View
1
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
12
BAB II
LANDASAN TEORI
Bagian kedua dalam penelitian ini merupakan landasan teoritik yang akan dikemukan
dan digunakan sebagai pendukung dalam menganalisa data. Teori-teori yang ada akan
dikonseptualkan untuk membantu mendeskripsikan dan menganalisa data penelitian.
A. Konseling masyarakat
Konseling menjadi penting untuk membantu masyarakat dalam mengembangkan potensi
dan pengetahuan masyarakat dalam menyelesaikan masalah. Keterbatasan masyarakat untuk
memperoleh pengetahuan dan memanfaatkan konseling, menimbulkan berbagai fenomena
masalah masyarakat. Konseling memungkinkan masyarakat mengembangkan bakat dan
minat, serta memperoleh kesempatan untuk mengentaskan permasalahan yang dihadapi.1
Konseling berasal dari Bahasa Inggris to counsel yang berarti memberi arahan dan memberi
nasehat. Tokoh yang melakukan proses konseling disebut konselor. Dalam pemahaman ini
maka dalam proses konseling menempatkan konselor ke dalam relasi bersama dengan
konseli. Selanjutnya proses konseling hanya dapat dibangun jika konselor menganggap
konseli itu sangat berharga bukan sekedar dikasihani tetapi dicintai. Sehingga dalam proses
konseling dimana terciptanya relasi atau hubungan yang harmonis orang dimungkinkan dapat
mengalami kedamaian dan kebahagaiaan.2 Kedamaian dan kebahagiaan yang tercipta, akan
menumbuhkan rasa saling menghargai terhadap diri sendiri tetapi juga kepada orang lain.
Dengan demikian akan terbuka hubungan atau relasi yang luas dan mendalam dengan orang
lain yakni dengan menempatkan diri kita pada perasaan orang lain kita dapat mengetahui apa
yang sedang digumuli. Dalam proses konseling yang dibangun oleh konselor dan konseli
1 J.D.Engel, Konseling Masalah Masyarakat ( Yogyakarta:Kanisius, 2018),2
2 J. D. Engel, Konseling suatu Fungsi Pastoral, (Salatiga: Tisara Grafika, 2007), 1
13
harus berdasarkan kasih agar dapat tercipta komunikasi yang baik dan juga menumbuhkan
nilai spiritual.3
Keefektifan konseling bergantung pada banyak faktor yang terpenting adalah relasi satu sama
lain, dan saling mengerti antara konselor dan klien. Membangun hubungan yang baik saat proses
konseling berlangsung agar konselor dapat memahami budaya yang dimiliki kliennya salah satu sikap
kunci yang ada dalam diri konsleor adalah empati. Konselor yang memiliki sikap empati akan dapat
memahami cara pandang dunia melalui perspektif klien.4
Engel mengemukakan bahwa konseling merupakan suatu upaya untuk memanusiakan
sesama manusia. Dalam upaya memanusikan itulah, terkandung makna pemberdayaan yang
menjadi tujuan utama suatu proses pendampingan dan konseling yang dilakukan. Dengan itu,
konseling adalah suatu proses pertolongan yang membuat orang diberdayakan untuk hidup
yang menghidupkan dan memanusiakan sesama manusia. Itu berarti konseling tidak sekadar
membawa orang keluar dari keterpurukan dan penderitaan hidup, tetapi mengembangkan
potensi-potensi yang dimiliki untuk memberdayakan dirinya dan orang lain, bahkan
masyarakat.5 Dari pemahaman tersebut dapat disimpulkan bahwa konseling menjadi wadah
pengembangan dan pemberdayaan terhadap potensi-potensi yang dimiliki oleh individu
maupun kelompok untuk dapat melakukan perubahan baik untuk diri sendiri, orang lain
maupun masyarakat. Perubahan yang dipromosikan untuk klien dapat menjadikan klien
diberdayakan dan memberikan kontribusi yang baik dalam masyarakat. Asumsi dasar yang
mendasari masyarakat memimpin konseling bertolak pada berbagai bentuk pertolongan.
Konseling masyarakat adalah bentuk pertolongan secara komprehensif, yang didasarkan pada
kompetensi multicultural dan berorientasi keadilan sosial masyarakat. Karena perilaku
manusia dipengaruhi oleh lingkungan, maka konselor masyarakat menggunakan strategi yang
3 J. D. Engel, Konseling suatu Fungsi Pastoral( Salatiga: Tisara Grafika, 2007)2
4 Nuzliah, Counseling Multikultural. Jurnal Edukasi Vol 2, Nomor 2, July 2016
5 J.D.Engel, Konseling Masalah Masyarakat ( Yogyakarta:Kanisius, 2018),2,3
14
memfasilitasi perkembangan yang sehat dari klien dan masyarakat.6 Konseling masyarakat
seperti yang dikemukan oleh Lewis didalam Engel memberikan sebuah pemahaman bahwa
sebagai konselor masyarakat harus memiliki ketrampilan dan strategis yang tepat dalam
rangka memfasilitasi dan mendukung perkembangan klien yang sehat. Proses mendukung
dan memfasilitasi klien bukan saja berdampak sehat bagi klien itu sendiri tetapi juga
berdampak sehat pada masyarakat. Hal ini dikarenakan klien selalu dipengaruhi oleh
lingkungan masyarakat dimana klien itu berada dan berinteraksi.
Kata masyarakat dipahamai secara berbeda, tergantung pada cara pandang orang
bagaimana memahaminya. Lewis et al. didalam Engel menyadur pendapat Paisley yang
merujuk defenisi masyarakat sebagai sistem yang memiliki kesatuan, kontinuitas, dan
prediktabilitas. Individu, kelompok dan organisasi merupakan link bagi masyarakat.
Masayarakat juga link individu untuk masyarakat lain, termasuk masyarakat yang lebih besar.
Dengan demikian, masyarakat berfungsi sebagai media dimana individu dapat bertindak dan
mentransformasikan norma. Dengan demikian, seorang individu menjadi milik lebih dari satu
komunitas pada suatu waktu. Dengan itu, individu sebagai anggota masyarakat saling
mempengaruhi secara langsung dan tidak langsung secara positif maupun negative. Asumsi
berpikir seperti ini menjadi alasan mengapa pendampingan dan konseling masyarakat itu
perlu.7 Dari pemahaman tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari relasi dan interaksi sosial yang dibangun oleh individu maupun
kelompok. Penerapan norma-norma dalam masyarakat akan mempengaruhi pola pikir dan
tindakan baik dari individu maupun kelompok. Individu maupun kelompok merupakan satu
kesatuan yang tak terpisahkan dalam masyarakat yang saling berhubungan erat.
