View
213
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
8
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Pembinaan Anak
Menurut Mathis (2002), pembinaan adalah suatu
proses dimana orang-orang mencapai kemampuan
tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi.
Oleh karena itu, proses ini terkait dengan berbagai tujuan
organisasi, pembinaan dapat dipandang secara sempit
maupun luas.
Sedangkan Ivancevich (2008), mendefinisikan
pembinaan sebagai usaha untuk meningkatkan kinerja
pegawai dalam pekerjaannya sekarang atau dalam
pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera. Sementara
menurut Tangdilintin (2008) pembinaan dapat diibaratkan
sebagai pelayanan. Pembinaan sebagai pelayanan itu
merupakan suatu keprihatinan aktif yang nyata dalam
tindakan yang menjunjung tinggi harkat dan martabat
orang muda, serta mengangkat harga diri dan
kepercayaan diri mereka. Dengan melihat pembinaan
sebagai pelayanan, seorang pembina tidak akan pernah
mencari nama, popularitas atau kedudukan dan
9
kehormatan dengan memperalat orang muda.
Dengan demikian, pembinaan yang dimaksud dalam
penelitian ini dapat diartikan sebagai upaya pelatihan
sampai pelaksanaan program yang dilakukan oleh
yayasan Panti Asuhan Salib Putih Salatiga, dilakukan
secara sadar terarah, teratur dengan bertujuan agar
dapat mengembangkan keterampilan, kecakapan yang
sudah dimiliki maupun yang baru dipelajari untuk
menumbuhkan kemandirian pribadi yang sesuai.
2.1.1.1 Pengertian Anak
Anak merupakan insan pribadi (person) yang
memiliki dimensi khusus dalam kehidupannya,
dimana selain tumbuh kembangnya memerlukan
bantuan orangtua, faktor lingkungan juga memiliki
peranan yang sangat penting dalam
mempengaruhi kepribadian si anak ketika
menyongsong fase kedewasaannya kelak. Anak
adalah sosok yang akan memikul tanggung jawab
di masa yang akan datang, sehingga tidak
berlebihan jika Negara memberikan suatu
perlindungan bagi anak-anak dari perlakuan-
perlakuan yang dapat menghancurkan masa
depannya (Witanto, 2012). Pengertian Anak sendiri
10
seperti yang terkandung dalam Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,
pasal 1 Ayat 1, berbunyi: “Anak adalah seorang
yang belum berusia 18 Tahun termasuk anak
yang masih dalam kandungan”. Sementara
UNICEF mendefinisikan anak sebagai penduduk
yang berusia antara 0-18 tahun. Sedangkan
menurut definisi WHO, batasan usia anak adalah
sejak anak di dalam kandungan sampai usia 19
tahun. Sementara itu dalam konvensi PBB yang
ditandangi oleh Pemerintah Republik Indonesia
tangal 1990 dikatakan batasan umur anak adalah
dibawah umur delapan belas tahun.
2.1.2 Jenis-Jenis Pembinaan
Pembinaan menurut jenisnya dikenal ada pembinaan
orientasi, pembinaan kecakapan, pembinaan kepribadian,
pembinaan penyegaran, pembinaan lapangan
(Mangunhardjana, 1989).
1) Pembinaan Orientasi
Pembinaan orientasi (orientasi program),
diadakan untuk sekelompok orang yang baru masuk
dalam suatu bidang hidup dan kerja. Bagi orang yang
sama sekali belum berpengalaman dalam bidangnya,
11
pembinaan orientasi ini membantunya untuk
mendapatkan hal-hal pokok.
2) Pembinaan Kecakapan
Pembinaan kecakapan (skill training) diadakan
untuk membantu para peserta guna mengembangkan
kecakapan yang sudah dimiliki atau mendapatkan
kecakapan baru yang diperlukan untuk melaksanakan
tugasnya.
3) Pembinaan Pengembangan Kepribadian
Pembinaan pengembangan kepribadian
(personality development training), tekanan
pembinaan ini ada pada pengembangan kepribadian
sikap. Pembinaan ini sangat berguna bagi anak asuh,
agar dapat mengembangkan diri menurut citacita.
4) Pembinaan Kerja
Pembinaan kerja (in-service training), diadakan
oleh suatu lembaga usaha bagi para anggotanya.
Maka pada dasarnya pembinaan diadakan bagi
mereka yang sudah bekerja dalam bidang tertentu.
