View
229
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Dalam penelitian ini, teori yang akan dikaji adalah: (1) Model
pembelajaran Problem Based Learning, (2) Model Konvensional, (3)
Media pembelajaran, (4) Media power point, (5) Hasi belajar (6)
Pembelajaran IPA.
2.1.1 Model Pembelajaran Berbasis Masalah Problem Based Learning
Model pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model
pembelajaran yang didasari permasalahan dan membutuhkan penyelesaian
nyata dari permasalahan tersebut. Menurut Sanjaya (2006), Problem Based
Learning (PBL) merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran yang
menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara
ilmiah. Tiga ciri utama pembelajaran Problem Based Learning: (1)
Merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam
pelaksanaannya ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. Dalam
pembelajaran Problem Based Learning menuntut siswa secara aktif terlibat
berkomunikasi, mengembangkan daya pikir, mencari dan mengolah data
serta menyusun kesimpulan, tidak hanya mendengarkan, mencatat, atau
menghafal materi pembelajaran. (2) Aktivitas pembelajaran diarahkan
untuk menyelesaikan masalah. Tanpa masalah pembelajaran tidak akan
terjadi. (3) Pemecahan masalah dilakukan dengan pendekatan berpikir
ilmiah. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris.
Sistematis artinya cara berpikir melalui tahapan-tahapan tertentu,
sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada
data dan fakta yang jelas.
Menurut Dewey dalam Trianto (2011), belajar berdasarkan masalah
adalah interaksi antara stimulus dengan respon, merupakan hubungan
antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan
7
kepada siswa berupa bantuan dan masalah. Arends Trianto (2011)
menjelasakan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah merupakan
pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik
dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri,
mengembangkan inkuiri, dan kemampuan berfikir tingkat tinggi,
mengembangkan kemandirian dan percaya diri.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tentang
model pembelajaran Problem Based Learning di atas dapat disimpulkan
bahwa problem based learning adalah suatu pembelajaran yang diawali
dengan penyajian masalah, dan diambil dari kasus-kasus kongkrit yang ada
di sekitar siswa. Kemudian siswa secara berkelompok aktif merumuskan
masalah, mengidentifikasi, menelaah, dan merumuskan penyelesaian
masalah.
2.1.1.1 Karakteristik Problem Based Learning
Menurut Arends dalam Trianto (2011), berbagai pengembangan
pengajaran berdasarkan masalah, khususnya model pembelajaran berbasis
masalah memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Bukannya mengorganisasikan di
sekitar prinsip-prinsip atau ketrampilan akademik tertentu,
pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di
sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting
dan secara pribadi bermakna untuk siswa.
2. Fokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun pembelajaran
masalah berpusat pada mata pelaajaran tertentu (IPA, matematika, dan
ilmu- ilmu sosial) masalah yang diselidiki telah dipilih benar-benar
nyata, agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari
banyak mata pelajaran.
3. Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah
mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari
penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.
8
4. Menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran
berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk
tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang
menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka
temukan.
5. Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa
yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, secara berpasangan atau
secara berkelompok.
Menurut Tan dalam Rusman (2010), karakteristik yang terdapat
dalam proses PBL adalah:
1. Permasalahan menjadi startng point dalam belajar.
2. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia
nyata yang tidak terstruktur.
3. permasalah membutuhkan perspektif ganda (multiple perspektif).
4. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki siswa, sikap,
dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan
belajar dan bidang baru dalam belajar.
5. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.
6. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan
evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam
PBM
7. Belajar adalah kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif.
8. Pengembangan keterampilan inquiri dan pemecahan masalah sama
pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi
dari sebuah permasalahan.
9. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari
sebuah proses pembelajaran.
10. PBM melibatkan evaluasi review pengalaman siswa dan proses
balajar.
9
2.1.1.2 Tujuan Problem Based Learning
Ciri-ciri utama pembelajaran berdasarkan masalah meliputi suatu
pengajuan pertanyaan atau masalah memusatkan karakter antar disiplin.
Penyelidikan autentik, kerjasama, dan menghasilkan karya atau peragaan.
Berdasarkan kriteria tersebut, menurut Trianto (2011) pembelajaran
berdasarkan masalah memiliki tujuan :
1. Membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan
ketrampilan pemecahan masalah. PBL memberikan dorongan kepada
peserta didik untuk tidak untuk berfikir sesuai yang bersifat konkret
tapi lebih dari itu berfikir terhadap ide-ide yang abstrak dan
kompleks.
2. Belajar peranan orang tua yang autentik. Menurut Resnick dalam
Trianto (2011), bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah amat
penting untuk menjembatani jarak antara pembelajaran di sekolah
formal dengan aktivitas mental yang lebih praktis yang dijumpai di
luar sekolah. Berdasar pendapat resnick tersebut PBL memiliki
implikasi pertama mendorong siswa melakukan kerjasama dalam
menyelesaikan tugas. Kedua memiliki elemen-elemen magang, hal ini
mendorong pengamatan dan dialog dengan orang lain, sehingga secara
bertahap siswa dapat memahami peran orang yang diamati atau yang
diajak dialog (ilmuan, guru, dokter, dan sebagainya). ketiga
melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri, sehingga
memungkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan
fenomena dunia nyata dan membangun pemahaman terhadap
fenomena itu sendiri.
