View
222
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hukum Pidana Militer
1. Definisi Hukum Pidana Militer
Sebelum masuk dalam inti permasalahan, maka perlu kiranya diketahui apa
itu hukum Hukum Militer. Hanya sedikit saja orang yang menaruh perhatian pada
Hukum Militer, mungkin orang beranggapan bahwa Hukum Militer itu cukup
untuk diketahui oleh kalangan militer saja. Hal ini tentu tidak salah, tetapi juga
tidak seluruhnya benar, Hukum Militer dari suatu Negara merupakan sub-sistem
Hukum dari Hukum Negara tersebut, oleh karena Militer itu adalah bagian dari
suatu masyarakat atau bangsa. Pengertian militer berasal dari bahasa yunani
“milies” yang berarti seseorang yang dipersenjatai dan siap untuk melakukan
pertempuran terutama dalam rangka pertahanan negara. Sedangkan pengertian
secara formil menurut undang-undang dapat ditemukan dalam pasal 46, 47 dan 49
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentara.1
Pasal 46
(1) Yang dimaksud dengan tentara adalah :
Ke 1 : mereka yang berikatan dinas secara sukarela pada Angkatan
Perang, yang wajib berada dalam dinas secara terus menerus dalam
tenggang waktu dinas tersebut.
Ke 2 : semua sukarelawan lainnya pada angkatan perang dan para
militer wajib dan selama mereka itu berada dalam dinas, demikian juga
jika mereka diluar dinas yang sebenarnya dalam tenggang waktu selama
mereka dapat dipanggil untuk masuk dalam dinas, melakukan salah satu
tindakan yang dirumuskan dalam Pasal 97, 99 dan 139 KUHPT.
1 Fasal Salam, Hukum Pidana Militer di Indonesia, Bandung : Mandar Maju, 2006, hal 13
16
(2) Kepada setiap militer harus diberitahukan bahwa mereka tunduk pada
tata tertib militer.
Pasal 47
Barang siapa yang menurut kenyataanya bekerja pada Angkatan Perang,
menurut hukum dianggap sebagai militer, apabila dapat diyakinkan bahwa
dia tidak termasuk dalam ketentuan dalam pasal diatas.
Pasal 49
(1) Termasuk pula sebagai anggota angkatan perang :
Ke 1 : Para bekas tentara yang dipekerjakan untuk suatu dinas
ketentaraan.
Ke 2 : Komisaris-komisaris yang berkewajiban ketentaraan yang
berpakaian dinas tentara tiap-tiap kali apabila mereka itu melakukan
jabatan demikian itu.
Ke 2 : Para pewira pensiunan, para anggota suatu pengadilan tentara
(luar biasa) yang berpakaian dinas demikian itu.
(2) Anggota- anggota tentara yang dimaksud dalam ayat 1 dianggap
memakai pangkat yang dijabatnya paling akhir atau pangkat yang lebih
tinggi yang diberikan kepadanya pada waktu atau sesudahnya mereka
meninggalkan dinas tentara2.
Hukum Pidana Militer dalam arti luas mencakup pengertian hukum pidana
militer dalam arti materiil dan hukum pidana militer dalam arti formil. Hukum
Pidana Materiil merupakan kumpulan peraturan tindak pidana yang berisi perintah
dan larangan untuk menegakkan ketertiban hukum dan apabila perintah dan
larangan itu tidak ditaati maka diancam hukuman pidana. Hukum Pidana Formil
yang lebih dikenal disebut Acara Pidana merupakan kumpulan peraturan hukum
yang memuat ketentuan tentang kekuasaan peradilan dan cara pemeriksaan,
pengusutan, penuntutan dan penjatuhan hukuman bagi militer yang melanggar
hukum pidana materiil.
2 Dikutip dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer.
17
Salah satu cara pembagian dari Hukum Pidana dalam arti materiil pada
umumnya ialah Hukum Pidana umum dan khusus. Kekhususan tersebut ada yang
didasarkan pada suatu materi tertentu seperti misalnya : tentang korupsi,
narkotika, perdagangan wanita; yang didasarkan pada golongan justisiabel
tertentu seperti misalnya yang berlaku bagi golongan militer dan yang
dipersamakan. Hukm Pidana dalam arti formil dapat ditemukan dalam undang-
undang hukum acara pidana militer beserta berbagai peraturan-peraturan tentang
ke-PAPERA-an, penyelesaian suatu perkara dan lain sebagainya.3
Hukum Pidana materiil dinamakan hukum pidana umum, yang berlaku
untuk umum. Dalam Undang-undang tahun 1950 no.1 pasal 34 dipakai istilah
perkara hukuman perdata. Undang-undang darurat tahun 51 no. 1 Pasal 5b
menggunakan istilah Hukum Pidana sipil. Ini lebih baik dan dapat diteruskan
sebab dalam istilah tersebut dinyatakan perbedaannya dengan hukum pidana
militer. Karena itu juga berlaku bagi para militer, meskipun bagi mereka itu
khusus berlaku hukum pidana militer. Bahwa hukum pidana sipil ini juga berlaku
anggota-anggota tentara, antara lain ternyata dalam pasal 1 dikatakan bahwa
aturan-aturan umum termasuk juga IX KUHP pada umumnya berlaku dalam
menggunakan KUHP militer. Dalam pasal 2 : jika perbuatan yang dilakukan oleh
orang yang tunduk pada KUHP militer tidak ada disebut di situ, maka dipakai
perbuatan pidana yang tersebut dalam KUHP.4
3 E.Y. Kanter, S.R. Sianturi, 1981.Hukum Pidana Militer di Indonesia. Jakarta : Alumni. Hal 15.
4 Moeljanto, Azas-azas Hukum Pidana, Jakarta : Bina Aksara, 1987, hal 20.
18
2. Tindak Pidana Militer
Tindak pidana militer yang pada umumnya terdapat dalam KUHPM dapat
dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1) Tindak pidana militer murni :
Tindak pidana militer murni adalah tindakan-tindakan terlarang / diharuskan
yang pada prinsipnya hanya mungkin dilanggar oleh seorang militer, karena
keadaannya yang bersifat khusus atau karena suatu kepentingan militer
menghendaki tindakan tersebut ditentukan sebagai tindak pidana.
