View
219
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
7
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Lansia
2.1.1 Definisi Lansia
Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang.
Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang
dari bayi, anak anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua.
normal dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat
diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka
mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu.
Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa
tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir (Azizah,
2011)
Saat ini banyak sekali teori yang menerangkan tentang
proses menua atau lanjut usia, tetapi yang penting diketahui
bahwa aktivitas fisik dapat menghambat atau memperlambat
kemunduran fungsi alat tubuh yang disebabkan bertambahnya
umur (Azizah, 2011). Besarnya populasi lanjut usia serta
pertumbuhan yang sangat cepat menimbulkan berbagai
permasalahan terutama dari segi kesehatan dan kesejahteraan
lansia, sehingga lansia perlu mendapatkan perhatian yang
serius dari semua sektor untuk upaya peningkatan derajat
kesehatan dan mutu lansia. Salah satu bentuk perhatian
8
terhadap lansia adalah terlaksananya pelayanan pada lanjut
usia melalui kelompok posyandu lansia (Soeweno, 2010).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 19
Tahun 2012 tentang Pelayanan Sosial Lanjut Usia dimuat
dalam Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan Lanjut Usia (Lansia) adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 tahun ke atas (Kementrian Sosial RI, 2012).
Menurut Stanley & Beare (2007), pengertian lanjut usia
berdasarkan karakteristik sosial masyarakat yang menganggap
orang telah tua jika menunjukan ciri fisik seperti rambut
beruban, kerutan kulit, dan hilangnya gigi. Adapula yang
mendefinisikan bahwa lanjut usia adalah suatu keadaan yang
terjadi di dalam kehidupan manusia, dan merupakan proses
sepanjang hidup, tidak hanya di mulai dari suatu waktu
tertentu, tetapi di mulai sejak permulaan kehidupan, menjadi
tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua
(Nugroho, 2012).
2.1.2 Batasan Usia Lansia
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), ada empat
tahapan lanjut usia yaitu usia pertengahan (middle age) antara
usia 45 – 59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan
74 tahun, lanjut usia tua (old ) usia 75 – 90 tahun, dan usia
9
sangat tua (very old) di atas 90 tahun (Mujahidullah, 2012).
Menurut Departemen Kesehatan RI, penggolongan lansia
dibagi menjadi tiga kelompok yakni kelompok lansia dini (45
sampai < 60 tahun) merupakan kelompok yang baru memasuki
lansia / pra lansia, kelompok lansia (60 – 70 tahun), dan
kelompok lansia risiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih
dari 70 (Depkes RI, 2010).
2.1.3 Perubahan pada Lansia
Seseorang yang sudah mengalami lanjut usia akan
mengalami beberapa perubahan pada tubuh/fisik,
psikis/intelektual, sosial kemasyarakatan maupun secara
spiritual/keyakinan (Mujahidullah, 2012). Individu yang
tergolong lansia akan mengalami perubahan secara fisik dan
fungsi, artinya jumlah sel akan lebih sedikit dan ukurannya
akan lebih besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan
berkurang; proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati
juga ikut berkurang. Di samping itu, jumlah sel otak akan
menurun, dan mekanisme perbaikan sel akan terganggu. Pada
sistem persyarafan, akan terjadi penurunan hubungan
persyarafan, respon dan waktu untuk bereaksi lambat,
khususnya terhadap stress; saraf panca indra mengecil, saraf
penciuman dan perasa mengecil, lebih sensitif terhadap
perubahan suhu, dan rendahnya ketahanan terhadap dingin,
10
serta menurunnya sensitif terhadap sentuhan; sedangkan
perubahan yang terjadi pada sistim pendengaran, yaitu
gangguan pendengaran, hilangnya daya pendengaran pada
telinga dalam, terutama bunyi suara atau nada yang tinggi,
suara tidak jelas, sulit mengerti kata – kata, 50% terjadi di atas
umur 65 tahun, serta terjadi penurunan fungsi pendengaran
semakin menurun pada usia lanjut yang mengalami
ketegangan/stres (Efendi, 2013).
