View
1
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Unmanned Aerial Vehicle (UAV)
Unmanned Aerial Vehicle, disingkat UAV (drone) merupakan pesawat tanpa awak
yang mampu terbang baik secara kontrol manual maupun otomatis. Drone mampu
terbang dengan menggunakan hukum aerodinamika untuk mengangkat dirinya baik
tanpa muatan maupun dengan membawa muatan. Penggunaan terbesar dari drone
adalah di bidang militer. Namun demikian, seiring dengan perkembangan teknologi
drone dengan berbagai variasi perangkat dan ukuran maka penggunaan drone saat ini
telah meluas ke berbagai bidang, seperti dalam bidang fotografi, pertanian, keamanan,
pendidikan (riset dasar), dan lain-lain [4]. Drone dapat dibedakan menjadi 2 jenis
yaitu fixed-wing dan rotary-wing (gambar 2.1). Fixed-wing merupakan UAV yang
bentuk sayapnya merupakan sudah tetap dan merupakan komponen gerak dari
pesawat tersebut, untuk jenis Rotary-wing merupakan UAV yang komponen
geraknya berupa baling-baling yang berputar (rotor) [5].
5
(Sumber: https://waypoint.sensefly.com/buy-fixed-wing-drone-or-rotary/)
Gambar 2. 1 Rotary Wings dan Fixed Wings
Penggunaan UAV pertama kali yang dicatat adalah untuk peperangan pada 22
Agustus 1849 ketika Austria menyerang salah satu kota di Itali Venice dengan balon
yang tidak berawak yang dilengkapi dengan bahan peledak. Pesawat terbang tanpa
pilot pertama digunakan sebagai aerial torpedoes atau apa yang kita sebut sekarang
dengan cruise missiles, yang dibuat selama hingga sesaat setelah perang dunia
pertama. Pada 12 September 1916, Hewitt-Sperry Automatic Airplane, yang dikenal
sebagai bom yang dapat terbang melakukan penerbangan pertamanya, menunjukkan
konsep dari sebuah pesawat tak berawak. Dengan kesuksesan pesawat tanpa pilot
sebelumnya, membawa kepada pengembangan radio kontrol (RC) pesawat tanpa
pilot di Inggris dan US pada tahun 1930. Pada tahun 1931 Inggris mengembangkan
Fairey Queen radio kontrol yang berasal dari Fairey IIIF (gambar 2.2), dan pada
tahun 1935 melanjutkan eksperimen dengan memproduksi lebih besar radio control
6
lainnya, DH 82B Quenn Bee (gambar 2.3). Setelah beberapa lama nama Queen Bee
dikatakan telah membawa kepada penggunaan kata drones untuk pesawat tanpa pilot,
[6].
(Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Fairey_Firefly)
Gambar 2. 2 Fairey III
(Sumber:
https://en.wikipedia.org/wiki/De_Havilland_Tiger_Moth#Gunnery_target_drone)
Gambar 2. 3 de Havilland Queen Bee
Drone atau Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA) telah diproduksi oleh
industri dalam negeri antara lain: PT. Dirgantara Indonesia, PT. UAV Indo, PT.
Globalindo Tekhnologi Service Indonesia, PT. RAI (Robo Aero Indonesia), PT.
7
Aviator dan PT. Carita. Adapun PTTA hasil produk dalam negeri tersebut saat ini
digunakan untuk kepentingan olahraga kedirgantaraan dan beberapa industi masih
mengadakan pengembangan PTTA untuk kepentingan sasaran latihan Arhanud.
Dengan adanya kemampuan berbagai industri dalam negeri dalam mengembangkan
PTTA tersebut, merupakan potensi dan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan PTTA yang memiliki kemampuan sebagai pesawat pengintai,
pemantau sasaran, dan objek dari udara. Pengembangan PTTA tersebut dilakukan
dengan melengkapi sebuah kamera dan hasilnya secara langsung dapat diamati pada
layer display di Ground Station [6].
2.3 Komponen – Komponen Pada Drone
Pada drone ada beberapa komponen penyusun utama yang secara sistematis saling
berinteraksi, seperti pesawat dan sistem kontrol bumi.