6 Lewis, Judith A, et.al, Community Counseling: A Multicultural-Social Justice Perspektive
(USA,2011),10 7 P,O Paisley. Creating Community: Group Work and the Arts, (Athens:GA, 1996)
15
King didalam Engel menegaskan, sebagai anggota komunitas dalam lingkup nasional dan
dunia, setiap individu harus mengembangkan hubungan yang sehat dan perasaan yang saling
hormat menghormati. Konselor masyarakat diharapkan menemukan model konseling
komunitas untuk membina kesehatan mental klien, dan mempromosikan masyarakat untuk
lebih toleran, responsive, dan penuh perhatian. Untuk melakukan hal ini konselor masyarakat
harus memiliki kompetensi multicultural agar bisa bekerja secara efektif dan etis, bersama
orang-orang yang berasal dari kelompok yang beragam kompetensi dan latar belakang
budaya. 8 Dalam proses untuk mengembangkan hubungan yang sehat dan saling
menghormati antara konselor dank lien diperlukan kompetensi multicultural yang harus
dimiliki oleh seorang klien. Dengan berbagai latar belakang yang beragam dari klien,
konselor harus mampu membangun kerja sama dan mampu mengenali konteks budaya dari
klien sehingga proses konseling yang terjadi akan berjalan dan menghasilkan sesuatu yang
baik untuk perubahan klien itu sendiri maupun perubahan lingkungan masyarakat.
Menurut Sue ada 3 hal yang harus dimiliki konselor sesuai dengan The professional
Standards Committee of the Association for Multicultural Counseling and Development
(AMCD) yang dimana sebagai dasar yang telah menghasilkan kompetensi dasar dan standar
multikultural yaitu: Attitudes dan Belief, Knowledge. dan Skills. Adapun tujuan yang ingin
dicapai dengan konselor memiliki kompetensi dasar tersebut adalah:
1. Counselor awareness of own cultural values and beliefs. Jika Anda memiliki rasa
empati dengan orang-orang yang berbeda latar belakang, namun ada tetap harus
memiliki kesadaran sendiri terhadap nilai dan kepercayaan yang ada pada diri sendiri
(konselor) yaitu pada nilai-nilai kebenaran
8 M,L.King. Strength to love, ( New York: Walker, 1963)
16
2. Counselor awareness of client worldview. Untuk bisa melihat dan memahami dunia
klien adalah banyak membaca dan belajar tentang berbagai budaya agar bisa
memahami apa yang dipahami klien tentang dunianya.
3. Culturally appropriate intervention strategies. Konselor juga perlu banyak membaca,
belajar, dan berlatih dari berbagai buku dan teknik serta strategu bagaimana
menginterensi budaya dengan cara yang sesuai.9
Patterson10
menyebutkan lima kualitas dasar yang harus dimiliki oleh seorang konselor
yaitu :
1. Respect. Menghargai klien merupakan hal yang paling penting bagi konselor. Hal ini
termasuk memiliki kepercayaan kepada klien dan memiliki asumsi bahwa klien
memiliki kemampuan untuk mengambil tanggung jawab untuk dirinya sendiri
(termasuk selama proses konseling berlangsung), klien memilki kemampuan untuk
menentukan pilihan dan memutuskan dan memecahkan masalah.
2. Genuinenes. Konseling merupakan hubungan yang nyata. Konselor perlu untuk
memiliki kesungguhan dalam memberikan konseling dan juga adalah sosok yang
nyata. Selain itu konselor harus sesuai dengan diri sesungguhnya (kongruensi) ini
berarti bahwa konselor betul-betul menjadi dirinya tanpa kepalsuan
3. Emphathic understanding. Pemahaman yang empati lebih dari sekedar pengetahuan
tentang klien. Akan tetapi pemahaman yang melibatkan dunia dan budaya klien secara
mendalam. Patterson mengemukakan bahwa kemampuan untuk menunjukkan empati
pada budaya secara konsisten dalam hal-hal yang memiliki makna merupakan
variabel penting untuk melibatkan klien.
9 Sue, D. W., Arredoude, P., & MCdaris, R. J (Multucultural Counseling Competencies and Standards:
A call to the Proffesion. Journal of Multicultural Counseling & Devolopment., 20 (2), hlm 64
10
Patterson, CH. (2004). Do We Need Multicultural Counseling Competencies?. Journal of Mental
Health Counseling.Vol. 26, 1, p. 67-73.
17
4. Communication of empathic, respect and genuiness to the client. Kondisi ini penting
untuk di persepsi, diakui, dan dirasakan oleh klien. Persepsi tersebut akan mengalami
kesulitan jika klien berbeda dengan konselor baik dari budaya, ras, sosial ekonomi,
umur, dan jender. Oleh karena itu penting bagi konselor untuk memahami perbedaan
tersebut. Sue (Patterson) menyatakan bahwa pemahaman terhadap perbedaan budaya
baik secara verbal maupun nonverbal akan sangat membantu dalam proses konseling.
Berdasarkan atas kompetensi-kompetensi tersebut maka konselor harus melihat dan
memperhatikan hubungan yang harus dibangun bersama dengan klien dalam menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi oleh klien atau individu. Hubungan yang dibangun harus
bersifat jangka panjang dan konselor harus dengan skill yang dimiliki dapat melihat
perbedaan-perbedaan yang ada sebagai bagian dari proses penyelesaian sebuah masalah
yang dihadapi oleh klien. Dari pemahaman yang dikemukan oleh Sue dan Patterson dapat
disimpulkan bahwa ketrampilan dan kompetensi multicultural yang harus dimiliki oleh
konselor memiliki tujuan dasar untuk dapat mengenali nilai-nilai budaya yang ada pada diri
klien dan mampu membangun hubungan yang nyaman dalam proses konseling.
Kemampuan yang dimiliki oleh konselor harus mampu memberikan perubahan dan
mengenali permasalahan secara tepat.