3. Menjadi pembelajar yang mandiri. PBL berusaha membantu siswa
menjadi pembelajar yang mandiri dan otonom. Dengan bimbingan
guru secara berulang-ulang, mendorong, dan mengarahkan mereka
untuk mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap
masalah nyata oleh mereka sendiri.
10
Ibrahim dan Nur dalam Rusman (2010) mengemukakan tujuan
pembelajaran berbasis masalah secara lebih rinci yaitu:
1. Membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir dan
memecahkan masalah
2. Belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibat mereka dalam
pengalaman nyata
3. Menjadi siswa yang onotom.
2.1.1.3 Kelebihan Problem Based Learning
Menurut Sanjaya (2006), kelebihan-kelebihan model Problem
Based Learning yaitu:
1. pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih
memahami isi pelajaran
2. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta
memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa
3. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa
4. Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer
pengetahuan untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata
5. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran
yang mereka lakukan
6. Melalui pemecahan masalah bisa diperlihatkan bahwa setiap mata
pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang
dimengerti oleh siswa bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari
buku saja
7. Pemecahan masalah dipandang lebih mengasikkan dan disukai siswa
8. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk
berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk
menyesuaikan pengetahuan baru. Pemecahan masalah dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan
pengetahuan yang telah mereka miliki dalam dunia nyata
11
9. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara
terus-menerus belajar, sekalipun belajar pada pendidikan formal telah
berakhir.
2.1.1.4 Tahap Pelaksanakan Problem Based Learning
Sanjaya (2006), mengemukakan lima tahap pembelajaran pada
PBL. Lima tahap ini juga sering disebut sintaks dari PBL. Lama waktu
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap tahapan pembelajaran
tergantung pada jangkauan masalah yang diselesaikan.
Tahapan pelaksanaan PBL terdiri dari lima tahap proses yaitu:
1. Tahap pertama adalah proses orientasi peserta didik pada masalah.
2. Tahap kedua adalah mengorganisasi peserta didik, membagi peserta
didik menjadi kelompok.
3. Tahap ketiga adalah membimbing penyelidikan individu maupun
kelompok.
4. Tahap empat adalah mengembangkan dan menyajikan hasil.
5. Tahap kelima adalah menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil
pemecahan masalah.
Tabel 2.1
Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah
Fase Aktivitas Guru Aktivitas Siswa
Fase 1. Orientasi
siswa terhadap
masalah autentik.
Guru menyampaikan
tujuan belajar,
menjelaskan logistik
yang diperlukan, dan
memotivasi
menggunakan
kemampuannya
memecahkan masalah.
Siswa mendengarkan
tujuan belajar yang
disampaikan oleh guru
dan mempersiapkan
logistik yang
diperlukan.
Fase 2. Guru membantu siswa Siswa mendefinisikan
12
Mengorganisasi
siswa dalam
belajar.
mendefinisikan dan
mengorganisasikan
tugas belajar yang
diangkat.
dan mengorganisasikan
tugas belajar yang
diangkat.
Fase 3.
Membantu siswa
secara individual
atau kelompok
dalam
melaksanakan
penelitian.
Guru mendorong siswa
untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai,
melaksanakan
eksperimen, untuk
memperoleh jawaban
yang sesuai atas
masalah.
Siswa mengumpulkan
informasi yang sesuai,
melaksanakan
eksperimen, dan
berusaha menemukan
jawaban atas masalah
yang diangkat.
Fase 4.
Mengembangkan
dan menyajikan
hasil karya.
Guru membantu siswa
dalam merencanakan
dan menyiapkan karya
seperti laporan, video,
model-model dan
membantunya untuk
menyampaikan kepada
teman lain.
Siswa merencanakan
dan menyiapkan karya,
video, dan
menyampaikannya pada
teman lain.
Fase 5. Analisis
dan evaluasi
proses pemecahan
masalah.
Guru membantu siswa
melakukan refleksi
kegiatan
penyelidikannya dan
proses yang telah
dilakukan.
Siswa melakukan
refleksi kegiatan
penyelidikannya dan
proses yang dilakukan.
13
2.1.2 Model Konvensional
2.1.2.1 Pengertian Konvensional
Pembelajaran konvensional sering disebut pembelajaran
tradisional. I Wayan Sukra dalam Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an
(2011) juga berpendapat, bahwa model konvensional merupakan model
pembelajaran yang berpusat pada guru dan hampir seluruh kegiatan
pembelajaran dikontrol oleh guru. Menurut Sagala (2006) pembelajaran
konvensional adalah kegiatan penyampaian pelajaran kepada sejumlah
siswa, yang biasanya dilakukan oleh pengajar dengan berceramah di kelas.
Sagala (2006) berpendapat bahwa dalam pembelajaran yang menggunakan
model konvensional, perbedaan individu kurang diperhatikan karena
seorang guru hanya mengelola kelas dan mengelola pembelajaran dari
depan kelas. Model konvensional cenderung menempatkan siswa dalam
posisi pasif.
