View
219
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
8 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus
2.1.1 Pengertian
Kata “diabetes” berasal dari bahasa Yunani yag
artinya orang yang berdiri mengangkangkan kedua
belah kakinya atau selang untuk memindahkan air.
Makna tersebut berkembang dan ditafsirkan menjadi
peristiwa kencing. Pada 1675 Thomas Willis
menambahkan kata “mellitus” pada istilah tersebut,
meskipun lebih sering disebut diabetes saja. “Mel”
dalam bahasa Latin berarti madu; untuk memaksudkan
urin dan darah penderita diabetes yang mengandung
glukosa yang berlebihan. Diabetes melitus berarti
kondisi dimana seseorang mengeluarkan urin yang
mengandung glukosa tinggi. Pada masa Cina kuno,
orang pernah mengamati bahwa semut tertarik pada
urin penderita DM karena manis, sehingga muncul
istilah penyakit kencing manis (Ardhi, 2010).
2.1.2 Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (ADA)
tahun 2005, membagi DM menjadi 4 tipe, yaitu :
9
a. Diabetes Mellitus tipe I (DM yang Tergantung
Insulin).
Pada DM tipe I umumnya terjadi pada umur
yang lebih muda mulai dari anak-anak. Hal ini
disebabkan oleh adanya proses autoimun yang
merusak sel beta (β) pankreas, sehingga produksi
insulin hilang atau sangat sedikit. Akibatnya pasien
menjadi tergantung dengan pemberian insulin dari
luar untuk mempertahankan hidupnya. Kalau tidak
mendapat insulin dari luar, akan terjadi komplikasi
DM akut yang segera dapat menyebabkan
kematian (ketoasidosis diabetik).
b. Diabetes Mellitus tipe II (DM Tidak Tergantung
Insulin).
DM tipe II umumnya terjadi lebih perlahan
dan sering bahkan tidak diketahui adanya sampai
bertahun-tahun. Kebanyakan onset DM tipe II
terjadi di atas usia 30 tahun antara umur 50 – 60
tahun dan muncul secara perlahan – lahan. Hal ini
berkaitan dengan peningkatan prevalensi obesitas
sebagai faktor resiko terpenting (Bnyton, 2008).
Walaupun demikian tidak berarti bahwa DM tipe II
ini tidak berbahaya. Meskipun tidak ada keluhan,
10
kalau tetap dibiarkan kadar glukosanya tinggi, tentu
akan dapat menyebabkan terjadinya komplikasi
menahun DM yang dapat mengenai berbagai organ
tubuh dan menyebabkan kematian. Banyak
penyandang DM tipe II datang terlambat dan
sudah mengidap komplikasi DM saat pertama kali
didiagnosis sebagai penyandang DM (Waspadji,
2005).
c. Diabetes Melitus Akibat Induksi Obat
Pada DM tipe III umumnya juga terjadi
secara perlahan, hampir seperti DM tipe II.
Penyebab dan dasar kelainannya sudah diketahui,
umumnya pada tingkat kelainan biomolekuler,
misalnya karena obat-obatan, bahan kimia, infeksi
dan penyebab lainnya. Walaupun sudah diketahui
mekanisme dasar kelainannya, belum berarti
bahwa kelainan tersebut dapat diperbaiki.
Penyebab kelainan dasarnya umumnya menetap
(Waspadji, 2005).
d. Diabetes Melitus pada Kehamilan
DM pada kehamilan dapat terjadi karena
proses kehamilan itu sendiri, dan dapat juga karena
DM tipe II yang diidapnya sebelum hamil. Pada tipe
11
ini setelah melahirkan kadar glukosa darahnya
akan kembali menjadi normal atau dapat
berkembang dan menetap menjadi DM. Diabetes
pada kehamilan terjadi karena perubahan metabolik
fisiologis yang terjadi pada saat kehamilan.
