View
234
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
14
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG ETIKA EKONOMI ISLAM
A. Etika Ekonomi Islam, Sebuah Tinjauan Teori.
Istilah etika ekonomi Islam merupakan gabungan dari dua kata, etika
dan ekonomi Islam. Etika berasal dari bahasa Yunani "Ethos", yang berarti
kebiasaan. Di dalam ensiklopedi umum diterangkan etika adalah telaah dan
penilaian kelakuan manusia ditinjau dari sudut rukun kesusilaan1 Etika semula
berarti ilmu apa yang baik dan apa yang buruk.2
Dalam hal ini Drs. Sudarsono, SH mengartikan etika sebagai berikut: "
Pertama, Ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang asas-asas moral
(akhlaq). Kedua, falsafah hukum yang membedakan tentang perbuatan yang
baik dan buruk yang berlaku di lingkungan masyarakat setempat. Ketiga,
Proses naluri atau perasaan kesusilaan yang timbul atau diperoleh saat
menghayati yang baik dan yang tidak baik.3
Dalam hubungan ini Dr, H. Hamzah Ya'qub, menyimpulkan bahwa
"etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk
dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui
akal pikiran".4
1 Ensiklopedi Umum, Yogyakarta: Yayasan Dana Buku Franklin, Kanisius, 1993,
hlm. 316. 2 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus besar
bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Balai Pustaka, 1994. hlm. 271.
3 Sudarsono, Kamus Filsafat dan Psikologi, Jakarta: Rineka Cipta, 1993. hlm. 75. 4 Hamzah Ya'qub, Etika Islam, Bandung: Diponegoro, 1983, hlm. 13.
15
Dalam pembahasan etika ini ada beberapa istilah yang sering
digunakan secara bergantian untuk maksud yang sama.
Beberapa istilah yang sering digunakan untuk menggantikan etika
tersebut adalah:
1. Ilmu Akhlaq
Perkataan "Akhlaq" berasal dari bahasa arab jama' dari "khuluqun"
yang menurut lughot diartikan tabiat, budi pekerti.5
Dalam kitab Ihya 'ullumuddin diterangkan bahwa:
ل بسهولة ويسرمن اع تصدراال نفعنهاسخة النفس رايف عبارة هيئة خللق ا ورؤية فكرغريحاجة اىل
Al-Khuluq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam–macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.6
Dr. H. Hamzah Ya'qub lebih lanjut mengemukakan dalam bukunya
etika Islam tentang pengertian Akhlaq sebagai berikut:
A. " Ilmu akhlaq adalah ilmu yang menentukan batas antara yang baik
dan buruk, antara yang terpuji dan tercela, tentang perkataan atau
perbuatan manusia lahir batin".
B. " Ilmu akhlaq adalah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian
tentang baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia
5 Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir (kamus Arab-Indonesia), Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997, hlm. 364. 6 Imam al-Ghazali, Ihya 'Ulumuddin, Juz. III, Bairut: Darul Fikir, 1989, Cet. ke-2,
hlm. 58.
16
dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan
pekerjaan mereka.7
Dari pengertian di atas dapat dirumuskan bahwa ilmu akhlaq
adalah ilmu yang membahas perbuatan manusia dan mengajarkan
perbuatan baik yang harus dikerjakan dan perbuatan jahat yang harus
dihindari dalam pergaulannya dengan Tuhan, manusia, dan makhluk
(alam) sekelilingnya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan nilai-nilai
moral.
2. Moral.
Moral; berasal dari bahasa latin "mores" yaitu jamak dari "mos"
yang berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia
dikatakan bahwa moral adalah baik buruk perbuatan dan kelakuan.8
DR. Kartini Kartono menghubungkan antara" moral dan patokan-
patokan mengenai perilaku yang benar dan yang salah; sesuai dengan
keyakinan-keyakinan etis pribadi atau kaidah-kaidah kelompok dan
kaidah-kaidah social."9
Dengan keterangan di atas, moral merupakan istilah yang
digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan
nilai atau hukum yang baik atau buruk, benar atau salah.
Sekarang dapat dilihat persamaan antara etika, ilmu akhlaq dan
moral, yaitu menentukan hukum atau nilai perbuatan manusia dengan
7 Hamzah Ya'qub, op.cit., hlm. 12. 8 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
1982. hlm. 654. 9 Kartini Kartono dan Dali Gulo, Kamus Psikologi, Bandung: Pionir Jaya, 1987, hlm.
288-289.
17
keputusan baik atau buruk. Perbedaan terletak pada tolak ukurannya
masing-masing, dimana etika dengan tolak ukur akal pikiran, ilmu akhlaq
dengan ajaran al-Qur'an dan Sunnah, dan moral dengan tolak ukur adat
kebiasaan yang umum yang berlaku dalam masyarakat.
