View
224
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepuasan
1. Pengertian
Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini
pasien adalah hal penting yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien
yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien
puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya,
tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberi dua kali lebih
hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk
menciptakan kepuasan pasien suatu rumah sakit harus menciptakan dan
mengelola suatu sistem untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan
kemampuan untuk mempertahankan pasiennya. Kepuasan pasien adalah
perasaan senang, puas individu karena terpenuhinya harapan dan
keinginan dalam menerima jasa pelayanan kesehatan (Junaidi, 2002:4).
Kepuasan pasien ialah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul
sebagai akibat dari kinerja pelayanan kesehatan yang diperolehnya
setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapankannya.
Pasien baru akan merasa puas apabila kinerja pelayanan kesehatan yang
diperolehnya sama atau melebihi dari apa yang menjadi harapannya dan
sebaliknya, ketidakpuasan akan timbul atau perasaan kecewa pasien
akan terjadi apabila kinerja pelayanan kesehatan yang diperolehnya itu
tidak sesuai dengan harapannya (Pohan, 2003:17).
Kepuasan dapat dirasakan oleh pasien berkaitan dengan
perbandingan antara harapan dan kenyataannya, yaitu jika harapan atau
kebutuhan sama dengan layanan yang diberikan maka pasien akan puas.
Jika layanan yang diberikan pada pasien kurang atau tidak sesuai dengan
kebutuhan atau harapan pasien maka klien menjadi tidak puas. Kepuasan
pasien merupakan perbandingan antara harapan yang dimiliki oleh
pasien dengan kenyataan yang diterima oleh pasien dengan kenyataan
7
yang diterima oleh pasien pada saat menerima pelayanan (Indarjati,
2001:5).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien
Kepuasan pasien terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu
pada beberapa faktor dalam Budiastuti (2002), antara lain :
a. Kualitas produk atau jasa
Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan
bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi pasien
terhadap kualitas produk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu
kenyataan kualitas produk atau jasa yang sesungguhnya dan
komunikasi perusahaan terutama iklan dalam mempromosikan
rumah sakitnya.
b. Kualitas pelayanan
Kualitas pelayanan memegang peranan penting dalam industri jasa.
Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka
memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang
diharapkan.
c. Faktor emosional
Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum
terhadap pasien memilih rumah sakit yang sudah mempunyai
pandangan ”rumah sakit mahal”, cenderung memiliki tingkat
kepuasan yang lebih tinggi.
d. Harga
Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam
penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun
demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang
dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien
mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang
8
berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih
tinggi pada pasien.
e. Biaya
Mendapatkan produk atau jasa, pasien tidak perlu mengeluarkan
biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk
mendapatkan jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa
pelayanan.
Kepuasan pasien menurut Moison, Walter & White (dalam
Haryanti, 2000) dipengaruhi beberapa faktor, antara lain :
a. Karakteristik produk
Produk merupakan kepemilikan rumah sakit yang bersifat fisik
antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk rumah sakit
meliputi penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan tipe
kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya.
b. Harga
Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam
penentuan kualitas guru mencapai kepuasan pasien. Meskipun
demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang
dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien
mempunyai harapan yang lebih besar.
c. Pelayanan
Keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam pelayanan. Rumah
sakit dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan lebih
memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang
berkunjung di rumah sakit. Kepuasan muncul dari pertama masuk
pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan.
d. Lokasi
Meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya.
Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam
9
memilih rumah sakit. Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan
pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi
dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien
yang membutuhkan rumah sakit tersebut.
e. Fasilitas
Kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian
kepuasan pasien.
f. Image
Image yaitu citra,m reputasi dan kepedulian rumah sakit terhadap
lingkungan. Image memegang peranan penting terhadap kepuasan
pasien dimana pasien memandang rumah sakit mana yang akan
dibutuhkan untuk proses penyembuhan.
g. Desain visual
Tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan kenyamanan
suatu rumah sakit. Desain visual harus disertakan dalam penyusunan
strategi terhadap kepuasan pasien.
h. Komunikasi
Informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan keluhan-keluhan
dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat
oleh penerima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam
memberikan bantuan terhadap keluhan pasien, dalam hal ini
komunikasi terapeutik berperan penting, karena komunikasi
terapeutik merupakan suatu proses penyampaian nasehat kepada
klien untuk mendukung upaya penyembuhan yang direncanakan.
Komunikasi terapeutik biasanya dilakukan dengan lisan (dialog
antara perawat klien) atau dengan gerak (gerak tangan, ekspresi
wajah dan sebagainya). Melalui komunikasi ini, perawat dapat
menyampaikan ide dan pikirannya klien terhadap dirinya sendiri.
