View
3
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PENGUASAAN MATERI AQIDAH AKHLAK
1. Definisi Aqidah Akhlak
Pengertian aqidah akhlak terdiri dari dua kata yaitu aqidah dan akhlak
yang mempunyai pengertian secara terpisah.
a. Aqidah
Aqidah berasal dari kata aqoid , bentuk jamak dari kata yaitu
sesuatu yang wajib dipercayai atau diyakini hati tanpa keraguan.1
Aqidah menurut syara. ialah : iman yang kokoh terhadap segala sesuatu
yang disebut dalam Al-Qur.an dan Hadits shahih yang berhubungan dengan tiga
sendi Aqidah Islamiyah, yaitu :
1) Ketuhanan, meliputi sifat-sifat Allah SWT, nama-nama-Nya yang baik dan
segala pekerjaan-Nya.
2) Kenabian, meliputi sifat-sifat Nabi, keterpeliharaan mereka dalam menyampaikan
risalah, beriman tentang kerasulan dan mukjizat yang diberikan kepada
mereka. Dan beriman dengan kitab-kitab yang diturunkan kepada mereka.
3) Alam kebangkitan;
a) Alam rohani, membahas alam yang tidak dapat dilihat oleh mata.
b) Alam barzah, membahas tentang kehidupan di alam kubur sampai bangkit
pada hari kiamat.
1Yunus, Mahmud, Kamus Arab Indonesia, Jakarta, Hidayat Karya Agung,
1973, hal.275
14
c) Kehidupan di alam akhirat, meliputi tanda-tanda kiamat, huru-hara,
pembalasan amal perbuatan.2
Aqidah adalah suatu hal yang pokok dalam ajaran Islam, karena itu
merupakan suatu kewajiban untuk selalu berpegang teguh kepada aqidah yang
benar. Aqidah mempunyai posisi dasar yang diibaratkan sebuah bangunan yang
mempunyai pondasi yang kokoh maka bangunan itu akan berdiri tegak.
Pengertian aqidah secara terminologi (istilah) dikemukakan oleh para
ahli diantaranya :
Menurut Imam Al-Ghazali menyatakan, apabila aqidah telah tumbuh
pada jiwa seorang muslim, maka tertanamlah dalam jiwanya rasa bahwa hanya
Allah sajalah yang paling berkuasa, segala wujud yang ada ini hanyalah makhluk
belaka.3
Menurut Abdullah Azzam, aqidah adalah iman dengan semua rukun-
rukunnya yang enam. Berarti menurut pengertian ini iman yaitu keyakinan atau
kepercayaan akan adanya Allah SWT, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya,
Nabi-nabi-Nya, hari kebangkitan dan Qadha dan Qadar-Nya.
Aqidah berarti pula keimanan. Keimanan menurut Muhamnmad Naim
Yasin terdiri dari tiga unsur: a. Pengikraran dengan lisan, b. Pembenaran dengan
hati, dan c. Pengamalan dengan anggota badan.4
2Ibid, hal.115
3Al-Ghazali, Khulul Al Islam, Kwait : Dar Al-Bayan, 1970, hal.117
4Abdullah Azzam, Akidah Landasan Pokok Membina Umat, Jakarta :
Gema Insani Press, 1993, Cet. Ke-4, hal.17
15
Hal tersebut sesuai dengan ucapan Sayyidina Ali bin Abi Thalib, beliau
mengatakan iman ialah ucapan dengan lidah, berhubungan dengan hati, dan
amalan dengan anggota badan.
Dari pengertian di atas diketahui bahwa iman terdiri dari ucapan (lidah,
pembenaran hati) dan amal perbuatan. Dan tidak ada iman tanpa amal perbuatan.
Firman Allah AWT dalam surat Thoha ayat 112
Artinya :
Dan barang siapa mengerjakan amal-amal yang saleh dan ia dalam keadaan
beriman, maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil
(terhadapnya) dan tidak pula akan pengurangan haknya.. (QS. Thoha :112)
Keimanan dan kepercayaan akan timbul karena adanya dalil aqli, artinya
sesuatu yang dapat diterima oleh akal yang sehat, misalnya melihat bintang,
bulan, matahari, bumi, langit, siang, malam, tumbuh-tumbuhan, binatang,
manusia, angin, hujan, dan seluruh isi alam menjadi dalil yang kuat bahwa alam
ini ada penciptanya. Dia menghidupkan, mengatur dan mengurus ciptaan-Nya.
Keimanan juga dapat tumbuh dengan adanya dalil naqli yang menyeru
manusia untuk beriman kepada keesaan Allah SWT. dan faktor hidayah
(petunjuk) dari Allah sangat menentukan keimanan seseorang. Firman Allah :
Artinya:
Sesungguhnya engkau tidak akan memberi petunjuk kepada orang yang
engkau kasihi. Tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang
dikehendaki-Nya. (QS. Al-Qasas: 56).
