View
263
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanggapan
I. Pengertian Tanggapan
Menurut Rakhmat (2007:51) tanggapan adalah pengalaman tentang obyek,
peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan.
Sementara itu, Baron dan Paulus dalam Mulyana (2000:167) mengatakan
persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih,
mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses
tersebut mempengaruhi perilaku kita.
Menurut Mc Quail dalam Fitriyani (2011:36) bahwa tanggapan adalah
suatu proses dimana individu berubah atau menolak perubahan sebagai tanggapan
terhadap pesan yang dirancang untuk mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan
perilaku.
Tanggapan adalah hasil yang ingin dicapai dari sebuah proses komunikasi.
Dalam proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan, umpan
balik akan terjadi dalam bentuk tanggapan sebagai akibat dari stimulus yang
ditransmisikan. Hal ini, akan mempermudah proses pemahaman jika tanggapan
yang muncul memiliki kesamaan kerangka berfikir yaitu kesamaan pengalaman
dan pengetahuan yaitu pengetahuan antara komunikator dan komunikan.
(Effendy,1998:14) menjelaskan jika umpan balik secara verbal adalah
tanggapan komunikan yang dinyatakan dengan kata-kata, baik secara singkat
23
maupun secara panjang lebar. Sedangkan umpan balik secara nonverbal adalah
tanggapan yang dinyatakan bukan dengan kata-kata melainkan dengan bahasa
tubuh.
Namun, sebuah persepsi tak akan muncul, jika alat indera manusia tidak
diberi rangsangan terlebih dahulu. Seringkali manusia diberikan rangsangan yang
sama namun tanggapannya berbeda-beda. Hal ini dikarenakan tak ada satu pun
manusia di dunia yang persis sama dengan manusia lain, baik itu dari segi
kemampuan alat indera, ataupun dari pengalaman sosial yang didapat dari
lingkungan.
Tanggapan sangat erat hubungannya dengan rangsangan sehingga apabila
rangsangan timbul maka mungkin sekali diikuti oleh tanggapan. Perilaku yang
muncul setelah stimulus ditransmisikan ke komunikan adalah sebuah bentuk
tanggapan, tanggapan adalah hasil yang berupa perilaku yang timbul karena
rangsangan.
II. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tanggapan
Dalam menanggapi stimulus, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
seseorang dalam memberikan tanggapan, diantaranya adalah perhatian. Sebuah
tanggapan tidak akan terjadi begitu saja, bila tidak adanya perhatian. Dalam
memberikan perhatian setiap individu selaku komunikan cenderung memberikan
perhatian kepada salah satu stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol
dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. Dalam memberikan persepsi,
terdapat faktor-faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi perhatian
(Rakhmat 2007:52).
24
III. Proses Terjadinya Tanggapan
Tanggapan sering diistilahkan sebagai bayangan seseorang terhadap suatu
hal. Bayangan tersebut merupakan proses pengamatan dimana terjadilah situasi
dan kondisi. Dalam proses pengamatan itulah terjadi gambaran di dalam jiwa
individu. Hasil pengamatan itu mengalami endapan dan proses selanjutnya, ia
tidak akan hilang begitu saja tetapi tersimpan dalam jiwa individu dan
membayangkan kembali atau mengungkapkan gambaran-gambaran yang terjadi
disaat melakukan pengamatan, maka didalam menanggapi atau membayangkan
adalah representasi. Pada umumnya gambaran yang terjadi pada pengamatan lebih
jelas jika dibandingkan dengan gambaran pada tanggapan.
Adapun perbedaan antara pengamatan dan tanggapan yaitu :
1. Pengamatan dibutuhkan adanya sasaran atau obyek yang akan
menimbulkan gambaran pengamatan. Dengan demikian, seperti gambaran
yang akan terjadi lebih jelas dan lebih terang daripada tanggapan.
2. Tanggapan tidak dibutuhkan adanya obyek atau sasaran sehingga mau
tidak mau gambarannya akan kurang jelas.
3. Oleh karena pengamatan terikat pada obyek, maka pengamatan terikat
pula pada waktu dan tempat kita mengalami sesuatu pada tempat tertentu
dan pada waktu tertentu pula sebab keduanya yang mengikat obyek yang
diamatinya. Tetapi lain halnya dengan tanggapan yang dapat terlepas dari
soal waktu dan tempat. Ini berarti manusia dapat menanggapi dan
membayangkan sesuatu setiap saat tanpa terlibat waktu dan tempat, karena
25
tidak terikat oleh suatu obyek secara konkret. Tanpa adanya obyek kita
dapat menanggapi atau membayangkan apa yang kita inginkan.
4. Pengamatan merupakan fungsi yang bersifat sensorik sedangkan
tanggapan bersifat imajiner.
5. Pengamatan berlangsung selama stimuli itu bekerja dan tertuju kepadanya
sedangkan tanggapan selama perhatian tertuju kepada bayangan tersebut.
