View
226
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian IPA
Ilmu pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja tetapi
juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat
menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam
sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya didalam
kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri
dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (BSNP, 2006: 161).
Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan terjemahan kata-kata dalam
bahasa Inggris yaitu Natural Science, artinya Ilmu Pengetahuan Alam.
Berhubungan dengan alam atau bersangkutpaut dengan alam, science artinya ilmu
pengetahuan. Jadi IPA atau science itu pengertiannya dapat disebut sebagai ilmu
tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini
(Usman Samatowa, 2011: 3).
Sri Sulistiyorini (2007: 39) menyatakan bahwa IPA berhubungan dengan
cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan pengertian yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan proses penemuan.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas maka pembelajaran IPA di SD
adalah pemberian pengalaman belajar secara langsung, melalui fakta-fakta,
konsep-konsep, dan prinsip-prinsip secara langsung kepada siswa dan
menumbuhkan kesadaran siswa sejak dini tentang alam sekitar yang selalu
berhubungan dengan kehidupannya sehari-hari.
8
2.1.2 Hakikat Pembelajaran IPA di SD
Menurut Iskandar (2001: 1 – 2) hakikat pembelajaran IPA terdiri dari:
2.1.2.1 Ilmu Pengetahuan Alam Sebagai Produk
IPA sebagai produk adalah fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan
teori-teori IPA. Fakta dalam IPA adalah pertanyaan benda-benda yang benar-
benar ada, atau peristiwa yang betul-betul terjadi dan sudah dikonfirmasi secara
objektif. Konsep IPA adalah suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta IPA.
Prinsip IPA adalah generalisasi tentang hubungan antara konsep-konsep IPA.
Teori ilmiah merupakan kerangka yang lebih luas dari fakta-fakta, konsep-
konsep dan prinsip-prinsip yang saling berhubungan.
2.1.2.2 Ilmu Pengetahuan Alam Sebagai Proses
Keterampilan proses IPA adalah keterampilan yang dilakukan oleh para
ilmuan diantaranya adalah:
a) Mengamati
Mengamati adalah kegiatan yang melibatkan satu atau lebih alat indera. Pada
tahap pengamatan orang hanya mengatakan kejadian yang mereka lihat,
dengar, raba, rasa, dan cium.
b) Menggolongkan/Mengklasifikasi
Menggolongkan adalah memilah berbagai obyek dan/atau peristiwa
berdasarkan persamaan sifat khususnya, sehingga diperoleh kelompok sejenis
dari obyek atau peristiwa yang dimaksud.
c) Mengukur
Mengukur adalah kegiatan membandingkan benda yang diukur dengan satuan
ukuran tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk kegiatan mengukur
diperlukan bantuan alat-alat ukur yang sesuai dengan benda yang diukur.
d) Mengkomunikasikan
Mengkomunikasikan adalah kegiatan menyampaikan perolehan fakta, konsep
dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk audio, visual, dan/atau audio
visual.
9
e) Menginterpretasi Data
Menginterpretasi adalah memberi makna pada data yang diperoleh dari
pengamatan karena data tidak berarti apa-apa sebelum diartikan.
Menginterpretasi berarti memberi arti/makna, misal: mengartikan tabel data,
mengartikan grafik data. Menginterpretasi juga diartikan menduga dengan
pasti sesuatu yang tersembunyi dibalik fakta yang teramati.
f) Memprediksi
Memprediksi ialah menduga sesuatu yang akan terjadi berdasarkan pola-pola
peristiwa atau fakta yang sudah terjadi. Prediksi biasanya dibuat dengan cara
mengenal kesamaan dari hasil berdasarkan pada pengetahuan yang sudah ada,
mengenal bagaimana kebiasaan terjadinya suatu peristiwa berdasarkan pola
kecenderungan.
g) Menggunakan Alat
Menggunakan alat adalah kegiatan merangkai dan menggunakan alat-alat
untuk kegiatan pengujian atau kegiatan percobaan/eksperimen.
h) Melakukan Percobaan
Melakukan percobaan adalah keterampilan untuk mengadakan pengujian
terhadap ide-ide yang bersumber dari fakta, konsep, dan prinsip ilmu
pengetahuan sehingga dapat diperoleh informasi yang menerima atau menolak
ide-ide itu.
i) Menyimpulkan
Menyimpulkan adalah keterampilan memutuskan keadaan suatu objek
berdasarkan fakta, konsep, prinsip yang diketahui.
2.1.2.3 Ilmu Pengetahuan Alam Sebagai Sikap
IPA sebagai sikap ilmiah yaitu dalam memecahkan masalah seorang
ilmuwan sering berusaha mengambil sikap tertentu yang memungkinkan usaha
mencapai hasil yang diharapkan. Beberapa ciri sikap ilmiah yaitu:
a) Obyektif terhadap fakta.