16
Iman akan selalu bertambah dengan adanya ketaatan dan akan selalu
berkurang dengan adanya kemaksiatan. Kemantapan iman dapat diperoleh dengan
menanamkan kalimat tauhid La ilaha illa al-Allah (tiada Tuhan selain Allah).
Al-Maududi mengemukakan beberapa pengaruh kalimat tauhid dalam
kehidupan manusia diantaranya :
1) Manusia percaya kalimat tauhid ini tidak mungkin berpandangan
sempit dan berakal pendek.
2) Keimanan ini mengangkat manusia ke derajat yang paling tinggi
dalam harkatnya sebagai manusia.
3) Keimanan mengalirkan kesederhanaan dan kesahajaan.5
Dalam pelajaran Aqidah dipelajari tentang keesaan Allah SWT, berarti
pula tentang keimanan. Keimanan kepada wujud dan keesaan Allah menjadi
prinsip pokok dalam agama Islam. Tanpa beriman orang tidak dianggap
beragama.
b. Akhlaq
Akhlak dilihat dari segi bahasa adalah berasal dari bahasa Arab, jamak
dari kata Khuluk yang artinya perangai atau tabiat.6
Namun kata
mengandung segi-segi yang sesuai dengan yang bermakna kejadian.7
5Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta, PT. Grafindo Persada,
1994, cet. Ke-2, hal.98
6Humaidi Tatapangsara, Pengantar Kuliah Akhlak, Surabaya: PT Bina
Ilmu, 1982, Cet. Ke-2, hal.7
7Mas.ari, Anwar, Akhlak Al-Qur.an, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990, hal.1
17
Dalam ensiklopedi pendidikan dikatakan bahwa akhlak ialah budi
pekerti, watak, kesusilaan yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap
jiwa yang benar terhadap khalik-Nya dan terhadap sesama manusia.
Dalam konsepnya akhlak adalah suatu sikap mental (halun lin-nafs) yang
mendorong untuk berbuat tanpa pikir dan pertimbangan. Keadaan atau sikap jiwa
ini terbagi dua : ada yang berasal dari watak (tempramen) dan ada yang berasal
kebiasaan dan latihan.
Akhlak dalam konsepsi Al Ghazali tidak hanya terbatas pada apa yang
dikenal dengan teori menengah dalam keutamaan seperti yang disebut oleh
Aristoteles, dan pada sejumlah sifat keutamaan yang bersifat pribadi, tapi juga
menjangkau sejumlah sifat keutamaan akali dan amali, perorangan dan
masyarakat. Semua sifat ini bekerja dalam suatu kerangka umum yang mengarah
kepada suatu sasaran dan tujuan yang telah ditentukan. Akhlak menurut Al
Ghazali mempunyai tiga dimensi :
- Dimensi diri, yakni orang dengan dirinyadan Tuhannya, seperti ibadah
dan shalat.
- Dimensi sosial, yakni masyarakat, pemerintah dan pergaulannya
dengan sesamanya.
- Dimensimetafisis, yakni aqidah dan pegangan dasarnya
Pada dasarnya hakekat akhlak bisa dibina dan dibentuk sebagaimana
ucapan Al Ghazali yang dikutip oleh Abudin Nata dalam bukunya : bahwa
kepribadian itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha pembentukan dan
pembiasaan. Jadi kedua pengertian di atas yaitu aqidah. dan akhlak dapat
diketahui bahwa keduanya mempunyai hubungan yang erat, karena aqidah atau
iman dan akhlak berada dalam hati. Dengan demikian tidak salah kalau pada
18
sekolah tingkat Tsanawiyah kedua bidang bahasan ini dijadikan satu mata
pelajaran yaitu.Aqidah Akhlaq.
Jadi mata pelajaran aqidah akhlak mengandung arti pengajaran yan
membicarakan tentang keyakinan dari suatu kepercayaan dan nilai suatu
perbuatan baik atau buruk, yang dengannya diharapkan tumbuh suatu keyakinan
yang tidak dicampuri keragu-raguan serta perbuatannya dapat dikontrol oleh
ajaran agama.
Adapun pengertian mata pelajaran aqidah akhlak sebagaimana yang
terdapat dalam Kurikulum Madrasah 2004 adalah :
Mata pelajaran Aqidah dan Akhlaq adalah upaya sadar dan terencana
dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati dan mengimani Allah SWT. dan merealisasikannya dalam
perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman, keteladanan
dan pembiasaan. Dalam kehidupan masyarakat yang majemuk dalam
bidang keagamaan, pendidikan ini juga diarahkan pada peneguhan aqidah
di satu sisi dan peningkatan toleransi serta saling menghormati dengan
penganut agama lain dalam rangka mewujudkan kesatuan dan persatuan
bangsa.8
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa mata pelajaran aqidah
akhlak dengan mata pelajaran lainnya merupakan satu kesatuan yang tak dapat
dipisahkan bahkan saling membantu dan menunjang, karena mata pelajaran
lainnya secara keseluruhan berfungsi menyempurnakan tujuan pendidkan. Namun
demikian bahwa tuntutan mata pelajaran aqidah akhlak agak berbeda dengan yang
lain, sebab materinya bukan saja untuk diketahui, dihayati dan dihafal, melainkan
juga harus diamalkan oleh para siswa dalam kehidupan sehari-hari.