2) Tindak pidana militer campuran
Tindak pidana militer campuran adalah tindakan-tindakan terlarang atau
diharuskan yang pada pokoknya sudah ditentukan dalam perundang-undangan
lain, akan tetapi diatur lagi dalam KUHPM karena adanya sesuatu keadaan yang
khas militer atau karena adanya sesuatu sifat yang lain, sehingga diperlukan
ancaman pidana yang lebih berat, bahkan mungkin lebih berat dari ancaman
pidana pada kejahatan semula dengan pemberatan tersebut dalam Pasal 52
KUHP5.
Berdasarkan KUHPM, tindak pidana militer terdiri dari tujuh golongan.
1. Kejahatan yang dapat membahayakan keselamatan negara (Pasal 64 –
72), berlaku khusus dalam situasi perang.
5 Said Sissa Hadi, dan Teguh Prasetyo. HUKUM PIDANA MILITER DI INDONESIA.
Yogyakarta : Mitra Prasaja Offset. 2002 hal 7
19
2. Kejahatan yang secara tidak langsung dapat membahayakan
keselamatan negara (pasal 73-84), berlaku khusus dalam situasi
perang.
3. Kejahatan melanggar atau tidak memenuhi kewajiban dinas (disersi)
(Pasal 85-96).
4. Kejahatan terhadap ketaatan (97-117).
5. Pelanggaran terhadap kewajiban dinas yang dapat membahayakan
kepentingan ketentaraan atau menggangu ketentraman dan ketertiban
dalam masyarakat ketentaraan (Pasal 118-139).
6. Kejahatan pencurian dan pertolongan jahat (Pasal 140-146).
merupakan tambahan bagi pasal-pasal pencurian di KUHP, karena
situasi khusus yaitu: pelakunya tentara, dalam situasi/persiapan perang,
barang yang dia ambil adalah barang yang sedang dia jaga, menjarah
barang milik korban perang.
7. Kejahatan yang ditunjukan terhadap barang-barang keperluan angkatan
perang/sabotase (Pasal 147-149), hukuman diperberat dalam situasi
perang.
a. Militer sebagai subjek tindak pidana
Seorang militer termasuk dalam subjek tindak pidana umum dan juga subjek
dari tindak pidana militer. Dalam hal terjadi suatu tindak pidana militer campuran,
militer tersebut secara berbarengan adalah subjek dari tindak pidana umum dan
20
tindak pidana militer yang berbarengan6. Ketentuan pidana dalam KUHPM diatur
dalam Pasal 6 s/d Pasal 31 Bab II Buku I KUHPM, sedangkan ketentuan tentang
pidana dalam KUHP diatur didalam Pasal 10 Bab II Buku I dengan judul
Hukuman-hukuman7.
3. Tindak Pidana Militer Menurut KUHPM (Buku 1 dan Buku 2)8
1. Buku Pertama Penerapan Hukum Pidana Umum
Pasal 1
(Diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1947) Untuk penerapan
kitab Undang-Undang ini berlaku ketentuan-ketentuan hukum pidana
umum, termasuk bab kesembilan dari buku pertama Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana, kecuali ada penyimpangan-penyimpangan yang
ditetapkan dengan Undang-Undang.
Pasal 2
(Diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1947) Terhadap tindak
pidana yang tidak tercantum dalam kitab Undang-Undang ini, yang
dilakukan oleh orang-orang yang tunduk pada kekuasaan badanbadan
peradilan militer, diterapkan hukum pidana umum, kecuali ada
penyimpangan-penyimpangan yang ditetapkan dengan Undang-Undang.
Pasal 3
(Diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1947) Ketentuan-
ketentuan mengenai tindakan-tindakan yang tercantum dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, yang dilakukan di atas kapal (schip)
indonesia atau yang berhubungan dengan itu, diterapkan juga bagi
tindakan-tindakan yang dilakukan di atas perahu (vaartuig) Angkatan
Perang atau yang berhubungan dengan itu, kecuali jika isi ketentuan-
ketentuan tersebut meniadakan penerapan ini, atau tindakan-tindakan
tersebut termasuk dalam suatu ketentuan pidana yang lebih berat.
2. Batas-Batas Berlakunya Ketentuan Pidana Dalam Perundang-
undangan.
Pasal 4
(Diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1957) Ketentuan-
ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia, selain daripada 6 Ibid hal 8
7 Moch.Faisal Salam. Hukum Pidana Militer di Indonesia. Bandung : Mandar Maju. 2006 hal 58
8 Dikutip dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer.
21
yang dirumuskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, diterapkan
kepada militer :
Ke-1, Yang sedang dalam hubungan dinas berada di luar Indonesia,
melakukan suatu tindak pidana di tempat itu;
Ke-2, Yang sedang di luar hubungan dinas berada di luar Indonesia,
melakukan salah satu kejahatan yang dirumuskan dalam kitab Undang-
undang ini, atau suatu kejahatan jabatan yang berhubungan dengan
pekerjaannya untuk angkatan perang, suatu pelanggaran jabatan
sedemikian itu, atau suatu tindak pidana dalam keadaan-keadaan
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 52 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana.
