BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/36703/2/Bab II Kajian Teori .pdfkonkaf,...

Preview:

Citation preview

10

BAB II

KAJIAN TEORI

Kajian teori pada bab ini membahas tentang pengertian dan penjelasan yang

berkaitan degan pemrograman linear, pemrograman nonlinear, fungsi konveks dan

konkaf, separable programming dan lagrange multiplier, teknik penarikan sampel,

saham, teori portofolio, dan kinerja portofolio. Kajian teori dalam penelitian ini

akan digunakan pada bab pembahasan selanjutnya.

A. Pemrograman Linear

Manusia selalu dihadapkan pada pilihan dan pengambilan keputusan.

Pada penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan banyak sekali yang

berkaitan dengan optimalisasi. Optimalisasi dalam kehidupan manusia

memiliki tujuan pada setiap usahanya yaitu memperoleh hasil yang optimum

dengan modal sekecil mungkin (B Susanta, 1994:7). Riset operasi digunakan

untuk mengalokasikan sumber daya maupun sumber dana yang jumlahnya

terbatas sehingga lebih efektif dan efisien. Pemrograman linear merupakan

salah satu teknik yang terdapat pada riset operasi dalam memecahkan

permasalahan untuk mengalokasikan sumber daya yang ada menjadi seoptimal

mungkin. Model permasalahan linear secara umum terdiri dari fungsi tujuan

yang berupa persamaan linear atau hasil yang akan dicapai dan beberapa fungsi

kendala berupa persedian sumber daya yang ada. Berikut diberikan definisi dari

fungsi dan fungsi linear.

11

Definisi 2.1. Fungsi (Purcell, 1987:48). Sebuah fungsi f adalah suatu aturan

korespondensi yang menghubungkan setiap obyek x dalam satu himpunan yang

disebut daerah asal, dengan sebuah nilai tunggal f(x) dari himpunan ke dua.

Himpunan nilai yang diperoleh secara demikian disebut daerah hasil fungsi

tersebut.

Ilustrasi fungsi diberikan pada Gambar 2.1 di bawah ini:

Gambar 2. 1 Fungsi ๐‘“: ๐‘‹ โ†’ ๐‘Œ

Contoh 2.1

Jika ๐น adalah fungsi dengan aturan ๐น(๐‘ฅ) = ๐‘ฅ2 + 1 dan jika daerah asal dirinci

sebagai {-1, 0, 1, 2, 3}, maka daerah hasilnya adalah {1, 2, 5, 10}.

Definisi 2.2. Fungsi Linear (Winston, 2004:52). Fungsi ๐‘“(๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘›)

merupakan fungsi linear jika dan hanya jika fungsi f dapat dituliskan

๐‘“(๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘›) = ๐‘1๐‘ฅ1 + ๐‘2๐‘ฅ2 + โ€ฆ + ๐‘๐‘›๐‘ฅ๐‘› dengan ๐‘1, ๐‘2, โ€ฆ , ๐‘๐‘› merupakan

konstanta.

Masalah pemrograman linear pada dasarnya memiliki ketentuan-

ketentuan berikut ini (Winston, 2004:53):

1. Masalah pemrograman linear berkaitan dengan upaya memaksimumkan

(pada umumnya keuntungan) atau meminimumkan (pada umumnya biaya)

1

2

3

a

b

c

๐‘‹ ๐‘“ ๐‘Œ

12

yang disebut sebagai fungsi tujuan dari pemrograman linear. Fungsi tujuan

ini terdiri dari variabel-variabel keputusan.

2. Terdapat kendala-kendala atau keterbatasan, yang membatasi pencapaian

tujuan yang dirumuskan dalam pemrograman linear. Kendala-kendala ini

dirumuskan dalam fungsi-fungsi kendala yang terdiri dari variabel-variabel

keputusan yang menggunakan sumber-sumber daya yang terbatas.

3. Ada pembatasan tanda untuk setiap variabel dalam masalah ini. Untuk

sebarang ๐‘ฅ๐‘–, pembatasan tanda menentukan ๐‘ฅ๐‘– harus non negatif (๐‘ฅ๐‘– โ‰ฅ 0).

4. Memiliki sifat linearitas. Sifat ini berlaku untuk semua fungsi tujuan dan

fungsi-fungsi kendala.

Pencapaian hasil yang optimal diselesaikan dengan penyelesaian

persoalan secara matematis. Pemecahan persoalan secara matematis tersebut

harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Zulian, 1991:1):

1. Variabel keputusan non-negative

2. Adanya fungsi tujuan (objective function) dari variabel keputusan dan dapat

digambarkan dalam satu set fungsi linear.

3. Terdapat kendala atau keterbatasan sumber daya maupun sumber dana yang

dapat digambarkan dalam satu set fungsi linear.

Pemrograman linear merupakan salah satu teknik atau metode riset

operasi yang digunakan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Hasil tersebut

dapat berbentuk memaksimumkan maupun meminimumkan suatu fungsi tujuan

dengan kendala-kendala berupa fungsi linear.

13

Secara umum, masalah pemrograman linear dapat didefinisikan sebagai

berikut (Susanta, 1994:6):

Mencari ๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘›

yang memaksimumkan/meminimumkan

๐‘“ = ๐‘1๐‘ฅ1 + ๐‘2 ๐‘ฅ2 + โ€ฆ + ๐‘๐‘›๐‘ฅ๐‘› (2.1)

dengan kendala

๐‘Ž11๐‘ฅ1 + ๐‘Ž12 ๐‘ฅ2 + โ€ฆ + ๐‘Ž1๐‘›๐‘ฅ๐‘› (โ‰ค, =, โ‰ฅ)๐‘1 (2.2a)

๐‘Ž21๐‘ฅ1 + ๐‘Ž22 ๐‘ฅ2 + โ€ฆ + ๐‘Ž2๐‘›๐‘ฅ๐‘› (โ‰ค, =, โ‰ฅ)๐‘2 (2.2b)

โ‹ฎ

๐‘Ž๐‘š1๐‘ฅ1 + ๐‘Ž๐‘š2 ๐‘ฅ2 + โ€ฆ + ๐‘Ž๐‘š๐‘›๐‘ฅ๐‘› (โ‰ค, =, โ‰ฅ)๐‘๐‘š (2.2c)

๐‘ฅ1 โ‰ฅ 0, ๐‘ฅ2 โ‰ฅ 0, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘› โ‰ฅ 0. (2.2d)

Masalah pemrograman linear (2.1) dan (2.2) dapat dituliskan ulang

sebagai berikut

Mencari ๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘›

yang memaksimumkan/meminimumkan

๐‘“(๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘›) = โˆ‘ ๐‘๐‘—๐‘ฅ๐‘—๐‘›๐‘—=1 (2.3)

dengan kendala

๐‘”(๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘›) = โˆ‘ ๐‘Ž๐‘–๐‘—๐‘ฅ๐‘—๐‘›๐‘—=1 (โ‰ค, =, โ‰ฅ)๐‘๐‘–, โˆ€๐‘–, ๐‘– = 1, 2, โ€ฆ , ๐‘š (2.4a)

14

๐‘ฅ๐‘— โ‰ฅ 0, โˆ€๐‘—, ๐‘— = 1, 2, โ€ฆ , ๐‘›. (2.4b)

Fungsi ๐‘“(๐‘ฅ) pada permasalahan pemrograman linear sebagai fungsi

tujuan yang akan dioptimalkan. Persamaan maupun pertidaksamaan kendala

yang menjadi batasan pencapaian fungsi tujuan disebut fungsi kendala utama.

Sedangkan syarat nilai variabel keputusan harus lebih dari atau sama dengan

nol (๐‘ฅ๐‘— โ‰ฅ 0) disebut kendala-kendala tidak negatif. Setiap kendala dapat

berbentuk persamaan maupun pertidaksamaan. Fungsi-fungsi kendala dapat

bertanda sama dengan (=), lebih kecil atau sama dengan (โ‰ค), lebih besar atau

sama dengan (โ‰ฅ), atau kombinasi diantaranya (sebagian fungsi kendala

bertanda โ‰ค dan sebagian lainnya bertanda โ‰ฅ). Penyelesaian masalah

pemrograman linear saat ini dapat diperoleh dengan beberapa metode di

antaranya yaitu metode aljabar, metode grafik, metode simpleks atau dengan

menggunakan perangkat lunak komputer (QSB, excel, dan matlab).

B. Pemrograman Nonlinear

Banyak kasus dalam penyelesaian masalah optimalisasi yang modelnya

tidak dapat dinyatakan dalam bentuk linear. Model yang berkaitan dengan

bentuk fungsi tujuan dan fungsi kendala, pada sebagian atau seluruh fungsi

tersebut merupakan fungsi nonlinear. Fungsi nonlinear dapat berbentuk fungsi

kuadrat, fungsi eksponen, fungsi logaritma, fungsi pecahan dan lain-lain.

Pemrograman nonlinear merupakan salah satu teknik dari riset operasi

untuk menyelesaikan permasalahan optimalisasi dengan fungsi tujuan yang

15

berbentuk nonlinear dan fungsi kendala berbentuk nonlinear atau linear

(Bazaraa, 2006:1).

Memilih ๐‘› variabel keputusan ๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘› dari daerah layak yang

diberikan untuk mengoptimasi (maksimum atau minimum) fungsi tujuan yang

diberikan. Daerah layak adalah himpunan dari nilai-nilai (๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘›) yang

memenuhi sejumlah m kendala. Permasalahan pemrograman nonlinear secara

umum dapat didefinisikan sebagai berikut (Bradley, 1976) Memaksimumkan

atau meminimumkan fungsi tujuan

๐‘“(๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, , โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘›) (2.5)

Pemrograman nonlinear bentuk memaksimumkan atau meminimumkan

dapat ditulis sebagai berikut:

Memaksimumkan/Meminimumkan ๐‘“(๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, , โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘›) (2.6)

dengan kendala

๐‘”1(๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘›)(โ‰ค, =, โ‰ฅ)๐‘1 (2.7a)

๐‘”2(๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘›)(โ‰ค, =, โ‰ฅ)๐‘2 (2.7a)

โ‹ฎ

๐‘”๐‘š(๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘›)(โ‰ค, =, โ‰ฅ)๐‘๐‘š. (2.7b)

Batasan non negatif pada variabel dapat dengan menambahkan kendala

non negatif sebagi berikut:

๐‘ฅ1 โ‰ฅ 0, ๐‘ฅ2 โ‰ฅ 0, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘› โ‰ฅ 0. (2.8)

16

Persamaan (2.6) sampai dengan Persamaan (2.8) dapat dituliskan dalam

bentuk masalah optimalisasi yang lebih sederhana sebagai berikut:

Memaksimumkan/Meminimumkan ๐‘“(๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, , โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘›) (2.9)

dengan kendala

๐‘”๐‘–(๐‘ฅ)(โ‰ค, =, โ‰ฅ)๐‘๐‘–, โˆ€ ๐‘– = 1,2, 3, โ€ฆ , ๐‘š (2.10a)

๐‘ฅ๐‘— โ‰ฅ 0, โˆ€ ๐‘— = 1,2,3, โ€ฆ , ๐‘›. (2.10b)

