View
2
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defisini Banjir
Banjir muncul dari aliran yang mengalir melalui sungai atau menjadi
genangan. Sedangkan limpasan adalah aliran yang mengalir pada
permukaan tanah yang ditimbulkan akibat curah hujan setelah mengalami
infiltrasi (Hadisusanto, 2010). Menurut Suripin (2004) banjir adalah suatu
kondisi dimana tidak tertampungnya air dalam saluran pembuang. Menurut
Kodoatie, dan Sugiyanto (2002) penyebab banjir biasanya diakibat oleh
curah hujan yang tinggi, pengaruh akibat erosi dan sedimentasi, kapasitas
drainase tidak memadai sehingga tidak bisa menampung air hujan.
Menurut Kodoatie (2005), terjadinya genangan akibat pengendalian banjr
tidak terkendali pada lahan ruang terbuka hijau sehingga menimbulkan
aliran permukaan. Hal yang menyebabkan genangan seperti dimensi saluran
tidak sesuai, perubahan tata guna lahan, adanya penyempitan saluran dan
tersumbatnya saluran. Peningkatan jumlah penduduk berpengaruh terhadap
perubahan sifat dan karakteristik tata guna lahan.
2.2 Drainase
2.2.1 Pengertian Drainase
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2014
Tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan, drainase adalah
prasarana yang berfungsi untuk mengalirkan air yang berlebih dari suatu
kawasan ke badan air penerima. Menurut Hasmar (2011) drainase adalah
ilmu yang mempelajari mengalirkan air dalam suatu konteks pemanfaatan
tertentu. Drainase merupakan prasarana berfungsi mengalirkan air
permukaan ke badan air atau ke bangunan resapan buatan (Nuryanto, 2017).
Drainase juga didefisinikan upaya mengontrol kualitas air tanah.
Kegunaannya mengalirkan air agar tidak terjadi genangan. Drainase juga
mengubah pencemar menjadi zat organik tidak berbahaya (Mulyanto,2013).
Fungsi drainase menurut Nuryanto (2017):
18
1. Mengeringkan bagian wilayah kota tertentu yang permukaan lahannya
rendah dari genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif.
2. Mengalirkan kelebihan air permukaan ke badan air terdekat secepatnya
agar tidak menggenangi kota yang dapat mengakibatkan kerusakan.
3. Mengendalikan sebagian air permukaan akibat hujan.
4. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian tanah.
2.2.2 Jenis – Jenis Saluran Drainase
Saluran drainase digolongkan menjadi beberapa jenis meliputi:
A. Menurut konstruksinya (Hasmar, 2011)
1. Saluran Terbuka
Saluran yang terdapat didaerah yang mempunyai luas yang cukup
menampung air hujan yang mana tidak membahayakan.
2. Saluran Tertutup
Saluran yang diperuntukan untuk air kotor yang berada ditengah kota.
B. Menurut sejarah terbentuknya (Hasmar, 2011)
1. Drainase Alamiah
Saluran drainase yang terbentuk secara alami dan tidak ada unsur
campur tangan manusia. Drainase belum terdapat bangunan
pendukung. Biasanya terbentuk oleh gerusan air.
2. Drainase Buatan
Drainase yang sengaja untuk dibuat dengan tujuan tertentu dan
biasanya disertai bangunan pendukung seperti beton, pipa dan
sebagainya.
C. Menurut Fungsinya (Hasmar, 2011)
1. Single Purpose
Berfungsi untuk mengalirkan satu jenis air buangan saja.
2. Multy Purpose
Berfungsi mengalirkan beberapa jenis buangan,baik secara bercampur
ataupun bergantian.
19
D. Saluran drainase berdasarkan letak salurannya (Nurayanto, 2017)
1. Drainase muka tanah yaitu Saluran drainase yang berada di atas
permukaan tanah yang berfungsi mengalirkan air permukaan.
2. Drainase bawah tanah, yaitu Saluran drainase yang bertujuan
mengalirkan air limpasan permukaan melalui media di bawah
permukaan tanah (pipa-pipa), dikarenakan alasan-alasan tertentu.
Alasan itu antara lain : tuntutan artistik, tuntutan fungsi permukaan
tanah yang tidak membolehkan adanya saluran di permukaan tanah
seperti lapangan sepakbola, lapangan terbang, taman dan lain-lain.
E. Drainase juga dibagi menjadi drainase konvensional dan drainase
berwawasan lingkungan (Syarifudin, 2017):
1. Drainase konvensional
Upaya untuk membuang atau mengalirkan kelebihan air secepat-
cepatnya ke sungai. Konsep ini digunnakan secara menyeluruh baik di
daerah perumahan, pedesaan, pertanian, dan lain-lain.
2. Drainase berwawasan lingkungan
Upaya mengelola kelebihan air dengan cara sebesar-besarnya
diresapkan ke dalam tanah secara alamiah atau mengalirkan kesungai
tanpa melampaui kapasitas sungai sebelumnya.