8Depag RI, Kurikulum 2004, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama
Islam Jakarta, hal.21-22
19
2. Tujuan Pembelajaran Aqidah Akhlak
Tujuan Pengajaran aqidah akhlak di Madrasah Tsanawiyah tertuang
dalam kurikulum Madrasah Tsanawiyah bidang studi aqidah akhlak yaitu :
a. Siswa memiliki pengetahuan, penghayatan dan keyakinan yang benar
terhadap hal-hal yang harus diimani sehingga keyakinan itu tercermin dalam
sikap dan tingkah lakunya sehari-hari agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Allah SWT.
b. Siswa memiliki pengetahuan, penghayatan dan kemauan yang kuat untuk
mengamalkan akhlak yang baik dan meninggalkan akhlak yang buruk dalam
hubungannya dengan Allah, dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia
maupun dengan lingkungannya, sehingga menjadi manusia yang berakhlak
mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dari rumusan tujuan tersebut, ternyata tujuan pengajaran aqidah akhlak
di Madrasah Tsanawiyah pada hakikatnya adalah agar siswa mampu menghayati
nilai-nilai aqidah akhlak dan diharapkan siswa dapat merealisasikannya dalam
kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian maka jelaslah bahwa tujuan
pendidikan/pengajaran aqidah akhlak merupakan penjabaran tujuan Pendidikan
Islam.
3. Ruang Lingkup Materi Pembelajaran Aqidah Akhlaq
Sasaran perbuatan manusia pada hakikatnya terbagi dua, yaitu sasaran
vertical yang bersifat ilahiyah dan sasaran horizontal yang bersifat sosiologis. Dari
dua sasaran tadi berkembanglah menjadi berbagai aspek hubungan. Ada hubungan
manusia dengan Tuhan melalui ibadah, ada hubungan manusia dengan manusia
20
melalui muamalah, ada hubungan manusia dengan dirinya sendiri melalu
penjagaan diri dan ada hubungan manusia dengan binatang atau makhluk Allah
lainnya melalui pelestarian. Maka ruang lingkup pelajaran aqidah akhlakpun tidak
terlepas dari sasaran tersebut.
Secara garis besar, mata pelajaran aqidah akhlak berisi materi pokok
sebagai berikut :
a. Hubungan vertikal antara manusia dengan khalik-Nya mencakup dari segi
aqidah yang meliputi: keimanan kepada Allah (sifat wajib, mustahil dan jaiz
Allah) keimanan kepada Kitab-kitabnya, keimanan kepada Rasul-rasul-Nya
(sifat-sifat dan mu.jizatnya), keimanan kepada hari akhir.
b. Hubungan horizontal antara manusia dengan manusia, materi yang dipelajari
meliputi: akhlak dalam pergaulan hidup sesama manusia, kewajiban
membiasakan berakhlak yang baik terhadap diri sendiri dan orang lain, serta
menjauhi akhlak yang buruk.
c. Hubungan manusia dengan lingkungannya, materi yang dipelajari meliputi
akhlak manusia terhadap alam lingkungannya, baik lingkungan dalam arti
luas, maupun makhluk hidup selain manusia, yaitu binatang dan tumbuhan.
Materi pokok atau ruang lingkup pelajaran aqidah akhlak satu persatu
sebagai berikut :
a. Hubungan manusia dengan Allah
Dalam kurikulum hubungan manusia dengan Allah merupakan materi
pertama yang harus ditanamkan terhadap siswa yang menjadi dasar Aqidah Islam,
agar mereka meyakini keagungan dan ke-Esaan Allah sebagai Tuhan yang
mencipta alam ini.
21
Manifestasi rasa iman kepada Allah adalah tercermin dalam bentuk
kehidupan sehari-hari. Dalam kurikulum 2004 materi yang terdapat dalam ruang
lingkup ini meliputi Aqidah Islam yaitu: rukun iman yang terdiri dari beberapa
aspek: keimanan kepada Allah (sifat wajib, mustahil dan jaiz Allah), keimanan
kepada Malikat-malaikat-Nya, keimanan kepada Kitab-kitabnya, keimanan
kepada Rasul-rasul-Nya (sifat-sifat dan mu.jizatnya), keimanan kepada hari akhir.