Jika permasalahan tidak dapat dimodelkan dalam pemrograman linear

maka permasalahan berbentuk pemrograman nonlinear. Terdapat beberapa hal

yang menyebabkan sifat ketidaklinearan. Permasalahan berbentuk

pemrograman nonlinear dengan fungsi tujuan dan kendalanya mempunyai

bentuk nonlinear pada salah satu atau keduanya. Sebagai contoh dalam suatu

perusahaan besar yang kemungkinan menghadapi elastisitas harga atau banyak

barang yang dijual berbanding terbalik dengan harganya. Artinya semakin

sedikit produk yang dihasilkan maka semakin mahal harganya. Oleh karena itu,

kurva harga permintaan akan terlihat seperti kurva dalam Gambar 2.2, dengan

๐‘(๐‘ฅ) adalah harga yang ditetapkan agar terjual x satuan barang. Jika biaya

satuan untuk memproduksi barang tersebut adalah konstan yaitu c, maka

keuntungan perusahaan tersebut dalam memproduksi dan menjual ๐‘ฅ satuan

barang akan dinyatakan oleh fungsi nonlinear berikut (Hillier , 2001:655)

๐‘ƒ(๐‘ฅ) = ๐‘ฅ๐‘(๐‘ฅ) โˆ’ ๐‘๐‘ฅ. (2.11)

Gambar 2.3 terlihat misalkan setiap produk dari x jenis produknya

mempunyai fungsi keuntungan yang serupa, didefinisikan ๐‘ƒ๐‘—(๐‘ฅ๐‘—) untuk

17

produksi dan penjualan ๐‘ฅ๐‘— satuan dari produk ๐‘— dimana (๐‘— = 1, 2, โ€ฆ , ๐‘›), maka

secara lengkap fungsi tujuannya yaitu

๐‘“(๐‘ฅ) = โˆ‘ ๐‘ƒ๐‘—(๐‘ฅ๐‘—)๐‘›๐‘—=1

merupakan penjumlahan dari beberapa fungsi nonlinear.

Alasan lain yang menyebabkan sifat ketidaklinearan muncul pada fungsi

tujuan, disebabkan oleh kenyataan bahwa biaya tambahan (biaya marginal)

c Biaya Satuan

Permintaan x

P( x )

x

P( x )

Banyak Barang

P(x)=x [p(x) - c]

Gambar 2. 2 Kurva Harga Permintaan

Gambar 2. 3 Fungsi Keuntungan

18

untuk memproduksi satu satuan barang tergantung pada tingkat produksi.

Sebagai contoh, biaya marginal akan turun apabila tingkat produksi naik. Di

lain pihak, biaya marginal dapat saja naik karena dalam ukuran tertentu, seperti

fasilitas lembur atau harga barang mahal, sehingga perlu menaikkan produksi.

Sifat ketidaklinearan dapat juga muncul pada fungsi kendala

๐‘”๐‘–(๐‘ฅ) dengan cara yang sama. Sebagai contoh, apabila terdapat kendala

anggaran dalam biaya produksi total, maka fungsi biaya akan menjadi nonlinear

jika biaya marginal berubah. Kendala ๐‘”๐‘–(๐‘ฅ) akan berbentuk nonlinear apabila

terdapat penggunaan yang tidak sebanding antara sumber daya dengan tingkat

produksi dari masing-masing produksi.

C. Fungsi Konveks dan Konkaf

Konsep konveks merupakan hal yang penting dalam permasalahan

optimalisasi (Bazaraa, 2006:39).

Definisi 2.3 (Luenberger, 1984). Misalkan ๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2 ๐œ– ๐‘…๐‘›. Titik-titik dengan bentuk

๐œ†๐‘ฅ1 + (1 โˆ’ ๐œ†)๐‘ฅ2 untuk ๐œ† โˆˆ [0,1] disebut kombinasi konveks dari ๐‘ฅ1 dan ๐‘ฅ2.

Definisi 2.4 (Bazaraa, 2006:40). Himpunan S yang tidak kosong di ๐‘…๐‘› adalah

himpunan konveks jika segmen garis yang menghubungkan dua titik berada

dalam himpunan. Dengan kata lain, jika ๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2 โˆˆ ๐‘† maka ๐œ†๐‘ฅ1 + (1 โˆ’ ๐œ†)๐‘ฅ2

juga anggota S untuk ๐œ† โˆˆ [0,1].

19

Definisi 2.5 Fungsi Konveks (Bazaraa, 2006:98). Diketahui ๐‘“: ๐‘† โ†’ ๐‘…, dengan

S adalah himpunan konveks yang tidak kosong di ๐‘…๐‘›. Fungsi f(x) dikatakan

fungsi konveks di S jika

๐‘“(๐œ†๐‘ฅ1 + (1 โˆ’ ๐œ†)๐‘ฅ2) โ‰ค ๐œ†๐‘“(๐‘ฅ1) + (1 โˆ’ ๐œ†)๐‘“(๐‘ฅ2)

untuk setiap ๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2๐œ–๐‘† dan untuk ๐œ† โˆˆ [0,1].

Definisi 2.6 Fungsi Konkaf (Luenberger, 1984:192). Fungsi f(x) dikatakan

fungsi konkaf jika untuk setiap ๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2 ๐œ– ๐‘†, dengan S adalah himpunan konveks

dan setiap ๐œ† โˆˆ [0,1] berlaku

๐‘“(๐œ†๐‘ฅ1 + (1 โˆ’ ๐œ†)๐‘ฅ2) โ‰ฅ ๐œ†๐‘“(๐‘ฅ1) + (1 โˆ’ ๐œ†)๐‘“(๐‘ฅ2).

Perbedaan fungsi konveks dan konkaf tampak pada gambar di bawah ini:

D. Separable Programming

1. Pengertian Separable Programming

Separable Programming merupakan salah satu metode dalam

penyelesaian pemrograman nonlinear dengan cara mengubah bentuk fungsi

nonlinear menjadi linear yang hanya memuat satu variabel saja. Separable

Programming memisahkan fungsi yang berbentuk nonlinear menjadi fungsi-

A

B

Konkaf

A

B

Konveks

Gambar 2. 4 Fungsi Konveks dan Fungsi Konkaf

20

fungsi dengan variabel tunggal. Misalnya dalam kasus dua variabel fungsi

๐‘“(๐‘ฅ, ๐‘ฆ) dapat dipisahkan menjadi โ„Ž(๐‘ฅ) + ๐‘”(๐‘ฆ).

Suatu fungsi ๐‘“(๐‘ฅ) dapat dikatakan separable apabila fungsi tersebut

dapat dinyatakan dalam bentuk penjumlahan dari fungsi-fungsi yang hanya

memuat satu variabel, selengkapnya didefinisikan sebagai berikut (Bazaraa,

2006:684)

๐‘“(๐‘ฅ) = ๐‘“(๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘›) = ๐‘“1(๐‘ฅ1) + ๐‘“2(๐‘ฅ2) + โ‹ฏ + ๐‘“๐‘›(๐‘ฅ๐‘›) = โˆ‘ ๐‘“๐‘—(๐‘ฅ๐‘—)๐‘›๐‘—=1 (2.12)

Selanjutnya masalah separable programming pada Persamaan (2.12)

dapat ditulis sebagai Masalah P sebagai berikut:

Masalah P

Memaksimalkan/meminimalkan

๐‘ = โˆ‘ ๐‘“๐‘—(๐‘ฅ๐‘—)๐‘›๐‘—=1 (2.13)

dengan kendala

โˆ‘ ๐‘”๐‘–๐‘—(๐‘ฅ๐‘—)๐‘›๐‘—=1 (โ‰ค, =, โ‰ฅ)๐‘๐‘— , ๐‘– = 1, 2, โ€ฆ , ๐‘š (2.14a)

๐‘ฅ๐‘— โ‰ฅ 0; (๐‘— = 1,2, โ€ฆ , ๐‘›). (2.14b)

Fungsi pada Persamaan (2.13) sampai dengan Persamaan (2.14b) dapat

diselesaikan dengan separable programming. Suatu fungsi dapat dikatakan

separable jika fungsi tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk penjumlahan dari

fungsi-fungsi yang memuat satu variabel yang dapat dituliskan sebagai berikut:

๐‘ = ๐‘“1(๐‘ฅ1) + ๐‘“2(๐‘ฅ2) + โ‹ฏ + ๐‘“๐‘›(๐‘ฅ๐‘›) (2.15)

21

๐‘”๐‘–๐‘—(๐‘ฅ๐‘—): ๐‘”11(๐‘ฅ1) + ๐‘”12(๐‘ฅ2) + โ‹ฏ + ๐‘”1๐‘›(๐‘ฅ๐‘›)(โ‰ค, =, โ‰ฅ)๐‘1 (2.16a)

๐‘”21(๐‘ฅ1) + ๐‘”22(๐‘ฅ2) + โ‹ฏ + ๐‘”2๐‘›(๐‘ฅ๐‘›)(โ‰ค, =, โ‰ฅ)๐‘2 (2.16b)

๐‘”๐‘š1(๐‘ฅ1) + ๐‘”๐‘š2(๐‘ฅ2) + โ‹ฏ + ๐‘”๐‘š๐‘›(๐‘ฅ๐‘›)(โ‰ค, =, โ‰ฅ)๐‘๐‘š (2.16c)

dan ๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘› โ‰ฅ 0. (2.16d)

Jadi Persamaan (2.15) sampai dengan Persamaan (2.16d) adalah

persamaan fungsi tujuan dan fungsi kendala yang berbentuk separable.

Contoh 2.2

Diberikan pemrograman nonlinear

Memaksimumkan ๐‘ = 30 ๐‘ฅ1 + 35 ๐‘ฅ2 โˆ’ 2 ๐‘ฅ12 โˆ’ 3 ๐‘ฅ2

2

dengan kendala

๐‘ฅ12 + 2๐‘ฅ2

2 โ‰ค 250

๐‘ฅ1 + ๐‘ฅ2 โ‰ค 20

๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2 โ‰ฅ 0.

Diperoleh masalah separable programming dari fungsi tujuan dan kendala

dari Contoh 2.2 sebagai berikut

๐‘“1(๐‘ฅ1) = 30๐‘ฅ1 โˆ’ 2๐‘ฅ12

๐‘“2(๐‘ฅ2) = 35๐‘ฅ2 โˆ’ 3๐‘ฅ22

๐‘”11(๐‘ฅ1) = ๐‘ฅ12, ๐‘”12(๐‘ฅ2) = 2๐‘ฅ2

2, ๐‘”21(๐‘ฅ1) = ๐‘ฅ1, dan ๐‘”22(๐‘ฅ2) = ๐‘ฅ2.

22

Contoh 2.3

Memaksimumkan ๐‘“(๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2) = 20๐‘ฅ1 + 16๐‘ฅ2 โˆ’ 2๐‘ฅ12

โˆ’ ๐‘ฅ22 โˆ’ (๐‘ฅ1 + ๐‘ฅ2)2

dengan kendala

๐‘ฅ1 + ๐‘ฅ2 โ‰ค 5

๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2 โ‰ฅ 0.