Obyektif artinya menyatakan segala sesuatu tidak dicampuri oleh perasaan
senang atau tidak senang. Contoh: seorang peneliti menemukan bukti
10
pengukuran volume benda 0,0034 m³, maka ia harus mengatakan juga 0,0034
m³ padahal seharusnya 0,005 m³.
b) Tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan jika belum cukup data yang
mendukung kesimpulan tersebut.
c) Berhati terbuka artinya bersedia menerima pandangan atau gagasan orang lain,
walaupun gagasan tersebut bertentangan dengan penemuannya sendiri.
d) Tidak mencampuradukan fakta dengan pendapat.
e) Bersikap hati-hati.
Sikap hati-hati ini ditunjukan oleh ilmuwan dalam bentuk cara kerja yang
didasarkan pada sikap penuh pertimbangan, tidak ceroboh, selalu bekerja
sesuai prosedur yang telah ditetapkan, termasuk didalamnya sikap tidak cepat
mengambil kesimpulan.
f) Sikap ingin menyelidiki atau keingintahuan (couriosity) yang tinggi. Bagi
seorang ilmuwan hal yang dianggap biasa oleh orang pada umumnya, hal itu
merupakan hal penting dan layak untuk diselidiki.
Pembelajaran IPA dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Mata pelajaran IPA merupakan ilmu
yang nyata yang setiap harinya berkaitan dengan kehidupan manusia dan
lingkungan.
2.1.3 Tujuan Pembelajaran IPA
Tujuan utama dari pengajaran IPA pada lingkungan SD adalah agar siswa
memahami pengertian IPA yang saling berkaitan dengan kehidupan sehari-hari
serta memahami lingkungan alam, lingkungan fisik, dan mampu menerapkan
metode ilmiah yang sederhana dan bersikap ilmiah dalam memecahkan masalah
yang dihadapi dengan menyadari kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Sri S (2007:
40) mengemukakan tujuan pembelajaran IPA yaitu :
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan dan ciptaannya.
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
11
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat.
4) Mengembangkan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan
masalah dan membuat keputusan.
5) Meningkatkan kesadaran dalam berperan serta dalam memelihara, menjaga,
melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dengan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Menurut Mulyasa, (2006: 110-111) menyatakan pembelajaran IPA
sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri dan berbuat untuk memperoleh pemahaman
yang mendalam tentang alam dan menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja
dan bersikap ilmiah.
Menurut Mulyasa, (2006: 35) ruang lingkup bahan kajian IPA untuk
SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungannya, serta kesehatan.
2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.
3) Energy dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya
dan pesawat sederhana.
4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
Hal senada yang di ungkapkan oleh Muslichah (2006: 23) yang
menyatakan bahwa: tujuan pembelajaran IPA di SD adalah:
1) Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains, teknologi dan
masyarakat.
2) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar.
3) Mengembangkan pengetahuan dan pengembangan konsep-konsep sains yang
akan bermanfaat dan dapat diterapakan dalam kehidupan sehari-hari.
12
4) Ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
Dari definisi-definisi di atas peneliti menarik kesimpulan bahwa tujuan
pembelajaran IPA di SD adalah menumbuhkan kesadaran siswa mengenai IPA
yang berkaitan dengan kehidupan nyata, sehingga siswa dapat memecahkan
masalah yang dihadapi dengan sikap ilmiah sehingga dalam proses pembelajaran
IPA siswa mampu mengembangkan pengetahuan yang diimiliki dengan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari siswa.
2.1.4 Pengertian CTL
2.1.4.1 CTL
CTL adalah model pembelajaran yang mengaitkan materi pelajaran yang
disampaikan dengan pemikiran siswa atau pengetahuan siswa yang sudah ada.
Model CTL ini mampu membantu siswa mengembangkan pemikirannya secara
luas, setelah guru mengaitkan pembelajaran dengan pemikiran dan pengetahuan
siswa.
Menurut Baharudin dan Wahyuni (2007: 137) pembelajaran CTL adalah
konsep pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna
bagi siswa. CTL adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk membantu
siswa memahami makna yang ada pada bahan ajar yang mereka pelajari dengan
menghubungkan pelajaran dalam konteks kehidupan sehari-harinya dengan
konteks kehidupan pribadi, sosial dan kultural.
Menurut Fatah Yasin (2008: 65) model pembelajaran CTL adalah konsep
belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dalam penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari. CTL adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan
pada filosofis bahwa siswa mampu menangkap pelajaran apabila mereka mampu
menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima, dan mereka
menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan
13
informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki
sebelumnya (Johnson Eleine B, 2010: 14).
Model pembelajaran CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat (Blanchard dalam Julianto dkk, 2011: 75).
Sementara itu, Johnson Eline B (2010: 67) mendefinisikan CTL sebagai
sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di
dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan
subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka,
yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka. Untuk mencapai
tujuan ini, sistem tersebut meliputi delapan komponen berikut : membuat
keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti,
melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerjasama, berpikir kritis
dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar
yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik.
Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran
CTL adalah model pembelajaran yang menghadirkan dunia nyata kedalam kelas,
dan menghubungkan dengan pengetahuan yang siswa miliki sehingga
pembelajaran yang diterapkan oleh guru di dalam kelas lebih menitikberatkan
kepada aktivitas siswa untuk mengembangkan pengetahuannya. Dengan model
pembelajaran CTL, siswa dituntut untuk aktif mecoba merumuskan hipotesis
melalui pemikirannya serta membuat kesimpulan dari hipotesis.
2.1.4.2 Prinsip-Prinsip CTL
Pada dasarnya model pembelajaran CTL mempunyai beberapa komponen
pokok. Jika komponen itu dilaksanakan maka dapat dijamin bahwa pembelajaran
kontekstual yang dilaksanakan akan berhasil seutuhnya. Ada tujuh komponen
utama pembelajaran yang mendasari pendekatan pembelajaran CTL di kelas.
Trianto (2010: 111) mengemukakan sebagai berikut:
14
a. Konstruktivisme (constructivism)
b. Penemuan (inquiry)
c. Bertanya (questioning)
d. Komunitas belajar (learning community)
e. Pemodelan (modeling)
f. Refleksi (reflection)
g. Penilaian yang sebenarnya (authentic assasement).
2.1.4.3 Desain Model Pembelajaran CTL
Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran guru terlebih dahulu membuat
desain atau gambaran pembelajaran yang akan disampaikan di kelas. Gambaran
kegiatan berguna untuk membantu guru dalam menyampaikan materi
pembelajaran kepada siswa.
Menurut Rusman (2010: 199) dalam pembelajaran menggunakan model CTL
dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih
bermakna, apakah dengan cara belajar sendiri, menemukan sendiri, dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang harus
dimilikinya.
b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang
diajarkan.
c. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui pertanyaan-pertanyaan.
d. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok diskusi,
tanya jawab dan lain sebagainya.
e. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi,
model, dan bahkan yang sebenarnya.
f. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan.
g. Melakukan penilaian secara obyektif, yaitu menilai kemampuan yang
sebenarnya pada setiap siswa.
15
2.1.4.4 Keunggulan Model Pembelajaran CTL
Model pembelajaran CTL memiliki keunggulan. Rusman (2011: 199)
mengemukakan keunggulan pembelajaran CTL, sebagai berikut (a)
mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih
bermakna apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang baru dimilikinya.
(b) melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik yang
diajarkan. (c) mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan
pertanyaan-pertanyaan. (d) menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui
kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab dan lain sebagainya. (e) menghadirkan
model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media
yang sebenarnya. (f) membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap
kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. (g) melakukan penelitian secara
objektif, yaitu penilaian kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.
2.1.4.5 Kelemahan Model Pembelajaran CTL
Di samping memiliki keunggulan, pembelajaran dengan menggunakan
CTL juga memiliki kelemahan antara lain, bagi guru kelas, guru harus memiliki
kemampuan untuk memahami secara mendalam dan komprehensif tentang (a)
konsep pembelajaran dengan menggunakan CTL itu sendiri, dimana guru harus
menyiapkan pembelajaran sesuai dengan sintaks-sintaks CTL. (b) pontensi
individual siswa di kelas, dimana guru harus bisa menciptakan masyarakat belajar
di dalam menerapkan model pembelajaran CTL (c) beberapa pendekatan dalam
pembelajaran yang berorientasi kepada aktivitas siswa, dimana guru harus lebih
menampilkan aktivitas siswa dengan menggunakan model pembelajaran CTL. (d)
sarana, media, alat bantu serta kelengkapan pembelajaran yang menunjang
aktivitas siswa dalam belajar, guru dituntut untuk lebih kreatif dalam hal membuat
media, alat bantu serta kelengkapan pembelajaran (Rusman, 2011: 199).
2.1.4.6 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kontekstual
Menurut Udin Syaefudin Sa’ud (2010: 173-174) tahapan pelaksanaan
pembelajaran kontektual terdiri dari 4 tahap yaitu : tahap invitasi, tahap
eksplorasi, tahap penjelasan dan solusi, dan tahap pengambilan tindakan.
16
1) Tahap Invitasi
Tahap di mana siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan
pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Dalam tahap ini,
guru berusaha memancing siswa dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang terkait dengan materi yang akan diajarkan dengan
pengalaman dan pendapat siswa.
2) Tahap Eksplorasi
Tahap di mana siswa diberi kesempatan menyelidiki dan menemukan
konsep melalui kegiatan pengamatan, pengumpulan, pengorganisasian dan
interpretasi data melalui kegiatan inkuiri dan diskusi yang dirancang guru.
