View
221
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Stres Pengasuhan
1. Pengertian Stres
Stres menurut Maramis (2009) adalah segala masalah atau
tuntutan menyesuaikan diri, yang karena tuntutan itulah individu merasa
terganggu keseimbangan hidupnya.
Stres menurut National Safety Council (2004) adalah sebagai
ketidakmampuan untuk mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental,
fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat
mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa stres merupakan ketegangan yang dialami manusia
sebagai respon terhadap tuntutan-tuntutan yang dihadapi.
2. Pengertian Stres Pengasuhan
Menurut Abidin (Ahern, 2004 ) stres pengasuhan digambarkan
sebagai kecemasan dan ketegangan yang melampaui batas dan secara
khusus berhubungan dengan peran orang tua dan interaksi antara orang
tua dengan anak. Model stres pengasuhan Abidin juga memberikan
perumpamaan bahwa stres mendorong ke arah tidak berfungsinya
pengasuhan terhadap anak, pada pokoknya menjelaskan ketidaksesuaian
respon orang tua dalam menanggapi konflik dengan anak-anak mereka.
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
13
Menurut Patterson, DeBaryshe dan Ramsey (Ahern, 2004)
mengatakan stres pengasuhan yaitu stres memberikan peranan dalam
gangguan praktek pengasuhan dan tidak berfungsinya manajemen
keluarga.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa stres
pengasuhan yaitu tidak berfungsinya peran orang tua dalam pengasuhan
dan interaksi dengan anak karena ketidaksesuaian respon orang tua dalam
menanggapi konflik dengan anak tuna grahita yang menghambat dalam
kelangsungan hidupnya.
3. Faktor yang Mempengaruhi Stres Pengasuhan
Menurut Johnston dkk (2003) faktor- faktor yang dapat
mempengaruhi persepsi dan sebagai faktor penentu stres pengasuhan
yaitu:
a. Child behavioral problems dan dukungan sosial
Perilaku anak yang bermasalah berhubungan dengan stres
pengasuhan yaitu perasaan keibuan yang meliputi aspek
kemampuan, penerimaan ibu serta perasaan terisolasi.
b. Family cohesion
Menekankan pada berbagai rasa tanggung jawab dan dukungan
interpersonal di rumah.
c. Family income
Meliputi status sosial ekonomi, dukungan keluarga dan sumber daya
coping yaitu coping skills.
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
14
d. Maternal psychological well being
Kesejahteraan psikologis meliputi aspek perasaan terisolasi dan
penerimaan. Jika seorang ibu sedang menderita permasalahan
psikologis berat, ibu mungkin tidak memiliki sumber daya pribadi
yang cukup tersedia untuk orang lain atau anaknya, dengan demikian
meningkatnya perasaan terisolasi dan pengurangan perasaan akan
kemampuan dalam keterampilan pengasuhan juga, sehingga
mempengaruhi kesejahteraan psikologis. Johnston dkk (2003) juga
mengungkapkan potensi demografik lain seperti psikososial dan
faktor biologis sebagai prediktor stres pengasuhan yaitu meliputi
maternal age, jaringan sosial dan dukungan, problem solving dan
coping skills, religious affiliation, sumber daya komunitas, status dan
kepuasan pernikahan, pendidikan ibu, status pekerjaan ibu,
kesehatan anak, maternal culpability yang dihubungkan dengan x-
linked disorder. Tambahan pula untuk faktor biologis seperti FMRI
protein, activation ratio dan status methylation. Menurut Lestari
(2012) faktor-faktor yang dapat mendorong timbulnya stres dapat
dibedakan menjadi tiga tingkatan yaitu:
1) Individu
Pada tingkatan individu, faktor-faktor tersebut dapat bersumber
dari pribadi orang tua maupun anak. Kesehatan fisik orang tua
dapat menjadi faktor yang mendorong timbulnya stres
pengasuhan. misalnya sakit yang dialami orang tua dan
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
15
berlangsung dalam jangka panjang. Selain kesehatan fisik,
kesehatan mental dan emosi orang tua yang kurang baik juga
dapat mendorong timbulnya stres. Sebaliknya, dari pihak anak
faktor–faktor individu yang dapat mendorong stres pengasuhan
dapat berupa masalah kesehatan fisik dan problem perilaku.
Adapun stres pengasuhan yang terjadi sehari–hari sering kali
disebabkan oleh problem perilaku anak. Apalagi pada anak–
anak yang tergolong sebagai anak tuna grahita yang sulit. Anak–
anak seperti ini biasanya sangat sulit diatur, suka membangkang,
sering menimbulkan kekacauan bahkan kerusakan. Orang tua
menghadapi anak yang demikian akan mudah mengalami stres
pengasuhan.