Perubahan tersebut mengarah pada terjadinya
resistensi insulin. Apabila sel beta pankreas tidak
dapat mengimbangi perubahan tersebut, tentu akan
terjadi DM pada kehamilan. Setelah melahirkan,
karena terjadi perubahan fisiologis pada saat hamil
hilang, maka wanita tersebut tentu akan menjadi
normal kembali. Sebaliknya, kalau seorang wanita
sebelumnya sudah menyandang DM, dan baru
diketahui adanya DM saat hamil, maka nantinya
setelah melahirkan ia akan tetap DM (Waspadji,
2005).
2.1.3 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar
pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna
penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah
yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
12
Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan
dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan
glukosa darah kapiler dengan glukometer (Parkeni,
2011).
Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia,
polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya.
Berdasarkan Konsensus Perkeni tahun 2011
tentang Pengelolaan DM tipe 2, diagnosis DM dapat
ditegakkan melalui 3 cara, yaitu :
a. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma
sewaktu > 200 mg/dL sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM.
b. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma
puasa ≥ 126 mg/dL sudah cukup menegakkan
diagnosis DM. Puasa diartikan pasien tak
mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
c. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200
mg/dL. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
menggunakan standar WHO, menggunakan
beban glukosa setara dengan 75 gram glukosa
anhydrous yang dilarutkan ke dalam air.
13
Menurut American Diabetes Association tahun
2011, pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5 % (haemoglobin
glikosilat) menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika
dilakukan pada laboratorium yang telah terstandarisasi
dengan baik. Pemeriksaan HbA1c dilakukan setiap 3 –
6 bulan, minimal 2 kali dalam setahun (Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan DM Type II di Indonesia
tahun 2011, PERKENI)
2.1.4 Tanda dan Gejala Diabetes Melitus
Menurut Waspadji (2005), DM mempunyai
gambaran klinis yang sangat bervariasi dari yang tidak
bergejala sama sekali dan baru diketahui pada saat
pemeriksaan general check up sampai yang
mempunyai gejala spesifik DM. Gejala spesifik DM
adalah banyak kencing (poliuria), haus dan banyak
minum (polidipsia), banyak makan (polifagia), dan
badan lemah serta berat badan turun. Penderita dapat
datang pertama kali dengan keluhan dan gejala akibat
komplikasi DM seperti gatal, pandangan kabur,
kesemutan, keputihan, atau luka yang sukar sembuh.
Selain itu penderita datang karena komplikasi akut
kesadaran menurun sampai tidak sadar penuh atau
koma pada ketoasidosis diabetik.
14
2.1.5 Penyebab Diabetes Melitus
1. Faktor genetik atau keturunan
DM cenderung diturunkan, bukan ditularkan.
Anggota keluarga DM atau diabetisi memiliki
kemungkinan lebih besar mendapatkan penyakit ini
dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak
menderita DM. DM merupakan penyakit yang terpaut
kromosom seks atau jenis kelamin. Biasanya pria
menjadi penderita, sedangkan wanita sebagai pihak
yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-
anaknya
2. Virus dan bakteri
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps,
dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme
infeksi sitolitik dalam sel beta pankreas, virus ini
mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa
juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas
yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel
beta. Namun demikian, DM akibat bakteri masih
belum bisa dideteksi.
3. Bahan toksik atau beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel
beta pankreas secara langsung adalah alloxan,
15
pyrinuron (rodentisida), dan streptozotocin (produk
dari sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida yang
berasal dari singkong.
4. Nutrisi
Nutrisi yang berlebihan (overnutrition) juga
merupakan faktor resiko pertama yang diketahui
menyebabkan DM. Semakin berat badan berlebih
atau obesitas akibat nutrisi yang berlebihan, semakin
besar kemungkinan seseorang terjangkit DM.
2.1.6 Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi DM dapat muncul secara akut dan
secara kronik yaitu timbul beberapa bulan atau
beberapa tahun sesudah mengidap DM.
Komplikasi akut DM:
a. Reaksi Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul
akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda
rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing dan
sebagainya.
Dalam keadaan hipoglikemia, bila penderita masih
sadar, harus segera diberi air mengandung
glukosa. Jika keadaan ini tidak segera diobati,
16
penderita akan tidak sadarkan diri. Karena ini
disebabkan oleh kekurangan glukosa di dalam
darah, koma ini disebut koma hipoglikemia.