3) Tahap Penjelasan dan Solusi
Pada tahap ini, siswa memberikan penjelasan tentang solusi berdasarkan
hasil observasinya. Guru memberikan penguatan dan memperdalam
penjelasan solusi dari siswa. Dengan demikian siswa dapat menyampaikan
gagasan dan membuat rangkuman atau hipotesis sementara.
4) Tahap Pengambilan Tindakan
Dalam tahap ini siswa membuat kesimpulan dan menggunakan
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh, mengajukan pertanyaan
lanjutan dan mengajukan saran baik secara individu maupun perorangan.
2.1.4.7 Sintak model pembelajaran Kontekstual
Berikut adalah sintak pembelajaran kontekstual yang digunakan pada
model pembelajaran CTL yang harus dilaksanakan oleh guru pada pelajaran IPA
di kelas 4.
Tabel 2
Sintak Model Pembelajaran Kontekstual
Tahap Kegiatan Guru
Tahap 1
Melaksanakan kegiatan inkuiri
untuk semua topik
Guru menyajikan kegiatan-kegiatan yang
menimbulkan konflik kognitif dan rasa
ingin tahu siswa.
Tahap 2 Guru memberikan pertanyaan berdasarkan
17
Mengembangkan sikap ingin tahu kejadian/topik yang disajikan.
Tahap 3
Menciptakan masyarakat belajar
Guru membimbing siswa untuk belajar
kelompok dan bekerjasama dengan teman
sekelompoknya dalam bertukar
pengalaman dan berbagai ide.
Tahap 4
Menghadirkan model
Guru menampilkan contoh pembelajaran
agar siswa dapat berfikir, bekerja, dan
belajar.
Tahap 5
Melakukan refleksi
Guru menyimpulkan contoh pembelajaran,
menganalisi manfaat pembelajaran, dan
penindak lanjutan kegiatan pembelajaran.
Tahap 6
Melakukan penilaian yang
sebenarnya
Guru mengukur kemampuan dan
pengetahuan keterampilan siswa melalui
penilaian produk dan tugas-tugas yang
relevan dan kontekstual.
2.1.4.8 Model Pembelajaran CTL dan Hasil Belajar IPA
Hubungan model pembelajaran CTL dan hasil belajar IPA sangat
berkaitan. Model pembelajaran CTL dimana siswa di arahkan untuk mampu
berpikir kristis dengan menghubungkan antara materi pelajaran dengan kehidupan
sehari-seharinya. Pembelajaran tidak hanya pada pemberian kemampuan
pengetahuan yang bersifat teori saja, melainkan bagaimana caranya agar
pengalaman belajar yang siswa miliki itu senantiasa terkait dengan permasalahan-
permasalahan aktual yang terjadi di lingkungannya. Dalam pelaksanaan
pembelajarannya, siswa dapat membuat suatu hubungan antara pengetahuan yang
di pelajari dengan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Tujuannya agar
siswa lebih mudah memahami dan mengerti materi pembelajaran yang telah di
berikan.
Dengan menerapkan model pembelajaran CTL dengan materi pelajaran
IPA yang melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran dimana guru
18
menghubungkan antara materi pelajaran yang disampaikan dengan situasi dunia
nyata yang di miliki siswa.
2.1.5 Pengertian Belajar dan Hasil Belajar
2.1.5.1 Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu proses untuk merubah tingkah laku individu yang
belajar. Proses belajar dilakukan oleh peserta didik yaitu siswa, dalam proses
belajar peserta didik menerima pelajaran yang diberikan oleh pendidik yaitu guru
sebagai pembimbing. Melalui proses belajar, pengetahuan seorang pelajar atau
siswa sebagai individu yang belajar akan bertambah, dari yang tidak tahu menjadi
tahu, yang tidak bias menjadi bisa. Menurut Nasution (dalam Bruner) dalam
belajar dapat dibedakan tiga fase atau episode, yakni :
1) Informasi, dalam tiap pelajaran kita peroleh informasi, ada yang
menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan
memperdalamnya, ada pula informasi yang bertentangan dengan apa yang
telah kita ketahui sebelumnya.
2) Transformasi, informasi itu harus dianalisis, diubah atau ditranformasikan
kedalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan
untuk hal – hal yang lebih luas. Dalam hal ini bantuan guru sangat di
perlukan.
3) Evaluasi, kemudian kita nilai melalui fase evaluasi, hingga manakah
pengetahuan yang kita peroleh dan transformasi itu dapat dimanfaatkan
untuk memahami gejala-gejala lain.
Menurut Gulo (2004: 28) belajar adalah suatu proses yang berlangsung
dalam diri seseorang yang mengubah tingkah lakunya dalam berpikir, bersikap
dan berbuat. Sedangkan menurut Slameto (2003: 3-4) disebutkan beberapa ciri-
ciri perubahan tingkah laku dalam belajar yaitu :
1. Perubahan secara sadar
Seorang yang belajar akan menyadari adanya perubahan yang terjadi dalam
dirinya. Misalnya perubahan yang terjadi secara sadar adalah perubahan yang
benar-benar disadari oleh seseorang yang belajar. Perubahan tingkah laku
19
yang terjadi karena mabuk atau tidak sadar, bukan termasuk perubahan secara
sadar.