Pasal 5
(Diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1947) Ketentuan
pidana dalam perUndang-Undangan Indonesia diterapkan bagi setiapa
orang, yang dalam keadaan perang, di luar Indonesia melakukan suatu
tindak pidana, yang dalam keadaan-kedaan tersebut termasuk dalam
kekuasaan badan-badan peradilan militer.
3. Pidana Utama dan Pidana Tambahan
Pasal 6
Pidana-pidana yang ditentukan dalam kitab Undang-Undang ini adalah :
a. Pidana-pidana utama :
Ke-1, Pidana mati;
Ke-2, Pidana penjara;
Ke-3, Pidana kurungan;
Ke-4, Pidana tutupan (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946).
b. Pidana-pidana tambahan :
Ke-1, Pemecatan dari dinas militer dengan atau tanpa pencabutan
haknya untuk memasuki Angkatan Bersenjata;
Ke-2, Penurunan Pangkat;
Ke-3, pencabutan hak-hak yang disebutkan pada Pasal 35 ayat pertama
pada nomor-nomor ke-1, ke-2 dan ke-3 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana.
Pasal 7
(1) Untuk pidana-pidana utama dan pidana tambahan yang disebutkan
pada nomor 3 dalam Pasal tersebut diatas, berlaku ketentuan-ketentuan
pidana yang senama yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana, sejauh mengenai pidana utama itu tidak ditetapkan
penyimpangan-penyimpangan dalam Kitab Undang-Undang ini.
(2) Penyimpangan-penyimpangan ini berlaku juga bagi pidana-pidana
utama yang disebutkan dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum
22
Pidana, yang diancamkan terhadap suatu tindak pidana yang tidak
diatur dalam kitab Undang-Undang ini.
Pasal 9
Penguburan jenasah terpidana diselenggarakan dengan sederhana tanpa
upacara militer, atau jika menjalankan pidana mati itu dilaksanakan di
perahu laut dan jauh dari pantai, jenasah terdakwa diterjunkan ke laut.
Pasal 10
Pidana penjara sementara atau kurungan termasuk pidana kurungan
pengganti yag dijatuhkan kepada militer, sepanjang dia tidak dipecat dari
dinas militer dijalani di bangunan-bangunan yang dikuasai oleh militer.
4. Peniadaan, Pengurangan dan Penambahan Pidana
Pasal 32
(Diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1947) Tidak dipidana,
barang siapa dalam waktu perang, melakukan suatu tindakan, dalam batas-
batas kewenangannya dan diperbolehkan oleh peraturan-peraturan dalam
hukum perang, atau yang pemidanaannya akan bertentangan dengan suatu
perjanjian yang berlaku antara Indonesia dengan negara lawan Indonesia
berperang atau dengan suatu peraturan yang ditetapkan sebagai kelanjutan
dan perjanjian tersebut.
5. Pembarengan Tindak Pidana
Pasal 39
Berbarengan dengan putusan penjatuhan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup, kecuali pidana-pidana yang ditentukan dalam Pasal 67
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, tidak boleh dijatuhkan pidana
lainnya selain daripada pemecatan dari dinas militer dengan pencabutan
hak untuk memasuki Angkatan bersenjata,
6. Tindak Pidana Yang Hanya Dapat Dituntut Karena Pengaduan
Pasal 40
Apabila salah satu kajahatan yang dirumuskan dalam Pasal-pasal 287, 293
dan 332 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dilakukan dalam waktu
perang oleh orang yag tunduk pada peradilan militer, maka penuntutannya
dapat dilakukan karena jabatan.
7. Kejahatan Dalam Melaksanakan Kewajiban Perang, Tanpa Bermaksud
Untuk Memberi Bantuan kepada Musuh atau Merugikan Negara Untuk
Kepentingan Musuh
Pasal 81
Militer dengan sengaja mengambil suatu barang yang ditentukan tidak
termasuk rampasan perang, tanpa maksud untuk dengan melawan hukum
23
memiliki barang itu, diancam dengan pidana penjara maksimum empat
tahun.
8. Kejahatan Yang Merupakan Suatu Cara Bagi Seseorang Militer Untuk
Menarik Diri Dari Pelaksnaan Kewajiban Dinas
Pasal 85
Militer karena salahnya menyebabkan ketidakhadirannya tanpa izin
diancam :
Ke-1, Dengan pidana penjara maksimum sembilan bulan, apabila
ketidakhadiran itu dalam waktu damai minimal satu hari dan tidak
lebih lama dari tiga puluh hari;
Ke-2, Dengan pidana penjara maksimum satu tahun, apabila
ketidakhadiran itu dalam waktu damai, disebabkan terabaikan
olehnya seluruhnya atau sebagian dari suatu perjalanan ke suatu
tempat yang terletak di luar pulau di mana dia sedang berada yang
diketahuinya atau patut harus menduganya ada peintah untuk itu;
Ke-3, dengan pidana penjara maksimum satu tahun empat bulan apabila
ketidakhadiran itu, dalam waktu perang tidak lebih lama dari empat
hari;
Ke-4, dengan pidana penjara maksimum dua tahun, apabila
ketidakhadiran itu dalam waktu perang, disebabkan terabaikan
olehnya seluruhnya atau sebagian dari usaha perjalanan yang
diperintahkan kepadanya sebagaimana diuraikan pada nomor ke-2,
atau tergagalkannya suatu perjumpaan dengan musuh.
Pasal 86
Militer yang sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa izin diancam :
Ke-1, Dengan pidana penjara maksimum satu tahun empat bulan, apabila
ketidakhadirannya yaitu dalam waktu damai minimal 1 hari dan
tidak lebih lama dari 30 hari;
Ke-2, Dengan pidana penjara maksimum dua tahun 8 bulan, apabila
ketidakhadirannya itu dalam waktu perang tidak lebih lama dari 4
hari.