Untuk bisa berbicara mengenai ekonomi Islam, terlebih dahulu
perlu dipertanyakan apa pengertian ekonomi itu. Ekonomi pada umumnya
didefinisikan sebagai kajian tentang perilaku manusia dalam hubungannya
dengan pemanfaatan sumber-sumber produktif yang langka untuk
memproduksi barang-barang dan jasa-jasa serta mendistribusikannya
untuk dikonsumsi. Dengan demikian bidang garapan ekonomi adalah salah
satu sektor dalam perilaku manusia yang berhubungan dengan produksi,
distribusi dan konsumsi.10
Pada pertengahan abad kedua puluh, lahir doktrin ekonomi
Islam, sebuah doktrin yang dipermaklumkan sebagai alternatif selain
ekonomi neoklasik, ekonomi Marxian, dan doktrin ekonomi lainnya dan
berakar pada pemikiran social barat.11
Ada tiga penafsiran tentang istilah 'ekonomi Islam'. Pertama,
ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi yang berdasarkan nilai-nilai atau
ajaran Islam. Maka akan timbul pengertian ajaran Islam itu mempunyai
pengertian yang tersendiri mengenai apa itu ekonomi. Kedua, yang
10 Monzer Kahf, The Islamic Economy, terj. Machnun Husain, Ekonomi Islam,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. ke-1, 1995, hlm. 2. 11 John L. Esposito, Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic Word, terj. Eva.
Y.N, Femy. S, dkk, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Bandung: Mizan, Cet. ke-1, 2001, hlm. 1.
18
dimaksud ekonomi Islam adalah sistem ekonomi Islam. Sistem
menyangkut pengaturan, yaitu pengaturan kegiatan ekonomi dalam suatu
masyarakat atau Negara berdasar cara atau metode tertentu. Ketiga,
Maksud dari penafsiran ini adalah sebagai perekonomian Islam, atau lebih
tepatnya perekonomian dunia Islam. Pengertian ini muncul dari sifat
pragmatis sebagaimana dilakukan oleh Negara Islam (OKI). Sambil
mengembangkan teori-teori tentang ekonomi Islam, maka OKI mengambil
prakarsa untuk memajukan masyarakat yang beragama Islam, baik
mayoritas ataupun minoritas di Negara masing-masing.12
Gerakan untuk menegakkan doktrin ekonomi Islam lahir di India
pada dekade-dekade sebelum pemisahan India-Pakistan. Decade ini adalah
dekade ketika semakin banyak orang muslim yang berpola Barat-dari
busana hingga ekonomi. Banyak cendekiawan muslim melihat hilangnya
identitas budaya ini sebagai ancaman masa depan peradaban Islam.
Sebagai bagian dari tanggapan lebih luas terhadap ancaman ini, mereka
berupaya menegakkan disiplin-disiplin Islam, seperti disiplin ekonomi.
Menurut Esposito, penggagas awal ekonomi Islam ialah Sayyid Abu Al-
A'la Maududi ( 1903-1979 ), yang mencoba menampilkan Islam sebagai
"jalan hidup yang sempurna".13
Demikian lanjut Esposito, bagi beliau ekonomi Islam, pertama,
wahana untuk menegaskan kembali keutamaan Islam dalam kehidupan
12 M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1999, hlm. 3-4. 13 John L. Esposito, op. cit., hlm. 1.
19
kaum muslim dan, kedua, adalah wahana bagi perubahan ekonomi yang
mendasar. 14
System ekonomi Islam, menurut Maududi, berbeda dengan
sosialisme dalam hal memproteksi pasar; berbeda dengan sosialisme dan
kapitalisme dalam hal menekankan penanaman moral kejujuran, keadilan,
persaudaraan, dan altruisme (mementingkan kepentingan orang lain); dan
berbeda dengan sosialisme dan kapitalisme dalam hal melarang bunga dan
mendesak pelaksanaan skema redistribusi tradisional Islam, terutama
zakat. Akan tetapi, Maududi tidak melakukan upaya sistematis untuk
menjelaskan bagaimana elemen-elemen ekonomi Islam saling berinteraksi.
Gagasan awal ekonomi Islam baik pemikir Suni maupun Syiah-
memiliki empat karakteristik yang mewarnai literature berikutnya,
pertama, semuanya sangat normatif. Mereka membedakan antara benar
dan salah serta boleh dan tidak. Kedua, mereka menolak gagasan- berakar
kuat dalam pemikiran modern setelah pencerahan Eropa- bahwa tindakan
pribadi yang didorong oleh egoisme secara social dapat memberikan hasil-
hasil yang bermanfaat. Walaupun para pemikir seperti Adam Smith dan
Karl Marx mengakui bahwa tindakan egois akhirnya dapat, dan sering,
memberikan kebaikan social, ekonomi Islam memandang tindakan yang
diambil karena motif egois sebagai tindakan yang tertolak secara moral.