(Sumber: http://digilib.unila.ac.id)
Gambar 2. 4 Sistem Drone Secara Umum
Seperti pada gambar 2.4 sistem drone saling perhubungan, bagian sistem penyusun
dapat dilihat pada gambar 2.5. [7]
8
(Sumber: https://humdi.net/wiki/rc/diy-h-frame-fpv-quadcopter)
Gambar 2. 5 Bagian-Bagian Dari Drone
a) Kerangka (frame),
b) Motor dan baling-baling,
c) Pengendali utama (flight controller atau main controller),
d) Pengendali kecepatan elektronik (electronic speed controller),
e) Radio controller transmitter dan receiver,
f) Baterai Lithium-ion Polymer (Lipo)
2.4 Multicopter UAV
Multicopter/multirotor merupakan salah satu drone dengan konfigurasi rotary-
wing. Pada multicopter sistem penggerak menggunakan 2 rotor atau lebih. Kontrol
gerak dihasilkan dengan mengatur kecepatan rotor untuk mengubah torsi dan gaya
dorong dari masing-masing rotor.
a
b
c
f e
d
9
Pemilihan frame akan memengaruhi banyak aspek multicopter, termasuk efisiensi,
daya angkat, waktu penerbangan, dan stabilitas. Jumlah mesin fisik yang ada juga
penting Untuk konfigurasi multi-rotor yang paling umum dapat dilihat pada (gambar
2.6):
(Sumber: http://archive.is/DqI2M#selection-427.0-427.537)
Gambar 2. 6 Konfigurasi multi-rotor
Dalam perkembangannya hingga saat ini, drone dengan jenis multicopter memiliki
perbedaan dalam banyaknya penggunaan rotor[8]. Adapun jenis-jenis tersebut adalah
sebagai berikut:
2.4.1 Bicopter
Bicopter (gambar 2.7) adalah salah satu jenis multirotor dengan jumlah rotor
yang digunakan adalah 2 buah dengan tambahan 2 buah motor servo sebagai kontrol
10
gerakan ke depan dan ke belakang secara independen untuk memberikan kontrol pitch
dan yaw.
(Sumber: Stoian,2016)
Gambar 2. 7 Bicopter
2.4.2 Tricopter
Tricopters (gambar 2.8) memiliki desain khusus, desain konfigurasi Y3 sistem
kendali pada tricopter yakni dengan mengatur arah motor dengan motor servo dan
mengatur kecepatan kedua buah motor tersebut.
(Sumber: Stoian,2016)
Gambar 2. 8 Tricopter
2.4.3 Quadcopter
Quadcopters (gambar2.9) umumnya menggunakan dua pasang baling-baling
tetap yang identik; dua searah jarum jam (CW) dan dua berlawanan arah jarum jam
(CCW). Quadcopter memiliki 4 mesin yang dipasang pada 4 lengan bingkai simetris
sehingga dapat memiliki bentuk + atau X satu. Untuk fotografi, X yang paling sering
digunakan karena baling-baling tidak masuk dalam bingkai stabilitas tinggi dan daya
tahan yang kuat terhadap benturan.
11
(Sumber: https://wiki2.org/en/Quadcopter)
Gambar 2. 9 Quadcopter
2.4.4 Hexacopter
Hexacopter (gambar 2.10) memiliki 6 mesin pada kerangka simetris dengan 6
lengan ditempatkan pada sudut 60 derajat. Jenis ini multirotor sangat populer karena
memiliki daya angkat yang besar kapasitas dan kestabilan yang kuat sekalipun salah
satu mesinnya menderita masalah.[9]
(Sumber: https://rchobbyreview.com/top-hexacopter-drones/ )
Gambar 2. 10 Hexacopter
12
2.4.5 Octocopter
Octocopter (gambar 2.11) adalah versi perbaikan dari HexaCopter dengan
kapasitas angkat yang lebih tinggi dan lebih baik stabilitas. Ini dapat terbang dan
mendarat secara teratur bahkan dengan kerusakan dua mesin. Kelemahan dari model
ini adalah jumlah arus listrik yang dihisap dari sumber energi dan harga tinggi.