Maka sangatlah tepat dalam materi aqidah akhlak bahasan utamanya
adalah masalah Ketuhanan/Ilahiyah. Dengan demikian sejak dini siswa sudah
dikenalkan terhadap tugasnya di dunia, yaitu membina hubungan yang harmonis
dengan penciptanya, dengan jalan menjalankan perintah-Nya dan menjauhkan
larangan-Nya.
b. Hubungan Sesama Manusia
Hubungan sesama manusia merupakan materi pelajaran aqidah akhlak
yang ditanamkan kepada siswa, yang merupakan kelangsungan dan manifestasi
dari bentuk hubungannya dengan Allah, dengan maksud agar mereka kelak
mampu menjadi manusia yang taat kepada Allah, dan mampu pula berhubungan
dengan sesama manusia secara baik dan hidup berdampingan secara wajar. Hal ini
perlu ditanamkan kepada siswa karena manusia adalah makhluk sosial yang setiap
saat memerlukan bantuan dan selalu berhubungan dengan manusia lainnya.
Dalam kurikulum 2004 materi yang dipelajari meliputi aspek akhlak
terpuji yang terdiri atas khauf, taubat, tawadlu., ikhlas, bertauhid, inovatif, kreatif,
percaya diri, tekad yang kuat, ta.aruf, ta.awun, tafahum, tasamuh, jujur, adil,
amanah, menepati janji, dan bermusyawarah. Aspek akhlak tercela meliputi kufur,
22
syirik, munafik, namimah, dan ghibah. Dengan materi yang demikian siswa
diharapkan mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari
c. Hubungan Manusia Dengan Alam Lingkungannya
Manusia disamping taat kepada Allah, mampu bergaul sesama manusia dengan
baik, juga diharapkan mampu mengelola dan memanfaatkan alam untuk
kesejahteraan hidupnya, antara binatang dan tumbuhan serta manusia terdapat
hubungan timbal balik yang saling membutuhkan satu dengan yang lain. Timbal
balik antara manusia dengan binatang dan tumbuh-tumbuhan harus dijaga
keseimbangan dan kesinambungannya. Apabila keseimbangan hubungan antara
ketiganya tidak terjaga, maka akan menimbulkan kerusakan dan bencana.
Aspek hubungan manusia dengan alam ini dimaksudkan agar siswa
mencintai, menyelidiki dan mampu mengolah alam dan memanfaatkannya untuk
beribadah kepada Allah. Ajaran ini dimaksudkan agar siswa dapat menambah rasa
syukur terhadap nikmat-nikmatnya yang telah diberikan Allah kepada manusia,
sehingga akan mempertebal rasa iman kepada Allah.
Ketiga hal atau materi pokok di atas merupakan hal penting dalam
mewujudkan aktifitas yang serasi, penuh dengan nilai-nilai agama. Terlaksananya
hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia dan
hubungan manusia dengan alam sekitarnya dapat menciptakan kehidupan yang
sejahtera, penuh kebahagiaan dan sarat dengan keseimbangan materi dan rohani.
Sehingga terciptalah lingkungan yang bersih dari caci maki dan perbuatan jelek
lainnya, dengan demikian akan terbentuklah masyarakat yang saling menolong
dan perbuatan baik lainnya di bawah satu ikatan Aqidah Islam.
23
B. TINJAUAN TENTANG PRILAKU SISWA
1. Pengertian Peningkatan Perilaku
Sebagaimana dalam kamus besar bahasa indonesia menyebutkan
bahwa peningkatan diartikan :
Peningkatan n proses, cara, perbuatan meningkatkan (usaha,
kegiatan, dsb) 9
Sedangkan menurut istilah :
“peningkatan“ adalah segala usaha yang berupa kegiatan-kegiatan
yang berhubungan dengan penyusunan, pelaksanaan, pengarahan,
pengembangan, dan pandangan hidup atas sasaran yang dituju.10
Pembinaan disini mengandung empat unsur pokok yaitu :
1. Membangkitkan.
2. Mengatur.
3. Mendorong.
4. Mengendalikan.11
Adapun kata “moral“ menurut bahasa berasal dari dua kata yaitu
“moral“ diambil dari kata “mores“ bahasa latin yang artinya adat
kebiasaan, dalam bahasa Indonesia disebut susila dalam agama islam
disebut perilaku.12
Menurut istilah, kata moral memiliki beberapa pengertian :
9 Dendy Sugono dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2008, hal.. 122
10 Bappenkar, Pola Pembinaan Generasi Muda, Jatim, t. p. t. h.1975
hal. 1 11 Ibid, hal 2
12 Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Bulan Bintang, Jakarta, 1981,
hal.512.
24
a. W.J.S. Purwadarminta dalam bukunya Kamus Umum Bahasa Indonesia
menjelaskan bahwa :
Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan.13
b. Menurut Prof. Dr. Zakiyah Daradjad dalam bukunya “ Peranan agama
dalam kesehatan mental “ menjelaskan bahwa :
Perilaku adalah kelakuan yang sesuai dengan ukuran (nilai-nilai)
masyarakat yang timbul dari hati yang bukan paksaan yang
disesuaikan pula dengan tanggung jawab atas kelakuan.14
c. Menurut Ibnu Athir dalam bukunya “ An Nihayah “ menerangkan :
Hakekat makna khuluk (moral) itu, ialah gambaran batin manusia
yang tepat (jiwa dan sifat-sifatnya).15
2. Dasar dan Tujuan Peningkatan Perilaku
Semua aktifitas atau perbuatan tertentu mempunyai dasar dan tujuan.