Penderita koma hipoglikemia harus segera dibawa
ke rumah sakit dan perlu mendapat suntikan
glukosa 40 % dan infuse glukosa. Diabetisi yang
mengalami reaksi hipoglikemia, biasanya
disebabkan oleh obat anti diabetes yang diminum
dengan dosis terlalu tinggi atau terlambat makan
atau juga karena latihan fisik yang berlebihan.
b. Koma Diabetik
Berlawanan dengan koma hipoglikemia, koma
diabetik ini timbul karena kadar glukosa dalam
darah terlalu tinggi, biasanya >600mg/dL, yang
ditandai dengan :
a. Nafsu makan menurun, biasanya diabetisi
mempunyai nafsu makan yang besar.
b. Penurunan kesadaran, kencing banyak.
c. Rasa mual, muntah, pernafasan cepat dan
dalam, serta berbau aseton, dan
d. Sering disertai panas karena ada infeksi.
(Tjokroprawiro, 2006).
17
c. Komplikasi kronik diabetes mellitus, sering disebut
Angiopati Diabetik
a. Mikroangiopati diabetik, yaitu angiopati yang
terjadi pada kapiler dan arteriol. Proses adhesi
dan agregasi trombosit yang kemudian terbentuk
mikrotrombus merupakan basis biokimiawi
utama. Yang termasuk dalam komplikasi ini
adalah retinopati diabetik (mengenai organ
mata) dan nefropati diabetik (mengenai organ
ginjal)
b. Makroangiopati diabetik, yaitu penebalan dan
hilangnya elastisitas dinding arteri. Yang
termasuk dalam komplikasi ini adalah penyakit
jantung koroner, gangguan pembuluh darah
kaki, dan gangguan pembuluh darah otak
(Waspadji, 2006).
2.1.7 Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Berdasarkan Konsensus Perkeni (2011)
penatalaksanaan DM meliputi :
18
a. Edukasi
Untuk mendapatkan manfaat pengobatan yang
maksimal, sangat diperlukan pengertian dan
memahami seluk beluk tentang DM. Prinsip yang
perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes
adalah :
a. Memberikan dukungan dan nasehat yang
positif serta hindari terjadinya kecemasan.
b. Memberikan informasi secara bertahap, dimulai
dengan hal-hal yang sederhana.
c. Melakukan pendekatan untuk mengatasi
masalah dengan melakukan simulasi.
d. Diskusikan program pengobatan secara
terbuka. Memberikan penjelasan sederhana
dan lengkap tentang program pengobatan yang
diperlukan pasien.
e. Lakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan
pengobatan dapat diterima.
f. Memberikan motivasi dengan memberikan
penghargaan.
g. Melibatkan keluarga/pendamping dalam proses
edukasi.
19
h. Memperhatikan kondisi jasmani dan psikologi
serta tingkatkan pendidikan pasien dan
keluarganya.
i. Mengunakan alat bantu audio visual.
b. Terapi Gizi
Terapi Nutrisi Medis merupakan bagian dari
penatalaksanaan DM secara total. Kunci
keberhasilannya adalah keterlibatan secara
menyeluruh anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas
kesehatan lain serta pasien dan keluarganya).
Berdasarkan Konsensus Perkeni tahun 2011,
ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah
santapan dalam komposisi yang seimbang dalam hal
persentase karbohidrat, protein, dan sayuran sesuai
dengan kecukupan gizi yang baik sebagai berikut :
Tabel 2.1 Terapi Nutrisi Medis
Karbohidrat Protein Lemak Kolesterol Natrium Serat Pemanis
45 – 65 % total asupan energi 10 – 20 % total asupan energi 20 – 25 % total asupan energi < 200 mg/hari < 3000 mg/hari, bila ada hipertensi <2400 mg/hari 25 g/hari dapat digunakan secukupnya
20
Kebutuhan kalori dihitung berdasarkan pada
kebutuhan kalori basal yang besarnya 25 – 30
kal/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung
pada beberapa faktor, seperti : jenis kelamin, umur,
aktivitas, berat badan, dan lain-lain.