2. Perubahan dalam belajar yang bersifat kontinyu dan fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang
berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Misalnya seorang anak
yang baru belajar menulis, selama proses belajar menulis itu dilakukan, maka
ia akan mengalami perubahan dari tidak bias menulis menjadi dapat menulis.
Perubahan ini terus berlangsung melalui proses belajar sehingga kepandain
dalam menulis terus bertambah.
3. Perubahan dalam belajar yang bersifat positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar perbuatan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk
memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian
banyak usaha belajar itu dilakukan, semakin banyak dan semakin baik
perubahan yang dilakukan.
4. Perubahan dalam belajar yang bukan bersifat sementara
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen.
Ini berarti perubahan tingkah laku yang terjadi dalam proses belajar bersifat
menetap.
5. Perubahan dalam belajar yang bertujuan dan terarah
Perubahan tingkah laku yang terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai.
Proses belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.
6. Perubahan yang mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang terjadi pada seseorang setelah melalui proses belajar meliputi
seluruh perubahan tingkah laku. Jika seorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya
ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap,
keterampilan, pengetahuan dan sebagainya.
Sedangkan menurut Martinis Yamin (2003) belajar merupakan proses
seseorang memperoleh kecakapan, keterampilan dan sikap.
Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah proses untuk menambah pengetahuan dari yang tidak tahu menjadi tahu,
dan proses merubah tingkah laku sikap dan keterampilan seseorang yang belajar.
20
2.1.5.2 Hasil Belajar
Setelah seorang individu mengalami proses belajar maka akan
memperoleh hasil belajar. Bagi guru hasil belajar adalah untuk mengetahui apakah
pembelajaran yang disampaikan berhasil, dan dapat diterima dan dicerna oleh
siswa dengan baik. Sedangkan bagi siswa hasil belajar adalah cara untuk melihat
bagaimana melalui proses pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan siswa
melalui proses pembelajaran yang disampaikan, serta bagaimana siswa tersebut
dapat menerapkan dan mampu memecahkan masalah yang timbul dari proses
pembelajaran yang telah disampaikan.
Joko S (2009: 23) mengatakan bahwa belajar adalah modifikasi atau
memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Dalam pengertian ini, belajar adalah
merupakan suatu proses, satu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar
bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu yakni mengalami.
Hasil belajar bukan penguasaan dan latihan, melainkan perubahan kelakuan.
Menurut Omar Hamalik (2002: 154), belajar adalah perubahan tingkah laku yang
relatif mantap berkat latihan dan pengalaman.
Sedangkan menurut Depdiknas (2006: 13) hasil belajar siswa dapat
diklarifikasi ke dalam tiga ranah (domain), yaitu (1) domain kognitif pengetahuan
atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika, (2) domain afektif
(sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasan antar pribadi dan kecerdasan
intra pribadi, dengan kata lain kecerdasan emosional) dan (3) domain psikomotor
(keterampilan atau yang mencakup kecerdasan kinestik, kecerdasan visual-spasial
dan kecerdasan musikal).
Anni (2007: 5) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan
tingkah atau perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas
belajar.
Benjamin S. Bloom (dalam Anni 2007: 7) ada tiga ranah (domain) hasil
belajar, yaitu:
1) Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penelitian.
21
2) Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi 5 jenjang
kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan
karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
3) Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi
neuromuscular (menghubungkan dan mengamati).
Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan dari pada afektif dan psikomotor
karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus
menjadi bagian dari hasil penelitian dalam proses pembelajaran di sekolah.
Dari pendapat-pendapat para ahli diatas peneliti menyimpulkan bahwa
hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam proses
pembelajaran, sehingga akan terjadi perubahan tingkah laku, sikap, dan
keterampilan pada individu yang belajar yaitu siswa didik.
2.1.6 Hubungan Model Pembelajaran CTL dan Hasil Balajar IPA
Model pembelajaran CTL secara garis besar adalah model pembelajaran
yang lebih menitikberatkan pada aktivitas siswa, dengan cara mengaitkan materi
pembelajaran dengan pemikiran siswa. Model pembelajaran CTL ini dapat
diterapkan dalam pembelajaran IPA di SD. Sesuai dengan karakteristik IPA
disekolah maka diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih
lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari (Wasih
Djojosoediro). Dalam hal ini proses pembelajaran IPA yang berlangsung kurang
menitikberatkan pembelajaran kepada siswa sehingga hasil belajar siswa pada
mata pelajaran IPA rendah.