Menurut Slameto (2003) pembelajaran klasikal memandang siswa
sebagai objek belajar yang hanya duduk dan pasif mendengarkan
penjelasan guru. Guru yang mengajar dengan metode ceramah saja
menyebabkan siswa menjadi bosan dan pasif. Dari pendapat-pendapat
mengenai model konvensional tersebut disimpulkan bahwa meodel
konvensional adalah pembelajaran yang berpusat kepada guru dimana guru
menjadi sumber utama dalam pembelajaran sehingga siswa hanya
menerima transfer ilmu yang diberikan oleh guru.
Menurut Djamarah dalam Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an
(2011), berpendapat bahwa pembelajaran dengan menggunakan model
konvensional ditandai dengan ceramah, tanya jawab, pemberian tugas dan
latihan.
1. Metode Ceramah
Menurut Taniredja (2011), ceramah adalah sebuah bentuk interaksi
melalui penerangan dan penuturan lisan dari guru kepada peserta didik.
Suryosubroto dalam Taniredja (2011) mengemukakan bahwa kelebihan
metode ceramah antara lain:
14
1. Guru dapat menguasai seluruh arah kelas
2. Organisasi kelas sederhana
3. Cepat untuk menyampaikan informasi
4. Dapat menyampaikan informasi dalam jumlah banyak dengan waktu
singkat kepada sejumlah pendengar besar.
Sedangkan kelemahan metode ceramah menurut Suryosubroto
dalam Taniredja (2011) antara lain:
1. Guru sukar mengetahui sampai dimana murid telah mengerti
pembicaraannya
2. Siswa sering kali memberi pengertian lain dari hal yang
dimaksudkaan.
2. Metode Penugasan
Metode penugasan adalah metode penyajian bahan dimana guru
memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Bahri
Djamarah dan Aswan Zain dalam Scholaria (2011) mengemukakan
langkah-langkah dalam penggunaan metode penugasan, yaitu:
1. Fase pemberian tugas
Dalam fase pemberian tugas kepada siswa hendaknya
mempertimbangkan:
a. Tugas yang diberikan harus mencakup tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai.
b. Tugas yang diberikan sesuai dengan kemampuan siswa.
c. Jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang
ditugaskan tersebut.
d. Ada petunjuk/ sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa.
e. Waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas.
2. Langkah pelaksanaan tugas
a. Guru memberikan bimbingan/pengawasan saat pelaksanaan tugas.
b. Guru memberikan motivasi dalam pelaksanaan tugas.
15
c. Guru mengarahkan agar tugas tersebut dikerjakan oleh siswa sendiri
secara mandiri tanpa bantuan orang lain.
d. Siswa mencatat hasil-hasil yang diperoleh dalam pelaksanaan tugas
dengan baik dan sistematis
3. Fase pertanggungjawabkan tugas
a. Laporan siswa baik lisan/ tertulis dari apa yang telah dikerjakannya
b. Tanya jawab/ diskusi kelas
c. Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes maupun nontes atau
cara lain.
3. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah metode mengajar yang bersifat dua
arah yaitu guru bertanya dan siswa menjawab atau sebaliknya
Kelebihan metode tanya jawab:
1. Pertanyaan yang menarik dapat menarik perhatian siswa
2. Merangsang siswa mengembangkan daya pikir dan daya ingat
3. Mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab
dan mengemukakan pendapat
Kelemahan metode tanya jawab:
a. Siswa tegang karena siswa merasa kurang percaya atas jawaba
b. Tidak mudah menbuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkat berpikir
dan mudah dipahami siswa
c. Membuang banyak waktu
d. Tidak semua siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk
mendapat pertanyaan.
2.1.2.2 Karakteristik Model Konvensional
Mawardi dan Puspasari dalam Scholaria (2011) mengemukakan
karakteristik dari pembelajaran konvensional dalam penerapannya di kelas,
antara lain:
1. Siswa adalah penerima informasi
16
2. Siswa cenderung bekerja secara individual
3. Pembelajaran cenderung abstrak dan teoritis
4. Perilaku dibangun atas kebiasaan
5. Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan
6. Siswa tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman
7. Bahasa diajarkan dengan pendekatan stuktural.
Lebih lanjut Mawardi dan Puspasari (2011) mengemukan bahwa
pembelajaran konvensional dipandang efektif terutama untuk:
1. Berbagi informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain
2. Menyampaikan informasi dengan cepat
3. Membangkitkan minat akan informasi
4. Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.
Namun pembelajaran model konvensional juga mempunyai
beberapa kelemahan yaitu:
1. Tidak semua siswa memiliki cara belajar dengan mendengarkan
2. Siswa cepat bosan karena pendidik sering kesulitan untuk menjaga
agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari
3. Tidak membangkitkan pemikiran kritis siswa
4. Pembelajaran konvensional mengansumsikan bahwa cara belajar siswa
itu sama dan tidak bersifat individual.
2.1.3 Media pembelajaran
Menurut Bove dalam Sanaky (2009), media adalah sebuah alat
yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan. Kata media berasal dari
kata medium yang secara harafiah artinya perantara atau pengantar.