Permasalahan pada fungsi tujuan tidak dapat berbentuk separable, karena

terdapat (๐‘ฅ1 + ๐‘ฅ2)2. Diberikan ๐‘ฅ3 = ๐‘ฅ1 + ๐‘ฅ2 dan bentuk fungsi tujuan dan

kendala dari Contoh 2.3 yang dapat berbentuk separable diperoleh sebagai

berikut:

Memaksimumkan ๐‘“(๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, ๐‘ฅ3) = 20๐‘ฅ1 + 16๐‘ฅ2 โˆ’ 2๐‘ฅ12

โˆ’ ๐‘ฅ22 โˆ’ ๐‘ฅ3

2

dengan kendala

๐‘ฅ1 + ๐‘ฅ2 โ‰ค 5

๐‘ฅ1 + ๐‘ฅ2 โˆ’ ๐‘ฅ3 = 0

๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, ๐‘ฅ3 โ‰ฅ 0.

Fungsi tujuan dapat dituliskan sebagai ๐‘“(๐‘ฅ) = ๐‘“1(๐‘ฅ1) + ๐‘“2(๐‘ฅ2) + ๐‘“3(๐‘ฅ3),

dimana

๐‘“1(๐‘ฅ1) = 20๐‘ฅ1 โˆ’ 2๐‘ฅ12

๐‘“2(๐‘ฅ2) = 16๐‘ฅ2 โˆ’ ๐‘ฅ22

๐‘“3(๐‘ฅ3) = โˆ’๐‘ฅ32.

23

2. Hampiran Fungsi Linear Sepotong-sepotong

Penyelesaian dalam masalah separable programming dapat dilakukan

dengan menggunakan beberapa metode diantaranya adalah metode cutting

plane, pemrograman dinamik, hampiran fungsi linear sepotong-sepotong, dan

lain-lain. Keakuratan dari metode hampiran linear sepotong-sepotong

dipengaruhi oleh banyaknya titik kisi. Ada dua cara dalam hampiran fungsi

linear sepotong-sepotong, yaitu dengan formulasi lambda (๐œ†) dan formulasi

delta (๐›ฟ) (Bazaraa, 2006:685). Formulasi lambda merupakan formulasi

hampiran setiap titik kisi dengan menggunakan variabel lambda sedangkan

formulasi delta merupakan formulasi hampiran untuk setiap interval di antara

titik kisi.

Penelitian ini membahas penyelesaian pemrograman nonlinear dengan

menggunakan separable programming hampiran fungsi linear sepotong-

sepotong lambda. Sebelum membahas mengenai formulasi lambda terlebih

dahulu dibahas mengenai ruas garis.

Didefinisikan ๐‘“(๐‘ฅ) merupakan fungsi nonlinear yang kontinu, dengan ๐‘ฅ

pada interval [a,b]. Akan didefinisikan fungsi linear sepotong-sepotong ๐‘“ yang

merupakan hampiran fungsi ๐‘“ pada interval [a,b]. Selanjutnya interval [a,b]

dipartisi menjadi interval-interval yang lebih kecil, dengan titik kisi (grid pont)

๐‘Ž = ๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘˜ = ๐‘. Pada Gambar 2.5 titik-titik kisi tidak harus mempunyai

jarak yang sama. Berikut diberikan definisi ruas garis untuk menjelaskan

hubungan antara dua titik kisi.

24

Definisi 2.7 Ruas Garis (Bazaraa, 2006:684). Diberikan ๏ฟฝ๏ฟฝ1, ๏ฟฝ๏ฟฝ2 ๐œ– ๐‘…. Himpunan

๐‘† = {๏ฟฝ๏ฟฝ|๏ฟฝ๏ฟฝ = ๐œ†๏ฟฝ๏ฟฝ1 + (1 โˆ’ ๐œ†)๏ฟฝ๏ฟฝ2, 0 โ‰ค ๐œ† โ‰ค 1} disebut ruas garis yang

menghubungkan ๏ฟฝ๏ฟฝ1 dan ๏ฟฝ๏ฟฝ2.

Gambar 2.5 fungsi linear sepotong-sepotong sebagai hampiran fungsi

nonlinear ๐‘“ pada interval [๐‘ฅ๐‘ฃ, ๐‘ฅ๐‘ฃ+1] dengan lima titik kisi.

Gambar 2. 5 Fungsi Linear Sepotong-Sepotong sebagai Hampiran Fungsi

Nonlinear dengan Lima Titik Kisi

Misalkan ๐‘ฅ merupakan titik kisi pada ruas garis yang menghubungkan

๐‘ฅ๐‘ฃ dengan ๐‘ฅ๐‘ฃ+1, berdasarkan Definisi 2.7 ๐‘ฅ dapat dituliskan sebagai berikut

๐‘ฅ = ๐œ†(๐‘ฅ๐‘ฃ) + (1 โˆ’ ๐œ†)(๐‘ฅ๐‘ฃ+1) untuk ๐œ†๐œ–[0,1]. (2.17)

Berdasarkan Persamaan (2.17), fungsi ๐‘“(๐‘ฅ) dapat dihampiri oleh

interval ๐‘“(๐‘ฅ๐‘ฃ) dan ๐‘“(๐‘ฅ๐‘ฃ+1) dengan cara berikut

๐‘“(๐‘ฅ) = ๐œ†๐‘“(๐‘ฅ๐‘ฃ) + (1 โˆ’ ๐œ†)๐‘“(๐‘ฅ๐‘ฃ+1). (2.18)

Pada Gambar 2.6 untuk sembarang fungsi ๐‘“ didefinisikan pada interval

[a,b], maka selanjutnya interval dipartisi menjadi beberapa titik kisi dengan titik

kisi ๐‘Ž = ๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘˜ = ๐‘. Pada ๐‘ฅ1 dihampiri oleh ๐‘“(๐‘ฅ1), ๐‘ฅ2 dihampiri

๐‘“(๐‘ฅ2), ๐‘ฅ๐‘ฃ dihampiri ๐‘“(๐‘ฅ๐‘ฃ) dan seterusnya. Titik-titik kisi tidak harus

mempunyai jarak yang sama.

๐‘“

๐‘Ž = ๐‘ฅ 1 ๐‘ฅ ๐‘ฃ ๐‘ฅ ๐‘ฅ ๐‘ฃ + 1 ๐‘ = x ๐‘˜

๐‘“(๐‘ฅ)

25

๐‘Ž = ๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2 ๐‘ฅ๐‘ฃ ๐‘ฅ ๐‘ฅ๐‘ฃ+1 ๐‘ = ๐‘ฅk

Gambar 2. 6 Fungsi Linear Sepotong-sepotong sebagai Hampiran Fungsi

Nonlinear dengan Formulasi Lambda

Secara umum hampiran linear dari fungsi f(x) untuk titik-titik kisi

๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘˜ didefinisikan sebagai berikut

๐‘“(๐‘ฅ) = โˆ‘ ๐‘“(๐‘ฅ๐‘ฃ)๐‘˜๐‘ฃ=1 ๐œ†๐‘ฃ, โˆ‘ ๐œ†๐‘ฃ

๐‘˜๐‘ฃ=1 = 1, ๐œ†๐‘ฃ โ‰ฅ 0. (2.19)

Dengan ๐‘ฅ yang diperoleh berdasarkan pada Persamaan (2.17) yaitu

๐‘ฅ = โˆ‘ ๐‘ฅ๐‘ฃ๐‘˜๐‘ฃ=1 ๐œ†๐‘ฃ, untuk ๐‘ฃ = 1, 2, 3, โ€ฆ , ๐‘˜ (2.20)

dan terdapat paling sedikit satu ๐œ†๐‘ฃ tidak nol atau paling banyak dua ๐œ†๐‘ฃ, ๐œ†๐‘ฃ+1

tidak nol dan berdampingan.

Secara umum, dalam setiap dua titik kisi diperoleh satu hampiran

sehingga total dari semua hampiran tersebut merupakan hampiran untuk fungsi

nonlinear tersebut. Masalah pengoptimuman yang menghampiri masalah P

dapat dilakukan dengan mengganti fungsi ๐‘“๐‘— dan ๐‘”๐‘–๐‘— yang nonlinear dengan

fungsi linear sepotong-sepotong.

Didefinisikan

๐ฟ = {๐‘—|๐‘“๐‘— ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐‘”๐‘–๐‘— ๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž๐‘™๐‘Žโ„Ž ๐‘“๐‘ข๐‘›๐‘”๐‘ ๐‘– ๐‘™๐‘–๐‘›๐‘’๐‘Ž๐‘Ÿ ๐‘ข๐‘›๐‘ก๐‘ข๐‘˜ ๐‘– = 1, 2, โ€ฆ , ๐‘š}.

Didefinisikan titik-titik kisi ๐‘ฅ๐‘ฃ๐‘— untuk ๐‘ฃ = 1,2, โ€ฆ , ๐‘˜ pada interval [๐‘Ž๐‘—, ๐‘๐‘—]

dengan ๐‘Ž๐‘— , ๐‘๐‘— โ‰ฅ 0 untuk setiap ๐‘— โˆ‰ ๐ฟ.

๐‘“

๐‘“(๐‘ฅ2)

(

๐‘“(๐‘ฅ๐‘ฃ)

(

๐‘“(๐‘ฅ)

(

๐‘“(๐‘ฅ1)

(

26

Berdasarkan Persamaan (2.19) dengan titik-titik kisi ๐‘ฅ๐‘ฃ๐‘— fungsi ๐‘“๐‘— pada

Persamaan (2.13) dan ๐‘”๐‘–๐‘— pada Persamaan (2.14a) serta Persamaan (2.14b),

untuk ๐‘“๐‘— dengan ๐‘– = 1,2, โ€ฆ , ๐‘š; ๐‘— โˆ‰ ๐ฟ, maka diperoleh hampiran-hampiran

linearnya yaitu

๐‘“๏ฟฝ๏ฟฝ(๐‘ฅ๐‘—) = โˆ‘ ๐‘“๐‘—(๐‘ฅ๐‘ฃ๐‘—)๐‘˜๐‘ฃ=1 ๐œ†๐‘ฃ๐‘— ๐‘ข๐‘›๐‘ก๐‘ข๐‘˜ ๐‘— โˆ‰ ๐ฟ (2.21)

๐‘”๐‘–๏ฟฝ๏ฟฝ(๐‘ฅ๐‘—) = โˆ‘ ๐‘”๐‘–๐‘—(๐‘ฅ๐‘ฃ๐‘—)๐‘˜๐‘ฃ=1 ๐œ†๐‘ฃ๐‘— ๐‘ข๐‘›๐‘ก๐‘ข๐‘˜ ๐‘– = 1,2, โ€ฆ , ๐‘š; ๐‘— โˆ‰ ๐ฟ (2.22a)

Dengan โˆ‘ ๐œ†๐‘ฃ๐‘—๐‘˜๐‘ฃ=1 = 1 (2.22b)