Seperti yang dikemukakan diatas bahwa tanggapan itu terbentuk disaat
proses membayangkan menjadi pusat perhatian. Adapun difensi perhatian
(attention) yang dikemukakan Anderson yaitu perhatian adalah proses
mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menonjol dalam kesadaran
pada saat stimuli lainnya melemah.
Dengan demikian, perhatian akan timbul ketika alat-alat indera terkena
rangsangan yang secara sadar individu bersangkutan akan mengonsentrasikan diri
dengan alat indera yang terkena rangsangan tersebut.
Dalam proses komunikasi, tanggapan tidak terjadi begitu saja. Sebuah
tanggapan lahir melalui beberapa tahapan proses yang terjadi dalam diri seorang
komunikan. Proses ini merupakan komunikasi interpersonal yang terjadi untuk
merespon stimulus. Jika stimulus yang diterima dari komunikator kepada
komunikan akan melalui proses pengenalan. Di tahap ini stimulus akan dikenali
oleh komunikan yang kemudian dilanjutkan ke tahap penalaran dan perasaan.
Tahap ini stimulus mengalami penalaran yaitu sebuah proses untuk menguji
apakah stimulus tersebut diterima atau tidak. Proses ini melibatkan perasaan
komunikan dalam memilih apakah rangsangan cocok dan diterima oleh dirinya.
26
Jika stimulus cocok maka akan lahirlah tanggapan yang merupakan bentuk dari
respon balik (feedback) atas stimulus yang diberikan. Berikut gambar dari proses
terjadinya tanggapan.
Gambar 2.1. proses terjadinya tanggapan
IV. Tanggapan dalam Komunikasi
Menurut Laswell dalam (Effendy,1998:13) untuk memahami pengertian
komunikasi sehingga dapat dilakukan secara efektif maka komunikator harus
dapat dijawab dari 5 unsur dalam proses komunikasi yaitu :
1. Komunikator (communicator, source, sender)
2. Pesan (message)
3. Media (channel)
4. Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient)
5. Efek (effect, impact, influense)
Berdasarkan paradigma yang dikemukakan Laswell tersebut diatas, maka
komunikasi adalah penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan
melalui media yang menimbulkan efek tertentu.
Begitu juga dengan sebuah pelayanan (service) yang mana penyedia jasa
memberikan pelayanan kepada pelanggannya (customer) yang kemudian
menimbulkan efek berupa tanggapan (feedback).
Rangsangan Perhatian Persepsi Pengenalan Tanggapan
27
Kotler, Laswell, dan Amstrong (1996 :133) menampilkan model unsur-
unsur dalam proses komunikasi sebagai berikut:
Gambar 2.2. Unsur-unsur dalam proses Komunikasi
Dari gambar diatas dapat dilihat 9 elemen komunikasi. Dua elemen
memiliki bagian utama dalam komunikasi, yaitu pengirim dan penerima. Dua
elemen mewakili perangkat utama yaitu, pesan dan media. Empat elemen lainnya
mewakili fungsi komunikasi utama yaitu penyampaian, penerimaan, respond,dan
umpan balik. Elemen terakhir adalah gangguan dalam sistem tersebut.
Elemen-elemen di atas dapat didefinisikan sebagai berikut:
1. Pengirim: pihak yang mengirimkan berita atau pesan ke pihak lain, biasa
juga disebut sebagai sumber atau komunikator.
2. Penyandian: proses memindahkan buah pikiran ke bentuk simbol.
3. Pesan : sekumpulan simbol yang dikirimkan pengirim.
4. Media:saluran komunikasi yang dengannya pesan berpindah dari penerima
ke pengirim.
Pengirim Penyandian Pesan
Media
Umpan Balik
Gangguan
Tanggapan
RangsanganPenguraian isi sandi
28
5. Penguraian isi sandi: proses dimana penerima menguraikan arti lambang
atau simbol yang disandikan pengirim.
6. Penerima: pihak yang menerima berita yang dikirimkan oleh pihak lain
(yang disebut audiens atau tujuan).
7. Tanggapan (respon): serangkaian reaksi yang penerima lakukan setelah
menerima pesan.
8. Umpan balik: sebagian bentuk respon dari penerima yang nantinya akan
disampaikan lagi ke pihak pengirim.
9. Gangguan: gangguan atau distorsi tidak terencana selama proses
komunikasi.
Model tersebut menjelaskan faktor-faktor atau unsur-unsur utama dalam
komunikasi yang efektif. Pengirim atau komunikator harus mengetahui apa yang
pendengar atau komunikan inginkan. Pengirim itu harus menyimbolkan pesan
dengan sedemikian rupa sehingga dapat memperkirakan bagaimana penerima
sebagai sasaran bisa mengartikan pesan tersebut. Pengirim harus mengembangkan
saluran umpan balik sehingga dapat mengetahui respon penerima terhadap pesan
tersebut.
Dalam analisis efek, efek adalah unsur penting dalam keseluruhan
komunikasi. Efek bukan hanya sekedar umpan balik dan reaksi balik penerima
terhadap pesan yang dilontarkan oleh pihak komunikator, melainkan efek yang
dapat menimbulkan baik dalam pengetahuan, sikap, dan tingkah laku secara
keseluruhan pada diri penerima. Perubahan semacam ini menyangkut proses
29
komunikasi yang azasi sifatnya, dan perubahan semacam inilah yang diharapkan
terjadi dalam proses interaksi antara komunikator dan komunikan.