Menurut Schramm dalam Iswidayati (2010), mengatakan media
pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan
untuk keperluan pembelajaran dan mempengaruhi efektivitas
pembelajaran. Beberapa media yang dikenal dalam pembelajaran antara
lain : Media Visual (Gambar atau foto, Sketsa, Diagram, Bagan/Chart,
Grafik, Kartun, Poster, Peta dan Globe, Papan planel, Papan Buletin),
17
Media Audio (Radio, Alat perekam magnetik atau tape recorder), Media
Proyeksi Diam (Film Bingkai, Film Rangkai, OHT, Opaque Projektor,
Mikrofis), Media Proyeksi Gerak dan Audio Visual (Film gerak, Film
gelang atau film loop, Program TV, Video), Multimedia, Benda.
Menurut Kemp & Dayton dalam Arsyad (2011), media
pembelajaran memiliki tiga fungsi utama apabila media itu digunakan
untuk perorangan dan kelompok yang pendengarnya dalam jumlah besar,
yaitu: (a) Memotivasi minat atau tindakan, (b) Menyajikan informasi, (c)
Memberi instruksi.
Menurut Sanaky (2009), media pembelajaran berfungsi untuk
merangsang pembelajaran dengan:
1. Menghadirkan obyek yang sebenarnya dan obyek yang langkah
2. Membuat duplikasi dari obyek yang sebenarnya
3. Membuat konsep yang abstrak ke konsep kongkret
4. Memberi kesamaan persepsi
5. Mengatasi hambatan waktu, tempat, jumlah dan jarak
6. Menyajikan ulang informasi secara konsisten
7. Memberi suasana belajar yang tidak tertekan, santai, dan menarik
sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran.
Dari pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan beberapa
fungsi dari media pembelajaran adalah :
1. Menjembatani antara guru dan siswa dalam rangka menyampaikan
materi ajar.
2. Membantu siswa memahami bahan ajar.
3. Memfasilitasi siswa melakukan kegiatan pembelajaran.
4. Mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu.
5. Memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-
peristiwa di lingkungan mereka.
Raharjo dalam Iswidayati (2010) menjelaskan kelebihan
menggunakan media dalam pembelajaran. Adapun kelebihan media dalam
pembelajaran antara lain :
18
1. Bahan pelajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga lebih jelas
dipahami dan dimengerti siswa.
2. Metode mengajar akan lebih bervariasi.
3. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar.
4. Motivasi belajar dari para siswa dapat ditumbuhkan /dinaikkan.
5. Dapat mengatasi sifat pasif dari para siswa
2.1.4 Pengertian Microsoft Power point.
Sanaky (2009) menyatakan bahwa microsoft powerpoint adalah
program aplikasi presentasi yang merupakan salah satu program aplikasi di
bawah lisensi microsoft office program komputer dan tampilan ke layar
dengan menggunakan bantuan LCD projector.
Program aplikasi ini merupakan program untuk membuat
presentasi yang dapat digunakan untuk pembelajaran. Dengan bantuan
media power point, seorang guru dapat mempresentasikan materi ajar
kepada siswa bisa lebih mudah dalam mentransformasikan ilmunya
melalui presentasi yang diberikan oleh seorang guru kepada anak didiknya
di kelas. Disamping memudahkan seorang guru menguasai kelas, dan
membantu siswa untuk tetap fokus dengan apa yang diterangkan oleh
seorang guru.
Menurut Purnomo (2010) microsoft power point adalah suatu
software yang akan membantu dalam menyusun sebuah presentasi yang
efektif, professional, dan juga mudah. Media power point bisa membantu
sebuah gagasan menjadi lebih menarik dan jelas tujuannya jika
dipresentasikan, karena media power point akan membantu dalam
pembuatan slide, outline presentasi, presentasi elektronika, menampilkan
slide yang dinamis, termasuk clip art yang menarik, yang semuanya
mudah ditampilkan di layar monitor komputer. Power point adalah alat
bantu presentasi, biasanya digunakan untuk menjelaskan suatu hal yang
dirangkum dan dikemas dalam slide power point. Sehingga pembaca dapat
lebih mudah memahami penjelasan kita melalui visualisasi yang
19
terangkum di dalam slide. Power point merupakan program untuk
membantu mempresentasikan dan menampilkan presentasi dalam bentuk
tulisan, gambar, grafik, objek, clip art, movie, suara, atau video yang
dimainkan pada saat presentasi.
Penggunaan power point dalam pembelajaran dapat merangsang
motivasi belajar siswa, dan dapat menyampaikan informai pembelajaran
secara interaktif.
2.1.4.1 Kelebihan dan Kekurangan Microsoft Power Point
Menurut Sanaky (2009), microsoft power point memiliki beberapa
kelebihan dan kelemahan sebagai berikut:
Kelebihan microsoft power point antara lain:
1. Praktis, dapat dipergunakan untuk semua ukuran/jenjang kelas.
2. Memberikan kemungkinan tatap muka dan mengamati respons siswa.
3. Memiliki variasi teknik penyajian yang menarik dan tidak
membosankan.
4. Dapat menyajikan berbagai kombinasi clip art, picture, warna,
animasi dan suara, sehingga membuat siswa lebih tertarik.