Oleh karena itu, ekonomi Islam dapat dipandang sebagai upaya menolak
elemen penting pemikiran social modern dengan menghidupkan kembali
14 Ibid.
20
pola keyakinan klasik yang berasal dari ajaran Aristoteles mengenai rumah
tangga. Ketiga, keyakinan bahwa system-sistem ekonomi yang telah ada
gagal. Keempat, adanya kesan bahwa peradaban Islam mengalami
kemerosotan ekonomi karena kaum muslim meninggalkan norma-norma
Islam.15
Ilmu ekonomi Islam singkatnya, merupakan kajian tentang perilaku ekonomi orang Islam representatif dalam masyarakat muslim modern. Berdasarkan komposisinya, ia bersifat normatif, bukan bersifat positif sebagaimana ilmu ekonomi neo klasik. Hal ini tampak jelas dari perbandingan antara definisi ekonomi dengan definisi agama dimana yang disebut pertama membahas tatanan dan cakupan yang disebut belakangan. Karena itu, orang dapat berharap bahwa setiap agama memiliki ajaran sendiri mengenai cara manusia mengorganisasikan kegiatan-kegiatan ekonominya. 16
Dalam al-Qur'an Allah swt. Memberikan beberapa contoh beberapa
ajaran para Rosul dimasa lalu (sebelum Nabi Muhammad SAW) dalam
kaitannya dengan masalah-masalah ekonomi yang menekankan bahwa
perilaku ekonomi merupakan salah satu bidang perhatian agama. Salah
satunya seperti dalam pesan Nabi Syu'aib pada dasarnya merupakan pesan
ekonomi. Al- Qur'an menyatakan pernyataan sebagai berikut:
وما تقوا الله أطيعون فا ول أمنيإني لكم رس لهم شعيب ألا تتقون إذ قال المنيالع بلى رإلا ع رير إن أجأج ه منليع ألكملا أسل وفوا الكيأو
سرينخالم وا منكونقيم تتسطاس الموا بالقسزنو وسخبلا تو اسا النعلا تو ماءهيفسديأشض ما في الأرثو
Artinya: (ingatlah) ketika Syu'aib berkata kepada mereka (penduduk Aikah): "Mengapa kamu tidak bertaqwa? "sesungguhnya aku
15 ibid., hlm. 2. 16 Syed Nawab Haider Naqvi, Islam, Economics, And Society ,terj. M. Syaiful Anam,
M. Ufuqul Mubin,. Menggagas Ilmu Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. ke-1, 2003. hlm. 28.
21
adalah seorang Rosul yang telah mendapatkan kepercayaan untukmu. Karena itu bertaqwalah kepada Allah dan taatilah aku. Saya sama sekali tidak menerima upah darimu untuk ajakan ini, upahku tidak lain hanya dari Tuhan penguasa seluruh alam. Tepatilah ketika kamu menakar dan janganlah kamu menjadi orang yang merugi. Timbanglah dengan timbangan yang tepat. Jangan kamu merugikan hak-hak orang (lain) dan janganlah berbuat jahat dan menimbulkan kerusakan dimuka bumi.(Q.S. asy-Syu'araa': 177-183). 17
Dengan demikian, sejak permulaan Islam di Makkah, bahkan
sebelum terbentuknya masyarakat muslim di Madinah ayat-ayat al-Qur'an
sudah menampilkan pandangan Islam mengenai hubungan antara agama
dan keimanan terhadap adanya Allah dan hari kiamat, disatu pihak, dan
perilaku ekonomi dan sistem ekonomi, di pihak lain.18
B. Prinsip-Prinsip Etika Ekonomi Islam.
Harus diakui bahwa al-Qur'an memang tidak menyajikan penjelasan
ekonomi secara detail. Melainkan sebatas menyampaikan nilai-nilai atau
prinsip-prinsip.19 Sunnah nabi, fatwa ulama dan analisa cendekiawan
merupakan upaya serius untuk merincikan rencana operasianalisasi ekonomi
Islam dalam praktek kehidupan riil.
Adapun prinsip-prinsip etika ekonomi Islam dapat dikelompokkan
dalam beberapa poin, yang antara lain adalah:
1. Pendidikan akidah
Dalam agama Islam, hak individu sangat diperhatikan. Seseorang
boleh memiliki dan mewarisi hartanya. Namun, satu hal yang ditakuti
17 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Jakarta: PT
Bumi Restu, 1978, hlm. 586. 18 Monzer Kahf, op. cit., hlm. 3. 19 M Quraish Shihab, Wawasan Al- Qur'an, Jakarta: Mizan, 1996, hlm. 403.
22
masyarakat, hak individu ini mendorong munculnya egoisme dan praktek
monopoli, sifat ingin menguasai apa saja tanpa pernah merasa puas.
Masyarakat takut persaingan dalam usaha ekonomi tidak lagi menjadi
sehat dan tidak lagi memperhatikan norma dan etika. Masyarakat juga
kuatir akan munculnya sindikat yang diorganisasikan oleh sejumlah
individu untuk menekan saingannya.20 Dan tanpa kita sadari hal ini sudah
lumrah terjadi di Negara ini.
Dr. yusuf Qardhawi menjelaskan" iman, adalah satu-satunya cara
untuk mengatasi kekhawatiran tersebut, hanya dengan iman kita bisa
mempertahankan eksistensi individu tetapi disisi lain dapat memotong
kuku-kuku tajam mereka".21
Imanlah yang membuat pelaku usaha mempunyai akal dan melihat diri, harta, dan kehidupan ini tidak dengan kacamata kapitalis. Imanlah yang membuat mereka tidak hanya berfikir kebendaan dan tidak hanya mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Inilah yang membuat manusia mempunyai hati nurani untuk bertindak dan bertenggang rasa. Hatinya selalu berinteraksi dengan Allah, alam manusia dan kehidupan dengan penuh semangat. Ia mencintai kebenaran, menginginkan kebaikan, membenci kebatilan dan menjauhkan kejahatan.
Sesungguhnya akal dan hati seorang muslim tidak sama dengan hati kaum ateis dan kaum peragu. Hati ateis hanya terpaku kepada kemegahan dunia. Seseorang muslim melihat dunia ini bagian dari dua kehidupan: dunia dan akhirat, materi dan spiritual, lahir dan batin.22
Imanlah yang mendorong seseorang pada dasar yang kokoh serta
nilai-nilai yang luhur, akal yang dikendalikan oleh iman inilah yang
membuat seorang muslim tidak mau bersaing dengan tidak sehat atau
20 Yusuf Qardhawi, Daurul Qiyam Wal Akhlaq fil Iqtishodil IslamiNorma Dan Etika
Ekonomi Islam, Terj. Zainal Arifin, Dahlia Husin, Norma Dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta: Gema Insani Press, Cet. ke-1, 1997, hlm. 38.