Para komunikator harus mengetahui audiens mana yang ingin dicapai dan
tanggapan apa yang diinginkan, mereka harus cakap dan terampil dalam
menyandikan pesan-pesan dengan memperhitungkan bagaimana khalayak sasaran
cenderung membaca pesan-pesan, dengan kata lain sebelum komunikator
mengadakan komunikasi maka ia harus bisa membuat perencanaan komunikasi
sehingga komunikasi berjalan lebih efektif.
Demikian halnya dengan pelayanan, apabila perusahaan sebagai sumber
(komunikator) memberikan pelayanan baik lewat pesan maupun tindakan kepada
pengguna jasa (komunikan/penerima) pada akhirnya akan memunculkan lagi
umpan balik (tanggapan) kepada pihak sumber (komunikator). Pelayanan yang
baik sudah pasti menghasilkan efek dan tanggapan positif, begitupun sebaliknya
jika pelayanan yang diberikan tidak maksimal dan mengecewakan maka
tanggapan yang akan diberikan pun sudah pasti negatif.
V. Teori
1. Model Komunikasi S-O-R
Teori S-O-R sebagai singkatan dari Stimulus-Organis–Response ini
semula berasal dari psikologi. Kalau kemudian juga menjadi teori
komunikasi, tidaklah mengherankan karena objek material dari psikologi
dan komunikasi adalah sama, yaitu manusia yang jiwanya meliputi
komponen-komponen : sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi, dan konasi
(Effendy, 2003:254).
30
Stimulus Organism:PerhatianPengertianPenerimaan
Response
Menurut stimulus response ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi
khusus terhadap stimulus khusus, sehingga komunikator dapat
mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi
komunikan. Jadi unsur-unsur dalam model ini adalah :
a. Pesan (stimulus, S)
b. Komunikan (organism, O)
c. Efek (response, R)
Dalam Effendy (2003), Mar’at dalam bukunya “Sikap Manusia,
Perubahan, dan Pengukurannya” mengutip pendapat Hovland, Janis, dan
Kelley yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada 3
variabel penting, yaitu :
a. Perhatian
b. Pengertian
c. Penerimaan
Gambar 2.3Stymulus-Organism-ResponsTheory
Gambar di atas menunjukkan bahwa perubahan sikap bergantung
pada proses yang terjadi pada individu (organism/komunikan). Stimulus
atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau
31
mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari
komunikan.
B. Pelayanan
I. Pengertian Pelayanan
Pelayanan merupakan kegiatan yang tidak dapat didefinisikan secara
tersendiri yang pada hakikatnya bersifat intangible (tidak teraba), yang merupakan
pemenuhan kebutuhan dan tidak harus terikat pada penjualan produk atau pelayanan
lain.Pelayanan dapat juga dikatakan sebagai aktivitas manfaat dan kepuasan yang
ditawarkan untuk dijual. Hal ini dikarenakan pembelian suatu pelayanan seringkali
juga melibatkan barang-barang yang melengkapinya misalnya makanan di restoran,
tamu yang menginap di hotel, telepon dalam jasa komunikasi, buku yang dijual di
toko buku, pemakaian listrik oleh pelanggan listrik dan sebagainya.
Jasa (service) merupakan aktivitas, manfaat, atau kepuasaan yang
ditawarkan untuk dijual namun berdasarkan tujuan organisasi jasa,
universitas/perguruan tinggi termasuk dalam nonprofit service. Dalam buku
Manajemen Jasa (2006:6), Kotler menyatakan bahwa:
“Jasa sebagai setiap tindakan atau perbutan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu”.
Dari beberapa definisi diatas dapat dilihat betapa peranan pelayanan sangat
diperlukan yang dititik beratkan kepada para pengguna jasa yang datang ke
perusahaan dengan harapan untuk mendapatkan kepuasan tertentu sehingga dapat
menjadi pengguna jasa bagi perusahaan di masa yang akan datang. Sehingga
32
diambil kesimpulan bahwa pelayanan yang efektif adalah pelayanan yang dapat
memberikan kepuasan kepada pengguna jasa.
II. Karakteristik Pelayanan
Menurut Kotler (2005) karakteristik jasa adalah:
1. Tidak berwujud
Jasa mempunyai sifat tidak berwujud, karena tidak bisa dilihat, dirasa, diraba,
didengar atau dicium sebelum ada transaksi pembelian. Seorang yang meminta
operasi plastik pada hidungnya tidak bisa melihat hasilnya sebelum transaksi
terjadi. Pada bisnis jasa, pembeli harus percaya dan yakin pada para pembekal
jasa.
2. Tidak dapat dipisahkan
Suatu bentuk jasa tidak dapat dipisahkan dari sumbernya, apakah sumber itu
merupakan orang atau pasien. Namun apakah sumber itu hadir atau tidak, produk
fisik yang berwujud tetap ada.