10
3. Pengukuran tingkat kepuasan pasien terhadap Komunikasi Terapeutik
Perawat
Kepuasan pasien dapat diukur baik secara kuantitatif ataupun
kualitatif (dengan membandingkannya) dan banyak cara mengukur
tingkat kepuasan pasien. Untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan, aka pengukuran tingkat kepuasan pasien ini mutlak
diperlukan. Dengan melakukan pengukuran tingkat kepuasan, maka kita
akan dapat mengetahui sejauh mana dimensi-dimensi mutu pelayanan
yang kita berikan dapat memenuhi harapan pasien (Pohan, 2003:178).
Jika belum sesuai dengan harapan pasien, maka hal tersebut akan
merupakan masukan kepada organisasi pelayanan kesehatan agar
berupaya memenuhinya. Jika kinerja pelayana kesehatan yang diperoleh
pasien pada suatu fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan
harapannya, maka pasien itu akan selalu mencari pelayanan kesehatan
dimana dia merasakan kinerja pelayanan kesehatan yang diperolehnya
dapat memenuhi harapannya atau tidak mengecewakan (Pohan,
2003:178).
Pengukuran kepuasan pasien tidaklah mudah, karena untuk
memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengukur tingkat
kepuasan pasien tersebut akan berhadapan dengan suatu kultural, yaitu
terdapatnya suatu kecenderungan masyarakat yang enggan atau tidak
mau mengemukakan kritik, apalagi terhadap fasilitas pelayanan
kesehatan, kebanyakan masyarakat berpendapat bahwa
menyembunyikan kritik adalah merupakan kesopanan dan sebaliknya,
mengemukakan kritik adalah menunjukkan ketidaksopanan (Pohan,
2003:178).
Ada dua komponen yang berpengaruh dalam menentukan
pengukuran tingkat kepuasan pasien, yaitu komponen harapan pasien
dan komponen kinerja pelayanan kesehatan. Pengukuran harapan dapat
11
dilakukan dengan membuat kuesioner berisi aspek-aspek pelayanan
kesehatan yang dianggap penting oleh pasien. Kemudian pasien diminta
menilai setiap aspek tadi, sesuai dengan tingkat kepentingan aspek
tersebut bagi pasien yang bersangkutan (Pohan, 2003:178).
B. Komunikasi Terapeutik
1. Pengertian
Komunikasi adalah proses pengoperan rangsangan (stimulus)
dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non verbal),
untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Stimulus atau rangsangan ini
dapat berupa suara/ bunyi atau bahasa lisan, maupun berupa gerakan,
tindakan, atau simbol-simbol yang diharapkan dapat dimengerti, oleh
pihak lain dan pihak lain tersebut merespon atau bereaksi sesuai dengan
maksud pihak yang memberikan stimulus. Oleh sebab itu reaksi atau
respon, baik dalam bentuk bahasa maupun simbol-simbol ini merupakan
pengaruh atau hasil proses komunikasi. Proses komunikasi yang
menggunakan stimulus atau respon dalam bentuk bahasa baik lisan
maupun tulisan selanjutnya disebut komunikasi verbal. Sedangkan
apabila proses komunikasi tersebut menggunakan simbol-simbol disebut
komunikasi non verbal (Notoatmodjo, 2003:73).
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau berita dari
seorang ke orang lain sehingga antara kedua belah pihak terjadi adanya
saling pengertian. Terapi adalah suatu upaya penyembuhan. Komunikasi
terapeutik berarti suatu proses penyampaian nasehat kepada klien untuk
mendukung upaya penyembuhan. Perawat dalam merawat kliennya
perlu menyampaikan ide dan pikirannya terlebih dahulu, sehingga orang
yang dirawatnya memahami apa yang dilakukan olehnya. Dengan
demikian diharapkan klien tersebut, sesuai dengan kemampuannya
mendukung tindakan yang dilakukan oleh perawat tersebut terhadapnya.
12
Tingkat pengetahuan klien dapat dilihat dari respon yang diberikannya
terhadap pesan-pesan yang diberikan perawat kepadanya. Semua
interaksi yang dilakukan ditujukan dalam upaya penyembuhan penyakit
yang diderita oleh klien (Dahliar & Rochimah, 2009:89).
Komunikasi terapeutik biasanya dilakukan dengan lisan (dialog
antara perawat klien) atau dengan gerak (gerak tangan, ekspresi wajah
dan sebagainya). Melalui komunikasi ini, perawat dapat menyampaikan
ide dan pikirannya klien terhadap dirinya sendiri. Dengan demikian
segala tindakan perawat disepakati oleh klien, dan klien itu sendiri akan
membantu segala upaya penyembuhan yang dilakukan terhadapnya. Bila
dilaukan tindakan terhadap klien tanpa diberi penjelasan terlebih dahulu,
atau pendapat klien tidak diminta atau sebaliknya klien
menyembunyikan perasaannya, maka upaya penyembuhan akan kurang
berhasil (Dalami & Rochimah, 2009:90).