5) Pembinaan Penyegaran
Pembinaan penyegaran (refreshing training),
hampir sama dengan pembinaan kerja. Hanya
bedanya, dalam pembinaan penyegaran biasanya
12
tidak ada penyajian hal yang sama sekali baru, tetapi
sekedar penembahan cakrawali pada pengetahuan
dan kecakapan yang sudah ada.
6) Pembinaan Lapangan
Pembinaan lapangan (field training), bertujuan
untuk menempatkan para peserta dalam situasi
nyata, agar mendapat pengetahuan dan memperoleh
pengalaman langsung dalam bidang yang diolah
dalam pembinaan.
2.2 Kemandirian
2.2.1 Pengertian Kemandirian
Kemandirian berasal dari kata mandiri (bahasa
jawa) yang berarti berdiri sendiri (Basri, 2000).
Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia (2002)
kemandirian berasal dari kata mandiri yang artinya
keadaan dapat berdiri sendiri, tidak tergantung pada
orang lain.
Menurut Morrison (2012) bahwa: “Kemandirian
adalah kemampuan untuk mengerjakan tugas sendiri,
menjaga diri sendiri, dan memulai kegiatan tanpa harus
selalu diberi tahu apa yang harus dilakukan.”
Sedangkan Siti Maryam (2015) mengungkapkan
bahwa: “Kemandirian meliputi perilaku mampu berinisiatif,
13
mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa
percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa
bantuan orang lain.”
Kemandirian merupakan suatu sikap individu yang
diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, dimana
individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam
menghadapi berbagai situasi di lingkungan sehingga
individu pada akhirnya akan mampu berpikir dan
bertindak sendiri. Dengan kemandiriannya seseorang
dapat memilih jalan hidupnya untuk berkembang lebih
mantap.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
kemandirian merupakan kemampuan untuk berdiri sendiri
(tidak bergantung pada orang lain) dalam mengurus diri
dan semua aspek kehidupannya, melakukan sesuatu dan
membuat keputusan untuk dirinya sendiri.
2.2.2 Perkembangan Kemandirian pada anak
Sejak kanak-kanak sampai dengan dewasa,individu
akan selalu dihadapkan dengan berbagai macam
peraturan yang harus ditaati. Ketika masih kanak-kanak
individu akan dilatih, dididik untuk mengetahui mana yang
boleh dan mana yang tidak boleh, mana yang baik dan
mana yang tidak baik, diajarkan tentang bagaimana cara
14
makan yang benar, “toilet training”, cara menghormati
orang yang lebih tua, menolong sesama dan lain
sebagainya. Sebetulnya sebagian dari contoh di atas
adalah salah satu upaya dalam rangka pembentukan
kemandirian (Yulianti, 2004)
Kemandirian dapat dicapai melalui suatu proses
belajar, dimulai dan dilatih sejak usia dini dan disesuaikan
dengan tingkat perkembangan,serta kemampuan anak.
Melalui pemberian latihan tersebut mendorong anak
untuk menerapkan disiplin, khususnya disiplin diri.
Sebelum individu mampu untuk mengatur dan
mempunyai kontrol diri atau dalam hal ini displin diri yang
cukup kuat maka dalam diri individu perlu dibutuhkan dan
ditanamkan sistem nilai dan perangkat aturan. Hal itu
sejalan dengan pendapat Mu’tadin (2002) yang
mengemukakan bahwa dengan diberikannya latihan-
latihan tersebut diharapkan, seiring dengan
bertambahnya usia seseorang akan bertumbuh pula
kemampuan anak
Kemandirian merupakan salah satu tugas
perkembangan yang harus dicapai oleh anak, karena
dengan kemandirian seorang anak dapat berlatih
membuat rencana, belajar bertanggung jawab dan dapat
15
berkembang menjadi pribadi yang lebih baik ke
depannya.