Dasar dan tujuan sangat erat hubungannya, karena dasar adalah sebagai
tempat berpijak untuk mencapai sasaran atau sesuatu yang dituju, dan tujuan
adalah sebagai arah yang akan dicapai.
Adapun dasar pelaksanaan pembinaan Perilaku (moral) adalah Dasar
Religius, Yang dimaksud dengan dasar religius dalam pembahasan ini adalah
dasar pembinaan moral (perilaku) yang bersumber dari ajaran Al-Quran dan
Al-Hadits. Dalam pembinaan moral, agama memegang peranan penting,
13 W.J.S. Purwadarminta, Op. Cit. Hal.654.
14 Prof. Dr. Zakiah Daradjad, Peranan Agama dalam Kesehatan
Mental, Bulan Bintang, Jakarta, 1973, hal. 13
15 Humaidi Tatapanggarsa, Pengantar Ilmu Perilaku, Bina Ilmu,
Surabaya, 1989, hal. 13.
25
sebagai titik tolak dalam mencapai tujuan. Dalam hal ini Prof. Dr. Zakiah
Daradjad dalam bukunya “Ilmu Jiwa Agama “ menyatakan bahwa :
Kehidupan moral tidak dipisahkan dari keyakinan beragama,
karena nilai-nilai moral yang tegas, pasti dan tenang, tidak
berubah karena keadaan, tempat dan waktu, adalah nilai yang
bersumber kepada agama. Karena itu dalam pembinaan generasi
muda, perlu kehidupan moral dan agama itu sejalan dan dapat
perhatian serius.16
3. Usaha dalam Peningkatan Perilaku
Masalah moral (Perilaku) merupakan fondasi (dasar) yang utama dalam
pembentukan kepribadian manusia seutuhnya. Pendidikan yang mengarah kepada
terbentuknya kepribadian bermoral / berperilaku, merupakan hal pertama yang
harus dilakukan, sebab akan melandasi stabilitas kepribadian atau karakteristik
manusia secara keseluruhan.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Prof. Dr. Zakiyah Darajat dalam
bukunya membina nilai-nilai moral bangsa Indonesia sebagai berikut :
Masalah moral juga merupakan suatu masalah yang menjadi
perhatian orang dimana saja dan kapan saja, baik pada masyarakat
yang sudah maju maupun masyarakat yang masih terbelakang,
karena kerusakan moral seseorang akan mengganggu ketentraman
orang lainnya. Jika dalam suatu masyarakat banyak yang rusak
moralnya, maka akan goncanglah keadaan masyarakat tersebut dan
bahkan dikatakan ukuran baik dan tidaknya suatu bangsa dapat
diukur dari moralnya (Perilakunya).17
Untuk itulah maka perlu adanya pembinaan moral / perilaku terhadap
seseorang agar keadaan masyarakat menjadi aman dan tenteram. Maka
sebagai usaha dalam Pembentukan Perilaku dapat diuraikan sebagai berikut :
16 Zakiah Daradjad, Loc Cit, hal. 13
17Ibid, hal. 137
26
a) Penanaman Agama
Agama merupakan unsur yang paling penting dan utama dalam
kehidupan manusia dan merupakan kebutuhan yang universal. Karena
kaidah-kaidan yang terkandung di dalamnya mengandung nilai-nilai yang
sangat tinggi bagi kehidupan manusia dan kaidah-kaidah tersebut merupakan
norma-norma ketuhanan yang sampai kepada manusia melakukan wahyu
Ilahiyahnya yang disampaikan kepada Nabi dan Rasulnya, yang mewujudkan
perintah (Amr) dan larangan (Nahi), serta kebolehan (Ibahah). Hal ini berarti
jika manusia memahami dengan baik, kemudian mau mengamalkan sejauh isi
ajaran agama tersebut, maka partilah mereka menjadi umat yang baik dengan
kata lain mereka tidak akan merugi atau menyinggung perasaan orang lain
dan sudah barang tentu akan memiliki moral yang baik.
Kehidupan moral tidak dapat dipisahkan dengan keyakinan beragama,
karena nilai-nilai moral yang tegas, tidak berubah karena keadaan dan tempat.