2. Tujuan komunikasi terapeutik
Komunikasi terapeutik bertujuan untuk menciptakan hubungan
yang baik antara perawat dengan klien guna mendorong klien agar
mampu meredakan segala ketegangan emosinya dan memahami dirinya
serta mendukung tindakan konstruktif terhadap kesehatannya dalam
rangka mencapai kesembuhan. Di dalam upaya perawatan dan
penyembuhan, hubungan erat antara perawat dan klien diperlukan agar
tindakan yang dilakukan terhadap klien didasarkan atas kesepakatan
bersama. Oleh karena itu hubungan batin antara perawat dan klien perlu
dikembangkan dengan baik. Pada hakekatnya komunikasi terapeutik
mengutamakan hubungan batin. Upaya yang dilakukan oleh perawat
sebaiknya tidak hanya diakhiri oleh penyembuhan saja, akan tetapi
diikuti rasa kepercayaan diantara kedua belah pihak atas tindakan
pelayanan yang dilakukan. Oleh karena itu emosi perlu terkendali dan
13
pemahaman atas masalah yang dihadapi dan upaya pemecahannya perlu
dijaga (Dalami & Rochimah, 2009: 90-91).
3. Unsur-unsur komunikasi
Agar terjadi komunikasi yang efektif antara pihak satu dengan
pihak yang lain, antar kelompok yang satu dengan yang lain, atau
seseorang dengan orang lain diperlukan keterlibatan beberapa unsur
komunikasi.
a. Komunikator
Komunikator adalah orang atau sumber yang menyampaikan
atau mengeluarkan stimulus orang lain dalam bentuk informasi-
informasi, atau lebih tepatnya disebut pesan-pesan yang harus
disampaikan kepada pihak atau orang lain, dan diharapkan orang
atau pihak lain atau pihak lain tersebut tidak memberikan respon
atau jawaban, berarti tidak terjadi komunikasi antara kedua variabel
tersebut.
b. Komunikan
Komunikan adalah pihak yang menerima stimulus dan
memberikan respon terhadap stimulus tersebut. Respon tersebut
dapat bersifat pasif yakni memahami atau mengerti apa yang
dimaksud oleh komunikan, atau dalam bentuk aktif yakni dalam
bentuk ungkapan melalui bahasa lisan atau tulisan atau
menggunakan simbol-simbol. Menerima stimulus saja tanpa
memberikan respon belum terjadi proses komunikasi.
c. Pesan
Pesan adalah isi stimulus yang dikeluarkan oleh komunikator
kepada komunikan. Isi stimulus yang berupa pesan atau informasi ini
dikeluarkan oleh komunikan tidak sekedar diterima atau dimengerti
oleh komunikan, tetapi diharapkan agar direspon secara positif dan
aktif berupa perilaku atau tindakan.
14
d. Saluran
Saluran adalah alat atau sarana yang digunakan oleh
komunikan dalam menyampaikan pesan atau informasi kepada
komunikan. Jenis dan bentuk saluran atau media komunikasi sangat
bervariasi, mulai dari yang paling tradisional yakni melalui mulut
(lisan), bunyi-bunyian (kentongan), tulisan (cetakan) sampai dengan
elektronik yang paling modern, yakni televisi dan internet
(Notoatmodjo, 2003:73).
4. Jenis-jenis komunikasi terapeutik
Secara umum komunikasi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Komunikasi verbal
Komunikasi verbal sangat tergantung dengan kata-kata yang
dipergunakan, sehingga antara perawat dengan klien keduanya akan
dapat memahami informasi apabila kata-kata yang dipengaruhi oleh
latar belakang sosial budaya, ekonomi, umur dan pendidikan.
Penggunaan kata-kata di dalam komunikasi verbal dilakukan secara
dasar. Kata-kata yang dikeluarkan membentuk pesan dan berbagai
perasaan yang disampaikan. Dalam menggambarkan suada ada 7
pokok tentang suara yang perlu diperhatikan antara lain gema suara,
irama, kecepatan, ketinggian, besar/ volume, naik turunnya dan
kejelasan.