5. Dapat dipergunakan berulang-ulang.
Disamping kelebihan, microsoft power point juga memiliki
kelemahan diantaranya adalah:
1. Pengadaannya mahal dan tidak semua sekolah dapat memiliki.
2. Membutuhkan keterampilan khusus untuk menuangkan pesan atau
ide-ide yang baik pada desain program komputer microsoft power
point, sehingga mudah dicerna oleh penerima pesan.
3. Memerlukan persiapan yang matang, bila menggunakan teknik-teknik
penyajian (animasi) yang kompleks.
2.1.4.2 Media Power Point yang Efektif dalam Pembelajaran
Dalam proses belajar mengajar, kehadiran media mempunyai arti
yang cukup penting. Dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan-bahan
yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai
20
perantara kerumitan bahan yang akan disampaikan, Daryanto (2010).
Penggunaan Media Power point dalam pembelajaran memegang peranan
penting sebagai alat bantu untuk menciptakan kegiatan pembelajaran yang
efektif, karena dapat mendorong motivasi dan meningkatkan hasil belajar
siswa.
Power point dipergunakan dengan tujuan membantu guru agar
proses belajar siswa lebih efektif dan efisien. Menurut Kenthut dan Rahadi
(2008), langkah–langkah untuk mendesain media pembelajaran power
point yang efektif agar materi yang dipresentasikan dapat dipahami oleh
siswa secara maksimal adalah sebagai berikut:
1) Tentukan topik sesuai dengan materi yang akan di sampaikan.
2) Siapkan materi yang sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
Pemilihan materi ini sangat penting karena tidak semua materi
dianjurkan untuk menggunakan power point.
3) Identifikasi bahan-bahan materi tersebut untuk diseleksi mana yang
sesuai dengan karakteristik media presentasi. Ingat tidak semua materi
tersebut cocok untuk dituangkan melalui media presentasi.
4) Tulis materi yang telah dipilih dalam kalimat yang singkat, pointers
dan hanya memuat poin-poin penting saja (keywords). Pada saat
membuat outline ini, pikirkan juga bahan-bahan pendukung
presentasi, misalnya: clip art, picture, sound, background music,
video klip dan lain sebagainya.
5) Tuangkan pesan-pesan yang disajikan dalam berbagai format seperti
teks (kata-kata), gambar, animasi atau audio-visual. Lengkapi outline
yang sudah dibuat dengan keterangan tambahan. Berilah warna pada
font. Atur tata letaknya. Berilah warna pada background.
6) Pastikan bahwa materi yang ditulis telah cukup lengkap, jelas dan
mudah dipahami oleh sasaran. Menyelesaikan desain, mengulas ulang
desain yang telah dibuat.
7) Sajikan isi materi secara urut dan sistematis agar mempermudah
penyajian dan pesan mudah dipahami oleh siswa.
21
Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan
media power point terlebih dahulu guru harus menyiapkan materi
pembelajaran yang didesain ke dalam microsoft power point. Kemudian
menyeleksi materi pembelajaran yang sesuai yang dapat ditampilkan ke
dalam slide microsoft power point. Mendesain materi dengan
menggunakan picture, clip art, animation, warna dan suara. Setelah proses
pembuatan materi ke dalam slide microsoft power point selesai, seorang
guru dapat melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar.
Berdasarkan hal tersebut, dalam pembelajaran media microsoft
power point pada siswa juga dapat memotivasi siswa untuk mengikuti
kegiatan belajar mengajar dengan antusias. Karena adanya media yang
menarik perhatian mereka, juga dapat membuat siswa termotivasi dalam
belajar. Dengan adanya media pembelajaran yang menarik, diharapkan
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
2.1.5 Hasil Belajar
2.1.5.1 Pengertian Hasil Belajar
Menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Lina, 2009), hasil belajar
merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari
sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan
mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Dari
sisi guru, adalah bagaimana guru bisa menyampaikan pembelajaran
dengan baik dan siswa bisa menerimanya. Menurut Winkel (dalam Lina,
2009), mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan bukti keberhasilan
yang telah dicapai oleh seseorang. Sedangkan menurut Arif Gunarso
(dalam Lina, 2009), hasil belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh
seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Jadi hasil belajar
adalah hasil yang diperoleh seseorang dari proses belajar yang telah
dilakukannya.
Hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih
baik dengan melakukan usaha secara maksimal yang dilakukan oleh
22
seseorang setelah melakukan usaha-usaha belajar. Hasil belajar biasanya
dinyatakan dalam bentuk nilai. Setelah mengkaji pengertian hasil belajar
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki
siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai
peranan penting dalam proses pembelajaran. Pemerolehan hasil belajar
yang baik akan memberikan kebanggaan pada diri sendiri, dan orang lain.
Untuk itu, guna memperoleh hasil belajar yang baik siswa dihadapkan
dengan beberapa faktor yang bisa membuat siswa mendapatkan hasil
belajar yang baik.
2.1.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem
lingkungan belajar yang kondusif, hal ini akan berkaitan dengan faktor
dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhinya adalah
mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep, keterampilan, dan
pembentukan sikap. Menurut Slameto (2003), faktor yang mempengaruhi
hasil belajar digolongkan menjadi dua, yaitu: faktor intern meliputi: faktor
jasmaniah, psikologis, dan kelelahan, sedangkan faktor ekstern meliputi:
faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni
faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa (Sudjana, 2009).