2.2.3 Pola Jaringan Drainase
Drainase terdiri dari beberapa saluran, menurut Nuryanto (2017) pola
jaringan sistem drainase dibedakan menjadi:
1. Pola Siku
Pola ini terdapat pada daerah yang topografi sedikit lebih tinggi daripada
sungai. Sungai sebagai tujuan akhir dari aliran dan sungai biasanya
berada ditengah kota. Contoh pola dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2. 1 Sistem Drainase Pola Siku Sumber: Nuryanto, 2017
20
2. Pola Paralel
Pola ini terletak sejajar dengan saluran cabang. Seiring perkembangan
kota saluran ini menyesuaikan. Contoh dapat dilihat pada Gambar 2.2.
saluran cabang saluran cabang
saluran utama
Gambar 2. 2 Sistem Drainase Pola Paralel Sumber: Nuryanto, 2017
3. Pola Grid Iron
Digunakan pada sungai yang berada di pinggir kota. Berguna agar aliran
dari saluran cabang dapat dikumpulkan pada saluran pengumpul sebelum
menuju saluran utama. Contoh gambar dapat dilihat pada Gambar 2.3.
saluran cabang
saluran utama
saluran pengumpul
Gambar 2. 3 Sistem Drainase Pola Grid Iron
Sumber: Nuryanto, 2017
4. Pola Alamiah
Untuk pola alamiah bebentuk menyerupai pola siku. Akan tetapi beban
sungai lebih besar pada pola alamiah dibandingkan pola siku. Contoh
pola dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2. 4 Sistem Drainase Pola Alamiah Sumber: Nuryanto, 2017
21
5. Pola Radial
Untuk pola radial biasanya digunakan pada daerah berbukit. Pola ini
biasanya memencar ke semua arah. Pola dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2. 5 Sistem Drainase Pola Radial Sumber: Nuryanto, 2017
6. Pola Jaring-jaring
Mempunyai saluran pembuangan yang mengikuti arah jalan raya. Polaa
jarring ini cocok untuk digunakan pada daerah topografi datar. Bisa
dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2. 6 Sistem Drainase Pola Jaring
Sumber: Nuryanto, 2017
2.2.4 Sistem Drainase
Sistem drainase di Indonesia mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Republik Indonesia Nomor 12/PRT/M/2014. Dalam peraturan
tersebut berisikan bahwa perlu dibuat suatu sistem pengeringan dan
pengaliran air yang baik dengan mengalirkan air berasal dari air hujan agar
tidak terjadi genangan yang berlebihan. Sebelum membuat rancangan sistem
drainase yang baru diperlukan evaluasi untuk memutuskan menyusun
rancangan yang baru. Bertujuan agar rancangan yang baru tidak mengalami
kegagalan dalam hal perencanaan. Sistem drainase secara teknis meliputi
mengarahkan run off permukaan semaksimal mungkin, membatasi
kecepatan aliran dalam sistem drainase. Lalu mengusahakan pematusan air
22
tanah lereng agar tidak menimbulkan pori berlebih. Sistem drainase menurut
kegunaaannya dibedakan menjadi dua macam meliputi (Mulyanto, 2013):
a. Sistem yang hanya melayani air hujan (strom drainage)
Direncanakan dengan kapasitas cukup untuk mengevakuasi air hujan
dengan frekuensi yang direncanakan. Keunggulan dari sistem ini adalah
mudah dibuat dan dibersihkan. Kerugiannya adalah memerlukan lahan
luas dan udah kemasukan dan dimasuki limbah khususnya sampah
perkotaan. Penentuan frekuensi harus mempertimbangkan beberapa hal
yaitu:
1) Daerah pemukiman curah hujan yang harus dievakuasi dari frekuensi
maksimum 5 tahunan.
2) Bagi daerah komersial diambil frekuensi curah hujan maksimum 10
tahunan yang harus dapat dievakuasi.
3) Untuk daerah industri diambil frekuensi curah hujan maksimum 10
tahunan yang harus dapat dievakuasi.
b. Sistem untuk air limbah (Sewerage)
Dalam sistem ini melayani penampungan dan pembuangan air limbah
perkotaan untuk kemudian dialirkan ke dalam sebuah instalasi pengolah
air limbah (IPAL). Di dalam IPAL air limbah diproses untuk diturunkan
kandungan bahan pencemarnya agar memenuhi baku mutu air. Kelebihan
sistem ini adalah tidak menimbulkan pencemaran, tidak mengganggu
estetika, dan dibuat kedap air. Kelemahannya adalah lebih mahal biaya
pembuatannya. Dan sukar dibersihkan dan dipelihara.
2.2.5 Drainase Perkotaan
Drainase perkotaan adalah ilmu drainase yang diterapkan mengkhususkan
pengkajian pada kawasan perkotaan. Drainase perkotaan merupakan sistem
pengeringan dan pengaliran air dari wilayah perktaan. Wilayah drainase
perkotaan meliputi (Hasmar, 2011):
1. Pemukiman;
2. Kawasan industri dan perdagangan;
3. Kampus dan sekolah;
23
4. Rumah sakit dan fasilitas umum;
5. Lapangan olahraga;
6. Lapangan parkir;
7. Instalasi militer, listrik, telekomunikasi;
8. Pelabuhan udara.
Drainase perkotaan adalah drainase yang berada di kawasan perkotan yang
memiliki fungsi mengelola air permukaan. Sehingga tidak mengganggu dan
merugikan masyarakat. Adapun fungsi umum dari drainase perkotaan, yaitu
(Permen PU No.12, 2014):
a. Mengeringkan bagian wilayah kota dari genangan, sehingga tidak
menyebabkan dampak kerusakan.
b. Mengalirkan air permukaan menuju badan air terdekat.
c. Mengendalikan kelebihan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk
persediaan air dan kehidupan.
d. Melindungi sarana dan prasarana yang ada.