Perhitungan berat badan ideal (BBI) dengan
rumus Brocca yang dimodifikasi menjadi BBI = (TB -
100) - 10 % sehingga BB dikatagorikan sebagai
berikut :
Tabel 2.2 Berat Badan Ideal
BB normal BB kurus BB gemuk Obesitas
BB ideal 90 - 110 % BB ideal < 90 % BB ideal > 110 % BB ideal >120 %
Sedangkan perhitungan BBI menurut Indeks Massa
Tubuh (IMT) dapat dihitung dengan rumus : IMT =
BB (kg) / TB2 (m). Adapun klasifikasi BBI menurut
IMT adalah sebagai berikut :
Tabel 2.3 Indeks Massa Tubuh
BB normal BB kurus BB gemuk Dengan resiko Obes I Obes II
18,5 – 22,9 < 18,5 ≥ 23 23,0 – 24,9 25 – 29,9 >30
21
c. Latihan Fisik
Pada waktu melakukan latihan fisik
(exercise), ambilan (uptake) glukosa oleh otot yang
sedang bekerja dapat mencapai kenaikan sampai
15-20 kali lipat, karena peningkatan laju metabolik
pada otot yang aktif (Yunir & Soebardi, 2006).
Latihan jasmani sehari-hari dilakukan secara
teratur, 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30
menit dapat memperbaiki profil lemak, menurunkan
berat badan, dan menjaga kebugaran. Latihan
jasmani selain untuk kebugaran, juga untuk
menurunkan berat badan akan meningkatkan
sensitivitas insulin, sehingga akan menurunkan
glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti
jalan kaki, senam, sepeda santai, jogging dan
berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan
dengan umur dan status kesegaran jasmani. Hal
yang sangat penting adalah menghindari kebiasaan
hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.
22
(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Type
II di Indonesia tahun 2011, PARKENI).
d. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi diberikan bersama dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup
sehat). Terapi farmakologi terdiri dari obat oral dan
bentuk suntikan. Obat hipoglikemik oral, berdasarkan
cara kerjanya dibagi menjadi 5 kategori yang
selengkapnya dijelaskan dalam tabel 2.4.
Tabel 2.4 Obat Hipoglikemik Oral
Obat Fungsi
Pemicu sekresi insulin Peningkat sensitivitas insulin Penghambat glukoneogenesis Penghambat absorpsi glukosa DPP-IV inhibitor
Sulfonilurea dan Glinid Metformin dan Tiazolidindion Metformin Penghambat Glukosidase alfa
2.2 Glukosa Darah
2.2.1 Pengertian
Gula darah (GD) adalah glukosa yang
terdapat dalam darah (Kamus Kedokteran Dorland
2010). Kadar GD sewaktu sudah normal sekitar
<150 mg/dL (Waspadji, 2006).
23
2.2.2 Metabolisme Gula Darah
Metabolisme gula adalah proses
pembentukan energi dari makanan menjadi bahan
bakar bagi sel-sel tubuh agar berfungsi normal.
Setelah makan, enzim pencernaan memecah
protein, lemak, dan karbohidrat menjadi asam
amino, asam lemak, dan gula sederhana. Nutrisi
sederhana ini akan diserap ke dalam darah untuk
digunakan sebagai energi saat tubuh
membutuhkannya. Sedang sumber bahan bakar
paling penting adalah gula sederhana yang disebut
glukosa, juga dikenal sebagai gula darah.
Penyerapan makanan seperti tepung-
tepungan (karbohidrat) di usus yang akan
menyebabkan kadar GD meningkat. Peningkatan
kadar GD ini akan merangsang pengeluaran hormon
insulin. Oleh pengaruh hormon insulin ini, glukosa
dalam darah sebagian besar akan masuk ke dalam
berbagai macam sel tubuh (terbanyak sel otot), dan
akan dipergunakan sebagai bahan energi atau
tenaga dalam sel tersebut. Dalam sel otot, sebagian
akan diubah menjadi glikogen sebagai cadangan
energi dalam otot. Sebagian lagi glukosa akan
24
diubah menjadi lemak dan ditimbun sebagai
cadangan energi. Sehingga kadar GD akan turun
sampai batas normal kembali. Dalam waktu 2 jam,
bila jumlah insulin yang disekresikan pankreas
terpenuhi maka kadar GD sudah normal kembali
sekitar <150 mg/dL (Waspadji, 2006).