2) Keluarga
Pada tingkatan ini masalah keuangan dan struktur keluarga
merupakan faktor-faktor yang mendorong timbulnya stres
pengasuhan. Aspek ini juga dapat berupa pengasuhan anak yang
dilakukan sendiri tanpa keterlibatan pasangan atau karena
menjadi orang tua tunggal. Selain itu hubungan yang penuh
dengan konflik, baik antar pasangan maupun antara orang tua-
anak, sangat berpotensi menimbulkan stres pengasuhan.
3) Lingkungan
Kondisi stres dapat berlangsung dalam jangka pendek,
situasional atau aksidental, bila sumber stres pengasuhan lebih
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
16
dominan pada situasi lingkungan. Namun, bila tidak segera
diatasi atau dikelola dengan baik, kondisi stres ini dapat
berlangsung dalam jangka panjang juga.
4. Gejala dan Akibat Stres
Menurut Siswanto (2007), ada empat sumber atau penyebab stres,
yaitu :
a. Frustasi
Timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada
aral melintang, misalnya ibu yang sulit untuk mempercayai bahwa
anaknya cacat mental, reaksi umum yang terjadi pada orang tua
pertama kali adalah merasa kaget, mengalami goncangan batin,
takut, sedih, kecewa, merasa bersalah, dan menolak.
Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan
usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang
yang dicintai, kegoncangan ekonomi, pengangguran, perselingkuhan,
dan lain-lain).
b. Konflik
Timbulkan karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam
keinginan, kebutuhan, atau tujuan. Bentuknya approach-approach
conflict, approach-avoidance conflict, atau avoidance-avoidance
conflict. Misalnya, kehadiran anak yang tuna grahita di masyarakat,
membuat orang tua lain lebih menyukai untuk menjauhi penderita
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
17
atau mengamankan anak-anaknya untuk tidak bermain dengan
penderita.
c. Tekanan
Timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat
berasal dari dalam individu, misalnya dengan pandangan masyarakat
yang umumnya kurang mengacuhkan anak tuna grahita, sehingga
mereka bahkan tidak dapat membedakannya dari orang gila.
d. Krisis
Krisis yaitu keadaan yang mendadak, yang menimbulkan stres
pada individu, misalnya ibu yang mengetahui anaknya tuna grahita,
dan pesimis akan masa depan anaknya.
Keadaan stres dapat terjadi beberapa sebab sekaligus, misalnya
frustasi, konflik, dan tekanan.
Satiadarma (Gunarsa, 2006) menyebutkan stres pengasuhan
memiliki kekhasan sendiri yang meliputi:
a. Kondisi anak (termasuk perilaku anak yang menyimpang)
b. Kondisi kehidupan menyeluruh yang menimbulkan stres
c. Dukungan sosial
d. Fungsi keluarga
e. Sumber material.
Di bawah ini disajikan ringkasan bagaimana stres terjadi pada seorang
individu (Siswanto, 2007).
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
18
Stressor Individual differences Stress
Lingkungan fisik Usia, jenis kelamin,
(suhu, cahaya, suara, pendidikan, kesehatan,
polusi, kepadatan) fisik, kepribadian, harga diri
toleransi terhadap kedwiartian
Individual
(konflik, peran, tanggung jawab)
Kelompok
(hubungan dengan teman, atasan,
bawahan)
Keorganisasian
(kebijakan, struktur, partisipasi)
5. Aspek-aspek dalam Stres Pengasuhan
Model stres pengasuhan Abidin (Ahern, 2004) memberikan
perumpamaan bahwa stres mendorong ke arah tidak berfungsinya
pengasuhan orang tua terhadap anak, pada intinya menjelaskan
ketidaksesuaian respon orang tua dalam menanggapi konflik dengan
anak-anak mereka. Model ini tentang pengasuhan orang tua yang
dicerminkan dalam aspek-aspeknya meliputi :
a. The Parent Distress
Stres pengasuhan disini menunjukkan pengalaman stres orang tua
sebagai sebuah fungsi dari faktor pribadi dalam memecahkan
personal stres lain yang secara langsung dihubungkan dengan peran
orang tua dalam pengasuhan anak. Tingkat stres pengasuhan ini
berhubungan dengan karakteristik individu yang mengalami
gangguan. Indikatornya meliputi :
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
19
1) Feelings of competence, yaitu orang tua diliputi oleh tuntutan
dari perannya dan kekurangan perasaan akan kemampuannya
dalam merawat anak. Hal ini dihubungkan dengan kurangnya
pengetahuan orang tua dalam hal perkembangan anak dan
keterampilan manajemen anak yang sesuai.
2) Social isolation, yaitu orang tua merasa terisolasi secara sosial
dan ketidakhadiran dukungan emosional dari teman sehingga
meningkatkan kemungkinan tidak berfungsinya pengasuhan
orang tua dalam bentuk mengabaikan anaknya.