2.3 Hidrologi
2.3.1 Pengertian Hidrologi
Hidrologi adalah cabang disiplin ilmu dan teknik yang berhubungan dengan
kejadian, distribusi, pergerakan, dan sifat-sifat air di bumi (Han, 2010).
Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari kejadian. pergerakan, sirkulasi,
distribusi air di bumi. Ilmu hidrologi berhubungan dengan keterdapatan dan
pergerakan air di atas dan melalui permukaan bumi. Ilmu itu berhubungan
dengan berbagai bentuk dan beralih wujud zat cair, zat padat dan bentuk itu
di udara dan di lapisan permukaan daratan. Hidrologi adalah ilmu untuk
mempelajari; presipitasi (precipitation), evaporasi dan transpirasi
(evaporation and transpiration), aliran permukaan (surface stream flow),
dan air tanah (ground water) ( Hartini, 2017).
2.3.2 Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi adalah proses yang diawali oleh penguapan kemudian
kondensasi dari awan hasil penguapan. Awan terproses, sehingga terjadi
24
salju atau hujan yang jatuh ke permukaan tanah. Pada muka tanah air hujan
ada yang mengalir di permukaan (run off) dan sebagian meresap kedalam
lapisan tanah (Hasmar, 2011). Siklus hidrologi melibatkan pertukaran energi
panas, yang menyebabkan perubahan suhu. Misalnya dalam proses
penguapan, air mengambil energi dari sekitarnya dan mendinginkan
lingkungan (Wesli, 2008). Secara keseluruhan jumlah air di bumi akan
relatif sama. Air di bumi mengalami siklus melalui serangkaian peristiwa
yang berlangsung terus menerus disebut siklus hidrologi (Suripin, 2004).
Siklus hidrologi merupakan proses dimana air diangkut dari lautan ke
atmosfer, ke darat dan kembali lagi ke laut, seperti digambarkan pada
Gambar 2.7.
Gambar 2. 7 Siklus Hidrologi Sumber: Hartini, 2017
Siklus hidrologi dapat di bedakan menjadi dua yaitu:
a. Siklus Hidrologi Tertutup
Menunjukan semua hal yang berhubungan dengan air. Bila dilihat secara
menyeluruh maka air tanah dan aliran permukaan merupakan bagian dari
beberapa aspek yang menjadikan siklus hidrologi menjadi seimbang
sehingga disebut dengan siklus hidrologi tertutup. Persamaan matematis
siklus hidrologi tertutup adalah sebagi berikut:
I – t . 0 =
(2.1)
Keterangan:
I = inflow (m3/s)
25
O = outflow (m3)
s = simpangan
t = waktu (s)
b. Siklus Hidrologi Terbuka
Aliran air tanah bisa merupakan satu atau lebih dari sub-sistem dan tidak
lagi tertutup. Karena sistem tertutup itu dipotong pada bagian tertentu
dari seluruh sistem aliran. Transportasi aliran di luar bagian aliran air
tanah merupakan masukkan dan keluaran dari sub-sistem aliran air tanah
tersebut, demikian pula aliran air permukaan. Macam – macam siklus
hidrologi yang ada (Hartini, 2017) yaitu sebagai berikut:
1. Siklus hidrologi pendek adalah siklus hidrologi yang tidak melalui
proses adveksi. Contohnya evaporasi – kondensasi – hujan/presipitasi.
2. Siklus hidrologi sedang adalah siklus yang umum terjadi di Indonesia.
Siklus ini mengahasilkan hujan di daratan kareana proses adveksi
membawa awan yang terbentuk ke atas daratan. Seperti evaporasi –
kondensasi – presipitasi di daratan - Laut
3. Siklus hidrologi panjang adalah siklus hidrologi yang umumnya terjadi
di daerah beriklim subtropis atau daerah pegunungan. Dalam siklus
hidrologi ini, awan tidak langsung diubah menjadi air, melainkan
terlebih dahulu turun sebagai salju dan membentuk gletser. Seperti
evaporasi – sublimasi – kondensasi – presipitasi – gletser – aliran
sungai – laut.
2.3.3 Analisis Hidrologi
Hidrologi sendiri merupakan ilmu yang mempelajari kejadian distribusi air
secara alami di bumi. Unsur didalam analisis hidrologi terdapat curah
hujan, oleh karena itu data curah hujan merupakan data utaman untuk
menentukan debit limpasan maupun intensitas hujan. Metode dalam
menganalisis curah hujan terdapat beberapa metode seperti metode gumbel
ataupun metode log pearson III.
26
2.3.3.1 Melengkapi Data Hujan
Suatu stasiun hujan terkadang data hujan ada yang hilang. Dengan
hilangnya data hujan perlu dilengkapi. Beberapa metode untuk
melengkapi data yang hilang meliputi (Kamiana, 2010):
1. Cara aritmatika
Selisih tinggi hujan tahunan normal yang data kurang lengkap
dibanding dengan tinggi hujan normal dari stasiun terdekat < 10%.
2. Cara rasio normal
Selisih tinggi hujan tahunan normal yang data kurang lengkap
dibanding dengan tinggi hujan normal dari stasiun terdekat > 10%.
