View
216
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Rasio Keuangan
Rasio keuangan atau financial ratio sangat penting untuk melakukan
analisa terhadap kondisi keuangan perusahaan. Bagi investor jangka pendek dan
menengah pada umumnya lebih banya tertarik pada kondisi keuangan jangka
pendek dan kemampuan perusahaan untuk membayar dividen yang memadai.
Informasi tersebut dapat diketahui dengan cara yang lebih sederhana yaitu dengan
menghitung rasio-rasio keuangan yang sesuai dengan keinginan. Secara jangka
panjang, rasio keuangan juga dipakai dan dijadikan sebagai acuan dalam
menganalisis kondisi kinerja suatu perusahaan.
Adapun manfaat yang bisa diambil dengan dipergunakannya rasio
keuangan, yaitu:
1) Analisis rasio keuangan sangat bermanfaat untuk dijadikan sebagai alat
menilai kinerja dan prestasi perusahaan
2) Analisis rasio keuangan sangat bermanfaat bagi pihak manajemen
sebagai rujukan untuk membuat perencanaan
3) Analisis rasio keuangan dapat dijadikan sebagai alat untuk
mengevaluasi kondisi suatu perusahaan dari perspektif keuangan
4) Analisis rasio keuangan juga bermanfaat bagi para kreditor untuk
memperkirakan potensi risiko yang akan dihadapi dikaitkan dengan
10
adanya jaminan kelangsungan pembayaran bunga dan pengembalian
pokok pinjaman
5) Analisis rasio keuangan dapat dijadikan sebagai penilaian bagi pihak
stakeholder organisasi.
Disamping manfaat yang diterima dengan dipakainya analisis rasio
keuangan ini, maka secara umum ada 3 (tiga) kelompok pengguna rasio keuangan.
Ini sebagaimana dikemukakan oleh Brigham dan Houston bahwa “…analisis rasio
keuangan digunakan oleh tiga kelompok utama: (1) manajer, yang menerapkan
rasio untuk membantu menganalisis, mengendalikan, dan kemudian meningkatkan
operasi perusahaan; (2) analisis kredit, termasuk petugas peminjaman bank dan
analis peringkat obligasi, yang menganalisis rasio-rasio untuk membantu
memutuskan kemampuan perusahaan untuk membayar utang-utangnya; (3) analis
saham, yang tertarik pada efisiensi, risiko, dan proyek pertumbuhan perusahaan.
Dipergunakannya analisis rasio keuangan dalam melihat suatu perusahaan akan
memberikan gambaran tentang keadaan perusahaan dan dapat dijadikan sebagai
alat prediksi bagi perusahaan tersebut di masa yang akan datang. Ini dikarenakan
rasio keuangan juga memungkinkan manajer keuangan memperkirakan reaksi
kreditor dan investor dalam memperkirakan bagaimana memperoleh kebutuhan
dana, serta seberapa besar dana yang sanggup diperoleh (Fahmi, 2014:51-54).
2.1.2 Rasio Profitabilitas
Profitabilitas merupakan gambaran dari kinerja manajemen dalam
mengelola perusahaan. Ukuran profitabilitas perusahaan dapat berbagai macam
seperti: laba operasi, laba bersih, tingkat pengembalian invetasi/aktiva, dan tingkat
11
pengembalian ekuitas pemilik (Kusumajaya, 2011). Seperti yang telah dikutip oleh
Kusumajaya (2011) dalam Robert (1997) mengungkapkan bahwa rasio
profitabilitas atau rasio rentabilitas menunjukan keberhasilan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan. Rasio ini dapat dibagi atas enam jenis yaitu:
1) Gross Profit Margin (GPM)
Gross Profit Margin (GPM) berfungsi untuk mengukur tingkat
pengembalian keuntungan kotor terhadap penjualan bersihnya. GPM
dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut (Robet, 1997).
𝐺𝑃𝑀 =𝐺𝑟𝑜𝑠𝑠 𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡
𝑁𝑒𝑡 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 ..................................................... 1)
Nilai GPM berada diantara 0 dan 1. Nilai GPM semakin mendekati satu,
maka berarti semakin efisien biaya yang dikeluarkan untuk penjualan
dan semakin besar juga tingkat pengembalian keuntungan.
2) Net Profit Margin (NPM)
NPM berfungsi untuk mengukur tingkat kembalian keuntungan bersih
terhadap penjualan bersihnya (Robert, 1997).