3) Restriction imposed by parent role, yaitu adanya pembatasan
pada kebebasan pribadi, orang tua melihat dirinya sebagai hal
yang dikendalikan dan yang dikuasai oleh kebutuhan dan
permintaan anaknya. Berhubungan dengan hilangnya
penghargaan terhadap identitas diri yang sering diekspresikan.
Seringkali, adanya kekecewaan dan kemarahan yang kuat yang
dihasilkan oleh frustasinya.
4) Relationship with spouse, yaitu adanya konflik antar hubungan
orang tua yang mungkin menjadi sumber stres utama. Konflik
utamanya mungkin melibatkan ketidakhadiran dukungan emosi
dan material dari pasangan serta konflik mengenai pendekatan
dan strategi manajemen anak.
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
20
5) Health of parent, yaitu sampai taraf tertentu, efektivitas proses
pengasuhan orang tua terhadap anak dapat mempengaruhi
kondisi kesehatan orang tua.
6) Parent despresion, yaitu orang tua mengalami beberapa gejala
depresi ringan hingga menengah dan rasa bersalah (kecewa),
yang mana pada suatu waktu dapat melemahkan kemampuannya
untuk menangani tanggung jawabnya terhadap pengasuhan.
Permasalahan ini secara khas dihubungkan dengan tingkatan
depresi meliputi kehilangan energi.
b. The Difficult Child
Stres pengasuhan disini digambarkan dengan menghadirkan perilaku
anak yang sering terlibat dalam mempermudah pengasuhan atau
malah lebih mempersulit karena orang tua merasa anaknya memiliki
banyak karakteristik tingkah laku mengganggu, indikatornya
meliputi:
1) Child adaptibility, yaitu anak menunjukkan karakteristik
perilaku yang membuat anak sulit untuk diatur. Stres orang tua
berhubungan dengan tugas pengasuhan orang tua yang lebih
sulit dalam ketidakmampuan anak untuk menyesuaikan diri
dengan perubahan fisik dan lingkungan.
2) Child demands, yaitu anak lebih banyak permintaan terhadap
orang tua berupa perhatian dan bantuan. Umumnya anak-anak
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
21
sulit melakukan segala sesuatu secara mandiri dan mengalami
hambatan dalam perkembangannya.
3) Child mood, yaitu orang tua merasa anaknya kehilangan
perasaan akan hal-hal positif yang biasanya merupakan ciri khas
anak yang bisa dilihat dari ekspresinya sehari-sehari.
4) Districtability, yaitu orang tua merasa anaknya menunjukkan
perilaku yang terlalu aktif dan sulit mengikuti perintah.
c. The Parent-Child Dysfunctional Interaction
Stres pengasuhan disini menunjukkan interaksi antara orang tua dan
anak yang tidak berfungsi dengan baik yang berfokus pada tingkat
penguatan dari anak terhadap orang tua serta tingkat harapan orang
tua terhadap anak indikatornya meliputi:
1) Child reinforced parent, yaitu orang tua merasa tidak ada
penguatan yang positif dari anaknya, interaksi antara orang tua
dengan anak tidak menghasilkan perasaan yang nyaman
terhadap anaknya.
2) Acceptability of child to parent, yaitu stres pengasuhan orang
tua karena karakteristik anak seperti intelektual, fisik, dan emosi
yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan orang tua
sehingga lebih besar dapat menyebabkan penolakan orang tua.
3) Attachment, yaitu orang tua tidak memiliki kedekatan emosional
dengan anaknya sehingga mempengaruhi perasaan orang tua.
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
22
B. Tuna Grahita
Definisi tuna grahita mental dan tipe-tipe jenisnya menurut (Semiun, 2006) :
1. Pengertian Tuna Grahita
Tuna grahita adalah tingkat fungsi intelektual yang secara
signifikan dibawah rata-rata sebagaimana diukur oleh tes inteligensi yang
dilaksanakan secara individual. Untuk diklasifikasikan sebagai orang
yang mengalami tuna grahita, fungsi intelektualnya harus rusak (lemah).
Tuna grahita dilihat sebagai suatu kondisi kronis dan tidak dapat diubah
yang dimulai sebelum usia 18 tahun. Bila fungsi intelektual jatuh ke
tingkat retardasi sesudah usia 18 tahun, maka masalah tersebut
diklasifikasikan sebagai dementia dan bukan retardasi mental.
DSM-III R mengemukakan tiga kriteria yang harus dipenuhi
dalam mendiagnosis seorang individu yang menderita tuna grahita : (1)
Individu harus memiliki “fungsi intelektual umum yang secara signifikan
berada di bawah rata-rata.” Secara teknis, fungsi intelektual dari individu
tersebut berada pada IQ 70 atau lebih rendah dari 70; (2) Individu
tersebut harus mengalami kekurangan atau kerusakan dalam tingkah laku
adaptif yang disebabkan oleh atau ada hubungannya dengan inteligensi
yang rendah. Kerusakan dalam tingkah laku adaptif didefinisikan sebagai
ketidakmampuan untuk menerima tanggung jawab sosial dan mengurus
diri sendiri (misalnya mengenal atau mengatakan tentang waktu,
menangani uang, berbelanja, atau bepergian sendirian); dan (3) gangguan
itu harus terjadi sebelum usia 18 tahun dan bila sesudah usia tersebut
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
23
fungsi mental individu menurun, maka ia didiagnosis sebagai orang yang
menderita dementia dan bukan retardasi mental.