Untuk mengatasi hal ini peneliti mencoba menerapkan model
pembelajaran CTL untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 pada mata
pelajaran IPA di SDN Sumogawe 01 Kecamatan Getasan. Model pembelajaran
CTL yang diterapkan sesuai dengan karakteristik pembelajaran IPA yaitu siswa
dapat mengembangkan pengetahuan yang dimiliki melalui pemikirannya tentang
alam sekitar yang berhubungan dengan kehidupannya sehari-hari.
22
Dengan model pembelajaran CTL diharapkan dapat meningkatkan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran IPA di kelas 4 SDN Sumogawe 01 Kecamatan
Getasan serta proses pembelajaran diharapkan dapat berlangsung alamiah dalam
bentuk kegiatan siswa bekerja, mengalami sendiri, tidak hanya menerima
pengetahuan dari guru saja.
2.1.7 Hasil Penelitian Yang Relevan
1) Jurnal mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesa, yang dilakukan oleh
Putu Dewi Ariestuti, dkk (2014) dengan judul: “Penerapan Pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) Untuk Meningkatkan Keaktifan
dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas VI SDN 3 Tonja Tahun Ajaran
2014/2015”. Latar belakang perlu penerapan pendekatan CTL pada materi
IPA, di karenakan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VI SDN 3 Tonja
menurun. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas yang
dilakukan dalam dua siklus, dengan subjek penelitian siswa kelas VI SDN 3
Tonja dengan jumlah siswa sebanyak 39 siswa. Data penelitian tentang hasil
belajar dikumpulkan dengan menggunakan metode tes dan metode observasi.
Data dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan metode analisis
deskriptif kuantitatif. Pada pra siklus PTK diperoleh rata-rata keaktifan
belajar siswa 6,97 dengan persentase 34,85 yang tergolong kurang aktif. Dan
ketuntasan belajar ada pada 41,03% yang tergolong belum tuntas. Hasil
analisis data menunjukan rata-rata keaktifan belajar siswa pada siklus I=
10,27 berada pada kriteria cukup aktif dan mengalami peningkatan sebesar
4,14 pada siklus II menjadi 14,41 tergolong pada kriteria aktif. Hasil belajar
pada siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 10,00% yaitu pada
siklus I 70,30% dan siklus II mencapai 80,30% berada pada kriteria tinggi.
Dengan demikian, disimpulkan bahwa dengan penerapa pendekatan CTL
dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VI SDN 3 Tonja.
2) Jurnal mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesa, yang dilakukan Ni Kt.
Sri Aryani Dkk, dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran CTL
(Cotextual Teaching and Learning) Berbantuan Media Gambar Untuk
Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V”. Penelitian ini
23
bertujuan untuk mengetahui aktivitas belajar IPA saat menerapkan model
pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) berbantuan media
gambar pada siswa kelas V semester II SDN 2 Galungan Tahun Pelajaran
2012/2013 dan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPA setelah
menerapkan model pembelajaran CTL berbantuan media gambar pada siswa
kelas V semester II SDN 2 Galungan. Penelitian ini adalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) dengan subjek penelitian siswa kelas V SDN 2
Galungan tahun ajaran 2012/2013 dengan jumlah siswa sebanyak 19 siswa.
Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa: rata-rata skor aktivitas belajar siswa pada
siklus I pertemuan pertama 17,5 meningkat pada pertemuan kedua 18,0.
Siklus II pertemuan pertama 18,9 meningkat pada pertemuan kedua 20,2.
Rata-rata skor hasil belajar siswa pada siklus I 6,5 meningkat pada siklus II
8,16. Persentase rata-rata kelas pada siklus I 65 % dan pada siklus II 81,6%,
terjadi peningkatan sebesar 16,6%. Ketuntasan belajar pada siklus I 63%
sedangkan pada siklus II mencapai 100%. Dengan demikian berdasarkan data
tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran CTL dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA siswa.
3) E-juernal Unesa, yang ditulis oleh Khotimah dengan judul “Penerapan Model
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran IPA Kelas I SD” Penelitian ini
merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) sebanyak dua siklus, dan tiap
siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi
dan tes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas siswa dalam
pembelajaran juga mengalami peningkatan. Pada siklus I aktivitas siswa
mencapai 76,25% dan pada siklus II aktivitas siswa mencapai 86,36%.
Sementara itu hasil belajar siswa pada siklus I mencapai 72,5% dan pada
siklus II meningkat menjadi 87,5%. Kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran Contextual teaching and
24
Learning (CTL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
IPA tema lingkungan di kelas I SDN Manukan Kulon II/499 Surabaya.