Demikian betapa pentingnya agama bagi kehidupan manusia yang
sekaligus sebagai pengendali tingkah lakunya, seperti yang dikatakan oleh
Prrof. Dr. Zakiyah Darajat bahwa :
Apabila keyakinan beragama itu telah menjadi bagian integral dari
kepribadian seseorang, maka keyakinanlah yang akan mengawali segala
tindakan, perkataan dan bahkan perasaannya, jika terjadi tarikan orang
kepada sesuatu yang tampaknya menyenangkan dan menggembirakan,
maka keimanannya cepat bertindak meneliti apakah hal tersebut boleh
atau terlarang oleh agamanya. Andaikata termasuk hal yang terlarang,
betapapun tarikan luar tersebut, tidak akan diindahkan karena ia takut
melaksanakan yang terlarang oleh agamanya.18
18 Prof. Dr. Zakiyah Darajat, Op Cit, hal. 14
27
Dalam kesempatan lain beliau juga mengatakan :
Pendidikan moral yang paling baik, sebenarnya terdapat dalam
agama, karena nilai-nilai moral yang dapat dipatuhi dengan
kesadaran sendiri tanpa adanya paksaan dari luar, datangnya dari
keyakinan beragama. Keyakinan itu harus ditanamkan sejak kecil,
sehingga menjadi bagian dari kepribadian si anak. Karena itu
pendidikan moral tidak dari pendidikan agama. Penanaman jiwa
agama itru harus dilaksanakan sejak si anak lahir.19
Jadi jelas bahwa agama adalah merupakan unsur yang paling dibutuhkan
sebagai pedoman sekaligus sebagai pegangan dan panutan dalam rangka
mengarungi kehidupan bermasyarakat yang nantinya dalam kehidupan ini bisa
damai dan tenteram tanpa adanya gangguan dan penyelewengan sosial.
b) Membiasakan Hidup Bermoral
Seperti yang dikatakan Prof. Dr. Zakiyah Darajat diatas tadi, bahwa
dalam pembinaan moral itu ada segi yang harus diperhatikan, yaitu :
(1) Moral Behavior (Tindakan Moral)
(2) Moral Concept (Pengertian Moral)
Menurut beliau dalam membina moral anak yang didahulukan adalah
tindakan moral, karena pengertian tentang moral belum tentu menjamin akan
tindakan moral.
Sebagaimana yang dikatakan beliau :
Pengertian tentang moral, belum dapat menjamin tindakan moral.
Maka moral bukanlah sesuatu pelajaran atau science yang dapat
dicapai dengan mempelajari, tanpa membiasakan hidup bermoral dari
kecil dan moral itu tumbuh dari tindakan kepada pengertian, tidak
sebaliknya.20
19 Ibid, hal. 71
20 Ibid, hal. 16
28
Untuk itu dalam moral seharusnya dimulai dengan membiasakan anak
sejak kecil, sesuai dengan kemampuan dan usianya. Karena setiap anak lahir
belum mengerti mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang harus
dilakukan dan mana yang harus dijauhi. Dan belum tahu batas-batas dan
ketentuan moral yang berlaku dan lingkungan dan agamanya. Tenpa
dibiasakannya menampakkan sikap yang dianggap baik buat perbuatan moral,
anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenal moral itu.
Maka dalam hal ini yang memegang peranan utama dalam menanamkan
kebiasaan-kebiasaan anak adalah orang tua mereka karena anak dalam hidupnya
itu lebih banyak di lingkungan keluarga. Sehingga apa yang dilakukan oleh orang
tua melalui perlakuan dan pelayanannya kepada si anak sangat mempengaruhi
pembiasaan moral mereka. Misalnya si Ibu atau Ayah yang selalu terbiasa
memperlakukan anak dengan kasar, acuh tak acuh, maka perlakuan anak yang
sedemikian itu akan mempengaruhi perkembangan dan sifat anak, mislanya akan
tumbuh rasa tidak senang tersebut menjadikan sifat kasar, keras, dan acuh tak
acuh terhadap lingkungannya. Demikian seterusnya setiap pengalaman yang
diterima anak baik melakukan perbuatan, perlakuan, penglihatan maupun
pendengaran akan merupakan pembinaan kebiasaan yang akan tumbuh menjadi
tindakah moral (Moral Behavior) di kemudian hari.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Ahmad D Marimba dalam bukunya
Pengantar Filsafat pendidikan Islam sebagai berikut :
29
Dengan mengontrol dan mempergunakan tenaga-tenaga kejasmanian
(terutama) dan dengan bantuan tenaga-tenaga kejiwaan kita
membiasakan si terdidik dalam amalan-amalan yang dikerjakan dan
yang diucapkan, sesuai dengan rangka-rangka pembinaan Islam.21
Dengan demikian pembiasaan-pembiasaan itu sangat penting dalam
pembinaan moral, karena pembiasaan itu berfungsi untuk memberikan
kepribadian sesuai dengan ajaran Islam.
c) Bimbingan dalam Pengisian Waktu Luang.
Pengaturan atau bimbingan untuk mengisi waktu luang itu, harus
dikerjakan dengan sengaja, dengan program yang baik dan menyenangkan.
Mungkin saja dengan memberikan latihan ketrampilan membuka kesempatan
untuk mengembangkan bakat dan potensi yang ada, sehingga dapat memberikan
kegembiraan dan kepuasan bagi yang mempunyai bakat dan potensi itu.