Suara tersebut dapat menggambarkan semangat, antusias,
kesedihan, kejengkelan, atau kegirangan. Misalnya ucapan ”selama
pagi” dalam bentuk irama yang berbeda menunjukkan perasaan yang
berbeda menunjukkan perasaan yang berbeda dari pengucapannya.
b. Komunikasi non verbal
Komunikasi non verbal adalah komunikasi tanpa
menggunakan bahasa (kata-kata) atau disebut bahasa tubuh (body
language). Komunikasi non verbal mempergunakan hal-hal sebagai
15
berikut ekspresi wajah, gerak mata, gerak tubuh, tangan, lengan dan
kaki, sikap tubuh waktu duduk atau berjalan, sentuhan tangan,
isyarat-isyarat dan gabungan dari gerak-gerik tubuh.
Dalam praktek sehari-hari komunikasi verbal dan non verbal
dilaksanakan secara bersama-sama dan saling mendukung. Seorang
klien berkata ”saya cukup senang disini” ditambah dengan ekspresi
wajah gembira. Akan tetapi kadang-kadang kedua jenis komunikasi
itu juga berlawanan. Misalnya si klien mengatakan ”Saya tidak
memikirkan apa-apa”. Ekspresi wajahnya menunjukkan kesediaan
dan bibirnya bergetar (Dahliar & Rochimah, 2009:90-91).
5. Tahap komunikasi
Menurut Cutlip & Center (dalam Dalami & Rochimah, 2009:19)
komunikasi yang efektif harus dilaksanakan dengan melalui empat
tahap, yaitu :
a. Fact finding
Mencari dan mengumpulkan fakta dan data sebelum seseorang
melakukan kegiatan komunikasi. Untuk berbicara di depan suatu
masyarakat perlu dicari fakta dan data tentang masyarakat tersebut,
keinginannya, komposisinya, dan sebagainya.
b. Planning
Berdasarkan fakta dan data itu dibuatkan rencana tentang apa yang
akan dikemukakanya.
c. Communicating
Setelah planning disusun maka tahap selanjutnya adalah
communicating/ berkomunikasi.
d. Evaluation
Penilaian dan analisis kembali diperlukan untuk melihat bagaimana
hasil komunikasi tersebut. Penilaian dan analisis ini kemudian
menjadi bahan bagi perencanaan melakukan komunikasi selanjutnya.
16
Komunikasi sangat penting untuk proses keperawatan, perawat
menggunakan kemampuan komunikasi pada setiap langkah dari proses
pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Tahap-
tahap-tahap komunikasi dalam proses keperawatan menurut Potter
(2005:326) :
a. Pengkajian
Pengkajian dapat dimulai dengan mengulang faktor-faktor
yang mempengaruhi komunikasi. Tingkat perkembangan, persepsi,
emosi, orientasi, budaya dan pengetahuan klien adalah pokok yang
harus dipahami perawat sebelum merencanakan metode untuk
meningkatkan komunikasi. Perawat mungkin akan sulit mengkaji
seluruh faktor ini jika klien memiliki kendala fisik dalam
komunikasi. Keluarga atau teman akan menjadi sangat penting untuk
pengkajian perawat.
b. Diagnosa keperawatan
Ketidakmampuan untuk berkomunikasi dengan efektif
mempengaruhi kemampuan klien untuk mengekspresikan kebutuhan
atau bereaksi pada lingkungan. Perawat setelah mengumpulkan data
pengkajian mengelompokkan batasan karakteristik yang
berhubungan untuk pola masalah. Keberhasilan perawat dalam
mengidentifikasi masalah komunikasi klien akan menjamin
perumusan diagnosa yang akurat.
c. Perencanaan
Komunikasi efektif membutuhkan latihan dan konsentrasi.
Perawat melakukan usaha sadar dalam mencari cara untuk
membantu klien dan keluarganya mengkomunikasikan pemikiran
dan perasaan dengan lebih efektif. Merencanakan tempat yang sesuai
dan mengatur perawatan dengan waktu yang akurat sangat penting.
Perawat selain memberi intervensi dan teknik komunikasi yang
17
sesuai dengan latar belakang budaya, dan umur pasien juga harus
diperhatikan. Keberhasilan dalam meningkatkan kemampuan klien
dalam berkomunikasi tergantung pada partisipasi klien dalam
menetapkan keberhasilan, tetapi juga pada gaya perawat melakukan
komunikasi dan kemampuan untuk menetapkan hubungan yang
membantu. Penggunaan kemampuan komunikasi akan membantu
perawat merasakan, bereaksi dan menghargai kekhasan klien.
d. Implementasi
Perawat harus mencoba untuk mengembangkan hubungan
terapeutik yang membantu klien kemudian akan merasa nyaman
dalam melakukan interaksi meskipun terjadi perubahan. Perawat
yang memiliki lebih banyak pengalaman kemampuan komunikasi
dan dinamika interpersonal akan dapat membantu klien melewati
lapang permainan. Perawat akan membantu klien melatih situasi
dimana mereke mengalami kesulitan dalam berkomunikasi.
e. Evaluasi
Perawat melakukan evaluasi apakah komunikasi telah secara
terpeutik membantu klien dalam meningkatkan komunikasi dalam
membantu hubungan antar perawat dan klien. Perawat mengevaluasi
intervensi keperawatan berdasarkan penetapan keberhasilan klien
sebelumnya untuk menentukan apakah strategi atau intervensi telah
efektif dan apakah perubahan klien karena intervensi. Komunikasi
yang berhasil dievaluasi melalui observasi perawat terhadap interaksi
klien.