Meskipun banyak anak yang menderita gangguan autis juga
mengalami retardasi, tetapi ada beberapa perbedaan antara autisme dan
retardasi: (1) Anak-anak yang mengalami retardasi mengalami
perkembangan kognitif yang sama dengan perkembangan sosialnya;
sedangkan pada autisme, perkembangan sosial anak selalu lebih rendah
daripada perkembangan kognitif; (2) Anak-anak yang mengalami
retardasi memperlihatkan kelambatan dalam bahasa tetapi anak-anak
autis memperlihatkan kekurangan-kekurangan berat dalam bahasa dan
penyimpangan yang lebih banyak dalam bahasa; (3) Perangsangan diri
sendiri (self stimulation), lebih memusatkan perhatian pada stimulus-
stimulus penglihatan dan pendengaran, dan tingkah laku-tingkah laku
aneh, seperti memutar benda-benda, memukul-mukul dan memutar-
mutar tubuh adalah hal-hal yang biasa terjadi pada autisme tetapi bukan
pada retardasi; dan (4) Anak-anak yang mengalami retardasi termotivasi
untuk menyenangkan orang-orang dewasa, tetapi anak-anak autis tidak
menghiraukan pengaruh-pengaruh dari perbuatannya terhadap orang-
orang dewasa.
2. Tipe Klinis Tuna Grahita
Para ahli klinis menggunakan empat kategori tuna grahita berdasarkan
nilai tes inteligensinya, yakni : ringan, sedang, berat, dan sangat berat.
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
24
a. Tingkat-tingkat Tuna Grahita dalam Pandangan Klinis
Tabel 2.1. Perkiraan rentang IQ berdasarkan nilai tes intelligensi.
Tingkat Kehebatan Perkiraan Rentang IQ Presentasi Retardasi Mental
Tuna grahita ringan 50 - 70 Kira-kira 85
Tuna grahita sedang 35 – 49 10
Tuna grahita berat 20 – 34 3 – 4
Tuna grahita sangat berat Di bawah 20 1– 2
*Sumber : Disadur dari DSM-III, 32-33
b. Tingkat-tingkat Tuna Grahita dan Tingkah Laku Adaptif untuk
Rentang Kehidupan dalam Pandangan Klinis
Tabel 2.2. Tingkah laku adaptif sesuai usia dan tingkatan retardasi
mental.
Tingkat Usia Prasekolah 0-5 Usia Sekolah 6-21 Dewasa 21+
Ringan Anak-anak prasekolah ini
dapat mengembangkan
keterampilan keterampilan
sosial dan komunikasi
dengan retardasi mental
ringan pada bidang-bidang
sensorik-motorik. Sampai
usia selanjutnya anak-anak
ini jarang dibedakan dari
anak-anak normal.
Anak-anak muda yang
berusia sekolah ini dapat
mempelajari keterampilan-
keterampilan akademis
sampai kira-kira kelas VI
SD pada usia mereka yang
sudah belasan tahun.
Secara khas mereka tidak
dapat mempelajari bahan-
bahan pelajaran Sekolah
Menengah Umum dan
membutuhkan pendidikan
khusus, terutama pada
tingkat usia sekolah
menengah.
Orang-orang dewasa ini
mampu melakukan
keterampilan sosial dan
vokasional bila diberi
pendidikan dan latihan
yang tepat. Mereka
kadang-kadang
membutuhkan
pengawasan dan
bimbingan bila mereka
mengalami tekanan
sosial dan ekonomis yang
berat.
Sedang Anak-anak prasekolah ini
dapat berbicara dan belajar
berkomunikasi tetpi
kurang memperlihatkan
kesadaran sosial dan hanya
memperlihatkan
perkembangan motorik
yang cukup (sedang).
Mereka dapat ditangani
dengan pengawasan yang
sederhana.
Anak-anak muda ini dapat
mempelajari keterampilan-
keterampilan akademis
fungsional sampai kira-
kira Kelas VI SD pada
usia mereka pada akhir
belasan tahun, pendidikan
khusus dibutuhkan.
Orang-orang dewasa ini
mampu membiayai
hidupnya sendiri dengan
melakukan-melakukan
pekerjaan yang tidak
membutuhkan
keterampilan atau
pekerjaan-pekerjaan yang
membutuhkan seni
terampil , tetapi mereka
membutuhkan
pengawasan dan
bimbingan bila mereka
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
25
mengalami kesulitan
sosial dan ekonomis yang
ringan.