๐œ†๐‘ฃ๐‘— โ‰ฅ 0 ๐‘ข๐‘›๐‘ก๐‘ข๐‘˜ ๐‘ฃ = 1,2, โ€ฆ , ๐‘˜ (2.22c)

dengan ๐‘ฅ๐‘— yang diperoleh berdasarkan pada Persamaan (2.20) yaitu

๐‘ฅ๐‘— = โˆ‘ ๐œ†๐‘ฃ๐‘—๐‘˜๐‘ฃ=1 (๐‘ฅ๐‘ฃ๐‘—). (2.23)

Untuk mempermudah penulisan, hampiran Masalah P ditulis dengan

Masalah AP. Berdasarkan Persamaan (2.21), Masalah AP dapat didefinisikan

sebagai berikut (Bazaraa, 2006:686)

Masalah AP

Memaksimumkan/meminimumkan

๐‘ = โˆ‘ ๐‘“๐‘—(๐‘ฅ๐‘—)๐‘—โˆˆ๐ฟ + โˆ‘ ๐‘“๏ฟฝ๏ฟฝ(๐‘ฅ๐‘—)๐‘—โˆ‰๐ฟ (2.24)

Terhadap kendala

โˆ‘ ๐‘”๐‘–๐‘—(๐‘ฅ๐‘—)๐‘—โˆˆ๐ฟ + โˆ‘ ๐‘”๐‘–๏ฟฝ๏ฟฝ(๐‘ฅ๐‘—)๐‘—โˆ‰๐ฟ (โ‰ค, =, โ‰ฅ)๐‘๐‘–, (๐‘– = 1, 2, โ€ฆ , ๐‘š) (2.25a)

๐‘ฅ๐‘— โ‰ฅ 0 untuk ๐‘— = 1, 2, โ€ฆ , ๐‘› . (2.25b)

Perhatikan bahwa fungsi tujuan dan fungsi kendala pada masalah AP

adalah fungsi linear sepotong-sepotong.

27

Berdasarkan Persamaan (2.21) sampai dengan Persamaan (2.22c),

Masalah AP pada Persamaan (2.24) sampai dengan (2.25b) dapat ditulis ulang

sebagai masalah LAP sebagai berikut

Masalah LAP

Memaksimumkan/meminimumkan

๐‘ = โˆ‘ ๐‘“๐‘—(๐‘ฅ๐‘—)๐‘—โˆˆ๐ฟ + โˆ‘ โˆ‘ ๐‘“๐‘—(๐‘ฅ๐‘ฃ๐‘—)๐‘˜๐‘ฃ=1 ๐œ†๐‘ฃ๐‘—๐‘—โˆ‰๐ฟ (2.26)

Terhadap kendala

โˆ‘ ๐‘”๐‘–๐‘—(๐‘ฅ๐‘—)๐‘—โˆˆ๐ฟ + โˆ‘ โˆ‘ ๐‘”๐‘–๐‘—(๐‘ฅ๐‘ฃ๐‘—)๐‘˜๐‘ฃ=1 ๐œ†๐‘ฃ๐‘—๐‘—โˆ‰๐ฟ (โ‰ค, =, โ‰ฅ)๐‘๐‘–, (๐‘– = 1, 2, โ€ฆ , ๐‘š)(2.27a)

โˆ‘ ๐œ†๐‘ฃ๐‘—๐‘˜๐‘ฃ=1 = 1 (2.27b)

๐œ†๐‘ฃ๐‘— โ‰ฅ 0 ๐‘ข๐‘›๐‘ก๐‘ข๐‘˜ ๐‘ฃ = 1,2, โ€ฆ , ๐‘˜ (2.27c)

dan terdapat paling sedikit satu ๐œ†๐‘ฃ๐‘— tidak nol atau paling banyak dua

๐œ†๐‘ฃ๐‘— , ๐œ†(๐‘ฃ+1)๐‘— tidak nol dan berdampingan.

Pada fungsi tujuan dan kendala dari Persamaan (2.26) sampai dengan

(2.27c) disebut sebagai Masalah LAP yang berbentuk linear. Oleh karena itu,

Masalah LAP dapat diselesaikan dengan metode simpleks biasa. Penelitian ini

menyelesaian pemrograman linear menggunakan metode simpleks biasa

dengan bantuan Excel Solver. Mendapatkan penyelesaian optimal dengan

metode simpleks pada masalah maksimasi dalam bentuk separable

programming harus memenuhi syarat bahwa setiap ๐‘“๐‘—(๐‘ฅ๐‘—) harus konkaf dan

28

setiap ๐‘”๐‘–๐‘—(๐‘ฅ๐‘—) adalah konveks, sedangkan pada masalah minimasi ๐‘“๐‘—(๐‘ฅ๐‘—) harus

konveks dan setiap ๐‘”๐‘–๐‘—(๐‘ฅ๐‘—) adalah konveks (Winston,2004 :714).

Pada penyelesaian separable programming berlaku sebagai berikut:

Teorema 2.1 (Bazaraa, 2006:689). Jika ๐‘ฅ๐‘— = โˆ‘ ๐œ†๐‘ฃ๐‘— (๐‘ฅ๐‘ฃ๐‘—) ๐‘˜๐‘ฃ=1 untuk ๐‘— โˆ‰ ๐ฟ

merupakan penyelesaian layak pada Persamaan (2.26) sampai dengan

Persamaan (2.27), maka ๐‘ฅ๐‘—, ๐‘— = 1,2,3, โ€ฆ ๐‘› juga merupakan penyelesaian layak

pada Persamaan (2.13)-(2.14).

Bukti:

Berdasarkan Definisi 2.5, karena ๐‘”๐‘–๐‘— konveks dengan ๐‘— โˆ‰ ๐ฟ untuk setiap ๐‘– =

1,2,3, โ€ฆ ๐‘š dan untuk ๐‘ฅ๐‘ฃ๐‘— dengan ๐‘— โˆ‰ ๐ฟ, ๐‘ฃ = 1,2,3, โ€ฆ , ๐‘˜ diperoleh

๐‘”๐‘–(๐‘ฅ๐‘—) = โˆ‘ ๐‘”๐‘–๐‘—(๐‘ฅ๐‘—)

๐‘—โˆˆ๐ฟ

+ โˆ‘ ๐‘”๐‘–๐‘—

๐‘—โˆ‰๐ฟ

(๐‘ฅ๐‘—)

= โˆ‘ ๐‘”๐‘–๐‘—(๐‘ฅ๐‘—)

๐‘—โˆˆ๐ฟ

+ โˆ‘ ๐‘”๐‘–๐‘—

๐‘—โˆ‰๐ฟ

(โˆ‘ ๐œ†๐‘ฃ๐‘— (๐‘ฅ๐‘ฃ๐‘—)

๐‘˜

๐‘ฃ=1

)

= โˆ‘ ๐‘”๐‘–๐‘—(๐‘ฅ๐‘—)

๐‘—โˆˆ๐ฟ

+ โˆ‘ ๐‘”๐‘–๐‘—

๐‘—โˆ‰๐ฟ

((๐œ†1๐‘—๐‘ฅ1๐‘— + ๐œ†2๐‘—๐‘ฅ2๐‘— + ๐œ†3๐‘—๐‘ฅ3๐‘— + โ‹ฏ + ๐œ†๐‘˜๐‘—๐‘ฅ๐‘˜๐‘—)

โ‰ค โˆ‘ ๐‘”๐‘–๐‘—(๐‘ฅ๐‘—)

๐‘—โˆˆ๐ฟ

+ โˆ‘ ๐œ†1๐‘—๐‘”๐‘–๐‘—(๐‘ฅ1๐‘—) + ๐œ†2๐‘—๐‘”๐‘–๐‘—(๐‘ฅ2๐‘—) + ๐œ†3๐‘—๐‘”๐‘–๐‘—(๐‘ฅ3๐‘—) + โ‹ฏ + ๐œ†๐‘˜๐‘—๐‘”๐‘–๐‘—(๐‘ฅ๐‘˜๐‘—)๐‘—โˆ‰๐ฟ

= โˆ‘ ๐‘”๐‘–๐‘—(๐‘ฅ๐‘—)

๐‘—โˆˆ๐ฟ

+ โˆ‘ โˆ‘ ๐œ†๐‘ฃ๐‘—๐‘”๐‘–๐‘—(๐‘ฅ๐‘ฃ๐‘—)

๐‘˜

๐‘ฃ=1๐‘—โˆ‰๐ฟ

โ‰ค ๐‘๐‘–.

29

Untuk ๐‘– = 1,2,3, โ€ฆ ๐‘š selanjutnya ๐‘ฅ๐‘— โ‰ฅ 0 untuk ๐‘— โˆˆ ๐ฟ dan ๐‘ฅ๐‘— =

โˆ‘ ๐œ†๐‘ฃ๐‘—๐‘ฅ๐‘ฃ๐‘—๐‘˜๐‘ฃ=1 โ‰ฅ 0 untuk jโˆ‰ ๐ฟ, karena ๐œ†๐‘ฃ๐‘— , ๐‘ฅ๐‘ฃ๐‘— โ‰ฅ 0; ๐‘ฃ = 1,2,3, โ€ฆ ๐‘˜; ๐‘— โˆ‰ ๐ฟ. Jadi

terbukti ๐‘ฅ๐‘— merupakan penyelesaian yang layak pada Persamaan (2.13)-(2.14).

E. Lagrangre Multiplier

Sebelum membahas mengenai metode lagrangre multiplier terlebih

dahulu dibahas mengenai turunan parsial dan titik kritis.

Definisi 2.8 (Purcell, 1987). Jika ๐‘ง = ๐‘“(๐‘ฅ, ๐‘ฆ) terdefinisi dalam domain D di

bidang XY, sedangkan turunan pertama f terhadap x dan y di setiap titik (x,y)

ada, maka

Turunan pertama ๐‘“ di ๐‘ฅ adalah

๐œ•๐‘“

๐œ•๐‘ฅ= ๐‘™๐‘–๐‘š

โˆ†๐‘ฅโ†’0

๐‘“(๐‘ฅ+โˆ†๐‘ฅ,๐‘ฆ)โˆ’๐‘“(๐‘ฅ,๐‘ฆ)

โˆ†๐‘ฅ.

Turunan pertama ๐‘“ di y adalah

๐œ•๐‘“

๐œ•๐‘ฆ= ๐‘™๐‘–๐‘š

โˆ†๐‘ฅโ†’0

๐‘“(๐‘ฅ, ๐‘ฆ + โˆ†๐‘ฆ) โˆ’ ๐‘“(๐‘ฅ, ๐‘ฆ)

โˆ†๐‘ฆ.

Dapat dinotasikan sebagai

๐œ•๐‘“

๐œ•๐‘ฅ=

๐œ•๐‘“(๐‘ฅ,๐‘ฆ)

๐œ•๐‘ฅ= ๐‘“๐‘ฅ(๐‘ฅ, ๐‘ฆ)

๐œ•๐‘“

๐œ•๐‘ฆ=

๐œ•๐‘“(๐‘ฅ,๐‘ฆ)

๐œ•๐‘ฆ= ๐‘“๐‘ฆ(๐‘ฅ, ๐‘ฆ).