3. Cara korelasi
Analisis hujan tahunan dengan menggunakan kurva antara tinggi hujan
pada stasiun yang datanya hilang dengan stasiun indeks pada periode
(tahun) yang sama.
2.3.3.2 Tes Kosistensi Data Hujan
Uji konsistensi data dimaksudkan untuk mengetahui kebenaran data
lapangan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Jika dari hasil pengujian
ternyata data adalah konsisten artinya tidak terjadi perubahan lingkungan
dan cara penakaran, sebaliknya jika ternyata data tidak konsisten artinya
terjadi perubahan lingkungan dan cara penakarannya. Beberapa faktor
yang mempengaruhi data meliputi (Kamiana, 2010):
Spesifikasi alat penakar berubah.
Tempat alat ukur dipindah.
Perubahan lingkungan di sekitar alat penakar.
2.3.3.3 Analisis Curah Hujan Maksimum Rencana
Berdasarkan Kamiana (2010) Analisis ini bertujuan mencari hubungan
antara besarnya kejadian ekstrim terhadap frekuensi kejadian dengan
menggunakan distribusi probabilitas. Digunakan beberapa metode dalam
analisis curah hujan maksimum. Dalam analisis perlu juga dicari beberapa
hal sebagai berikut:
27
1. Standar deviasi (S)
Besar perbedaan dari nilai sampel terhadap nilai rata-rata.
S = √∑ ̅
(2.2)
dengan:
S = standar deviasi
Ri = nilai varian ke i (mm/hari)
̅ = nilai rata-rata varian (mm/hari)
n = jumlah data
2. Koefisien kemencengan (Cs)
Suatu nilai menunjukan derajat ketidaksimetrisan.
Cs = ∑ ̅
(2.3)
dengan:
Cs = koefisien kemencengan
Ri = nilai varian ke i (mm)
n = jumlah data
S = standar deviasi
3. Koefisien kurtosis (Ck)
Untuk mengukur keruncingan dari bentuk kurva distribusi.
Ck =
∑ ̅
(2.4)
dengan:
Ck = koefisien kurtosis
Ri = nilai varian ke i (mm/hari)
̅ = nilai rata-rata varian (mm/hari)
n = jumlah data
S = simpangan baku
Menurut Kamiana (2010) untuk menghitung analisis ini dapat
menggunakan beberapa metode yaitu sebagai berikut:
1. Distribusi Normal
Perhitungan dengan distribusi ini dipengaruhi oleh nilai variable
reduksi Gauus, seperti yang disajikan dalam Lampiran 2 Tabel Nilai
28
Variabel Reduksi. Berikut adalah rumus yang digunakan dalam
distribusi normal:
RT = ̅ +KxS (2.5)
dengan:
RT = curah hujan periode ulang (mm/hari)
̅ = nilai hujan maksimum rata-rata (mm/hari)
S = simpangan baku
Kx = faktor frekuensi
2. Distribusi Log Normal
Metode ini mirip dengan metode normal, hanya saja pada metode
distribusi log normal digunakan nilai logaritma.
3. Distribusi Log Pearson III
Metode ini menggunakan nilai logaritma dipengaruhi oleh nilai k.
Seperti yang disajikan dalam Lampiran 3 Tabel Nilai K untuk Log
Pearson. Rumus yang biasa digunakan untuk mencari nilai metode ini
adalah:
log RT = log ( ̅) +KxS (2.6)
dengan:
RT = curah hujan periode ulang (mm/hari)
̅ = nilai hujan maksimum rata-rata (mm/hari)
S = simpangan baku
Kx = faktor frekuensi
4. Distribusi Gumbel
Metode ini dipengaruhi oleh banyak variable yaitu reduced variable.
Reduced mean, reduced standar deviasi. Hubungan N dan Yn/Sn dan
hubungan periode ulang dan Yt disajikan dalam Lampiran 4. Berikut
rumus untuk mengghitung dalam metode Gumbel:
RT = ̅ +
(2.7)
dengan:
RT = curah hujan periode ulang (mm),
29
̅ = nilai hujan maksimum rata-rata (mm),
S = simpangan baku,
Yt = reduced variable,
Yn = reduced ,
Sn = Reduced standar deviasi.
2.3.3.4 Analisis Curah Hujan Rata-Rata Daerah/Wilayah
Diperlukan data curah hujan untuk merencanakan saluran drainase. Nilai
curah hujan rata-rata yang jatuh di suatu kawasan tertentu disebut curah
hujan wilayah. Untuk menghitung hujan wilayah diperlukan data curah
hujan dari stasiun yang ditinjau, data koordinat stasiun atau peta stasiun.
Perhitungan dapat dilakukan dengan beberapa metode (Nuryanto, 2017)
yaitu :
1. Metode Aljabar
Metode ini yang paling sederhana dengan hanya membagi rata semua
tinggi hujan pada masing-masing stasiun hujan dengan jumlah stasiun
yang digunakan. Metode ini cocok digunakan untuk stasiun yang tidak
diketahui koordinatnya. Perhitungan dari metode ini sangat sederhana
yaitu sebagai berikut:
̅ =
(2.8)
dengan:
̅ = hujan rata-rata kawasan (mm/hari)
R = tinggi curah hujan di stasiun n (mm/hari)
n = jumlah stasiun
2. Metode Poligon Thiessen
Metode ini memperkirakan luas wilayah masing-masing stasiun, tinggi
curah hujan dan jumlah stasiun. Hitungan curah hujan rerata dilakukan
dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap stasiun. Untuk
menggunakan metode ini setidaknya ada 3 stasiun hujan dan koordinat
diketahui. Untuk menghitung hujan wilayah menggunakan rumus:
̅ =
(2.9)
30
dengan:
̅ = hujan rata-rata kawasan (mm/hari)
Rn = tinggi curah hujan di stasiun n (mm/hari)
Ln = jarak stasiun hujan (m)
3. Metode Isohyet
Isohyet adalah garis yang menghubungakan titik-titik dengan
kedalaman hujan yang sama. Metode isohyet digunakan pada wilayah
yang terdapat banyak stasiun hujan dan koordinat stasiun diketahui.