Konseling masyarakat mempromosikan perubahan dan pertumbuhan, memberikan
pedoman yang efektif untuk merencanakan dan melaksanakan program konseling
masyarakat yang produktif. Dengan itu asumsi yang mendasari konseling masyarakat abad
ke-21 yaitu bahwa pembangunan manusia (individu) dan perilaku berlangsung dalam
lingkungan masyarakat yang berpotensi memelihara, membatasi atau menghancurkan,
pembangunan individu bersifat multicultural sebagai pusat konseling masyarakat,
18
pengembangan individu dan masyarakat berhubungan erat.11
Jordan didalam Engel, dalam
rangka meningkatkan hubungan dan memperbaiki perilaku klien yang bermasalah dalam
masyarakat, diperlukan konseling budaya. Upaya ini bertujuan untuk menumbuhkan
kekuatan, memulihkan dan menyehatkan, serta membebaskan dan memberdayakan klien
yang bermasalah. Teori-teori konseling budaya lebih menekankan hubungan antara manusia
dan lingkungan, dan telah menjadi prinsip utama konseling pada abad ke-21. Hal ini
disebabkan oleh kekuatan lingkungan yang menjadi sumber belajar dan dukungan, untuk
memenuhi kebutuahan terutama interaksi dengan orang lain. Di sisi lain, lingkungan juga
dapat mempengaruhi dan mengerdilkan pertumbuhan dan membatasi perkembangan
manusia.12
Konseling masyarakat menjelaskan praktik konseling dengan membahas isu-isu
kontemporer dan mendeskripsikan peran konselor masyarakat sebagai agen perubahan.
Konselor masyarakat memainkan peran penting dalam membantu klien untuk menjembatani
kesenjangan antara kehidupan klien dengan perkembangan masyarakat. Kesenjangan tersbut
merupakan hasil interaksi klien dengan lingkungan. Interaksi ini mempengaruhi
perkembangan mereka secara negatif. Konselor berusaha memenuhi kebutuhan klien yang
rentan dengan masalah-masalah masyarakat.13
Tugas konselor adalah melakukan negosiasi
perubahan lingkungan terhadap korban kemiskinan, rasisme, seksisme, dan stigmatisasi
politik, ekonomi, dan sistem sosial yang menyebabkan masyarakat tidak berdaya. Dalam
menghadapi kenyataan ini, konselor tidak punya pilihan selain mempromosikan perubahan
positif dalam system masyarakat yang mempengaruhi kesejahteraan klien. Peran konselor
sebagai agen perubahan sosial mencerminkan hubungan antara individu dengan
11
Lewis, Judith A, et.al, Community Counseling: A Multicultural-Social Justice Perspektive
(USA:Brooks ,2011),9 12
J,V.Jordan. Relational-Cultural therapy, ( Washingtong, DC: American Psychological Association,
2010), 99 13
J.D.Engel, Konseling Masalah Masyarakat ( Yogyakarta:Kanisius, 2018),7
19
pengembangan masyarakat. Dengan itu, konselor bekerja untuk memfasilitasi pembangunan
manusia dengan pengembangan masyarakat yang sehat. 14
Berdasarkan pemikiran beberapa ahli diatas mengenai pengertian konseling dan
konseling masyarakat maka, dapat disimpulkan bahwa konseling merupakan sebuah
percakapan mendalam yang terjadi antara seorang konselor dengan klien. Proses percakapan
tersebut didasari dengan rasa saling menghormati antara konselor dan klien yang mengarah
pada proses kedamaian dan kebahagian hidup. Konseling yang berbasis masyarakat
merupakan suatu proses pertolongan yang membuat orang atau kelompok diberdayakan
untuk memberikan kontribusi baik untuk diri sendiri, orang lain maupun masyarakat.
Konselor masyarakat berperan sebagai agen perubahan yang mempromosikan pengembangan
dan pembangunan manusia yang mengarah pada proses pemberdayaan hidup sehingga
tercipta individu atau kelompok yang sehat, merata dan memiliki ketrampilan serta potensi
diri yang dapat dijadikan sebagai modal untuk mempertahankan hidup ditengah arus realita
sosial masyarakat yang beragam dan memiliki perbedaan.
A.1. STRATEGI KONSELING MASYARAKAT
Strategi konseling masyarakat berdasarkan asumsi bahwa perkembangan individu dan
masyarakat terkait erat. Konselor masyarakat menyadari bahwa tanggungjawab professional
mereka termasuk melayani klien untuk membangun lingkungan masyarakat yang sehat dan
kondusif. Peran konselor, mendesain strategi yang memfasilitasi pengembangan klien dan
strategi konseling yang memfasilitasi pengembangan masyarakat. Dari kedua pengembangan
tersebut, konselor menggunakan strategi terfokus dan strategi berbasis luas yang memenuhi
14
Lewis, Judith A, et.al, Community Counseling: A Multicultural-Social Justice Perspektive
(USA:Brooks ,2011),9
20
kebutuhan individu dan kelompok untuk mempengaruhi masyarakat umum15
. Strategi
tersebut dipakai dan dibangun untuk mengelola potensi diri yang dimiliki klien dan
melakukan upaya dalam rangka proses pemberdayaan hidup. Kedua strategi ini juga dipakai
dengan upaya membangun jejaring sosial dengan berbagai profesional yang berperan sebagai
konselor masyarakat yang memberi perubahan baik perubahan individu maupun perubahan
masyarakat.
Sifat sari model konseling masyarakat secara komprehensif, mempengaruhi baik
program yang dirancang dan peran konselor individual untuk membantu klien mereka.
Program konseling masyarakat mempergunakan intervensi atau treatment (perlakuan) yang
ditawarkan disetiap aspek model. Peran konselor masyarakat, menunjukkan karakteristik
optimism, aktivisme, dan visi yang memberdayakan klien dalam model konseling
masyarakat. Model dalam konseling masyarakat berorientasi pada proses pengembangan
individu maupun masyarakat.16
1. Memfasilitasi pengembangan manusia melalui strategi terfokus
Fakta bahwa konselor pada abad ke-21 mempedulikan lingkungan masyarakat, tidak
berarti mengabaikan kemampuan dan peran setiap individu dalam memberikan bantuan
kepada mereka. Hal tersebut didasari oleh kesadaran konselor dalam konteks lingkungan.