𝑁𝑃𝑀 =𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝐴𝑓𝑡𝑒𝑟 𝑇𝑎𝑥
𝑁𝑒𝑡 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 ........................................ 2)
Nilai NPM ini juga berada diantara 0 dan satu. Nilai NPM semakin besar
mendekati satu, maka berarti semakin efisien biaya yang dikeluarkan,
semakin besar tingkat kembalian keuntungan bersih.
12
3) Operating Return On Assets (OPROA)
OPROA digunakan untuk mengukur tingkat kembalian dari keuntungan
operasional perusahaan terhadap seluruh asset yang digunakan untuk
menghasilkan keuntungan operasional tersebut.
𝑂𝑃𝑅𝑂𝐴 =𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒
𝐴𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡 ...................................... 3)
Operating income merupakan kentungan operasional atau disebut juga
laba usaha. Average total assets merupakan rata-rata dari total asset
awal tahun dan akhir tahun. Jika total asset awal tahun tidak tersedia,
maka total asset akhir tahun dapat digunakan.
4) Return On Assets (ROA)
ROA digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan didalam
menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang
dimilikinya. Rasio ini merupakan rasio yang terpenting diantara rasio
profitabilitas yang ada. ROA terkadang disebut juga Return on
Investment (ROI).
𝑅𝑂𝐴 =𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝐵𝑒𝑓𝑜𝑟𝑒 𝑇𝑎𝑥
𝐴𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡 ....................................... 4)
5) Return on equity (ROE)
Return on equity (ROE) merupakan tingkat pengembalian atas ekuitas
pemilik perusahaan. Ekuitas pemilik adalah jumlah aktiva bersih
perusahaan. Return on equity atau return on net worth mengukur
kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang
saham perusahaan (Sartono, 2001).
13
ROE secara eksplisit memperhitungkan kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan return bagi pemegang saham biasa setelah
memperhitungkan bunga (biaya hutang) dan biaya saham preferen.
Seperti diketahui, pemegang saham mempunyai klaim sisa atas
keuntungan yang diperoleh perusahaan pertama akan dipakai untuk
membayar bunga hutang kemudian saham preferen baru kemudian ke
pemegang saham biasa (Helfert, 1996). Return on equity merupakan
rasio yang sangat penting bagi pemilik perusahaan (the common
stockholder), karena rasio ini menunjukkan tingkat kembalian yang
dihasilkan oleh manajemen dari modal yang disediakan oleh pemilik
perusahaan. Dengan kata lain, ROE menunjukkan keuntungan yang
akan dinikmati oleh pemilik saham.
Adanya pertumbuhan ROE menunjukkan prospek perusahaan yang
semakin baik karena berarti adanya potensi peningkatan keuntungan
yang diperoleh perusahaan. Hal ini ditangkap oleh investor sebagai
sinyal positif dari perusahaan sehingga akan meningkatkan
kepercayaan investor serta akan mempermudah manajemen perusahaan
untuk menarik modal dalam bentuk saham. Apabila terdapat kenaikkan
permintaan saham suatu perusahaan, maka secara tidak langsung akan
menaikkan harga saham tersebut di pasar modal (Sartono, 2001):
𝑅𝑂𝐸 =𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝐴𝑓𝑡𝑒𝑟 𝑇𝑎𝑥
𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒ℎ𝑜𝑙𝑑𝑒𝑟𝑠′𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 ......................................... 5)
14
6) Earning Power
Earning Power adalah hasil kali net profit margin dengan perputaran
aktiva. Earning Power merupakan tolak ukur kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang digunakan. Rasio ini
menunjukkan pula tingkat efisiensi investasi yang nampak pada tingkat
perputaran aktiva. Apabila perputaran aktiva meningkat dan net profit
margin tetap maka earning power juga meningkat. Dua perusahaan
mungkin akan mempunyai earning power yang sama meskipun
perputaran aktiva dan net profit margin keduanya berbeda.
2.1.3 Pasar Modal
Pasar modal merupakan tempat bertemu antara pembeli dan penjual
dengan risiko untung dan rugi. Kebutuhan dana jangka pendek umumnya diperoleh
di pasar uang (misalnya bank komersial). Pasar modal merupakan sarana
perusahaan untuk meningkatkan kebutuhan dana jangka panjang dengan menjual
saham atau mengeluarkan obligasi. Untuk menarik pembeli dan penjual untuk
berpartisipasi, pasar modal harus bersifat likuid dan efisien. Suatu pasar modal
dikatakan likuid jika penjual dapat menjual dan pembeli dapat membeli surat-surat
berharga dengan cepat. Pasar modal dikatakan efisien jika harga daru surat-surat
berharga mencerminkan nilai dari perusahaan secara akurat.