Untuk menghitung menggunakan rumus berikut:
̅ = ∑
∑
(2.10)
dengan:
̅ = hujan rata-rata kawasan (mm/hari)
In = garis isohyet ke 1,2,3…n, n+1
An= luas daerah yang dibatasi oleh garis isohyet ke 1 dan 2 , 2
dan 3, ….. , n dan n+1 ( m2)
2.3.3.5 Uji Kecocokan Distribusi
Uji kecocokan pada umumnya dilakukan dengan menggambarkan data
pada kertas. Terdapat dua uji kecocokan yaitu sebagai berikut:
1. Uji Chi Kuadrat
Digunakan dalam menentukan persamaan distribusi terpilih yang
mewakili dari distribusi statistik sampel data analisis. Kriteria penilaian
adalah:
Peluang > 5% maka persamaan distribusi teori dapat digunakan.
Peluang < 1% maka persamaan distribusi teori dapat digunakan.
Peluang antara 1% - 5% maka tidak dapat digunakan dan perlu
adanya data tambahan.
2. Uji Smirnov – Kolmogorov
Pengujian tidak menggunakan fungsi distribusi khusus. Cara ini lebih
sederhana dari uji chi kuadrat. Terdapat perbedaan (Δ) tertentu apabila
kemungkinan setiap varian dibandingkan. Apabila Δ maks yang terbaca
31
probabilitas < Δ kritis maka distribusi tidak dapat digunakan (Kamiana,
2010).
2.3.3.6 Analisis Intensitas Curah Hujan
Besarnya curah hujan maksimum dalam suatu desain disebut juga
intensitas curah hujan (Sosrodarsono dan Takeda, 1987). Intensitas hujan
digunakan untuk mengetahui debit rencana hujan yang akan digunakan.
Untuk menghitung dapat digunakan beberapa metode sebagai berikut:
1. Metode Monobe
Untuk mendapat intesitas digunakan rumus:
(2.11)
dimana:
I = intensitas hujan (mm/jam)
R24= curah hujan harian maksimum (mm/24 jam)
T = periode ulang hujan
2. Metode Van Breen
Selama 4 jam dengan hujan efektif 90% dari hujan 24 jam merupakan
nilai besaran dari metode ini.
Rumus yang digunakan:
I =
(2.12)
dimana:
I = intensitas hujan (mm/jam)
R24= curah hujan harian maksimum (mm/24 jam)
3. Metode Bell
= ( 0,21. Ln(T)+ 0,52)(0,54.t
0,25 – 0,50).
(2.13)
dimana:
R = curah hujan (mm)
T = Periode ulang hujan
t =durasi hujan (menit)
Perhitungan intesitas hujan sebagai berikut:
32
=
.
(
(2.14)
4. Metode Hasper Weduwen
Perumusan metode Hasper adalah:
1 ≤ t ≤ 24, maka:
R = √
. (
(2.15)
0 ≤ t ≤ 1, maka:
R = √
. (
(2.16)
Ri = XT . (
) (2.17)
dimana:
t = durasi hujan (jam)
R,Ri= curah hujan Hasper –Weduwen (mm)
Perhitungan intensitas hujan digunakan rumus:
I =
(2.18)
dimana:
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
2.3.3.7 Pemilhan Metode Perhitungan Intensitas Hujan
1. Metode Talbot
Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan. Tetapan a dan b
ditentukan dengan harga-harga yang terukur. Berikut rumus untuk
mencari nilai a dan b:
I =
(2.19)
a = ∑ ∑ ∑ ∑
∑ ∑ (2.20)
b = ∑ ∑ ∑
∑ ∑ (2.21)
dimana:
I = intensitas hujan (mm/jam)
t = durasi hujan
33
a dan b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan
2. Metode Ishiguro
Metode Ishiguor ini dikemukakan oleh Dr. Ishiguro tahun 1953. Tetapan
a dan b ditentukan dengan harga-harga yang terukur. Adapun rumus
tersebut:
I =
√ (2.22)
a = ∑ √ ∑ ∑ √ ∑
∑ ∑ (2.23)
b = ∑ ∑ √ ∑ √
∑ ∑ (2.24)
dimana:
a dan b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan
3. Metode Sherman
Metode Sherman pertama ditemukan 1905, metode ini cocok untuk
jangka waktu curah hujan yang lamanya lebih dari 2 jam. Tetapan a
dijadikan dalam nilai log. Rumus tersebut adalah
I =
(2.25)
log a = ∑ ∑ ∑ ∑ ∑
∑ ∑ (2.26)
n = ∑ ∑ ∑ ∑
∑ ∑ (2.27)
dimana:
I = intensitas hujan (mm/jam)
t = durasi hujan
a = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan
n = banyak data
Dari ketiga metode kita akan memilih 1 metode yang akan digunakan dalam
penentuan intensitas hujan. Pemilihan rumus melihat selisih terkecil antar I
asal dan I teoritis yang akan dipakai rumusnya (Kamiana, 2010).