3. Berubah-ubah
Bidang jasa sesungguhnya sangat mudah berubah-ubah, karena jasa ini sangat
tergantung pada siapa yang menyajikan, kapan dan dimana disajikan. Para
pembeli jasa sangat menyadari sifat yang mudah berubah ini, sehingga mereka
sering bertanya-tanya dulu sebelum menentukan siapa pemilik jasa yang akan
dipilih.
4. Daya tahan
Jasa jelas tidak dapat disimpan. Satu alasan mengapa banyak dokter tetap
membebani biaya pada pasien yang tidak datang pada waktu yang telah dijanjikan
33
adalah bahwa nilai suatu jasa tidak boleh hilang hanya karena si pasien tidak
datang pada jam tersebut. Daya tahan suatu jasa tidak akan menjadi masalah bila
permintaan selalu ada karena menghasilkan jasa di muka adalah mudah. Bila
permintaan berubah-ubah naik dan turun, maka masalah yang sulit akan segera
muncul.
Menurut Tjiptono (2006:15) karakteristik pokok pada jasa atau pelayanan
yangmembedakannya dengan barang. Keempat karakteristik tersebut adalah:
1. Intangibility
Jasa adalah suatu perbuatan, kinerja (performance) atau usaha. Bila barang dapat
dimiliki maka jasa hanya bisa dikonsumsi tetapi tidak dimiliki. Konsep
intangibility sendiri memiliki dua pengertian yaitu: a) sesuatu yang tidak dapat
disentuh dan tidak dapat dirasa, b) sesuatu yang tidak mudah didefinisikan,
diformulasikan, atau dipahami secara rohaniah. oleh sebab itu, seseorang tidak
dapat menilai hasil dari jasa sebelum ia menikmatinya/mengkonsumsinya sendiri.
Bila pelanggan membeli suatu jasa, ia hanya menggunakan,memanfaatkan,atau
menyewa jasa tersebut. Oleh karena itu, untuk mengurangi ketidakpastian, para
pelanggan akan memperhatikan tanda-tanda atau bukti kualitas jasa tersebut.
2. Inseprability
Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa di
lain pihak, umumnya dijual, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara
bersamaan. Dalam hubungan penyedia jasa dan pelanggan ini, efektivitas individu
yang menyampaikan jasa merupakan unsur penting. Dengan demikian, kunci
keberhasilan bisnis jasa ada pada pemberian perhatian khusus pada tingkat
34
keterlibatan pelanggan dalam proses jasa (misalnya aktivitas dan peran serta
mahasiswa dalam pendidikan di perguruan tinggi). Demikian pula halnya dengan
fasilitas pendukung jasa sangat diperlu diperhatikan, misalnya ruang kuliah yang
nyaman, tersedianya LCD, fasilitas komputer, mesin fotocopy, dan sebagainya.
3. Variability
Jasa bersifat sangat variabel dalam artian banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis
tegantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Ada tiga faktor
yang menyebabkan variabilitas kualitas jasa yaitu kerja sama atau partisipasi
pelanggan selama penyampaian jasa, moral/motivasi karyawan dalam melayani
pelanggan, dan beban kerja perusahaan. Dalam hal ini penyedia jasa dapat
melakukan tiga tahap dalam pengendalian kualitasnya, yaitu :
a. Melakukan investasi dalam seleksi dan pelatihan personil yang baik.
b. Melakukan standarisasi proses pelaksanaan jasa. Hal ini dapat dilakukan
dengan jalan menyiapkan sesuatu cetak biru (blueprint) jasa yang
menggmbarkan peristiwa dan proses jasa dalam suatu diagram alur,
dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor potensial yang dapat
menyebabkan kegagalan dalam jasa tersebut.
c. Memantau kepuasaan pelanggan melalui saran dan keluhan, survei
pelanggan sehingga pelayanan yang kurang baik dapat dideteksi dan
dikoreksi.
4. Perishability
Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat di simpan.
35
III. Konsep Kualitas Pelayanan
Dalam perspektif TQM (Total Quality Management), kualitas dipandang
secara lebih luas, dimana tidak hanya aspek hasil saja yang ditekankan, melainkan
juga meliputi proses, lingkungan, dan manusia. Hal ini jelas tampak dalam
definisi yang dirumuskan Goesth dan Davis (1994), yaitu bahwa kualitas
merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Dalam memaknai arti kualitas terdapat dua pengertian. Pertama, makna
objektif dari kualitas yaitu kemampuan suatu produk atau jasa berfungsi
sebagaimana mestinya. Dan kedua, makna subjektif dari kualitas yaitu penilaian
yang bergantung kepada siapa pelanggannya. Perusahaan dan bagaimana
karakteristik mereka. Pada dasarnya terdapat tiga orientasi kualitas yang
berhubungan dengan satu sama lain yaitu persepsi konsumen, produk/ jasa dan
proses ( Lupiyoadi, 2001:12 ).