Dari pendapat ini, faktor yang dimaksud adalah faktor dalam diri siswa
perubahan kemampuan yang dimilikinya. Demikian juga faktor dari luar
diri siswa yakni lingkungan yang paling dominan berupa kualitas
pembelajaran (Sudjana, 2009). Perubahan perilaku dalam proses belajar
terjadi akibat dari interaksi dengan lingkungan. Interaksi biasanya
berlangsung secara sengaja. Dengan demikian belajar dikatakan berhasil
apabila terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya, apabila tidak
terjadi perubahan dalam diri individu, maka belajar tidak dikatakan
berhasil.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan
23
kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah
profesional yang dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru, baik
di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif), dan bidang perilaku
(psikomotorik).
Dari beberapa pendapat di atas, maka hasil belajar siswa
dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan
personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan.
Dari beberapa pendapat tentang hasil belajar di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah
mengalami interaksi proses pembelajaran melalui evaluasi yang dilakukan
dengan tes yang dijadwalkan.
2.1.6 Pengertian IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan
pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan
kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa “IPA berhubungan dengan
cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau
prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”.
Menurut Hendro Darmodjo dan Kaligis (Indah, 2008), IPA dapat
dipandang sebagai suatu proses dari upaya manusia untuk memahami
berbagai gejala alam. Untuk itu diperlukan cara tertentu yang sifatnya
analisis, cermat, lengkap dan menghubungkan gejala alam yang satu
dengan gejala alam yang lain. IPA dapat dipandang sebagai suatu produk
dari upaya manusia memahami berbagai gejala alam. IPA dapat pula
dipandang sebagai fakta yang menyebabkan sikap dan pandangan yang
mitologis menjadi sudut pandang ilmiah.
Mata pelajaran IPA adalah program untuk menanamkan dan
mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai ilmiah pada
siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha
Esa. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah mata pelajaran yang
24
mempelajari ilmu alam untuk siswa sekolah dasar (SD) dan sekolah
menengah tingkat pertama (SMP). Menurut Sri Harsono (Indah, 2008),
prinsip-prinsip Piaget dalam pengajaran IPA diterapkan dalam program-
program yang menekankan pembelajaran melalui penemuan dan
pengalaman-pengalaman nyata dan pemanipulasian alat, bahan, atau media
belajar yang lain serta peranan guru sebagai fasilitator yang
mempersiapkan lingkungan dan memungkinkan siswa dapat memperolah
berbagai pengalaman belajar.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran IPA
merupakan suatu pembelajaran yang membahas tentang ilmu alam
sehingga dapat mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan
siswa.
2.1.6.1 Tujuan IPA
Pembelajaran IPA di SD merupakan interaksi antara siswa dengan
lingkungan sekitanya. Hal ini mengakibatkan pembelajaran IPA perlu
mengutamakan peran siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga
pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa
dan guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran tersebut. Guru
berkewajiban untuk meningkatkan pengalaman belajar siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran IPA. Menurut Sulistyorini (2007), Mata
Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut.
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-
Nya.
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi, dan masyarakat.
25
d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
2.1.7 Syntak Pembelajaran Model PBL dengan Media Power Point
Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model
Problem Based Learning yang memanfaatkan media power point sebagai
berikut:
1. Tahap-1 Orientasi siswa pada masalah
Guru melakukan apersepsi dengan melakukan tanya jawab serta
menampilkan video tentang peristiwa alam yang sedang terjadi di
Indonesia seperti banjir, gunung meletus dan pemanfaatan SDA dalam
slide power point agar siswa tertarik dan membangkitkan keterlibatan
siswa dalam pemecahan masalah, kemudian guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai.
2. Tahap-2 Mengorganisasi siswa untuk belajar
Pada tahap ini, guru pertama menyampaikan poin-poin penting
dalam materi yang akan dipelajari dengan slide power point, selanjutnya
guru menampilkan permasalahan-permasalahan berkaitan dengan materi
melalui slide power point membagi siswa dalam kelompok- kelompok
kecil (4-5 orang) secara heterogen antara kelompok yang pandai dan yang
kurang.
3. Tahap-3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Pada tahap ini, masing-masing kelompok diminta memecahkan
masalah yang berdasarkan pengetahuan dan pengalaman siswa. Dalam
memecahkan masalah, masing-masing kelompok mengumpulkan fakta-
26
fakta dari permasalahan dan penyelesaiannya. Guru berkeliling untuk
mengamati, memotivasi dan memfasilitasi, serta membantu siswa yang
memerlukan.
4. Tahap-4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Pada tahap ini, masing-masing kelompok menyajikan atau
menyampaikan secara lisan hasil temuan kelompok di depan kelas,
kemudian guru dan kelompok yang lain memberikan komentar atas
temuan kelompok yang menyajikan. Selanjutnya guru dapat memberikan
penguatan terhadap materi yang telah didiskusikan sehingga siswa
mempunyai pemahaman yang sama.
5. Tahap-5 Menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan
masalah.