4) UNES Journal of Mathematics Education, yang tulis oleh Wilda Yulia
Rusyida (2013) dengan judul: “KOMPARASI MODEL PEMBELAJARAN
CTL DAN MEA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATERI LINGKARAN”. Penelitian ini menggunakan kelas eksperimen
untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII SMP N 1 Ungaran tahun
ajaran 2012/2013. Dengan menggunakan cluster random sampling terpilih
yaitu siswa kelas VIIIG dan VIIIH. Hasil penelusuran tingkat keaktifan siswa
pada kelas eksperimen 1 melalui tiga pertemua menunjukan: 74,03% siswa
memiliki tingkat keaktifan yang tinggi di pertemuan pertama, 86,66% siswa
memiliki tingkat keaktifan yang sangat tinggi pada pertemuan kedua dan
89,43% siswa memiliki tingkat keaktifan yang sangat tinggi pada pertemuan
ketiga. Sedangkan pada kelas eksperimen 2, menunjukkan 46,51% siswa
berada pada tingkat keaktifan cukup tinggi pada pertemuan pertama, 65,81%
siswa berada pada tingkat keaktifan yang tinggi pertemuan kedua dan 70,22%
siswa berada pada tingkat keaktifan yang tinggi pada pertemuan ketiga. Rata-
rata skor keaktifan siswa pada kelas eksperimen 1 adalah 83,37 sedangkan
pada kelas eksperimen 2 adalah 60,85. Jika ratarata tersebut dibandingkan
dengan rata-rata kemampuan pemecahan masalah antara kelas eksperimen 1
dan kelas eksperimen 2, maka hasilnya senilai, dimana rata-rata kemampuan
pemecahan masalah siswa pada kelas eksperimen 1 lebih tinggi dari pada
rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelas eksperimen 2.
Dengan demikian, disimpulan bahwa pembelajaran CTL dan MEA pada
materi keliling dan luas lingkaran dapat mencapai nilai KKM dan
pembelajaran CTL lebih baik dari pembelajaran dengan MEA.
5) Unnes Physics Education Journal, yang di tulis oleh A.M Putri (2014) dengan
judul: “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
DENGAN PENDEKATAN SNOWBALL THROWING UNTUK
MENGEMBANGKAN KARAKTER KOMUNIKATIF DAN RASA INGIN
TAHU SISWA SMP”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah
25
proses penerapan model pembelajaran kontekstual dengan pendekatan
Snowball Throwing dapat mengembangkan karakter komunikatif dan rasa
ingin tahu siswa SMP. Hasil belajar kognitif siswa setelah tindakan yang di
lakukan menggunakan 2 siklus yaitu: siklus 1, nilai tertinggi = 100, nilai
terendah 73, nilai rata-rata= 88. Pada siklus 2, nilai tertinggi = 100, nilai
terendah 87, rata-rata = 93. Ketuntasan klasikal siklus 1 = 93,93% dan siklus
2 = 100%. Dengan demikian hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan
model pembelajaran kontekstual dengan pendekatan Snowball Throwing
dapat meningkatkan perkembangan karakter komunikatif dan rasa ingin tahu
serta hasil belajar kognitif siswa karena melibatkan peran aktif siswa untuk
menemukan pengetahuannya sendiri, berdiskusi untuk menyusun pertanyaan,
menjawab pertanyaan maupun mengemukakan pendapat. Berdasarkan
analisis data hasil tes pada tiap akhir siklus, diperoleh data mengenai hasil
belajar kognitif siswa yang meliputi nilai tertinggi, nilai terendah, nilai rata-
rata dan prosentase ketuntasan belajar klasikal.
Tabel 3
Hasil Penelitian Yang Relevan
No Peneliti Kata Kunci Variabel
Hasil Penelitian X Y
1 Putu Dewi
Ariestuti, I
Wayan
Darsana,
Rini
Kristiantari
Pendekatan
pembelajaran
CTL, keaktifan
dan hasil belajar
CTL Keaktifan
dan hasil
belajar
Nilai pra siklus
keaktifan belajar
siswa rata-rata
34,85% (kurang
aktif).
Nilai ketuntatsan
belajar siswa sebesar
41,03% (belum
tuntas).
Pada siklus 1
miningkat 4,14%,
siklus 2 menjadi 14,
26
41% (aktif).
Nilai hasil belajar
siklus 1 70,30%,
siklus 2 80,30%
meningkat sebesar
10,00%.
2 Ni. Kt. Sri
Aryani, I
Nym
Murda, I.
G. A. Tri
Agustianan
Pembelajaran
CTL, aktivitas,
hasil belajar
CTL Aktivitas,
hasil
belajar
Aktivitas belajar
siswa siklus 1
pertemuan 1= 17,5
meningkat peda
pertemuan 2= 18,0.
Siklus 2 pertemuan
1= 18,9 meningkat
pada pertemuan 2=
20,2. Ketuntasan
hasil belajar siswa
siklus 1= 63% dan
pada siklus 2
meningkat 100%.
3 Khotimah,
Ulhaq
Zuhdi
Model,
Contextual
Teaching and
Learning
CTL Hasil
belajar
Hasil belajar siswa
pada siklus 1
mencapai 72,5% dan
pada siklus 2
meningkat menjadi
87,5%.