2.2.3 Ciri-Ciri Anak Mandiri
Orang yang mandiri mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut: menunjukan rasa percaya diri, memiliki rasa
bertanggung jawab, mampu bekerja secara mandiri,
menguasai keahlian dan ketrampilan sesuai dengan bidang
pekerjaannya, menghargai waktu dan secara relative jarang
mencari pertolongan pada orang lain (Antonius, 2002)
Pendapat tersebut diperkuat oleh Havighurst
dalam Mu’tadin (2002) yang menyatakan bahwa
kemandirian terdiri dari beberapa aspek yaitu :
a).Emosi
Emosi, ditunjukan dengan kemampuan mengontrol
emosi sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi
pada orang lain. Anak mampu mengelola emosinya dan
mempunyai kontrol diri yang baik.
b).Ekonomi
Ekonomi, ditunjukan dengan kemampuan mengatur
ekonomi sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan
ekonomi pada orang lain. Maksudnya bukan berarti anak
mampu untuk menghidupi dirinya sendiri tetapi anak
mampu secara sederhana untuk mengelola ekonominya
16
sendiri. Contohnya anak mampu untuk mengelola uang
saku yang diberikan orang tua, mampu memutuskan apa
yang sebaiknya dibeli dan tidak.
c).Intelektual
Intelektual, kemampuan untuk mengatasi berbagai
masalah yang dihadapi. Anak percaya pada
kemampuannya sendiri dalam memecahkan masalah,
memiliki inisiatif, bersikap kompeten, kreatif, dapat
mengambil keputusan sendiri dalam bentuk kemampuan
memilih dan bertanggung jawab atas tindakannya.
d).Sosial
Sosial, kemampuan untuk mengadakan interaksi
dengan orang lain dan tidak tergantung pada aksi orang
lain. Anak mampu secara aktif untuk berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya. Di dalam berinteraksi ini anak
mempunyai rasa percaya diri sehingga mampu berpisah
dari kelekatan dengan orang tua sehingga anak akan
merasa aman meskipun tidak ada orang tua disekitarnya.
Sementara itu Ali dan Asrori (2009) menyatakan
bahwa individu yang mandiri, dalam kehidupannya akan
terkandung aspek-aspek sebagai berikut : Memiliki
pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan, bersikap
17
objektif dan realistis terhadap diri sendiri maupun orang
lain, mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang
bertentangan, ada keberanian untuk menyelesaikan
konflik diri, menghargai kemandirian orang lain,sadar
akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain,
mampu mengekspresikan perasaannya dengan penuh
keyakinan dan keceriaan.
2.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Pada prinsipnya banyak faktor yang mempengaruhi
kemandirian anak namun dapat digolongan menjadi dua
faktor yakni internal dan eksternal. Seperti yang
dikemukakan oleh Agus Sujanto bahwa : “Ada dua faktor
yang mempengaruhi perkembangan seorang anak yaitu
faktor luar (eksternal) dan faktor dari dalam (internal)”
(Agus Sujanto,1997)
Faktor internal adalah faktor yang datangnya dari
dalam diri anak didik itu sendiri yang meliputi :
a.Pengamatan anak
Pengamatan adalah suatu daya jiwa untuk
memasukkan kesan-kesan dari luar melalui atau
dengan menggunakan alat indra seperti, melihat,
mendengar, mencium, meraba sesuatu dan
sebagainya.
18
b.Fantasi
Fantasi adalah daya jiwa untuk menciptakan
tanggapan-tanggapan atau kesan-kesan yang baru
dengan bantuan tanggapan-tanggapan yang sudah
ada.
c. Perasaan
Perasaan merupakan daya yang sangat penting
dalam diri siswa. Perasaan mencerminkan kepribadian
seseorang dengan dunia luar.
Sedangkan faktor eksternal yang akan
mempengaruhi kemandirian siswa adalah sebagai
berikut:
a. Faktor lingkungan
Di dalam usaha membentuk kemandirian
sebagai pencerminan nilai-nilai hidup tertentu telah
banyak bahwa faktor lingkungan juga memegang
peranan yang sangat penting. Peranan lingkungan
tersebut sedemikian rupa besarnya sehingga
pengaruh-pengaruh pendekatan secara formal ada
kalanya sangat terhambat karena tidak didukung oleh
lingkungan yang kondusif. Atau dapat terjadi
sebaliknya, pengaruh pendekatan formal menjadi
sangat berhasil bukan karena terutama oleh karena
19
pendekatan formal tersebut bersifat superior, tetapi
juga oleh karena didukung oleh kesuburan lingkungan
yang memiliki sifat-sifat kondusif, yakni bersifat positif
dan merangsang yang penting diperhatikan dalam
kenyataan ini adalah suatu lembaga yang
memperlihatkan bahwa nilai-nilai hidup tertentu
memang telah banyak diterapkan oleh anggota
masyarakat atau bahwa nilai-nilai tertentu telah
memasyarakat. Itulah sebabnya sangat penting untuk
menciptakan iklim lingkungan yang kondusif terhadap
terjadinya kemandirian yang tertentu, maka
pendekatan yang bagaimanapun kita terapkan,
pastilah hanya akan mempunyai pengaruh yang
sangat terbatas.