2.3.3.8 Perhitungan Limpasan Air Hujan
Perhitungan debit limpasan dilakukan untuk mengetahui debit rencana yang
akan datang. Nilai debit berdasarkan PUH yang akan digunakan.
34
Perhitungan debit menggunakkan rumus metode rasional. Untuk nilai C
dapat dilihat pada Tabel 2.1. Rumus rasional yang digunakan adalah:
Q = C. I. A (2.28)
dimana:
Q = debit puncak limpasan (m3/det)
C = angka pengaliran (dapat dilihat pada Tabel 2.1)
A = luas daerah pengaliran
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
Tabel 2. 1 Nilai Koefisien Limpasan No Kondisi Daerah Koefisien No Sifat Permukaan Tanah Koefisien
1 Perdagangan 8 Jalan
Daerah kota 0,70-0,95
Aspalt 0,70-0,95
Daerah dekat kota 0,50-0,70 Beton 0,80-0,95
2 Pemukiman Batu bata 0,70-0,85
Rumah tinggal 0,30-0,50 Batu kerikil 0,15-0,35
Terpencar 0,40-0,60 9 Jalan raya dan trotoar 0,70-0,85
Kompleks perumahan 0,25-0,40 10 Atap 0,75-0,95
Pemukiman apartemen 0,50-0,70 11 Lapangan rumut, tanah
berpasir
3 Industri
Kemiringan 2% 0,05-0,10
Industri ringan 0,50-0,80 Kemiringan 2%-7% 0,10-0,15
Industri berat 0,6-0,90 Curam 0,15-0,20
4 Taman, Kuburan 0,10-0,25 12 Lapangan rumput, tanah
keras
5 Lapangan bermain 0,10-0,25
Kemiringan 2% 0,13-0,17
6 Daerah halaman KA 0,20-0,40 Kemiringan 2%-7% 0,18-0,22
7 Daerah tidak terawat 0,10-0,30 Curam 0,25-,35
Sumber: Urban Drainage Guidelines and Technical Design Standards, Dep.PU Jakarta
November 1994
2.3.4 Perhitungan Dimensi Saluran
Untuk perhitungan dimensi saluran menggunakan rumus manning. Rums
manning digunakan untuk mengetahui koefisien kekasaran pada dasar
saluran. Hal ini bertujuan untuk mengatahui apakah kapasitas eksisting
35
mengalami masalah atau tidak. Rumus yang digunakan adalah rumus
Manning, yaitu:
Q = V . A (2.29)
V =
(2.30)
Q =
. A . R
2/3 . S
1/2 (2.31)
dimana:
Q = debit air disalurkan (m3/det)
V = kecepatan rata-rata dalam saluran (m/det)
n = koefisien manning
A = luas penampang basah (m2)
S = kemiringan dasar saluran (m/m)
R = jari-jari hidrolis (m)
F = freeboard (m)
C = koefisien , dengan syarat
2.3.5 Perencanaan Hidrolika
Aliran air dalam saluran dapat berupa aliran terbuka atau aliran pipa. Kedua
jenis aliran ini serupa tetapi berbeda dalam beberapa hal penting. Aliran
terbuka harus memiliki permukaan bebas, sedangkan aliran pipa tidak,
karena air harus mengisi seluruh pipa (Hasmar, 2011).
Dua jenis aliran dibandingkan pada gambar 2.8. Sebelah kiri adalah aliran
pipa. Dimana dua tabung piezometer dipasang di pipa pada bagian 1 dan 2.
Tingkat air dipertahankan olehtekanan pada ketinggian yang diwakili oleh
garis hidrolik. Tekanan yang diberikan air ditunjukan dalam tabung sesuai
tinggi air diatas garis tengah pipa. Total energi dalam aliran mengacu pada
garis datum yaitu jumlah dari ketinggian z dari garis pusat pipa, tinggi
piezometri y, dan kecepatan V2/2g, dimana V adalah kecepatan rata-rata
aliran. Energi diwakilkan oleh garis tingkat energi. Hilangnya energi dari
bagian 1 ke bagian 2 diwakili oleh hf. Saluran terbuka sendiri ditunjukkan
pada bagian kanan Gambar 2.8. Diasumsikan alirannya parallel dan
36
memiliki distribusi kecepatan yang seragam dan sebagian kemiringan
salurannya kecil. Dalam hal ini permukaan air dan kedalaman air sesuai
dengan ketinggian piezometrik (Suripin, 2004).
Pipe flow Open-channel flow
Gambar 2. 8 Perbandingan antara pipe flow dan open-channel flow
Sumber: Suripin, 2004
Dari kedua saluran tersebut saluran terbuka lebih sulit karena kondisi
disaluran terbuka diperumit oleh fakta bahwa posisi permukaan bebas
cendengerung erubah dan fakta bahwa kedalaman aliran, debit, dan
kemiringan dasar saluran saling bergantung (Suripin, 2004).