Pasal 87
(1) Diancam karena desersi, militer :
Ke-1, Yang pergi dengan maksud menarik diri untuk selamanya dari
kewajiban-kewajiban dinasnya, menghindari bahaya perang,
menyebrang ke musuh, atau memasuki dinas militer pada suatu negara
atau kekuasaan lain tanpa dibenarkan untuk itu;
Ke-2, Yang karena salahnya atau dengan sengaja melakukan
ketidakhadiran tanpa izin dalam waktu damai lebih lama dari tiga
puluh hari, dalam waktu perang lebih lama dari empat hari;
Ke-3, Yang dengan sengaja melakukan ketidakhadiran izin dan
karenanya tidak ikut melaksanakan sebagian atau seluruhnya dari suatu
24
perjalanan yang diperintahkan, seperti yang diuraikan pada Pasal 85
ke-2;
(2) Desersi yang dilakukan dalam waktu damai, diancam dengan pidana
penjar maksimum dua tahun delapan bulan.
(3) Desersi yang dilakukan dalam waktu perang, diancam dengan pidana
penjara maksimum delapan tahun enam bulan.
9. Kejahatan Terhadap Pengabdian
Pasal 97
(1) Militer, yang dengan sengaja, menghina atau mengancam dengan suatu
perbuatan jahat kepada seorang atasan, baik di tempat umum secara
lisan atau dengan tulisan atau lukisan, atau dihadapannya secara lisan
atau dengan isyarat atau perbuatan, atau dengan surat atau lukisan
yang dikirimkan atau diterimakan, maupun memaki-maki dia atau
menistanya atau dihadapannya mengejeknya, diancam dengan pidana
penjara maksimum satu tahun.
(2) Apabila tindakan itu dalam dinas, diancam dengan pidana penjara
maksimum dua tahun.
10. Pencurian dan Penadahan
Pasal 140
Diancam dengan pidana penjara maksimum tujuh tahun, barang siapa yang
melakukan pencurian dan dalam tindakan itu telah menyalahgunakan
(kesempatan) tempat kediamannya atau perumahannya yang diperolehnya
berdasarkan kekuasaan umum.
11. Perusakan, Pembinasaan atau Penghilangan Barang-barang
Keperluan Perang
Pasal 147
Barang siapa, yang dengan melawan hukum dan dengan sengaja
membunuh, membinasakan, membuat tidak terpakai untuk dinas atau
menghilangkan binatang keperluan Angkatan Perang, diancam :
Ke-1, Dengan pidana penjara maksimum sepuluh tahun, apabila tindakan
itu dilaksanakannya, sementara ia termasuk suatu Angkatan Perang
yang disiapsiagakan untuk perang;
Ke-2, dengan pidana penjara maksimum lima tahun dalam hal lain-
lainnya.
Pasal 148
Barang siapa, yang dengan melawan hukum dan dengan sengaja merusak,
membinasakan, membuat tidak terpakai atau menghilangkan suatu barang
keperluan perang, ataupun yang dengan sengaja dan semaunya
25
menanggalkan dari diri sendiri suatu senjata, munisi, perlengkapan perang
atau bahan makanan yang diberikan oleh negara kepadanya, diancam :
Ke-1, Dengan pidana penjara maksimum sepuluh tahun, apabila tindakan
itu dilakukannya sementara ia termasuk pada suatu Angkatan
Perang yang disiapkan untuk perang;
Ke-2, Dengan pidana penjara maksimm lima tahun, diluar hal-hal yang
disebutkan pada sub ke-1 pasal ono dan ayat pertama dari Pasal 72.
B. Peradilan Militer di Indonesia
1. Sejarah Peradilan Militer di Indonesia
Di dalam UUD 1945 sebelum amandemen terdapat pasal-pasal yang
mengatur tentang kehidupan Peradilan di Indonesia seperti yang tercantum dalam
pasal 24 ayat (1) yang berbunyi “kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan lain-lain Badan Kehakiman menurut Undang-undang,
sedangkan ayat (2) nya menetapkan bahwa susunan dan kekuasaan badan-badan
kehakiman itu diatur dengan Undang-undang. Berdasarkan ketentuan Peralihan
pasal II UUD 1945 pada masa itu, seyogyanya Peradilan militer mengambil alih
peradilan militer yang ada pada masa pemerintahan Jepang, akan tetapi hal itu
tidak dilakukan, Peradilan baru dibentuk setelah dikeluarkannya undang-undang
Nomor 7 Tahun 1946 tentang adanya Pengadilan Ketentaraan disamping
Pengadilan Biasa.
Pada tahun 1997 diundangkan UU No. 31 tahun 1997 tentang peradilan
militer. Undang-undang ini lahir sebagai jawaban atas perlunya pembaruan aturan
peradilan militer, mengingat aturan sebelumnya dipandang tidak sesuai lagi
dengan jiwa dan semangat undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang ketentuan
26
pokok kekuasaan kehakiman. Undang-undang ini kemudian mengatur susunan
peradilan militer yang terdiri dari :
1. Pengadilan Militer;
2. Pengadilan Militer Tinggi;
3. Pengadilan Militer Utama;
4. Pengadilan Militer Pertempuran.
Dengan diundangkannya ketentuan ini, maka Undang-undang Nomor 5
Tahun 1950 tentang susunan dan kekuasaan pengadilan atau kejaksaan dalam
lingkungan peradilan ketentaraan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 22 PNPS Tahun 1965 dinyatakan tidak berlaku lagi. Demikian
halnya dengan Undang-undang Nomor 6 tahun 1950 tentang Hukum Acara
Pidana pada pengadilan tentara, sebagaimana telah di ubah dengan UUndang-
undang Nomor 1 Drt tahun 1958 dinyatakan tidak berlaku lagi.