Definisi kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan
keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi
harapan pelanggan. Menurut Wyckof (dalam Lovelock,1998) dalam Tjiptono
(2006:59) kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan
pelanggan. Denga kata lain Parasuraman et.al dalam Irawan (2002:46)
mengatakan ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas jasa/pelayanan,
ecpective service (pelayanan yang diharapkan) dan percived service (pelayanan
36
yang diterima) karena kualitas pelayanan berpusat pada pemenuhan kebutuhan
pelanggan dan usaha pemenuhan keinginan dan ketepatan pelanggan dalam
mengimbangi harapan pelanggan. Kualitas pelayanan tersebut dipersepsikan
sebagai berikut:
1 Apabila pelayanan yang diterima/dirasakan sesuai dengan yang diharapkan,
maka kualitas pelayanan dipersepsikan memuaskan konsumen.
2. Apabila pelayanan yang diterima/dirasakan melampaui dari yang diharapkan,
maka kualitas pelayanan dipersepsikan kualitas yang ideal.
3. Apabila pelayanan yang diterima/dirasakan lebih rendah dari yang
diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk.
Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan
penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.
Kualitas total suatu jasa terdiri atas tiga komponen utama (Gronroos dalam
Hutt dan Speh, 1992) dalam Tjiptono (2006:60), yaitu:
1. Technical Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output
(keluaran) jasa yang diterima pelanggan. Menurut Parasuraman, et.al. (dalam
Bojanic, 1991), technical quality dapat diperinci lagi menjadi:
a. Search qualit, yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum
membeli, misalnya harga.
b. Experience quality,yaitu kualitas yang hanya bisa dievaluasi pelanggan setelah
membeli atau mengkonsumsi jasa. Contohnya ketepatan waktu, kecepatan
pelayanan, dan kerapian hasil.
37
c. Credence quality, yaitu kualitas yang sukar dievaluasi pelanggan meskipun
telah mengkonsumsi suatu jasa. Misalnya kualitas operasi jantung.
2. Functional Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara
penyampaian suatu jasa.
3. Coorporate Image, yaitu profil, reputasi, citra umum, dan daya tarik khusus
suatu perusahaan.
Berdasarkan komponen-komponen diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa output jasa dan cara penyampaiannya merupakan faktor-faktor yang
dipergunakan dalam menilai kualitas jasa. Oleh karena pelanggan terlibat dalam
suatu proses jasa, maka seringkali penentuan kualitas jasa menjadi sangat
kompleks.
Persepsi Terhadap Kualitas Jasa
Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada
persepsi pelanggan (Kotler,1994). Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik
bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa, melainkan
berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan. Pelangganlah yang
mengkonsumsi dan menikmati jasa perusahaan, sehingga merekalah yang
seharusnya menetukan kualitas jasa. Persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa
merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa. Namun perlu
diperhatikan bahwa kinerja jasa seringkali tidak konsisten, sehingga pelanggan
menggunakan isyarat intrinsik dan ekstrinsik jasa sebagai acuan.
Isyarat intrinsik berkaitan dengan output dan penyampaian jasa itu sendiri.
Pelanggan akan bergantung pada isyarat ini apabila berada di tempat pembelian
38
atau jika isyarat intrinsik tersebut merupakan search quality dan memiliki nilai
prediktif yang tinggi. Sedangkan yang dimaksud dengan isyarat ekstrinsik adalah
unsur-unsur yang merupakan pelengkap bagi suatu jasa. Isyarat ini dipergunakan
dalam mengevaluasi jasa jika dalam menilai isyarat intrinsik diperlukan banyak
waktu dan usaha, dan apabila isyarat ekstrinsik tersebut merupakan experience
quality dan credence quality. Isyarat ekstrinsik juga dipergunakan sebagai
indikator kualitas jasa apabila tidak ada informasi isyarat intrinsik yang memadai.
Harapan Pelanggan
Dalam konteks kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasaan, telah
tercapai kesimpulan bahwa harapan pelanggan memiliki peranan yang besar
sebagai standar perbandingan dalam evaluasi kualitas maupun kepuasan. Menurut
Olson dan Dover (dalam Tjiptono, 2006:61), harapan pelanggan merupakan
keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk yang
dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut. Meskipun
demikian, dalam beberapa hal belum tercapai kesepakatan, misalnya mengenai
sifat standar harapan yang spesifik, jumlah standar yang digunakan, maupun
sumber harapan.
Service Excellence
Terkait dengan peranan contact personnel yang sangat penting dalam
menetukan kualitas jasa, setiap perusahaan memerlukan service excellence. Yang
dimaksud dengan service excellence atau pelayanan yang unggul, yakni suatu
sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan
(Elhaitammy, 1990).Secara garis besar ada empat unsur pokok dalam konsep ini:
39
1. Kecepatan
2. Ketepatan
3. Keramahan
4. Kenyamanan
Keempat komponen tersebut merupakan satu kesatuan pelayanan yang
terintegrasi, maksudnya pelayanan atau jasa menjadi tidak excellence bila ada
komponen yang kurang. Untuk mencapai tingkat excellence setiap karyawan
harus memiliki keterampilan tertentu, diantaranya berpenampilan baik dan rapi,
bersikap ramah, memperlihatkan gairah kerja dan siap untuk melayani, tenang
dalam bekerja, tidak tinggi hati karena merasa dibutuhkan, menguasai
pekerjaannya baik tugas yang berkaitan pada bagiannya maupun bagian lainnya,
mampu berkomunikasi dengan baik, bisa memahami bahasa isyarat (gesture)
pelanggan, dan memiliki kemampuan menangani keluhan pelanggan secara
professional. Dengan demikian upaya mencapai excellence bukanlah pekerjaan
yang mudah. Akan tetapi bila hal tersebut dapat dilakukan, maka perusahaan
yang bersangkutan akan dapat meraih manfaat besar, terutama berupa kepuasan
dan loyalitas pelanggan yang besar.