Tahap pada komunikasi terapeutik menurut profesional (Tamsuri,
2006:66) sebagai berikut:
a. Tahap prainteraksi
Tahap pra interaksi terjadi sebelum terjadi kontak pertama
antara klien. Pada tahap pra interaksi perawat melakukan dua
18
kegiatan utama, yaitu kegiatan internal dan eksternal. Kegiatan
internal ialah kegiatan yang berhubungan dengan diri sendiri,
meliputi orientasi tugas, peningkatan kesadaran terhadap peran dan
fungsi dalam membina hubungan dan menilai kekuatan dan
kelemahan diri.
Perawat mencoba menggali nilai dan mengembangkan sikap
terbuka serta meningkatkan kesadaran akan peran, tugas dan
pentingnya diri dalam memberi bantuan kepada orang lain. Perawat
menata diri untuk mengembangkan pola-pola konstruktif untuk
membantu orang lain dengan memaksimalkan kemampuan dan
meminimalkan kekurangan diri dan meningkatkan kesadaran akan
peran dan tugas yang diembannya. Tugas perawat secara eksternal
pada masa ini adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang
klien yang akan dihadapinya sekaligus meningkatkan pengetahuan
tentang pengelolaan berbagai masalah kesehatan yang dialami klien
secara konseptual.
b. Tahap orientasi
Pada tahap orientasi, perawat dan klien bertemu dan belajar
untuk mengidentifikasi masing-masing individu dengan
menggunakan nama. Pada masa ini, penting bagi perawat untuk
memperkenalkan dirinya dengan menggunakan nama, baik secara
lisan maupun tulisan. Pada fase ini perawat berperan sebagai
pemimpin (dalam hubungan). Artinya perawat dituntut lebih
berperan aktif dan memulai setiap ide untuk membina hubungan
dengan klien. Pada orientasi, dibuat kontrak dengan klien yang
mencantumkan nama individu, peran perawat dan klien, tanggung
jawab perawat dan klien, tujuan hubungan, tempat pertemuan, waktu
dan lama pertemuan, situasi terminasi dan kerahasiaan.
19
c. Tahap kerja
Tugas perawat pada fase ini adalah memenuhi kebutuhan dan
mengembangkan pola-pola adaptif klien. Pada tahap kerja perawat
memberi bantuan yang dibutuhkan. Perawat selain sebagai pemberi
pelayanan (care giver), peran perawat sebagai pengajar dan konselor
sangat diperlukan pada fase ini. Peran perawat ini meliputi upaya
untuk meningkatkan motivasi klien untuk mempelajari dan
melaksanakan aktivitas peningkatan kesehatan untuk mengikuti
program pengobatan dokter, dan untuk mengekspresikan perasaan/
pengalaman yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan
kebutuhan perawatan yang terbentuk.
d. Tahap terminasi
Tahap terminasi dimulai ketika klien dan perawat
memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan klien. Tahap
terminasi yang dimaksud disini adalah terminasi yang dilakukan
permanen. Terminasi hubungan yang temporer terjadi ketika perawat
dan klien harus berpisah pada akhir shift perawat, sementara
terminasi secara permanen dilakukan ketika klien telah sembuh
(tujuan telah tercapai) atau pindah ke unit lain atau ketika perawat
pindah ke unit yang lain sehingga tidak memungkinkan lagi
pertemuan dengan klien dalam situasi
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi pada umumnya
ialah kemungkinan berbagai hambatan yang dapat timbul. Oleh karena
itu perlu diketahui hambatan-hambatan tersebut, yaitu kebisingan,
keadaan psikologis komunikan, kekurangan komunikator atau
komunikan, kesalahan penilaian oleh komunikator, kurangnya
pengetahuan komunikator atau komunikan, bahasa, isi pesan berlebihan,
20
bersifat satu arah, faktor teknis, kepentingan atau interest, prasangka,
cara penyajian yang verbalitis (Dalami & Rochimah, 2009:20).