Sistem penglihatan lansia juga turut mengalami
penurunan. Pada bagian sfingter pupil timbul sklerosis dan
hilangya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk seperti
bola, lensa lebih suram, dan mudah menyebabkan katarak,
serta pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan
menjadi lambat dan sulit untuk melihat dengan keadaan gelap.
Pada sistem kardiovaskuler, katup jantung menebal dan
menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun,
kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, serta tekanan darah
meningkat akibat meningkatnya resistensi dari pembuluh darah
perifer (Efendi, 2013).
Pada kelompok lansia, kasus gangguan pernapasan
kerap dijumpai karena otot-otot penapasan kehilangan
kekuatan dan menjadi kaku, sehingga menarik nafas menjadi
11
lebih berat. Kapasitas pernapasan maksimum menurun dan
kedalaman bernafas menurun. Perubahan juga terjadi pada
sistem gastrointestinal dengan ciri seperti kehilangan gigi,
kemampuan indra pengecapan menurun, sensitivitas akan rasa
lapar menurun, serta produksi asam lambung dan waktu
pengosongan lambung menurun. Pada sistem integumen,
mekanisme protein dalam kulit menurun, sehingga
memunculkan tanda-tanda penuaan seperti permukaan kulit
menjadi kasar dan bersisik, kulit mengerut atau menjadi keriput
akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kepala dan rambut
menipis, serta berwarna kelabu. Pada sistem muskuloskeletal
tulang kehilangan kepadatannya dan semakin rapuh, kifosis,
persendihan membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut
dan mengalami sklerosis, atropi serabut otot sehingga gerak
seseorang menjadi lambat, otot-otot kram dan menjadi tremor
(Efendi, 2013).
2.2 Posyandu Lansia
2.2.1 Definisi Lansia
Komisi Nasional Lanjut Usia (2010) menyebutkan bahwa
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Lanjut Usia adalah suatu
wadah pelayanan kepada lanjut usia di masyarakat, yang
proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh
masyarakat bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
12
lintas sektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta,
organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitik beratkan
pelayanan kesehatan pada upaya promotif dan preventif.
Posbindu adalah Pos Pembinaan Terpadu terhadap faktor
risiko penyakit tidak menular seperti obesitas, hipertensi,
hiperkolesterol, hiperglikemia, maag, rematik, risiko kepikunan,
aktifitas fisik, risiko jatuh dan merokok berupa bentuk peran
serta aktif kelompok masyarakat dalam upaya pencegahan
sekaligus peningkatan pengetahuan untuk pencegahan
penyakit (Maryam, 2010). Dapat disimpulkan bahwa Posyandu
Lansia adalah program yang telah dicanangkan oleh
Pemerintah sebagai tempat atau wadah kesehatan manusia
usia lanjut yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan dan kemampuannya lanjut usia agar tetap produktif
(Maryam, 2010).
2.2.2 Tujuan dan Sasaran Posyandu Lansia
Menurut Depertemen Sosial RI (2007), Erfandi (2008),
Azizah (2011), keberadaan Posyandu Lansia diberbagai
daerah bertujuan untuk :
Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia
dimasyarakat, sehingga terbentuk pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan kebutuhan lansia.
13
Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta
masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan,
disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat
usia lanjut.
Supaya kesehatan para lansia terjaga dengan baik dan
terkontrol. Dengan begitu akan menurunnya angka kematian
lansia pada usia 50 – 65 tahun.
Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu pelayanan
kesehatan usia lanjut di masyarakat guna mencapai masa
tua yang bahagia dan berdaya guna bagi keluarga, serta
meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelayanan
kesehatan dan komunikasi antara masyarakat usia lanjut.
Meningkatkan pengetahuan, sikap, sifat, dan berprilaku
positif.