IV. Dimensi Kualitas Pelayanan
Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan. Kata kualitas sendiri mengandung banyak pengertian, beberapa contoh
pengertian kualitas menurut Tjiptono (2006) adalah :
a. Kesesuaian dengan persyaratan;
40
b. Kecocokan untuk pemakaian;
c. Perbaikan berkelanjutan;
d. Bebas dari kerusakan/cacat;
e. Pemenuhan kebutuhan pelanggan sejak awal dan setiap saat;
f. Melakukan segala sesuatu secara benar;
g. Sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan;
Pada prinsipnya pengertian-pengertian diatas dapat diterima.Yang menjadi
pertanyaan adalah ciri-ciri atau atribut-atribut apakah yang ikut menentukan
kualitas pelayanan publik tersebut. Ciri-ciri atau atribut-atribut tersebut yaitu
antara lain:
a. Ketepatan waktu pelayanan, yang meliputi waktu tunggu dan waktu proses
b. Akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari kesalahan
c. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan
d. Kemudahan mendapatkan pelayanan, misalnya banyaknya petugas yang
melayani dan banyaknya fasilitas pendukung seperti komputer.
e. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang
tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan informasi, dan lain-lain
f. Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti ruang tunggu ber-AC dan
kebersihan.
Untuk dapat menilai sejauh mana kualitas pelayanan publik yang
diberikan oleh aparatur pemerintah, perlu ada kriteria yang menunjukkan apakah
suatu pelayanan publik yang diberikan dapat dikatakan baik atau buruk. Zeithamal
(1990) mengemukakan dalam mendukung hal tersebut, ada 10 (sepuluh) dimensi
41
yang harus diperhatikan dalam melihat tolak ukur kualitas pelayan publik, yaitu
sebagai berikut :
a. Tangible, terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil, dan komunikasi;
b. Reliable, terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan pelayanan
yang dijanjikan dengan tepat;
c. Responsiveness, kemauan untuk membantu konsumen dan bertanggung jawab
terhadap kualitas pelayanan yang diberikan;
d. Competence, tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki oleh aparatur dalam memberikan pelayanan;
e. Courtesy, sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan
konsumen serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi;
f. Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan
masyarakat;
g. Security, jasa pelayanan yang diberikan harus bebas dari berbagai resiko;
h. Acces, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan;
i. Communication, kemauan pemberi pelayanan untuk mendengarkan suara,
keingintahuan atau aspirasi pelanggan, sekaligus ketersediaan untuk selalu
menyampaikan informasi baru kepada masyarakat.;
j. Understanding the customer, melakukan segala usaha untuk mengetahui
kebutuhan pelanggan.
Organisasi pelayan publik mempunyai ciri publik accountability, dimana setiap
warga Negara mempunyai hak untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang
mereka terima. Evaluasi yang berasal dari pengguna pelayanan merupakan elemen
42
pertama dalam analisis kualitas pelayanan publik. Elemen kedua dalam analisis
adalah kemudahan suatu pelayanan dikenali baik sebelum proses atau setelah
pelayanan itu diberikan.
Adapun dasar untuk menilai suatu kualitas pelayanan selalu berubah dan
berbeda. Apa yang dianggap sebagai suatu pelayanan yang berkualitas saat ini
tidak mustahil dan dianggap sebagai sesuatu yang tidak berkualitas pada saat yang
lain. Maka kesepakatan terhadap kualitas sangat sulit untuk dicapai. Dalam hal ini
yang dijadikan pertimbangan adalah kesulitan dan kemudahan konsumen dan
produsen didalam menilai kualitas pelayanan.
Salah satu dari sifat jasa atau pelayanan adalah diproduksi dan dikonsumsi
pada saat yang bersamaan. Oleh karena itu, kepuasan pelanggan terhadap suatu
pelayanan sangatlah bergantung pada proses interaksi atau waktu dimana
pelanggan dan penyedia jasa bertemu langsung. Pemahaman seperti ini sangatlah
penting bagi setiap penyedia jasa yang bertekad untuk memuaskan pelanggannya.
Studi yang saat ini masih populer dan sering dipakai adalah konsep ServQual.
Menurut Tjiptono & Chandra (2005 : 145-148), lahirnya konsep dimensi
SERVQUAL (Service Quality) atau kualitas pelayanan merupakan hasil dari
kolaborasi antara tiga pakar terkemuka kualitas jasa, A. Parasuraman, Valarie A.