Proses komunikasi antara perawat dan klien, tidak selamanya
berjalan dengan mulus dan berfungsi secara optimal, tetapi mungkin
akan terjadi kekacauan yang disebut dengan istilah distorsi. Terjadinya
distori dalam proses komunikasi antara perawat dengan klien dapat
disebabkan karena :
a. Klien kurang tepat mempersepsikan pesan, bimbingan, dorongan
yang diberikan oleh perawat
b. Kekurangan yang dimiliki oleh perawat dalam mengadakan
komunikasi dengan klien
c. Kebisingan dapat mengganggu komunikasi. Kebisingan mungkin
muncul pada saat seorang perawat berkomunikasi dengan klien
(Dalami, Dahliar & Rochimah, 2009:90-91)
Komunikatif tidaknya komunikasi terapeutik itu tergantung dari
dua pihak yaitu :
a. Komunikator
1) Amat tergantung dari kecakapan komunikator dalam
melaksanakan cara menyampaikan pesan, baik secara verbal atau
non verbal, harus menguasai metode/ komunikasi perawat.
2) Perawat sebagai komunikator, harus bersikap tegas, penuh
penerimaan, penuh penghargaan dan jangan menunjukkan
kesombongan, ragu dan menunjukkan ketidakpercayaan
dihadapan klien
3) Perawat harus dapat menyesuaikan diri dengan situasi selama
melakukan komunikasi
4) Jangan memaksakan budaya sendiri dalam mengadakan
komunikasi dengan klien
21
5) Pesan yang disampaikan supaya diulang agar dapat ditangkap
oleh komunikan
b. Komunikan
Terhadap komunikan atau klien upaya-upaya yang dilakukan
adalah sebagai berikut:
1) Komunikan diupayakan agar dapat menangkap seluruh pesan
yang disampaikan oleh komunikator secara verbal maupun non
verbal
2) Sikap/ rasa curiga, rasa acuh tak acuh, rasa tidak senang terhadap
komunikator harus dihilangkan
3) Pengalaman klien berpengaruh terhadap proses komunikasi, oleh
karena itu harus diperhatikan
4) Klien diupayakan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
perawatan
5) Jarak antara perawat dengan klien pada waktu berkomunikasi
tidak terlalu jauh atau terlalu dekat (Jarak 0,4-1,2 meter)
(Dalami & Rochimah, 2009:90-91)
7. Bentuk komunikasi
Komunikasi dapat kita golongkan dalam empat jenis, yaitu :
a. Komunikasi massa
Komunikasi yang ditunjukkan kepada massa atau komunikasi
yang menggunakan media massa. Massa adalah kumpulan orang-
orang yang hubungan antar sosialnya tidak jelas dan tidak
mempunya struktur tertentu. Komunikasi massa sangat efisien
karena menjangkau daerah yang luas dan audiensi yang praktis tidak
terbatas, namun komunikasi massa kurang efektif dalam
pembentukan sifat personal karena komunikasi massa tidak dapat
langsung diterima oleh massa, tetapi melalui opinion leader.
22
b. Komunikasi interpesonal
Proses komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang, berupa
pengolahan informasi melalui panca indera dan sistem saraf. Contoh:
berfikir, merenung, menggambar, menulis sesuatu dan lain-lain.
c. Komunikasi intrapersonal
Kegiatan komunikasi yang dilakukan secara langsung antara
seseorang dengan orang lain. Contoh: percakapan tatap muka,
korespondensi, percakapan melalui telepon dan lain-lain.
d. Komunikasi kelompok
Komunikasi yang ditunjukkan kepada kelompok tertentu yaitu
suatu kumpulan manusia yang mempunyai antar dan antara
hubungan sosial yang nyata dan memperlihatkan struktur yang nyata
pula. Bentuk-bentuk komunikasi kelompok adalah: ceramah,
briefing, penyuluhan, indoktrinasi, dan lain-lain. Komunikasi lebih
efektif dalam pembentukan sikap personal daripada komunikasi
massa, namun kurang efisien. Sebaliknya kurang efektif bila
dibandingkan dengan komunikasi personal, tapi lebih efisien.
(Dalami & Rochimah, 2009:23-24).
8. Teknik komunikasi terapeutik
Perawat menggunakan kemampuan komunikasi ketika
menetapkan hubungan terapeutik. Tidak ada formula untuk membentuk
hubungan dengan klien. Setiap orang berkomunikasi secara unik dan
setiap klien membutuhkan teknik komunikasi yang berbeda. Perawat
harus fleksibel teknik yang digunakan untuk mengembangkan
komunikasi dengan setiap klien. Teknik komunikasi terapeutik menurut
Potter (2005:340).
a. Menyimak dengan penuh perhatian
Menyimak adalah salah satu teknik komunikasi terapeutik yang
paling efektif. Menyimak merupakan metode non verbal untuk
23
menunjukkan minat pada kebutuhan, pandangan, dan masalah klien.