Konseling yang menjangkau lingkungan akan melibatkan partisipasi mitra kerja dalam
menginterpretasi fenomena psikis klien dan fenomena sosial masyarakat melalui observasi
dan interview. Menurut Lewis, Toporek, Ratts didalam Engel mengemukakan bahwa strategi
terfokus, memfasilitasi pengembangan manusia tidak hanya mencakup konseling
konvensional tetapi juga hasil mengjangkau lingkungan yang kontekstual dan berbasis
masyarakat. Secara ideal metode pengjangkauan lapangan/lingkungan merupakan upaya
15
J.D Engel, Konseling Masalah Masyarakat (Yogyakarta: Kanisius, 2018),8
16
Ibid, 9
21
pendidikan bagi individu dan masyarakat. Tujuannya, individu dan masyarakat memahami
tantangan baru dan belajar meningkatkan ketrampilan dan kemampuan untuk menangani
depresi dan marjinalisasi.17
2. Memfasilitasi pengembangan manusia melalui strategi berbasis luas
Pengembangan/intervensi pencegahan memungkinkan konselor masyarakat untuk
mendidik atau melatih anggota masyarakat pada umunya. Anggota masyarakat dilatih untuk
mengatasi masalah dan bagaimana memenuhi kebutuhan, ketika diperhadapkan pada masalah
yang ada di masyarakat secara mendadak. Intervensi pencegahan merupakan suatu proses
pendidikan bagi pengembangan mental anggota masyarakat dalam rangka pencegahan dini
masalah-masalah dalam masyarakat. Salah satu tujuan dari strategi yang berbasis luas ini
adalah meningkatkan kesadaran anggota masyarakat tentang tantangan hidup potensial dan
mengembangkan ketrampilan yang dapat membantu mereka mengatasi tantangan dini.
Penekanan pada pencegahan, dapat membuat kerangka model konseling masyarakat yang
lebih layak dan relevan untuk orang-orang yang merasa tidak nyaman. 18
3. Memfasilitasi pengembangan masyarakat melalui strategi terfokus
Peran mitra kerja sangat signifikan ketika individu atau kelompok rentan dan
kekurangan akses ke layanan konseling. Peran konselor, mengidentifikasi sumber daya yang
dibutuhkan untuk jasa layanan, dan faktor-faktor hambatan yang dipengaruhi sejumlah
individu atau kelompok. Dalam peran memfasilitasi pengembangan masyarakat, konselor,
mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh negative terhadap perkembangan klien
17
A .Lewis, L.Toporek, M.Ratts. Advocacy and Social justice: Entering the Mainstream of the
Counseling Profession. ( Alexandria: VA : American Counseling Association, 2010), 241
18
J.D Engel, Konseling Masalah Masyarakat (Yogyakarta: Kanisius, 2018),11
22
mereka dan mengambil partisipasi mitra kerja dalam pengertian bekerja sama dengan orang
lain untuk membawa perubahan yang diperlukan.19
4. Memfasilitasi pengembangan masyarakat melalui strategi berbasis luas
Konselor sebagai agen perubahan dalam sistem akan mempengaruhi klien dan orang
lain dalam jumlah yang besar. Konselor masyarakat perlu mengetahui beberapa hal sebagai
berikut: pertama, praktik konseling membuat konselor peka terhadap masalah lingkungan
yang mempengaruhi pengembangan manusia. Kedua, profesi konseling mengharuskan
konselor memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk berkomunikasi tentang perlunya
perubahan dan tindakan kolaboratif (partisipasi mitra kerja). Konselor dapat mengembangkan
potensi klien untuk diberdayakan melalui berbagai peran partisipasi mitra kerja. Strategi
berbasis luas, memfasilitasi pengembangan manusia tidak hanya mencakup konseling
kovensional tetapi juga treatment/ perlakuan melalui tindakan kolaboratif. Tindakan ini untuk
tujuan pendidikan, dan melakukan perubahan sosial, politik, dan ekonomi, yang cenderung
melawan penindasan dalam segala bentuknya.
Asumsi dasar yang mendasari praktik konseling masyarakat abad ke-21 meliputi:
pertama, pengembangan dan perilaku manusia berlangsung dalam konteks lingkungan yang
memiliki potensi untuk memelihara atau membatasi, kedua, dalam mengahadapi stress yang
menghancurkan, tindakan kolaboratif diperlukan sebagai layanan tambahan, ketiga,
pengembangan individu dan masyarakat terkait erat, kempat, konseling masyarakat
didasarkan pada kompetensi multicultural dan berorientasi pada keadilan sosial.
Perilaku manusia kuat dipengaruhi oleh konteks. Oleh karena itu diperlukan program,
konseling berbasis masyarakat, baik untuk memfasilitasi pengembangan manusia dan
pengembangan masyarakat. Model konseling masyarakat tidak hanya menyangkut implikasi
19
Ibid, 12
23
program tetapi juga implikasi professional untuk praktik konseling yang kompeten.
Kompetensi yang dibutuhkan untuk konseling masyarakat yang efektif yaitu ketrampilan dan
kolaborasi.20
Berdasarkan pemahaman diatas dapat disimpulkan bahwa dalam proses konseling
masyarakat, terdapat strategi yang dipakai oleh konselor masyarakat sebagai upaya
pengembangan potensi yang ada pada diri klien. Proses pengembangan terhadap potensi diri
klien berorientasi pada pemberdayaan hidup klien maupun masyarakat. Dalam rangka untuk
mempromosikan perubahan baik untuk klien maupun untuk masyarakat perlu dibangun relasi
kerja sama dengan berbagai professional dalam masyarakat. Tujuan dibangunnya jejaring
sosial yaitu sebagai upaya untuk memberdayakan hidup klien sehingga dapat memberikan
kontribusi baik untuk klien maupun masyarakat. Konteks budaya dari seorang klien juga turut
mempengaruhi relasi yang akan dibangun dengan konselor. Konselor masyarakat harus
memiliki kompetensi multicultural sebagai upaya untuk mengenali budaya yang beragam
dari seorang klien. Proses untuk mengenali budaya dari klien akan mampu menciptakan
suasana yang saling menghormati, empati dan saling menerima satu sama lain.
B. PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT
Pemberdayaan menurut arti secara bahasa adalah proses, cara, perbuatan membuat
berdaya, yaitu kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak yang berupa
akal, ikhtiar atau upaya.21 Pemberdayaan menurut bahasa berasal dari kata daya yang berarti
tenaga/ kekuatan, proses, cara, perbuatan memberdayakan. Pemberdayaan adalah upaya yang
membangun daya masyarakat dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan
kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya.
20
Ibid, 14
21
Depdiknas. .Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 2003.
24
Pemberdayaan diarahkan guna meningkatkan ekonomi masyarakat secara produktif sehingga
mampu menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan pendapatan yang lebih besar.
Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk memulihkan atau
meningkatkan keberdayaan suatu komunitas agar mampu berbuat sesuai dengan harkat dan
martabat mereka dalam melaksanakan hak-hak dan tanggung jawab mereka sebagai
komunitas manusia dan warga negara. Tujuan akhir pemberdayaan masyarakat adalah
pulihnya nilai-nilai manusia sesuai harkat dan martabatnya sebagai pribadi yang unik,
merdeka, dan mandiri. Unik dalam konteks kemajemukan manusia; merdeka dari segala
belenggu internal maupun eksternal termasuk belenggu keduniawian dan kemiskinan; serta
mandiri untuk mampu menjadi programmer bagi dirinya dan bertanggungjawab terhadap diri
sendiri dan sesama.22
Makna pemberdayaan masyarakat sebagai upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang
adil dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural, baik dalam kehidupan keluarga,
masyarakat, negara, regional, internasional maupun dalam bidang politik, ekonomi, psikologi
dan lain-lain. Memberdayakan masyarakat mengandung makna mengembangkan,
memandirikan, men-swadayakan dan memperkuat posisi tawar-menawar masyarakat lapisan
bawah terhadap kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Upaya menjadikan
suasana kemanusian adil dan merata merupakan bagian dari mengatasi kesenjangan dalam
masyarakat. Kesenjangan merupakan kenyataan yang ada dalam pembangunan yang
memerlukan pemecahan dengan pemihakan dan pemberdayaan bagi pelaku ekonomi lemah
secara nyata.
Berdasarkan beberapa pemahaman yang telah dijelaskan diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa, untuk menciptakan masyarakat yang adil dan merata dalam seluruh aspek kehidupan
22
Harahap, Erni.F. Pemberdayaan Masyarakat dalam Bidang ekonomi untuk Mewujudkan Ekonomi
Nasional yang Tangguh dan Mandiri, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 3, Nomor 2, Mei 2012,
78-79
25
maka diperlukan pemberdayaan masyarakat yang berorientasi pada kesejahteraan hidup yang
berkualitas. Kesenjangan sosial yang terjadi dalam masyarakat diakibatkan karena berbagai
faktor maupun tingkat perbedaan yang ada baik dari segi budaya, strata sosial, dan ekonomi.
Pemberdayaan ekonomi sebuah komunitas sangat penting dalam rangka untuk memperoleh
dan menciptakan potensi diri, kemandirian dan kesejahteraan serta kesetaraan hidup dalam
masyarakat. Proses pemberdayaan ekonomi menjadikan individu maupun kelompok dapat
memberikan kontribusi baik untuk diri sendiri, orang lain maupun masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat memiliki tujuan dan arah yang berorientasi pada
kesejahteraan dan kesetaraan hidup dalam masyarakat. Pemberdayaan memiliki tujuan dua
arah, yaitu melepaskan belenggu kemiskinan dan keterbelakangan dan memperkuat posisi
lapisan masyarakat dalam struktur kekuasaan. Pemberdayaan adalah sebuah proses dan
tujuan.
Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat keku
asaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-
individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan me
rujuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan
sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahu
an dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik,
ekonomi maupun sosial seperti memiliki kepecayaan diri, mampu menyampaikan
aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri
dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. 23
Dari pemahaman tersebut dapat
disimpulkan bahwa pemberdayaan merupakan sebuah proses yang memiliki tujuan untuk
23
Sipahelut, Michel. Analisis Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Di Kecamatan Tobelo Kabupaten
Halmahera Utara. Tesis. IPB. Bogor.2010
26
memperoleh hasil yang baik. Hasil tersebut berupa perubahan sosial bagi individu maupun
kelompok dalam masyarakat dan hasil yang mengarah pada proses kemandirian dan
pengembangan hidup baik fisik, maupun ekonomi.
Konsep pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh ketrampilan,
pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan
orang lain yang menjadi perhatiannya (Pearson et al, 1994 dalam Sukmaniar, 2007).
Pemahaman mengenai konsep pemberdayaan tidak bisa dilepaskan dari pemahaman
mengenai siklus pemberdayaan itu sendiri, karena pada hakikatnya pemberdayaan adalah
sebuah usaha berkesinambungan untuk menempatkan masyarakat menjadi lebih proaktif
dalam menentukan arah kemajuan dalam komunitasnya sendiri.24
Berdasarkan pemahaman diatas dapat disimpulkan bahwa konsep pemberdayaan
bersumber dari individu maupun kelompok itu sendiri untuk lebih proaktif dalam
meningkatkan dan mengembangkan kualitas diri sebagai upaya memperoleh kesejahteraan
dan kesetaraan dalam masyarakat. Ketrampilan dan potensi yang dimiliki baik individu
maupun kelompok dapat mempengaruh kehidupan mereka dalam lingkungan sosial.
C. KONSELING SOCIAL JUSTICE
Konseling masyarakat berorientasi pada keadilan sosial. Hal ini didasarkan pada
asumsi, bahwa konselor masyarakat menggunakan sudut pandang yang luas untuk melihat
klien dalam konteks lingkungan yang sehat, adil dan masyarakat yang merata.25
Ratts et al.
mengklasifikasikan konseling social justice sebagai kekuatan kelima setelah multikultural
24
Sukmaniar. Efektivitas Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Program Pengembangan
Kecamatan (Ppk) Pasca Tsunami Dikecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Tesis. UNDIP. Semarang,
2007
25
J.D.Engel, Konseling Masalah Masyarakat ( Yogyakarta:Kanisius, 2018),2
27
dalam paradigma Konseling yang dianggap sebagai bentuk revolusioner dari pendekatan
konseling. Pendekatan ini didasarkan pada keyakinan bahwa kondisi lingkungan
mempengaruhi perkembangan manusia.26
Menurut American Association of Counseling (
ACA) Konseling social justice merupakan pendekatan konseling multifaset di mana para
praktisi berusaha untuk secara bersamaan mempromosikan pembangunan manusia dan
kebaikan bersama dengan mengatasi tantangan yang berkaitan dengan keadilan individu
Konseling keadilan sosial mencakup pemberdayaan individu serta menentang ketidakadilan
dan ketidaksetaraan di masyarakat karena berdampak pada klien dan juga masalah dalam
konteks sistemik mereka.Pekerjaan ini dilakukan dengan fokus pada kebutuhan budaya,
kontekstual, dan individual yang dilayani.27
Ratts Manivong.J dan Paul B. Pedersen juga menyinggung tentang konseling sosial
justice yang juga mengandung aspek pemberdayaan baik seorang klien atau individu.