2.3.5.1 Saluran Tahan Erosi
Faktor yang diperhitungankan meliputi:
a) Freeboard
Jarak vertikal dari puncak tanggul sampai ke permukaan air pada kondisi
perencanaan. Tinggi dipengaruhi oleh penambahan debit, fluktuasi air
tanah, gerakan angina, karakteristik tanah dan gradien rembesan.
Tinggi jagaan = 5% - 30 %
Tinggi jagaan = √ , bila C = koefisien berkisar 0,46 untuk
kapasitas 0,6 m3/dt dan 0,76 untuk kapasitas 8,50 m
3/dt atau lebih
besar.
Tinggi jagaan menurut standar perencanaan, Departemen Pekerjaan
Umum untuk saluran tanah dan pasangan seperti dalam Lampiran 7.
b) Kecepatan aliran minimum
Kecepatan minimum untuk v = 0,6-0,9 m/dt apabila persentase lumpur
disaluran cukup kecil dan v = 0,75 m/dt dapat mencegah tumbuhnya
tanaman yang dapat memperkecil debit saluran.
37
c) Kecepatan aliran minimum
Kemiringan dipengaruhi oleh topografi, tinggi energi serta tujuan
penggunaan saluran.
d) Kemiringan dinding saluran
Kemiringan tergantung dari jenis material, kontruksi, kehilangan air, dan
geometri saluran. Untuk kriteria bisa diliat pada Lampiran 6 Tabel
Kemiringan Dinding Saluran
e) Jenis penampang
Ada beberapa bentuk penampang yaitu:
1. Trapesium
Biasanya mengalirkan air hujan dengan debit besar. Umumnya terbuat
dari tanah tetapi ada juga yang dibuat dari pasangan batu dan beton.
Contoh dapat di lihat pada Gambar 2.9. Digunakan apabila saluran
terbuka dan lahan luas
Gambar 2. 9 Saluran Trapesium Sumber: Wesli, 2008
2. Segiempat
Untuk mengalirkan air hujan dengan debit tinggi pada lokasi lahan
yang kurang cukup. Penampang dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Digunakan apabila debit tinggi (Q) dan saluran terbuka.
Gambar 2. 10 Saluran Segiempat Sumber: Wesli, 2008
3. Segitiga
Dapat mengalirkan air hujan dengan debit kecil. Penampang dapat
dilihat pada Gambar 2.11. Umumnya digunakan pada:
Debih rendah (Q)
Saluran terbuka
38
'
Gambar 2. 11 Saluran Segitiga
Sumber: Wesli, 2008
4. Lingkaran
Untuk menyalurkan limbah air hujan debit kecil. Biasanya
digunakan untuk saluran rumah penduduk dan pada sisi jalan
perumahan padat. Contoh dapat di lihat pada Gambar 2.12.
Gambar 2. 12 Saluran Lingkaran
Sumber: Wesli, 2008
2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa jurnal atau skripsi yang dijadikan kajian pustaka guna
menunjang proses penulisan. Literatur yang digunakan dijadikan acuan
dalam menentukan metode, proses analisis dan penerapan usulan yang
digunakan dalam evaluasi dan usulan perbaikan sistem drainase di Jalan
Ryacudu. Beberapa judul jurnal atau skripsi dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2. 2 Penelitian Terdahulu No Nama Penulis Judul Metode Hasil
1 Sadhu (2007)
Evaluasi Sistem Drainase
Saluran Sekunder Gayung
Kebon Sari Kota Surabaya
Log Pearson III
Tedapat banjir di beberapa saluran ,
penyebabnya kapasitas kurang,
alternatif dengan redesain box culvert
2 Setiawan dan
Permana (2016)
Evaluasi Sistem Drainase Di
Kelurahan Paminggir Garut Log Pearson III
Terdapat genangan di karenakan
pendangkalan akibat sampah dan
sedimen yan mengendap
Perbaikan dengan normalisasi saluran
39
No Nama Penulis Judul Metode Hasil
3 Taofiki, dkk
(2017)
Evaluasi Kapasitas Sistem
Drainse Perumahan Gumbel
Kapasitas eksisting tidak dapat
menampung deibt rencana dank arena
faktor banyak sampah curah hujan
tinggi dan penyempitan saluran
4 Wahyudi (2016)
Perencanaan dan Perhitungan
Ulang Saluran Drainse Kali
Pucangan, Kota Sidoarjo,
Jawa Timur
Hidrograf Nakayasi Saluran meluap , dilakukan
normalisasi dengan pelebaran saluran
5 Muliawati (2015)
Perencanaan Penerapan
Sistem Drainase Berwawasan
Lingkungan (Eko-Drainase)
Menggunakan Sumur Resapan
di Kawasan Rungkut
Gumbel
Terjadi genangan akibat eksiting tidak
dapat menampung debit limpasan,
dilakukan alternatif dengan
pembuatan sumur resapan
6 Qurniawan (
2009)
Perencanaan Sistem Drainase
Perumahan Josroyo Permai
RW 11 Kecamatan Jaten
Kabupaten Karanganyar
Log Normal
Periode ulang dipakai 2 tahun, debit
pada saluran utama 0,368 m3/s ,
dengan dimensi B = 0,365 m dan h =
0,316 m
7 Purnama, dkk
(2016)
Perencanaan Sistem Jaringan
Drainase Untuk Perumahan
Baiti Jannati Sumbawa
Log Pearson III
Periode ulang dipakai 5 tahun, debit
disalauran utama 1,7 m3/s dengan
dimensi B = 0,7m dan h = 0,516 m
2.5 Gambaran Umum
2.5.1 Karakteristik Lingkungan Fisik
Kelurahan Korpri Raya adalah kelurahan dari enam kelurahan yang ada di
Kecamatan Sukarame yang telataknya di bagian timur Kota Bandar
Lampung. Luas dari keluaran Korpri Raya sebesar 250 ha dan terletak pada
ketinggian 820 m diatas permukaan laut. Batas wilayah Kelurahan Korpri
Raya adalah sebagai berikut: sebelah Utara : Kecamatan Tanjung Senang,
sebelah Selatan : Kelurahan Way Dadi, sebelah Barat : Kelurahan Way Dadi
Baru, dan sebelah Timur : Kelurahan Korpri Jaya. Kelurahan Korpri Raya
memiliki 2 Lingkungan (LK) dan 19 Rukun Tetangga (RT. Batas wilayah
dapat dilihat pada Gambar 2.13 (BPS Bandar Lampung, 2019).