4 Wilda
Yulia
Rusyida
Contextual
Teaching and
Learning (CTL)
Model Eliciting
Activities (MEA)
CTL
dan
ME
A
Kemampu
an
pemecaha
n masalah.
Tingkat keaktifan
siswa pada kelas
eksperimen 1
melalui tiga
pertemua adalah:
27
pertemuan satu=
74,03%, pertemuan
dua= 86,66%,
pertemuan tiga=
89,43%. Kelas
eksperimen 2
pertemuan satu=
46,51% (cukup),
pertemuan dua=
65,81% (tinggi),
pertemuan tiga=
70,22% (tinggi).
Skor rata-rata
keaktifan siswa pada
eksperimen 1=
83,37, eksperimen
2= 60,85.
5 A.M Putri Contextual
Teaching
Learning,
Snowball
Throwing
treatment,commu
nicative character
and student’s
curiosly.
CTL
dan
ST
Perkemba
ngan
karakter
komunikat
if dan rasa
ingin tahu
serta hasil
belajar
kognitif
siswa
Persentase
peningkatan hasil
belajar kognitif
siswa melalui 2
siklus adalah siklus
1= 93,93% dan
siklus 2 100%.
Berdasarkan penelitian terdahulu, peneliti bermaksud melakukan
penelitian yang sama dengan penerapan model pembelajaran yang sama. Dari
penelitian-penelitian terdahulu, tampak bahwa dengan menerapankan model
28
pembelajaran CTL dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada
mata pelajaran IPA di kelas yang berbeda-beda. Meskipun penelitian ini sama
dengan penelitian terdahulu dengan penerapan model pembelajaran CTL pada
mata pelajaran IPA, namun terdapat perbedaan antara penelitian ini dan
penelitian-penelitian terdahulu yaitu: 1) subjek penelitian. Penelitian terdahulu
meneliti di kelas atas dan kelas bawah bahan penelitian terdahulu meneliti di
tingkat pendidika menengah sehingga penguasaan konsep pembelajaran dan
materi pembelajaran mempengaruhi keberhasilan penerapan model pembelajaran
CTL. 2) latar belakang masalah. Penelitian-penelitian terdahulu menemukan dua
permasalahan yang ada dikelas sehingga model pembelajaran CTL yang
diterapkan berbeda dengan penelitian ini. 3) lokasi penelitian. Secara umum
masing-masing penelitian terdahulu berada pada lokasi penelitian yang berbeda.
Hal tersebut dapat membuat perbedaan terhadap aplikasi model pembelajaran itu
sendiri.
29
2.1.8 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir adalah alur atau jalan yang dibuat untuk mengarahkan
supaya penelitian tidak menyimpang dari pokok permasalahan, berikut adalah
skema kerangka berpikir yang telah dibuat :
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir
Berdasarkan Skema di atas dijelaskan bahwa kondisi awal dalam proses
pembelajaran IPA di kelas 4, hasil belajar siswa masih rendah. Oleh karena itu
perlu adanya tindakan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas
4 pada mata Pelajaran IPA, tindakan yang dilakukan peneliti menggunakan dua
siklus, dimana pada tahap tindakan ini siklus I guru menerapkan model
Dengan penerapan
model pembelajaran
CTL diduga dapat
meningkat hasil
belajar IPA siswa.
Hasil belajar
siswa masih
rendah.
Pemantapan
model
Pembelajaran
CTL.
Tin
da
kan
Kondisi
Akhir
Kondisi
Awal
Proses pembelajaran masih
menggunakan model
konvensional (ceramah,
tanya jawab)
Menerapkan model pembelajaran CTL.
1. Menyajikan kegiatan yang menimbulkan rasa
ingin tahu siswa.
2. Memberikan pertanyaan berdasarkan topik
pembelajaran.
3. Membimbing siswa bekerja dalam kelompok.
4. Menghadirkan contoh pembelajaran agar
siswa dapat berpikir, bekerja dan belajar.
5. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa.
6. Melakukan refleksi terhadap pembelajaran.
Di harapkan dapat
meningkatkan Hasil
belajar IPA siswa.
30
pembelajaran CTL dalam proses pembelajaran IPA di kelas 4. Setelah dilakukan
tahap tindakan, maka diperoleh hasil akhir pada siklus 2 dengan menerapkan
model pembelajaran CTL, dengan hasil akhirnya adalah adanya peningkatan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran IPA di kelas 4 menggunakan model
pembelajaran CTL.
2.1.9 Hipotesis
Berdasarkan kajian Teori dan kerangka berpikir diatas, maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut : dengan
menggunakan model pembelajaran CTL diduga dapat meningkatkan hasil belajar
IPA siswa kelas 4 SDN Sumogawe 01 Kecamatan Getasan.
Recommended