2. Sistematika Peradilan Militer
peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman dilingkungan
Angkatan bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan
memperhatikan kepentingan penyelenggara pertahanan dan keamanan Negara.
peradilan militer berlaku bagi anggota militer terdapat tingkatannya yaitu :
1. Tingkat pertama yaitu Pengadilan Militer. Pengadilan Militer ini
mempunyai kewenangan memeriksa dan memutus perkara pidana pada
tingkat pertama yang terdakwanya prajurit berpangkat kapten kebawah;
2. Tingkat kedua yaitu Pengadilan Militer Tinggi yang berwenang
memeriksa dan memutus perkara pidana pada tingkat pertama yang
terdakwanya prajurut berpangkat Mayor keatas serta memeriksa dan
27
memutuskan pada tingkat banding perkara pidana yang telah diputus
oleh Pengadilan Militer;
3. Tingkat ketiga yaitu Pengadilan Militer Utama yaitu Pengadilan Militer
yang berwenang memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara
pidana yang telah diputuskan pada tingkat pertama oleh pengadilan
militer utama yang diminta banding9.
4. tingkat keempat yaitu Pegadilan Militer Pertempuran yaitu Pengadilan
Militer yang berwenang memeriksa dan memutus perkara pidana yang
terdakwanya prajurit.
Pengadilan Militer di Indonesia dibawahi oleh Pengadilan Militer Tinggi. Di
Indonesia memiliki 3 Pengadilan Militer Tinggi yang membawahi Pengadilan-
pengadilan Militer di Indonesia. Berikut adalah daftar wilayah hukum Pengadilan
Militer Tinggi dan Pengadilan-pengadilan Militer yang dibawahinya10
:
1. Pengadilan Militer Tinggi I Medan membawahi :
a. Pengadilan Militer I-01 Banda Aceh.
b. Pengadilan Militer I-02 Medan.
c. Pengadilan Militer I-03 Padang.
d. Pengadilan Militer I-04 Palembang.
e. Pengadilan Militer I-05 Pontianak.
f. Pengadilan Militer I-06 Banjarmasin.
g. Pengadilan Militer I-07 Balikpapan.
2. Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta membawahi :
a. Pengadilan Militer II-08 Jakarta.
b. Pengadilan Militer II-09 Bandung.
c. Pengadilan Militer II-10 Semarang.
9 Eny Purwanti, Proses Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Militer yang tidak Menaati
Perintah Dinas, Skripsi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Hal 4. 10
Icke Dina Putri.K Sitepu, Proses Penyelesaian Perkara Pidana Dilingkungan TNI, Skripsi Universitas Sumatera Utara, Medan. 2007. Hal 13.
28
d. Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta.
3. Pengadilan Tinggi Militer III Surabaya Membawahi :
a. Pengadilan Militer III-12 Surabaya.
b. Pengadilan Militer III-13 Madiun.
c. Pengadilan Militer III-14 Denpasar.
d. Pengadilan Militer III-15 Kupang.
e. Pengadilan Militer III-16 Makasar.
f. Pengadilan Militer III-17 Manado.
g. Pengadilan Militer III-18 Ambon.
h. Pengadilan Militer III-19 Jayapura.
C. Proses penyelesaian perkara di lingkungan peradilan militer
1. Macam-macam surat Dakwaan
Jika berbicara mengenai penerapan pasal pada tindak pidana, maka hal ini
berkaitan erat dengan tahap penuntutan. Pasal 143 KUHAP menyatakan secara
jelas bahwa untuk mengadili suatu perkara, Penuntut Umum wajib mengajukan
permintaan disertai dengan suatu surat dakwaan. tentang bentuk-bentuk surat
dakwaan antara lain11
:
1. Dakwaan Tunggal
Dalam surat dakwaan ini hanya satu Tindak Pidana saja yang didakwakan,
karena tidak terdapat kemungkinan untuk mengajukan alternatif atau dakwaan
pengganti lainnya.
11
Marry Margareta, Bentuk-bentuk Surat Dakwaan, Hukum Online, kamis 29 Maret 2012.
29
2. Dakwaan Alternatif
Dalam surat dakwaan ini terdapat beberapa dakwaan yang disusun secara
berlapis, lapisan yang satu merupakan alternatif dan bersifat mengecualikan
dakwaan pada lapisan lainnya. Bentuk dakwaan ini digunakan bila belum didapat
kepastian tentang Tindak Pidana mana yang paling tepat dapat dibuktikan. Dalam
dakwaan alternatif, meskipun dakwaan terdiri dari beberapa lapisan, hanya satu
dakwaan saja yang dibuktikan tanpa harus memperhatikan urutannya dan jika
salah satu telah terbukti maka dakwaan pada lapisan lainnya tidak perlu
dibuktikan lagi. Dalam bentuk Surat Dakwaan ini, antara lapisan satu dengan
yang lainnya menggunakan kata sambung atau.
3. Dakwaan Subsidair
Sama halnya dengan dakwaan alternatif, dakwaan subsidair juga terdiri dari
beberapa lapisan dakwaan yang disusun secara berlapis dengan maksud lapisan
yang satu berfungsi sebagai pengganti lapisan sebelumnya. Sistematik lapisan
disusun secara berurut dimulai dari Tindak Pidana yang diancam dengan pidana
tertinggi sampai dengan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana terendah.