Berat Anak-anak prasekolah ini
kurang memperlihatkan
perkembang motorik, dan
hanya berbicara sedikit.
Pada umumnya, mereka
tidak mampu memperoleh
keuntungan dari latihan
dalam membantu dirinya
sendiri dan mereka
memperlihatkan sedikit
keterampilan-keterampilan
komunikasi atau tidak
memperlihatkan
keterampilan-keterampilan
komunikasi.
Anak-anak muda usia
sekolah ini dapat berbicara
atau belajar
berkomunikasi, dan dapat
dilatih dalam kebiasaan-
kebiasaan kesehatan yang
mendasar. Mereka tidak
dapat mempelajari
keterampilan-keterampilan
akademis fungsional,
tetapi mereka dapat
memperoleh keuntungan
dari latihan kebiasaan-
kebiasaan yang sistematis.
Orang-orang dewasa
mudai ini dapat
menyumbang sebagian
untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri
dengan pengawasan yang
penuh, dan mereka dapat
mengembangkan
keterampilan
keterampilan untuk
melindungi dirinya
sendiri sampai pada suatu
tingkat yang sedikit
berguna dalam suatu
lingkungan yang
terkontrol.
Sangat
berat
Retardasi yang hebat,
kemampuannya hanya
sedikit yang berfungsi
dalam bidang-bidang
sensorik motorik. Anak-
anak ini membutuhkan
perawatan.
Suatu perkembangan
motorik ada pada anak-
anak muda ini tetapi
mereka tidak memperoleh
keuntungan dari latihan
dalam membantu dirinya
sendiri. Mereka benar-
benar membutuhkan
perawatan.
Orang-orang dewasa ini
hanya memperlihatkan
suatu perkembangan
motorik dan cara
berbicara. Mereka sama
sekali tidak mampu
memelihara dirinya
sendiri dan benar-benar
membutuhkan perawatan
dan pengawasan.
*Sumber : Kendall & Hammen, 1998:502.
3. Penggolongan Anak Tuna Grahita
Penggolongan anak retardasi mental untuk keperluan pembelajaran
menurut American Association on Mental Retardation dalam Special
Ontario Schools sebagai berikut :
a. Educable (EMR) IQ = 50-79
Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemampuan dalam
akademik setara dengan anak reguler pada kelas 5 Sekolah Dasar.
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
26
b. Trainable (TMR) IQ = 25 – 49
Mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri, pertahanan
diri, dan penyesuaian sosial. Sangat terbatas kemampuannya untuk
mendapat pendidikan secara akademik.
c. Nontrainable (IQ = < 25)
Dengan pemberian latihan yang terus menerus dan khusus, dapat
melatih anak tentang dasar-dasar cara menolong diri sendiri dan
kemampuan yang bersifat komunikatif. Hal ini biasanya memerlukan
pengawasan dan dukungan yang terus menerus (Salmiah, 2010)
4. Faktor Akibat Dampak Ketunagrahitaan
Dampak ketuna grahitaan dan jelas tidaknya kecacatan tersebut
dilihat dari orang lain menurut Soemantri (2007) :
Perasaan dan tingkah laku orang tua itu berbeda-beda dan dapat
dibagi menjadi:
a. Perasaan melindungi anak secara berlebihan, yang bisa dibagi dalam
wujud :
1) Proteksi biologis
2) Perubahan emosi yang secara tiba-tiba, hal ini mendorong untuk :
a) Menolak kehadiran anak dengan memberikan sikap dingin.
b) Menolak dengan rasionalisasi, menahan anaknya di rumah
dengan mendatangkan orang yang terlatih untuk
mengurusnya.
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
27
c) Merasa berkewajiban untuk memelihara tetapi melakukan
tanpa memberikan kehangatan.
d) Memeliharanya dengan berlebihan sebagai kompensasi
terhadap perasaan menolak.
b. Ada perasaan bersalah melahirkan anak berkelainan, kemudian
terjadi praduga yang berlebihan dalam hal :
1) Merasa ada yang tidak beres tentang urusan keturunan, perasaan
ini mendorong timbulnya suatu perasaan depresi.
2) Merasa kurang mampu mengasuhnya, perasaan ini
menghilangkan kepercayaan diri sendiri dalam mengasuhnya.
c. Kehilangan kepercayaan akan mempunyai anak yang normal :
1) Karena kehilangan kepercayaan tersebut orang tua cepat marah
dan menyebabkan tingkah laku agresif.
2) Kedudukan tersebut dapat mengakibatkan depresi.
3) Pada permulaan, mereka segera mampu menyesuaikan diri
sebagai orang tua anak tuna grahita, akan tetapi mereka terganggu
lagi saat menghadapi perisitiwa-peristiwa kritis.
d. Terkejut dan kehilangan kepercayaan diri, kemudian berkonsultasi
untuk mendapat berita- berita yang lebih baik.
e. Banyak tulisan yang menyatakan bahwa orang tua merasa berdosa.