21 Ibid., hlm. 39. 22 Ibid.
23
berebut pangkat dan kedudukan. Dengan ini, jalan hidupnya menjadi
terang langkah langkahnya pasti, dirinya terangkat dari derajat hewan yang
hina kepada manusia yang dengan penuh rasa puas walaupun sedikit.
Orang yang mengatakan dengan congkak "harta ini milikku" ,
sangat berbeda dengan orang yang berkata dengan rendah hati " harta ini
milik Allah yang dititipkan kepadaku". Korun yang berkata, "
sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku"
sangat berbeda dengan Sulaiman yang berkata atas nikmat Tuhannya, "ini
termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau
mengkhianati nikmatNYA". Berkaitan dengan hal tersebut Allah
berfirman:
كرمي ي غنيبفإن ر كفر نمفسه ولن كرشا يمفإن كرش نمو Artinya: Barang siapa yang bersyukur, sesungguhnya ia bersyukur untuk
kebaikan dirinya sendiri; dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha kaya Lagi Maha Mulia. (Q.S. an-Naml: 40.)23
Seorang mukmin memang boleh memiliki harta, tetapi ia tidak
boleh dikuasai oleh harta. Ia boleh menguasai dunia, tapi tidak boleh
dikuasai oleh dunia. Dunia dan harta di genggam dalam telapak tangannya
dan tidak sedikitpun diberi tempat dalam hatinya. Baginya dunia dan harta
adalah sarana, bukanlah tujuan. Tujuan keberadaannya di dunia ini adalah
semata-mata untuk menyembah Allah dan menegakkan kalimatullah di
atas bumi ini. Adapun harta dan kenikmatan tak lebih dari sarana untuk
mewujudkannya.
23 Departemen Agama Republik Indonesia, op. cit., hal. 598.
24
Keimanan itulah yang senantiasa memonitor segala gerak gerik
seorang muslim. Dengan iman di dada, ia tidak mau mendapatkan harta
dengan jalan yang tidak halal, ia tidak mau menginvestasikannya dengan
menghalalkan segala cara, serta ia tidak membelanjakannya untuk
kepentingan yang tidak jelas,. Sebaliknya, ia selalu berusaha untuk berbuat
sesuatu sesuai dengan syariat Allah SWT.
2. Keseimbangan atau Kesejajaran ( al-'Adlu wa al-Ihsan).
Berkaitan dengan konsep kesatuan, dua konsep Islam al-‘Adl dan
al-Ihsan menunjukkan suatu keseimbangan atau kesejajaran social. Al-
Qur'an menyatakan:
رأمي انإن اللهسالإحل ودبالع Artinya: sesungguhnya Allah menyuruh kamu berbuat adil dan ihsan. (QS.
An-Nahl: 90).24 Disamping itu dalam ayat yang lain Allah berfirman:
اعدلوا هو أقرب للتقوى Artinya: Berlakulah adil karna hal itu lebih dekat kepada ketaqwaan.
(Q.S. al-Maidah: 8).25 Dalam Islam tidak ada konsep ketakwaan tanpa berbuat adil.
Lawan dari keadilan adalah dhulm (penindasan). Terma dhulm berasal dari
kata dholama yang mencangkup pengertian melakukan kesalahan, ketidak
adilan, kegelapan, ketidak seimbangan, penindasan dan lain-lain. Etika
Islam mencita-citakan sebuah masyarakat yang terbebas dari segala bentuk
eksploitasi dan penindasan.26
24 Ibid., hlm, 415. 25 Ibid., hlm, 159. 26 Asghar Ali Engineer, Present Day Islam, Terj. Tim Forstudia, “Islam Masa Kini”,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. ke-1, 2004. hlm. 246-247.
25
Sebagai cita-cita social prinsip keseimbangan atau kesejajaran
menyediakan penjabaran yang komplit seluruh kebajikan dasar institusi
social, hukum, politik dan ekonomi. Pada dataran ekonomi, prinsip
tersebut menentukan konfigurasi aktivitas distribusi, konsumsi serta
produksi yang baik. Dengan pemahaman yang jelas bahwa kebutuhan
seluruh anggota masyarakat yang kurang beruntung dalam masyarakat
Islam didahulukan atas sumber daya riil masyarakat.27
Untuk memahami konotasi sosial yang sosial yang utuh dari
konsep keseimbangan keseimbangan atau kesejajaran dalam Islam, harus
diketahui lawan al-'adl adalah zulm, yang artinya ketidak sejajaran sosial
dalam arti bahwa sumber daya masyarakat mengalir dari yang miskin
kepada yang kaya. Ini tidak dibenarkan dalam Islam karena al-Qur'an
menjelaskan:
كماء منالأغني نيولة بكون دلا ي كي Artinya: "agar kekayaan tidak menumpuk ditangani-tangan orang yang
kaya diantara kamu. (Q.S. al-Hasyr: 7)28
Dari nash tersebut sudah jelas bahwa, berawal dari keadaan tidak
sejajar, semua langkah harus diambil untuk mencapai kesejajaran, bahwa;
hak orang miskin dan tertindas harus dikembalikan melalui pemerataan
kekayaan dan penghasilan; dan bahwa proses ini harus berlanjut. Karena
dipandang demikian prinsip kesejajaran, mencakup baik keadaan yang
diinginkan maupun proses untuk mencapainya.