b. Pendidik/Pembina
Diantara segala unsur lingkungan sosial yang
berpengaruh yang nampaknya sangat penting adalah
unsur lingkungan berbentuk manusia yang langsung
dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai
perwujudan dari nilai-nilai tertentu, dalam hal ini
lingkungan social terdekat yang terutama terdiri dari
mereka yang berfungsi sebagai pendidik atau
Pembina. (Agus Sujanto,1997)
20
2.3 Panti Asuhan
2.3.1 Pengertian Panti Asuhan
Menurut Arif Gosita 1998 (dalam Suyuti, 2010)
secara etimologi, panti asuhan berasal dari dua kata
yaitu “panti” yang berarti suatu lembaga atau satuan kerja
yang merupakan prasarana dan sarana yang
memberikan layanan sosial, dan “asuhan’ yang
mempunyai arti berbagai upaya yang diberikan kepada
anak yang mengalami masalah kelakuan, yang bersifat
sementara sebagai pengganti orang tua atau keluarga
agar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar baik
secara rohani, jasmani, maupun sosial.
Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia
menjelaskan bahwa panti asuhan adalah suatu lembaga
usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung
jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial
kepada anak terlantar, memberikan pelayanan pengganti
fisik, mental dan sosial pada anak asuh, sehingga
memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai
bagi perkembangan kepribadiannya sesuai dengan yang
diharapkan sebagai bagian dari generasi penerus cita-
21
cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta aktif
di dalam bidang pembangunan nasional (Suyuti, 2010).
Dengan demikian pengertian panti asuhan adalah
suatu lembaga kesejahteraan sosial yang bertanggungjawab
memberikan pelayanan pengganti dalam pemenuhan
kebutuhan fisik, mental, dan sosial pada anak asuh.
Sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat, dan
memadai bagi perkembangan kepribadiannya sesuai
dengan yang diharapkan. Di dalam panti asuhan anak
asuh di asuh oleh pengasuh yang tidak ada hubungan
darah sama sekali dengan mereka. (Yamin, 2011).
Di sebuah panti asuhan di dalamnya terdapat anak
asuh yang tergolong dari yatim, piatu dan juga anak-anak
terlantar. Di mana diantara mereka yang tidak mampu
dalam kehidupannya, sehingga di taruh oleh keluarganya
dipanti asuhan. Dalam konteks Indonesia, kata yatim
identik dengan anak yang bapaknya meninggal.
Sedangkan bila bapak ibunya meninggal, maka anak
tersebut disebut dengan anak yatim piatu (Nur, 2009).
Tanggung jawab pemerintah dan negara terhadap
anak-anak terlantar secara yuridis formal telah tertuang
dalam pasal 34 UUD 1945, yang berbunyi:
22
1.Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.
2.Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
seluh rakyat dan memperdayakan masyarakat yang
lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan.
Selama menghuni panti asuhan, anak asuh akan
mengalami perubahan baik akibat adanya pembinaan,
interaksi dengan pengasuh dan sesama penghuni akibat
proses pendidikan formal yang diterimanya. Sikap mental
seperti kemandirian anak asuh akan memberikan
pengaruh yang besar terhadap keberhasilan anak asuh.
Dengan demikian panti asuhan adalah suatu
lembaga kesejahteraan sosial yang bertanggung jawab
memberikan pelayanan pengganti dalam pemenuhan
fisik, mental, dan sosial pada anak asuh, sehingga dapat
memperoleh kesempatan yang lebih luas tepat dan
memadai bagi pengembangan kepribadiannya sesuai
dengan yang diharapkan dan demikian juga panti asuhan
tersebut tentunya harus mempunyai dasar dan landasan
hukum yang kuat, sehingga keberadaan panti asuhan
tersebut betul-betul merupakan salah satu wahana untuk
mengatasi kendala-kendala sosial.( Lukman, 2012)
23
Anak yang tinggal di panti asuhan akan dididik
oleh beberapa pengasuh. Pengasuh berperan sebagai
pengganti orang tua dalam memberikan kasih sayang,
perhatian dan mendidik. Namun demikian jumlah antara
pengasuh dan remaja yang tinggal di panti asuhan tidak
seimbang.