Jika pasar modal sifatnya efisien, harga dari surat berharga juga
mencerminkan penilaian dari investor terhadap prospek laba perusahaan di masa
mendatang serta kualitas dari manajemennya. Jika calon investor meragukan
kualitas dari manajemen, keraguan ini dapat tercermin di harga surat berharga yang
15
turun. Dengan demikian, pasar modal dapat digunakan sebagai sarana tidak
langsung pengukur kualitas manajemen (Hartono, 2010:29-30).
2.1.4 Harga Saham
Saham adalah surat berharga yang menunjukkan kepemilikan perusahaan
sehingga pemegang saham memiliki hak klaim atas dividen atau distribusi lain yang
dilakukan perusahaan kepada pemegang sahamnya, termasuk hak klaim atas aset
perusahaan dengan prioritas setelah hak klaim pemegang surat berharga lain
dipenuhi jika terjadi likuiditas. Menurut Husnan (2002:303), menyebutkan bahwa:
“Sekuritas (saham) merupakan secarik kertas yang menunjukkan hak pemodal (yaitu pihak yang memiliki kertas tersebut) untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut dan berbagai kondisi yang memungkinkan pemodal tersebut menjalankan haknya.”
Sedangkan pengertian harga saham menurut Jogiyanto (2010) seperti yang
telah dikutip oleh Nugroho (2012), harga saham adalah harga suatu saham yang
terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar dan
ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham yang bersangkutan di pasar
modal.
Harga saham merupakan salah satu indikator pengelolaan perusahaan.
Keberhasilan dalam menghasilkan keuntungan akan memberikan kepuasan bagi
investor yang rasional. Harga saham yang cukup tinggi akan memberikan
keuntungan, yaitu berupa capital gain dan citra yang lebih baik bagi perusahaan
sehingga memudahkan bagi manajemen untuk mendapatkan dana dari luar
perusahaan.
16
2.1.5 Persepsi Investor
Menurut Kotler, persepsi adalah proses memilih, menata, menafsir stimuli
yang dilakukan seseorang agar mempunyai arti tertentu. Persepsi tidak hanya
tergantung pada sifat-sifat rangsangan fisik, tetapi juga pada pengalaman dan sikap
sekarang dari individu. Pengalaman dapat diperoleh dari semua perbuatannya di
masa lampau atau dapat pula dipelajari, sebab dengan belajar seseorang akan dapat
memperoleh pengalaman. Hasil dari pengalaman yang berbeda-beda, akan
membentuk suatu pandangan yang berbeda sehingga menciptakan proses
pengamatan dalam perilaku pembelian yang berbeda pula. Makin sedikit
pengalaman dalam perilaku pembelian, makin terbatas pula luasan interpretasinya.
Dan juga persepsi ini ada hubungannya antara rangsangan dengan medan yang
mengelilingi dan kondisi dalam diri seseorang (Chambali, 2010).
Selama proses memersepsi suatu obyek, individu dipengaruhi oleh faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor-faktor yang ada
dalam diri individu, seperti pengalaman, perasaan, kemampuan berpikir, kerangka
acuan, dan motivasi. Sedangkan factor eksternal berupa rangsangan itu sendiri dan
faktor lingkungan di mana persepsi itu berlangsung. Beberapa definisi persepsi
menurut para ahli seperti Krech, Hufman, Siegel dan Marconi, serta Hiam dan
Schewe yang dikutip Firman Sulistyowati berpendapat sebagai berikut
(Sulistiyowati, 2007):
1) Menurut Krech, persepsi merupakan integrasi dari individu dan
rangsangan yang diterimanya. Sehingga apa yang dipersepsikan
individu dalam suatu saat tertentu tidak hanya dipengaruhi oleh
17
rangsangan yang diterima, namun dipengaruhi juga oleh apa yang ada
dalam diri individu tersebut, misalnya pengalaman, perasaan,
prasangka, keinginan, sikap dan tujuan.
2) Menurut Hufman, persepsi merupakan proses penyeleksian,
pengorganisasian, dan penyampaian data informasi ke dalam sebuah
gambaran yang dapat dipahami oleh mental.