Menyimak membutuhkan perhatian penuh dari perawat dan meliputi
keinginan untuk memahami seluruh pesan verbal dan non verbal
yang dikomunikasikan oleh klien. Perawat untuk menjadi pendengar
yang perhatian menggunakan kemampuan ini :
1) Hadapi klien ketika berbicara
2) Pertahankan kontak mata untuk menunjukkan keinginan untuk
mendengar
3) Mengambil postur yang menunjukkan menyimak
4) Hindari gerakan tubuh yang mengganggu seperti meremas
tangan, mengetuk kaki atau bermain-main dengan sebuah benda
di tangan
5) Mengangguk untuk mengakui ketika klien berbicara tentang hal
penting atau persetujuan
6) Condong ke pembicaraan untuk menunjukkan keterlibatan
b. Menunjukkan penerimaan
Penerimaan tidak sama dengan persetujuan. Penerimaan
adalah keinginan untuk mendengarkan seseorang tanpa
menunjukkan keraguan atua ketidaksetujuan. Perawat bekerja untuk
membawa perubahan yang meningkatkan kesehatan klien.
Penerimaan dapat ditoleransi melalui orang lain yang dapat
membantu meningkatkan hubungan antara perawat dan klien.
Perawat untuk menunjukkan penerimaan haruslah waspada terhadap
ekspresi non verbal pribadi. Perawat menghindari ekspresi wajah dan
gerakan tubuh yang menunjukkan ketidaksetujuan, seperti
mengerutkan dahi atau menggelengkan kepala. Sikap perawat yang
menunjukkan bahwa perawat menerima apa yang dikatakan klien :
1) Menyimak tanpa mengiterupsi
2) Memberikan respon verbal yang menunjukkan pemahaman
24
3) Yakin bahwa petunjuk non verbal sesuai dengan komunikasi
verbal
4) Menghinari perselisihan, menunjukkan kesangsian atau
keinginan untuk mengubah pikiran klien
c. Mengajukan pertanyaan yung berhubungan
Bertanya adalah metode langsung dari komunikasi. Tujuan
perawat adalah untuk memperoleh informasi spesifik mengenai
klien. Pertanyaan digunakan selama percakapan untuk menetapkan
nada interaksi verbal dan mengontrol tujuannya. Pertanyaan menjadi
paling efektif jika berkaitan dengan topik atau subjek yang
didiskusikan dan menggunakan kata-kata dan pola-pola dalam
kontek sosiokultural klien yang normal. Contoh-contoh ini
menunjukkan tehnik mengajukan pertanyaan :
Perawat : Tuan James, dapatkah Anda tunjukkan pada saya mana
yang sakit ?
Klien : Kelihatannya di punggung
Perawat : Di punggung bagian mana ?
Klien : Di sini, di bagian bawah
Perawat : Bagaimana rasanya ?
Klien : Rasanya seperti ditusuk pisau
Susunan pertanyaan perawat membantu klien mengungkapkan
sebuah cerita setiap pertanyaan berfokus pada aspek khusus cerita
tersebut. Perawat harus hati-hati dan tidak menanyakan lebih dari
satu pertanyaan pada saat yang sama atau pindah ke subjek yang
lainnya sampai topik yang sedang dibahas sudah secara penuh dikaji.
Perawat memilih pertanyaan berdasarkan pada respon pasien yang
sebelumnya sehingga informasi tersebut menjadi logis.
25
d. Parafrase
Parafrase adalah mengulang pesan klien dengan kata-kata
perawat sendiri. Umumnya pertanyaan yang diparafrasekan
menggunakan kata-kata yang lebih sedikit dari pada pernyataan yang
asli. Melalui parafrase perawat mengirim respon yang membuat
klien tahu apakah pesan mereka dipahami dan mengacu pada
komunikasi lebih lanjut.
e. Menjelaskan
Menjelaskan adalah tindakan yang menyatakan ulang sebuah
pernyataan yang sudah diutarakan atau dikirim oleh pengirim pesan.
Tanpa penjelasan, informasi penting dapat menjadi hilang. Informasi
sangat penting untuk rencana perawatan klien dan dapat menjadi
tidak lengkap kecuali jika data yang membingungkan atau
kontradiksi dapat dijelaskan. Perawat dapat mencoba untuk
mengulangi pesan atau mengakui kebingungannya dan bertanya
kepada klien untuk mengulangi pesan.
f. Fokus
Fokus dapat didefinisikan sebagai memusatkan informasi pada
elemen atau konsep kunci dari pesan yang dikirimkan. Pemfokusan
akan menghilang ketidakjelasan dalam komunikasi dengan
membatasi area distribusi. Perawat untuk memfokuskan diskusi
dapat memberi respoin pada klien dengan mengatakan, “Anda
mengatakan merasa kurang sehat. Katakan pada saya kapan perasaan
itu muncul” atau “Gambarkan perasaan di kepala Anda”. Perawat
dalam menjelaskan mencari makna pesan klien.