27 Syed Nawab Haider Naqvi, op. cit. hlm. 40. 28 Departemen Agama Republik Indonesia, op. cit., hlm. 916.
26
Dengan demikian, ketika ditegaskan bahwa Islam, menuntut
keseimbangan atau kesejajaran, penegasan itu mencakup tidak hanya hal
yang jelas dimana kekuatan-kekuatan ekonomi dan sosial harus benar-
benar sejajar, tetapi juga wilayah yang berdampingan dengan hal tersebut,
dimana kekuatan-kekuatan itu tidak sejajar, tapi dengan syarat ada
mekanisme yang membuat hal tersebut menjadi sejajar.
Penegasan itu juga memberikan perhatian terhadap dimensi inter-
temporal dari konsep ini: 'keadaan tidak sejajar' saat sekarang dapat
dijustifikasi jika hal itu dimasa mendatang menyebabkan keseimbangan
atau kesejajaran; dan sebaliknya, tuntutan pada keseimbangan atau
kesejajaran pada suatu waktu boleh dipandang tidak sejajar dalam konteks
yang bersifat dinamis. 29
Jiwa tatanan dalam Islam adalah keseimbangan yang adil. Hal ini
terlihat jelas pada sikap Islam terhadap hak individu dan masyarakat.
Kedua hak itu diletakkan dalam neraca keseimbangan yang adil
(pertengahan) tentang dunia dan akhirat, jiwa dan raga, akal dan hati,
perumpamaan dan kenyataan. Islam juga bersifat di tengah-tengah
(wasath) antara iman dan kekuasaan.
Ekonomi yang moderat tidak menzalimi masyarakat khususnya kaum
lemah sebagaimana yang terjadi pada masyarakat kapitalis. Islam juga
tidak menzalimi hak individu sebagaimana yang dilakukan oleh kaum
sosialis, terutama komunis, tetapi di tengah-tengah antara keduanya.
29 Ibid.
27
Islam mengakui individu dan masyarakat, juga meminta mereka untuk
melaksanakan kewajiban masing-masing. Dengan demikian, Islam
menjalankan peranannya dengan penuh keadilan dan kebijaksanaan. 30
3. Kehendak Bebas (Ikhtiyar).
Mengenai masalah kebebasan, para ahli teologi berbeda pendapat.
Ada kelompok yang berpendapat bahwa manusia memiliki kehendak
bebas dan merdeka untuk melakukan perbuatan sesuai dengan
kemauannya sendiri. Ada juga kelompok yang berpendapat bahwa
manusia tidak punya kebebasan untuk melakukan perbuatannya. Mereka
dibatasi dan ditentukan oleh tuhan, jadi manusia tak buahnya seperti
wayang yang mengikui sepenuhnya kemauan dalang.31
Seperti halnya Naqvi yang cenderung pada kelompok pertama
mengatakan Dalam pandangan Islam manusia terlahir memiliki "kehendak
bebas", yakni dengan potensi menentukan pilihan diantara pilihan-pilihan
yang beragam. Karena kebebasan manusia tidak dibatasi dan bersifat
voluntaris, maka dia juga punya kebebasan untuk mengambil pilihan yang
salah.32 Untuk kebaikan diri manusia sendirilah pilihan yang benar.
قل ياأيها الناس قد جاءكم الحق من ربكم فمن اهتدى فإنما يهتدي لنفسه ومن ضل فإنما يضل عليها وما أنا عليكم بوكيل
Artinya: Katakan wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu kebenaran dari Tuhanmu, sebab itu barang siapa yang mendapatkan petunjuk, maka sesungguhnya untuk kebaikan sendiri. dan barang siapa yang sesat, maka sesungguhnya
30 Yusuf Qardhawi, op. cit, hlm. 71. 31 Harun Nasution, Theologi (Ilmu Kalam), Jakarta: UI Prees, 1972, hlm. 87. 32 Syed Nawab Haider Naqvi, loc. cit. hlm. 42.
28
kesesatannya itu untuk mencelakakan sendiri. Dan aku bukanlah seorang penjaga terhadap dirimu. (Q.S. Yunus : 108).33
Memang anugerah Tuhan bergantung pada pilihan awal manusia
terhadap yang benar. "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan
suatu kaum kecuali dia sendiri yang merubahnya" (QS 13. 11).Dengan
demikian dasar etika kebebasan manusia bersumber dari anatomi
pengambilan pilihan.
Kunci dalam memaknai dasar etika kebebasan individu, terletak
dalam memahami fakta bahwa ke mahakuasaan Tuhan tidak secara
langsung berarti tanggung jawab membawa manusia pada pilihan yang
benar, bahkan meskipun, jika dimohonkan, rahmat Tuhan bisa seperti
itu.34
Kebebasan dilihat dari sifatnya sebagai mana dikemukakan
Abuddin Nata terbagi menjadi tiga; Pertama, kebebasan jasmaniah
kebebasan dalam menggerakkan dan menggunakan anggota badan yang
kita miliki. Kedua, kebebasan kehendak (rohaniah), yaitu kebebasan untuk
menghendaki sesuatu. Ketiga, kebebasan moral yang dalam arti luas
berarti tidak adanya macam-macam ancaman, tekanan, larangan, desakan
yang tidak sampai berupa larangan fisik. 35
Karena manusia itu bebas, dia hanya memilih dua pilihan: apakah
dia mentaati ketentuan Tuhan, membuat pilihan yang benar dengan
33 Departemen Agama Republik Indonesia, op. cit., hlm. 323. 34 Ibid., hlm. 43. 35 Dr. H. Abuddin Nata, Ahlaq Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. ke-4,
2002, hlm. 129-130.