2.2.3 Faktor Pencetus Hiperglikemia
Faktor pencetus hiperglikemia antara lain :
a. Infeksi, meliputi 20- 55 % kasus hiperlikemia
disebabkan oleh infeksi.
b. Stress, pada saat stress di dalam tubuh akan
terjadi pemecahan gula darah, sehingga akan
meningkatkan kadar gula darah meskipun
sudah mengkonsumsi obat obat hipoglikemik
oral
(manadotoday.com/forum/index.php?topic=189
6.0).
c. Obat – obatan, seperti kortikosterid, diuretic.
d. Pola makan yang salah, pola makan yang tidak
seimbang yang lebih banyak mengandung
karbohidrat.
25
2.2.4 Cara Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Menurut Konsensus Perkeni tahun 2011, ada
3 cara yaitu :
a. Pemeriksaan Glukosa Urine
Pengukuran glukosa urine memberikan
penilaian yang tidak langsung. Hanya digunakan
pada pasien yang tidak dapat atau tidak mau
memeriksa kadar glukosa darah. Batas ekskresi
glukosa renal rata-rata sekitar 180 mg/dL, dapat
bervariasi pada beberapa pasien. Hasil
pemeriksaan sangat bergantung pada fungsi
ginjal dan tidak dapat dipergunakan untuk
menilai keberhasilan terapi.
b. Pemantauan Benda Keton
Pemantauan benda keton dalam darah
maupun dalam urine cukup penting terutama
pada penyandang DM tipe II yang buruk (kadar
glukosa darah > 300mg/dL). Pemeriksaan
benda keton juga diperlukan pada penderita DM
yang sedang hamil. Tes benda keton urine
mengukur kadar asetoasetat, sementara benda
keton yang penting adalah asam beta hidroksi
butirat. Setelah ini dapat dilakukan pemeriksaan
26
kadar asam beta hidroksi butirat dalam darah
secara langsung dengan menggunakan strip
khusus.
c. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)
Untuk memantau kadar glukosa darah
dapat dipakai darah kapiler, dengan alat
pengukur glukosa darah reagen kering yang
sederhana dan mudah dipakai serta dapat
dipercaya hasilnya. PGDM dianjurkan bagi
pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu
sekresi insulin. Waktu pemeriksaan yang
dianjurkan adalah pada saat sebelum makan, 2
jam setelah makan, menjelang waktu tidur dan di
antara siklus tidur. PGDM terutama dianjurkan
pada :
a. Penderita DM dengan terapi insulin.
b. Penderita DM direncanakan mendapat terapi
insulin.
c. Wanita hamil dengan hiperglikemia
d. Kejadian hipoglikemia berulang.
27
2.3 Senam Diabetes
Gaya hidup tidak sehat seperti kegemukan, kurang
aktifitas fisik dan konsumsi makanan rendah serat akan
menyebabkan peningkatan faktor resiko penyakit DM,
terutama DM tipe II. Penderita yang telah mengalami
komplikasi kronik DM, akan terganggu kualitas hidupnya.
Pengontrolan kadar gula darah dapat dilakukan dengan
mengubah pola hidup yang lebih sehat dengan melakukan
perencanaan makan, latihan fisik secara teratur, terkontrol
dan berkesinambungan serta mengkonsumsi obat diabetik
oral yang sesuai dengan anjuran dokter (Waspadji, 2006).