Menurutnya, Tujuan social justice adalah memberdayakan semua individu, terlepas dari latar
belakang mereka sehingga mereka dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan
untuk mencapai potensi penuh mereka. Konselor social justice menyadari bahwa masalah
klien dapat dikaitkan dengan struktur yang menindas. Dengan demikian, baik konselor
maupun klien secara aktif terlibat dalam proses mengeksplorasi dan mendapatkan
pengetahuan tentang bagaimana struktur sosial mempengaruhi perkembangan klien.28
Dari
pemahaman tersebut maka tujuan konseling sosial justice menginginkan sebuah upaya untuk
bagaimana klien dapat diterima dalam lingkungan masyarkat dengan baik dan tidak lagi
mengalami ketidaksetaraan dalam masyarakat. Klien memiliki kedamaian dan kebahagian
hidup yang bebas dari penindasan dan diskriminasi. Kedamaian dan kebahagiaan yang
26
Manivong J. Ratts, Paul B Pedersen, Counseling for Multiculturalism and Social Justice,28
27
https://counseling-csj.org, diunduh pada tanggal 23 agustus 2018 pada pukul 12.00 WIB
28
Manivong J. Ratts, Paul B Pedersen, Counseling for Multiculturalism and Social Justice,28
28
tercipta, akan menumbuhkan rasa saling menghargai terhadap diri sendiri tetapi juga kepada
orang lain. Dengan demikian akan terbuka hubungan atau relasi yang luas dan mendalam
dengan orang lain yakni dengan menempatkan diri kita pada perasaan orang lain kita dapat
mengetahui apa yang sedang digumuli.
Keadilan sosial berkaitan dengan gagasan tentang masyarakat adil. Keadilan sosial
adalah gagasan untuk menantang ketidakadilan dan menghargai kemanusiaan. Marsella
mendefinisikan keadilan sosial sebagai "konteks sosial, terutama dalam masyarakat dan
kondisi budaya yang mungkin membatasi atau menghilangkan kemungkinan adanya keadilan
kolektif.29
Ada 2 hal yang menjadi dasar analisis keadilan sosial yaitu :
a) Perhatian untuk memahami kekuatan sosial dan institusi yang mendukung
ketidakadilan dalam sistem sosial dan juga perilaku interpersonal, sikap individu,
atau keyakinan yang mencerminkan hubungan sosial yang tidak setara;
b) Pengakuan terhadap keterkaitan antar fenomena dan latar belakang manusia
termasuk sejarah, politik, budaya, ekonomi, hukum, dll.30
Keadilan sosial berfokus pada tiga hal: Hak, Manfaat, dan Kebutuhan. Hak berfokus
pada apa yang dipercaya bahwa masyarakat sebagai satu komunitas harus menyediakannya
sebagai bagian dari menjadi anggota di dalam masyarakat tersebut. Manfaat berfokus pada
bagaimana masyarakat memantau siapa yang harus menerima hak tersebut. Kebutuhan adalah
basis atau kriteria yang digunakan untuk mendistribusikan sumber daya berdasarkan hak
yang dimiliki individu.31
Proses konseling selalu mengarah pada akhir yang memiliki hasil
yang baik. Mcleod menjelaskan ada tiga kategori hasil akhir konseling yakni resolusi, belajar,
29
Marsella dalam Farah A. Ibrahim dan Jiana R. Heuer, Cultural and Sosial Justice Counseling, 99
30
Llewellyn J. Cornelius dan Donna Harrington, ASocial Justice Approach to Survey Design and
Analysis, ( New York : Oxford University Press, 2014) , 7
31
Ibid, 8
29
dan inklusi sosial. Pertama, Resolusi terhadap masalah sumber dalam hidup. Resolusi
mencakup pencapaian pemahaman atau perspektif terhadap masalah tersebut, mencapai
penerimaan pribadi terhadap permasalahan, dan mengambil tindakan untuk mengubah situasi
yang merupakan sumber permasalahan. Kedua, belajar mengikuti konseling agar mendapat
pemahaman, keterampilan, dan strategi baru yang membuat diri mereka dapat menangani
masalah serupa dimasa yang akan datang. Ketiga, inklusi sosial konseling memberikan energi
dan kapasitas personal sebagai seorang yang dapat memberikan kontribusi terhadap makhluk
lain dan kepentingan sosial.32
Berdasarkan beberapa pemahaman diatas dapat disimpulkan bahawa konseling social
justice selalu menekankan aspek keadilan dan kesetaraan hidup yang akan diperoleh oleh
individu maupun kelompok. Interaksi dan realita sosial yang selalu dipenuhi oleh berbagai
perbedaan baik dari segi budaya, strata sosial maupun tingkat ekonomi yang berbeda selalu
menjadikan individu maupun kelompok sulit untuk dapat melakukan pembangunan dan
pengembangan hidup. Individu maupun kelompok merasa terpinggirkan dengan berbagai
realitas sosial yang menekan dan berbeda. Untuk itu konseling sosial justice menghadirkan
sebuah perubahan yang mengarah pada prose pembangunan dan pengembangan hidup yang
diberdayakan sehingga dapat memberikan kontribusi baik untuk diri sendiri, orang lain
maupun masyarakat selain itu, hak, manfaat dan kebutuhan hidup dapat diperoleh dengan
baik.
Menurut Ibrahim, sudut pandang perlu dipahami dalam identitas budaya klien, untuk
mengerti variabel perantara yang telah menciptakan prespektif terkait dengan identitas
seseorang berkaitan dengan pengambilan keputusan terkait nilai agar lebih bermakna. Konsep
sudut pandang ini dikonseptualisasikan dari prespektif keyakinan, nilai, dan asumsi yang
32
John Mcleod, Pengantar Konseling, Teori dan Studi Kasus.( Kencana, 2010)17,18.