(Sumber: https://www.vectorstock.com/royalty-free-vector/octocopter-drone-icon-vector-
23682068)
Gambar 2. 11 Octocopter
2.5 Lift Force pada Motor
Lift atau daya angkat biasanya berhubungan dengan sayap dari sebuah model airfoil
fixed-wing, namun lift juga dapat dihasilkan oleh propellers, layang-layang, helikopter,
perahu layar bahkan pada bentuk dari sebuah mobil. Lift pada dasarnya berarti usaha
angkat untuk melawan gravitasi. Ada beberapa teori untuk menjelaskan lift, antara lain
Prinsip Bernoulli yang menjelaskan bahwa aliran udara merupakan energi yang
konstan, ketika udara mengalir pada bagian yang memiliki tekanan udara rendah, maka
aliran udara tersebut akan semakin cepat. [10]
13
Dari Prinsip Bernoulli, tekanan udara pada bagian atas bergerak lebih cepat dengan
demikian tekanan menjadi rendah dibandingkan dengan bagian bawah yang aliran
udaranya bergerak lebih lambat. Perbedaan tekanan udara tersebut menghasilkan gaya
aerodinamik.
Pada Hukum Newton tentang Lift and deflection of the flow, lift dihasilkan karena
adanya tekanan udara dan gaya tekan dari area wing, bahwa tekanan dari luas wing
tidak menghasilkan gaya yang murni, akan tetapi dibutuhkan perbedaan tekanan untuk
menghasilkan lift.
Pada airfoil yang simetris, akan menghasilkan lift nol dan menghasilkan sudut nol,
sudut lift disebut angle of attack dilambangkan 𝛼𝛼 yaitu sudut antara airfoil dan udara
yang datang. Sehingga dengan spesifik angle of attack diketahui, lift dapat dicari
dengan persamaan berikut.
𝐹𝐹𝑑𝑑 = 12∙ 𝜌𝜌 ∙ 𝐴𝐴 ∙ 𝑣𝑣2 ∙ 𝐶𝐶𝑑𝑑 (2.1)
Keterangan:
ρ = massa jenis udara (1,225 𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑚𝑚3� )
v = kecepatan (m/s)
A = luas sayap (𝑚𝑚2)
𝐶𝐶𝑑𝑑 = koefisien lift didapat dari angle of attack Mach number dan Reynolds
number. [11]
Pada rotary-wing lift tidak dihasilkan oleh wing tapi dari propeller yang berputar.
Sehingga rotary-wing mampu hover, sehingga A merupakan luas lingkaran yang
14
dihasilkan dari propeller dimana 𝐴𝐴 = 2ᴫ𝑟𝑟2 , r merupakan jari-jari propeller. Dan untuk
CL saat hover memiliki angle of attack dengan sudut 0º, sehingga CL pada saat hover
adalah 0,1[12]. Pada rotaty wing v yang dihasilkan adalah kecepatan putar motor per
detik pada pitch propeller:
𝑣𝑣 = 𝑛𝑛 ∙ 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝ℎ (2.2)
Keterangan:
𝑛𝑛 = Kecepatan rotasi motor (rev/sec)
𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝ℎ = Popeller pitch (m)
2.6 Material Komposit
Komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih
material sehingga dihasilkan material komposit yang mempunyai sifat mekanik dan
karakteristik yang berbeda dari material pembentuknya. Komposit memberikan suatu
pengertian yang sangat luas dan berbeda-beda, serta mengikuti situasi dan
perkembangan bahan itu sendiri. Gabungan dua atau lebih bahan merupakan suatu
konsep yang diperkenalkan untuk menerangkan definisi komposit.