Sebenarnya perasaan itu tidak selalu ada. Perasaan tersebut bersifat
kompleks dan mengakibatkan depresi.
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
28
f. Mereka bingung dan malu, yang mengakibatkan orang tua kurang
suka bergaul dengan tetangga dan lebih suka menyendiri.
Adapun saat-saat kritis itu terjadi ketika manakala orang tua tidak
menerima anak tuna grahita :
1) Pertama kali mengetahui bahwa anaknya cacat.
2) Memasuki usia sekolah, pada saat tersebut sangat penting kemampuan
masuk sekolah sebagai tanda bahwa anak tersebut normal.
3) Meninggalkan sekolah.
4) Orang tua bertambah tua sehingga tidak mampu lagi memelihara
anaknya yang cacat.
C. Pengetahuan
Definisi pengetahuan dan tingkat pengetahuan dalam domain kognitif
menurut Notoatmodjo (2007) :
1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan
terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (overt behaviour).
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
29
2. Proses Adopsi Perilaku
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974)
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru
(berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yakni.
a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
c. Evaluation, (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih
baik lagi.
d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers
menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-
tahap diatas.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui
proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang
positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting).
Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
30
kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Contohnya reaksi ibu yang
kurang beradaptasi dengan keadaan anaknya tuna grahita yang membuat
ibu cemas dan emosional lainnya. Dan merasa nyaman dengan situasi
yang ada dan menunjukkan rasa percaya diri dalam kemampuan mereka
merawat dan mengasuh anak, sehingga membantu meningkatkan
hubungan antara ibu dan anak. Ibu mulai mampu bertanggung jawab atas
masalah anak.
3. Tingkat Pengetahuan didalam Domain Kognitif
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan menurut Notoatmodjo (2007) :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan
yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu,
tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata
kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,
menyatakan, dan sebagainya. Contoh : ibu dapat menyebutkan ciri-
ciri anak yang mengalami tuna grahita.
b. Memahami (comperehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
31
menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari. Misalnya menjelaskan mengapa anak
tuna grahita tidak bisa di sekolahkan di sekolah umum.
c. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan
hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam
konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus
statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat
menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem
solving cyclel) di dalam pemecahan masalah kesehatan mental dari
kasus yang diberikan.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja,
seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
32
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis ini menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan
sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah
ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-
penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri,
atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat
membandingkan antara anak normal dengan anak yang tuna grahita.
4. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden. Adapun hasil pengukuran tingkat pengetahuan
sebagai contoh menurut Arikunto (2002) dapat berbentuk empat
tingkatan:
a. Baik : bila nilai mencapai 76-100 %.
b. Cukup : bila nilai mencapai 56-75 %.
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
33
c. Kurang : bila nilai mencapai 41-55 %.
d. Buruk : bila nilai mencapai < 40 %.
5. Hal-hal yang Mempengaruhi Pengetahuan :
a. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir
seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula
daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik (Notoatmodjo, 2007). Apabila usia
orang tua terlalu muda atau terlalu tua, mungkin tidak dapat
menjalankan peran pengasuhan yang optimal, diperlukan kekuatan
fisik dan psikis yang matang serta pengetahuan yang baik (Chairini,
2013).
Menurut teori perkembangan psikososial yang dikutip oleh
wheley dan wong’s (1999), tahapan perkembangan manusia menurut
umur (dewasa) dibagi menjadi tiga tahap yaitu (Khairina, 2013) :
1) Early adult hood (21-35 tahun)
Pada masa awal ini, hubungan sosial utama seseorang
sudah terfokus pada partner dalam hubungan teman dan seks
(perkawinan). Karakteristik dan krisis psikososial terjadi pada
masa ini adalah “keintiman vs isolasi”, dimana pada masa ini
dapat dilewati dengan baik akan meningkatkan kemampuan
membentuk hubungan dekat dan membuat komitmen tentang
kehidupan.
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
34
2) Young and middle adult hood (36-45 tahun)
Pada masa dewasa pertengahan ini, hubungan sosial
seseorang terfokus pada pembagian tugas antara bekerja dengan
rumah tangga dan pada masa ini emosi sudah mulai stabil.
Karakteristik dari psikososial yang terjadi pada masa ini adalah
“generation vs konsentrasi diri”, dimana bila masa ini dapat
dilewati dengan baik akan meningkatkan kemampuan dalam
memikirkan keluarga, masyarakat dan generasi mendatang.