3) Menurut Siegel dan Marconi, persepsi merupakan suatu proses dari
seseorang dalam menyeleksi, mengorganisir dan menginterpretasikan
rangsangan ke dalam sesuatu yang berarti dan koheren dengan dunia.
Sehingga orang yang berbeda bisa jadi akan melihat sesuatu yang sama
secara berbeda.
4) Menurut Hiam dan Schewe (1994), persepsi adalah proses pemberian
arti oleh seseorang atas berbagai rangsangan atau stimulus yang
diterimanya, dan dari proses tersebut seseorang mempunyai opini
tertentu mengenai apa yang diamatinya.
Informasi yang diperoleh dan diproses investor akan membentuk
preferensi (pilihan) terhadap suatu obyek. Preferensi akan membentuk sikap
investor terhadap suatu obyek, yang pada gilirannya sikap ini seringkali secara
langsung akan mempengaruhi apakah investor akan membeli suatu instrumen
investasi atau tidak (Chambali, 2010).
2.1.6 Investasi dan Keputusan Investasi
Investasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menempatkan sejumlah
dana pada satu atau lebih dari satu aset selama periode tertentu dengan harapan
18
dapat memperoleh penghasilan atau peningkatan nilai investasi. Tujuan investor
melakukan kegiatan investasi ialah untuk mencari (memperoleh) pendapatan atau
tingkat pengembalian investasi (return) yang akan diterima di masa depan
(Puspitaningtyas dan Kurniawan, 2012).
Pembelian saham merupakan salah satu kegiatan investasi, karena saham
dapat memberikan penghasilan dalam bentuk deviden dan nilainya dapat
diharapkan meningkat di masa depan. Tingkat pengembalian investasi pada saham
dapat berupa capital gain dan dividend yield. Tingkat pengembalian investasi
tersebut menjadi indikator untuk meningkatkan kesejahteraan bagi para investor.
Ekspektasi investor terhadap investasinya adalah memperoleh tingkat pengembalian
yang sebesar-besarnya dengan tingkat risiko tertentu dari waktu ke waktu
(Puspitaningtyas, 2012). Oleh karena itu, investor berkepentingan untuk
mempertimbangkan segala informasi yang diterimanya dalam pengambilan keputusan
investasi.
Keputusan investasi merupakan faktor penting dalam fungsi keuangan,
bahwa nilai perusahaan semata-mata ditentukan oleh keputusan investasi.
Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa keputusan investasi adalah penting,
karena untuk mencapai tujuan perusahaan yaitu memaksimumkan kemakmuran
(wealth) pemegang saham hanya akan dihasilkan melalui kegiatan investasi
perusahaan (Hidayat, 2010).
Seperti telah disebutkan, keuntungan (return) yang diperoleh dari kegiatan
investasi pada umumnya berupa capital gain dan deviden. Deviden yang diperoleh
ditentukan oleh kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Sedangkan,
19
capital gain dipengaruhi oleh fluktuasi harga saham. Kemampuan perusahaan
dalam memperoleh laba dipengaruhi oleh faktor mikro dan makro yang pada
gilirannya akan berpengaruh terhadap fluktuasi harga saham, serta akan
memunculkan risiko investasi (Rahadjeng, 2011).
Nilai informasi akuntansi yang berguna bagi investor secara empirik
diinvestigasikan melalui hubungan antara data akuntansi yang di-release kepada
publik dan perubahan harga sekuritas suatu perusahaan. Jika hubungannya adalah
signifikan, maka bukti menunjukkan bahwa informasi akuntansi adalah berguna
(useful) dengan respek terhadap penilaian perusahaan. Agar dapat berguna,
penyajian informasi akuntansi harus dapat membantu investor memprediksikan
hasil-hasil pengembalian investasi di masa depan (Puspitaningtyas, 2010).
Diharapkan berdasarkan informasi tersebut, investor yang rasional dapat membuat
suatu keputusan investasi yang optimal. Hipotesis pasar yang efisien (the efficient
market hypothesis) mengemukakan bahwa pengambil keputusan investasi sebagai
individu rasional dan bertujuan memaksimalkan utilitas (Firat dan Fettahoglu,
2011; Singh, 2012).
Keputusan investasi yang optimal hanya dapat dicapai apabila investor
mengambil keputusan yang tepat. Pasar dikatakan mengambil keputusan yang tepat
terhadap efek suatu peristiwa, jika keputusan yang diambilnya adalah tepat.