30

Turunan parsial fungsi ๐‘› variabel, diberikan fungsi ๐‘› variabel dari

๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, ๐‘ฅ3, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘› dengan persamaan ๐‘ค = ๐‘“(๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, ๐‘ฅ3, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘›), maka turunan-

turunan parsialnya yaitu:

๐œ•๐‘ค

๐œ•๐‘ฅ1= ๐‘“๐‘ฅ1

,๐œ•๐‘ค

๐œ•๐‘ฅ2= ๐‘“๐‘ฅ2,

๐œ•๐‘ค

๐œ•๐‘ฅ3= ๐‘“๐‘ฅ3

, โ€ฆ ,๐œ•๐‘ค

๐œ•๐‘ฅ๐‘›= ๐‘“๐‘ฅ๐‘›

.

Diberikan untuk fungsi tiga variabel dari x, y, z dengan persamaan ๐‘ค =

๐‘“(๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐‘ง), maka turunan-turunan parsialnya yaitu:

๐œ•๐‘ค

๐œ•๐‘ฅ= ๐‘“๐‘ฅ(๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐‘ง),

๐œ•๐‘ค

๐œ•๐‘ฆ= ๐‘“๐‘ฆ(๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐‘ง),

๐œ•๐‘ค

๐œ•๐‘ง= ๐‘“๐‘ง(๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐‘ง).

Turunan parsial derajat dua, notasi turunan parsial derajar dua fungsi ๐‘ง =

๐‘“(๐‘ฅ, ๐‘ฆ) dinyatakan dalam simbol- simbol berikut:

๐œ•2๐‘ง

๐œ•๐‘ฅ2 =๐œ•

๐œ•๐‘ฅ(

๐œ•๐‘ง

๐œ•๐‘ฅ) = ๐‘ง๐‘ฅ๐‘ฅ = ๐‘“๐‘ฅ๐‘ฅ =

๐œ•

๐œ•๐‘ฅ(

๐œ•๐‘“

๐œ•๐‘ฅ)

๐œ•2๐‘ง

๐œ•๐‘ฆ2=

๐œ•

๐œ•๐‘ฆ(

๐œ•๐‘ง

๐œ•๐‘ฆ) = ๐‘ง๐‘ฆ๐‘ฆ = ๐‘“๐‘ฆ๐‘ฆ =

๐œ•

๐œ•๐‘ฆ(๐œ•๐‘“

๐œ•๐‘ฆ)

๐œ•2๐‘ง

๐œ•๐‘ฅ๐œ•๐‘ฆ=

๐œ•

๐œ•๐‘ฅ(

๐œ•๐‘ง

๐œ•๐‘ฆ) = ๐‘ง๐‘ฆ๐‘ฅ = ๐‘“๐‘ฆ๐‘ฅ =

๐œ•

๐œ•๐‘ฅ(๐œ•๐‘“

๐œ•๐‘ฆ)

๐œ•2๐‘ง

๐œ•๐‘ฆ๐œ•๐‘ฅ=

๐œ•

๐œ•๐‘ฆ(

๐œ•๐‘ง

๐œ•๐‘ฅ) = ๐‘ง๐‘ฅ๐‘ฆ = ๐‘“๐‘ฅ๐‘ฆ =

๐œ•

๐œ•๐‘ฆ(

๐œ•๐‘“

๐œ•๐‘ฅ).

Teorema 2.2 Titik Kritis (Purcell, 2010:248). Andaikan fungsi f didefinisikan

pada selang I yang memuat titik c. Jika f(c) adalah nilai ekstrem, maka c

haruslah berupa suatu titik kritis, yakni c berupa salah satu dari:

a. Titik ujung dari I

b. Titik stasioner dari f, (fโ€™(c)=0) atau

c. Titik singular dari f, (fโ€™(c) tidak ada).

31

Bukti:

Dengan ๐‘“(๐‘) berupa nilai maksimum f pada I, maka ๐‘“(๐‘ฅ) โ‰ค ๐‘“(๐‘) untuk semua

x dalam I, yaitu ๐‘“(๐‘ฅ) โˆ’ ๐‘“(๐‘) โ‰ค 0.

Jika ๐‘ฅ < ๐‘ sehingga ๐‘ฅ โˆ’ ๐‘ < 0, maka

๐‘“(๐‘ฅ)โˆ’๐‘“(๐‘)

๐‘ฅโˆ’๐‘โ‰ฅ 0 (2.28)

Sedangkan jika ๐‘ฅ > ๐‘, maka

๐‘“(๐‘ฅ)โˆ’๐‘“(๐‘)

๐‘ฅโˆ’๐‘โ‰ค 0 (2.29)

Akan tetapi, ๐‘“โ€ฒ(๐‘) ada karena ๐‘ bukan titik singular. Akibatnya, apabila ๐‘ฅ โ†’ ๐‘โˆ’

dalam Persamaan (2.28) dan ๐‘ฅ โ†’ ๐‘โˆ’ dalam Persamaan (2.29), maka diperoleh

๐‘“โ€ฒ(๐‘) โ‰ฅ 0 dan ๐‘“โ€ฒ(๐‘) โ‰ค 0. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ๐‘“โ€ฒ(๐‘) = 0.

Titik kritis untuk penyelesaian program nonlinear dapat digolongkan sebagai

maksimum atau minimum lokal.

Teorema 2.3 (Hillier, 2001:664). Jika ๐‘“(๐‘ฅ) adalah fungsi konkaf, maka titik

kritis dari fungsi tersebut pasti merupakan maksimum global.

Bukti:

Perhatikan masalah optimalisasi berikut

Maksimum ๐‘“(๐‘ฅ)

Dengan kendala ๐‘ฅ ๐œ– ๐‘†

32

Jika ๐‘† adalah himpunan konveks , ๐‘“: ๐‘† โ†’ ๐‘… adalah fungsi konkaf dan ๏ฟฝ๏ฟฝ

adalah titik maksimum lokal untuk masalah optimalisasi maka ๏ฟฝ๏ฟฝ adalah titik

maksimum global dari ๐‘“(๐‘ฅ) pada himpunan ๐‘†.

Misalkan ๏ฟฝ๏ฟฝ bukan titik maksimum global atau ๏ฟฝ๏ฟฝ titik maksimum lokal,

maka terdapat ๐‘ฆ ๐œ– ๐‘† yang memenuhi ๐‘“(๐‘ฆ) > ๐‘“(๏ฟฝ๏ฟฝ). Sebut saja ๐‘ฆ(๐œ†) = ๐œ†๏ฟฝ๏ฟฝ +

(1 โˆ’ ๐œ†)๐‘ฆ yang merupakan kombinasi konveks dari ๏ฟฝ๏ฟฝ dan ๐‘ฆ, untuk ๐œ† ๐œ– [0,1]. Hal

ini mengakibatan ๐‘ฆ(๐œ†)๐œ– ๐‘†, untuk ๐œ† ๐œ– [0,1].

๐‘“(๏ฟฝ๏ฟฝ) adalah fungsi konkaf dan berdasarkan Definisi 2.6 maka berlaku

๐‘“(๐‘ฆ(๐œ†)) = ๐‘“ (๐œ†๏ฟฝ๏ฟฝ + (1 โˆ’ ๐œ†)๐‘ฆ)

โ‰ฅ ๐œ†๐‘“(๏ฟฝ๏ฟฝ) + (1 โˆ’ ๐œ†)๐‘“(๐‘ฆ)

> ๐œ†๐‘“(๏ฟฝ๏ฟฝ) + (1 โˆ’ ๐œ†)๐‘“(๏ฟฝ๏ฟฝ)

= ๐‘“(๏ฟฝ๏ฟฝ)

untuk setiap ๐œ† ๐œ– [0,1]. Hal ini kontradiksi dengan asumsi bahwa ๏ฟฝ๏ฟฝ adalah

maksimum lokal. Dengan demikian haruslah ๏ฟฝ๏ฟฝ merupakan titik maksimum

global.

Fungsi lagrange merupakan metode penyelesaian masalah optimalisasi

dalam penentuan harga ekstrem, dengan batasan-batasan (constrains) tertentu

(Purcell, 1987:303).

1. Satu Pengali Lagrange

Prinsip dalam metode ini adalah mencari harga ekstrem (optimal) suatu

fungsi objektif ๐‘“(๐‘ฅ, ๐‘ฆ) dengan batasan-batasan tertentu yang harus dipenuhi,

yaitu ๐‘”(๐‘ฅ, ๐‘ฆ) = 0

33

Cara penyelesaian:

Membentuk fungsi Lagrange

๐น(๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐›พ) = ๐‘“(๐‘ฅ, ๐‘ฆ) + ๐›พ๐‘”(๐‘ฅ, ๐‘ฆ). (2.30)

Dengan syarat ekstrem:

๐œ•๐น

๐œ•๐‘ฅ= 0,

๐œ•๐น

๐œ•๐‘ฆ= 0,

๐œ•๐น

๐œ•๐›พ= 0. (2.31)

Parameter ๐›พ inilah yang disebut pengali Lagrange.

Contoh 2.4

Tentukan nilai minimum dari ๐‘“ = ๐‘ฅ๐‘ฆ + 2 ๐‘ฅ๐‘ง + 2 ๐‘ฆ๐‘ง dengan batasan fungsi

kendala volume ๐‘ฅ ๐‘ฆ ๐‘ง = 32.

Penyelesaian dengan membentuk fungsi lagrange sebagai berikut:

๐น = (๐‘ฅ๐‘ฆ + 2 ๐‘ฅ๐‘ง + 2 ๐‘ฆ๐‘ง) + ๐›พ(๐‘ฅ ๐‘ฆ ๐‘ง โˆ’ 32)

Syarat ekstrem yang diperoleh,

๐œ•๐น

๐œ•๐‘ฅ= ๐‘ฆ + 2 ๐‘ง + ๐›พ ๐‘ฆ ๐‘ง = 0 โ‡” ๐›พ =

โˆ’(๐‘ฆ+2 ๐‘ง)

๐‘ฆ ๐‘ง (2.32a)

๐œ•๐น

๐œ•๐‘ฆ= ๐‘ฅ + 2 ๐‘ง + ๐›พ ๐‘ฅ ๐‘ง = 0 โ‡” ๐›พ =

โˆ’(๐‘ฅ+2 ๐‘ง)

๐‘ฅ ๐‘ง (2.32b)

๐œ•๐น

๐œ•๐‘ง= 2 ๐‘ฅ + 2 ๐‘ฆ + ๐›พ ๐‘ฅ ๐‘ฆ = 0 โ‡” ๐›พ =

โˆ’(2๐‘ฅ+2๐‘ฆ)

๐‘ฅ ๐‘ฆ (2.32c)

Mencari nilai titik kritis,

Menggunakan Persamaan (2.32a) dan Persamaan (2.32b), diperoleh

โˆ’(๐‘ฆ+2 ๐‘ง)

๐‘ฆ ๐‘ง=

โˆ’(๐‘ฅ+2 ๐‘ง)

๐‘ฅ ๐‘ง โ‡” ๐‘ฅ๐‘ฆ + 2๐‘ฅ๐‘ง = ๐‘ฅ๐‘ฆ + 2๐‘ฆ๐‘ง โ‡” ๐‘ฅ = ๐‘ฆ.