3) Later adult hood (> 45 tahun )
Pada masa dewasa akhir ini, hubungan kemasyarakatan
dalam kelompoknya. Pada masa ini emosi seseorang cenderung
aktif relatif stabil dengan motivasi untuk hidup dan berkarir
serta membantu sesama dengan baik. Karakterisitik dari
psikososial yang terjadi pada masa ini adalah “keluhan vs
kepuasan”, dimana bila masa ini dapat dilewati dengan baik
akan meningkatkan kesadaran akan terpenuhnya
kebutuhan/kehidupan seseorang dari perasaan puas dan siap
menghadapi lanjut usia serta kematian.
b. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar
sekolah berlangsung seumur hidup. Makin tinggi pendidikan
seseorang, makin tinggi pula kesadarannya tentang hak yang
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
35
dimilikinya, kondisi ini akan meningkatkan tuntutan tehadap hak
untuk memperoleh informasi, hak untuk menolak/menerima
pengobatan yang ditawarkan (Notoatmodjo, 2007). Misalnya
pendidikan dan pengalaman orang tua dalam melakukan perawatan
anak akan mempengaruhi kesiapan mereka dalam menjalankan peran
pengasuhan (Chairini, 2012).
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara dan
mengklasifikasikan pendidikan menjadi pendidikan formal dan
pendidikan non formal, jenjang pendidikan formal terdiri dari
(Notoatmodjo, 2007) :
1) Tinggi : Akademi dan Perguruan Tinggi (S1)
2) Menengah : SMA
3) Dasar : SD/MIN dan SMP
Pada penelitian Cooper (2007) menunjukkan hubungan yang
signifikan antara ibu dengan pendidikan rendah terhadap tingginya
stres pengasuhan (Chairini, 2013).
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
36
c. Pekerjaan
Pekerjaan ibu adalah kegiatan rutin sehari-hari yang
dilakukan oleh seorang ibu dengan maksud untuk memperoleh
penghasilan. Setiap pekerjaan apapun jenisnya, apakah pekerjaan
tersebut memerlukan kekuatan otot atau pemikiran, adalah beban
bagi yang melakukan. Beban ini dapat berupa beban fisik, beban
mental, ataupun beban sosial sesuai dengan jenis pekerjaan si
pelaku. Kemampuan kerja pada umumnya diukur dari keterampilan
dalam melaksanakan pekerjaan. Semakin tinggi keterampilan
yang dimiliki oleh tenaga kerja, semakin efisien (badan
anggota), tenaga dan pemikiran (mentahnya) dalam
melaksanakan pekerjaan. Perguruan tenaga dan mental atau jiwa
yang efisien, berarti beban kerjanya relatif mudah (Notoatmodjo,
2007).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Forgays (2001),
ibu yang bekerja menunjukkan level stres yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja, namun dari jenis
pekerjaan yang dilakukan ibu tidak terdapat perbedaan stres
pengasuhan yang signifikan antara pekerjaan yang satu dengan
pekerjaan lainnya (Chairini, 2013).
d. Lingkungan
Faktor lingkungan adalah segala sesuatu yang ada
disekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
37
Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan
kedalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal
ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak
yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
(Notoatmodjo, 2007).
e. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara
untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara
mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam
memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman
belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan
pengetahuan dan keterampilan profesional serta pengalaman belajar
selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil
keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar
secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam
bidang kerjanya (Notoatmodjo, 2007).
f. Informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non
formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate
impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan
pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam
media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat
tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
38
media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-
lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan
kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas
pokoknya, media massa membawa pula pesan – pesan yang
berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya
informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan
kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal
tersebut (Notoatmodjo,2007). Informasi dapat dikelompokkan
menjadi 2 kategori antara lain sebagai berikut :
1) Pernah, jika x ≥ 50%
2) Tidak pernah, jika < 50%
g. Sosial Budaya dan Ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa
melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk.
Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya
walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan
menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk
kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan
mempengaruhi pengetahuan seseorang (Notoatmodjo, 2007).
Perkembangan orang tua dan anak dipengaruhi oleh konteks
yang meliputi hubungan dengan orang lain, aturan dan nilai-nilai
budaya. Hal ini mengacu pada nilai-nilai budaya dan adat istiadat
yang mempengaruhi orang tua dalam melakukan pengasuhan. Pada
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
39
status sosial ekonomi yang dilihat dari pekerjaan, pendapatan, dan
pendidikan orang tua. Hal ini mempengaruhi proses pengasuhan
yang disebabkan oleh sikap keuangan dan berbagai pengasuhan
(Chairini, 2013).
D. Kesiapan
Kesiapan aspek fisik dan aspek psikis ibu dalam mengasuh anak tuna
grahita (Sujiono & Nurani, 2004). Adapun kesiapan asuh seorang ibu
terhadap anaknya yang berkebutuhan khusus (retardasi mental) idealnya
dimiliki semenjak ibu mengetahui kondisi anak yang sebenarnya. Dalam
berbagai setting kultur, pola asuh, dan interaksi orang tua terhadap anak
sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak, dan juga penting dalam
perkembangan psikososial anak, retardasi mental sekalipun (Mahabbati,
2009).