Komposit memiliki sifat mekanik yang lebih bagus dari logam, kekakuan jenis
(modulus Young/density) dan kekuatan jenisnya lebih tinggi dari logam. Beberapa
lamina komposit dapat ditumpuk dengan arah orientasi serat yang berbeda, gabungan
lamina ini disebut sebagai laminat. [13]
15
2.6.1 Kelebihan Material Komposit
Bahan komposit mempunyai beberapa kelebihan berbanding dengan bahan
konvensional seperti logam. Kelebihan tersebut pada umumnya dapat dilihat dari
beberapa sudut yang penting seperti sifat-sifat mekanikal dan fisikal, keupayaan
(reliability), keboleh prosesan dan biaya. Seperti yang diuraikan dibawah ini:
a) Sifat-sifat mekanikal dan fisikal
Pada umumnya pemilihan bahan matriks dan serat memainkan peranan penting
dalam menentukan sifat-sifat mekanik dan sifat komposit. Gabungan matriks dan
serat dapat menghasilkan komposit yang mempunyai kekuatan dan kekakuan yang
lebih tinggi dari bahan konvensional. Berikut ini merupakan sifat-sifat mekanikal
dan fisikal yang harus ada pada bahan komposit:
Bahan komposit mempunyai density yang jauh lebih rendah berbanding
dengan bahan konvensional. Ini memberikan implikasi yang penting dalam
konteks penggunaan karena komposit akan mempunyai kekuatan dan
kekakuan spesifik yang lebih tinggi dari bahan konvensional. Implikasi
kedua ialah produk komposit yang dihasilkan akan mempunyai kerut yang
lebih rendah dari logam. Pengurangan berat adalah satu aspek yang penting
dalam industri pembuatan seperti automobile dan angkasa lepas. Ini karena
berhubungan dengan penghematan bahan bakar.
Dalam industri angkasa lepas terdapat kecendrungan untuk menggantikan
komponen yang diperbuat dari logam dengan komposit karena telah
16
terbukti komposit mempunyai rintangan terhadap fatigue yang baik
terutamanya komposit yang menggunakan serat karbon.
Kelemahan logam yang agak terlihat jelas ialah rintangan terhadap kakisa
yang lemah terutama produk yang kebutuhan sehari-hari. Kecendrungan
komponen logam untuk mengalami kikisan menyebabkan biaya
pembuatan yang tinggi.
Bahan komposit juga mempunyai kelebihan dari segi versatility (berdaya
guna) yaitu produk yang mempunyai gabungan sifat-sifat yang menarik
yang dapat dihasilkan dengan mengubah sesuai jenis matriks dan serat
yang digunakan. Contoh dengan menggabungkan lebih dari satu serat
dengan matriks untuk menghasilkan komposit hibrid.
Massa jenis rendah (ringan)
Lebih kuat dan lebih ringan.
Perbandingan kekuatan dan berat yang menguntungkan.
Lebih kuat (stiff), ulet (tough) dan tidak getas.
Koefisien pemuaian yang rendah
Tahan terhadap cuaca
Tahan terhadap korosi
Mudah diproses (dibentuk)
Lebih mudah dibanding metal
b) Harga
Faktor harga juga memainkan peranan yang sangat penting dalam membantu
perkembangan industry komposit. Harga yang berkaitan erat dengan penghasilan
17
suatu produk yang seharusnya memperhitungkan beberapa aspek seperti harga
bahan mentah, pemrosesan, tenaga manusia, dan sebagainya.
2.6.2 Kekurangan material komposit
Adapun kekurang bahan komposit yang telah diketahui adalah sebagai berikut:
a. Tidak tahan terhadap beban shock (kejut) dan crash (tabrak) dibandingkan
dengan metal.
b. Kurang elastis
c. Lebih sulit dibentuk secara plastis
2.7 Jenis- Jenis Bahan Komposit
Secara garis besar ada 3 macam jenis komposit berdasarkan penguat yang
digunakannya, yaitu:
1) Fibrous Composites (Komposit Serat), merupakan jenis komposit yang hanya
terdiri dari satu lapisan yang menggunakan penguat berupa serat (fiber). Serat
(fiber) yang digunakan bisa berupa glass fibers, carbon fibers, aramid fibers
(polyaramide), dan sebagainya.
2) Laminated Composites (Komposit Laminat), merupakan jenis komposit yang
terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabung menjadi satu dan setiap lapisnya
memiliki karakteristik sifat sendiri.
3) Particulalate Composites (Komposit Partikel), merupakan komposit yang
menggunakan partikel atau serbuk sebagai penguatnya dan terdistribusi secara
merata dalam matriksnya.