34

Selanjutnya dari Persamaan (2.32a) dan Persamaan (2.32c), diperoleh

โˆ’(๐‘ฆ + 2 ๐‘ง)

๐‘ฆ ๐‘ง=

โˆ’(2๐‘ฅ + 2๐‘ฆ)

๐‘ฅ ๐‘ฆ โ‡” ๐‘ฅ๐‘ฆ + 2๐‘ฅ๐‘ง = 2๐‘ฅ๐‘ง + 2๐‘ฆ๐‘ง โ‡” ๐‘ฅ = 2๐‘ง.

Hasil yang diperoleh kemudian disubstitusikan ke fungsi kendala, sehingga

diperoleh:

๐‘ฅ ๐‘ฅ ๐‘ฅ

2= 32 โ‡” ๐‘ฅ3 = 64 โ‡” ๐‘ฅ = 4 โŸน ๐‘ฆ = 4 dan z = 2.

2. Lebih dari Satu Pengali Lagrange

Jika pengali Lagrange melibatkan lebih dari satu kendala, maka

penggunaan parameter yang dipilih dapat ditambahkan menjadi ๐›พ, ๐œ‡ atau

parameter yang lain.

Misalnya untuk memperoleh nilai ekstrem ๐‘“(๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐‘ง) dengan kendala

๐‘”(๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐‘ง) = 0 dan โ„Ž(๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐‘ง) = 0.

Cara penyelesaian:

Membentuk fungsi Lagrange

๐น(๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐‘ง, ๐›พ, ๐œ‡) = ๐‘“(๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐‘ง) + ๐›พ๐‘”(๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐‘ง) + ๐œ‡(๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐‘ง). (2.33)

Dengan syarat ekstrem:

๐œ•๐น

๐œ•๐‘ฅ= 0,

๐œ•๐น

๐œ•๐‘ฆ= 0,

๐œ•๐น

๐œ•๐‘ง= 0,

๐œ•๐น

๐œ•๐›พ= 0,

๐œ•๐น

๐œ•๐œ‡= 0. (2.34)

Metode ini dapat diperluas untuk ๐‘› variabel ๐‘“(๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘›) (2.35)

dengan ๐‘˜ kendala

โˆ…1(๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘›), โˆ…2(๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘›), โ€ฆ , โˆ…๐‘˜(๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘›). (2.36)

Sebagai fungsi Lagrangenya adalah:

35

๐น(๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘›, ๐›พ1, ๐›พ2, โ€ฆ , ๐›พ๐‘˜) = ๐‘“ + ๐›พ1โˆ…1 + ๐›พ2โˆ…2 + โ‹ฏ + ๐›พ๐‘˜โˆ…๐‘˜. (2.37)

Dengan cara penyelesaiannya adalah:

๐œ•๐น

๐œ•๐‘ฅ1= 0,

๐œ•๐น

๐œ•๐‘ฅ2= 0, โ€ฆ ,

๐œ•๐น

๐œ•๐‘ฅ๐‘›= 0,

๐œ•๐น

๐œ• ๐›พ1= 0, โ€ฆ ,

๐œ•๐น

๐œ• ๐›พ2= 0. (2.38)

Dengan ๐›พ1, ๐›พ2,โ€ฆ, ๐›พ๐‘˜ adalah pengali Lagrange.

Fungsi lagrange dapat pula dibentuk dengan cara mengurangkan fungsi

yang hendak dioptimalkan terhadap hasil kali ๐›พ dengan fungsi kendala, hasilnya

tetap sama. Penyelesaian lagrange multiplier mempunyai kondisi yang harus

dipenuhi untuk mendapatkan penyelesaian optimal. Jika masalah maksimalisasi

maka fungsi objektif harus dalam bentuk konkaf dan setiap fungsi kendala

berupa fungsi linear yang konveks, sedangkan jika masalah minimalisasi maka

fungsi objektif harus dalam bentuk konveks dan setiap fungsi kendala berupa

fungsi linear yang konveks (Winston, 2004:685).

F. Teknik Penarikan Sampel

Penggunaan metode sampling bertujuan untuk membuat penarikan

sampel lebih efisien (Cochran, 1977). Teknik penarikan sampel yang paling

sering digunakan adalah teknik penarikan Non-Probability Sampling. Non-

Probability Sampling adalah suatu prosedur penarikan sampel yang setiap

anggota populasi tidak memiliki peluang atau kesempatan sama bagi setiap

unsur (anggota populasi) untuk dipilih menjadi sampel. Sedangkan menurut

Sarwoko (2007) Non-Probability Sampling adalah teknik pengambilan sampel

dengan elemen-elemen dalam populasi tidak memilki probalitas-probalitas

36

yang melekat padanya sebagai dasar pengambilan sampel. Pengambilan sampel

didasarkan pada kriteria tertentu.

Salah satu teknik penarikan sampel Non-probability Sampling yaitu

dengan menggunakan purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik

pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono,

2010:218). Sedangkan menurut Sugiarto (2003) purposive sampling yaitu

penarikan sampel yang dilakukan untuk suatu tujuan tertentu (disengaja).

G. Saham

Saham merupakan secarik kertas yang menunjukkan hak pemodal (yaitu

pihak yang memiliki kertas tersebut) untuk memperoleh bagian dari prospek

atau kelayakan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut dan berbagai

kondisi yang memungkinkan pemodal tersebut menjalankan haknya (Suad,

2005:29).

Suatu perusahaan menjual hak kepemilikannya dalam bentuk saham

(stock). Jika perusahaan hanya mengeluarkan satu kelas saham, maka saham ini

disebut dengan saham biasa dan jika suatu perusahaan mengeluarkan lebih dari

satu kelas saham, maka disebut saham preferen (preferred stock). Menurut

Jogiyanto (2014:169), ada beberapa jenis saham yaitu:

1. Saham Biasa (common stock), saham yang dikeluarkan oleh perusahaan

yang hanya mengeluarkan satu kelas saham. Pemegang saham adalah

pemilik dari perusahaan yang mewakilkan kepada manajemen untuk

menjalankan operasi perusahaan.

37

2. Saham Preferen, saham ini mempunyai sifat gabungan (hybrid) antara

obligasi (bond) dan saham biasa. Dibandingkan dengan saham biasa, saham

preferen mempunyai beberapa hak, yaitu hak atas dividen tetap dan hak

pembayaran terlebih dahulu jika terjadi likuidasi. Saham preferen

dibedakan menjadi saham preferen yang dapat dikonversikan ke saham

biasa (convertible preferred stock), saham preferen yang dapat ditebus

(callable preferred stock), saham preferen dengan tingkat dividen yang

mengambang (floating atau adjustable-rate preferred stock).

3. Saham Treasuri (treasury stock), saham ini dimiliki oleh perusahaan yang

sudah pernah dikeluarkan dan beredar yang kemudian dibeli kembali oleh

perusahaan untuk tidak dipensiunkan tetapi disimpan sebagai treasuri.

H. Teori Portofolio

1. Pengertian Portofolio

Portofolio adalah serangkaian kombinasi beberapa sekuritas yang

diinvestasikan dan dipegang oleh investor, baik perorangan maupun lembaga.

Sekuritas dapat berupa saham, surat berharga, obligasi, sertifikat dan lain-lain.

Portofolio dapat didefinisikan sebagai suatu kombinasi atau gabungan

sekumpulan aset dengan mengalokasikan dana pada aset-aset tersebut dengan

tujuan memperoleh keuntungan dimasa yang akan datang (Sunariyah,

2004:194).

Investasi dapat didefinisikan sebagai penundaan konsumsi sekarang

untuk dimasukkan ke saham selama periode waktu yang tertentu (Jogiyanto,

2014:5). Adanya saham, penundaan konsumsi sekarang untuk diinvestasikan ke

38

saham tersebut akan meningkatkan utilitas (kepuasan) total. Investasi ke dalam

saham akan meningkatkan utilitas. Investor melakukan investasi untuk

meningkatkan utilitasnya dalam bentuk kesejahteraan keuangan. Penundaan

konsumsi yang dilakukan investor dimaksudkan untuk mendapatkan hasil atau

keuntungan yang digunakan untuk konsumsi mendatang.

Tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan kegiatan

investasi yaitu tingkat pengembalian (keuntungan) yang diharapkan (expected

rate of return), tingkat risiko (rate of risk), dan ketersediaan jumlah dana yang

akan diinvestasikan (Abdul, 2005:4). Tingkat risiko pada umumnya berbanding

lurus dengan tingkat pengembalian yang diharapkan atau dapat dikatakan

bahwa semakin tinggi risiko (risk) yang diambil maka tingkat pengembalian

(return) yang diharapkan akan semakin tinggi.

Pemilihan aset-aset oleh investor tergantung pada preferensi investor

terhadap risiko. Preferensi investor terhadap risiko dibedakan menjadi tiga yaitu

investor yang menyukai risiko atau pencari risiko (risk seeker), investor yang

netral terhadap risiko (risk neutral), dan investor yang tidak menyukai risiko

atau menghindari risiko (risk averter). Investor yang tidak menyukai risiko atau

penghindar risiko merupakan investor yang apabila dihadapkan pada dua

pilihan investasi yang memberikan tingkat pengembalian yang sama dengan

risiko yang berbeda, maka investor akan lebih suka mengambil investasi dengan

risiko yang lebih rendah (Abdul, 2005:42)

39

2. Return

Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Adanya

hubungan positif antara return dan risiko dalam berinvestasi yang dikenal

dengan high risk- high return, yang artinya semakin besar risiko yang

ditanggung, semakin besar pula return yang diperoleh. Artinya harus ada

pertambahan return sebagai kompensasi dari pertambahan risiko yang akan

ditanggung oleh investor (Jogiyanto, 2014:264). Return dapat berupa return

realisasian yang sudah terjadi atau return ekspektasian yang belum terjadi tetapi

yang diharapkan akan terjadi dimasa mendatang.

a. Return Realisasian

Jika seseorang menginvestasikan dananya pada saham ke-๐‘– periode ๐‘ก1

dengan harga ๐‘ƒ๐‘–(๐‘กโˆ’1) dan harga pada periode selanjutnya ๐‘ก2 adalah ๐‘ƒ๐‘–(๐‘กโˆ’2), maka

return total pada periode ๐‘ก1 sampai ๐‘ก2 adalah (๐‘ƒ๐‘–(๐‘กโˆ’1) โˆ’ ๐‘ƒ๐‘–(๐‘กโˆ’2))/๐‘ƒ๐‘–(๐‘กโˆ’1).

Return total dapat digambarkan sebagai pendapatan relatif atau tingkat

keuntungan (profit rate).