1. Kesiapan Aspek Fisik
Kekhawatiran orang tua berdampak pada fisik, emosional,
psikologis pada orang tua khusunya ibu, secara fisik menyebabkan ibu
jatuh sakit. Ibu merasa kecewa sedih dan mungkin merasa marah ketika
mengetahui realitas yang harus dihadapinya dengan kehadiran anak yang
berkebutuhan khusus (tuna grahita). Dalam aspek fisik kesiapan asuh ibu
meliputi keterlibatan penuh dengan anak dalam setiap tahap
perkembangan anak dengan menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran
sebisa mungkin untuk menyertai kegiatan anak dan mendorong
kemandirian, daya eksplorasi, dan kemampuan belajar fisik-motorik,
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
40
mental, sosial, kemandirian, dan kepercayaan diri sesuai dengan potensi
yang dimiliki anak tuna grahita.
2. Kesiapan Aspek Psikis
Untuk memiliki seorang anak dengan potensi bawaan yang baik,
sehingga nantinya dapat ditumbuh-kembangkan ke arah yang optimal,
tidaklah cukup hanya dengan kesiapan aspek fisik semata, karena
kesiapan aspek psikis pun memegang peranan yang sangat penting dalam
pengasuhan. Dalam aspek psikis kesiapan asuh ibu meliputi kehangatan,
kasih sayang, dan penerimaan yang merupakan refleksi dan keberhasilan
ibu dalam menyeimbangkan perasaan negatif dan positif akan kondisi
anak yang tidak sesuai harapan dan serta kecepatan respon, sensitivitas,
dan konsistensi dalam menanggapi gejala kelainan anak yang tuna
grahita.
Kesiapan aspek psikis dalam proses pengasuhan seharusnya telah
terwujud jauh sebelum orang tua mempunyai anak dengan retardasi
mental. Perasaan saling mencintai, melindungi, dan menerima semua
kelebihan dan kekurangan anaknya merupakan wujud dari salah satu
kesiapan secara psikis. Jalinan hubungan yang harmonis antar-pasangan
dan antara kedua orang tua dengan anak tuna grahita serta orang-orang
terdekat lainnya juga merupakan wujud lain dari kesiapan secara psikis
akan membuat anak dalam perlindungan hidup dan pengawasan yang
teliti. Mereka membutuhkan pelayanan dan pemeliharaan yang terus
menerus khususnya oleh ibu, mereka tidak mampu mengurus diri sendiri
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
41
tanpa bantuan orang lain. Adanya ketidak-harmonisan antara kedua orang
tua dengan anak tuna grahita, yang mengakibatkan anaknya terlantar dan
tidak tahu akan masa depan anak tersebut. Apabila ketidak-harmonisan
ini berjalan terus tanpa diatasi, sudah dapat dipastikan akan timbul suatu
kecemasan yang berkepanjangan serta perilaku emosional yang
menyimpang dan timbulnya stres. Jika penyimpangan secara emosional
dan stres ini muncul pada salah satu atau kedua orang tua, pengaruhnya
akan besar sekali terhadap kelangsungan pertumbuhan dan
perkembangan anaknya.
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
42
E. Kerangka Teori
Kerangka teori penelitian ini dapat dilihat pada Bagan 2.1 berikut :
Bagan 2.1. Pengaruh kesiapan dan pengetahuan ibu terhadap tingkat stres
pengasuhan anak tuna grahita sedang
Sumber : Menurut Sujiono (2004), Notoatmodjo (2005), Gunarsa (2006)
Kondisi fisik
Kondisi psikis
Usia
Pendidikan
Pekerjaan
Lingkungan
Pengalaman
Informasi
yang diterima
orang tua
Pengetahuan
Stres
pengasuhan
Kesiapan
Kondisi anak (termasuk
perilaku anak yang
menyimpang)
Kondisi kehidupan
menyeluruh yang
menimbulkan stres
Dukungan sosial
Fungsi keluarga
Sumber material
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
43
F. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini dipaparkan pada Bagan 2.2 berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Kesiapan
Tingkat stres pengasuhan ibu
terhadap anak tuna grahita
sedang di SLB C Yakut
Purwokerto
Bagan 2.2. Kerangka konsep penelitian
“Pengaruh kesiapan dan pengetahuan ibu terhadap tingkat stres pengasuhan
anak tuna grahita sedang di SLB C Yakut Purwokerto”
G. Hipotesis
Berdasarkan rumusan tujuan dan pertanyaan dalam penelitian, maka
hipotesis penelitian ini adalah :
1. Ada pengaruh antara kesiapan dengan tingkat stres pengasuhan ibu
terhadap anak tuna grahita sedang.
2. Ada pengaruh antara pengetahuan dengan tingkat stres pengasuhan ibu
terhadap anak tuna grahita sedang.
Pengetahuan
Pengaruh Kesiapan dan..., Afna Nur Hikmah, S1 Keperawatan UMP, 2015
Recommended