2.3.2 Peranan Panti Asuhan
Peranan merupakan aspek yang dinamis dari
kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan
hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya,
maka hal ini berarti ia menjalankan suatu peranan.
Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan dan saling
bertentangan satu sama lain. Setiap orang mempunyai
macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola
pergaulan hidupnya. Hal tersebut sekaligus berarti bahwa
peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi
masyarakat kepadanya. Peranan lebih banyak
menekankan pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai
suatu proses (Soerjono Soekanto, 2002).
Menurut Soekanto (2002), unsur-unsur peranan
atau role adalah:
1). Aspek dinamis dari kedudukan
24
2). Perangkat hak-hak dan kewajiban
3). Perilaku sosial dari pemegang kedudukan
4). Bagian dari aktivitas yang dimainkan seseorang.
Hubungan-hubungan sosial yang ada dalam
masyarakat, merupakan hubungan antara peranan-
peranan individu dalam masyarakat. Sementara peranan
itu sendiri diatur oleh norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat. Jadi seseorang menduduki suatu posisi
dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan.
Peranan mencakup tiga hal, yaitu:
1) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan
dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.
Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-
peraturan yang tertulis maupun tidak tertulis.
2) Membimbing seseorang dalam kehidupan
kemasyarakatan peranan adalah suatu konsep tentang
apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam
masyarakat sebagai organisasi.
3) Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku
individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat
(Soerjono Soekanto, 2002).
25
Pembahasan perihal aneka macam peranan yang
melekat pada individu-individu dalam masyarakat penting
bagi hal-hal yaitu :
1) Bahwa peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan
apabila struktur masyarakat hendak dipertahankan
kelangsungannya.
2) Peranan tersebut seyogyanya dilaksanakan pada
individu-individu yang oleh masyarakat dianggap mampu
melaksanakan. Mereka harus lebih dahulu terlatih dan
menpunyai hasrat untuk melaksanakannya.
3) Dalam masyarakat kadang kala di jumpai individu-
individu yang tak mampu melaksanakan peranannya
sebagaimana diharapkan oleh masyarakat, karena
mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan arti
kepentingan-kepentingan pribadi yang terlalu banyak
4) Apabila semua orang sanggup dan mampu
melaksanakan peranannya, belum tentu masyarakat
akan memberikan peluang-peluang yang seimbang,
bahkan seringkali terlihat betapa masyarakat membatasi
peluang-peluang tersebut. (Soerjono Soekanto, 2002).
Peran di sini adalah sesuatu yang memainkan
role, tugas dan kewajiban. Peran merupakan sesuatu
26
yang diharapkan lingkungan untuk dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang yang karena
kedudukannya akan dapat memberi pengaruh pada
lingkungan tersebut. Permasalahan yang dihadapi di sini
adalah tentang permasalahan kemiskinan yang
mengakibatkan perpecahan dalam keluarga dan
permasalahan perekonomian dimana sebagai akibatnya
adalah keterlantaran anak serta kekurangan kasih
sayang dan perhatian yang seharusnya diperoleh anak
dari keluarganya. Sebagaimana kita ketahui keluarga
adalah bagian terkecil dalam masyarakat yang sangat
mempangaruhi pertumbuhan dan perkembangan watak,
mental, karakteristik atau kepribadian anak.
Begitu pentingnya peranan keluarga dalam
perkembangan dan pertumbuhan anak maka fungsi
keluarga haruslah tercukupi agar perkembangan serta
pertumbuhan anak dapat berkembang dengan baik dan
tidak terjerumus kepada hal-hal yang tidak diinginkan.
Sedangkan peranan Panti Asuhan adalah mencoba
menggantikan fungsi keluarga yang telah gagal dan
kehilangan peranannya sebagai pembentuk watak,
mental spiritual anak yang bertujuan membimbing,
mendidik, mengarahkan, dan mengatur perilaku anak-
27
anak asuhnya agar menjadi seseorang yang mandiri dan
berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Jadi peranan menunjukkan keterlibatan diri atau
keikutsertaan individu, kelompok yang melakukan suatu
usaha untuk mencapai tujuan tertentu atas suatu tugas
atau bukti yang sudah merupakan kewajiban dan harus
dilakukan sesuai dengan kedudukannya. Peranan Panti
Asuhan berarti menunjukkan pada keterlibatan para
pegawai Panti Asuhan untuk melakukan pemberdayaan
anak terlantar melalui pendidikan formal maupun
nonformal.
Recommended