Zeithmal, dan Leonrd L.Berry di mulai pada tahun 1983. Reputasi dan kontribusi
ketiga pakar ini dimulai dari paper konseptual mereka yang berjudul “A
conceptual Model of Service Quality and its Implications for future Research”
yang di publikasikan di Journal of Marketing. Dalam paper tersebut, mereka
memaparkan secara rinci lima gap kualitas jasa yang berpotensi menjadi sumber
43
masalah kualitas jasa. Model ini dinamakan SERVQUAL (Service Quality) ini
dikembangkan dengan maksud untuk membantu para manajer dalam menganalisis
sumber dengan maksud untuk membantu para manajer dalam menganalisis
sumber masalah kualitas dan memahami cara-cara memperbaiki kualitas jasa.
Awalnya konsep ini diformulasikan terdapat 10 dimensi, namun dalam
riset selanjutnya, Parasuraman, Zeithmal, dan Berry (1988) menemukan adanya
overlapping di antara beberapa dimensi. Oleh sebab itu, mereka menyederhanakan
sepuluh dimensi tersebut menjadi lima dimensi pokok yakni Bukti
fisik/wujud(Tangibles), Empati (Empathy), Kehandalan (Reliability), Daya
Tanggap (Responsiveness), dan (Assurance).
1. Bukti fisik/wujud (Tangibles)
Dimensi kualitas pelayanan yang pertama ini merupakan yang mengukur
fasilitas fisik suatu perusahaan ketika memberikan pelayanan kepada
pelanggannya. Karena suatu service (pelayanan) tidak bisa dilihat, dicium, dan
diraba, maka aspek tangible menjadi penting sebagai ukuran terhadap pelayanan,
pelanggan akan menggunakan indera penglihatan untuk menilai suatu kualitas
pelayanan.
Pengguna jasa (mahasiswa) akan mempunyai tanggapan bahwa suatu
fakultas mempunyai pelayanan yang baik apabila gedungnya terlihat besar,
memiliki fasilitas yang canggih (wi-fi dan laboratorium), fasilitas sarana dan
prasarana yang tertata secara rapi, menarik, dan estetis serta desain eksterior dan
interior ruangan. Selain gedung dan peralatan, pengguna jasa akan menilai juga
44
seragam dan penampilan fisik pegawai. Dengan seragam yang baik, sebuah
perusahaan akan mampu memberikan tanggapan yang positif. Seragam
memberikan sinyal bahwa mereka mempunyai tim yang terkoordinasi dengan
rapi. Seragam juga memberikan kenikmatan untuk penglihatan pengguna jasa.
Tangible yang baik akan mempengaruhi tanggapan pengguna jasa. Pada
saat yang bersamaan aspek tangible ini juga merupakan salah satu sumber yang
mempengaruhi harapan pengguna jasa. Karena tangible yang baik, maka harapan
pengguna jasa menjadi lebih tinggi. Karena fasilitas canggih serta sarana dan
prasarana tertata secara rapi dan menarik maka harapan terhadap pelayanan yang
lain akan baik. Pengguna jasa berharap akan mendapat pelayanan yang ramah
serta cepat.
Oleh karena itu, setiap perusahaan penting untuk mengetahui seberapa
jauh aspek tangible yang paling tepat, yaitu memberikan tanggapan yang positif
terhadap kualitas pelayanan yang diberikan tetapi tidak menyebabkan harapan
pengguna jasa yang terlalu tinggi. Hal kedua yang perlu disadari oleh setiap
pelaku bisnis yang serius terhadap kepuasan pengguna jasa adalah bahwa aspek
tangible ini umumnya lebih penting bagi pengguna jasa yang baru. Tingkat
kepentingan aspek ini umumnya relatif lebih rendah bagi pengguna jasa yang
sudah lama menjalin hubungan dengan penyedia jasa.
2. Empati (Empathy)
Dimensi kelima dari kualitas pelayanan menurut konsep ServQual adalah
empati. Dimana pengguna jasa mempunyai harapan bahwa fakultas sebagai
45
organisasi yang tentunya memiliki high-contact service dengan pengguna jasanya
haruslah memiliki keterampilan interpersonal yang baik karena kemampuan
membina hubungan dengan pengguna jasa sangat dibutuhkan dalam berurusan
dengan orang banyak, misalnya apabila front-line staf atau pegawai melayani
pengguna jasa dengan ramah, ini adalah kesan pertama yang baik. Selain itu,
setiap pegawai atau karyawan dapat memberikan Understanding the customer
(pemahaman terhadap pelanggan), perhatian yang tulus sifat individual yang
diberikan kepada pengguna jasa dengan berupaya memahami keinginan dan
kebutuhan pengguna jasa. Dimensi Empati ini terdapat unsur-unsur lainnya yang
terkait yaitu sebagai berikut: access (akses), kemudahan memanfaatkan dan
memperoleh pelayanan jasa yang di tawarkan oleh perusahaan dan communication
(komunikasi), kemampuan dalam berkomunikasi dalam penyampaian pesan dan
informasi kepada pelanggannya melalui berbagai media komunikasi, yaitu
personal kontak, media publikasi/promosi, telepon, korenspondensi, faximile, dan
internet.