Pembuktian dalam surat dakwaan ini harus dilakukan secara berurut dimulai dari
lapisan teratas sampai dengan lapisan selanjutnya. Lapisan yang tidak terbukti
harus dinyatakan secara tegas dan dituntut agar terdakwa dibebaskan dari lapisan
dakwaan yang bersangkutan.
30
4. Dakwaan Kumulatif
Dalam Surat Dakwaan ini, didakwakan beberapa Tindak Pidana sekaligus,
ke semua dakwaan harus dibuktikan satu demi satu. Dakwaan yang tidak terbukti
harus dinyatakan secara tegas dan dituntut pembebasan dari dakwaan tersebut.
Dakwaan ini dipergunakan dalam hal Terdakwa melakukan beberapa Tindak
Pidana yang masing-masing merupakan Tindak Pidana yang berdiri sendiri.
5. Dakwaan Kombinasi
Disebut dakwaan kombinasi, karena di dalam bentuk ini dikombinasikan
atau digabungkan antara dakwaan kumulatif dengan dakwaan alternatif atau
subsidair.
2. Penyelesaian perkara prapersidangan
Sebelum perkara pidana tersangka disidangkan, diperlukan proses dalam hal
administrasi, antara lain penerimaan berkas perkara, pengolahan perkara, dan
pengolahan perkara dalam peradilan12
.
1. Penerimaan Berkas perkara13
Polisi militer angkatan pada saat menyerahkan berkas perkara disertai
dengan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada
Kaotmil/Kaotmiliti. Apabila Tersangka dalam status ditahan, Kaotmil/Kaotmiliti
menitipkan kembali penahanan tersangka kepada Polisi Militer Angkatan yang
menyerahkan berkas perkara. Berkas perkara yang diterima tersebut harus di
12
Icke Dina Putri.K Sitepu Ibid hal. 44 13
Peraturan Panglima TNI tentang petunjuk teknis penyelesaian perkara pidana dilingkunan Oditurat, hal 10.
31
register, kemudian Kaotmiliti menunjuk Oditur pengolah berkas, dan sedapat
mungkin Oditur pengolah berkas ini kelak adalah oditur yang bertindak sebagai
penuntut umum. Apabila dalam penelitian suatu berkas perkara ditemukan adanya
beberapa tindak pidana yang dilakukan tersangka hingga masing-masing
merupakan suatu tindak pidana.
2. Pengolahan Perkara
Oditur yang ditunjuk oleh Kaotmil/Kaotmiliti akan melakukan kegiatan
pengolahan perkara dan dibuat dalam Berita Acara Pendapat. Berita acara
pendapat tersebut dibuat atas pendapat rumusan fakta yang dianggap cukup
terbukti serta memenuhi unsur-unsur delik yang didakwakan serta masalah yang
meliputinya berdasarkan keterangan para saksi, keterangan Tersangka, petunjuk-
petunjuk dalam hubungannya satu dengan yang lain sebagai suatu rangkaian.
Setelah surat keputusan Penyelesaian perkara ditandatangani oleh Papera,
Oditur Militer membuat surat dakwaan dengan mencantumkan nomor Skepera.
Oditur militer selaku penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara
dalam surat-surat dakwaan dan beberapa berkas perkara, contohnya :
a. Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang sama dan
kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya;
b. Beberapa tindak pidana yang berhubungan satu dengan yang lain yang
dilakukan lebih dari seorang Tersangka yang bekerjasama dan dilakukan pada
waktu dan tempat yang bersamaan;
32
c. Beberapa tindak pidana yang berhubungan satu dengan yang lain, yang
dilakukan lebih dari seorang tersangka pada waktu dan tempat yang berbeda,
tetapi merupakan dari pemufakatan jahat sesuai dengan tindak pidana apa yang
dilakukan oleh terdakwa, maka dakwaan disusun sebagai berikut :
1) Tunggal, dalam hal Terdakwa didakwa melakukan satu tindak pidana
dan hanya dapat ditetapkan satu Pasal ketentuan pidana. pada cara ini
maka tiap tindak pidana dirumuskan sendiri sesuai dengan urutan yang
dikehendaki, misalnya ke I, ke II ke III, dan sebagainya dan kesemuanya
sudah barang tentu harus dibuktikan dalam sidang pengadilan dan bila
salah satu tidak dapat dibuktikan maka terdakwa harus dibebaskan dari
dakwaan yang tidak terbukti itu14
.
2) Kumulatif, dalam hal Terdakwa melakukan beberapa tindak pidana yang
berbeda dapat diterapkan beberapa pasal ketentuan pidana;
3) Subidair, dalam hal Terdakwa melakukan suatu tindak pidana tetapi
kemungkinan dapat diterapkan beberapa ketentuan pidana yang sejenis
dengan pilihan, yang didakwakan pertama kali adalah ketentuan yang
terberat ancaman pidananya kemudian yang lebih ringan dan seterusnya
sampai yang teringan. Bila dalam pemeriksaan di dalam persidangan
yang primair yang terbukti maka dakwaan subsidairnya tidaklah perlu
dibuktikan. Juga selanjutnya apabila dakwaan subsidair telah dapat
dibuktikan, maka dakwaan lainnya tidak perlu dibuktikan15
.
14
Moch Faisal Salam, Hukum Acara Pidana Militer di Indonesia. Bandung : Mandar Maju. 2002 hal 122. 15
Ibid hal. 123.
33
3. Penyerahan perkara ke pengadilan
Setelah Kataud meneliti kembali kelengkapan berkas perkara, dan dianggap
telah cukup maka berkas perkara asli dilimpahkan Pengadilan yang berwenang
dengan surat pelimpahan perkara yang ditanda tangani oleh Kaotmil / Kaotmiliti.