Return total dapat dinyatakan sebagai berikut (Jogiyanto, 2014:264)

๐‘…๐‘–๐‘ก = ๐‘ƒ๐‘–๐‘กโˆ’ ๐‘ƒ๐‘–(๐‘กโˆ’1)

๐‘ƒ๐‘–(๐‘กโˆ’1). (2.39)

Keterangan:

๐‘…๐‘–๐‘ก : return capital gain atau capital loss saham ke-i pada periode t

๐‘ƒ๐‘–๐‘ก : harga penutupan saham ke-i pada periode ke-t

๐‘ƒ๐‘–(๐‘กโˆ’1) : harga penutupan saham ke-i pada periode ke-(t-1)

40

Jika harga investasi sekarang ๐‘ƒ๐‘–๐‘ก lebih tinggi dari harga investasi periode

lalu ๐‘ƒ๐‘–(๐‘กโˆ’1) ini berarti terjadi keuntungan modal (Capital Gain), jika sebaliknya

berarti terjadi kerugian (Capital Loss).

b. Return Ekspektasian

Return ekspektasian (expected return) merupakan return yang

digunakan untuk pengambilan keputusan investasi. Return ekspektasian

(expected return) dapat dihitung berdasarkan beberapa cara sebagai berikut ini:

a) Berdasarkan nilai ekspektasian masa depan,

b) Berdasarkan nilai-nilai return historis,

c) Berdasarkan model return ekspektasian yang ada.

Berdasarkan nilai-nilai return historis untuk menghitung nilai return

ekspektasian, terdapat tiga metode yang dapat diterapkan yaitu metode rata-rata

(mean method), metode trend (trend method), dan metode jalan acak (random

walk method) (Jogiyanto, 2014:282). Diantara ketiga metode yang paling

banyak digunakan adalah metode rata-rata (mean method). Menghitung

expected return saham individual menggunakan persamaan berikut,

๐ธ(๐‘…๐‘–) = โˆ‘ ๐‘…๐‘–๐‘ก

๐‘›๐‘–=1

๐‘ข. (2.40)

Keterangan:

E(Ri) : expected return saham ke-i

๐‘…๐‘–๐‘ก : return saham ke-i pada periode t

u : banyaknya return yang terjadi pada periode observasi

Return realisasi portofolio (portofolio realized return) merupakan rata-

rata tertimbang dari return-return relisasian masing-masing saham tunggal di

41

dalam portofolio tersebut. Secara matematis, return realisasian portofolio dapat

ditulis sebagai berikut:

๐‘…๐‘ = โˆ‘ ๐‘ฅ๐‘–๐‘…๐‘–.๐‘›๐‘–=1 (2.41)

Keterangan:

๐‘…๐‘ : Return realisasian portofolio

๐‘ฅ๐‘– : Proporsi dari saham i terhadap seluruh sekuritas di portofolio

๐‘…๐‘– : Return realisasian dari saham ke-i

๐‘› : Jumlah dari saham tunggal

Sedangkan return ekspektasian portofolio (portofolio expected return)

merupakan rata-rata tertimbang dari return-return ekspektasian masing-masing

sekuritas tunggal di dalam portofolio. Return ekspektasian portofolio dapat

dinyatakan secara matematis sebagai berikut:

๐ธ(๐‘…๐‘) = โˆ‘ ๐‘ฅ๐‘–๐ธ(๐‘…๐‘–).๐‘›๐‘–=1 (2.42)

Keterangan:

๐ธ(๐‘…๐‘) : return ekspektasian dari portofolio

๐‘ฅ๐‘– : proporsi dari saham i terhadap seluruh saham di portofolio

๐ธ(๐‘…๐‘–) : return ekspektasian dari saham ke-i

๐‘› : jumlah dari saham tunggal

3. Risiko

Risiko didefinisikan sebagai besarnya penyimpangan antara tingkat

pengembalian yang diharapkan (expected return) dengan tingkat pengembalian

yang dicapai secara nyata (realized return) (Abdul, 2005:42). Menghitung

return saja untuk suatu investasi tidaklah cukup. Risiko dari investasi juga perlu

42

diperhitungkan. Return dan risiko mempunyai hubungan yang positif, semakin

besar risiko yang harus ditanggung, semakin besar return yang harus

dikompensasikan (Jogiyanto, 2014:285).

a. Risiko Saham Individual

Menghitung risiko saham individual menggunakan persamaan berikut,

๐œŽ๐‘–2 =

โˆ‘ (๐‘…๐‘–๐‘กโˆ’ ๐ธ(๐‘…๐‘–))2๐‘›๐‘ก=1

๐‘ข. (2.43)

Keterangan:

๐œŽ๐‘–2 : risiko saham ke-i

๐‘…๐‘–๐‘ก : return saham ke-i pada periode t

๐ธ(๐‘…๐‘–) : expected return saham ๐‘–

๐‘ข : banyaknya return yang terjadi pada periode observasi

Persamaan untuk menghitung kovarian adalah

๐‘๐‘œ๐‘ฃ(๐‘…๐‘–๐‘…๐‘—) = ๐œŽ๐‘–๐‘— =โˆ‘ {๐‘…๐‘–๐‘กโˆ’ ๐ธ(๐‘…๐‘–)}{๐‘…๐‘—๐‘กโˆ’๐ธ(๐‘…๐‘—)}๐‘›

๐‘ก=1

๐‘ข. (2.44)

Keterangan:

๐‘๐‘œ๐‘ฃ(๐‘…๐‘–๐‘…๐‘—) : kovarian return antara saham i dengan saham j

๐‘…๐‘–๐‘ก : return saham ke-i pada periode t

๐ธ(๐‘…๐‘–) : expected return saham ๐‘–

๐‘…๐‘—๐‘ก : return saham ke-j pada periode t

๐ธ(๐‘…๐‘—) : expected return saham j

๐‘ข : banyaknya return yang terjadi pada periode observasi

43

b. Risiko Portofolio

Konsep dari risiko portofolio pertama kali diperkenalkan secara formal

oleh Harry M. Markowitz di tahun 1950-an. Konsep tersebut menunjukkan

bahwa secara umum risiko mungkin dapat dikurangi dengan menggabungkan

beberapa sekuritas tunggal ke dalam bentuk portofolio. Risiko portofolio tidak

harus sama dengan rata-rata tertimbang risiko-risiko dari seluruh sekuritas

tunggal. Risiko portofolio bahkan dapat lebih kecil dari rata-rata tertimbang

risiko masing-masing sekuritas tunggal (Jogiyanto, 2014:287).

Portofolio dengan Dua Saham

Return portofolio ekspektasian adalah sebesar:

๐ธ(๐‘…๐‘) = ๐‘ฅ๐ด ๐ธ(๐‘…๐ด) + ๐‘ฅ๐ต ๐ธ(๐‘…๐ต). (2.45)

Keterangan:

๐ธ(๐‘…๐‘) : Expected return portofolio

๐‘ฅ๐ด : Proporsi dari saham A terhadap seluruh sekuritas di portofolio

๐ธ(๐‘…๐ด) : Expected return saham A

Risiko portofolio dapat diukur dengan besarnya deviasi standar atau

varian dari nilai-nilai return sekuritas-sekuritas tunggal yang ada di dalamnya

(Jogiyanto, 2014:289). Oleh karena itu, varian return portofolio yang

merupakan risiko portofolio dapat dituliskan sebagai berikut:

๐‘‰๐‘Ž๐‘Ÿ(๐‘…๐‘) = ๐œŽ๐‘2 = ๐‘ฅ๐ด

2 ๐œŽ๐‘…๐ด2 + ๐‘ฅ๐ต

2 ๐œŽ๐‘…๐ต2 + 2๐‘ฅ๐ด๐‘ฅ๐ต ๐ถ๐‘œ๐‘ฃ(๐‘…๐ด๐‘…๐ต). (2.46)

Keterangan:

๐‘‰๐‘Ž๐‘Ÿ(๐‘…๐‘) = ๐œŽ๐‘2: varians return portofolio

๐‘ฅ๐ด : proporsi dari saham A terhadap seluruh sekuritas di portofolio

44

๐œŽ๐‘…๐ด2 : varians return saham A

๐ถ๐‘œ๐‘ฃ(๐‘…๐ด๐‘…๐ต): kovarian antara return saham A dan B

Kovarian (covariance) antara return saham A dan B yang ditulis sebagai

๐ถ๐‘œ๐‘ฃ(๐‘…๐ด๐‘…๐ต) atau ๐œŽ๐ด๐ต, menunjukkan hubungan arah pergerakan dari nilai-nilai

return sekuritas A dan B. Kovarian yang dihitung dengan menggunakan data

historis dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut ini.

๐ถ๐‘œ๐‘ฃ(๐‘…๐ด๐‘…๐ต) = ๐œŽ๐ด๐ต = โˆ‘[(๐‘…๐ด๐‘–โˆ’๐ธ(๐‘…๐ด๐‘–)) (๐‘…๐ต๐‘–โˆ’๐ธ(๐‘…๐ต๐‘–))]

๐‘ข.๐‘›

๐‘–=1 (2.47)

Keterangan:

Cov(RAR๐ต): kovarian return antara saham A dan saham B

RAi : return masa depan saham A kondisi ke- i

RBi : return masa depan saham B kondisi ke- i

E(RAi) : return ekspektasian saham A

E(RBi) : return ekspektasian saham B

๐‘ข : banyaknya return yang terjadi pada periode observasi

Koefisien korelasi menunjukkan besarnya hubungan pergerakan antara

dua variabel relatif terhadap masing-masing deviasinya. Dengan demikian, nilai

koefisien korelasi antara variabel A dan B (๐œŒ๐ด๐ต) dapat dihitung dengan

membagi nilai kovarian dengan deviasi variabel-variabelnya.

๐œŒ๐ด๐ต =๐ถ๐‘œ๐‘ฃ(๐‘…๐ด๐‘…๐ต)

๐œŽ๐ด ๐œŽ๐ต. (2.48)

Dari rumus (2.48), nilai dari kovarian return saham A dan B dapat

dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi sebagai berikut:

๐ถ๐‘œ๐‘ฃ(๐‘…๐ด๐‘…๐ต) = ๐œŒ๐ด๐ต ๐œŽ๐ด ๐œŽ๐ต. (2.49)

45

Menggunakan Persamaan (2.49), selanjutnya rumus varian portofolio

pada Persamaan (2.46) dapat dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi

sebagai berikut:

๐‘‰๐‘Ž๐‘Ÿ(๐‘…๐‘) = ๐œŽ๐‘2 = ๐‘ฅ๐ด

2 ๐œŽ๐‘…๐ด2 + ๐‘ฅ๐ต

2 ๐œŽ๐‘…๐ต2 + 2๐‘ฅ๐ด๐‘ฅ๐ต ๐œŒ๐ด๐ต ๐œŽ๐ด๐œŽ๐ต. (2.50)

Portofolio dengan banyak saham

Dalam hal ini portofolio terdiri dari ๐‘› buah sekuritas dengan proporsi

masing-masing saham ke-i sebesar ๐‘ฅ๐‘–. Sebelumnya besar varian untuk

portofolio dengan 3 sekuritas ini dapat dituliskan:

๐œŽ๐‘2 = [๐‘ฅ1

2๐œŽ12 + ๐‘ฅ2

2๐œŽ22 + ๐‘ฅ3

2๐œŽ32] + [2๐‘ฅ1๐‘ฅ2๐œŽ12 + 2๐‘ฅ1๐‘ฅ3๐œŽ13 + 2๐‘ฅ2๐‘ฅ3๐œŽ23]. (2.51)