Pada tahap ini, guru dan siswa mengadakan refleksi atau evaluasi
dan membuat kesimpulan terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan
yang baru diterima atau proses-proses yang mereka tempuh atau gunakan.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian tentang model pembelajaran berbasis masalah
(Problem Based Learning) yang diterapkan dalam usaha meningkatkan
hasil belajar siswa, diantaranya:
Hasil penelitian Yasinta (2012) UKSW, menyebutkan dalam hasil
penelitiannya yang menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh dari
penelitian tentang pengaruh penggunaan metode Problem Based Learning
(PBL) dengan memanfaatkan media Video Compact Disc (VCD) terhadap
hasil belajar Matematika pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 1
Mangunrejo, Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan, semester II
tahun pelajaran 2011/2012 adalah ada pengaruh yang signifikan
penggunaan metode Problem Based Learning (PBL) dengan
memanfaatkan media Video Compact Disc (VCD) terhadap hasil belajar
Matematika pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 1 Mangunrejo,
Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan, semester II tahun pelajaran
27
2011/2012. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitas signifikansi 0,038
< 0,05 dan perbedaan rata-rata antara kelas kontrol 70,92 dengan rata-rata
kelas eksperimen 80,15. Artinya bahwa signifikan lebih kecil dari 0,05 dan
rata-rata yang diperoleh kelas kontrol lebih rendah dari kelas eksperimen.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, penggunaan metode PBL dengan
memanfaatkan media VCD mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
hasil belajar Matematika pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 1
Mangunrejo kecamatan Pulokulon kabupaten Grobogan semester II tahun
pelajaran 2011/2012.
Penelitian Handoko Eko Putro (2010), yang berjudul Penerapan
Metode Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) sebagai Upaya
Meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa Kelas XI IPS 2 SMA
Negeri 8 Surakarta pada Mata Pelajaran Ekonomi Tahun Ajaran
2009/2010. Penelitian ini menyatakan bahwa sebelum diterapkan metode
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) keaktifan siswa masih
rendah, terlihat dari keaktifan siswa pada aspek visual activities 35,49%,
oral activities 22,58%, listening activities 41,94%, dan writing activities
45,16%. Penelitian siklus I diperoleh peningkatan hasil keaktifan pada
aspek visual activities 48,39%, oral activities 45,16%, listening activities
54,84% dan writing activities 58,09%. Penelitian siklus II diperoleh
peningkatan hasil keaktifan siswa pada aspek visual activities 74,19% ,
oral activities 67,73%, listening activities 77,41% dan writing activities
mencapai 70,96%. Sedangkan nilai rata-rata kelas sebelum diterapkan
metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah 60,4. Siswa
yang sudah tuntas sebesar 51,6% atau 16 siswa, sedangkan siswa yang
belum tuntas sebesar 48,4% atau 15 siswa. Pada prestasi belajar siswa
siklus I nilai rata-rata kelas menjadi 71,90 dan 76,32 pada siklus II. Pada
pelaksanaan siklus I siswa yang sudah tuntas sebesar 77,42% atau 24
siswa, sedangkan siswa yang belum tuntas sebesar 22,58% atau 7 siswa.
Pada pelaksanaan siklus II siswa yang sudah tuntas sebesar 87,09% atau
sebanyak 27 siswa, sedangkan siswa yang belum tuntas sebesar 12,91%
28
atau sebanyak 4 siswa. Kelebihan penelitian ini adalah PBL dapat
meningkatkan hasil belajar dan aktivitas pembelajaran dengan baik.
Adapun kelemahanya sampel yang digunakan di tingkat pendidikan
menengah dan membutuhkan waktu penelitian yang relatif lama.
Mendasarkan kelemahan di atas pada penelitian berikutnya dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian
selanjutnya.
Yuliastutik, S Anis (2011). Penerapan pembelajaran Problem
Based Learning dengan media VCD dalam upaya meningkatkan
kemampuan berpikir kritis mahasiswa (studi kasus di AKPER RUSTIDA
BANYUWANGI ). Thesis. Pascasarjana, Program Studi Kedokteran
Keluarga. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Desember 2009.Hasil
penelitian menunjukkan : 1) Penerapan model pembelajaran problem
based learning dengan media VCD dalam upaya meningkatkan
kemampuan berpikir kritis pada mata kuliah kebutuhan dasar manusia II
dapat meningkatkan motivasi belajar mahasiswa dan 2) dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa.Simpulan dalam
penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran problem based
learning dengan media VCD dapat meningkatkan motivasi belajar dan
kemampuan berpikir kritis mahasiswa, sehingga model pembelajaran ini
dapat dijadikan alternatif pilihan pada strategi pembelajaran materi
kebutuhan dasar manusia.