30
berasal dari konteks budaya dan didasarkan pada model nilai eksistensial.33
Pengembangan
identitas sosial bersifat dinamis, dalam setiap tahap perkembangan, karakteristik dan kualitas
dibagi antara individu dalam kelompok sosial tertentu. Setiap tahap perkembangan identitas
merupakan hasil refleksi bagaimana individu melihat diri mereka dalam kaitannya dengan
dunia mereka dan juga dari pengalaman di luar dunia mereka.34
Identitas manusia menurut Sue, ada pada tiga dimensi: yaitu individu, kelompok, dan
universal. Dimensi individual dari identitas mengacu pada karateristik unik masing-masing
orang, seperti kepribadian, nilai, dan sistem kepercayaan. Karakteristik dan atribut ini
membedakan orang pada tingkat individu dan membuat kita masing-masing unik. Dimensi
identitas kelompok mengacu pada pengalaman bersama yang dimiliki orang sebagai akibat
dari menjadi anggota kelompok sosial. Sebagai manusia, kita semua adalah anggota ras, jenis
kelamain, orientasi seksual, religious dan kemampuan kelompok sosial. Sebagai anggota
kelompok, kita berbagi hal-hal tertentu, seperti bahasa atau identitas kelompok, yang
membentuk pengalaman kehidupan. Dimensi identitas universal mengacu pada aspek
universal manusia. Manusia membutuhkan makanan, tempat tinggal, air, dan keamanan untuk
bertahan hidup terlepas dari latar belakang budaya.35
Orang sering berfokus pada dimensi
identitas individual dan universal lebih daripada dimensi identitas kelompok. Namun,
dimensi identitas kelompok sama pentingnya karena mereka menggambarkan pengalaman
bersama yang dimiliki individu sebagai anggota kelompok sosial.36
33
Farah A. Ibrahim dan Jiana R. Heuer, Cultural and Sosial Justice Counseling,54
34
Manivong J. Ratts, Paul B Pedersen, Counseling for Multiculturalism and Social Justice,61
35
Sue dalam Manivong J. Ratts, Paul B Pedersen, Counseling for Multiculturalism and Social
Justice,37
36
Sue dalam Manivong J. Ratts, Paul B Pedersen, Counseling for Multiculturalism and Social
Justice,37
31
Berdasarkan pemahaman diatas dapat disimpulkan bahwa, setiap individu memiliki
identitas sosial yang beragam baik dari segi budaya maupun kepercayaan. Identitas sosial
tersebut yang menjadikan individu maupun kelompok untuk bagaimana dapat menerapkan
nilai-nilai pengembangan diri dalam masyarakat. Nilai-nilai pengembangan diri tesebut
berasal dari individu itu sendiri yang berupaya untuk menciptakan identitas mereka dalam
membangun relasi dan interaksi sosial dalam masyarakat. Konteks budaya yang beragam dan
berbeda lahir dari pengalaman masing-masing individu dalam melihat realita sosial yang
majemuk. Konteks budaya juga yang melahirkan pengalaman kolektif bersama sebagai
bagian dari satu komunitas dalam masyarakat.
Sebagai masyarakat kolektif, setiap individu dalam masyarakat terhubung dengan budaya
sebagai bentuk identitas. Bagi keadilan sosial, budaya merupakan merupakan salah satu
bagian rentan dalam masalah ketidakadilan. Berbicara tentang identitas budaya, menurut
Berry, identitas budaya digunakan sebagai kerangka teoritis untuk memahami akulturasi.
Pemikiran saat ini menekankan bahwa akulturasi bukanlah proses perubahan dalam
pengertian melepaskan budaya asal dan berasimilasi ke dalam budaya baru tapi lebih kepada
proses adaptasi ke budaya yang baru tanpa kehilangan budaya asli.37
Dari pemahaman diatas,
identitas budaya merupakan kerangka teoritis untuk memahami akulturasi budaya asli san
budaya baru. Proses akulturasi yang terjadi tidak memberikan dampak yang negative
terhadap budaya yang satu tetapi akulturasi yang dimaksudkan disini memberikan sebuah
pemahaman dan pandangan bahwa antara budaya asal dan budaya baru terjadi kolaborasi dan
unsure yang terpenting dalam proses kolaborasi tersebut bahwa budaya asal tidak akan
pernah hilang dari seorang individu maupun kelompok dalam masyarakat. Budaya asal akan
terus ada sebagai bagian dari identitas sosial yang dimiliki oleh individu maupun kelompok.
37
Berry dalam Farah A. Ibrahim dan Jiana R. Heuer, Cultural and Sosial Justice Counseling,124
32
Konseling keadilan sosial menggabungkan responsivitas budaya dan pemahaman
kekuatan budaya klien, dan berfokus pada mengembangkan kekuatan, pemberdayaan dan
advokasi. Untuk memasukan asumsi yang disebutkan maka diusulkan beberapa strategi dasar
yang mendasari keadilan sosial yaitu :
a. Identifikasi kekuatan dan sumber daya yang dimiliki klien
b. Pengakuan terhadap tantangan budaya, sosial, dan pribadi klien
c. Mengklarifikasi fase pengembangan identitas. Hal ini berkaitan dengan jenis kelamin,
budaya, orientasi seksual, dan
d. Penggabungan informasi penilaian budaya tentang identitas, worldview, dan akulturasi38
Dalam menghadapi klien, konselor keadilan sosial memakai penilaian budaya (cultural
assessments) dalam kenyataan ( personal, interpersonal, dan isu-isu sosiopolitik) telah
ditemui, sehingga hasil dalam konseling akan relevan dan bermakna. Oleh karena itu seorang
konselor harus memiliki kemampuan:
a. Menjadi otentik
b. Berhubungan dengan klien memakai empati
c. Membangun hubungan timbal balik, dan terlibat dalam konstruksi makna
d. Untuk mendekati klien dari prespektif “ tidak tahu”
e. Memahami dinamika hubungan diadik, seperti pertemuan saling mendukung, dimana
hubungan itu adalah kunci kesuksesan.
f. Terlibat dalam penetapan tujuan kolaboratif
g. Mengevaluasi keefektifan intervensi
h. Untuk dapat mengenali batas pengetahuan dan keterampilan sendiri berkaitan dengan
respon budaya, hak istimewa dan masalah penindasan.39
38
Farah A. Ibrahim dan Jiana R. Heuer, Cultural and Sosial Justice Counseling,109
39
Farah A. Ibrahim dan Jiana R. Heuer, Cultural and Sosial Justice Counseling,112
33
Berdasarkan pemahaman di atas, maka dapat dilihat bahwa konselor keadilan sosial
memakai penilaian budaya dalam konseling untuk bisa melihat dan mengenali kemampuan
dalam diri konselor ketika behadapan dengan klien terkait dengan isu penindasan dalam
proses intervensi bagi klien dalam bentuk pemikiran kritis dan reflektif untuk memahami
kepentingan individu dalam proses sosialisasi dalam sebuah komunitas masyarakat. Setiap
individu maupun klien memiliki budaya yang beragam dan berbeda. Penilaian konselor
terhadap budaya dari klien menjadi sesuatu hal yang penting juga. Dengan melakukan hal
tersebut konselor dapat mengetahui akar permasalahan yang sedang dihadapi oleh klien dan
bersama-sama dengan klien mampu menyelesaikan permasalahan tersebut sehingga keadilan
dan kesetaraan dalam masyarakat dapat diperoleh oleh klien.