29
dibimbing jalan kebenaran ataukah dia membuat pilihan yang salah dan
jauh dari jalan kebenaran dan bahkan bisa melawan Tuhan.
4. Tanggung Jawab (Fardh).
Setiap ekonom harus bertanggung jawab atas usaha dan
pekerjaannya. Tanggung jawab disini artinya mau dan mampu menjaga
amanah (kepercayaan) masyarakat yang memang secara otomatis terbeban
dipundaknya.
Sesuai dengan prinsip kehendak bebas, setiap pekerjaan manusia
adalah mulia apapun bentuknya, asalkan tidak bertentangan dengan
ketentuan agama. Islam berusaha menetapkan keseimbangan yang tepat
diantara kehendak bebas dan tanggung jawab, karena kedua prinsip ini
sedemikian saling terkait. Meskipun kedua aksioma tersebut merupakan
pasangan secara alamiah, tetapi bukan berarti bahwa keduanya secara logis
atau praktis, sedemikian saling terkait sehingga tidak bisa dibedakan satu
sama lainnya.36
Berdasarkan pandangan ini, peradaban modern akan ditentukan
berdasarkan serangkaian langkah pembatasan kebebasan individu secara
yang tepat sehingga konflik inherent antara maksimalisasi kepentingan diri
sendiri akan seimbang dengan kebutuhan maksimalisasi kebutuhan sosial.
Konsep tanggung jawab dalam Islam secara komprehensif
ditentukan. Ada dua aspek fundamental dari konsepyakni; pertama,
tanggung jawab menyatu dengan status kekhalifahan manusia-
36 Syed Nawab Haider Naqvi, op. cit. hlm. 46.
30
keberadaannya sebagai wakil di muka bumi. Kedua, konsep tanggung
jawab dalam Islam pada dasarnya bersifat suka rela dan tidak harus
dicampur adukkan dengan ' pemaksaan' yang ditolak sepenuhnya oleh
Islam.
C. Konsep Etika Ekonomi dalam Islam.
Secara esensial, al-Qur'an adalah ajaran fundamental Allah Swt yang
menyandang dua dimensi. Pertama, dimensi rasionalitas yang memancar
dalam bentuk hukum alam (natural low) dan melahirkan hukum sebab akibat
(causality). Kedua, dimensi dogmatisme yang sarat dengan nilai-nilai
spiritualitas dan terimplementasi dalam amaliah ubudiyah yang bersifat
religius.
Kedua dimensi tersebut telah menjadi barometer dalam memahami
nilai-nilai ajaran al-Qur'an secara komprehensif dan universal. Rosululoh
sendiri telah menyampaikan setatemen penting bahwa agar tidak terpojok dan
terperosok ke dalam jurang kesesatan, kaum Muslimin harus memposisikan
Kitabullah dan Sunnahnya sebagai referensi utama dalam meniti kehidupan
dunia dan akhirat.
Pesan nabi tersebut, memberikan kejelasan bahwa substansi al-Quran
mencakup semua aspek kehidupan, termasuk dalam bidang ekonomi. Di
bidang ekonomi, baik secara tersurat maupun tersirat, al-Qur'an telah
menawarkan prinsip-prinsip dasar yang secara paradigmatik menjadi titik awal
31
bagi pembangunan keilmuan ekonomi Islam dan pengembangan
perekonomian umat manusia.37
Adapun etika ekonomi Islam yang terkandung dalam al-Quran
dapat digolongkan ke dalam tiga bangunan nilai yang mendasari ekonomi
Islam, yaitu sebagai berikut:
1. Tauhid.
Tauhid adalah konsep yang teramat, signifikan dan urgen diantara
ketiga nilai di atas, sebab dua konsep lainnya merupakan derivasi logis
darinya.38 Tauhid mengandung implikasi bahwa alam semesta secara sadar
dibentuk dan diciptakan oleh Allah yang maha kuasa. Karena itu amat
mustahil jika jagad raya ini muncul secara kebetulan.
Segala sesuatu yang diciptakanNYa pasti mempunyai tujuan.
Tujuan inilah yang memberi makna dari dari arti bagi eksistensi alam
semesta dimana manusia merupakan salah satu bagian di dalamnya. Kalau
demikian halnya, manusia yang dibekali dengan kehendak bebas,
rasionalitas, kesadaran moral yang dikombinasikan dengan kesadaran
ketuhanan dituntut untuk hidup dalam kepatuhan dan ibadah kepada
Tuhannya. Dengan demikian konsep Tauhid bukanlah sebatas pengakuan
realitas, tetapi suatu respon aktif terhadapnya.
37 Abdul Wahab Khalaf menegaskan, bahwa dari sejumlah ayat yang 6666 dalam al-
Qur'an, mayoritas 2/3nya termasuk ayat-ayat Makkiyah yang memperbincangkan masalah keimanan. Sedangkan yang memperbincangkan kehidupan masyarakat hanya sekitar 1/3, yakni ayat-ayat Madaniah. Walaupun sejumlah ayat merupakan masalah perniagaan atau perekonomian, namun ayat tersebut tidak mematok secara pasti tentang perindustrian, moneter dan sebagainya. Abdul Wahab Khalaf, 'Ilm Ushul Fiqh, terj. Moh. Tolchah Mansoer, Noer Iskandar al Barsani, Kaidah-Kaidah Hukum Islam Ilmu Ushul Fiqh, Jakarta: Rajawali Pers, 1988. hlm. 30-33.