Selanjutnya untuk ๐‘› -saham, rumus varian dituliskan sebagai berikut:

๐œŽ๐‘2 = [๐‘ฅ1

2๐œŽ12 + ๐‘ฅ2

2๐œŽ22 + ๐‘ฅ3

2๐œŽ32 + โ‹ฏ + ๐‘ฅ๐‘›

2๐œŽ๐‘›2] + [2๐‘ฅ1๐‘ฅ2๐œŽ12 +

2๐‘ฅ1๐‘ฅ3๐œŽ13 + 2๐‘ฅ2๐‘ฅ3๐œŽ23 + โ‹ฏ + 2๐‘ฅ2๐‘ฅ๐‘›๐œŽ2๐‘› + โ‹ฏ +

2๐‘ฅ๐‘›โˆ’1๐‘ฅ๐‘›๐œŽ๐‘›โˆ’1,๐‘›]. (2.52)

Persamaan (2.52) dapat dituliskan menjadi persamaan berikut (Eduardus,

2001:66)

๐œŽ๐‘2 = โˆ‘ ๐‘ฅ๐‘–

2๐œŽ๐‘–2๐‘›

๐‘–=1 + โˆ‘ โˆ‘ ๐‘ฅ๐‘–๐‘ฅ๐‘—๐œŽ๐‘–๐‘—.๐‘›๐‘—=1๐‘–โ‰ ๐‘—

๐‘›๐‘–=1 (2.53)

Keterangan:

๐œŽ๐‘2 : risiko portofolio

ฯƒi2 : varians dari investasi pada saham ke-i

๐‘ฅi2 : proporsi dari saham i terhadap seluruh saham di portofolio

๐‘ฅj2 : proporsi dari saham j terhadap seluruh saham di portofolio

๐œŽ๐‘–๐‘— : kovarian return antara saham i dan saham j

46

4. Uji Normalitas

Uji normalitas data dilakukan sebelum data diolah berdasarkan model-

model penelitian yang dilakukan. Menurut Setyosari (2010:238) distribusi

normal merupakan suatu distribusi atau persebaran yang simetris sempurna dari

skor rata-rata. Uji normalitas data bertujuan untuk mendeteksi distribusi data

dalam suatu variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Sedangkan

menurut Syofian (2013:153) menyatakan bahwa tujuan uji normalitas adalah

mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak. Ada berbagai

cara untuk menguji normalitas data yang telah dikembangkan oleh para ahli,

salah satunya menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov yang sering digunakan.

Prinsip kerja uji Kolmogorov-Smirnov adalah membandingkan frekuensi

observasi (Syofian, 2013:153).

Uji normalitas dalam dunia investasi bertujuan untuk menguji return

saham berdistribusi normal atau tidak. Pengujian ini digunakan untuk

mengantisipasi terjadinya ketidakstabilan harga, sehingga dikhawatirkan

mengalami penurunan harga saham yang signifikan dan merugikan investor.

Return saham yang berdistribusi normal dapat dimasukkan sebagai saham

pembentuk portofolio. Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dapat dilakukan

dengan bantuan SPSS.

Prosedur untuk pengujian menggunakan Kolmogorov-Smirnov

a. Hipotesis

๐ป0: data berdistribusi normal

๐ป1: data tidak berdistribusi normal

47

b. Taraf signifikansi ๐›ผ

c. Statistik uji

Kolmogorov-Smirnov ๐‘‡ =๐‘†๐‘ข๐‘

๐‘‹ |๐นโˆ—(๐‘‹) โˆ’ ๐‘†(๐‘‹)|

๐นโˆ—(๐‘‹) adalah distribusi kumulatif data sampel

๐‘†(๐‘‹) adalah distribusi kumulatif yang dihipotesiskan

d. Kriteria pengujian hipotesis

๐ป0 ditolak jika ๐‘‡ < ๐‘‡๐‘ก๐‘Ž๐‘๐‘’๐‘™ atau ๐‘ โˆ’ ๐‘ฃ๐‘Ž๐‘™๐‘ข๐‘’ < ๐›ผ

๐ป0 diterima jika ๐‘‡ > ๐‘‡๐‘ก๐‘Ž๐‘๐‘’๐‘™ atau ๐‘ โˆ’ ๐‘ฃ๐‘Ž๐‘™๐‘ข๐‘’ > ๐›ผ

e. Perhitungan

f. Kesimpulan

5. Model Portofolio

Model portofolio dapat diformulasikan dalam bentuk pemrograman

nonlinear. Andaikan ๐‘› saham yang termasuk dalam portofolio dan misalkan

variabel keputusan ๐‘ฅ๐‘— (๐‘— = 1,2,3, . . . , ๐‘›) menyatakan banyaknya proporsi dana

yang diinvestasikan pada saham ๐‘—. Selanjutnya expected return diterangankan

sebagai R(x) dan V(x) sebagai varian atau total risiko dari saham yang masuk

kedalam portofolio. Model ini memaksimalkan ekspektasi return dengan

tingkat risiko tertentu, parameter ฮฒ merupakan konstanta tak negatif yang

mengukur tingkat keinginan investor terhadap hubungan antara ekspektasi

return dan risiko. Pemilihan ฮฒ kecil dan mendekati 0 menyatakan bahwa risiko

diabaikan, apabila nilai ฮฒ yang diambil besar atau sama dengan 1 artinya

investor sangat memperhatikan risiko. Nilai untuk ฮฒ yaitu 0<ฮฒโ‰ค1. Berdasarkan

48

Persamaan (2.42) dan (2.53) diperoleh model pemrograman nonlinear sebagai

berikut (Hillier, 2001:658) :

Memaksimumkan

๐‘“(๐‘ฅ) = ๐‘…(๐‘ฅ) โˆ’ ๐›ฝ๐‘‰(๐‘ฅ)

= โˆ‘ ๐ธ(๐‘…๐‘—)๐‘ฅ๐‘—๐‘›๐‘—=1 โˆ’ ๐›ฝ (โˆ‘ ๐‘ฅ๐‘—

2๐œŽ๐‘—2๐‘›

๐‘—=1 + โˆ‘ โˆ‘ ๐‘ฅ๐‘–๐‘ฅ๐‘— ๐œŽ๐‘–๐‘—๐‘›๐‘—=1๐‘–โ‰ ๐‘—

๐‘›๐‘–=1 ) (2.54)

dengan kendala

โˆ‘ ๐‘ฅ๐‘—๐‘›๐‘—=1 โ‰ค ๐ต (2.55a)

dan ๐‘ฅ๐‘— โ‰ฅ 0, untuk ๐‘— = 1, 2, 3, . . . , ๐‘›. (2.55b)

dimana B merupakan jumlah uang yang dianggarkan untuk portofolio.

Pemrograman nonlinear pada fungsi tujuan Persamaan (2.54) merupakan

model mean variance Markowitz yaitu memaksimumkan expected return

dengan risiko tertentu. Model mean variance Markowitz didefinisikan

menggunakan fungsi lagrange dengan satu pengali lagrange yaitu ๐›ฝ untuk

memperoleh penyelesaian optimal.

I. Kinerja Portofolio

Seorang investor akan menghadapi kesulitan dalam pembentukan suatu

portofolio. Terdapat banyak bentuk portofolio dalam kemungkinan dari

kombinasi saham-saham yang ada. Pada pemilihan portofolio, investor memilih

portofolio yang optimal. Portofolio optimal berbeda untuk masing-masing

investor.

49

Seorang investor yang rasional akan memilih potofolio efisien.

Portofolio efisien (efficient portofolio) didefinisikan sebagai portofolio yang

memberikan return ekspektasian terbesar dengan risiko tertentu atau

memberikan risiko terkecil dengan return ekspektasian tertentu (Jogiyanto,

2014:367). Sedangkan portofolio optimal merupakan portofolio dengan

kombinasi return ekspektasian dan risiko terbaik.

Investor selalu ingin memaksimalkan return yang diharapkan dengan

tingkat risiko tertentu yang bersedia ditanggungnya, atau mencari portofolio

yang menawarkan risiko terendah dengan tingkat return tertentu. Karakteristik

portofolio seperti ini disebut sebagai portofolio yang efisien (Eduardus,

2001:74). Sedangkan portofolio yang dipilih seorang investor dari sekian

banyak pilihan yang ada pada kumpulan portofolio efisien merupakan

portofolio optimal.

Return tinggi belum tentu menjadi investasi yang baik, return rendah

juga dapat menghasilkan investasi yang baik jika mempunyai tingkat risiko

yang rendah pula. Oleh karena itu return yang dihitung perlu menyesuaikan

dengan risiko yang harus ditanggung. Beberapa model perhitungan return

sesuaian-risiko (risk-adjusted return) adalah return reward to variability,

reward to volatility, reward to market risk, reward to diversification, Jensenโ€™s

alpha, ๐‘€2, dan rasio informasi (Jogiyanto, 2014:708). Dalam penelitian ini

akan digunakan reward to variability (sharpe measure). Kinerja portofolio yang

dihitung menggunakan pengukuran ini dilakukan dengan membagi return lebih

(excess retur) dengan variabilitas (variability) return portofolio. Reward to

50

variability ratio yaitu perbandingan antara tingkat pengembalian portofolio dan

risiko portofolio. Portofolio yang memiliki kinerja terbaik adalah yang

mempunyai indeks sharpe tertinggi. Dengan demikian diperoleh persamaan

dalam pengukur indeks sharpe dapat dilihat sebagai berikut (Rahadian, 2014:5):

๐ผ๐‘›๐‘‘๐‘’๐‘˜๐‘  ๐‘ โ„Ž๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘๐‘’ =๐‘…๐‘

๐œŽ๐‘. (2.56)

Keterangan:

๐‘…๐‘: Return portofolio

๐œŽ๐‘: Risiko portofolio

J. Excel Solver

Penelitian ini menggunakan bantuan excel dalam menyelesaikan

pemrograman linear. Excel merupakan program pengolah lembar kerja

Microsoft yang berada dalam satu paket dengan office. Penyempurnaan paket

Office membuat excel semakin berguna untuk menyelesaikan berbagai kasus

melalui fasilitas Add In, Data Analysis, Scenario. Disamping itu, beberapa

program yang memanfaatkan kelebihan spread sheet di dalam Excel seperti

Crystal Ball, @ risk, Tree Plan, Whatโ€™s best, dan lain-lain juga sudah tersedia

untuk membantu pengguna untuk mengeksplorasi diri guna memecahkan

berbagai masalah yang ada. Solver adalah fasilitas bawaan excel yang

memungkinkan pengguna untuk menyelesaikan kasus-kasus optimalisasi bukan

hanya model linear (Siswanto, 2006:197). Fasilitas Solver belum terinstal secara

langsung pada excel, langkah-langkah memunculkan menu solver sebagai

berikut:

51

a. Klik Office Button (button berbentuk logo Ms. Office), kemudian pilih excel

option

b. Pilih bagian Add-ins, kemudian pilih Excel Add-in pada opsi Manage dan

klik GO

c. Muncul kotak dialog Add-in dan check pada Solver Add-in dan klik OK

d. Solver muncul pada menu Data.

Recommended