Dan tentu saja semua kegiatan baik yang tidak keluar dari batas-
batas ajaran agama Islam.22
Pendek kata bimbingan terhadap pengisian waktu luang yang teratur
dan terpimpin dengan baik dan rapi, akan menolong dalam pembinaan mental
dan moral baik menurut agama.
Semua usaha yang dilakukan dalam rangka pembinaan moral tersebut
diatas sesuai dengan konteks ajaran agama Islam. Karena Islam itu sendiri
menurut manusia agar melaksanakan sistem kehidupan yang didasarkan atas
21 Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Al
Ma’arif, Bandung, 1989, hal. 76
22 Prof. DR. Zakiyah Darajat, Op Cit, hal. 73
30
norma-norma kebijakan dan jauh dari kejahatan. Begitu juga semua lingkup
kehidupan senantiasa diatas moral islami sehingga Islam berkuasa penuh atas
semua urusan kehidupan manusia. Sedangkan hawa nafsu dan Vested interest
picik tidak diberi kesempatan menguasai kehidupan manusia.
Sebagaimana yang dikatakan HM. Arifin, tentang moral atau
perilaku seperti dibawah ini :
Moral Islami mementingkan keseimbangan dalam semua aspek
kehidupan sampai ke liang lahat.23
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Perilaku
Faktor-faktor yang mempengaruhi Pembentukan Perilaku anak sesuai
dengan teori Konvergensi yang dipelopori oleh William Stern dan disitir oleh
Moh Kasiran menyatakan :
Perkembangan itu adalah hasil perpaduan dan kerjsaama antara dua
faktor yaitu pembawaan dan lingkungan faktor dasar dan faktor ajar.
Anak pada waktu dilahirkan telah membawa potensi-potensi yang
akan berkembang, maka lingkungan yang akan menentukan dan
membawa potensi-potensi tersebut.24
Dengan demikian ada dua faktor yang mempengaruhi Pembentukan
Perilaku anak yaitu :
Faktor Internal
Faktor Eksternal
23 HM, Arifin, Op Cit, hal. 142
24 Moh. Kasiran, Ilmu Jiwa Perkembangan, Usaha Nasional,
Surabaya, 1983, hal. 27 - 28
31
a. Faktor Intern ( dari dalam )
Faktor internal adalah faktor yang terdapat dalam diri anak, faktor ini
dalam Islam disebut juga Gharizah (pembawaan sejak lahir), faktor ini juga
didominasi oleh unsur psikhis anak.
b. Faktor ekstern ( dari luar )
Faktor Eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri anak, faktor
ini berkembang melalui identifikasi terhadap lingkungan sekitarnya, seperti
yang dikatakan oleh Prof. DR. Zakiyah Darajat :
Pengalaman-Pengalaman yang dilalui anak pada tahun-tahun pertama
dapat pula menjadi bahan-bahan pokok dalam pembinaan mental dan
moral anak, seperti pendidikan yang diterima si anak dari orang tuanya,
baik dalam pergaulan, pembicaran,bertindak dan sebagainya dapat
menjadi tauladan atau pedoman yang akan ditiru oleh anak-anaknya.25
Dengan demikian faktor eksternal tersebut adalah :
1. Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga bisa dikatakan sebagai lingkungan pendidikan yang
utama dan pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama kali mendapatkan
didikan dan bimbingan. Dan dikatakan sebagai lingkungan utama karena sebagian
besar kehidupan anak adalah dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling
banyak di terima oleh anak adalah dalam keluarga. Untuk itu tugas utama dari
keluarga bagi pendidikan perilaku dan pandangan hidup keagamaan.
Sebagaimana dikatakan oleh Amir Daien Indrakusuma sebagai
berikut :
25 Zakiyah Darajat, Op Cit, hal. 71
32
Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari orang tuanya dan
dari anggota keluarga yang lain.26
Dengan demikian seluk beluk kehidupan keluarga memiliki pengaruh
yang paling mendasar dalam perkembangan anak. Sehingga sependapat dengan
apa yang dikatakan oleh J.J. Rousseau dalam bukunya yang mengatakan :
Betapa pentingnya pendidikan keluarga itu, ia menganjurkan agar
pendidikan anak disesuaikan dengan tiap-tiap masa perkembangannya
sejak kecil.27
Dengan demikian bagi kira yang beragama Islam yang menurut Allah
sebagai umat yang terbaik, pembinaan anak di dalam keluarga dapat
dilakukan dengan cara memberika suri tauladan yang baik yang sesuai
dengan ajaran agama Islam, cara ini akan lebih memudahkan baik bagi anak
di dalam menerima maupun bagi orang tua di dalam memberikan pendidikan
agama.