Keputusan yang tepat adalah keputusan yang sesuai dengan pengaruh peristiwa
terhadap nilai perusahaan. Untuk keputusan yang tepat, pasar seharusnya bereaksi
positif terhadap peristiwa yang mengakibatkan naiknya nilai perusahaan atau
20
bereaksi negatif terhadap peristiwa yang mengakibatkan turunnya nilai perusahaan
(Puspitaningtyas, 2010).
Saad dan Siagian (2011) menyatakan bahwa komponen-komponen nilai
(harga) pasar saham terdiri dari nilai asset in place ditambah nilai growth
opportunity. Selain itu, komponen lain yang juga turut membentuk nilai (harga)
pasar saham adalah sentimen investor, yaitu keyakinan investor terhadap arus kas
harapan perusahaan di masa depan yang tidak didukung oleh informasi akuntansi
(fundamental). Apabila sentimen investor diikuti oleh perubahan permintaan yang
cukup besar terhadap saham perusahaan maka terjadi mispricing.
2.1.7 Zero Growth Model dan Signaling Theory
Zero growth model atau yang lebih banyak disebut investor sebagai model
tidak bertumbuh. Kondisi ini merupakan kondisi yang harus hati-hati untuk
dipahami oleh pihak investor, karena bagi investor naik, turun, dan konstannya
saham di pasar (market) akan memberikan sinyal (signal) positif dan negative
(Fahmi, 2010: 338).
Apapun informasi yang terjadi dari kondisi saham suatu perusahaan adalah
selalu memberi efek bagi keputusan investor sebagai pihak yang menangkap sinyal
tersebut. Konsep signaling theory disini menjadi sangat berperan. Adapun
pengertian signaling theory adalah teori yang membahas tentang naik turunnya
harga di pasar, sehingga akan memberi pengaruh pada keputusan investor.
Tanggapan para investor terhadap sinyal positif dan negatif adalah sangat
mempengaruhi kondisi pasar, mereka akan bereaksi dengan berbagai cara dalam
menanggapi sinyal tersebut, seperti memburu saham yang dijual atau melakukan
21
tindakan dalam bentuk tidak bereaksi seperti “wait and see” perkembangan yang
ada baru kemudian mengambil tindakan. Dan untuk dipahami keputusan wait and
see bukan sesuatu yang tidak baik atau salah namun itu dilihat sebagai reaksi
investor untuk menghindari timbulnya risiko yang lebih besar karena faktor pasar
yang belum memberi keuntungan atau berpihak padanya.
2.2 Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh Profitabilitas Pada Respon Pasar
Pelaporan laba yang dihitung dengan menggunakan rasio profitabilitas
suatu perusahaan dapat mempengaruhi bagaimana respon pasar. Hal ini dapat
dilihat dari perubahan harga saham yang terjadi ketika suatu perusahaan
melaporkan laba-rugi pada suatu periode. Pada umumnya, apabila perusahaan
mengumumkan labanya meningkat maka harga sahamnya naik. Begitu pula
seballiknya, apabila perusahaan mengumumkan labanya menurun, maka harga
sahamnya turun.
Namun ditemukannya adanya perbedaan pada pernyataan tersebut, seperti
penelitian yang dilakukan oleh Ulupui (2003) dan Masum (2014) dikatakan bahwa
profitabilitas berpengaruh positif pada harga saham. Hasil penelitian ini tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiasta (2010) dan Hutapea (2012)
yang menyebutkan bahwa profitabilitas memiliki pengaruh negatif pada harga
saham. Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini yaitu:
H1 : Profitabilitas berpengaruh positif pada respon pasar
22
2.2.2 Persepsi Investor Sebagai Pemoderasi Pengaruh Profitabilitas Pada
Respon Pasar
Adanya hubungan yang tidak pasti antara hubungan profitabilitas dengan
respon pasar diduga dapat dijelaskan oleh variasi persepsi investor. Ketika investor
mempersepsikan informasi laba sebagai good news, investor cenderung membeli
sahamnya. Sebaliknya, jika informasi laba dianggap sebagai bad news, investor
cenderung menjual sahamnya. Secara agregat, jika lebih banyak yang membeli
maka kekuatan permintaan ini akan mendorong harga pasar saham menjadi lebih
tinggi sehingga return-nya positif. Sebaliknya jika banyak yang menjual maka
harga pasar akan turun sehingga return-nya negatif. Oleh karena itu, diajukan
hipotesis:
H2 : Persepsi investor memperkuat pengaruh profitabilitas pada respon
pasar
Recommended