Mustapa. 2012; Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Power
Point Terhadap hasil belajar IPA Siswa Kelas V Semester II Tahun
Pelajaran 2011/2012. Program Studi S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
penggunaan media power point terhadap hasil belajar siswa kelas V SD
Negeri Gedangan 02 semerter II tahun pelajaran 2011/2012 dalam
pelajaran IPA pokok bahasan cahaya dan sifat-sifatnya. Penelitian ini
menggunakan penelitian eksperimen semu, yaitu jenis quasi eksperimental
29
design. Desain ini menggunakan satu kelompok yang utuh tetapi diberi
perlakuan yang berbeda. Dengan membandingkan kelas eksperimen, yaitu
kelas yang menggunakan media power point dengan kelas yang
menggunakan alat peraga biasa (konvensional). Hasil belajar yang
dilakukan menggunakan alat peraga biasa (konvensional) dan eksperimen,
maka didapatkan hasil nilai rata-rata pre-test dengan menggunakan alat
peraga biasa (konvensional) sebesar 44,66 dan post-test pada eksperimen
sebesar 62,33. Selisih nilai rata-rata pre-test dan post-test sebesar 17,67.
Sedangkan hasil perolehan dengan analisis data yang dilakukan dengan
teknik uji paired samples ttest diketahui bahwa nilai t adalah -10,094
dengan probabilitas signifikan sebesar 0,000. Berdasarkan hasil uji paired
samples t-test dan nilai signifikansi 0,005>0,000, maka terdapat perbedaan
yang signifikan pada pembelajaran dengan menggunakan media power
point dari pada pembelajaran dengan menggunakan alat peraga biasa
(konvensional). Berdasarkan selisih hasil nilai rata-rata pre-test dan post-
test serta hasil analisis dengan teknik uji paired samples t-test, maka dapat
disimpulkan bahwa media power point berpengaruh terhadap hasil belajar
siswa pada mata pelajaran IPA kelas IV SDN Gedangan 02 Semester II
Tahun Pelajaran 2011/2012.
Sry Anitha (2009) dengan judul Pemanfaatan Microsoft Power
Point Untuk Media Pembelajaran. Kesimpulan yang didapat, Setiap
inovasi pembelajaran akan menghasilkan sesuatu yang menarik bagi
peserta didik, tetapi inovasi tanpa pengembangan lebih lanjut justru akan
berdampak kurang menarik, dan mengurangi minat peserta didik terhadap
bahan ajar yang disajikan.
2.3 Kerangka Berpikir
Berdasarkan landasan teori yang dikemukakan, maka kerangka
berpikir dapat dirumuskan sebagai berikut : Efektivitas model PBL dengan
menggunakan media power point pada hasil belajar IPA. Dalam
pelaksananan pembelajaran IPA diharapkan mampu mengubah
30
pemahaman siswa dari objek abstrak ke objek konkret, perlu menggunakan
model dan media yang sesuai dengan karakteristik siswa SD. Salah satu
model yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA adalah model PBL.
Penggunaan model Pembelajaran berbasis masalah (PBL) bertujuan untuk
memberikan ruang gerak berpikir yang bebas kepada siswa untuk mencari
konsep dan penyelesaian masalah.
Dengan menggunakan model PBL dalam pembelajaran IPA, guru
juga perlu menggunakan suatu media yang bertujuan untuk menyampaikan
informasi kepada siswa. Media yang bisa dimanfaatkan salah satunya
adalah media power point. Penggunaan media power point bertujuan
untuk membuat konsep yang abstrak menjadi lebih kongkrit, dapat
menampilkan gerak yang dipercepat atau diperlambat sehingga lebih
mudah diamati dan dipahami, dapat menampilkan detail suatu benda atau
proses, serta membuat penyajian pembelajaran lebih menarik, sehingga
proses pembelajaran menjadi menyenangkan.
Melalui pembelajaran dengan model PBL ini diharapkan semua
siswa dalam kelas aktif dan mampu bekerjasama dengan siswa lainnya
untuk memahami materi. Hasil belajar IPA yang diharapkan pada model
PBL diatas dapat dicapai dengan memanfaatkan media power point.
Membandingkan hasil belajar siswa antara yang diajar menggunakan
model Problem Based Learning yang memanfaatkan media power point
dengan yang hanya menggunakan metode ceramah adalah salah satu cara
untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa. Jika siswa yang diajar
dengan menggunakan model Problem Based Learning yang
memanfaatkan media power point memperoleh hasil belajar di atas rata-
rata, berarti benar-benar bermanfaat dalam pembelajaran. Bagan kerangka
berfikir yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Gambar 2.1
sebagai berikut:
31
Gambar 2.1
Bagan Kerangka berfikir
2.4 Hipotesis Penenitian
Maka hipotesis penelitian ini dapat di rumuskan sebagai berikut
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan penggunaan model Problem
Based Learning (PBL) dengan memanfaatkan media power point
terhadap hasil belajar IPA siswa kelas 4 Sekolah Dasar Negeri 2
Kapung semester II tahun pelajaran 2013/2014.
Siswa
kelompok eksperimen. kelompok kontrol.
Pre-test
Perlakuan: Kelompok
kontrol pembelajaran
konvensional.
Perlakuan : Kelompok
eksperimen model PBL
dengan media power point.
Post-test
Membandingkan hasil
belajar kelompok
ekperimen dan kelompok
kontrol.
32
Ha : Ada pengaruh yang signifikan penggunaan model Problem Based
Learning (PBL) dengan memanfaatkan media power point terhadap
hasil belajar IPA siswa kelas 4 Sekolah Dasar Negeri 2 Kapung
semester II tahun pelajaran 2013/2014.
Recommended