Insulin dan GLUT 04 adalah hormon yang berfungsi
untuk memasukkan glukosa ke dalam sel. Di dalam sel,
glukosa akan mengalami metabolisme dan selanjutnya
dihasilkan energi yang akan digunakan untuk aktivitas
tubuh sehari - hari. Bila terdapat gangguan pada produksi
insulin ataupun gangguan pada reseptor insulin di berbagai
jaringan tubuh serta GLUT maka glukosa tidak dapat
masuk ke dalam sel, sehingga terjadilah hipoglikemia di
dalam sel. Sebaliknya glukosa akan menumpuk di dalam
darah dan kadar gula darah penderita DM lebih tinggi
(hiperglikemia).
28
Latihan jasmani membantu meningkatkan
sensitivitas reseptor insulin, sehingga glukosa dapat masuk
ke dalam sel, untuk memenuhi kebutuhan sumber energi
bagi tubuh pasien. Olahraga selama 30-40 menit, dapat
meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam sel sebesar 7-
20 kali lipat, dibandingkan tanpa latihan fisik. Penambahan
pemasukan glukosa ke dalam sel bergantung pada
intensitas latihan yang dilakukan. Sebagai hasil akhir
latihan fisik yang teratur adalah kontrol kadar gula darah
lebih baik dan mencegah komplikasi DM yang tidak
diinginkan.
Latihan fisik yang tepat bagi penderita DM harus
memperhatikan frekuensi, intensitas, durasi dan jenis
olahraga :
1. Frekuensi Latihan
Frekuensi latihan adalah frekuensi latihan setiap
minggu. Latihan fisik yang dilakukan 3 kali dalam
seminggu memberikan efek yang cukup baik, dan
latihan fisik yang dilakukan 4 kali seminggu memberikan
efek yang lebih baik. Latihan yang dianjurkan adalah 3-
5 kali seminggu (Ilyas, 2006).
29
2. Intensitas Latihan
Intensitas latihan merupakan faktor terpenting
dalam latihan fisik. Untuk mengetahui apakah intensitas
latihan yang dilakukan sudah cukup, secara sederhana
dapat diukur dengan menghitung detak nadi pada saat
melakukan latihan fisik. Intensitas latihan fisik dapat
ditentukan berdasarkan penentuan DNM (Denyut Nadi
Maksimal) terlebih dahulu. DNM adalah 220 – umur
pasien. Dalam setiap kali melakukan latihan fisik harus
mencapai 72 – 87 % DNM. Selanjutnya ditetapkan
intensitas latihan pasien melalui prosentase terhadap
DNM. Misalnya DNM 75 % artinya 0,75 x (220-50) =
128 kali/menit dan ini yang disebut sebagai Denyut Nadi
Sasaran (DNS). Selama melakukan latihan fisik, denyut
nadi pasien DM yang berusia 50 tahun, mencapai
namun tidak lebih dari 128 kali/menit. Penentuan
prosentase ini didasarkan pada tingkat kesehatan dan
kebugaran penderita DM (Asdie, 2004).
3. Lama Latihan
Durasi yang dianjurkan adalah 30 – 60 menit
setiap kali berolahraga. Sebaiknya penderita DM
melakukan latihan fisik tidak lebih dari 60 menit, karena
dapat menimbulkan hipoglikemia. Prinsip yang lain yang
30
perlu diperhatikan adalah setiap latihan fisik terdiri atas
3 tahapan berturut-turut, pemanasan (5-10 menit),
latihan inti (20-40 menit) dan pendinginan (5-10 menit).
Jenis olahraga yang dianjurkan untuk penderita
DM adalah aerobic low impact dan ritmic. Senam
Diabetes adalah senam aerobic low impact dan ritmic,
gerakannya menyenangkan dan tidak membosankan,
serta dapat diikuti oleh semua kelompok umur sehingga
menarik antusiasme kelompok dalam klub-klub
diabetes.
1. Manfaat Senam Diabetes
a. Menurunkan kadar glukosa darah dan mencegah
kegemukan.
Pada keadaan istirahat, metabolisme otot hanya
sedikit membutuhkan glukosa sebagai sumber
energi. Tapi pada saat latihan fisik, glukosa dan
lemak merupakan sumber energi utama. Setelah
berolah raga 10 menit, dibutuhkan glukosa 15
kalinya dibanding pada saat istirahat.
b. Menekan terjadinya komplikasi (gangguan lipid
darah atau pengendapan lemak di dalam pembuluh
31
darah, peningkatan tekanan darah, hiperkoagulasi
darah atau penggumpalan darah).