g. Menetapkan observasi
Ketika berkomunikasi, orang sering kali tidak sadar
bagaimana peran mereka diterima. Respon dari orang lain
memberitahu mereka apakah mengkomunikasikan pesan yang
26
dikehendaki. Salah satu cara upaya perawat dapat memberikan
respon adalah bersama dengan klien berbagai observasi tentang
tingkat laku mereka selama komunikasi.
h. Memberi informasi
Tambahan informasi memungkinkan penghayatan yang lebih
baik bagi klien terhadap keadaannya, memberi tambahan informasi
merupakan penyuluhan kesehatan bagi klien. Perawat apabila ada
informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi
alasannya. Perawat tidak boleh memberikan nasihat kepada klien
ketika memberi informasi, tetapi memfasilitasi klien untuk membuat
keputusan.
i. Mempertahankan keterangan
Ketenangan akan membuat perawat dan klien dapat berfikir.
Ketenangan dapat menjadi lebih efektif namun dapat menjadi lebih
sulit karena jeda dalam percakapan yang berlangsung selama
beberapa detik atau menit dapat menyebabkan kejanggalan. Perawat
junior harus melatih tehnik ini sebelum dapat menggunakannya.
j. Menggunakan keasertifan
Keasertifan (ketegasan) adalah mempertahankan hak
seseorang tanpa menyinggung orang lain yang tidak sepaham.
Melalui tehnik asertif orang menunjukkan perasaan dan emosi
dengan penuh keyakinan, terus menerus dan jujur. Orang yang
dengan tegas membuat keputusan dan pilihan serta dapat mengontrol
hidup mereka dengan lebih efektif daripada orang yang tidak tegas.
Perawat dapat melatih kemampuan ketegasan klien dan bagaimana
menggunakannya untuk meningkatkan kesehatan mereka.
k. Penyimpulan
Penyimpulan adalah pengulangan ringkas ide-ide utama yang
telah didiskusikan. Penyimpulan mengatur gaya untuk interaksi lebih
27
lanjut antara perawat dan klien. Memulai interaksi baru dengan
menyimpulkan yang sebelumnya akan membantu klien untuk
mengingat topik yang telah didiskusikan dan menunjukkan klien
bahwa perawat telah menganalisis komunikasi mereka.
9. Tahap komunikasi terapeutik
a. Tahap pra interaksi
Tahap ini disebut juga tahap apersepsi dimana perawat menggali
lebih dahulu kemampuan yang dimiliki sebelum kontak/
berhubungan dengan klien termasuk kondisi kecemasan yang
menyelimuti diri perawat sehingga terdapat dua unsur yang perlu
dipersiapkan dan dipelajari pada tahap pra interaksi yaitu unsur diri
sendiri dan unsur diri klien (Nasir dkk, 2009:168).
b. Tahap orientasi
Pada tahap orientasi ini perawat menggali keluhan-keluhan yang
dirasakan oleh klien dan divalidasi dengan tanda dan gejala yang lain
untuk memperkuat perumusan diagnosis keperawatan (Nasir dkk,
2009:172).
c. Tahap kerja
Tahap kerja merupakan tahap untuk mengimplementasikan rencana
keperawatan yang telah dibuat pada tahap orientasi (Nasir dkk,
2009:174).
d. Tahap terminasi
Tahap ini merupakan tahap dimana perawat mengakhiri pertemuan
dalam menjalankan tindakan keperawatan serta mengakhiri
interaksinya dengan klien (Nasir dkk, 2009:175).
28
C. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Moison, Walter & White (dalam Haryanti, 2000)
D. Kerangka Konsep
Penelitian ini terdiri dari konsep penerapan komunikasi terapeutik dan
kepuasan pasien. Kerangka konsep dalam penelitian ini sebagai berikut:
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Penerapan komunikasi
terapeutik
Kepuasan pasien
rawat inap
Variabel bebas Variabel Terikat
Kepuasan
Faktor yang
mempengaruhi kepuasan :
a. Karakteristik produk
b. Harga
c. Pelayanan
d. Komunikasi
e. Lokasi
f. Fasilitas
g. Image
h. Desain visual
Loyalitas
pelanggan
29
E. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini terdiri
1. Variabel bebas, yaitu penerapan komunikasi terapeutik
2. Variabel terikat, yaitu kepuasan pasien rawat inap
F. Hipotesa
Hipotesa penelitian ini adalah ada hubungan penerapan komunikasi
terapuetik dengan kepuasan pasien rawat inap di RSUD Kraton Pekalongan
Tahun 2010.
Recommended