D. Ritual Musikal Totobuang
Couldry (2005:60) memahami ritual sebagai suatu habitual action (aksi turun-
temurun), aksi formal dan juga mengandung nilai-nilai transcendental.40
Victor Turner
menjelaskan ritual sebagai sarana untuk mengungkapkan nilai-nilai budaya yang dimiliki
oleh suatu kelompok masyarakat.41
Berdasarkan pemikiran yang dikemukan oleh
Couldry dan Turner, maka dapat disimpulkan bahwa, ritual sebagai bagian dari tradisi
yang dilakukan oleh kelompok dalam masyarakat yang diwariskan secara turun-temurun
dari leluhur sampai dengan generasi masa kini. Proses pewarisan tradisi tersebut
mengandung nilai-nilai budaya yang dijadikan sebagai patokan untuk bertindak dan
membangun relasi sosial dalam masyarakat.
40
Couldry Nick, Media Ritual: Beyond Functionalims dalam Media Anthropology (Sage
Publication,2005)
41
Victor Turner, The Ritual Process: Structure and Anti-Structure (New York: Cornel University Pres,
1969),6
34
Menurut Turner dalam buku Ritual and Event , ritual sangat efektif sebagai wadah
untuk mengekspresikan perasaan yang tertekan, cemas dan merasa terpinggirkan, dengan
mengungkapkan Emosi ini sambil membiarkan perubahan terjadi, semua orang bisa
kembali ke masyarakat baru. Masyarakat baru yang dimaksudkan disini adalah
kehidupan masyarakat yang setara. Ritual memungkinkan ikatan dari sebuah
komunitas.42
Dari pemahaman Turner dapat disimpulkan bahwa, ritual dijadikan sebagai
wadah untuk individu maupun kelompok mengungkapkan ekspresi mereka sebagai
individu yang merasa tertindas, terpinggirkan dengan berbagai realita sosial yang
beragam dan berbeda. Proses pengungkapan perasaan tersebut juga merupakan bagian
untuk mengembangkan dan memberdayakan potensi diri.
Sebagai sebuah nilai yang dihayati, kebudayaan diwariskan secara turun-temurun,
dari satu generasi ke generasi. Proses pewarisan kebudayaan disebut sebagai proses
enkulturasi. Proses enkulturasi berlangsung mulai dari kesatuan yang terkecil, yakni
keluarga, kerabat, masyarakat, suku bangsa, hingga kesatuan yang lebih besar lagi.
Proses enkulturasi ini berlangsung dari masa kanak-kanak hingga masa tua. Melalui
proses enkulturasi ini, maka dalam benak sebagian besar anggota masyarakat akan
memiliki pandangan, nilai yang sama tentang persoalan-persoalan yang dianggap baik
dan dianggap buruk, mengenai apa yang harus dikerjakan dalam hidup bersama dan
mengenai apa yang tidak harus dikerjakan.43
Berdasarkan pemahaman yang dikemukan oleh Abdul Aziz, dalam sebuah
kebudayaan terdapat berbagai nilai yang terus dihayati baik oleh individu maupun
kelompok dalam masyarakat. Proses penghayatan terhadap nilai-nilai budaya tersebut
merupakan proses enkulturasi yang dilakukan secara turun-temurun. Pemikiran kolektif
yang telah ada baik dalam diri masing-masing individu maupun kelompok, dalam
42 Franko Mark, Ritual and Event: Interdisclipinary Perspectives ( New York: Routledge, 2007)
43 Abdul Asis, “Nilai Budaya dalam Upacara Adat Mappogau Hanua di Karampuang, Kabupaten
Sinjai, Provinsi Sulawesi Selatan, “ Jurnal Walasuji, Vol.6 Nomor 2 (Desember 2015): 384
35
keluarga, masyarakat, suku bangsa maupun kesatuan yang lebih besar. Pemikiran
kolektif tersebut akan dijadikan sebagai sebuah patokan dan pandangan untuk bertindak
dalam relasi sosial.
Rangkuman
1. Konseling merupakan proses percakapan yang mendalam yang terjadi antara konselor
dan klien yang didasarkan pada sikap saling menghormati antara satu dengan yang
lainnya. Proses konseling yang dilakukan terfokus pada kebutuhan, tujuan, dan
orientasi sosial klien. Konselor dengan kemampuan yang dimiliki membawa klien
keluar dari permasalahan yang ada sehingga klien dapat berorientasi dengan
lingkungan sosial dan melakukan perubahan pada diri klien dan juga lingkungan.
2. Konseling masyarakat adalah suatu proses pertolongan yang membuat individu
maupun kelompok diberdayakan untuk hidup yang menghidupkan. Artinya bahwa
proses konseling yang terjadi tidak sekedar hanya membuat individu maupun
kelompok keluar dari penderitaan dan keterpurukan hidup tetapi mereka dapat
melakukan pembangunan dan pengembangan terhadap hidup yang berorientasi pada
proses pemberdayaan berbagai potensi-potensi diri sehingga dapat memberikan
kontribusi baik untuk diri sendiri, orang lain maupun masyarakat.
3. Pemberdayaan ekonomi masyarakat merupakan upaya pengembangan dan
pemberdayaan hidup bagi individu maupun kelompok untuk mendapatkan tingkat
ekonomi yang berkualitas, menciptakan kemandirian dalam diri individu maupun
kelompok agar dapat memberikan kontribusi baik untuk diri sendiri, orang lain
maupun masyarakat. Tujuan utama permberdayaan ekonomi yakni memperoleh
kesejahteraan dan keseteraan hidup dalam masyarakat.
36
4. Konseling social justice merupakan suatu proses yang berorientasi pada proses
keadilan dan kesetaraan dalam hidup. Individu maupun kelompok akan merasa betul-
betul diterima dalam interaksi dan lingkungan sosial. selain itu tujuan utama dari
konseling social justice adalah individu maupun kelompok diberdayakan dengan
berbagai potensi diri dan melakukan perubahan bagi diri maupun lingkungan.
5. Ritual merupakan sarana untuk mengungkapkan nilai-nilai budaya yang dilakukan
secara turun-temurun oleh suatu kelompok dalam masyarakat. Aksi ini dilakukan
sebagai respon untuk terus menghayati nilai-nilai budaya yang masih terus ada sampai
generasi masa kini. Nilai-nilai budaya ini juga dijadikan sebagai landasan filosofis
untuk bagaimana dapat berperilaku dan beradaptasi dengan lingkungan sosial yang
beragam dengan berbagai perbedaan yang ada baik budaya, strata sosial maupun
ekonomi.
Recommended