2. Indikasi dan Kontra Indikasi Senam Diabetes
a. Indikasi : Senam diabetes dapat diberikan
pada seluruh penderita DM tipe I maupun tipe II.
b. Kontra Indikasi
a. Penderita mengalami perubahan fungsi fisiologi
seperti dispnoe atau nyeri dada.
b. Orang yang depresi, khawatir atau cemas.
3. Gerakan Senam Diabetes
Gerakan senam menurut Widianti dan Proverawati
tahun 2010, yaitu :
a. Pemanasan I
Berdiri di tempat. Angkat kedua tangan ke atas
selurus bahu. Kedua tangan bertautan. Lakukan
bergantian dengan posisi kedua tangan di depan
tubuh.
b. Pemanasan II
Berdiri di tempat. Angkat kedua tangan ke depan
tubuh hingga lurus bahu. Kemudian, gerakkan
kedua jari tangan seperti hendak meremas. Lalu,
buka lebar. Lakukan secara bergantian, namun
32
tangan diangkat ke kanan-kiri tubuh hingga lurus
bahu.
c. Inti I
Posisi berdiri tegap. Kaki kanan maju selangkah ke
depan. Kaki di tempat. Tangan kanan diangkat ke
kanan tubuh selurus bahu. Sedangkan tangan kiri
ditekuk hingga telapak tangan mendekati dada.
Lakukan secara bergantian.
d. Inti 2
Posisi berdiri tegap. Kaki kanan diangkat hingga
paha dan betis membentuk sudut 90 derajat. Kaki
kiri tetap di tempat. Tangan kanan diangkat ke
kanan tubuh selurus bahu. Sedangkan tangan kiri
ditekuk hingga telapak tangan mendekati dada.
Lakukan secara bergantian.
e. Pendinginan 1
Kaki kanan agak menekuk, kaki kiri lurus. Tangan
kiri lurus ke depan selurus bahu. Tangan kanan
ditekuk ke dalam. Lakukan secara bergantian.
f. Pendinginan 2.
Posisi kaki bentuk huruf V terbalik. Kedua tangan
direntangkan ke atas dengan membentuk huruf V
33
2.4 Kerangka Konseptual
Variabel Independen Variabel Dependen
Skema 2.1 Kerangka Konsep
2.5 Hipotesis
Hipotesis berasal dari kata hupo yang berarti
sementara kebenarannya dan thesis artinya pernyataan
atau teori. Jadi hipotesis merupakan pernyataan
sementara yang perlu diuji kebenarannya.
Hipotesis dalam penelitian ini meliputi :
1. Hipotesis Nol (Ho)
Hipotesis nol juga sering disebut dengan hipotesis
statistik yaitu merupakan hipotesis yang menyatakan
tidak ada hubungan antara variabel satu dengan
variabel yang lain atau hipotesis yang menyatakan
tidak ada perbedaan suatu kejadian antara dua
kelompok.
SENAM
DIABETES
KADAR GULA
DARAH
34
Ho dalam penelitian ini adalah :
“ Tidak ada pengaruh senam diabetes terhadap kadar
gula darah Diabetisi pada Komunitas Persadia Kota
Salatiga”.
2. Hipotesis Alternatif (Ha)
Lawan dari hipotesis nol adalah hipotesis alternatif.
Hipotesis alternatif dapat langsung di rumuskan
apabila ternyata pada suatu penelitian, hipotesis nol
ditolak. Hipotesis ini merupakan hipotesis yang
menyatakan ada hubungan antara variabel satu
dengan variabel yang lain atau hipotesis yang
menyatakan ada perbedaan sesuatu kejadian antara
dua kelompok.
Ha dalam penelitian ini adalah :
“ Ada pengaruh senam diabetes terhadap kadar gula
darah Diabetisi pada Komunitas Persadia Kota
Salatiga”.
Recommended