38 M Umar Chapra, Islam Dan pembangunan Ekonomi, Jakarta: Gema Insani Prees, 2000, hlm. 6.
32
Tauhid mengatur manusia mengakui bahwa keesaan Tuhan
mengandung konsekuensi keyakinan segala sesuatu bersumber serta
kesudahannya berakhir pada Allah Swt. Dialah pemilik mutlak dan
tunggal yang dalam genggamanNYA segala kerajaan langit dan bumi.
Keyakinan inilah yang mengantarkan setiap manusia dalam kegiatan
ekonomi untuk meyakini bahwa harta benda yang berada dalam
genggamannya adalah milik Allah sepenuhnya, yang antara lain
diperintahkan oleh pemiliknya agar diberikan (sebagian) kepada yang
membutuhkannya.
Sumber utama etika Islam adalah kepercayaan penuh dan murni
terhadap kesatuan tuhan.Ini secara khusus menunjukkan dimensi vertikal
Islam yang menghubungkan institusi-institusi sosial yang terbatas dan
yang tak sempurna dengan Dzat yang sempurna dan tak terbatas.
Hubungan ini dipengaruhi oleh penyerahan tanpa syarat manusia
dihadapanNYA, dengan menjadikan keinginan, ambisi, serta perbuatannya
tunduk pada perintahNYA: "katakanlah: "sesungguhnya, sembahyangku,
ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seru sekalian
alam". (QS. 6. 162)
Ketundukan manusia pada Tuhan membantu manusia
merealisasikan potensi teomorfiknya, juga membebaskan dari perbudakan
manusia. Dengan mengintegrasikan aspek-aspek religius, sosial, ekonomi
dan politik, kehidupan manusia ditransformasikan ke alam suatu keutuhan
yang selaras, konsisten dalam dirinya dan menyatu dengan alam luas.
33
Dengan demikian, manusia bisa mencapai harmonitas sosial dengan
meningkatkan rasa memiliki persaudaraan universal.
Secara khusus dicatat bahwa pandangan Islam, tentang kesatuan
dunia tidak terbatas pada masyarakat muslim saja, melainkan mencakup
seluruh manusia yang dipandang sebagai masyarakat yang satu:
ياأيها الناس إنا خلقناكم من ذكر وأنثى وجعلناكم شعوبا وقبائل لتعارفوا أتقاكم إن الله عليم خبري إن أكرمكم عند الله
Artinya: "wahai manusia, sesungguhnya, kami ciptakan kalian dari jenis laki-laki dan perempuan, dan kami jadikan kalian bangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian bisa saling mengenal." (Q.S. al-Hujuraat: 13). 39
Dengan demikian, pengetahuan tentang diri sendiri, tentang orang
lain serta bangsa-bangsa lain, menghasilkan kehidupan kehidupan dunia
yang harmonis dengan meningkatkan kemampuan toleransi terhadap
adanya perbedaan.
Peran integrasi sosial konsep kesatuan, muncul dari kesadaran
khususnya dalam masyarakat muslim, akan ke mahakuasaan Tuhan : “
Dia Maha kaya atas sesuatu”. QS 35.180, akan ke maha tahuanNYa
terhadap sesuatu: “Allah mengetahui segala sesuatu. QS 5. 177. dan
memiliki segala sesuatu: Dan bagi Allah langit dan bumi QS. 3. 180.
namun, dalam pandangan yang bersifat mutlak tersebut, kebebasan
manusia juga dijamin. Hal ini muncul dari keberadaanNYA sebagai hakim
atas perbuatan manusia: “Bukankah Allah adalah hakim yang seadil-
39 Departemen Agama Republik Indonesia, op. cit., hlm. 847.
34
adilnya(QS. 95. 8). Dari mana konsep manusia tentang kebebasan
manusia. Bagaimanapun, harus dicatat dengan cermat bahwa konsep ini
tidak dimaksudkan untuk mengurangi kebebasan manusia, tetapi hanya
untuk menunjukkan jalan terbaik untuk menerapkan tersebut. Dengan
demikian manusia bebas untuk memiliki, tetapi cara terbaik dalam
kepemilikan itu adalah dengan memandangnya sebagai “pemegang
amanat” atas yang sebenarnya milik Tuhan dan terjadi menurut sunatullah.
Dengan demikian, perhatian terus menerus untuk memenuhi
tuntutan etik meningkatkan tingkat kesadaran individual, dalam jalur
vertikal kearah taraf kesadaran yang lebih tinggi, dengan menambahkan
kekuatan ketulusan pada insting altruistic manusia.
2. Khilafah.
Khilafah merupakan salah satu amanat yang diberikan Allah
kepada manusia. Manusia sebagai wakil Tuhan di bumi ini,40 dan telah
diberi bekal dengan semua karakteristik mental dan spiritual serta materiil
untuk memungkinkan nya hidup dan mengemban misinya secara efektif.41
Dalam mengemban amanah sebagai KhalifahNYA, manusia diberi
kebebasan untuk mencari nafkah sesuai dengan hukum yang berlaku serta
dengan cara yang adil. Hal ini merupakan salah satu kewajiban asasi
dalam Islam. Dengan demikian, pada dasarnya, Islam mengakui
kepemilikan pribadi. Islam tidak membatasi kepemilikan pribadi, alat-alat
produksi, barang dagangan ataupun perdagangan, tetapi hanya melarang
40 Departemen Agama Republik Indonesia, op. cit., hlm. 110. 41 M. Zaidi Abdad, Paradigma Ekonomi Dalam al-Qur'an, dalam Jurnal Ekonomi
dan Hukum Istinbath, STAIN Mataram, No.I,Vol. I, Juli-Desember 2003.