Bersamaan dengan pelimpahan berkas perkara kepada pengadilan yang
berwenang, Surat Dakwaan dikitimkan kepada Terdakwa melalui Ankum disertai
berkas penerimaan. Apabila Otmil / Otmiliti menerima pelimpahan berkas perkara
dari instansi lain, Oditur Penuntut umum yang baru membuat surat dakwaan baru
berdasarkan penetapan pengadilan yang melimpahkan perkara tersebut.
Setelah seluruh kelengkapan administrasi dari berkas perkara telah terpenuhi
maka berkas tersebut dikirim pada Pengadilan yang berwenang, dan salinan
berkas perkara serta kelengkapannya tetap disimpan oleh Kabag / Kasi / Kaursitut
untuk diserahkan kepada Oditur militer dalam rangka sidang, kemudian
Kaurminra membuat Rensid (Rencana sidang). Dalam hal upaya Oditur mencari
Terdakwa dialamat terakhir tidak diketemukan, karena Terdakwa sudah pidah
tempat tinggal, pensiun, dipecat, atau melarikan diri, maka Kaotmil/Kaotmiliti
melakukan pencarian dengan meminta bantuan instansi terkait diduga dimana
Terdakwa bertempat tinggal. Upaya pencarian tersebut dilakukan secara periodik
dan berlanjut.
Namun apabila sudah dipanggil secara resmi tiga kali berturut-turut,
Terdakwa tidak hadir tanpa keterangan yang sah, atau upaya pencarian yang
dilakukan untuk pencarian Terdakwa tidak memperoleh hasil, dan instansi yang
34
terkait disertai surat juga telah menyatakan bahwa Terdakwa tidak diketemukan,
maka dalam persidangan Oditur melaporkan kepada Hakim Ketua dan Hakim
ketua dapat melakukan Putusan tanpa kehadiran Terdakwa dan Putusan tersebut
disebut In Absentia.
Apabila perkara yang oleh Pengadilan telah diputus In Absentia tersebut
ternyata dikemudian hari Terdakwa diketemukan, maka Oditur atas
pemberitahuan dari POM/Kesatuan Terdakwa memberitahukan kepada
Pengadilan dan Terdakwa harus menjalani hasil Putusan/Eksekusi tersebut.
3. Tahap Pemeriksaan di Persidangan
Ada beberapa persiapan sebelum persidangan dibuka, antara lain16
.
a. Kaotmil berdasarkan penetapan sidang mengeluarkan surat panggilan
kepada Terdakwa dan para Saksi dengan mencantumkan waktu dan
tempat sidang, pemanggilan tersebut disampaikan kepada Ankum
dengan tembusan kepada Perwira pernyerah perkara (apabila Terdakwa
dan Saksi adalah merupakan anggota TNI) atau disampaikan melalui
Lurah, Kades, RT/RW setempat disertai dengan relaas.
b. Kaotmil/ Kaotmiliti membuat suratperintah kepada masing-masing
Oditur selaku penuntut umum yang akan beridang, selanjutnya
Kabag/Kasi/Kaurtut menyerahkan berkas perkara beserta barang bukti
kepada Oditur yang akan bertindak sebagai penuntut umum.
16
Dakwaan Prinst, Peradilan Militer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003. Hal 21.
35
c. Apabila Oditur Penuntut Umum akan mengubah Surat dakwaan dengan
maksud untuk disempurnakan, maka perubahan tersebut diserahkan ke
pengadilan dalam Lingkungan peradilan militer selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari sebelum sidang dimulai dan perubahan Surat Dakwaan
dilakukan hanya 1 (satu) kali, perubahan tersebut disampaikan kepada
Terdakwa dan Papera.
Mengenai Penahanan, sajak perkara disampaikan kepada Pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Militer, maka kewenangan penahanan beralih kepada
pengadilan dalam lingkungan peradilan militer yang menangani perkara tersebut.
Setelah semua kelengkapan sebelum sidang dimulai telah lengkap, maka
sidang dapat dimulai. Tahapan pelaksanaan persidangan.
a. Penghadapan Terdakwa
Oditur sebelum Majelis Hakim memasuki ruangan sidang harus sudah
siap di ruangan, setelah Hakim Ketua membuka sidang, Hakim Ketua
memerintahkan Oditur untuk meghadapkan Terdakwa ke depan Majelis
Hakim, lalu Oditur memerintahkan petugas untuk menghadapkan
Terdakwa ke Persidangan.
b. Pembacaan surat Dakwaan
Oditur membaca Surat Dakwaan dengan sikap berdiri, setelah selesai
Oditur duduk kembali.
c. Eksepsi
Terdakwa/Penasehat Hukum Terdakwa apabila mempunyai keberatan
maka atas seijin HakimKetua, Terdakwa / Penasehat Hukum Terdakwa
36
berhak mengajukan Eksepsi atas dakwaan Oditur. Oditur menanggapi
eksepsi dan menyatakan pendapat atas eksepsi tersebut.
d. Pemeriksaan Saksi
Oditur menghadapkan Saksi ke depan Majelis Hakim atas perintah dari
Hakim Ketua, lalu Oditur memerintahkan kepada petugas untuk
menghadapkan Saksi ke persidangan kemudian Oditur mengajukan
pertanyaan kepada Saksi secara langsung Dalam memberikan keterangan
Saksi tidak boleh diganggu, setelah saksi selesai memberikan
keterangan, Hakim Ketua memberikan kesempatan kepada Terdakwa
dengan menanyakan pendapat Terdakwa mengenai keterangan Saksi
yang telah didengarnya, setelah Terdakwa memberikan tanggapannya,
Hakim Ketua dapat menyatakan kepada Saksi tentang tanggapan
Terdakwa tersebut. Terdakwa melalui Hakim Ketua dapat diberikan
kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada Saksi.