2. Lingkungan Sekolah
Pada dasarnya sekolah merupakan suatu lembaga yang membantu
bagi tercapainya cita-cita keluarga dan masyarakat, khususnya masyarakat
Islam dalam bidang pengajaran yang tidak dapat dilakukan secara sempurna
dalam rumah dan masjid. Bagi umat Islam lembaga pendidikan yang dapat
memenuhi harapan adalah lembaga pendidikan Islam. Artinya lembaga
26 Amir Daien Indrakusuma, Op Cit, hal. 109
27 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,
Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal. 86
33
pendidikan Islam bukan saja sekedar mengajarkan pelajaran agama Islam,
akan tetapi suatu lembaga pendidikan yang secara keseluruhan bernafaskan
Islam. Hal ini akan terwujud jika terdapat keserasian antara rumah dan
sekolah dalam pandangan keagamaan.
Namun hendaknya sekolah dapat menjadikan lapangan yang baik
kepada bagi pertumbuhan dan perkembangan mental dan moral peserta didik.
Di samping tempat pemberian pengetahuan, pengembangan bakat dan
kecerdasan. Dengan kata lain supaya sekolah merupakan lapangan sosial bagi
anak, dimana pertumbuhan mental, sosial dan segala aspek kepribadian dapat
berjalan dengan baik.
3. Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat besar sekali pengaruhnya dalam memberikan
kontribusi terhadap pendidikan anak, terutama para pemimpin masyarakat yang
taat dan patuh menjalankan agamanya, baik dalam lingkungan keluarga, anggota
sepermainannya, kelompok kelas dalam sekolahnya. Bila anak sudah besar
diharapkan menjadi anggota masyarakat yang baik pula sebagai warga deswa,
kota atau bahkan sebagai warga negara.
Keadaan masyarakat dan kondisi lingkungan dalam berbagai corak dan
bentuknya akan berpengaruh, baik secara langsung maupun tidak langsung
terhadap anak dimana mereka hidup dan berkelompok. Perubahan-Perubahan
masyarakat yang berlangsung secara cepat ditandai dengan peristiwa-peristiwa
yang menegangkan, seperti persaingan di bidang ekonomi, kebebasan media
massa maupun media elektronik dan sebagainya akan berimplikasi terhadap
34
perkembangan perilaku anak, pengaruh tersebut bisa saja bersifat positif ataupun
bersifat negatif, hal ini sesuai dengan ungkapan Ki Hajar Dewantara yang di nukil
oleh Amir Daien Indrakusuma sebagai berikut :
Sebenarnya di dalam masyarakat itu tidak ada pendidikan, masyarakat
tidak mendidik orang-orang atau anak-anak yang berbeda di dalamnya. Di dalam
masyarakat, yang ada hanya pengaruh dari masyarakat itu. Pengaruh-pengaruh
dari masyarakat ini ada yang bersifat positif terhadap pendidikan anak, tetapi
sebaliknya banyk pula yang bersifat negatif.28
C. PENGARUH PENGUASAAN MATERI AQIDAH AKHLAK TERHADAP
PRILAKU SISWA DI MTS AL-IHSANI PODOROTO KESAMBEN JOMBANG
Akhlak termasuk di antara makna yang terpenting dalam hidup ini.
Tingkatannya berada sesudah akidah, yaitu kepercayaan kepada Allah, Malaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari Kiamat, dan qadha dan qadar Allah
dan ibadah kepada Allah, mentaati-Nya, ikhlas kepada-Nya dan beribadah
kepada-Nya.
Akhlak itu adalah kebiasaan atau sikap yang mendalam dalam jiwa dari
mana timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang. Ia juga suatu
faktor yang mempengaruhi tingkah laku manusia dan pada kebolehannya untuk
menyesuaikan dirinya dengan alam sekitar tempat ia hidup.
Namun, perilaku belum merupakan akhlak sebelum ia menjadi watak,
kebiasaan atau sikap yang mendalam dalam jiwa. Biarpun ia sudah sampai
ketingkat ia masih tetap bisa berubah, bertukar, berkembang, dan berpindah dari
28 Amir Daien Indrakusuma, Op Cit, hal. 114
35
suatu keadaan kepada keadaan yang lain, melalui pendidikan, bimbingan, latihan
dan riyadah akhlak dan spiritual, atau melalui ilham dan bisikan pada jiwa yang
kedua-duanya datang dari Allah tanpa daya dan usaha dari seseorang.
Perilaku disiplin siswa sangat dipengaruhi oleh faktor baik dari dalam
maupun dari dalam diri individu, faktor dari dalam seperti generasi, yang dibawa
anak sejak lahir dan biasanya diwariskan dari orang tuanya. Sedangkan faktor dari
luar berupa pengaruh lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah termasuk
penguasaan materi aqidah akhlaq maupun lingkungan masyarakat yang
kesemuanya ini merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Berdasarkan uraian diatas penulis dapat mengasumsikan bahwa : Ada
pengaruh yang signifikan antara Penguasaan materi aqidah akhlak terhadap
Perilaku siswa di MTs Al-Ihsani Podoroto Kesamben Jombang.
Recommended