35
perolehan kekayaan melalui cara-cara yang ilegal atau cara yang tidak
bermoral. Islam sangat menentang setiap aktivitas ekonomi yang bertujuan
melakukan penimbunan kekayaan atau pengambilan keuntungan yang
tidak layak dari kesulitan orang lain atau penyalahgunaannya.42
Dalam rangka kekhalifahannya ia bebas dan mampu berfikir serta
menalar untuk memilih mana yang baik dan buruk, jujur dan tidak jujur,
serta mengubah kondisi kehidupan masyarakat dan perjalanan sejarahnya,
bila ia berkehendak demikian, secara fitrah manusia itu baik dan mulia,43
serta mampu melindungi kebaikan dan kemuliaannya. Bahkan, mampu
meninggalkan kedudukannya, jika ia menerima pendidikan dan petunjuk
yang tepat dan dimotifasi dengan baik., maka secara psikologis manusia
akan merasa bahagia selama ia berpijak atau bergerak mendekati hakekat
batiniahnya dan merasa sengsara jika ia menyimpang darinya.
3. Pemikiran istikhlaf
Dasar pemikiran istikhlaf ini adalah, bahwa Allahlah yang Maha
Pemilik seluruh apa dan siapa yang ada di dunia ini: langit, bumi manusia,
hewan, tumbuh-tumbuhan, dan lain sebagainya baik benda hidup maupun
mati, yang berfikir maupun yang tidak berfikir, manusia atau non
manusia, benda yang terlihat atau tidak terlihat. Seperti dijelaskan dalam
al-Qur'an:
ولله ما في السموات وما في الأرض
42 Ir. H. Adiwarman Azwar Karim, SE, MBA, MAEP, Sejarah Pemikiran Ekonomi
Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. ke-1, 2004, hlm. 29. 43 Departemen Agama Republik Indonesia, op. cit., hlm. 393.
36
Artinya: " Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada dilangit dan apa yang ada di bumi" (Q.S. an-Najm: 31) 44
Berdasarkan pemikiran tersebut, para ahli ekonomi menetapkan
dengan sangat jelas bahwa usaha manusia dalam produksi tidak lebih dari
pada mengubah benda dari bentuk dan tempat asalnya. Siapakah yang
menciptakan semua itu? Jawabnya: "Tuhan kami ialah Tuhan yang telah
memberikan kepada tiap-tiap suatu bentuk kejadiannya kemudian
memberikannya petunjuk."
Lalu, siapakah yang menyediakan sarana bagi manusia? Siapakah
yang memberikan kekuatan kepada manusia untuk bekerja? Semua itu
adalah Allah yang menciptakan manusia dari segumpal tanah dan
mengajarkan mereka dari nol.
Misalnya, jika manusia bercocok tanam, ia akan memperoleh biji-
bijian, atau jika ia membajak tanah, ia akan mendapatkan buah. Berapa
banyak usaha manusia dalam pekerjaan menanam, menyiram, dan
merawat pohon itu- jika dibandingkan dengan pekerjaan dan tangan
Allah? Allah yang menyediakan bumi terhampar, angin bertiup, awan
bergerak, Dia juga yang menurunkan air dari langit dan mengalirkan
sungai.45
Kita tahu bahwa petunjuk perindustrian bermula dari Allah dan
ajaranNYA. Sebelum itu manusia tidak mengetahuinya. Lihatlah
bagaimana Allah mengajarkan Daud membuat baju besi
44 Ibid. hlm., 873. 45 DR. Yusuf Qardhawi, op. cit., hlm. 42.
37
وعلمناه صنعة لبوس لكم لتحصنكم من بأسكم فهل أنتم شاكرون Artinya: "Dan telah kamu ajarkan Daud membuat baju besi unt8k kamu,
guna memelihara kamu dalam peperanganmu, maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah). (Q.S. al-Anbiya: 80).46
Jadi sangat sedikit usaha dan kerja keras manusia jika
dibandingkan dengan usaha Allah. Kemudian, apa jadinya jika Allah tidak
menciptakan akal untuk berfikir, semangat untuk melaksanakan, serta alat
untuk bekerja?
Kesimpulan dari ini semua, bahwa harta merupakan rezeki yang
diatur Allah untuk manusia sebagai nikmat dan rahmatnya. Meski manusia
dapat memaparkan satu persatu hasil usahanya ia tidak akan mampu
menghitung kekuasaan Allah dalam menciptakan dan mengadakan.
Karena itu sudah selayaknya jika manusia menafkahkan sebagian harta
pemberian Allah itu ini untuk jalannya, membantu sesama teman, dan
menolong sesama hambaNYA. Allah berfirman:
اكمقنزا رفقوا ممأن Artinya: "… Belanjakanlah (di jalan Allah ) sebagian rezeki yang telah
Kami berikan kepadamu…(Q.S. al-Baqoroh: 254)47
46 Departemen Agama Republik Indonesia, op. cit., hlm. 505. 47 Ibid., hlm .62.
Recommended