Sehingga komposit dapat dikatakan sebagai dua macam atau lebih material
yang digabungkan atau dikombinasikan dalam sekala makroskopis (dapat terlihat
18
langsung oleh mata) sehingga menjadi material baru yang lebih berguna. Pada bahan
material komposit terdiri dari 2 bagian utama yaitu:
Matriks, berfungsi untuk perekat atau pengikat dan pelindung filler (pengisi)
dari kerusakan eksternal.
Filler (pengisi), berfungsi sebagai Penguat dari matriks.
2.8 Fiberglass
Fiberglass (AS) atau fiberglass (UK) adalah jenis umum dari plastik yang diperkuat
serat menggunakan serat kaca. Serat dapat disusun secara acak, diratakan menjadi
lembaran (disebut untaian tikar cincang), atau ditenun menjadi kain. Matriks plastik
dapat berupa matriks polimer termoset paling sering didasarkan pada polimer termoset
seperti epoksi, resin poliester, vinilester, atau termoplastik. [14]
(Sumber: http://fcfibreglass.com/about/)
Gambar 2.11 Fiberglass
Tidak seperti serat kaca yang digunakan untuk isolasi, agar struktur akhir menjadi
kuat, permukaan serat harus seluruhnya bebas dari cacat, karena ini memungkinkan
19
serat untuk mencapai kekuatan tarik gigapascal. Jika sebagian besar kaca bebas cacat,
itu akan sama kuatnya dengan serat kaca; Namun, umumnya tidak praktis untuk
memproduksi dan memelihara bahan curah dalam keadaan bebas cacat di luar kondisi
laboratorium.
Komponen dari plastik berserat kaca pada dasarnya terbuat dari konstruksi “kulit”
tipis, kadang bagian dalamnya diisi dengan busa struktural, seperti dalam kasus
pembuatan papan selancar. Komponennya bisa juga dibuat dengan bentuk yang hampir
sembarangan tetapi masih didalam batas kerumitan dan toleransi bentuk cetakan yang
digunakan untuk memproduksi kulit luar tersebut.
(Sumber: http://fcfibreglass.com/fiberglass-serat-kaca/)
Gambar 2. 12 Tabel Regangan Dan Tekanan Material
20
2.9 Metode Perancangan
Dalam perancangan ini, secara umum perancang akan menggunakan metode
perancangan yang disarankan oleh Pahl and Beitz. Perancangan ini dilakukan untuk
memodifikasi produk yang telah ada dipasaran, Adapun tahapan perancangan sebagai
berikut:
2.9.1 Perencanaan Proyek dan Penjelasan Tugas
Pada fase ini dikumpulkan semua informasi tentang semua persyaratan yang
harus dipenuhi oleh produk dan kendala-kendala yang merupakan batas untuk produk.
2.9.2 Perancangan Konsep Produk
Konsep produk tersebut merupakan solusi dari masalah perancangan yang
harus dipecahkan. Beberapa alternatif konsep produk dapat ditemukan. Konsep produk
berupa gambar skets atau gambar skema yang sederhana, tetapi telah memuat semua.
2.9.3 Perancangan Bentuk
Pada fase perancangan bentuk ini, konsep produk diberi bentuk, yaitu
komponen-komponen konsep produk yang dalam gambar skema atau gambar sketsa
masih berupa garis atau batang saja kini harus diberi bentuk sedemikian rupa sehingga
komponen-komponen tersebut secara bersama menyusun bentuk produk.
2.9.4 Perancangan Detail
Pada perancangan detail, maka susunan komponen produk, bentuk dan dimensi
dari setiap komponen produk ditetapkan. Hasil akhir fase ini adalah gambar rancangan
lengkap dan spesifikasi produk untuk pembuatan.
21
2.9.5 Pembuatan
Pada tahap ini penulis membahas tentang proses keseluruhan pembuatan alat,
yakni meliputi proses pemotongan, pengeleman, pemasangan dan finishing.
2.9.6 Pengujian Alat
Pada tahap ini penulis membahas tentang pengujian dan pembahasan mengenai
ketepatan alat, yang kemudian kesimpulannya akan menjadi karakteristik dari Alat
tersebut. Gambar 2.16.
(Sumber: Riadi, 2009)
Gambar 2. 13 Diagram Alir Perancangan Menurut Pahl And Beitz
Recommended