didiamkan selama dua malam. Tape
biasanya ditaruh disesaji jajan pasar. Bagi masyarakat Dusun
Mangurejo tape sebagai simbol tanpa petung ‘tanpa perhitungan’
maksudnya dalam kehidupan harus saling tolong menolong dalam
hal kebaikan dan tanpa mengharapkan imbalan apapun
(Informan bapak Wakidi (Rabu, 05 Agustus 2015))
32) Tempe [tempe]
64
Makna kultural tempe adalah lauk pauk yang terbuat dari kedelai
dan dicampur dengan ragi. Tempe hanya digunakan sebagai
pelengkap sesaji.
(Informan ibu Semi (Rabu, 05 Agustus 2015))
33) Wajib [wajIb]
Makna kultural wajib adalah pemberian uang seikhlasnya, yang
dijadikan upah untuk seseorang yang memimpin doa. Bagi
masyarakat Dusun Mangurejo wajib sebagai simbol pengganti jika
sesaji masih ada yang kurang atau belum lengkap, sehingga
diharapkan uang dapat digunakan sebagai pengganti sesaji yang
kurang, karena menurut masyarakat jika dalam suatu upacara
tradisional masih ada sesaji yang kurang atau belum lengkap maka
akan muncul bencana atau mara bahaya. Hasil uangnya nanti
diberikan kepada seseorang yang memimpin doa.
(Informan bapak Wakidi (Rabu, 05 Agustus 2015))
3. Fungsi Tradisi Dhekahan Dhusun di Dusun Mangurejo Desa Guli
Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali
1. Fungsi Religius
Dalam fungsi religius upacara dhekahan dhusun hanya ditujukan
kepada Tuhan Yang Mahaesa. Dhekahan dhusun diadakan
masyarakat Dusun Mangurejo sebagai bentuk ungkapan rasa
syukur masyarakat kepada Tuhan yaitu atas rizki yang telah
diberikan kepada mereka berupa hasil panen yang melimpah.
Masyarakat Dusun Mangurejo juga berharap kepada Tuhan,
65
dengan menjalankan upacara dhekahan dhusun mereka percaya
segala pekerjaan yang dilakukan tidak ada hambatan/tantangan
atau gangguan, sehingga segala usaha mereka untuk mencari rizki
selalu diberi kemudahan dan kelancaran dan hubungan manusia
dengan Tuhan dapat terjalin dengan baik jika mereka menjalankan
agama dan tradisi upacara dhekahan dhusun setiap tahunnya.
2. Fungsi Sosial
Dalam fungsi sosial, upacara dhekahan dhusun mengandung nilai
luhur yaitu kebersamaan dan gotong royong sehingga menciptakan
keharmonisan dalam kehidupan masyarakat Dusun Mangurejo,
ketentraman, dan kerukunan antarwarga, melestarikan budaya
nenek moyang, dan memohon keselamatan untuk Dusun
Mangurejo agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Aktivitas inilah yang menjadikan satu pandangan sebuah
kebersamaan sosial masyarakat dan mempunyai rasa saling
memiliki.
3. Fungsi Ekonomi
Dalam fungsi ekonomi, adanya tradisi dhekahan dhusun banyak
pedagang yang datang pada saat pelaksanaan tradisi dhekahan
dhusun sehingga dapat menambah penghasilan bagi warga sekitar
yang sedang berjualan di sekitar pelaksanaan tradisi itu, karena di
situ banyak anak-anak yang ikut orang tuanya untuk menghadiri
upacara tradisi dhekahan dhusun. Selain itu, dengan tetap
melaksanakan upacara tradisi dhekahan dhusun masyarakat akan
66
lebih mudah dan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, serta hasil
panen akan meningkat di tahun depan.
4. Fungsi Kultural
Dalam fungsi kultural, dengan adanya tradisi dhekahan dhusun
masyarakat Dusun Mangurejo bisa terbebas dari bencana dan agar
terhindar dari jiwa egois karena jarang berkumpul, banyak warga
yang bekerja di luar kota, silaturahmi tetap terjalin dengan baik dan
seluruh dusun akan merasa aman. Maka dari itu sampai saat ini
upacara tradisi dhekahan dhusun masih menjadi suatu tradisi yang
penting bagi masyarakat Dusun Mangurejo sehingga tidak
mengherankan apabila di Dusun Mangurejo tradisi dhekahan
dhusun masih terus dilestarikan sampai sekarang dan dilaksanakan
secara turun-temurun.
Recommended