Mampu mengenali masalah kesehatannya dirinya sendiri
dan dapat mengatasi masalah tersebut, serta dapat
meminta pertolongan keluarga dan petugas jika diperlukan.
Para lanjut usia dapat mengetahui perkembangan
kesehatannya melalui pengukuran tekanan darah, timbang
berat badan, bahkan lansia bisa berkonsultasi lansung dengan
dokter atau perawat sebagai petugas lansia, tentang penyakit
yang diderita.
14
Pelayanan sosial lanjut usia (Lansia) adalah proses
pemberian bantuan yang di laksanakan secara terencana dan
berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan lanjut usia, sehingga
yang bersangkutan mampu melaksanakan fungsi sosialnya.
Salah satu bentuk pelayanan sosial lanjut usia di tingkat desa /
kelurahan dalam wilayah kerja masing-masing Puskesmas.
Posyandu Lansia dkhususkan bagi semua lansia yang
datang ke Posyandu dan akan mendapatkan pelayanan seperti
pengukuran tekanan darah, penimbangan berat badan,
penyuluhan kesehatan, pemberian makanan, pembagian KMS
tambahan serta pemberian obat-obatan. Sasaran pelaksanaan
posyandu usia lanjut antara lain : Pra lansia (usia 45 – 59
tahun), Lansia (usia 60 – 69 tahun), dan Lansia risiko tinggi
(usia > 70 tahun). Sasaran posyandu lansia juga ditujukan bagi
keluarga lansia, masyarakat lingkungan lansia, petugas
kesehatan yang melayani kesehatan lansia, serta para
masyarakat luas (Maryam, 2010).
2.2.3 KMS Lansia
KMS lansia adalah Kartu Menuju Sehat (KMS) bagi usia
lanjut sebagai alat mencatat kesehatan pribadi usia lanjut
(Maryam, 2010). Hasil pemeriksaan kesehatan akan dicatat
dalam KMS oleh para kader Posyandu Lansia. Pelayanan
kesehatan di Posyandu Lansia meliputi pemeriksaan
15
kesehatan fisik dan mental emosional. Hasil pemeriksaan
kesehatan fisik dicatat dan dipantau dengan KMS untuk
mengetahui lebih awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau
ancaman masalah kesehatan yang dihadapi. Kegiatan lain
yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi setempat
seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dengan
memperhatikan aspek kesehatan dan gizi lanjut usia dan
kegiatan olahraga seperti senam lanjut usia, gerak jalan santai
untuk meningkatkan kebugaran (Maryam, 2010). Oleh karena
itu berbagai upaya perlu dilaksanakan untuk mewujudkan masa
tua yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif untuk
usia lanjut, diantaranya dengan meningkatkan cakupan,
keterjangkauan dan mutu pelayanan kesehatan, khususnya
dalam pelayanan posyandu usia lanjut (Maryam, 2010).
2.3 Jenis Posyandu Lansia
Posyandu secara umum dapat dibedakan menjadi 4 (empat)
tingkat, yaitu Posyandu Pratama, Posyandu Madya, Posyandu
Purnama, dan Posyandu Mandiri (Depkes RI, 2006). Posyandu
Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, ditandai oleh
kegiatan bulanan Posyandu yang belum terlaksana secara rutin
serta jumlah kader terbatas yakni kurang dari 5 (lima) orang.
Penyebab tidak terlaksananya kegiatan rutin bulanan Posyandu,
16
disamping jumlah kader yang terbatas, dapat pula karena belum
siapnya masyarakat dengan kehadiran Posyandu. Intervensi yang
dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah memotivasi
masyarakat serta menambah jumlah kader.
Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat
melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata
jumlah kader sebanyak 5 orang atau lebih, tetapi cakupan kelima
kegiatan utamanya masih rendah, yaitu < 50%. Intervensi yang
dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah meningkatkan
cakupan dengan mengikut sertakan tokoh masyarakat sebagai
motivator serta lebih menggiatkan kader dalam mengelola kegiatan
Posyandu.
Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah
melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata
jumlah kader sebanyak 5 (lima) orang atau lebih. Cakupan
utamanya > 50% serta mampu menyelenggarakan program
tambahan serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana
sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya masih
terbatas yakni kurang dari 50% kepala keluarga di wilayah kerja
Posyandu.
Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat
melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata
kader sebanyak 5 (lima) orang atau lebih. Cakupan dari kegiatan
17
utamanya > 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan
serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang
dikelola masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% kepala
keluarga yang bertempat tinggal di wilayah kerja Posyandu
intervensi. Kegiatan yang dilakukan di Posyandu Mandiri bersifat
pembinaan termasuk pembinaan dana sehat.
2.4 Kegiatan Posyandu Lansia
Menurut Komisi Nasional Lanjut Usia (2010) dan Azizah
(2011), jenis kegiatan yang dilaksanakan di posyandu lanjut usia,
yaitu :
Pengukuran IMT melalui pengukuran berat badan dan tinggi
badan; dilakukan tiap 1 bulan sekali.
Pemeriksaan tekanan darah yang dilakukan minimal 1 bulan
sekali, namun bagi yang menderita tekanan darah tinggi
dianjurkan setiap minggu; dapat dilakukan di Puskesmas atau
menghubungi tenaga kesehatan terdekat.
Pemeriksaan haemoglobin (Hb), gula darah, dan kolesterol
darah bagi lanjut usia yang sehat cukup diperiksa setiap 6 bulan
sekali; bagi yang mempunyai faktor risiko seperti keturunan
kencing manis dan obesitas sebaiknya dilakukan tiap 3 bulan
sekali, bagi yang sudah menderita gangguan – gangguan
kesehatan tersebut harus rutin melakukan pemeriksanaan di
Posyandu Lansia setiap bulan. Kegiatan pemeriksaan
18
laboratorium ini dapat dilakukan oleh tenaga Puskesmas atau
dikoordinasikan dengan laboratorium setempat. Pemeriksaan
gula darah air seni juga dapat dilakukan sebagai sebagai
deteksi awal adanya penyakit DM.
Konseling dan penyuluhan kesehatan harus rutin dilakukan
setiap bulan karena permasalahan lanjut usia akan meningkat
seiring waktu, selain itu dapat memantau faktor risiko penyakit-
penyakit degeneratif agar masyarakat dapat segera mengetahui
dan mengendalikanya.
Aktivitas fisik, senam atau jalan santau yang dapat dilakukan
minimal 1 minggu sekali diluar jadwal penyelenggaraan
Posyandu.
Pemeriksaan status mental.
Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan
tinggi badan.
Pemeriksaan kandungan zat putih telur dalam air seni sebagai
deteksi awal adanya penyakit ginjal.
Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bila ada rujukan.
Kunjungan rumah yang dilakukan oleh kader didampingi oleh
anggota Puskesmas bila tidak hadir di Posyandu
Pemberian makanan tambahan
19
2.5 Kerangka Konsep
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi:
Keterangan: : Variabel yang diteliti
LANSIA MINAT LANSIA TERHADAP KEAKTIFAN
POSYANDU LANSIA
-PENGETAHUAN
-KEAKTIFAN KADER
-DUKUNGANKELUARGA
-JENIS PELAYANAN
-JARAK/ AKSESIBILITAS
20
2.6 Hipotesis
H1 : Ada hubungan antara pengetahuan lansia/ keaktifan kader/
dukungan keluarga/ jenis pelayanan/ jarak (aksesibilitas)
terhadap minat lansia untuk datang ke Posyandu Lansia
H0 : Tidak ada hubungan antara pengetahuan lansia/ keaktifan
kader/ dukungan keluarga/ jenis pelayanan/ jarak
(aksesibilitas) terhadap minat lansia untuk datang ke
Posyandu Lansia
Recommended