3. Kehandalan (Reliability)
Dimensi kualitas pelayanan yang kedua ini merupakan dimensi yang
mengukur kehandalan dari perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada
pengguna jasanya. Dibandingkan dengan 4 dimensi kualitas pelayanan lainnya,
dimensi ini sering dipersepsi paling penting bagi pengguna jasa dan berbagai
industri jasa.
46
Ada 2 aspek dari dimensi ini. Pertama adalah kemampuan perusahaan
untuk memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan. Kedua adalah seberapa jauh
suatu perusahaan mampu memberikan pelayanan yang akurat dan atau tidak error.
Ada 3 hal besar yang dapat dilakukan perusahaan dalam upaya
meningkatkan tingkat reliability. Pertama, adalah membentuk budaya kerja ”error
free” atau ”no misteke”. Top management perlu meyakinkan kepada semua
bawahannya bahwa mereka perlu melakukan sesuatu benar 100%. Kesalahan 1%
saja tidak menyebabkan produktivitas turun 1% tetapi bisa lebih daripada itu.
Karena itu tidak ada kesalahan kecil yang dapat ditoleransi.
Kedua, perusahaan perlu mempersiapkan infrastruktur yang
memungkinkan perusahaan memberikan pelayanan ”no mistake”. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara memberikan pelatihan secara terus-menerus dan
menekankan kerja teamwork. Dengan kerja teamwork, koordinasi antarbagian
atau divisi akan jadi lebih baik.
Ketiga, diperlukan tes dan pengecekan sebelum suatu layanan diluncurkan.
Misalkan terkait dengan fasilitas fakultas sebelum diterapkan sistem online
(pengisian KRS dan website fakultas), sebelumnya perlu dilakukan tes dan
pengecekan terlebih dahulu terhadap jaringan di lingkungan fakultas termasuk
dibagian jurusan dan siapakah yang akan menjadi server dari website fakultas
agar website tersebut dapat memberikan informasi yang up to date terkait aktivitas
perkuliahan. Dengan melalui tahap ini kemungkinan terjadinya suatu kesalahan
akan sangat kecil.
47
4. Daya Tanggap (Responsiveness)
Responsiveness adalah dimensi kualitas pelayanan yang paling dinamis.
Harapan pengguna jasa terhadap kecepatan pelayanan hampir dapat berubah
dengan kecenderungan naik dari waktu ke waktu.
Dalam bahasa ekonomi, waktu adalah sumber-sumber yang langka.
Karena itu waktu sama dengan uang yang harus digunakan dengan bijak. Itulah
sebabnya, pengguna jasa tidak akan puas apabila waktunya terbuang percuma
karena sudah kehilangan kesempatan untuk melakukan hal penting lainnya.
Pengguna jasa akan siap untuk mengorbankan sesuatu untuk setiap waktu yang
dapat dihemat.
Perlu diingat bahwa harga suatu waktu adalah berbeda antara satu
pengguna jasa dengan pengguna jasa lainnya. Ada kelompok pengguna jasa yang
lebih menghargai waktu dan ada yang kurang menghargai waktu. Pelayanan yang
responsif atau tanggap, juga sangat dipengaruhi oleh sikap dari pegawai. Salah
satunya adalah kesigapan dan ketulusan dalam menjawab pertanyaan dan
permintaan pelanggan.
4. Jaminan (Assurance)
Dimensi keempat dari lima dimensi kualitas pelayanan yang menentukan
kepuasan pengguna jasa adalah assurance, yaitu dimensi yang berhubungan
dengan kemampuan perusahaan dan front-line staf (pegawai) dalam menanamkan
rasa percaya dan keyakinan kepada pengguna jasa. Ada beberapa aspek dari
dimensi ini diantaranya adalah kompetensi dan kredibilitas.
48
Kompetensi dalam hal ini adalah tolak ukur sejauh mana karyawan atau
pegawai menguasai pekerjaannya. Misalkan, apabila pengguna jasa mengajukan
beberapa pertanyaan dan kemudian tidak mendapatkan jawaban yang baik, maka
pengguna jasa mulai kehilangan kepercayaannya dan menganggap karyawan
tersebut tidak menguasai pekerjaannya dengan baik. Untuk itu, sangat penting
bagi setiap karyawan perusahaan untuk terlihat kompeten dibidangnya. Maka bagi
perusahaan atau organisasi sudah sepatutnya memberikan pelatihan atau training
khusus kepada karyawannya khususnya mereka yang menjadi front-line staf.
Berikutnya adalah aspek kredibilitas, dalam hal ini menyangkut reputasi.
Sebagaimana Unhas yang didalamnya terdapat fakultas ilmu sosial dan ilmu
politik telah dianggap sebagai universitas terkemuka di kawasan Indonesia bagian
timur tentunya harus memperlihatkan reputasi yang baik khusunya pada setiap
pengguna jasanya.
49
Recommended