Selama persidangan Oditur berhak mengajukan permintaan saksi tambahan
kepada Hakim Ketua disertai alasan atau keterangan yang diperlukan dari Saksi
tersebut17
. Saksi yang tidak dapat hadir di sidang, dengan alasan yang sah, maka
keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan dapat dibacakan didepan sidang,
ketidak hadiran saksi tersebut adalah karena meninggal dunia, ada halangan yang
sah/karena kepentingan Negara, atau tempat tinggal saksi yang jauh.
e. Pemeriksaan Terdakwa
17
Icke Dina Putri.K Sitepu, Proses Penyelesaian Perkara Pidana Dilingkungan TNI, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan. 2007 Hal 60.
37
Pemeriksaan Terdakwa dimulai setelah semua Saksi selesai didengar
keterangannya. Untuk itu Terdakwa diperintahkan duduk di kursi
pemeriksaan. Namun demikian pemeriksaan Terdakwa sesungguhnya
sudah dimulai sebagian pada waktu diminta pendapatnya mengenai
keterangan saksi.
Apabila dalam satu perkara terdapat lebih dari seorang Terdakwa, maka
Hakim Ketua yang akan mengatur dengan cara yang dipandangnya baik, yaitu
dengan memeriksa Terdakwa seorang demi seorang dan dengan dihadiri oleh
seluruh Terdakwa, atau memeriksa seorang Terdakwa saja tanpa dihadiri oleh
Terdakwa lainnya18
.
Sesudah pemeriksaan dinyatakan ditutup, hakim mengadakan musyawarah
secara tertutup dan rahasia. Musyawarah sebagaimana dimaksud harus
berdasarkan pada surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam
pemeriksaan di persidangan. Menurut Undang-Undang No.31 tahun 1997 tentang
Peradilan Militer menyatakan :
a. Apabila pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang
kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan, terdakwa diputus bebas dari segala
dakwaan.
18
Ibid, hal 60.
38
b. Apabila pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan
kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu
perbuatan pidana, terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
c. Dalam hal sebagaimana dimaksud pada butir a dan butir b, terdakwa yang
ada dalam status tahanan diperintahkan untuk dibebaskan seketika,
kecuali karena alasan yang lain yang sah, terdakwa perlu ditahan.
d. Dalam hal terdakwa diputus bebas dari segala dakwaan atau diputus lepas
dari segala tuntutan hukum sebagaimana yang dimaksud butir a, dan butir
b, apabila perbuatan yang dilakukan itu terdakwa menurut penilaian
hakim tidak layak terjadi, di dalam ketertiban atau disiplin prajurit, hakim
memutus perkara dikembalikan kepada Papera (Perwira Penyerah
Perkara) untuk diselesaikan menurut saluran hukum disiplin prajurut.
Dalam hal putusan penidanaan atau bebas dari segala dakwaan atau lepas
dari segala tuntutan hukum, pengadilan menetapkan supaya barang bukti yang
disita diserahkan kepada pihak yang paling berhak menerima kembali yang
namanya tercantum dalam putusan tersebut kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan. Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan
hukum, apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum.
f. Pemeriksaan Barang Bukti
Setelah pemeriksaan semua Saksi dan Terdakwa selesai, Hakim Ketua
memperlihatkan kepada Terdakwa semua barang bukti dan menanyakan
kepada Terdakwa apakah Terdakwa mengenal benda itu dan
39
menanyakan sangkut paut benda itu dengan perkaranya untuk
mengetahui kejelasan tentang peristiwanya.
g. Musyawarah Majelis Hakim
Setelah semua acara pemerisaan selesai, maka Hakim Ketua menyatakan
pemeriksaan ditutup. Kemudian menunda sidang untuk memberikan
kesempatan kepada Majelis Hakim bermusyawarah guna mengambil
keputusan.
h. Pengucapan Putusan Pengadilan
Apabila majelis hakim berpendapat bahwa Terdakwa terbukti bersalah
melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka Pengadilan
menjatuhkan hukuman pidana, namun apabila Terdakwa tidak terbukti
bersalah sebagaimana didakwakan kepadanya, maka Pengadilan
memutus bebas dari segala dakwaan.
Pidana penjara atau kurungan dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan
Militer atau di tempat lan menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam hal terpidana penjara atau kurungan dan kemudian dijatuhi pidana penjara
atau sejenis, sebelum menjalani pidana yang dijatuhkan terdahulu, pidana tersebut
mulai dijalankan dengan pidana yang dijatuhkan terlebih dahulu.
Pelaksanaan pidana mati dilakukan menurut ketentuan perundang-undangan
yang berlaku dan tidak dimuka umum, dalam hal Pengadilan menjatuhkan pidana
bersyarat pelaksanaannya dilakukan dengan pengawasan yang sungguh-sungguh
dan menurut ketentuan perundang-undangan.
40
Pidana denda, maka Pengadilan terpidana diberi tenggang waktu satu bulan
untuk membayar denda, kecuali dalam hal putusan pemeriksaan acara cepat yang
pembayaran dendanya harus dilunasi seketika, apabila terdapat alasan yang kuat,
tenggang waktu dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) bulan.
Dalam hal Pengadilan menjatuhkan putusan ganti rugi, pelaksanaannya
dilakukan menurut tata cara putusan perdata, apabila dalam satu perkara terdapat
lebih dari sati yang terpidana, pembayaran ganti rugi dibebankan kepada para
terpidana bersama-sama secara berimbang.
Recommended