40
Gambar 2. 13 Peta Administrasi Kecamatan Sukarame Sumber: BPS Bandar Lampung
2.5.2 Populasi
Berdasarkan data BPS 2019 dari tahun 2018 yang tercatat di kelurahan
Korpri Raya memiliki penduduk berjumlah 3.893 orang. Dengan sex ratio
sebesar 99. Korpri Raya memiliki kepadatan penduduk 1.557 km2.
Penggunaaan alat kontrasepsi di Korpri Raya sebanyak 611: 178 pil,192
IUD, 18 kondom, 14 MOW, 2 MOP, 178 suntikan dan 18 implan. Data
pasangan usia subur pada Korpri Raya 528 pasangan (BPS Bandar
Lampung, 2019).
2.5.3 Kondisi Hidrologi
Pada Kelurahan Korpri Raya tidak memilki sungai besar untuk digunakan
sebagai sumber air bersih dan menampung air yang berlebih. Kelurahan
Korpri Raya memiliki 1 badan air yang tidak begitu besar untuk
menampung hujan. Untuk mempermudah dalam mentukan jalur aliran di
41
buat Peta DAS yang tedapat pada Gambar 2.14 (BPS Bandar Lampung,
2019).
Gambar 2. 14 Peta DAS Kelurahan Korpri Raya , Sukarame, Bandar Lampung
Sumber: http://portal-ina-sdi.or.id (diakses pada agustus 2020)
2.5.4 Prasarana
Terdapat berbagai macam prasarana untuk menunjang kegiatan masyarakat
di Kelurahan Korpri Raya. Prasarana yang tersedia meliputi fasilitas
kesehatan, perdagangan atau industri, rumah makan, hiburan, perhubungan,
keuangan, keagamaan, dan pendidikan. Berikut beberapa prasarana yang
ada terlihat pada Tabel 2.3 (BPS Bandar Lampung, 2019).
Tabel 2. 3 Prasarana Kelurahan Korpri Jenis Fasilitas Jumlah
Pendidikan
SD 3
SMP 1
SMU 1
MI 2
Pendidikan MTs 1
Pondok Pesantren 1
42
Jenis Fasilitas Jumlah
Kesehatan
Puskesmas 1
Puskesmas Pembantu 1
Poskeskel 1
Poliklikik 1
Praktek Bidan 1
Posyandu 1
Apotek 1
Keagamaan Masjid 4
Musholla 4
Pedagangan atau Industri
Air Minum Isi Ulang 2
Pasar 1
Minimarkaet 6
Toko 2
Perhubungan Angkutan Umum 1
Rumah Makan Rumah Makan 1
Hiburan Kolam Renang 1
Keuangan Koperasi 1
Sumber: Sukarame Dalam Angka 2018
2.5.5 Kondisi Permasalahan Drainase
Korpri Raya sudah memiliki saluran drainase pada jalan Ryacudu Saluran
drainase berada dikedua ruas jalan baik kiri maupun kanan. Pada beberapa
titik mengalami kerusakan seperti kerusakan dinding saluran, adanya
timbunan (tanah, sampah, dedaunan) seperti terlihat pada Gambar 2.15,
saluran di atasnya tedapat bangunan tetapi tidak diberikan lubang untuk air
masuk kesaluran.
Drainase pada kedua ruas jalan tersebut sudah terbuat dari material beton.
Selain itu ada juga yang muka tanah saluran drainase lebih tinggi
dibandikan dengan muka tanah jalannya. Hal tersebutlah yang menyebabkan
adanya genangan air ketika hujan turun.
Sistem drainase dirasa kurang terencana dan kurang memerhatikan daerah
resapan air hujan. Kebersihan saluran tidak terjaga karena masih ada yang
terdapat sampah ataunya sejenisnya. Selain itu mungkin saja salurannya
sendiri memiliki kapasitas yang kurang mencukupi untuk menampung air
43
hujan. Tertutupnya saluran juga merupakan hal yang perlu dicermati.
Karena apabila salurannya tertutup dan tidak ada diberi lubang air tidak
dapat mengalir atau masuk ke saluran drainase. Akibatnya air melimpas dan
akan menyebabkan genangan di sepanjang jalan.
z
Gambar 2. 15 Drainase Tertutup Oleh Sedimen
Recommended